Post on 06-Dec-2014
MAKALAH
PARTAI POLITIK DAN KONFLIK POLITIK
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Makalah Pada Mata Kuliah Sosiologi Politik dan Sebagai
Bahan Diskusi Kelas
Disusun Oleh :
1. Parid2. Roni3. Emed4. Asep Ependi
UNIVERSITAS MATHLAUL ANWARFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KAMPUS MALINGPING2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Partai Politik dan Konflik Politik.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
sosiologi politik dan sebagai bahan diskusi kelas. Selain itu untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang partai politik dan konflik politik.
Dalam penulisan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak
baik moral material, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Dosen mata kuliah sosiologi politik yang telah memberikan ilmu dan tugas
makalah ini untuk mengukur dan mengasah kemampuan mahasiswa dalam
mengajarkan makalah
2. kedua orang tua yang telah memberikan dorongan material dan spiritual
dalam pembuatan makalah ini.
3. Rekan – rekan FISIP UNMA yang telah memberikan motivasi dan
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
baik dilihat dari isi atau cara penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca.
Bayah, Nopember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 1
C. Tujuan Masalah................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Partai-Partai Politik........................................................................... 3
B. Bentuk-Bentuk Konflik Politik......................................................... 14
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 29
A. Kesimpulan........................................................................................ 29
B. Saran.................................................................................................. 29
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini sering terjadi perdebatan-perdebatan antara partai
politik, mereka saling berkompetisi di bidang politik, ada yang saling
membangun namun, adapula yang saling menjatuhkan tetapi tidak terlepas
dari nilai kesatuan dan persatuan bangsa. Walaupun begitu tetapi mereka
terus berkompetisi di bidang politik terutama di dalam kegiatan pemilu. Di
dalam kegiatan tersebut mereka saling ada visi dan misi baik antar partai
politik maupun terhadap masyarakat.
Faktor-faktor terjadinya konflik antara partai politik diantaranya
disebabkan karena keinginan menjadi seorang penguasa, satu-satunya di
dunia politik, dan adanya permasalahan politik internal maupun eksternal.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis perli mengadkan penelitian
dengan judul “Partai Politik dan Konflik Politik”
B. Perumusan Masalah
Permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Apakah partai politik itu ?
2. Apakah konflik politik itu ?
3. Apakah ada hubungan antara partai politik dan knflik politik ?
4. Bagaimana cara mengetahui hubungan antara partai politik dan
konflik politik berikut dengan penyelesaiannya ?
C. Tujuan Masalah
Bertolak rumusan permasalahan di atas pembuatan makalah ini
bertujuan :
1. Untuk mengetahui pengertian dari partai politik.
2. Untuk mengetahui pengertian dari konflik politik
3. Untuk mengetahui hubungan antara partai politik dan konfli politik.
4. Untuk mengetahui cara bagaimana hubungan partai politik dan konflik
politik berikut dengan penyesaiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PARTAI – PARTAI POLITIK
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat.
Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu
diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik
telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara
rakyat di satu fihak dan pemerintah di fihak lain. Partai politik umumnya
dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistim politik yang sudah modern
atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu,
dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah menjadi lembaga politik
yang biasa dijumpai.
Di negara-negara yang menganut faham demokrasi, gagasan mengenai
partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut
menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya
menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Di negara-negara totaliter
gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pandangan elite politiknya
bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang
langgeng. Untuk mencapai tujuan itu, partai politik merupakan alat yang
baik.
Pada permulaan perkembangannya di negara-negara Barat seperti
Inggris dan Perancis, kegiatan politik pada mulanya dipusatkan pada
kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula
bersifat elitist dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum
bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja. Dengan meluasnya hak pilih,
kegiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan terbentuknya
panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para
pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Oleh karena dirasa perlu
memperoleh dukungan dari pelbagai golongan masyarakat, kelompok-
kelompok politik dalam parlemen lambat laun berusaha
memperkembangkan organisasi massa, dan dengan demikian terjalinlah
suatu hubungan tetap antara kelompok-kelompok politik dalam parlemen
dengan panitiapanitia pemilihan yang sefaham dan sekepentingan, dan
lahirlah partai politik. Partai semacam ini menekankan kemenangan dalam
pemilihan umum dan dalam masa antara dua pemilihan umum biasanya
kurang aktif. Ia bersifat patronage party (partai lindungan) yang biasanya
tidak memiliki disiplin partai yang ketat.
1. Definisi Partai Politik
Di bawah in disampaikan beberapa definisi mengenai partai politik :
Carl J. Friedrich: Partai politik adalah "sekelompok manusia
yang terorganisir secara stabi dengan tujuan merebut atau
mempertahankan kekuuasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada
anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil" (A
political party is a group of human beings, stably organized with the
oh jective of securing or maintaining for its leaders the control of a
government, with the further objective of giving to members of the
party, through such control ideal and material benefits and advan
tages).
R.H. Soltau: "Partai politik adalah sekelompok warga negara
yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu ke-
dengan memanfaatkan kekuasaannya un satuan politik dan yang
bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan
umum mereka" (A group of citizens more or Les, who act as a
political unit and who, by the use of their voting power, aim to control
the government and carry out t general policies).
Sigmund Neumann dalam karangannya Modern Political Parties
mengemukakan definisi sebagai berikut: "Partai politik adalah
organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai
kekuasaan pemerintahan Berta merebut dukungan rakyat atas dear
persaingan dengan suatu golongan atau golongan golongan lain yang
mempunyai pandangan yang berbeda" (A political par ty is the
articulate organization of society's active political agent. those who are
concerned with the control of governmental power and who compete
for popular support with another group or groups holding divergent
views).
2. Fungsi Partai Politik
Dalam negara demokratis partai politik menyelenggarakan
beberapa fungsi:
1) Partai sebagai sarana komunikasi politik.
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan
aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam
masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu
luas. pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan
hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak
ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang
lain yang senada. Proses ini dinamakan "penggabungan
kepentingan" (interest aggregation). Sesudah digabung,
pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk
yang teratur. Proses ini dinamakan "perumusan kepentingan"
(interest articulation).
Semua kegiatan di atas dilakukan oleh partai. Partai politik
selanjutnya merumuskannya sebagai usul kebijaksanaan. Usul
kebijaksanaan ini dimasukkan dalam program partai untuk
diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar
dijadikan kebijaksanaan umum (public policy). Dengan
demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan
kepada pemerintah melalui partai politik.
Di lain fihak partai politik berfungsi juga untuk
memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian
terjadi arus informasi serta dialog dari atas ke bawah dan dari
bawah ke atas, di mana partai politik memainkan peranan
sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang
diperintah, antara pemerintah dan warga masyarakat. Dalam
menjalankan fungsi ini partai politik sering disebut sebagai
broker (perantara) dalam suatu bursa idee-idee ("clearing house
of ideas"). Kadang-kadang juga dikatakan bahwa partai politik
bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan
bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara.
2) Partai sebagai sarana sosialisasi politik.
Partai politik juga main peranan sebagai sarana sosialisasi
politik (instrument of political socialization). Di dalam ilmu
politik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui mana
seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena
politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana is
berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-
angsur dari masa kanakkanak sampai dewasa.
Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah
satu sarana sosialisasi politik. Dalam usaha menguasai
pemerintahan me. lalui kemenangan dalam pemilihan umum,
partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu
partai berusaha menciptakan "image" bahwa is memperjuangkan
kepentingan umum. Di samping menanamkan solidaritas dengan
partai, partai politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi
manusia yang sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga
negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah
kepentingan nasional. Di negara-negara baru partai-partai politik
juga berperan untuk memupuk indentitas nasional dan integrasi
nasional.
3) Partai politik sebagai sarana recruitment politik.
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak
orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik
sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian
partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah
melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan
untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader
yang di massa mendatang akan .mengganti pimpinan lama
(selection of leadership).
4) Partai politik sebagai sarana pengatur konflik (conflict
management).
Dalam suasana dcmokrasi, persaingan dan perbedaan
pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika
sampai tcrjadi konflik, partai politik berusaha untuk
mengatasinya. Dalam praktek politik sering dilihat bahwa
fungsi-fungsi tersebut di atas tidak dilaksanakan seperti yang
diharapkan. Misalnya infor. masi yang diberikan justru
menimbulkan kegelisahan dan perpecahan dalam masyarakat;
yang dikejar bukan kepentingan nasionale akan tetapi
kepentingan partai yang sempit dengan akibat pcngkotakan
politik; atau konflik tidak diselesaikan, akan tempi malaban
dipertajam.
3. Klasifikasi Partai
Klasifikasi ptirtai dapat dilakukan dengan pelbagal Cara. Bila
dilihat dari segi kumposisi clan fungsi keanggotaannya. secara umum
dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai massa dan partai leader.
Partai massa mengutamakan kekuatan herdasarkan keunggulan
anggota; oleh karena itu is biasanva terdiri dari pendukung-pendukung
dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat untuk
hernaung di bawahnya dalam memperjuangkan suatu program yang
biasanya luas dan agak kabur. Kelemahan dari partai massa ialah
bahwa masing-masing aliran atau kelompok yang bernaung di bawah
partai massa cenderung untuk memaksakan kepentingan masing-
masing, terutama pada saat-saat krisis. sehingga persatuan dalam
partai dapat menjadi lemah atau hilang same sekali sehingga salah
satu golongan mernisahkan diri dan mendirikan partai bat Partai kader
mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-
anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjagi kemurnian doktrin
politik yang dianut dengan jalan mcngadakan saringan terhadap calon
anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai
yang telah ditetapkan.
1) Sistim partai tunggal
Ada sementara sarjana yang berpendapat bahwa istilah
sistim partai-tunggal merupakan istilah yang menyangkal diri
sendiri (contradictio in terminis) sebab menurut pandangan ini
suatu sistim selalu mengandung lebih dari satu unsur. Namun
demikian istilah ini telah tersebar luas di kalangan masyarakat
dan pars sarjana. Istilah ini dipakai untuk partai yang benar-benar
merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun
untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan di antara
beberapa partai lainnya. Dalam kategori tcrakhir terdapat banyak
variasi.
Pola partai-tunggal terdapat di beberapa negara Afrika
(Ghana di masa Nkrumah, Guinea, Mali, Pantai Galling), Eropa
Timur dan RRC. Suasana kepartaian dinamakan non-kompetitif
oleh karma partai-partai yang ada harus menerima pimpinan dari
partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara
merdeka melawan partai itu. Kecenderungan untuk mengambil
pole sistim partai tunggal disebabkan karena di negara-negara
baru pimpinan sexing dihadapkan dengan masalah bagaimana
mengintegrasikan pelbagai golongan, daerah serta suku bangsa
yang berbeda corak social dan pandangan hidupnya. Dikuatirkan
bahwa bila keanekaragaman sosial dan budaya ini dibiarkan,
besar kemungkinan akan terjadi gejolak-gejolak sosial politik
yang menghambat usaha-usaha pembangunan.
2) Sistim dwi-partai
Dalam kepustakaan ilmu politik pengertian sistim dwi-
panai biasanya diartikan adanya dua partai atau adanya beberapa
partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Sedikit
negara yang pads dewasa ini memiliki ciri-ciri sistim dwi-partai,
kecuali Inggris, Amerika Serikat dan Filipina, dan oleh Maurice
Duverger malahan dikatakan bahwa sistim ini adalah khas
Anglo Saxon. Dalam sistim ini partai-partai dengan jelas dibagi
dalam partai yang berkuasa (karena menang dalam pemilihan
umum) dan partai oposisi (karena kalah dalam pemilihan
umum). Dengan demikian jelaslah di mana letaknya
tanggungjawab mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi. Dalam
sistim ini partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama
tapi yang setia (loyal opposition) terhadap kebijaksanaan partai
yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa
peranan ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan. Dalam
persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai
berusaha untuk merebut dukungan orang-orang yang ada di
tengah dua partai dan -gang sering dinamakan pemilih terapung
(floating vote).
3) Sistim multi-partai
Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam
komposisi masyarakat menjurus ke berkembangnya sistim
multi-partai. Di mana perbedaan ras, agama, atau suku bangsa
adalah kuat, golongan-golongan masyarakat lebih cenderung
untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas (primordial) tadi
dalam satu wadah saja. Dianggap bahwa pola multi-partai lebih
mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik daripada
pola dwi-partai. Sistim multi-partai diketemukan di Indonesia,
Malaysia, Negeri Belanda, Perancis, Swedia dan sebagainya.
Sistim multi-partai, apalagi kalau digandengkan dengan
sistim pemerintahan parlementer, mempunyai kecenderungan
untuk menitik-beratkan kekuasaan pada badan legislatif
sehingga peranan badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu.
Hal ini disebabkan Met karena tidak ada satu partai yang cukup
kuat untuk membentul suatu pemerintahan sendiri, sehingga
terpaksa membentuk koalis dengan partai-partai lain. Dalam
keadaan semacam ini partai yanj berkoalisi harus selalu
mengadakan musyawarah dan kompromi de ngan partai-partai
lainnya dan menghadapi kemungkinan bahwa se waktu-waktu
dukungan dari partai koalisi lainnya dapat ditani kembali.
4. Partai Politik di Indonesia
Partai politik pertama-tama lahir dalam zaman kolonial sebagai
manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Dalam suasana itu se. mua
organisasi, apakah dia bertujuan social (seperti Budi Utomo dan
Muhammadiah) ataukah terang-terangan menganut azas politik/agama
(seperti Sarikat Islam dan Partai Katolik) atau azas politik/sekuler
(seperti PNI dan PKI), memainkan peranan penting dalam
berkembangnya pergerakan nasional. Pola kepartaian masa ini
menunjukkan keanekaragaman, pola mana diteruskan dalam masa
merdeka dalam bentuk sistim multi-partai.
Dengan didirikannya Volksraad maka beberapa partai don
organisasi bergerak melalui badan ini. Pada tahun 1939 terdapat
beberapa fraksi dalam Volksraad, yakni Fraksi Nasional di bawah
pimpinan Husni Thamrin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur
Bumi-putra) di bawah pimpinan Prawoto dan "Indonesische Nationale
Groep" di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar Volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari
nasional. Pada tahun partai-partai politik dan menjadikannya semacam
dewar 1939 dibentuk K.R.I. (Kor.ste Rakyat wakil Indonesia) yang
terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia, tang merupakan
gabungan dari partai-partai beraliran nasional), MIA (Majelisul
Islamil a'laa Indonesia, yang merupakan gabungan partai-partai
beraliran Islam yang terbentuk pads tahun 193 7) dan MRI (Majelis
Rakyat Indonesia, yang merupakan gabungan organ,salt buruh).
Dengan demikian kepartaian kembali ke pola multi-partai yang
telah dimulai dalam zaman kolonial. Banyaknya partai tidak meng
untungkan berkembangnya pemerintahan yang stabil. Pemilihan
umum yang diadakan pada tahun 1955 membawa penyederhanaan
dalam jumlah partai dalam arti bahwa dengan jelas telah muncul
empat partai besar, yakni Masyumi, PNI, NU den PKI. Akan tetapi
partai-partai tetap tidak menyelenggarakan fungsinya sebagaimana
yang diharapkan. Akhirnya, pada mesa Demokrasi Terpimpin partai-
partai dipersempit ruang-geraknya.
B. BENTUK-BENTUK KONFLIK POLITIK
Sosiologi merupakan ilmu social yang sasaranya masyarakat.
Masyarakat yang menjadi sasaran ilmu social dapat dilihat sebagai sesuatu
yag terdiri dari berbagai aspek, seperti halnya dengan sosiologi yang
memusatkan perhatiannya kepada aspek masyarakat yang bersifat umum
dan berusaha mendapatkan pola-pola umum darinya. Singkatnya, sosiologi
mempelajari masyarakat dan hubungan antara pribadi-pribadi dalam
masyarakat tersebut.
Sedangkan ilmu politik memusatkan aspek masyarakat yang
berhubungan dengan kekuasaan. Dalam proses tersebut kemudian muncul
sebuah fenomena yang disebut dengan konflik. Untuk memahami fenomena
ini secara sosiologis dan politis, maka diperlukan suatu alat analisa
interpreitasi terhadap masalah tersebut, yakni sosiologi politik.
Konflik diyakini sebagai suatu fakta utama dalam masyarakat, baik itu
masyarakat agraris maupun masyarakat modern. Konflik lebih banyak
difahami sebagai keadaan tidak berfungsinya, komponen-komponen
masyarakat sebagaimana mestinya atau gejala penyakit dalam masyarakat
yang terintegrasi secara tidak sempurna. Tetapi, secara empiris, tidak diakui
karena, orang lebih memilih stabilitas sebagai hakikat masyarakat.
Sebaliknya konfik mempunyai fungsi-fungsi positif, salah satunya
ialah mengurangi ketegangan tersebut tidak bertambah dan menimbulkan
kekerasan yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan.
Salah satu fungsi tersebut ialah berdampak kepada penyegaran pada
sistem sosial. Konflik memang tidak mengubah sistem sosial itu sendiri,
namun konflik menciptakan perubahan-perubahan dalam sistem. Sehingga
dengan keberadaan konflik tersebut berimplikasi terhadap sistem tersebut,
yakni sistem akan lebih sedikit efektif dari sebelumnya.
1. Pengertian konflik
Konflik bukan merupakan suatu hal yang asing didalam hidup
manusia. Sejarah mencatat bahwasanya konflik merupakan bagian
dari kehidupan manusia, sepanjang seseorang masih hidup hampir
mustahil untuk menghilangkan konflik dimuka bumi ini baik itu
konflik antar individu maupun antar kelompok. Jika konflik antara
perorangan tidak bisa diatasi secara adil dan proposional, maka hal itu
dapat berakhir dengan konflik antar kelompok.
Untuk itu, konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat
dipisahkan dalam masyarakat. Fenomena konflik tsb mendapat
perhatian bagi manusia, sehingga muncul penelitian-penelitan yang
menciptakan dan mengembangkan berbagai pandangan tentang
konflik.
Diantaranya ialah Charles Watkins yang memberikan suatu
analisis tajam tentang kondisi dan prasyarat terjadinya suatu konflik.
Menurutnya, konflik terjadi bila terdapat dua hal. Pertama, konflik
bisa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang secara
potensial dan praktis/operasional dapat saling menghambat. Secara
potensial artinya, mereka memiliki kemampuan untuk menghambat.
Secara praktis/ operasional maksudnya kemampuan tadi bisa
diwujudkan dan ada didalam keadaan yang memungkinkan
perwujudannya secara mudah. Artinya, bila kedua belah pihak tidak
dapat menghambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan,
maka konflik tidak akan terjadi.
Kedua, konflik dapat terjadi bila ada sesuatu sasaran yang sama-sama
dikejar oleh kedua pihak, namun hanya salah satu pihak yang akan
memungkinkan mencapainya.
Kemudian, Joyce Hocker dan William Wilmt di dalam bukunya
yang berjudul interpersonal conflict, berupaya untuk memahami
pandangan tentang konflik. Pada umumnya pandangan tentang konflik
dapat digambarkan sebagai berikut ;
Pertama, konflik adalah hal yang abnormal karena hal normal
adalah keselarasan. Bagi mereka yang menganut pandangan ini pada
dasarnya bermaskud menyampaikan bahwa, suatu konflik hanya
merupakan gangguan stabilitas.
Kedua, konflik sebenarnya hanyalah suatu perbedaan atau salah
paham. Mereka yang perpendapat seperti ini menganggap bahwasanya
konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi dengan baik, sehingga
pihak lain tidak dapat memahami maksud kita yang sesungguhnya.
Ketiga, konflik adalah gangguan yang hanya terjadi karena kelakuan
orang-orang yang tidak beres. Menurut penganut pendapat ini,
penyebab suatu konflik adalah anti sosial.
2. Konflik dan integrasi
Pengertian konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi
antara dua pihak, ketika keduanya menginginkan suatu kebutuhan
yang sama dan ketika adanya hambatan dari kedua pihak, baik secara
potensial dan praktis. Sedangkan integrasi adalah proses
mempersatukan masyarakat, yang cendrung membuat masyarakat
menjadi lebih baik atau harmonis. Disamping itu integrasi juga
dipahami sebagai suatu pernyataan yang sudah dicapai, atau sudah
dekat untuk dicapai.
Dalam politik, konflik dan integrasi merupakan dua hal yang
tidak bisa dipisahkan. Konflik mempunyai hubungan yang erat dengan
proses integrasi. Hubungan ini disebabkan karena dalam proses
integrasi terdapat sebuah proses disoraganisasi dan disintegrasi.
Dalam proses disorganisasi terjadi perbedaan faham tentang
tujuan kelompok sosialnya, tentang norma-norma sosial yang hendak
diubah, serta tentang tindakan didalam masyarakat. Apabila tidak
terdapat tindakan dalam menghadapi perbedaan ini, maka dengan
sendirinya langkah pertama menuju disintegrasi terjadi. Jadi,
disorganisasi terjadi apabila perbedaan atau jarak antara tujuan sosial
dan pelaksanaan terlalu besar.
Suatu kelompok sosial selalu dipengaruhi oleh beberpa faktor,
maka pertentangan atau konflik akan berkisar pada penyesuaian diri
ataupun penolakan dari faktor-faktor sosial tersebut. Adapun faktor-
faktor sosial yang menuju integrasi tersebut ialah tujuan dari
kelompok, sistem sosialnya, tindakan sosialnya.
Pertentangan yang terjadi dalam kelompok maupun diluar
kelompok memiliki hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi.
Untuk itu, Makin tinggi konflik dalam kelompok, makin kecil darejat
integarasi kelompok. Sedangkan makin besar permusuhan terhadap
kelompok luar, makin besar integrasi.
3. Bentuk-bentuk konflik politik
Hubuangan antara konflik dan integarasi tidak dapat dipisahkan,
hubungan ini dapat diibaratkan dari dua sisi mata uang yang sama.
Dalam kenyataanya, kita menemukan bahwa beberapa jenis konflik
sudah mencakup tingkat integrasi tertentu. Tahap pertama dari
integrasi tersebut terdiri dari menahan penggunaan kekerasan, yang
berarti menggantikan bentuk- bentuk konflik dengan bentuk yang
lainnya. Buktinya dapat kita anlisa dari permasalah yang terjadi di
Aceh.
Pada mulanya Konflik yang terjadi di aceh disikapi dengan
kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, ketika adanya
kompromi diantara dua kelompok, maka keduanya mulai berupaya
untuk menghindari kekerasan. Dengan adanya kesepakatan ini, berarti
konflik yang terjadi sudah menuju tahap pertama dari integrasi.
Kemudian kedua pihak memulai mengganti bentuk-bentuk konflik
dengan bentuk yang lain.
Bentuk-bentuk konflik politik itu dapat diidentifikasi dari
penelitian yang dilakukan oleh Maurice Devurege. Ia
mengidentifikasi bentuk-bentuk konflik politik menjadi dua kategori
yakni; senjata-senjata pertempuran dan strategi politik
1) Senjata-senjata pertempuran
Manusia dan organisasi dalam konflik satu sama lain
mempergunakan berbagai jenis senjata di dalam perjuangan
politik. Senjata yang digunakan tergantung dari masyarakat
setempat dan kelompok-kelompok sosialnya, diantaranya ialah
senjata dalam bentuk kekerasan fisik, senjata dalam bentuk yang
lain seperti uang, media dan organisasi. Namun, belakangan ini
kekerasan fisik merupakan senjata yang sering digunakan.
Padahal tujuan pertama-tama dari politik adalah untuk
menghapus kekerasan, untuk menggantikan konflik berdarah
dengan bentuk-bentuk perjuangan sipil yang lebih dingin, dan
untuk menghapus peperangan, baik sipil atau internasional.
Politik cenderung menghapus kekerasan, akan tetapi dia tidak
pernah berhasil seluruhnya. Senjata-senjata dalam arti sempitnya
—senjata militer— tidak seluruhnya dikeluarkan dari konflik
politik. Memang politik adalah konflik, akan tetapi juga
pembatasan konflik, dan konsekuensinya suatu permulaan dari
proses integrasi. Namun, tidaklah mutlak.
a) Kekerasan fisik
Berbicara secara luas, ada dua jenis kekerasan yang
dipergunakan sebagai senjata di dalam pertempuran
politik: kekerasan oleh negara melawan para warganya,
dan kekerasan antara kelompok warga negara atau
melawan negara.
Alat kekerasan yang digunakan negara untuk
melawan negara adalah militer yang mempergunakan
senjata. untuk mempertahankan otoritasnya terhadap
rakyat yang diperintahkannya, senjata militer juga
dipergunakan dalam perjuangan politik Pertama, senjata
dipergunakan selama tahap awal dari perkembangan
sosial, ketika negara masih terlalu lemah untuk
memperoleh monopoli lengkap dari senjata-senjata militer
bagi keuntungannya sendiri.
Lantas, perjuangan merebut kekuasaan terdiri dari
munculnya fraksi bersenjata yang saling berhadapan baik
itu organisasi politik yang mempergunakan senjata
maupun pemberontakan terhadap negara.
Kemudian, ketika militer tidak lagi untuk melayani
negara, tidak lagi berada dalam kuasa mereka yang
memerintah, dan ketika mereka sendiri bergabung di
dalam perjuangan untuk merebut kekuasaan. Maka militer
berubah menjadi kelompok kepentingan, yang berupaya
untuk merebut kekuasaan.
Bilamana angkatan bersenjata menetapkan dirinya
menjadi suatu organisasi politik yang independen dan
tidak lagi menaati pemerintah, jelas ada disorganisasi yang
mendalam dalam organisasi politik.
Justru dari hakikatnya militer selalu merupakan
bahaya politik bagi negara. Mereka yang memegang
senjata selalu digoda untuk menyalahgunakannya, sama
seperti mereka yang memegang posisi otoritas mendapat
godaan untuk melampaui hak-haknya.
b) Kekayaan
Dalam realitas politik; uang tidak pernah menjadi
satu-satunya "penguasa". Namun dalam banyak
masyarakat, seperti dalam masyarakat kapitalis, uang
adalah senjata yang hakiki. Untuk itu, uang yang
merupakan simbol dari kekayaan telah menjadi sebuah
senjata politik. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa
kekayaan merupakan bagian dari hal yang mewarnai
bentuk-bentuk konflik politik.
Seperti dalam masyarakat agraris yang
menggunakan kekayaannya seperti tanah sebagai sumber
dari kekuatan politik, hal ini dilakukan oleh kelas pemilik
tanah atau aristokrat. Kemudian, pada abad kesembilan
belas muncul kalangan borjuis yang menggantikan
sumbernya dari pemilikan tenah kepada kekuatan uang.
Jadi, pada pekembangannya uang mulai terkesan sebagai
senjata politik.
c) Organisasi
Di dalam komunitas manusia yang besar, terutama
di dalam negara modern, pertikaian politik dilancarkan
antara organisasi-organisasi. Organisasi-organisasi ini
kelompok-kelompok yang berstruktur, dengan
kemampuan artikulasi, dan hirarkis, terutama terlatih bagi
perjuangan merebut kekuasaan.
Hakikat organisatoris dari kekuatan- kekuatan sosial
ini adalah fakta yang fundamental dari kehidupan politik
masa kini. Tentu saja, ada selalu sejumlah organisasi
kekuatan-kekuatan sosial yang bersungguh-sungguh pada
aksi politik, akan tetapi selama seratus tahun terakhir,
teknik organisasi kolektif dan metode memasukkan orang
ke dalam kelompok aksi kolektif telah sangat
disempurnakan. Wajah yang sungguh asli dari perjuangan
politik sekarang bukanlah bahwa dia terjadi antar
organisasi, akan tetapi karena organisasi ini begitu rapi
dikembangkan.
Kita dapat mengklasifikasikan organisasi politik
menjadi dua kategori utama partai-partai politik dan
kelompok kepentingan. Tujuan utama dari partai adalah
memperoleh kekuasaan atau mengambil bagian dalam
kekuasaan; mereka berusaha memperoleh kursi dalam
pemilihan umum, mengangkat wakil dan menteri, dan
mengontrol pemerintah. Sedangkan kelompok
kepentingan tidak berusaha untuk merebut kekuasaan atau
berpartisipasi di dalam pelaksanaan kekuasaan, namun
tujuannya adalah mempengaruhi dan menekan mereka
yang memegang kekuasaan.
d) Media informasi
Media yang merupakan alat untuk menyebarkan
pengetahuan dan informasi ini juga dapat dikatakan
sebagai senjata politik, yang mampu dipakai oleh negara,
oleh organisasi, partai dan gerakan rakyat.
Dalam rezim-rezim otoritarian, media informasi
biasanya berada dalam kontrol negara, yang berfungsi
untuk menyebarkan propaganda negara. Propaganda ini
cenderung untuk mengamankan dukungan penuh dan
pemerintah. Dia tidak berorientasi kepada perjuangan
kelas atau kategori sosial yang meliputi bangsa, akan
tetapi kepada penyatuan negara. Dia merupakan alat
integrasi sosial atau pseudointegrasi
Sedangkan dalam rezim demokratis, tidak semua
media informasi dikontrol oleh negara; banyak yang
memiliki sifat seperti kelompok kepentingan. Pluralisme
media adalah unsur di dalam pluralisme rezim, bersama
dengan pluralisms partai politik.
Namun, jarang kita mendapatkan negara demokratis
di mana negara tidak menguasai satu pun media informasi,
sebagaimana di Amerika Serikat. Hampir di mana-mana,
penyiaran radio diorganisir oleh dinas negara, sekurang-
kurangnya sebagian.
2) Strategi politik
a) Konsentrasi atau penyebaran-penyebaran senjata politik
Dari segi distribusi senjata-senjata politik,
masyarakat dapat dibagi menjadi dua jenis masyarakat
politik, yakni masyarakat dengan konsentrasi senjata dan
masyarakat dengan penyebaran senjata.
Di dalam masyarakat dengan konsentrasi senjata,
semua senjata-senjata politik, atau sekurang-kurangnya
yang utama, dipegang oleh satu kelas atau kelompok
sosial. Seperti yang terdapat di dalam masyarakat feodal
dan monarki, misalnya, senjata utama pada masa itu —
senjata-senjata militerdan kekayaan pemilikan tanah—
dikonsentrasikan di dalam tangan kaum aristokrat.
Sedangkan di dalam masyarakat dengan penyebaran
senjata, senjata-senjata utama dibagi pada beberapa kelas
atau kategori kelas. Saat ini, di satu pihak, kaum kapitalis
memiliki kekayaan, yang dipakainya untuk kepentingan
propaganda, dengan demikian memegang unsur-unsur
kekuasaan politik yang paling penting dalam tangannya.
Namun dipihak lain, kaum pekerja/buruh juga mempenyai
kekuatan dengan bentuk organisasi masa (partai-partai
rakyat dan serikat buruh)
b) Perjuangan terbuka atau perjuangan diam-diam
Perjuangan terbuka dalam konflik politik dapat
ditemukan pada negara yang menganut faham demokrasi.
Dimana dalam demokrasi konflik politik bersifat resmi
atau diakui, seperti dalam kampanye, pemilu, demonstrasi
dan di parlemen. Biasanya kelompok-kelompok yang
bertarung dalam konflik politik ini adalah organisasi
politik yang legal seperti partai.
Bagi organisasi yang tidak berorientasi kepada
politis, mereka memiliki potensi untuk berupaya mengejar
tujuan-tujuan politiknya dengan cara yang ilegal. Karena
sifanya ilegal, maka perjuangannya dilakukan secara
diam-diam. Fakta ini dapat dilihat dari munculnya
gerakan-gerakan bawah tanah yang berupaya untuk
merebut kekuasaan.
c) Pergolakan didalam rejim dan perjuangan untuk
mengontrol rejim
Dalam negara-negara demokrasi, pergolakan politik
terbuka tetap terbatas. Perbedaan dasar dalam hubungan
ini harus dibuat antara pergolakan di dalam dan
perjuangan untuk merebut rezim.
Perbedaan antara perjuangan merebut rezim dan
perjuangan di dalam rezim berhubungan dengan konsep
legitimasi. Konflik-konflik berada dalam kerangka
pemerintah, bilamana mayoritas para warga menganggap
pemerintah tersebut legitimete, bilamana ada konsensus
tentang hal ini. Konflik tidak dapat ditampung di dalam
kerangka pemerintah kecuali ada konsensus tentang
legitimasinya.
Apabila konsensus itu berantakan, ketika hanya
sebagain kelompok yang mengakui legitimasi pemerintah ,
maka akan muncul perjuangan melawan rezim.
Akibatnya, perjuangan di dalam rezim dan perjuangan
melawan rezim bukanlah strategi alternatif yang bisa
dipilih seseorang dalam suatu suasana yang normal, tetapi
dalam situasi tertentu. Bilamana konsensus politik secara
mendalam terbagi, maka situasi revolusioner
menghasilkan perjuangan melawan rezim.
Perjuangan melawan suatu rezim bisa mengambil
dua bentuk yang berbeda-beda, tergantung dari apakah dia
hanya memperhatikan tujuan-tujuan yang harus dicapai
atau juga cara-cara yang harus dipergunakan dalam
mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Perjuangan melawan suatu rezim selalu berarti
bahwa sebagian warga negara tidak menerima lembaga-
lembaga yang ada dan berjuang untuk menggantikannya
dengan lembaga-lembaga lain.
d) Strategi dua blok atau strategi sentris
Perjuangan politik di dalam suatu sistem dwi-partai
berbeda dari perjuangan di dalam sistem multi-partai.
Dalam perjuangan sistem dwi partia mengambil bentuk
duel, sedangkan dalam sistem multi partai, sejumlah
musuh saling berhadapan dan membentuk berbagai
koalisi. Perbedaan politik antara kiri dan kanan
memungkinkan kita memperbandingkan kedua situasi
tersebut.
Golongan politik “kanan” memilih sikap untuk
menerima tatanan sosial yang ada dan mereka secara
relatif puas terhadap tatanan tersebut, yang akhinya
mereka putuskan untuk melanjutkannyas. Sedangkan
golongan “kiri” tidak menyukai tatanan sosial yang ada
dan mau mengubahnya.
Namun, pada kenyataannya, strategi dua blok adalah
bentuk sentrisme, karena setiap blok dipaksa untuk
mengorientasikan politiknya ke arah tengah.
e) kamuflase
Salah satu alat strategi yang digunakan dalam setiap
jenis rezim ialah kamuflase. Kamuflase merupakan upaya
untuk menyembunyikan tujuan-tujuan yang sebenarnya
dan motif-motif aksi politik yang sebenarnya di balik
tujuan dan motif yang semu yang lebih populer, dan
karena itu, mengambil keuntungan dari dukungan rakyat
yang lebih besar.
Alat ini dipakai oleh individu-individu, partai-partai,
dan kelompok-kelompok kepentingan di dalam
perjuangannya untuk memenangkan atau mempengaruhi
kekuasaan. Dia juga dipakai oleh pemerintah untuk
memperoleh kepatuhan dari para warga dan untuk
mengembangkan integrasi sosial dan politik yang nyata.
Kamuflase mempunyai beberapa bentuk diantranya
ialah Teknik kamuflase yang paling biasa adalah menutupi
suatu tujuan yang kurang terhormat di balik sesuatu yang
lebih terhormat dalam hu-bungan dengan sistem nilai dari
suatu masyarakat tertentu. Teknik lain dalam kamuflase
adalah membuat kasak-kusuk terhadap sebagian besar
penduduk bahwa kepentingannya berada dalam
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan citra-cita yang
sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk meperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik (biasanya) denganc ara konstitusional untuk
melaksanakan kebijaksanaan-kebidajksanaan mereka.
Konflik politik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan
dalam masyarakat. Fenomena konflik tersebut mendapat perhatian bagi
manusia, sehingga muncul penelitian-penelitian yang menciptakan dan
mengembangkan berbagai pandangan tentang konflik. Menurut Charles
Wartkins yang memberikan analisis tajam tentang konfisi dan prasarat
terjadinya suatu konflik. Konflik terjadi bila terdapat 2 hal, yaitu 1) konflik
bisa terjadi bila sekurang-kurangnya dua pihak yang secara potensial dan
praktis dapat saling menghambat dan konflik dapat sama-sama dikejar oleh
kedua pihak, namun hanya salah satu pihak yang akan memungkinkan
mencapainya.
B. Saran
Pada penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak
kekurangan-kekurangan nya baik, cara penyusunan maupun pemaparan nya.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sran yang sifatnya membangun
untuk menyempurnakan makalah ini.