Post on 01-Jan-2016
description
PENDAHULUAN
Nikel ditemukan oleh Cronstedt, pada tahun 1751, Ia menemukannya dalam mineral yang
disebutnya kupfernickel (nikolit). Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang
memiliki simbol Ni dan nomor atom 28. Nikel merupakan logam yang terbentuk dari proses
alam. Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi
jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang
keras. Nikel dapat didaur-ulang dan dapat digunakan serta digunakan kembali tanpa degradasi
atau penghilangan zat-zat intrinsiknya.
Endapan laterit nikel Indonesia telah diketahui sejak tahun 1937. Informasi mengenaiendapan
laterit nikel yang tertera pertama kali dalam literatur adalah Pomalaa padatahun 1916 oleh
pemerintah Belanda. Pomalaa adalah sebuah distrik yang terletak diSulawesi Tenggara. Sejak
itu, endapan-endapan laterit nikel lainnya baru disebut-sebut,seperti Gunung Cycloops (1949)
dan Pulau Waigeo (1956) di Irian Jaya (Papua Barat),Sorowako di Sulawesi (1968), Pulau Gebe
(1969), Maluku (Tanjung Buli) dan Obi diPulau Halmahera (1969) serta Pulau Gag (1982). Pada
pertengahan kedua abad ini,melalui prospeksi yang sistematis telah ditemukan beberapa endapan
lain
Penambangan dan pengolahan laterit nikel di Indonesia didominasi oleh PT INCO Tbk.dan PT
Aneka Tambang Tbk (PT Antam). Pada saat ini PT INCO mengolah laterit nikel untuk
memproduksi nikel dalam bentuk nickel matte (Ni3S2) yang seluruh produksinya diekspor ke
Jepang, sedangkan PT Antam mengolah laterit nikel untuk memproduksi nikel dalam bentuk
ferro-nickel (logam paduan FeNi), selain itu juga mengekspor langsung bijihya keluar negeri.
Beberapa perusahan lain yang memiliki luas pertambangan lebih kecul di Sulawesi dan Maluku
hanya melakukan penambangan dan mengekspor langsung bijih laterit nikel ke Cina untuk
pembuatan nickel pig iron. Ekspor langsung bijih mempunyai nilai tambah kecil dan belum
sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU nomor 4/2009.
Laterit nikel selain sebagai salah satu sumber utama nikel juga mengandung unsur-unsur ikutan
(minor) seperti kobal (Co) yang telah diketahui dengan baik keterdapatannya, dan juga beberapa
unsur minor lain yang mempunyai nilai ekonomi. Namun unsur minor yang terkandung dalam
bijih laterit belum menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi disebabkan jalur proses
pengolahan laterit nikel yang digunakan oleh PT INCO dan PT Antam menggunakan jalur proses
pirometalurgi dengan produk akhir masing-masing berupa nickel matte dan ferronickel (FeNi) .
Melalui jalur proses pengolahan laterit nikel dengan pirometalurgi, unsur minor seperti kobal
(Co) dianggap sebagai unsur pengotor yang harus dibuang menjadi terak atau dihitung setara
dengan unsur nikel, sehingga unsur-unsur minor yang seharusnya bernilai ekonomi menjadi
tidak ekonomis.
Pengembangan teknologi pengolahan laterit nikel melalui jalur proses hidrometalurgi yang baru
dengan pelindian asam bertekanan tinggi (HPAL-high-pressure acid leaching ) telah
memungkinkan untuk mengekstraksi tidak hanya nikel tetapi juga unsur minor seperti kobal,
krom, vanadium, titanium, dan unsur minor lain yang sangat dibutuhkan oleh industri komponen
elektronik dengan perolehan hingga > 90%. Jalur proses hidrometalurgi dengan HPAL telah
memberikan strategi berbeda untuk mengekstraksidan memisahkan unsur-unsur minor berharga
dari larutan pelindian.
HPAL telah merupakan teknologi yang umum dipakai untuk proyek nikel baru secara
hidrometalurgi selama 15 tahun terakhir, seperti yang telah diterapkan di tiga (3) proyek nikel di
Australia: Cawse, Murrin-Murrin, dan Bulong, dan proyek nikel di Kaledonia Baru: Goro
Nickel.
Metalurgi didefinisikan sebagai ilmu dan teknologi untuk memperolehsampai pengolahan logam
yang mencakup tahapan dari pengolahan bijih mineral,pemerolehan (ekstraksi) logam, sampai ke
pengolahannya untuk menyesuaikan sifat-sifat dan perilakunya sesuai dengan yang
dipersyaratkan dalam pemakaian untuk pembuatan produk rekayasa tertentu.
Berdasarkan tahapan rangkaian kegiatannya, metalurgi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
metalurgi ekstraksi dan metalurgi fisika. Metalurgi ekstraksi yang banyak melibatkan proses-
proses kimia, baik yang temperatur rendah dengan cara pelindian maupun pada temperatur tinggi
dengan cara proses peleburan utuk menghasilkan logam dengan kemurnian tertentu, dinamakan
juga metalurgi kimia.Meskipun sesunggunya metalurgi kimia itu sendiri mempunyai pengertian
yang luas, antara lain mencakup juga pemaduan logam dengan logam lain atau logam dengan
bahan bukan logam. Beberapa aspek perusahaan bukan logam (korosi) dan cara-cara
penanggulangannya, pelapisan logam secara elektrolit, dll. Adapun proses - proses dari ekstraksi
metalurgi / ekstraksi logam itu sendiri antara lain adalah pyrometalurgy (proses ekstraksi yang
dilakukan pada temperatur tinggi).
Pyrometalurgi merupakan suatu proses ekstraksi metal dengan memakai energi panas. Suhu yang
dicapai ada yang hanya 500 ± 250o C (proses Mond untuk pemurnian nikel), tetapi ada yang
mencapai 2.000o C (proses pembuatan paduan baja). Suhu yang dibutuhkan pada pembentukan
nikel laterit adalah 2000o C dimana tubuh endapan nikel laterit terbentuk setelah tubuh batuan
beku tersingkap di permukaan dan mengalami pelapukan secara terus – menerus yang
mengakibatkan batuan menjadi laterit.
BAB IIPEMBAHASAN
Nikel merupakan logam yang berwarna kelabu perak yang memiliki sifat logam yang
kekuatannya dan kekerasannya menyerupai besi, daya tahan terhadap korosi dan karat lebih
dekat dengan tembaga. Kombinasi dari sifat-sifat baik inilah yang menyebabkan penggunaan
nikel begitu luas, dari bagian-bagian kecil alat elektronika sampai dengan peralatan- peralatan
besar. Sifat yang lebih nyata dalam bentuk aliase. Oleh karena itu, 70% dari logam nikel
digunakan dalam bentuk aliase yang merupakan paduan dari berbagai macam unsur. Aliase baja
biasanya dibuat dari bahan logam nikel murni, tetapi dengan berkembangnya teknik pembuatan
besi baja, pemakaian nikel dalam bentuk ferronikel yaitu aliase nikel dan besi dalam bentuk
stainlessstell ( baja tahan karat ) dan lain-lain.
Dewasa ini nikel bersama dengan besi dan aluminium sebagai logam yang erat sekali
hubunganya dengan kehidupan kita, yaitu digunakan dalam bermacam-macam bidang dan
merupakan salah satu bahan baku utama bagi banyak industri. Diantaranya, Non Ferrous Metal
Nikel digolongkan pada logam yang beratseperti halnya dengan Cu, Pb, Zn dan lain-lain.
Sifatnya pada udara terbuka atau air laut lebih stabil dari besi, lebih sulit teroksidasi dan sifat-
sifat mekanismenya juga lebih baik.
Dalam lingkungan alkalis, nikel mempunyai sifat yang tahan korosi. Tipe dari nikel yang
diperdagangkan tergantung dari tujuan pemakaiannya, terdapat logam nikel kadar
tinggi,ferronikel dengan kadar 18-28% Ni dan Nikel Oxide dengan75% Ni.
Oleh karena itu 75% dari logam nikel digunakan dalam bentuk aliase yangmerupakan paduan
dari berbagai macam unsur. Aliase baja biasanya dibuat dari bahan logam murni, tetapi
berkembangnya teknin pembuatan besi baja, pemakaian nikel dalam bentuk ferronikel yaitu
aliase nikel dan besi dalam bentuk stainless steel (baja tahan karat) dan lain-lain.
A. Sifat Kimia dan Sifat Fisika dari Nikel
1. Sifat Kimia Nikel
Pada suhu kamar nikel bereaksi lambat dengan udara-Jika dibakar, reaksi berlangsung
cepat membentuk oksida NiO
Bereaksi dengan Cl2 membentuk Klorida (NiCl2)
Bereaksi dengan steam H2O membentuk Oksida NiO
Bereaksi dengan HCl encer dan asam sulfat encer, yang reaksinya berlangsung
lambat-Bereaksi dengan asam nitrat dan aquaregia, Ni segera larut Ni + HNO3
Ni(NO3)2+ NO + H2O
Tidak beraksi dengan basa alkali-Bereaksi dengan H2S menghasilkan endapan hitam
2. Sifat Fisika
Nikel-logam putih keperak-perakan yang mengkilat, keras dan dapat ditempah dan di
tarik
Ferromagnetik
Titik leburnya 14200 C
Titik didihnya 29000 C
B. Genesa Umum Nikel Laterit
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-
Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh
iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa
daerah di Indonesia bagian timur memiliki endapan nikel laterit. Proses konsentrasi nikel pada
endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi,
airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap
tingkat kelarutan mineral. Dengan kontrol tersebut akan didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida,
lempung silikat, dan hidrosilikat.
Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material
material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona
pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan
CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan
mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan
larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru
pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik
(peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin,
magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel.
Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan
CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi
penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk
membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan
besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan
ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan
kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada
profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi
endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979
dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur
Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida /
hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).
Genesa umum nikel laterit berdasarkan cara terjadinya, endapan nikeldapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu endapan sulfida nikel ± tembaga berasaldari mineral pentlandit, yang terbentuk
akibat injeksi magma dan konsentrasiresidu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku
ultramafik yang seringdisebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis
konsentrasisisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami
proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi,sedangkan
mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akantertinggal dan terkumpul
menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yangmengandung CO2 dari atmosfer dan
terkayakan kembali oleh material ± materialorganis di permukaan meresap ke bawah permukaan
tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini
air tanahyang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan
asal dan melarutkan mineral ± mineral yang tidak stabil seperti olivin /serpentin dan piroksen.
Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliranair tanah dan akan memberikan
mineral ± mineral baru pada proses pengendapankembali (Hasanudin dkk, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit,
dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat
dan besisilikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebutsangat
mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akanCO2 berasal dari udara
luar dan tumbuh ± tumbuhan, akan menghancurkan olivin.Terjadi penguraian olivin, magnesium,
besi, nikel dan silika kedalam larutan,cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel
± partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida
danmengendap sebagai ferri hidroksida.
Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral ± mineral seperti
karat, yaitu hematit dan kobaltd alam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan
permukaan tanah.Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larutdan
silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab sertamembentuk
konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe,Cr, Al, Ni dan Co (Rose et
al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukandan pencucian yang terjadi akan
menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Coterkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral
± mineral oxida /hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992). Endapan
bijihnikel laterit, yaitu bijih nikel yang terbentuk sebagai hasil pelapukan batuanultramafik dan
terkonsentrasi pada zona pelapukan (Peters, 1978).Batuan induk bijih nikel adalah batuan
peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar
0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin,
sebagaihasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni,9Fe dan
Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-
unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan
hydrothermal, akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit
peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang
bekerjakontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Pada pelapukan
kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-
tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil(olivin dan piroksin) pada batuan ultra
basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut;Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel
silika yang sangat halus.Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-
hydroksida,akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit
dekat permukaan.Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawahselama larutannya bersifat
asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukupnetral akibat adanya kontak dengan tanah
dan batuan, maka ada kecenderunganuntuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang
terkandung dalam rantaisilikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi
tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-
uratgarnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatusenyawa yang
disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg
yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawakebawah sampai batas pelapukan dan akan
diendapkan sebagai dolomit, magnesityang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada
batuan induk.Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan
dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).
Umumnya endapan nikel terbentuk pada batuan ultrabasa dengan kandungan Fe di olivine yang
tinggi dan nikel berkadar antara 0,2% - 0,4%.
Secara mineralogi nikel laterite dapat dibagi dalam tiga kategori (Brand et al,1998).
1. Hydrous Silicate Deposits
Profil dari type ini secara vertikal dari bawah ke atas: Ore horizon pada lapisan saprolite (Mg -
Ni silicate), kadar nikel antara 1,8% - 2,5%. Pada zona ini berkembang box-works, veining, relic
structure, fracture dan grain boundaries dan dapat terbentuk mineral yang kaya dengan nikel;
Garnierite (max. Ni 40%). Ni terlarut (leached) dari fase limonite (Fe-Oxyhydroxide) dan
terendapkan bersama mineral silika hydrous atau mensubstitusi unsur Mg pada serpentinite yang
teralterasi (Pelletier,1996). Jadi, meskipun nikel laterit adalah produk pelapukan, tapi dapat
dikatakan juga bahwa proses meningkatkan supergene sangat penting dalam pembentukan
formasi dan nilai ekonomis dari endapan hydrous silicate ini. Tipe ini dapat ditemui di beberapa
tempat seperti di New Caledonia, Indonesia, Philippina, Dominika, dan Columbia.
2. Clay Silicate Deposits
Pada jenis endapan ini, Si hanya sebagian terlarut melalui air tanah, sisanya akan bergabung
dengan Fe, Ni, dan Al membentuk mineral lempung (clay minerals) seperti Ni-rich Nontronite
pada bagian tengah profil saprolite (lihat profil). Ni-rich serpentine juga dapat digantikan oleh
smectite atau kuarsa jika profil deposit ini tetap kontak dalam waktu lama dengan air tanah.
Kadar nikel pada endapan ini lebih rendah dari endapan Hydrosilicate yakni sekitar 1,2% (Brand
et al,1998).
3. Oxide Deposits
Tipe terakhir adalah Oxide Deposit. Berdasarkan profil yang ditampilkan, bagian bawah
profil menunjukkan protolith dari jenis harzburgitic peridotite (sebagian besar terdiri dari mineral
jenis olivin, serpentine dan piroksen). Endapan ini angat rentan terhadap pelapukan terutama di
daerah tropis. Di atasnya terbentuk saprolite dan mendekati permukaan terbentuk limonite dan
ferricrete. Kandungan nikel pada tipe Oxide deposit ini berasosiasi dengan goethite (FeOOH)
dan Mn-Oxide. Sebagai tambahan, nikel laterit sangat jarang atau sama sekali tidak terbentuk
pada batuan karbonat yang mengandung mineral talk.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Bijih Nikel Laterit
Batuan asal.
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel
laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa
tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya - mempunyai mineral-
mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai
komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik
untuk nikel.
Iklim.
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses
pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu
terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan
mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang
dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang
membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang
peranan penting di dalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan
dekomposisi batuan dan dapat mengubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya
dengan vegetasi daerah.
Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan:
penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar
pohon-pohonan
akumulasi air hujan akan lebih banyak
humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya
lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal
dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga
hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
Struktur
Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar
(joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku
mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat
sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya
air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.
Topografi
Keadaan topografi setempat akan sangat memengaruhi sirkulasi air beserta reagen-
reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga
akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui
rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada
daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa
ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara
teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini
dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
Waktu
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
D. Profil Nikel Laterit
Profil secara keseluruhan dari nikel laterit terdiri dari 5 zona gradasi sebagai berikut :
Iron Capping
Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya adalah akar
tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua
kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam
penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua,
merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang
tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite,
chromiferous.
Limonite Layer
Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida
besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m. Dalam
limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat
kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan
atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah
terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained,
merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area.
Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel
pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat
mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
Silika Boxwork
Berwarna putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian
menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan
struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite.
Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang
kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.
Saprolite
Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi, serpentin
sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan
ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan
batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang
muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang
rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari
endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika
boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat
mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite.
Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau
kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
Bedrock
Adalah bagian terbawah atau landasan atau dasar dari profil laterit. Tersusun atas bongkah
yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan
dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan
batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh
oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat
sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka,
terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab
adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.
D. Potensi Sumber Daya Mineral Laterite Nikel Di Indonesia
Sebagian besar sumber nikel dunia yang telah diketahui terkandung dalam tipe deposit
laterit. Sekitar 72 % sumber nikel dunia di temukan di daerah tropis seperti di Indonesia, Kuba,
Kaledonia Baru, Filipina dan Australia. Sisanya sebesar 28% adalah tipe deposit sulfida
terutama terdapat di Kanada dan Rusia. Walaupun mayoritas sumber nikel dunia yang diketahui
terkandung dalam laterit, produksi nikel dari sulfide lebih dominan karena kadar nikel yang lebih
tinggi dan pengolahan yang lebih mudah dibandingkan dengan tipe deposit laterit. Kadar nikel
dalam tipe deposit sulfida secara komersial bervariasi antara 0,5-8,0%, sedangkan dari tipe
deposit laterit sekitar 1,0-2,0%.
Saat ini, Indonesia mempunyai cadangan laterit nikel terindetifikasi sekitar 1.576 jutaton
dengan total kandungan nikel sebanyak 25 juta ton. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai
sumber laterit nikel terbesar ketiga dunia setelah Kaledonia Baru dan Filipina (Gambar 1).
Distribusi deposit laterit nikel Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2 dan untuk penyebaran
deposit nikel utama dunia disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Penyebaran deposit nikel utama dunia
Mineral-mineral terpenting yang mengandung nikel dan komposisi kimianya dapat dilihat pada
Tabel 1. Beberapa di antaranya tidak dikenal umum, dan hanya pentlandit, garnierit dan
nickelferous limonit yang mempunyai nilai ekonomi signifikan.
Tabel 1. Mineral-mineral nikel yang penting
SulfidesPentlandite (Ni,Fe)9S8 34.22
Millerite NiS 64.67Hazelwoodite Ni3S2 73.3
Polydymite Ni3S4 57.86Siegenite (CONi)3S4 28.89Violarite Ni2Fe3S4 38.94
ArsenidesNiccolite NiAs 43.92
Rammelsbergite NiAs2 28.15Gersdorffite NiAsS 35.42
AntomonidesBreirhauptite NiSb 32.53
Silicate and oxidesGarnierite (Ni,Mg)6Si4O10(O)8 ≤ 47
E. Produksi Nikel
Variasi sumber nikel dan produk serta ketersediaan teknologi proses pengolahan menghasilkan
beberapa alternatif proses pengolahan yang berbeda tergantung pada bahan baku dan produk
yang ingin dihasilkan. Umumnya produk nikel dapat dibagi menjadi tiga (3) kelompok:
1. Nikel murni (kelas I), mengandung 99% atau lebih nikel, seperti nikelelektrolitik, pelet,
briket, granul, rondel dan serbuk.
2. Charge nickel (kelas II), mengandung nikel lebih kecil dari 99%, seperti ferronickel,nickel
matte, sinter nikel oksida.
3. Bahan kimia, seperti nikel oksida, sulfat, klorid, karbonat, asetat hidroksid, dan lain-lain.
BAB III
PENGOLAHAN NIKEL LATERIT
A. Teknologi Dan Keekonomian Proses Pengolahan Nikel Laterit. Untuk memperoleh nikel dari tipe deposit laterit terdapat beberapa jalur proses pengolahan
dan dapat diklasifikasikan seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5. Komposisi deposit
laterit nikel akan bergantung pada tipe batuan induk, iklim tempat deposit terbentuk dan
proses pelapukan. Hal ini memberikan hubungan yang spesifik antara komponen deposit
dan pilihan proses pengolahannnya disertai kendala kendalanya
Gambar 4. Skema profil laterit, komposisi kimia dan jalur proses ekstraksi
Jalur proses pengolahan laterit nikel yang diterapkan secara komersial didasarkan pada
kandungan magnesium (Mg) dan rasio nikel-besi (Ni/Fe). Saat ini terdapat dua (2) pilihan jalur
proses ekstraksi, yaitu pirometalurgi dan hidrometalurgi (Gambar 5). Jalur proses ekstraksi
pirometalurgi menggunakan tipe laterit nikel saprolit dengan produk nikel berupa ferro-nickel
(FeNi), nickel pig iron, dan nickel sulfide matte (nickel matte). Sedangkan proses hidrometalurgi
paling umum diterapkan untuk laterit limonit.
Walaupun laterit saprolit mengandung kadar nikel lebih tinggi (≤3%) daripada lapisan
limonit tetapi kandungan magnesium yang tinggi dalam saprolit menjadikannya kendala,
menyebabkan konsumsi asam lebih banyak.
Gambar 5. Bagan alir proses pengolahan laterit nikel
B. Proses Pirometalurgi
Proses pirometalurgi terbagi atas 5 proses, yaitu :
1. Drying (Pengeringan)
Adalah proses pemindahan panas kelembapan cairan dari material.Pengeringan biasanya sering
terjadi oleh kontak padatan lembapdenganpembakaran gas yang panas oleh pembakaran bahan
bakar fosil. Pada beberapa kasus, panas pada pengeringan bisa disediakan oleh udara panas
gasyang secara tidak langsung memanaskan.Biasanya suhu pengeringan di atur pada nilai diatas
titik didih air sekitar 120oC. pada kasus tertentu, seperti pengeringan air garam yang dapat larut,
suhu pengeringan pengeringan yang lebih tinggi diperlukan..
2 . Calcining ( Kalsinasi )
Kalsinasi adalah dekomposisi panas material. Contohnya dekomposisihydrate seperti ferric
Hidroksida menjadi ferric oksida dan uap air ataudekomposisi kalsium karbonat menjadi kalsium
oksida dan karbon diosida danatau besi karbonat menjadi bsi oksida.Proses kalsinasi membawa
dalam variasi tungku/furnace termasuk shaftfurnace, rotary kilns dan fluidized bed reactor.
3 . Roasting (Pemanggangan)
Adalah pemanasan dengan kelebihan udara dimana udara dihembuskan pada bijih yang
dipanaskan disertai penambahan regen kimia dan pemanasan initidak mencapai titik leleh
(didih).
Kegunaan Roasting adalah :
- Mengeluarkan sulfur, Arsen, Antimon dari persenyawaannya.
- Merubah mineral sulfida menjadi oksida dan sulfur 2 ZnS + 3O2 2 ZnO + 2 SO4
- Membentuk material menjadi porous
- Menguapkan impurity yang foltair.
Dapur yang digunakan pada proses roasting, yaitu :
- Hazard Vloer Oven
- Suspensi roasting oven
- Fluiized bed roasting
4 Smelting
Adalah proses peleburan logam pada temperatur tinggi sehingga logam,eleleh dan mecair setelah
mencapai titik didihnya.Oven yang digunakan, yaitu :a. Schacht Oven b. Scraal Oven
(revergeratory Furnacec. Electric Oven (Electric Furnace)
Dalam pemakaian oven yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Ketahanan mekanis dari feeding
b. Kemurnian dari bahan bakar.
Smelting terbagi beberapa jenis, yaitu :
a. Reduksi smelting
b. Oksidasi smelting
c. Netral smelting
d. Sementasi smeltinge.
e. Sulfida smelting
f. Presipitasi smelting
g. Flash smelting (peleburan semprot)
h. Ekstraksi timbal dan seng secara simultan.
5. Refining (Pemurnian)
Pemurnian adalah pemindahan kotoran dari material dengan proses panas.Dampak Negatif
dari Esktraksi Metalurgi Secara PirometalurgiPencemaran lingkungan yang terjadi adalah :1.
Panas yang terasa oleh para pekerja yang berada di sekitar peralatan lebur.2. Gas buangan yang
mengandung racun (CO, NO2, SO2, dll).3. Debu dan padatan yang beterbangan di sekitar
pabrik.4. Terak (slag) yang bisa mengotori atau merusak lahan, walaupun dapat
jugadimanfaatkan sebagai material pengisi (land fill), pengeras jalan (road aggregate)dan
campuran beton ringan (light weight concrete aggregate).
C. Pembuatan Ferro-Nickel
Pembuatan ferro-nickel dilakukan melalui dua rangkaian proses utama yaitu reduksi dalam
tungku putar (rotary kiln, RK) dan peleburan dalam tungku listrik (electric furnace, EF) dan
lazim dikenal dengan Rotary kiln Electric Smelting Furnace Process atau ELKEM Process.
Bijih yang telah dipisahkan, baik ukuran maupun campuran untuk mendapatkan
komposisi kimia yang diinginkan, diumpankan ke dalam pengering putar (rotary dryer) bersama-
sama dengan reductant dan flux. Selanjutnya dilakukan pengeringan sebagian (partical drying)
atau pengurangan kadar air (moisture content), dan kemudian dipanggang pada tanur putar
(rotary kiln) dengan suhu sekitar 700 -1000°C tergantung dari sifat bijih yang diolah.
Maksud utama pemanggangan (calcination) adalah untuk mengurangi kadar air, baik
yang berupa air lembab (moisture content) maupun yang berupa air kristal (crystalized water),
serta mengurangi zat hilang bakar (loss of ignition) dari bahan-bahan baku lainnya. Selain itu,
pemanggangan dimaksudkan juga untuk memanaskan (preheating) dan sekaligus mencampur
bahan-bahan baku tersebut. Dalam tanur putar juga dilakukan reduksi pendahuluan
(prereduction) secara selektif untuk mengatur kualitas produk dan meningkatkan
efisiensi/produktivitas tanur listrik, sesuai dengan pasaran dan kadar bijih yang diolah. Sekitar
20% dari kandungan nikel bjiih tereduksi, reduksi terutama dilakukan untuk merubah Fe3+
menjadi Fe2+, sehingga energi yang dibutuhkan dalam tanur listrik menjadi lebih rendah. Bijih
terpanggang dan tereduksi sebagian dari tanur putar ini dimasukkan ke dalam tanur listrik secara
kontinu dalam keadaan panas (diatas 500°C), agar dapat dilakukan pereduksian dan peleburan.
Dari hasil peleburan diperoleh feronikel (crude ferronickel) yang selanjutnya dimurnikan
pada proses pemurnian. Crude ferronickel memiliki kandungan 15-25% Ni dan terkandungan
pengotor yang tinggi seperti karbon, silikon dan krom. Pemurnian dilakukan dengan oxygen
blowing untuk menghilangkan karbon, krom dan silikon juga ditambahkan flux berupa kapur,
dolomit, flouspar, aluminium, magnesium, ferosilikon dsb., untuk menghasilkan slag yang
memungkinkan sulfur dapat terabsorb pada saat pengadukan dengan injeksi nitrogen. Hasil
proses pemurnian dituang menjadi balok feronikel (ferronickel ingot) atau digranulasi menjadi
butir-butir feronikel ( ferronickel shots), dengan kadar nikel di atas 30%. Diagram alir
pembuatan ferronickel disajikan pada Gambar 6. Sedangkan diagram alir pemurnian disajikan
pada Gambar 7.
Gambar 6. Tipikal pembuatan ferronickel
Gambar 7. Tipikal pemurnian ferronickel
Bagan alir proses pengolahan mineral laterit nikel komersial di PT Antam dapat dilihat
pada Gambar 8 dengan produknya sebagai berikut.
Produk utama:
· Logam paduan ferronickel
· Komposisi kimia:
o High carbon Fe-Ni: 23.4%-Ni; 1.75%-C;
o Low carbon Fe-Ni: 24.4%-Ni; 0.01%-C
Produk samping:
· Terak; campuran logam oksida
Kondisi proses:
·Mempunyai kadar nikel tinggi (>2.2%Ni)
·Rasio Fe/Ni rendah (5-6)
·Kadar MgO tinggi
·Rasio SiO2/MgO >2.5
Gambar 8. Bagan alir proses ferronikel di PT. Aneka Tambang Tbk
D. Pembuatan Ni Matte
Nikel matte dibuat secara komersial pertama kali di Kaledonia Baru dengan menggunakan
blast furnace sebagai tanur peleburan dan gipsum sebagai sumber belerang sekaligus sebagai
bahan flux. Tetapi dewasa ini pembuatan matte dari bijih oksida dilakukan dengan menggunakan
tanur putar dan tanur listrik. Bagan alir yang disederhanakan dari proses ini digambarkan pada
Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar dari tahap-tahap proses yang
dilakukan dalam proses pembuatan ferronikel juga dilakukan dalam proses ini. Bijih yang
kandungan airnya dikurangi, dimasukkan ke dalam tanur putar Kemudian berlangsung kalsinasi,
pereduksian sebagian besar oksida nikel menjadi nikel, Fe2O3 menjadi FeO logam Fe(sebagian
kecil). Logam-logam yang dihasilkan kemudian bersenyawa denganbelerang, baik yang berasal
dari bahan bakar maupun bahan belerang yang sengaja dimasukan untuk maksud tersebut.
Produk tanur putar diumpankan ke dalam tanur listrik, untuk menyempurnakan proses reduksi
dan sulphurisasi sehingga menghasilkan matte. Furnace Matte ini yang mengandung nikel kira-
kira 30 - 35%, belerang kira-kira 10 - 15%, dan sisanya besi, dimasukkan ke dalam converter
untuk menghilangkan/mengurangi sebagian besar kadar besi. Hasil akhir berupa matte yang
mengandung nikel kira-kira 77%, belerang 21%, serta kobaldan besi masing-masing kira-kira
1%.
Dalam sejarah pembuatan nikel - matte di Kaledonia Baru, selain dengan proses blast
furnace, dibuat juga melalui ferronikel. Ke dalam feronikel kasar cair dihembuskan belerang
bersama-sama udara di dalam sebuah converter, sehingga berbentuk matte primer (primary
matte) dengan kandungan nikel kira-kira 60%, besi kira-kira 25%, karbon kira-kira 1,5%, dan
sisanya belerang. Matte ini kemudian diubah (convert) dengan cara oksida besi, sehingga
diperoleh matte hasil akhir dengan kadar nikel 75 - 80% dan belerang kira-kira 20%. Berbeda
dengan feronikel, pada umumnya nikel dalam bentuk matte diproses terlebih dahulu menjadi
logam nikel atau nickel oxidic sinter sebelum digunakan pada industri yang lebih hilir.
Produknya adalah sebagai berikut.
Produk utama:
· Nickel matte
Komposisi kimia: 70-78%-Ni; 0.5-1-%Co; 0.2-06%-Cu; 0.3-0.6%-Fe; 18-22%-S
Produk samping:
· Terak; campuran logam oksida
Kondisi proses:
· Mempunyai kadar nikel tinggi (>2.2%Ni)
· Rasio Fe/Ni rendah (>6)
· Kadar MgO tinggi
· Rasio SiO2/MgO antara 1.8-2.2
Gambar 8. Proses pembuatan nickel matte
E. Pembuatan Nikel Pig Iron (NPI)
Nickel pig iron adalah logam besi wantah dengan kandungan Ni sekitar 5-10% Ni yang
merupakan hasil dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah di bawah 1.8% Ni. Pada saat ini
NPI dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah dengan menggunakan tungku
tegak, blast furnace. NPI digunakan sebagai bahan baku pembuatan stainless steel.
Proses pembuatan NPI dengan jalur terdiri dari tahapan sintering dan peleburan dalam
tungku tegak. Biaya produksi pembuatan NPI melalui rute peleburan dalam tungku tegak adalah
$17,637 per ton sedangkan melalui rute peleburan dalam tungku listrik(electric arc furnace)
adalah $15,430 per ton (Macquarie Bank analysis).
Struktur biaya pembuatan NPI melalui peleburan dalam electric furnace adalah 37% dari
pembelian bijih nikel laterit, 9% untuk pembiayaan pekerja, pajak, refraktori,elektroda dsb, 1%
untuk pembiayan konsumsi lime flux, 6% untuk pembiyaan batubara sebagai reduktor, 8% untuk
pembiyaan batubara sebagai reduktor, struktur biaya disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur biaya pembuatan NPI dengan rute elektrik furnace
Rute lain untuk mengurangi konsumsi energi listrik adalah melalui jalur dead reduction
dalam rotary kiln. Tahapan terdiri dari sizing kemudian mengalami proses pengeringan
kemudian direduksi dalam rotary kiln sehingga baik nikel oksida dan besi oksida terreduksi
menjadi logam masing-masing dan membentuk nickel-ferro alloy. Untuk memisahkan dari
pengotor maka kalsin dari rotary kiln dilakukan penggerusan dan selanjutnya mengakami
pemisahan dengan separator magnetik sehingga dihasilkan konsentrat ferronickel. Konsentrat
crude ferronickel kemudian dibriket/dipellet dan dipasarkan. Proses ini dapat mengolah bijih
nikel kadar rendah 0,8-1,5% Ni.
Gambar 10 memperlihatkan bagan alir pembuatan NPI/crude ferronickel dengan rute
reduksi dalam rotary kiln. Nilai investasi untuk menghasilkan 7000 tpn NPI adalah $7-10 juta.
Gambar 10. Pembuatan NPI dengan rute rotary kiln
Proses Hydrometalurgi
Dalam memilih jalur proses yang tepat untuk jenis endapan laterit tertentu dapat
digunakan bagan pada Gambar 11
Gambar 11. Pemilihan proses berdasarkan jenis laterit
Proses PAL (Pressure Acid Leaching)-HPAL
Proses ini didasarkan kepada proses pelarutan pada suhu dan tekanan tinggi, masing-
masingsekitar 245°C dan 35 atm. Pabrik pengolahan nikel di Kuba merupakan pabrik pertama
yang menggunakan proses ini pada tahun 1959, dengan mengolah bijih nikellimonit yang
mengandung nikel kira-kira 1,3%, magnesium l%,dan besi sekitar 47%. Bagar alir yang
disederhanakan dari proses tersebut digambarkan pada Gambar 6. Bijih nikel diumpankan dalam
pabrik dalam bentuk lumpur (slurry) disamakan ukurannya (sizing) menjadi -20 mesh, dan
dilindi.. Hasilnya kira-kira 95% Ni+Co dalam bijih terlarut,sedang besi tertinggal dalam residu.
Setelah pemisahan/pencucian dengan decantation, asam yang berlebihan dinetralkan
dengan batu kapur. Kemudian nikel dan kobal diendapkan dengan menggunakan H2S. Presipitat
ini yang mengandung 55% nikel, 6% kobal, 0,3% besi, dan 30% belerang, awalnya diproses dan
dimurnikan menjadi serbuk atau briket nikel dan kobal pada pabrik pemurnian.
Pada mulanya proses ini dianggap sebagai mahal (high cost). Tetapi dengan adanya krisis
energi, dan atas dasar hasil-hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang pengolahan nikel,
maka proses ini akhirnya dianggap salah satu proses pengolahan nikel yang mempunyai prospek
sangat baik. Sebab selain hanya memerlukan sedikit energi yang berasal dari fossil fuel, juga
dapat mengolah bijih nikel dari bermacam-macam jenis dan kadar nikel/kobal yang tinggi.
Amax proses adalah salah satu proses yang berhasil dikembangkan seperti dikemukakan
di atas. Pada tahap persiapan dilakukan pemisahan antara bijih halus yang terdiri atas jenis
limonit, dan bijih kasar yang terdiri atas jenis slikat. Bijih limonit langsung diumpankan pada
sistem high pressure leaching, sedangkan bijih silikat, setelah digiling, dimasukkan pada sistem
atmospheric pressure leachcing dengan menggunakan acidic pregnant solution dari limonit
leaching. Di lain pihak, residu atmospheric leaching diumpankan ke dalam high pressure
leaching system.
Dengan cara ini, nikel yang berada dalam kedua jenis bijih tersebut akan dapat diekstrak,
sementara MgO dalam bijih silikat dapat berfungsi untuk menetralkan asam yang masih tersisa
sebagai pengganti batu kapur yang dipakai dalam proses Moa Bay. Memang konsumsi asam
sulfat akan semakin tinggi dengan bertambahnya kadar magnesium dalam bijih, tetapi hal ini
dapat diimbangi oleh kadar nikel yang cukup tinggi. Selain itu magnesium yang terlarut akan
dapat diambil lagi (recover) untuk menghasilkan magnesia dengan kemurnian yang tinggi, dan
SO2 dapat digunakan kembali dalam proses. Cara ini didukung lagi dengan modifikasi di bidang
lain yang banyak dilakukan, misalnya pengaturan tekanan dan suhu yang lebih baik, cara
penambahan asam sulfat, cara presipitasi dengan H2S yang lebih baik, dan Iain-lain.
Proses pemisahan nikel dan kobal daoat dilanjutkan melalui tahapan proses seperti pada
bagan alir pada Gambar dibawah ini
Gambar Proses pemisahan nikel dan kobal
Proses AL (Atmospheric Leaching)
Proses ini erupakan kombinasi proses piro dan hidrometalurgi (Proses Caron), mulamula
bijih direduksi pada temperatur tinggi, kemudian di leaching pada tekanan atmosfer.
Pemilihan teknologi proses yang akan diambil salah satunya tergantung pada jenis bijih
nikel, seperti yang dirangkum pada Tabel 5.
Tabel 5 . JENIS BIJIH VS TEKNOLOGI PROSES
D. Pemanfaatan Bakteri Dalam Pengolahan Nikel Laterite
Salah satu teknologi yang berkembang untuk mengolah nikel adalah bioleaching.
Bioleaching adalah proses hidrometalurgi yang memanfaatkan mikroba dalam proses
pemisahan mineral berharga dari pengotornya. Proses bioleaching juga diduga lebih murah
dibanding proses yang sudah ada karena bakteri yang digunakan dalam prosesnya bisa di
daur ulang untuk penggunaan selanjutnya. Selain itu, bakterinya pun mudah untuk
dikembangbiakkan dengan bioteknologi yang ada sekarang. Dalam proses ini tidak
diperlukan asam sulfat anorganik sehingga tidak diperlukan pendirian pabrik asam sulfat
(acid plant) yang akan dengan sendirinya menurunkan biaya modal dan biaya operasi pabrik.
Dari sisi keramahan lingkungan, bioleaching juga lebih ramah lingkungan karena kuantitas
limbahnya sedikit sehingga biaya pengolahan limbahnya pun lebih murah dibanding proses
konvensional yang ada. Sebagai contoh, pada proses pirometalurgi, limbah yang
dihasilkan berupa limbah gas, padat dan cair dengan konsentrasi yang cukup tinggi.
Sedangkan pada proses bioleaching ini, jumlah limbah yang dihasilkan relatif lebih kecil
dan dapat dikendalikan. Keuntungan bioleaching dibandingkan dengan proses
hidrometalurgi lainnya adalah limbah asamnya yang bersifat organik. Manfaat yang
diperoleh apabila teknologi bioleaching dapat diterapka diilustrasikan pada Gambar 1.
Proses ekstraksi nikel dengan bioleaching saat ini di Indonesia masih belum
diterapkan di Indonesia. Teknologi bioleaching di Indonesia baru diaplikasikan untuk
ekstraksi emas dan tembaga. Dengan mempertimbangkan beberapa keuntungan yang dapat
diberikan dengan penerapan teknologi ini dan melihat potensi nikel di Indonesia, teknologi
bioleaching dalam pengolahan nikel layak untuk dikembangkan dan dibuat dalam skala industri.
Teknologi bioleaching bisa menjadi salah satu pemicu kemandirian Indonesia di
bidang pengolahan hasil bumi. Dengan besarnya produksi nikel, Indonesia bisa mendirikan
industri stainless steel yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Industri stainless steel
yang merupakan industri besar dapat menstimulus pertumbuhan perekonomian di
Indonesia, baik untuk masyarakat yang bergabung langsung dalam industri maupun
masyarakat luas secara tidak langsung, serta bisa menjadi komoditas ekspor yang bernilai
ekonomis tinggi. Teknologi bioleaching yang merupakan teknologi ramah lingkungan
dapat menjadi salah satu contoh bagi industri pertambangan dan metalurgi lainnya untuk
melakukan aktivitas pertambangan dan industri yang berorientasi kepada permasalahan
lingkungan.
E. PELUANG DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN BIJIH
NIKEL
Peluang pembangunan industri pengolahan bijih nikel masih cukup besar, hal tersebut
dikarenakan oleh :
a) Jumlah cadangan laterit nikel di Indonesia merupakan cadangan terbesar ketiga didunia.
b) Teknologi hidrometalurgi untuk mengolah bijih nikel kadar rendah dan mineralikutannya
sudah komersial.
c) Konsumsi nikel sebagai bahan baku pada industri stainless steel sangat besar, yaitu65%
dari jumlah kebutuhan nikel dunia.
d) Pasar mineral ikutan seperti kobalt cukup besar dengan nilai jual tinggi.
Saat ini jumlah produksi Kobalt dunia adalah 54.000 ton dan 43% diproduksi di Asia,
dengan komposisi industri pemakai sebagai berikut : baterai (25%), superalloys (22%), carbides
dan diamond tooling (12%), colours dan pigments (10%), lain-lain (22%) Sedangkan yang
menjadi tantangan di dalam mengaplikasikan teknologi HPAL didalam pengolahan bijih nikel
adalah memerlukan nilai investasi dan energi yang cukupbesar.
F. Permasalahan dan Upaya Mengatasinya
Pengolahan bijih nikel di Indonesia sudah menghasilkan logam nikel, yaitu nikel
mattedan ferronickel yang diolah dengan menggunakan teknologi pirometalurgi. Tetapi dengan
teknologi ini mineral ikutan yang terkandung didalamnya belum bisa d imanfaatkan karena
terbuang pada terak untuk produk nickelmatte, sedangkan padaproduk Ferronickel, selain logam
besi dan kobal, masih ada unsur lain seperti krom yang belum diperhitungkan. Selain itu belum
berkembangnya industri logam stainless steel dengan bahan bakuferro nickel di dalam negeri,
karena memerlukan teknologi khusus dengan investasibesar, walaupun demikian bila
pembangunan nasional telah membutuhkan bahan logam jenis ini seperti pada pembangunan
jembatan antarpulau, maka peluang inimenjadi bertambah besar.Sementara hal diatas belum
terwujud, salah satu upaya yang perlu diterapkan untukmengatasi hal tersebut adalah mendorong
industri pengolahan bijih nikel untukmenggunakan teknologi hidrometalurgi (HPAL), karena
pengolahan laterit nikel dengan jalur proses hidrometalurgi dapat mengekstraksi nikel dan kobal
dan dimungkinkan pulamemperoleh unsur ikutan lain yang bernilai ekonomi tinggi, seperti
vanadium,magnesium, kromium, paladium, skandium dengan bijih kadar rendah (>1%-
Ni),sehingga konsep konservasi sumber daya alam bisa dilaksanakan.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa
Ni-Silikat. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor
yaitu, batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi
lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Dengan kontrol tersebut akan
didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida, lempung silikat, dan hidrosilikat.
Untuk memperoleh nikel dari tipe deposit laterit terdapat beberapa jalur proses
pengolahan. Komposisi deposit laterit nikel akan bergantung pada tipe batuan induk, iklim
tempat deposit terbentuk dan proses pelapukan. Hal ini memberikan hubungan yang spesifik
antara komponen deposit dan pilihan proses pengolahannnya disertai kendala kendalanya.
Jalur proses pengolahan laterit nikel yang diterapkan secara komersial didasarkan pada
kandungan magnesium (Mg) dan rasio nikel-besi (Ni/Fe). Saat ini terdapat dua (2) pilihan jalur
proses ekstraksi, yaitu pirometalurgi dan hidrometalurgi. Jalur proses ekstraksi pirometalurgi
menggunakan tipe laterit nikel saprolit dengan produk nikel berupa ferro-nickel (FeNi), nickel
pig iron, dan nickel sulfide matte (nickel matte). Sedangkan proses hidrometalurgi paling umum
diterapkan untuk laterit limonit.
DAFTAR PUSTAKA
Extractive Metallurgy of Nickel And Cobalt", Edited by GP. Tyroler and CALandolt, The Metallurgy Society, 1988
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia
http://extractivemetallurgy.blogspot.com/2008/12/proses-pengolahan-nikel-menjadi-feni.Html
http://neraca+biaya+ferronikel.htm
http://www. makalah-nikel.html.com
http://www. nikel-laterit 45iu.htm.com
Kuzvart, M., 1984. Industrial Minerals And Rocks, Development in Economic Geology 18, Elsevier, Amsterdam. . 1986-1990. Pengembangn Kapasitas Nasional Sektor Industri. Departemen Perindustrian.
Keenan, Charles W., Donald C. Kleinfelter, dan Jesse H. Wood.1986. Kimia untuk Universitas, Edisi ke-6. Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Power, T., 1985 Limestone Spesifications, Limiting Constrants on The Market, Industrial Minerals.
.R. F. Tylecote (1992) A History of Metallurgy
R.L., 1960. Geology of The Industrial Rocks And Minerals, Harper And Raw Publisher, New York.
Daftar Isi …………………………………………………………………………………….
Pendahuluan…………………………………………………………………………………
Bab II Pembahasan…………………………………………………………………………..
a. Sifat kimia dan fisika dari Nikel……………………………………………………
b. Ganesa Umum Nikel Laterit………………………………………………………
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan nikel Laterit…………………..
d. Profil Nikel Laterit…………………………………………………………………
e. Potensi sumber daya Nikel laterit yang di miliki Indonesia………………………….
f. Produksi nikel…………………………………………………………………………
Bab III Pengolahan Biji Laterite………………………………………………………………..
a. Teknologi Dan Keekonomian Proses Pengolahan Nikel Laterit……………………..
b. Proses Piometalurgi…………………………………………………………………..
Pembuatan Ferro-Nickel……………………………………………………… Pembuatan Ni Matte…………………………………………………………. Pembuatan Nikel Pig Iron (NPI)……………………………………………….
c. Proses Hydrometalurgi………………………………………………………………. Proses PAL (Pressure Acid Leaching)-HPAL…………………………………. Proses AL (Atmospheric Leaching…………………………………………….
D. Pemanfaatan Bakteri Dalam Pengolahan Nikel Laterite…………………………….
E. Peluang Dan Tantangan Pembangunan Industri Pengolahan Bijih Nikel……….
F. Permasalahan dan Upaya Mengatasinya……………………………………………….
Bab 1V Penutup …………………………………………………………………………………
Kesimpulan……………………………………………………………………………….
MAKALAH PENGOLAHAN BIJIH NIKEL LATERITE
OLEH:
KELOMPOK V
NOVTRIANUS RANDA B. ( D62111268 ) NALDO KRISTIAN TAULABI ( D62111008 )
ADE S. ARUNG PAYUNG ( D62111279 ) AFIF AZZAM SAPTO N. ( D62111261 ) RAPUAN BIANTONG ( D62109257 )
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGANJURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDINKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
MAKASSAR2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kesempatan
yang telah diberikan kepada kami sehingga makalah ini dapat terampungkan.
Hal itu juga tak lepas dari bimbingan dan dukungan baik moril maupun materiil dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan
pernghargaan kepada:
1. Orang tua kami, atas dukungan dan bimbingannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.
2. Bapak Dr. Adi Tonggiroh, S.T., M.T. selaku dosen mata kuliah Kimia Fisika, yang
telah memberikan arahan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Teman-teman Program Studi Teknik Pertambangan 2011, atas sumbangsih yang
diberikan baik langsung maupun tidak langsung kepada kami.
4. Pihak-pihak lain yang kami tidak dapat sebutkan satu persatu yang turut berperan serta
dalam penyelesaian makalah kami.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan lapang dada dan tangan terbuka
menerima saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca.