Post on 26-Nov-2015
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO 1 BLOK MATA
MATANYA TENANG.. KOK VISUSNYA TURUN..??
Disusun Oleh :
Kelompok 11
PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2013
1
Aulia Khoirunnisa G0011044
Hera Amalia U G0011106
Johanna Tania G0011122
Naila Shofwati P G0011146
Ratna Oktaviani G0011164
Sani Widya F G0011190
Rika Ernawati G0011172
Bayu Prasetyo G0011050
Maestro Rahmandika G0011130
Wahyu Pamungkas G0011208
Selvia Anggraeni G0011194
Blandina G0009038
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada blok Mata ini terdapat 3 skenario yang akan dibahas pada tutorial. Pada kesempatan
ini, kami akan membahas mengenai skenario 1. Berikut skenario tersebut :
Matanya tenang…. Kok visusnya turun…??
Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, koas Mita mendapatkan 2 pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.
Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan susah membaca meskipun sudah memakai kacamata sejak 2 minggu yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan kondisi: VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, setelah dilakukan koreksi OD dengan S-5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS dengan S -0.75 D C – 0.50 D axis 900 visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S +1.50 D. Setelah lapor kepada senior, dan mendapatkan resep,
Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan: visus 6/6 E mata tenang. Adapun kondisi mata kiri; visus 3/60, mata tenang, dan sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan pemeriksaan uji pinhole tidak maju, dan setlah dilakukan koreksi juga tidak mengalami kemajuan. Keemudian senior meminta untuk dilakukan pemeriksaan; persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi dan reflex fundus.
Mita berpikir mengapa pasien dengan keluhan yang sama (penurunan visus) mendapat pemeriksaan yang berbeda, kelainan apa saja yang dapat menurunkan visus pada kondisi mata tenang, dan apakah kedua pasien akan mendapat penatalaksanaan yang sama atau berbeda.
2
BAB II
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA
JUMP 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario
- Visus : ketajaman penglihatan. Urutan pemeriksaan visus adalah pemeriksaan dengan
snellen card pemeriksaan dengan hitung jari (…/60m) pemeriksaan dengan
lambaian tangan (…/300m) pemeriksaan dengan berkas cahaya (…/∞).
- VOS 6/15 : (Visus Oculi Sinistra) hasil pemeriksaan visus mata kiri dengan
menggunakan snellen card pada jarak 6 meter penderita dapat membaca huruf pada
snellen card sampai baris ke-15.
- VOD 4/60 : (Visus Oculi Dextra) hasil pemeriksaan visus mata kanan dengan
menggunakan hitung jari, penderita dapat menyebutkan jumlah jari pemeriksa dengan
benar pada jarak 4 meter.
- Mata tenang : mata tidak merah, mata dari penampakan luarnya tidak terdapat kelainan
- S -0.75 D C -0.50 D axis 90º : lensa spheris negatif dengan kekuatan 0.75 dioptri dan
lensa silindris negatif dengan kekuatan 0.50 dioptri dengan axis 90º (vertikal).
- Visus 6/6 E : ketajaman penglihatan penderita 6/6 mata emetrop (mata normal)
- Uji pinhole : pemeriksaan visus dengan menggunakan alat kerucut berlubang dengan
diameter 0.75 mm yang dilakukan pada visus kurang dari normal yang tidak dapat
dikoreksi dengan lagi dengan lensa spheris. Uji pinhole membaik merupakan indikasi
adanya kelainan refraksi yang belum terkoreksi (astigmatisme) yang perlu dilanjutkan
dengan pemeriksaan astigmat dial. Uji pinhole tidak membaik merupakan indikasi
adanya kelainan organik di media refrakta (kornea, aqueous humour, lensa, vitreous
humour), retina, dan lintasan visual.
- Pemeriksaan persepsi warna : pemeriksaan untuk mengetahui adanya buta
warna.
- Pemeriksaan proyeksi sinar : pemeriksaan dengan menggunakan berkas cahaya dari
berbagai arah. Jika pasien dapat menerangkan semua arah datang cahaya dengan benar
maka retina perifer pasien adalah normal.
3
- Pemeriksaan tonometri : pemeriksaan untuk mengetahui tekanan
intraokuler. Bisa dilakukan dengan tonometer Schiotz, tonometer aplanasi, tonometer
digital, maupun metode palpasi
- Pemeriksaan konfrontasi : pemeriksaan lapang pandang.
- Pemeriksaan refleks fundus : pemeriksaan untuk melihat fundus okuli dengan
menggunakan ophtalmoscope.
JUMP 2 : Menentukan/ mendefinisikan permasalahan
Pasien 1
1. Seorang perempuan berusia 45 tahun.
2. Susah membaca meskipun sudah memakai kacamata sejak 2 minggu yang lalu.
3. Tidak mengeluhkan mata merah.
4. Hasil pemeriksaan: VOS 6/15, VOD 4/60, mata tenang.
5. Dilakukan koreksi OD dengan S -5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS dengan S -0.75
D C -0.50 D axis 90º visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S
+1.50 D.
6. Pasien mendapatkan resep dan diperbolehkan pulang.
Pasien 2
1. Seorang laki-laki berusia 40 tahun
2. Kondisi mata kanan: visus 6/6 E, mata tenang.
3. Kondisi mata kiri: visus 3/60, mata tenang, dan sering merasa nyeri pada bola mata.
4. Pada mata kiri dilakukan uji pinhole tidak maju, dikoreksi juga tidak mengalami
kemajuan.
5. Diminta melakukan pemeriksaan: persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi,
dan refleks fundus.
4
JUMP 3 : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai
permasalahan (tersebut dalam langkah 2)
1. Adakah hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus pada pasien 1 dan 2?
2. Jelaskan anatomi dan fisiologi mata!
3. Apa saja penyebab terjadinya penurunan visus?
4. Apa saja kelainan penurunan visus pada mata tenang?
5. Mengapa kelainan mata kanan dan kiri pada pasien 1 berbeda?
6. Mengapa pada pasien 2 hanya terjadi kelainan pada mata kiri saja?
7. Apa tatalaksana pada pasien 1? Resep apa yang dimaksud pada pasien 1?
8. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri pada bola mata? Apa saja kelainannya?
9. Mengapa pada pasien 2 setelah dilakukan uji pinhole tidak ada kemajuan?
10. Mengapa penatalaksanaan pasien 1 dan 2 berbeda?
11. Apa diferensial diagnosis pada pasien 1 dan 2?
JUMP 4 : Menginventarisasi permasalahan-peermasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan-permasalahan pada langkah 3
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi mata!
FISIOLOGI
Penerapan prinsip pembiasan pada lensa konkas konveks
Lensa konveks memfokuskan berkas cahaya
Berkas cahaya yang melalui bagian tengah menembus lensa tepat tegak lurus terhadap
permukaan lensa, sehingga cahaya tidak dibiaskan. Makin dekat ke bagian tepi lensa, berkas
cahaya akan semakin membuat sudut yang lebih besar. Cahaya yang terletak lebih ke tepi akan
semakin dibelokkan kearah tengah, yang dikenal dengan konvergensi cahaya. Separoh dari
pembelokan terjadi sewaktu cahaya memasuki lensa, dan separuh lagi waktu cahayanya keluar
dari lensa. Akhirnya bila lensa memiliki kelengkungan yang sempurna, cahaya sejajar yang
melalui bernagai bagian lensa akan dibelokkan sedemikian rupa sehingga semua cahaya akan
menuju suatu titik, yang disebut titik focus (Guyton et al, 2008).
5
Lensa konkaf menyebarkan berkas cahaya
Cahaya yang mengenai bagian paling tengah dari lensa membentur permukaan yang benar-benar
tegak lurus terhadap berkas, sehingga tidak dibiaskan. Cahaya dibagian tepi memasuki lensa
lebih dulu sebelum cahaya yang memasuki bagian tengah. Hal ini berlawanan dengan efek lensa
konveks, dan ini menyebabkan cahaya di bagian pereifer mengalami divergensi atau menyebar
menjauhi cahaya yang memasuki bagian tengah lensa. Jadi, lensa konkaf menyebarkan
(diverfgensi) berkas cahaya, sedangkan lensa konveks memusatkan (konvergensi) berkas cahaya
(Guyton et al, 2008).
6
Susunan Optik Mata
Mata sebagai kamera.
Mata mempunyai system lensa, system aperturayang dapat berubah-ubah(pipil), dan retina yang
dapat disamakan dengan film. System lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi : (1)
perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara permukaan
posterior kornea dan humor aquosus, (3) perbatasan antara humor aquosus san permukaan
anterior lensa mata, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous
(Guyton et al., 2008).
Pembentukan bayangan di retina
Sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa kaca pada secarik kertas, system lensa mata juga
dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda aslinya. Namun demikina
persepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang
terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai
keadaan normal (Guyton et al., 2008).
Mekanisme akomodasi
Pada anak-anak,daya bias lensa mata dapat ditingkatkan dari 20 dioptri menjadi kira-kira 34
dioptri; ini berarti terjadi “ akomodasi” sebesar 14 dioptri. Untuk mencapai ini, bentuk lensa
diubah dari yang tadinya konveks sedang menjadi lensa yang sangat konveks mekanismenya
adalah sebagai berikut : pada orang muda lensa terdiri atas kapsul elastic yang kuat dan berisi
cairan kental yang mengandung banyak protein namun transparan. Bila berada dalam keadaan
relaksasi tanpa tarikan terhadap kapsulnya lensa dianggap berbentuk hamper sferis, terutama
akibat retraksi elastic dari kapsul lensa. Terdapat kira-kira 70 ligamen suspensorium yang
melekat disekeliling lensa, menarik tepi lensa kea rah lingkar bola mata. Ligament ini secara
konstan diregangkan oleh perlekatannya oleh tepi anterior koroid dan retina. Regangan pada
ligament ini lensa tetap relative dapat dalam keadaan mata istirahat (Guyton et al., 2008).
Walaupun demikian, tempat perlekatan leteral ligament lensa pada bola mata juga dilekati oleh
otot siliaris, ynga memiliki 2 set serat otot polos yang terpisah – serabut meridional dan serabut
sirkular. Serabut meridional membantang dari ujung perifer ligament suspensorium sampai
peralihan kornea sclera. Kalau serabut otot ini berkontraksi bagian perifer dari ligament lensa
tadi akan tertarik secara medial kearah tepi kornea, sehingga regangan ligament terhadap lensa
7
akan berkurang. Serabut sirkuler tersusun melingkar mengelilingi perlekatan ligamen, sehingga
pada waktu berkontraksi terjadi gerak seperti sfingter, mengurangi diameter lingkar perlekatan
ligament; hal ini juga menyebabkan regangan ligament terhadap kapsul lensa berkutang (Guyton
et al., 2008).
Jadi kontraksi kontraksi salah satu set serabut otot polos dalam otot siliaris akan mengendurkan
ligament kapsul lensa, dan lensa akan berbentuk lebih cembung, seperti balon, akibat sifat
elastisitas alami kapsul lensa (Guyton et al., 2008).
Pengaturan akomodasi oleh saraf parasimpatis
Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpatis yang dijalarkan ke mata
melalui saraf cranial III dari nucleus saraf III pada batang otak.perangsangan saraf parasimpatis
menimbulkan kontraksi kedua set serabut otot siliaris, yang akan mengendurkan ligament lensa,
sehingga menyebabkan lensa menjadi semakin tebal dan meningkatkan daya biasnya. Dengan
meningkatkan daya bias, mata mampu melihat objek lebih dekat disbanding sewaktu daya
biasnya rendah. Akibatnya dengan mendekatnya objek ke arah mata, jumlah impuls parasimpatis
ke otot siliaris harus ditingkatkan secara progresif agar objek tetap dapat dilihat dengan jelas
(Guyton et al., 2008).
8
Pembentukan humor aquosus oleh badan siliaris
Humor aquosus di bentuk dalam mata dengan rata-rata 2 sampai 3 mikrometer tiap menit. Pada
dasarnya, seluruh cairan ini dibentuk oleh prosesus siliaris, yang merupakan sebuah lipatan linier
yang menonjol dari badan siliar ke ruang belakang iris tempat ligament-ligamen lensa dan otot-
otot siliaris melekat pada bola mata. Karena struktur lipatan prosesus tersebut, daerah permukaan
prosesus siliaris mempunyai luas kurang lebih 6 cm pada setiap mata – sebuah daerah yang besar
bila dibandingkan dengan ukuran badan siliar yang kecil. Permukaan dari prosesus ini ditutupi
oleh sel epitel yang bersifat sangat sekretoris , dan tepat di bawahnya, terdapat daerah yang
memiliki banyak pembuluh darah. Aquosus hamper seluruhnya terbentuk sebagai sekresi aktif
dari lapisan endotel prosesus silisris. Sekresi dimulai dengan transpor aktif ion natrium ke dalam
ruangan di antara sel-sel epitel. Ion natrium kemudian menarik ion klorida dan bikarbonat, dan
bersama-sama mempertahankan sifat netralitas listrik. Kemudian semua ion ini bersama-sama
menyebabkan osmosis air dari kapiler darah yang terletak di bawahnya ke dalam ruangan
intraseluler epitel yang sama, dan larutan yang dihasilkan membersihkan ruangnan prosesus
silisris sampai ke kamera okuli anterior mata. Selain itu, beberapa nutrient juga dibawa melalui
9
epitel-epitel dengan transport aktif atau difusi terfasilitasi; nutrient ini termasuk asam amino,
asam askorbat dan glukosa (Guyton et al., 2008).
Aliran keluar humor aquosus dari mata
Setelah dibentuk oleh prosesus silisris, humor aquosusmengalir melalui pupil ke dalam kemera
okuli anterior. Dari sini cairan mengalir ke bagian depan lensa an ke dalam sudut antara kornea
dan iris, kemudian melalui reticulum trabekula, dan akhirnya masuk ke dalam kanalis schlemm,
yang kemudian di alirkan ke dalam vena ekstraokular.kanalis schlemm adalah sebuah vena
berdinding tipis yang meluas secara sirkumferensial ke seluruh arah pada mata. Membrane
endotelnya berpori-pori sehingga bahkan molekul protein yang besar dan juga partikel kecil
sampai seukuran sel darah merah, dapat lewat dari ruang anterior ke dalam kanalis schlemm
(Guyton et al., 2008).
10
JUMP 5 : Merumuskan tujuan pembelajaran
1. Adakah hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus pada pasien 1 dan 2?
2. Jelaskan anatomi dan fisiologi mata!
3. Apa saja penyebab terjadinya penurunan visus?
4. Apa saja kelainan penurunan visus pada mata tenang?
5. Mengapa kelainan mata kanan dan kiri pada pasien 1 berbeda?
6. Mengapa pada pasien 2 hanya terjadi kelainan pada mata kiri saja?
7. Apa tatalaksana pada pasien 1? Resep apa yang dimaksud pada pasien 1?
8. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri pada bola mata? Apa saja kelainannya?
9. Mengapa pada pasien 2 setelah dilakukan uji pinhole tidak ada kemajuan?
10. Mengapa penatalaksanaan pasien 1 dan 2 berbeda?
11. Apa diferensial diagnosis pada pasien 1 dan 2?
12. Apa saja uji persepsi warna yang sederhana?
JUMP 6 :Mengumpulkan informasi baru (belajar mandiri)
11
JUMP 7 :Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh)
1. Adakah hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus pada pasien 1 dan 2?
Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
umur, jenis kelamin, ras, dan lingkungannya. Oleh HammondCJ, dkk dalam
penelitiannya mengenai pengaruh genetik dan lingkungan terhadap pasangan-pasangan
kembar yang tinggal di lingkungan yang berbeda menyatakan, genetik memegang
peranan besar pada miopia dan hipermetropia. Oleh Goh P.P, dkk dalam Malaysian study
(2003) pada anak usia sekolah, didapatkan prevalensi miopia lebih tinggi pada anak usia
lebih tua, jenis kelamin perempuan, anak dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih
tinggi, dan ras Tionghoa. Hypermetropia lebih banyak ditemukan pada anak usia lebih
muda dan pada etnik lainnya. Saad A, El-Bayoumy BM (2007) pada anak sekolah di
Mesir mendapatkan tingkat pendidikan, aktivitas (kegiatan membaca dekat), status
ekonomi, dan riwayat keluarga memiliki hubungan terhadap terjadinya kelainan refraksi.
Prevalensi kelainan refraksi diberbagai negara yakni di Amerika Serikat, sekitar
25% dari penduduk dewasa menderita miopia, di Jepang, Singapura, dan Taiwan,
persentasenya jauh lebih besar, yakni mencapai sekitar 44%. Di Australia, secara
keseluruhan prevalensi miopia telah diperkirakan 17%, di Brazil pada tahun 2005
diperkirakan sebanyak 6,4% antara usia 12- 59 tahun (Nurrobbi, 2010).
Sekitar 148 juta atau 51 penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi refraksi.
Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah
penderita rabun jaun di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara
usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahuan dan 25% antara usia 12-17 tahun. Cina
memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia 16-18 tahun (Patu, 2010)
Sedangkan prevalensi penderita kelainan refraksi selama periode 7 Juli 2008 –
7Juli 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan 6,19% yaitu 283 pasien denganpersentase
terbanyak terdapat pada miopia 70.31% yaitu 199 orang, pada jeniskelamin perempuan
58,30% yaitu 165 penderita dan pada kelompok umur 45tahun – 64 tahun dengan jumlah
97 pasien (34,28%) (Bastanta, 2010).Kelainan refraksi banyak dijumpai pada kelompok
umur 31-40 tahun (102orang/24,58%), diikuti kelompok umur 41-50 tahun (96
orang/23,13%) dankelompok umur 11-20 tahun (74 orang/17,83%).
12
Miopia paling banyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 45orang (10,84%),
astigmatisme pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 38orang (9,12%), hipermetropia
pada kelompok umur 41-50 tahun, yaitu 57orang (13,37%) dan anisometropia pada
kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 7orang (1,69%). Kelainan refraksi yang terbanyak
adalah miopia yaitu 160 orang atau38,55% dari seluruh kelainan refraksi atau 8,82% dari
seluruh penderita baru.Kasus miopia ditemukan lebih banyak pada perempuan (97 orang
atau60,62%) daripada penderita laki-laki (63 orang atau 39,38%) (Yunita, 1997).
Presbiopia.
Dengan meningkatnya usia, lensa semakin besar dan menebal serta menjadi kurang elastik,
sebagian disebabkan oleh denaturasi protein lensa yang progresif. Kemampuan lensa
Untuk berubah bentuk akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Daya akomodasi akan
berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Daya akomdasi berkurang dari 14 dioptri pada usia
anak-anak menjadi kurang dari 2 dioptri pada saat kita mencapai usia 45 sampai 50 tahi;
kemudian daya akomodasi berkurang menjadi 0 dioptri pada usia 70 tahun. Sesudah itu, dapat
dikatakan lensa hampir sama sekali tidak dapat berakomodasi, dan keadaan itu disebut
presbiopia (Guyton et al., 2008).
Sekali orang mengalami presbiopia, matanya akan terfokus secara permanen pada suatu
jarak yang hampir tidak berubah-ubah; jarak ini bergantung pada keadaan fisik mata orang
tersebut. Matanya tidak akan dapat berakomodasi lagi dengan baik untuk melihat jauh maupun
dekat. Agar dapat melihat jauh dan dekat dengan jelas, orang itu harus memakai kacamata
bifokus, bagian atas untuk penglihatan jauh, bagian bawah untuk pengllihatan dekat (misal untuk
membaca) (Guyton et al., 2008).
2. Jelaskan anatomi dan fisiologi mata!
ANATOMI KELOPAK MATA
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak merupakan alat
menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan
pengeringan bola mata.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan
13
kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan bola mata sehingga terjadi keratitis et
lagoftalmos. Pada kelopak terdapat bagian - bagian:
a. Kelenjar
Ex: kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal
rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus
b. Otot
Ex:
M. orbikularis okuli berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan
terletak di bawah kulit kelopak, berfungsi menutup bola mata,
dipersarafi oleh N. Fasial
M. levator palpebra berorigo pada annulus foramen orbita dan berinsersi pada
tarsus atas atas dengan sebagian menembus M. orbikularis
okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit
tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus
(lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang
berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka
mata.
c. Tarsus
Tasrsus terdiri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak
dengan kelenjar Meibom (40 di kelopak atas dan 20 di kelopak bawah) yang
bermuara pada margo palpebra. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada
rima orbita pada seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita.
d. Septum orbita
Jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan
kelopak depan.
e. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra
f. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang
kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat terlihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.
14
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan
musin.
ANATOMI SISTEM LAKRIMAL
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus
nasolakrimal, samapai meatus nasi inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu:
a. Sistem produksi atau glandula lakrimal
Glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita.
b. Sistem ekskresi
Terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus
nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata dari
duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.
Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk ke dalam
sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak menyinggung bola
mata, maka air mata akan keluar melalui margo palpebra yang disebut epifora. Epifora juga
akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebih dari kelenjar lakrimal.
Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya
dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai
dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.
ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak mata bagian
belakang. Bemacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi
bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a. Konjungtiva tarsal menutupi tarsus dan sukar digerakkan digerakkan dari tarsus
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.
15
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan
dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak (Ilyas et. al, 2012)
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi
targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik
mendadak aupun perlahan) (Marieb EN & Hoehn K, 2007).
Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada pigmen
melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen = biru, tidak ada pigmen
= merah / pada albino) (Marieb EN & Hoehn K, 2007).
16
Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh (H. Sidarta Ilyas, 2004).
1. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan
dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
a. Epitel
• Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier.
• Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
• Epitel berasal dari ektoderm permukaan
b. Membran Bowman
• Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
• Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
c. Stroma
17
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
d. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden
(H. Sidarta Ilyas, 2004).
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya
daya regenerasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (H. Sidarta Ilyas, 2004).
2. Aqueous Humor (Cairan Mata)
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki
pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya
18
cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan
kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor
tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan
pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang
kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan
kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi
(Lauralee Sherwood, 1996).
3. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan
bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus
cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa
akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel
lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat
lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam
kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian
luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior,
sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras
dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn
yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
• Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung
• Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
19
• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan
berada di sumbu mata.
(H. Sidarta Ilyas, 2004).
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
• Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
• Keruh atau apa yang disebut katarak,
• Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
(H. Sidarta Ilyas, 2004).
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat (H.
Sidarta Ilyas, 2004).
4. Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel
transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam
hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang
menyintesis kolagen dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi
ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan
tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis (Lauralee
Sherwood, 1996).
CAVUM ORBITA
Cavum orbita adalah organ yang penting karena selain ditemati oleh organon visus juga
ditempati oleh arteri-arteri, vena-vena, dan nervus yang penting dalam proses penglihatan.
Cavum orbita merupakan suatu ruang berbentuk piramida empat sisi, dengan aditus orbitae
sebagai basisi dan puncaknya di foramen opticum. Sumbu kedua orbitae memusat ke occipital
dan bertemu di sebelah kranial dari sella tursica dengan membentuk sudut yang tajam.
Dinding orbita:
20
Dinding mediale : Processus frontalis os maxillaris
Os lacrimale
Lamina orbitalis ossis ethmoidalis
Dinding laterale : Facies orbitalis os zygomaticus
Ala major os sphenolidalis
Dinding cranial : Facies orbitalis os frontalis
Ala minor os sphenoidalis
Dinding caudal : Facies orbitalis os maxillaris
Os zygomaticus
Processues orbitalis os palatine
Lubang-lubang dan celah-celah yang terdapat di dalam dinding cavum orbita adalah:
1. Foramen opticum
Dilalui : N. Opticus dan A. Opthalmica
2. Fissura orbitalis superior
Dilalui: N Oculomotorius, N Trochlearis, N Abducens, N Ophtalmicus cabang N. V, N.
Nasociliaris cabang N. Ophtalmicus, V. Opthalmicus superior et inferior, dan R.
Recurrens A. Meningea media
3. Fissura orbitalis inferior
Dilalui : N. Maxillaris dan A/V Infraorbitalis
4. Foramen ethmoidale anterius
Dilalui : A/V/N Ethmoidalis Anterior dan N. Nasociliaris
5. Foramen ethmoidale posterius
Dilalui: A/V/N Ethmoidalis Posterior
6. Foramen zygomatico-orbitale
Dilalui: N. Zygomaticofaciale dan N. Zygomaticotemporale
21
FISIOLOGI MATA
Jumlah cahaya yang masuk ke mata dikontrol oleh iris.
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor, karena adanya iris,
suatu otot polos tipis berpigmen, pigmen tersebut memmberi warna pada iris. Lubang bundar di
bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke interior mata adalah pupil. Iris mengandung dua
set anyaman otot polos, sirkular (serat otot seperti cincin di dalam iris) dan radial (serat
mengarah ke luar dari tepi pupil seperti jari-jari roda). Karena serat otot memendek ketika
berkonstraksi maka pupil menjadi lebih kecil ketika otot sirkular (konstriktor) berkontraksi dan
membentuk cincin lebih kecil, keadaan ini terjadi pada sinar terang untuk mengurangi cahaya
yang masuk. Jika otot radial (dilator) berkontraksi maka ukuran pupil bertambah, ini terjadi pada
cahaya temaram agar sinar yang masuk ke mata lebih banyak. Serat saraf parasimpatis menyarafi
otot sirkular sementara simpatis menyarafi otot radial. (Sherwood, 2011)
Proses Refraksi
Sinar berjalan lebih cepat melalui udara. arah berkas berubah jika cahaya tersebut
mengenai permukaan medium baru dalam sudut tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar ini
dikenal sebagai refraksi (pembiasan). Pada lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar
derajat pembelokan dan semakin kuat lensa. Jenis permukaan terdiri dari, konveks melengkung
keluar (cembung) dan permukaan konkaf melengkung ke dalam (cekung). Permukaan konveks
menyebabkan konvergensi berkas sinar, membawa berkas sinar berdekatan, sehingga membawa
ke titik focus. Permukaan konkaf membuyarkan berkas sinar (divergensi).
Struktur paling penting pada refraksi mata yaitu kornea dan lensa. Permukaan kornea
yang melengkung merupakan struktur pertama yang dilewati sinar, dan kemampuan rekraksi
kornea selalu konstan. Sedangkan kemampuan refraksi lensa dapat diubah berdasarkann
kelenngkungannya. (Sherwood, 2011)
Sinar harus melewati beberapa lapisan retina sebelum mencapai fotoresptor
Bagian saraf retina terdiri dari tiga lapisan sel peka rangsangan (1) lapisan luar
mengandung sel batang dan sel kerucut (2) tengah mengandung sel bipolar (3) dalam mengandng
sel ganglion. Akson sel ganglion akan menyatu untuk membentuk saraf optic. Titik di retina
22
tempat saraf optic keluar disebut diskus optikus atau titik buta, karena didalamnya tidak terdapat
sel batang maupun sel kerucut.
Sinar harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor
disemua bagian retina kecuali di fovea. Fovea merupakan cekungan yang terletak tepat ditengah
retina, lapisan sel ganglion dan bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya langsung mengenai
fotoresptor. Hal ini ditambah dengan keaadaan hanya sel kerucut saja yang terdapat di retina
(dengan ketajaman atau kemampuan diskriminatif yang lebih besar daripada sel batang).
Keadaan tersebut menyebabkan fovea menjadi titik penglihatan paling jelas. Daerah disekiar
fovea, disebut macula lutea, juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang tinggi. Namun,
ketajaman macula lebih rendah, karena macula ditutupi oleh sel ganglion dan bipolar.
Fotoreseptor memiliki fotopigmen yang akan melalukan proses fototransduksi, yaitu
proses pengubahan rangsangan cahaya menjadi sinyal listrik, dan akan meneruskan transmisi ke
sel bipolar dan ganglion, sehingga menimbulkan potensial aksi yang akan diteruskan ke pusat
penglihatan di SSP.
Fotopigmen terdiri dari dua komponen: Opsin dan retinen, retinen adalah fotopigmen
yang menyerap cahaya. Terdapat empat fotopigmen yang berbeda, Rodopsin yang terdapat pada
sel batang, dan tiga fotopigmen yang terdapat pada sel kerucut. (Sherwood, 2011)
Aktivitas fotoreseptor pada keadaan gelap
Aktivitas fotoreseptor pada keadaan terang
23
3. Apa saja penyebab terjadinya penurunan visus?
A. Faktor Penyebab Penurunan Visus
Kerusakan penglihatan mencakup semua masalah pada penglihatan yang
mempengaruhi lapang pandang dan/atau kemampuan untuk melihat benda dekat dan jauh
dengan jelas, untuk menilai kedalaman, untuk membedakan warna, dan untuk melihat satu
bayangan secara bersamaan (penglihatan warna). Penyebab kerusakan penglihatan
mencakup:
a. Kelainan kongenital (misalnya kelainan genetik);
b. Anomali perkembangan [misalnya strabismus (juling);
c. Akibat sekunder penyakit sistemik (misalnya retinopati diabetes);
d. Penyakit primer pada mata itu sendiri (misalnya glaukoma, degenerasi makula terkait
usia) (Brooker, 2008);
Glaukoma - peningkatan tekanan dalam mata, yang paling sering menyakitkan. Visi
akan normal pada awalnya, tapi seiring waktu Anda dapat mengembangkan visi
miskin malam, bintik-bintik buta, dan kehilangan penglihatan untuk kedua sisi.
Glaukoma juga dapat terjadi tiba-tiba, yang merupakan keadaan darurat medis.
e. Kelainan refraksi (misalnya miopia, hipermetropia, astigmatisme);
24
Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar pada sumbu
mata dalam keadaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan oleh mata
tepat pada retina sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh
mata tepat pada retina baik itu di depan, di belakang maupun tidak dibiaskan pada
satu titik. Kelainan ini merupakan bentuk kelainan visual yang paling sering dan
dapat terjadi akibat kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata (Istiqomah, 2004).
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina (Ilyas, 2004).
f. Trauma (misalnya cedera tembus);
g. Kerusakan pada jalur penglihatan (misalnya setelah stroke);
h. Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis;
i. Defisiensi vitamin A (xeroftalmia)
(Brooker, 2008)
4. Apa saja kelainan penurunan visus pada mata tenang?
Berdasarkan etiloginya gangguan visus pada mata tenang dibagi atas:
A. Penyebab kelainan vaskuler
Oklusi Pembuluh Darah Retina
Amaurosis vugaks
Penyakit Eales
Neuropati optic akut iskemik
B. Penyakit kelainan sistemik
Retinopati diabetik
Retinopati hipertensi
Penyebab degenerasi retina
Ablatio retina regmatogen
Degenerasi macula senile/disform.
5. Mengapa kelainan mata kanan dan kiri pada pasien 1 berbeda?
Kelainan pada proses refraksi mata seperti miopi dan hiperopia, dapat berbeda pada mata
kanan dan kiri. Dapat berbeda ukuran ataupun adanya silindris atau tidak. Salah satu faktor
nya adalah kelengkungan lensa yang berdampak pada kekuatan lensa yang berbeda dan
25
keadaan permukaan kornea salah satu mata yang nantinya akan mengganggu proses refraksi.
Faktor lain adalah sumbu panjangnya bola mata yang dapat berbeda pada mata kanan dan
kiri.
6. Mengapa pada pasien 2 hanya terjadi kelainan pada mata kiri saja?
Kelainan pada media refrakta bisa saja hanya mengenai sebelah mata saja, sesuai dengan
kausa utama apa yang menyebakan kerusakan, misalnya iritasi atau infeksi dan juga
tergantung dari seberapa besar kausa tersebut menyebabkan kerusakan.
7. Apa tatalaksana pada pasien 1? Resep apa yang dimaksud pada pasien 1?
Pada pasien 1 yang mengalami kelainan pada refraksi, penatalaksanaan dengan pemberian
kacamata. Untuk mata kanan diberi kacamata dengan ukuran -5.25. Dan mata kiri: -0.75
dengan silindris -0.50 axis 900. Untuk membantu membaca dekat ditambah ukuran +1.50.
8. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri pada bola mata? Apa saja kelainannya?
Pengaturan tekanan intraokular
Tekanan intraokular tetap konstan pada mata yang normal, biasanya ± 2mmHg dari nilai
normalnya, yang rata-rata sekitar 15 mmHg. Besarnya tekanan ini ditentukan terutama oleh
tahanan terhadap aliran keluar humor aquosus dari kamera okuli anterior ke dalam kanalis
Schlemm. Tahanan aliran keluar ini dihasilkan dari retikulum trabekula yang dilewati, tempat
penyaringan cairan yang mengalir dari sudut lateral ruang anterior ke dalam dinding kanalis
Schlemm. Trabekula ini mempunyai celah terbuka yang sangat kecil, yaitu antara 2 sampai 3
mikromete. Kecepatan aliran cairan ke dalam kanalis meningkat secara nyata karena tekanan
yang meningkat. Dengan tekanan kurang lebih 15 mm Hg pada mata normal, biasanya jumlah
cairan yang meninggalkan mata melalui kanalis Schlemm rata-rata 2,5 µl/meni (Guyton et al.,
2008).
Sehingga keadaan pada tekanan intraokuler meningkat yang bisa disebabkan berlebihnya humor
aqueous atau aliran yang tidak baik dapat menyebabkan penekanan pada bola mata, dan
bermanifestasi nyeri pada bola mata.
Glaukoma, Penyebab utama kebutaan.
26
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata relatif cukup besar
untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan menyebabkan kelainan lapang pandang.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia didapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab
kebutaan nomer 2 sesudah katarak (prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%,
Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup
penderita terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya
manusia pada umumnya dan khususnya Indonesia (Rumah Sakit Mata dr. Yap, 2008).
Kebutaan akibat glaukoma bersifat irreversibel/menetap tidak seperti kebutaan karena katarak
yang dapat diatasi setelah dilakukan operasi pengambilan lensa katarak. Jadi usaha pencegahan
kebutaan pada glaukoma bersifat prevensi/pencegahan kebutaan dengan jalan menemukan dan
mengobati/ menangani penderita sedini mungkin. Sayangnya tidak mudah untuk menemukan
glaukoma dalam stadium awal karena sebagian besar kasus glaukoma awal tidak memberikan
gejala yang berarti bahkan asimptomatik, kalaupun ada gejala biasanya hanya berupa rasa tidak
enak di mata, pegal-pegal di mata atau sakit kepala separoh yang ringan. Gejala-gejala tersebut
tidak menyebabkan penderita memeriksakan ke dokter atau paramedis (Rumah Sakit Mata dr.
Yap, 2008).
9. Mengapa pada pasien 2 setelah dilakukan uji pinhole tidak ada kemajuan?
Pasien dengan penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan refraksi, jika dilakukan
pemeriksaan pinhole akan mengalami kemajuan. Sebaliknya, pasien dengan penurunan visus
akibat kelainan media refrakta atau retina, jika dilakukan uji pinhole tidak akan mengalami
kemajuan. Pada pasien 2, kemungkinan bukan disebabkan kelainan refraksi dikarenakan
keadaan visus yang masih baik. Namun dengan adanya keluhan nyeri pada bola mata, yang
mengindikasikan terjadinya kelainan pada media refrakta yaitu humor aqueous nya maka
dengan uji pinhole tidak akan mengalami kemajuan.
10. Mengapa penatalaksanaan pasien 1 dan 2 berbeda?
Kedua pasien menderita sumber kelainan yang berbeda, walaupun sama-sama penurunan
visus. Pada pasien 1 yang mengalami kelainan pada refraksi, penatalaksanaan dengan
pemberian kaca mata menurut keadaan miopi atau hiperopia. Sedangkan pasien 2 mengalami
27
kelainan pada media refraktanya, akan ditanganin sesuai dengan kausa media refrakta mana
yang mengalami kelainan.
11. Apa diferensial diagnosis pada pasien 1 dan 2?
Pasien 1
Mata kanan: miopi -5.25
Mata kiri: miopi -0.75 silindris -0.50 dengan axis 900
Hiperopia +1.50
Hiperopia
Hiperopia dikenal sebagai penglihatan jauh, biasanya akibat bola mata terlalu pendek, atau
kadang-kadang system lensa terlalu lemah pada keadaan ini bagian tengah, terlihat bahwa
cahaya sejajar kurang dibelokkan oleh system lensa tidak terfokus di retina. Untuk mengatasi
kelainan ini, otot silisris berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan lensa. Dengan
menggunakan mekanisme akomodasi, pasien hiperopia dapat memfokuskan bayangan dari
objek jauh di retina. Bila pasien menggunakan sebagian otot siliarisnya untuk melakukan
akomodasi jarak jauh, ia tetap masih mempunyai sisa daya akomodasi untuk melihat dengan
tegas objek yang mendekati mata sampai otot siliaris telah berkontraksi maksimum. Pada
orang tua, sewaktu lensa menjadi “presbiop”, paisen hiperopia sering tidak dapat
berakomodasi cukup kuat untuk memfokuskan objek jauh sekalipun, apalagi untuk
memfokuskan objek dekat (Guyton et al., 2008).
Myopia
Pada myopia atau “ penglihatan dekat”, sewaktu otot siliaris relaksasi total, cahaya dari objek
jauh difokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya akibat bola mata yang terlalu panjang,
atau kadang-kadang karena daya bias system lensa terlalu kuat (Guyton et al., 2008).
Tidak ada mekanisme bagi myopia untuk mengurangi kekuatan lensanya karena memang
otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna. Pasien myopia tidak mempunyai mekanisme
untuk memfokuskan bayangan dari objek jauh dengan tegas di retina. Namun, bila objek di
dekatkan ke mata, bayangan akhirnya akan menjadi cukup dekat sehingga dapat di fokuskan
di retina. Kemudian bila objek terus didekatkan ke mata, pasien myopia dapat menggunakan
mekanisme akomodasi agar bayangan yang terbentuk tetap terfokus secara jelas. Seorang
28
pasien myopia mempunyai “titik jauh” yang terbatas untuk penglihatan jelas (Guyton et al.,
2008).
Pasien 2
Glaukoma
PEMBAGIAN GLAUKOMA
Berdasarkan penyebab, glaukoma dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Glaukoma primer, jenis ini dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan mekanisme terjadinya
glaukoma yaitu
o a) Glaukoma primer sudut terbuka dan
o b) Glaukoma primer sudut tertutup
2. Glaukoma sekunder
3. Glaukoma kongenital.
GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA
Gejala:
Awal :
mungkin tanpa gejala
rasa capai pada mata
rasa pegal pada mata
fluktuasi tajam penglihatan
kadang-kadang melihat seperti pelangi sekitar lampu
Lanjut :
penyempitan lapang pandang - buta
Pemeriksaan :
29
visus mungkin masih baik, kecuali pada stadium lanjut
mata tenang
bilik mata depan dalam
0,5)oftalmoskopik: tampak penggaungan yang melebar (CD ratio
gonioskopik: sudut terbuka dan normal
21 mmHgtonometrik: tekanan
pemeriksaan lapang pandang: kelainan lapang pandang ( skotoma Bjerrum, skotoma Seidel,
skotoma arcuata atau nasal step)
OCT: terdapat penipisan serabut saraf .
LOW TENSION GLAUKOMA/ NORMOTENSION GLAUKOMA
Terdapat glaukoma dengan tekanan tidak tinggi, mungkin hanya sekitar 20 mmHg atau di
bawahnya, tetapi terdapat kerusakan papil saraf optik dan kelainan lapang pandang yang berciri
kerusakan karena tekanan tinggi, dan pada pemeriksaan OCT terdapat penipisan serabut saraf.
Keadaan ini mempunyai gejala dan tanda seperti glaukoma primer sudut terbuka, terapi sama
dengan glaukoma primer sudut terbuka.
GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP
Gejala:
Akut :
rasa sakit berat (cekot-cekot) di mata, dapat sampai sakit kepala dan muntah-muntah.
mata merah, berair
penglihatan kabur
Kronik :
gejala hampir sama dengan yang akut tetapi rasa sakit, merah dan kabur dapat hilang dengan
sendirinya, dan terjadi serangan berulang beberapa kali. Biasanya rasa sakit kurang berat
dibandingkan dengan yang akut.
30
Pemeriksaan:
Akut :
visus turun
konjungtiva hiperemi
kornea keruh/udem
bilik mata depan dangkal
pupil lebar/lonjong dengan diameter ? 6-7 mm
oftalmoskopik: papil mungkin masih normal
tonometrik : tekanan intraokuler tinggi, bisa sampai 60 mmHg
gonioskopik: sudut tertutup
lapang pandang: terdapat kelainan yang tidak khas, atau mungkin masih normal.
Kronik:
seperti tanda akut tetapi biasanya lebih ringan
dijumpai tanda-tanda bahwa proses telah berlangsung berulang dan lama yaitu: degenerasi
koenea, atrofi iris, neovaskularisasi iris,glaukoma flecken dan sinekia anterior perifer.
GLAUKOMA SEKUNDER
Pada glaukoma jenis ini terjadi akibat penyakit/kelainan mata yang lain misalnya:
12. Inflamasi mata/ uveitis
13. Trauma yang merusak sudut iridokornea atau menyebabkan iris menutup sudut atau
menyebabkan blok pupil atau blok silier.
14. Kelainan lensa. Misal lensa maju akibat katarak insipien.
15. Obat-obatan, misal pemakaian steroid yang lama.
16. Neovaskularisasi sudut, misal pada penderita Diabetes Melitus.
17. Sindroma pigmentari, disini terdapat sumbatan trabekulum oleh pigmen iris.
18. Sindroma eksfoliatif, terdapat sumbatan pada trabekulum oleh bahan yang lepas pada
sindroma ini.
31
19. Kenaikan tahanan vena episklera, misal adanya fistula karotiko-kavernosa.
GLAUKOMA KONGENITAL
Glaukoma ini disebut juga glaukoma infantil, terjadi pada bayi dan anak yang disebabkan
oleh kelainan pembentukan sudut iridokornea. Gejala dan tanda dapat terlihat pada saat lahir
atau pada tahun awal kehidupan.
12. Apa saja uji persepsi warna yang sederhana?
32
Ishihara test adalah sebuah metode pengetesan buta warna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu
Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang.Sejak saat itu, tes ini terus
digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang. Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang
didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran.Titik berwarna tersebut
disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang
buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal.
Tes berikutnya adalah tes Farnsworth munsell. Tes ini berfungsi sebagai tes lanjutan dari tes
Ishihara yang hanya dapat menentukan kelainan partial atau tidaknya. Sedangkan tes farnsworth
munsell, bisa melakukan screening kelemahan warna tertentu, seperti kelemahan terhadap warna
merah (protan), kelemahan terhadap warna hijau (deutan), dan kelemahan terhadap warna biru
(tritan).
Ishihara Test
Peralatan untuk tes buta wana ini berupa buku yang berisi plate-plate warna yang disusun dari
bulatan-bulatan kecil berwarna-warni sehingga membentuk sebuah image berupa angka. Untuk
pengujiannya pun tidaklah sulit, karena hanya dengan menunjukkan gambar-gambar yang ada
kepada pasien lalu pasien di minta untuk menyebutkan angka yang ada.Untuk lebih jelas
mengenai plate-plate warna tersebut, bisa kita lihat pada gambar 6.
Gambar 6. Plate-plate Ishihara test
Farnsworth Munsell test
Peralatan berikutnya adalah tes farnsworth munsell. Tes ini merupakan tes kelanjutan dari tes
ishihara.Pada tes ishihara, hasil yang didapat hanyalah mendiagnosa apakah pasien mengalami
buta warna parsial atau tidak. Sedangkan pada tes farnsworth munsell, tes ini bisa mendiagnosa
dengan melakukan screening kelemahan warna tertentu, seperti kelemahan terhadap warna
33
merah (protan), kelemahan terhadap warna hijau (deutan), dan kelemahan terhadap warna biru
(tritan) (Birch, 2001).
Untuk pengujian tes farnsworth munsell D-15 ini pun tidaklah sulit. Pasien diminta untuk
menghafal urutan-urutan warna pada koin-koin yang sudah disiapkan.Lalu kita melakukan acak
warna pada koin-koin warna tersebut.Setelah koin-koin warna tersebut di acak, maka pasien di
minta untuk mengurutkan kembali warna-warna yang ada.Setelah selesai, maka kita bisa
menyocokkan urutan warna yang telah di susun kembali oleh pasien.Untuk lebih jelas mengenai
koin-koin warna pada tes farnsworh munsell, bisa di lihat pada gambar 7.
13. Gambar 7. Koin-koin warna farnsworth munsell
Holmgren Test
Kemampuan membedakan warna
Sekumpulan benang wol yg dicampur, kemudian dapat menyamakan benang satuan dan
memisahkan dari campuran benang wol serta dapat mengurutkan dari warna muda ke warna tua
dan sebaliknya.
34
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
a. Pasien pertama dalam skenario menderita presbiopi sedangkan pasien kedua belum bisa
dipastikan diagnosisnya karena harus dilakukan pemeriksaan penunjang terlebih dahulu.
b. Usia pasien pertama (45 tahun) merupakan faktor risiko terjadinya presbiopi karena
usianya yang semakin lanjut menyebabkan menurunnya kemampuan media refrakter untuk
membiaskan cahaya tepat pada retina dan juga berkurangnya elastisitas pada lensa mata
yang menyebabkan berkurangnya kemampuan lensa mata untuk berakomodasi.
c. Pasien kedua harus dilakukan pemeriksaan persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri,
konfrontasi dan refleks fundus terlebih dahulu untuk mengetahui diagnosis yang lebih
pasti.
B. Saran
a. Pada pasien pertama, untuk membantu penderita agar bisa membaca dekat kembali, bisa
dikombinasikan dengan kacamata lensa cembung (+) untuk membantu lensa mata
berakomodasi.
b. Pada pasien kedua, pemeriksaan lanjutan harus segera dilaksanakan agar dokter lebih cepat
menegakkan diagnosis, untuk penatalaksanaan sementara bisa diberikan analgesik untuk
mengurangi rasa nyeri pada mata.
35
DAFTAR PUSTAKA
Birch, J. (2001). Diagnosis of detective color vision. London: oxford university press
Brooker, C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ilyas, S. and Yulianti, S. R. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
Ilyas, S. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: Sagung Seto.
Istiqomah, I. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC
Rumah Sakit Mata dr. Yap. 2008. http://www.rsmyap.com/content/view/70/38/ (diakses pada
Jumat, 19 September 2013).
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.
Yanoff M, Cameron d.2011. Diseases of the visual system. In: Goldman L, Schafer AI, eds. Cecil
Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier
36