Post on 15-Feb-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Dokter Keluarga Se-dunia
(WONCA) telah menekankan pentingnya peranan dokter keluarga ini dalam
mencapai pemerataan pelayanan kesehatan. Sistem pelayanan kesehatan perlu
diarahkan agar terstruktur dan berjenjang dan ditingkatkan mutunya melalui
penerapan pelayanan kedokteran keluarga strata pertama yang dapat menjamin
efektifitas, efisiensi, pemerataan, dan berkesinambungan pelayanan kesehatan.
Dokter keluarga yang mendapat peran utama dalam pencapaian tingkat tersebut harus
memilki kompetensi yang memadai dalam pelayanan individu dan mampu
mengintegrasikan pelayanan kesehatan individu, keluarga, dan komunitas.
Masalah mendasar dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal adalah
adanya kesenjangan antara das sollen (cita-cita ideal akan pelayanan yang baik)
dengan das sain(kondisi nyata yang ada dilapangan. Cita-cita model pelayanan
kesehatan ideal seringkali terbentur pada kenyataan bahwa perspektif pembuat
kebijakan, profesional kesehatan, institusi akademis, manajer kesehatan masyarakat
dan komunitas, seringkali berbenturan karena perbedaan sisi pandang.
Dalam pelayanan kesehatan sekarang terdapat beberapa karakteristik yang
pertama yaitu consumer ignorance artinya dalam pelayanan kesehatan kedudukan
pasien tidak sejajar dengan dokter, Hingga saat ini banyak yang menganggap bahwa
transaksi antara pasien dan dokter adalah lebih kearah hubungan sosial daripada
hubungan bisnis, yaitu hubungan antara orang yang memahami pengobatan terhadap
penyakit dan orang yang tidak paham akan pengobatan, hubungan antara penolong
dan yang ditolong. Asumsi ini menjadikan hubungan antara dokter pasien menjadi
tidak simetris. Dokter menganggap dirinya dapat berbuat apasaja demi menolong
pasien, sedangkan pasien harus dapat menerima semua pertolongan dokter tanpa bisa
menolah. Kedua, supply induced demand, yaitu ketersediaan fasilitas dan sarana
pelayanan kesehatan yang melimpah justru menyebabkan kebutuhan akan fasilitas
dan sarana pelayanan tersebut akan semakin meningkat. Sebelum peralatan
kedokteran modern ditemukan, dokter lebih mengandalkan keterampilan dan
pengetahuan medis mereka dalam menegakkan diagnosa dan menetapkan terapi.
Dengan ditemukannya peralatan kedokteran modern, para dokter menjadi cenderung
bergantung pada perlatan modern. Pemeriksaan dengan peralatan kedokteran modern
saat ini seakan-akan menjadi prosedur yang harus dilakukan, bahkan dapat dikatakan
cenderung berlebihan. Akibatnya biaya pelayanan akan menjadi semakin mahal.
Supply induced demand terjadi akibat ketidaktahuan pasien terhadap pelayanan
kesehatan yang seharusnya diterima. Pasien tidak memiliki daya pilih ataupun daya
tawar yang tinggi dalam menentukan jenis pemeriksaan/tindakan yang diberikan
untuk dirinya. Akibatnya, bila selama dalam proses perawatan, pasien tidak
merasakan mendapatkan hasil yang sesuai yang diharapkan, maka oasien akan
dengan mudah menyalahkan petugas kesehatan yang tidak melayani dengan baik.
Ketidakpuasan pasien tersebut akan menimbulkan persepsi terhadap kualitas
pelayanan kesehatab yang diterima.
Dalam praktik kedokteran keluarrga diperlukan konsep managed care. Konsep
ini terdapat kendali mutu dan kendali biaya. Sehingga dalam sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan berbasiskan dokter keluarga menerapkan manajemen
pengendalian utilisasi dan biaya tanpa meninggalkan mutu untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Pelayanan kesehatan yang bermutu sangan penting dalam praktik kedokteran
keluarga, bermutu berarti memberikan pelayanan secara benar dan baik serta dapat
terjangkau dan merata bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kendali mutu dalam praktik kedokteran keluarga ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Untuk mengetahui kendali mutu dalam praktik kedokteran keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mutu
Philip. B. Crosby berpendapat bahwa :
1. Mutu adalah derajat dipenuhinya persyaratan yang ditentukan.
2. Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila mutu rendah merupakan hasil
dari ketidak sesuaian. Mutu tidak sama dengan kemewahan. Suatu produk atau
pelayanan yang sesuai dengan segala spesifikasinya akan dikatakan bermutu,
apapun bentuk produknya. Diakui bahwa ada korelasi erat antara beaya dan
mutu. Mutu harus dapat dicapai, dapat diukur, dapat memberi keuntungan dan
untuk mencapainya diperlukan kerja keras. Suatu sistem yang berorientasi pada
peningkatan mutu akan dapat mencegah kesalahan-kesalahan dalam penilaian.
Crosby mengidentifikasi 14 langkah peningkatan mutu. Kata kunci mutu:
kerjakan sesuatu dengan benar sejak awal dan kerjakan tugas yang benar
dengan baik.
Mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa
pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan di mana
produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan
harapan pelanggan (Dr. Armand V. Feigenbaum)
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan
(American Society for Quality Control).
Mutu adalah Fitness for use”, atau kemampuan kecocokan penggunaan (J.M.
Juran).
Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The conformance of
requirements-Philip B. Crosby, 1979).
Mutu adalah suatu sifat yang dimiliki dan merupakan suatu keputusan terhadap
unit pelayanan tertentu dan bahwa pelayanan dibagi ke dalam paling sedikit dua
bagian : teknik dan interpersonal (Avedis Donabedian, 1980).
Walaupun fokus utama dari setiap teori tentang "mutu" nampak ada perbedaan,
namun secara umum menunjukkan persamaan bila diterapkan dalam pelayanan
kesehatan. Persamaan yang bisa dipetik dari teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mutu dapat didefinisikan dan diukur, dengan basis spesifikasi suatu organisasi
disatu sisi dan harapan pelanggan disisi yang lain. Aplikasi prinsip-prinsip bisnis
kedalam pelayanan kesehatan, bisa dikembangkan. Spesifikasi menjadi
pertimbangan terhadap kepuasan pelanggan.
2. Mutu itu dinamis. Mutu yang baik, tidak saja untuk dicapai kemudian diacuhkan,
tetapi dikembangkan berkelanjutan. Tom Peter menyatakan bahwa mutu itu
relatif. Setiap hari, setiap produk, khususnya pelayanan akan menjadi relatif baik
atau relatif buruk, dan tidak pemah berdiri tegak. Ini merupakan kenyataan dalam
bisnis pelayanan kesehatan, karena tidak mungkin melakukan inventarisasi suatu
produk pelayanan.
3. Mutu melibatkan kompetisi tanpa batas. Crosby menyatakan mutu itu bebas,
bukan pemberian. Mutu dan beaya berjalan dan berkaitan erat.
4. Mutu harus dilakukan dengan mengerjakan sesuatu yang "benar" dengan cara
benar pula.
5. Mutu berhubungan dengan hasil, fokus dari semua usaha adalah untuk
memperoleh hasil. Dalam pekerjaan banyak orang dibingungkan bagaimana
menemukan sesuatu untuk dikerjakan, karena kurang memahami essensi mutu
dan kaitannya dengan pekerjaannya.Perhatian utama semestinya dicurahkan pada
apa yang telah dicapai bukan Apa yang sudah dikerjakan. Peter Drucker
mendukung pendapat ini dengan penyatannya "Mutu suatu produk atau
pelayanan bukan apa yang diberikan, tetapi apa yang diperoleh oleh pelanggan
dan pantas untuk dibayar. Pendekatan ini juga berorientasi pada hasil. Semua
penilaian terhadap mutu dalam pelayanan kesehatan di dunia, akan menjadi
mubasir, bilamana hasil kinerja klinisnya tidak meningkat.
6. Mutu menjadi tanggung jawab setiap orang. Peter dan Waterman menganjurkan
perhatian terhadap akontabilitas yang besar dari semua karyawan. Sikap dan
pandangan bahwa "setiap anggota adalah perusahan itu sendiri" harus berlaku.
O'Leary, President JCAHO, menyatakan bahwa sudah terlalu lama berlaku tradisi
tidak ada suatu kelebihan yang bisa diberikan, kecuali “lip service” saja. Mutu
adalah urusan stan kepentingan setiap orang. Komitmen harus dimulai dari
stakeholders dan merasuk pada sistem dalam organisasi. Ini semestinya menjadi
agenda utama dari setiap orang dan dari sebagian besar pemikir. Seperti slogan
dari Ford company "Mutu adalah satu tugas".
7. Mutu dan beaya sangat terkait, peningkatan mutu dapat menjadi kunci untuk
mengendalikan pengeluaran dan peningkatan revenue, tetapi proses dari
peningkatan mutu itu sendiri dapat memberikan kerugian yang hebat bila tidak
dikontrol atau bila organisasi meningkatkan proses yang salah..
8. Mutu dan kinerja merupakan kata sinonim atau mempunyai makna yang hampir
sama. Garvin mendefinisikan kinerja merupakan karakteristik operasional utama
dari suatu produk pelayanan. Apa yang terjadi dalarn pelayanan kesehatan adalah
kurangnya pengertian terl1adap arti "mutu" dalam setiap kegiatannya.
"The National Association of Quality Assurance Professional"
menggambarkan "Mutu" sebagai produk dan pendokumentasiannya berada pada
tingkat prima, diterapkan berdasarkan tingkat pengetahuan terbaik dalam proses
pelayanan kesehatan serta dapat dicapai pada suasana khusus.
2.2 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang
berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman,
yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan,
ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Milton I Roemer dan C Montoya Aguilar,
WHO, 1988).
Arti Mutu Pelayanan Kesehatan dari beberapa sudut pandang yaitu:
Pasien, Petugas Kesehatan dan Manajer
Mutu merupakan fokus sentral dari tiap uapaya untuk memberikan pelayanan
kesehatan.
Pasien dan Masyarakat
Mutu pelayanan berarti suatu empathi, respek dan tanggap akan kebutuhannya,
pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka diberikan dengan cara yang
ramah pada waktu mereka berkunjung.
Petugas Kesehatan
Mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional
untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan
memenuhi standar yang baik.
Kepuasan Praktisioner
Suatu ketetapan “kebagusan” terhadap penyediaan dan keadaan dari pekerja
praktisioner, untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya sendiri
Manajer
Bagi yayasan atau pemilik rumah sakit
Mutu" adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasien ditingkatkan
mendekati hasil yang diharapkan dan mengurangi faktor-faktor yang tidak diinginkan
(JCAHO 1993). Definisi tersebut semula melahirkan faktor-faktor yang menentukan
mutu pelayanan kesehatan yaitu :
1. Kelayakan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang dilakukan
relevan terhadap kebutuhan klinis pasien dan memperoleh pengetahuan yang
berhubungan dengan keadaannya.
2. Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan perawatan atau tindakan yang layak
dapat memenuhi kebutuhan pasien sesuai keperluannya.
3. Kesinambungan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan bagi pasien
terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi .
4. Efektifitas adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan terhadap pasien
dilakukan dengan benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai
dengan keadaannya, dalam rangka memenuhi harapan pasien.
5. Kemanjuran adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang diterima pasien
dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan
pasien.
6. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap sumber-
sumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasen.
7. Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut
perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien serta harapan-harapannya
dihargai.
8. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan diminimalisasi
untuk melindungi pasien dan orang lain, termasuk petugas kesehatan.
9. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan diberikan
kepada pasien tepat waktu sangat penting dan bermanfaat.
2.3 Dimensi Mutu
Zeithmalh, dkk (1990: 23) menyatakan bahwa dalam menilai kualitas
jasa/pelayanan, terdapat sepuluh ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu :
1) Tangible (nyata/berwujud)
2) Reliability (keandalan)
3) Responsiveness (Cepat tanggap)
4) Competence (kompetensi)
5) Access (kemudahan)
6) Courtesy (keramahan)
7) Communication (komunikasi)
8) Credibility (kepercayaan)
9) Security (keamanan)
10) Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)
Namun, dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian dirasakan
adanya dimensi mutu pelayanan yang saling tumpang tindih satu dengan yang
lainnya yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Selanjutnya oleh Parasuraman
(1990) dimensi tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi (ukuran) kualitas
jasa/pelayanan, yaitu :
1) Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,karyawan
dan alat-alat komunikasi.
2) Realibility (keandalan); yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah
dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).
3) Responsiveness (cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan
(konsumen) dan menyediakan jasa/ pelayanan yang cepat dan tepat.
4) Assurance (kepastian); mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan para
karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas
dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5) Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual
kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan
memahami kebutuhan pelanggan.
2.4. Bentuk Praktik Kedokteran Keluarga
Bentuk praktik kedokteran keluarga secara umum dapat dibedakan atas tiga
macam, yaitu :
1. Pelayanan dokter keluarga sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit
(Hospital Based)
Pada bentuk ini pelayanan dokter keluarga diselenggarakan dirumah sakit. Untuk
ini dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan
nama bagian dokter keluarga (departement of family medicine). Semua pasien
baru yang berkunjung ke rumah sakit, diwajibkan melalui bagian khusus ini.
Apabila pasien tersebut ternyata membutuhkan pelayanan spesialistis, baru
kemudian dirujuk ke bagian lain yang ada dirumah sakit.
2. Pelayanan dokter keluarag dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga
(Family clinic)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
suatu klinik yang didirikan secara khusus disebut dengan nama klinik dokter
keluarga (family clinic center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua
macam. Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua,
sepakat bagian dari rumah sakit tetapi didirikan diluar kompleks rumah sakit
(satelite family clinic).
Klinik dokter keluarga ini dapat digunakan sendiri (solo practice) atau bersama-
sama dalam suatu kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik dokter keluarga ini,
yang paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok.
Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang dokter keluarga.
Pada klinik dokter keluarga secara berkelompok ini diterapkan satu sistem
manajemen yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik dokter
keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktik yang
sama. Untuk kemudianmenyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang dikelola oleh
satu sistem manajemen keuangan, manajemen personalia serta manajemen sistem
informasi yang sama pula.
2.4 Kendali mutu dalam praktik kedokteran keluarga
Suatu pengendalian kualitas/mutu dari suatu pelayanan kesehatan dalam
praktik kedokteran keluarga. Dalam praktik kedokteran keluarga bentuk praktik yang
baik adalah suatu bentuk praktik yang berkelompok, karena dapat diperoleh
beberapa keuntungan sebagai berikut :
1. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang
dikelola secara berkelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan
dapat saling tukar-menukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan.
Disamping itu, karena waktu praktik dapat diatur, para dokter memiliki
cukup waktu pula untuk menambah pengetahuan dan keterampilan.
Kesemuanya ini, ditambah dengan adanya kerjasama tim (team work)
disatu pihak, serta lancarnya hubungan dokter pasien dipihak lain akan
menyebabkan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih
bermutu.
2. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih
terjangkau
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang
dikelola secara berkelompok, pembelian serta pemakaian berbagai
peralatan medis dan nonmedis dapat dilakukan bersama-sama (cost
sharing). Lebih daripada itu, karena pendapatan dikelola bersama,
menyebabkan penghasilan dokter akan lebih terjamin. Keadaan seperti ini
akan mengurangi kecenderungan penyelenggaraan pelayanan yang
berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil dilaksanakan, pada
gilirannya akan menghasilkan pelayanan dokter keluarga yang lebih
terjangkau.
3. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan melalui praktik dokter
keluarga (family practice)
Pada bentuk ini, saranan yang menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga adalah praktik dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan
dokter keluarga ini sama dengan pelayanan dokter keluarga yang
diselenggarakan melalui klinik dokter keluarga. Disini para dokter yang
menyelenggarakan praktik, menerapkan prinsip-prinsip pelayanan dokter
keluarga pada pelayanan kedokteran yang diselenggarakannya. Praktik
dokter keluarga tersebut dapat dibedakan pula atas dua macam. Pertama,
praktik dokter keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo practice).
Kedua, praktik dokter keluarga yang diselenggarakan secara berkelompok
(group practice).
2.4.1 Pelayanan pada praktik kedokteran keluarga
Pelayanan yang diselenggarakan pada praktik dokter keluarga banyak
macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu :
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktik
dokter keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang
menyelenggarakan praktik dokter keluarga tersebut tidak melakukan
pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan
rawat inap dirumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan
pertolongan diharuskan datang ketempat praktik keluarga. Jika
kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien
tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan
perawatan pasien dirumah
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktik
dokter keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan
kunjungan dan perawatan pasien dirumah. Pelayanan bentuk ini
lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai
akses dengan rumah sakit.
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan
perawatan pasien di rumah, serta pelayanan rawat inap di
rumah sakit
Pada bentuk ini pelayanan yang diselenggarakan pada praktik
kedokteran keluarga telah mencakup pelayanan rawat jalan,
kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat
inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya
diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah berhasil
menjalin kerjasama dengan rumah sakit terdekat, dan rumah sakit
tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk
merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.
Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter
keluarga ini tidak sama antara satu negara dengan negara lainnya, dan
bahkan dapat tidak sama antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktik dokter
keluarga memang agak berbeda dengan pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan oleh dokter umum dan atau dokter spesialis. Pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan pada praktik dokter keluarga pada
umumnya antara lain :
1. Lebih aktif dan bertanggung jawab
Karena pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada
praktik dokter keluarga mengenani pelayanan kunjungan dan
atau perwatan pasien dirumah , bertanggung jawab mengatur
pelayanan rujukan dan konsultasi, dan bahkan apabila
memungkinkan, turut menangani pasien yang memerlukan
pelayanan rawat inap di rumah sakit, maka pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan pada praktik dokter
keluarga umumnya lebih aktif dan bertanggung jawab
daripada dokter umum.
2. Lebih lengkap dan bervariasi
Kesehatan yang ditemykan pada semua anggota keluarga,
maka pelayanan dokter keluarga pada umumnya lebih
lengkap dan bervariasi daripada dokter umum.
3. Menangani penyakit pasien pada stadium awal
Sekalipun praktik dokter keluarga dapat menangani pasien
yang telah membutuhkan pelayanan rawat inap, bukan
berarti praktik dokter keluarga sama dengan dokter spesialis.
Praktik dokter keluarga hanya sesuai untuk penyakit-
penyakit pada stadium awal saja. Sedangkan, untuk penyakit
yang telah lanjut atau yang terlalu spesialistik, karena
memang berada diluar wewenang dan tanggung jawab dokter
keluarga, tetap dan harus dikonsultasikan dan atau dirujuk ke
dokter spesialis.
Seperti yang dikatakan oleh Malerich (1970), praktik dokter
keluarga memang sesuai untuk penyakit-penyakit yang masih dalam
stadium dini atatu yang bersifat umum saja.
2.4.2 Kuantitas dan mutu pelayanan kesehatan
Akses adalah faktor untuk menilai mutu pelayanan kesehatan dalam
hubungannya dengan kuantitas pelayanan kesehatan. Bila pelayanan
kesehatan tidak cukup memberi keuntungan nyata pada kesehatan dan
kesejahteraan pasien, jelas pelayanan kesehatan ini tidak cukup kuantitasnya,
juga berarti tidak bermutu baik. Bila pelayanan tidak diterimakan sama
sekali pada pasien, maka berarti ada kegagalan pada sistem pelayanan
kesehatan dan kinerja berobat pasien itu sendiri. Bila pelayanan kesehatan
diterima oleh seorang pasien selama jangka waktu tertentu ( agak lama),
kekosongan pelayanan kesehatan pada episode jangka waktu tertentu ini
dapat dipakai sebagai kategori pelayanan kesehatan yang tidak cukup, yang
berarti tidak bermutu baik. Sebaliknya bila pelayanan kesehatan yang
diberikan sebenarnya tidak perlu, atatu dalam derajat tertentu berlebihan
yang dapat dipastikan tidak diharapkan untuk dilakukan baik secara
keseluruhan, maupun hanya sebagian, bisa disebut sebagai pelayanan
kesehatan yang tidak berguna dan tidak bermutu baik. Demikian pula bila
pelayanan kesehatan tidak diperlukan tapi tidak menyakiti, pelayanan
kesehatan ini juga tidak bermutu karena :
Pelayanan kesehatan tersebut tidak diharapkan memberi
keuntungan
Pemborosan, mengurangi kesejahteraan individu maupun
masyarakat melalui penyalahgunaan sumber daya waktu, dan
uang sehingga mengurangi kesempatan individu pasien
untuk menggunakan hal lain yang lebih bernilai bagi dirinya.
Hal yang sama juga berarti untuk masyarakat. Karena
pelayanan kesehatan yang berlebihan untuk beberapa orang,
maka masyarakat telah berkurang alokasi kemampuannya
untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi lebih banyak
orang yang memerlukan.
Maka dari itu menilai kegunaan atau ketepatan dalam kuantitas
pelayanan kesehatan, maka sudah termasuk penilaian mutu pelayanan
kesehatan.
2.4.3 Biaya dan mutu pelayanan kesehatan
Biaya dan mutu pelayanan kesehatan saling berkaitan dalam beberapa
cara diantaranya melalui kaitan biaya dan kuantitas pelayanan kesehatan.
Kecukupan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan kecukupan pelayanan
kesehatan memerlukan biaya. Dari segi biaya untuk mencapai pelayanan
kesehatan yang bermutu harus selalu diingat kemungkinan memotong
pelayanan yang tidak berguna dan memproduksi pelayanan yang lebih efisien
untuk uang yang tersedia atau untuk mendapatkan mutu yang sama dengan
biaya yang lebih murah. Biaya bukan merupakan faktor untuk menilai mutu
pelayanan kesehatan. Namun, bisa dipakai untuk menilai mutu pelayanan
kesehatan bila resiko sebagai konsekuensi pelayanan yang tidak dikehendaki
dimasukkan sebagai faktor penilaian. Hal imi sesuai dengan prinsip
keseimbangan antara keuntungan yang diharapkan dan resikonya/
kerugiannya.
2.4.4. Metoda penjaminan mutu dalam praktik kedokteran keluarga
1. Kontrol keuangan demi kualitas
2. Penilaian klinik dan utilisasi
3. Proses kredensialisasi
4. Protokol pengobatan
5. Kajian jaminan mutu (pemecahan masalah)
6. Perbaikan mutu berkesinambungan (PMB)/ Manajemem mutu total (MMT).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam praktik kedokteran keluarrga diperlukan konsep managed care.
Konsep ini terdapat kendali mutu dan kendali biaya. Sehingga dalam sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan berbasiskan dokter keluarga menerapkan
manajemen pengendalian utilisasi dan biaya tanpa meninggalkan mutu untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Pelayanan kesehatan yang bermutu sangan penting dalam praktik
kedokteran keluarga, bermutu berarti memberikan pelayanan secara benar dan
baik serta dapat terjangkau dan merata bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Dengan menilai kegunaan atau ketepatan dalam kuantitas pelayanan kesehatan,
maka sudah termasuk penilaian mutu pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyawati, A.E. 2010. Kedokterran Keluarga. Jakarta ; Rineka Cipta
Depkes RI. 2007. Kebijakan Akselerasi Pengembangan Pelayanan Dokter
keluarga.
Idris, F.2006. Pelayanan Dokter Berbasis Dokter Keluarga Di Indonesia.
Palembang ; FK UNSRI.
Munijaya, A.G. 2004. Manajemen Kesehatan Edisi. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
WHO. 1995. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC