Post on 31-Oct-2015
description
BAB I
Informasi I
Seorang pria berusia 33 tahun datang dengan keluhan mata berwarna kuning. Pasien juga
mengeluh demam dan nyeri di seluruh badan disertai lemas. Keluhan ini sudah dirasakan
sejak 7 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengira dirinya terkena influenza sampai akhirnya
muncul warna kuning pada kulit dan kedua matanya. Pasien adalah imigran legal dari
Amerika Serikat dan 3 bulan yang lalu telah berhubungan seksual dengan pekerja seks
komersial. Pasien memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol 2 gelas sehari terkadang
lebih dari itu. Pasien tampak lemas namun tidak pucat. Pasien mengatakan urin berwarna
gelap sedangkan feses berwarna normal.
Informasi II
Pemeriksaan fisik :
Tanda vital baik kecuali ada demam 38 o C. Telapak tangan dan kaki tampak ikterik. Tidak
ditemukan palmar erythema.
Sklera kedua mata ikterik.
Jantung dan paru normal.
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut tidak tegang, tidak buncit, tidak ada caput medusae
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : pembesaran hepar (+), tepi tumpul (+)
Perkusi : pekak alih (-)
Ekstremitas : bengkak (-)
Pemeriksaan Laboratorium :
IgM Anti HAV (-), IgG Anti HAV (-), HbS Ag (+), Hbe Ag (+), HBc AG (+), IgM Anti
HCV (-)
Nilai normal dari hasil tes antibodi terhadap virus hepatitis adalah negatif.
Bilirubin indirek 25 mg/dl, bilirubin direk 0,3 mg/dl.
SGOT 50 IU/L (N = 10-37 IU/L), SGPT 60 IU/L (N = 10-40 IU/L).
Pemeriksaan liver biopsy : nekrosis sel hepatosit akibat alkohol (-), apoptosis sel hepatosit (-)
Informasi III
Pasien didiagnosis menderita Hepatitis B.
Terapi yang diberikan :
Interferon α (IFN α) injeksi 3x/minggu selama 3 bulan atau Lamivudine.
Paracetamol 500 mg 3x1
1
BAB II
Langkah 1. Kejelasan Istilah
-
Langkah 2. Identifikasi Masalah
Identitas Pasien:
Nama : pria
Umur : 33 tahun
Keluhan utama : Mata berwarna kuning
RPS :
Onset : 7 hari yang lalu
Kuantitas : -
Gejala penyerta : demam,lemas dan nyeri di seluruh badan,urine berwarna gelap
Faktor memperingan : -
Faktor memperberat : -
RPD : -
RPK : -
RSOS-EK : Peminum alkohol 2 gelas sehari, pernah berhubungan seksual dengan PSK
Pekerjaan : -
Langkah 3. Batasan masalah
1. Anatomi, Histologi dan Fisiologi dari Hepar, Vesica fellea dan Pankreas
2. Pembentukan bilirubin dan empedu
3. Sekresi empedu
4. Patogenesis hepatitis B
5. Patofisiologi hepatitis B
6. Penggolongan ikterik
Langkah 4 : Analisis Masalah
1. a. Anatomi Hepar
2
permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan
sebagian kubah kiri.
Bagian bawah hati berbentuk cekung yang merupakan atap dari ginjal kana, lambung, pankreas dan usus.
Hati memiliki 2 lobus utama :
o Lobus kanan yang terbagi atas segmen anterior dan segmen posterior oleh
fisura segmentalis dextra.
o Lobus kiri yang terbagi atas segmen medial dan segmen lateral oleh fisura
falciformis (Pedoman Praktikum Anatomi FK UNSOED, 2011).
Sirkulasi :
Vena porta hepatika 2/3 darah yang masuk ke hepar adalah darah vena dari
vena porta
Arteri hepatika 1/3 darah yang masuk adalah darah arteria.
Volume darah yang melewati hati 1500 ml yang dialirkan melalui vena
hepatika dextra dan sinistra bermuara di vena kava inferior.
3
Vena sentralis
Vena sublobularis (Pedoman Praktikum Anatomi FK UNSOED, 2011).
b. Histologi Hepar:
Terlihat jaringan hepar yang dibungkus oleh kapsula glisoni yang terdiri dari jaringan
ikat. Jaringan hepar dibangun oleh susunan sel-sel yang padat.
Sel-sel hepar/hepatosit berkelompok-kelompok membentuk lobulus hepar yang
berbentuk segienam (hexagonal) atau segilima (pentagonal). Tiap lobulus hepar
disusun oleh satu buah vena centralis dan kelompok hepatosit yang berjalan radier
mengelilingi vena tersebut. Satu lobulus dengan lobulus yang lain dibatasi oleh
jaringan ikat terutama kolagen. Pada perbatasan antar lobulus (pada sudut lobulus
hepar)dapat ditemui pembuluh-pembuluh darah dan pembuluh empedu. Daerah ini
disebut sebagai daerah porta. Daerah porta ini mengandung tiga struktur utama yaitu
arteri hepatica, vena hepatica, dan ductus biliaris. Ketiga struktur ini disebut sebagai
Trias Porta.
Pada tiga lobulus yang berdekatan, dari tiap-tiap vena sentralis dapat ditarik garis
imajiner sehingga terbentuk srgitiga yang didalamnya mengandung trias porta.
Segitiga ini disebut sebagai SEGITIGA KIERNAN.
Sel hepar berbentuk segi 4 atau 5 dengan inti 1 atau 2, bulat di tengah. Sitoplasma
berwarna merah cerah dengan inti biru violet, nukleolus terlihat jelas. Sel hepar
berlekatan dua-dua dan membuat barisan radier dengan pusat vena centralis. Vena ini
dapat terlihat kosong atau berisi eritrosit. Antara barisan sel-sel hepar terdapat celah
yang disebut sebagai sinusoid yang juga berjalanradier dan juga berpusat ke vena
centralis. Sinusoid tampak berisi eritrosit dan dilapisi dinding yang tersusun atas
endotel (epitel squamous simpleks), antara endotel dan sel hepar terlihat celah yang
disebut celah Disse. Pada dinding sinusoid juda dapat ditemui sel makrofag hepatis
(sel Kupffer), tetapi dengan pewarnaan rutin sel ini tidak dapat ditemukan.
Pada daerah porta, dapat ditemukan struktur cabang vena porta hepatica, cabang arteri
hepatica dan ductus biliaris. Vena dapat diidentifikasi sebagai struktur dengan lumen
bulat/kadang tidak teratur dengan dinding tipis, dapat berisi eritrosit. Arteri dikenali
sebagai struktur bulat kecil dengan dinding tebal tersusun konsentrus. Ductus biliaris
dapat dikenali dari bentuk yang agak oval, dengan dinding dilapisi epitel
kuboid/kolumner (Pedoman Praktikum Histologi FK UNSOED, 2011).
4
c. Fisiologi Hepar:
Fungsi utama hati : ( Ganong, 2008).
1. Membentuk dan mensekresi empedu
2. Metabolisme zat nutrisi dan vitamin
a. Glukosa
b. Lemak
c. Asam amino
d. Kolesterol
e. Lipoprotein
f. Vitamin larut lemak
g. Vitamin larut air
3. Inaktivasi berbagai zat
a. Toksin
b. Steroid
c. Hormon
4. Sintesis protein plasma
a. Protein fase akut
b. Albumin
c. Faktor pembekuan
d. Protein pengikat steroid dan pengikat hormon lainnya
2. a. Anatomi Vesica Fellea
Kandung empedu merupakan kantung berongga berbentuk pir yang terletak tepat di
lobus kanan hepar.
5
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang
kecil dalam hepar.
Saluran empedu yang kecil bersatu dua saluran yang lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hepar sebagai duktus hepatikus dextra dan sinistra, yang segera
bersatu duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus duktus koledokus. Duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
ampula vateri. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh
serabut otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter oddi (Pedoman Praktikum Anatomi
FK UNSOED, 2011).
b. Histologi Vesica Fellea
Terlihat mukosa bergelombang membentuk villi dan berkripte. Lamina propria
bersatu dengan submukosa/tidak ada submukosa, dari propria langsung ke lapisan otot
yang longgar yang terdiri dari sirkuler, longitudinal, dan oblik (batas antar lapisan
tidak jelas). Sebelah luar dari otot terdapat lapisan adventitia yang sebagian berlanjut
dengan jaringan hepar.
6
Epitel columner simplex lengkap dengan mikrovilli, tidak ditemukan sel goblet. Inti
agak ke basis, warna biru violet, sitoplasma merah muda, propria terdiri dari jaringan
ikat longgar, dan pembuluh darah. Otot polos tidak kompak, tidak bisa dibedakan
antar lapisan, dan adventitia terdiri dari jaringan ikat (Pedoman Praktikum Histologi
FK UNSOED, 2011)..
c. Fisiologi Vesica Fellea
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 40-60 ml empedu. Empedu hati tidak
dapat langsung masuk ke duodenum; akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus
empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu,
pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik
empedu dalam kandung empedu kira-kira 5 kali lebih pekat dibandingkan dengan
empedu hati. Kndung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui
kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter oddi. Hormon kolesistokinin
(CCK) dilepaskan dari sel duodenal akibat hasil pencernaan dari protein dan lipid, dan
hal ini merangsang terjadinya kontaksi kandung empedu (Sherwood, 2001).
3. a. Fisiologi Pankreas
Pankreas terdiri dari 2 bagian dengan tugas pokok yang berbeda , yaitu: Bagian
eksokrin dan endokrin
Bagian eksokrin menghasilkan menghasilkan enzim yaitu :
a. Tripsinogen, yang dikeluarkan dalam bentuk inaktif di duodenum.Fungsi tripsinogen
bersifat aktivasi proteolitik
b. Lipase, dikeluarkan dalam bentuk sudah aktif. Fungsinya menguraikan lemak menjadi
asam lemak dan gliserol.
c. Amilase, dikeluarkan dalam bentuk aktif.Fungsinya memecah polisakarida menjadi
mono sakarida (Sujono, 2002).
Bagian endokrin menghasilkan :
a. Sel β berfungsi menghasilkan insulin
7
b. Sel α berfungsi mengasilkan glikogen (Sujono, 2002).
b. Histologi Pankreas
Pankreas merupakan organ eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin,
pankreas merupakan kelenjar tubuloalveolar kompleks dengan sekret bersifat serous.
Terlihat pankreas yang terbagi atas lobulus-lobulus. Pankreas dengan lobulus-
lobulusnya terlihat seperti tidak mempunyai kapsul/bungkus karena kapsulnya sangat
tipis. Acini exocrin tersebar rata menempati daerah yang luas dan mengambil warna
yang merah sekali dengan HE. Di beberapa tempat di lobulus terlihat daerah pucat
yang di bentuk oleh kumpulan sel-sel ini disebut pulau-pulau Lengerhans.
Diantara lobulus sering terlihat saluran-saluran antara lain : pembuluh darah, duktus
ekstralobulus, dan jarinngan lemak yang di kelilingi jaringan ikat, kadang-kadang
terlihat juga reseptor Vater Pacini. Sistem saluran intra lobulus tidak sama jelas
terlihat kecuali yang besar-besar.
Terlihat Acini berwarna merah dibangun oleh 4 atau 6 sel yang berbentuk piramid
mengelilingi lumen. Di puncak sel terdapat butir-butir merah zimogen. Kadang-
kadang lumen Acini sampai tidak terlihat karena tertutup zimogen. Inti sel terlihat
lebih ke basal, bulat, pucat. Pada beberapa Acini lumen diisi oleh sel kecil bulat yang
disebut sel sentro asiner (asalnya dari salah satu sel saluran interkalatus), tetapi dalam
sediaan ini sulit untuk memvisualisasikan sel tersebut. Acini tersusun sangat rapat
hingga sulit mencari duktus interkalatus.
Duktus interkalatus terlihat sebagai saluran dengan lumen bulat dibangun oleh 5 atau
6 sel kuboid selapis. Duktus extra lobularis dikelilingi jaringan ikat dan dibangun oleh
lebih dari 6 sel-sel kuboid atau kolumner. Vater Pacini terlihat berupa benda
konsentris, pucat dengan pusatnya berwarna agak merah, yaitu “Inerbulb” dan yang
dikelilingi oleh lamela-lamela yang konsentris dan mengandung sel fibroblast.
Pulau-pulau langerhans berupa daerah pucat berisi sel alpha, beta, dan gamma tanpa
duktus dan juga tanpa kapsul dengan acini pankreas dipisahkan oleh serat-serat
retikuler. Pada pewarnaan HE, sel-sel penyusun insula langerhans tidak dapat
dibedakan, tetapi dengan pewarnaan khusus dapat dikenali bahwa sel alpha berwarna
merah menghasilkan glikogen, sel beta berwarna ungu menghasilkan insulin
(Pedoman Praktikum Histologi FK UNSOED, 2011).
8
4. Garam dan Asam Empedu
Garam empedu merupakan garam natrium dan kalium asam empedu, yang
disekresikan dalam empedu, dan dikonjugasikan dengan glisin dan taurin. Sintesisnya
berasal dari kolesterol. Asam empedu terbagi menjadi 2, yaitu asam empedu primer
dan asam empedu sekunder. Asam empedu primer terdiri dari asam kolat dan asam
kenodeoksikolat. Di dalam kolon, kedua asam empedu primer tersebut akan diubah
menjadi asam empedu sekunder. Asam kolat menjadi asam deoksikolat, sedangkan
asam kenodeoksikolat menjadi asam litokolat. Asam litokolat akan diserap sebanyak
1 % oleh tubuh, sedangkan sisanya dieksresikan melalui feces. Asam deoksikolat
akan diserap sepenuhnya, menuju vena porta hepatis, dan nantinya akan kembali ke
empedu melalui sirkulasi enterohepatik (Ganong, 2008).
5. Metabolisme Bilirubin
Sekitar 80 hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem
monosit-makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari
dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250-350 mg bilirubin. Kini
diketahui bahwa 15 hingga 20% pigmen empedu total tidak bergantung mekanisme
ini, tetapi berasal dari destruksi eritrosit matur dalam sumsum tulang (hematopoiesi
tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati (Price, 2006).
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globin mula-mula
dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Biliverdin adalah
pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi
larut lemak, tidak larut air, dan tidak dapat dieksresi dalam empedu atau urin.
Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu komleks larut-air,
kemudian diangkut oleh darah ke sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati
berlangsung dalam tiga langkah: ambilan, konjugasi, dan eksresi. Ambilan oleh sel
hati memerlukan dua protein hati, yaitu diberi simbol sebagai protein Y dan Z.
konjugasi bilirubin dengan glukoronat dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase
dalam retikumlum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi
larut dalam air dan dapat dieksrei dalam empedu dan urin. Langkah terakhir dalam
9
metabolisme bilirubin hati adalah transport bilirubin terkonjugasi melalui suatu proses
aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak dieksresi ke dalam empedu, kecuali setelah
proses foto-oksidai atau fotoisomerasi (Price, 2006).
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi sterkobilin atau urobilinogen.
Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobilinogen
mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil dieksresikan dalam urin
(Price, 2006).
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin
dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin
tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada
albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit
melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga
bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase
(Kosasih, 2008).
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya
menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin.
Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi
membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh) (Kosasih, 2008).
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang
terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain
sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak
langsung (Kosasih, 2008).
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi
tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan
terabsorbsi ke dalam aliran darah (Kosasih, 2008).
Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi
eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau
eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan
10
kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan
kadar bilirubin indirek (Kosasih, 2008).
6. Sekresi Empedu
Empedu terdiri dari cairan alkalis encer yang serupa dengan sekresi NaHCO3
pankreas serta berupa konstituen organik, termasuk garam-garam empedu, kolesterol,
lesitin,dan bilirubin. Konstituen organik berasal dari aktivitas hepatosit, sedangkan
air, NaHCO3, dan garam anorganik lain ditambahkan oleh sel-sel duktus. Walaupun
tidak mengandung enzim pencernaan apapun, empedu penting untuk proses
pencernaan dan penyerapan lemak, terutama melalui aktivitas garam empedu
(Sherwood, 2001).
Garam empedu adalah turunan kolesterol. Mereka secara aktif desekresikan ke dalam
empedu dan akhirnya masuk ke duodenum bersamaan dengan konstituen empedu
lainnya. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar
garam empedu direabsorpsi ke dalam darah oleh mekanisme transportasi aktif khusus
yang terdapat di ileum terminal, bagian terakhir usus halus. Dari sini garam0garam
empedu dikembalikan melalui sistem porta hepatika ke hati, yang kembali
mensekresikan mereka ke dalam empedu. Pendaurulangan garam-garam empedu (dan
sebagian konstituen empedu lain) antara usus halus dan hati ini disebut sbeagai
sirkulasi enterohepatik (Sherwood, 2001).
Jumlah total garam empedu di dalam tubuh rata-rata 3 sampai 4 gram, namun dalam
satu kali makan, garam empedu yang disalurkan ke dalam duodenum mencapai 3
sampai 15 gram. Jelaslah bahwa garam empedu harus didaur-ulang beberapa kali
sehari. Biasanya hanya sekitar 5% dari garam empedu yang disekresikan oleh hati
lolos melalui tinja setiap harinya. Garam empedu yang hilang tersebut digantikan oleh
garam empedu baru yang disintesis oleh hati, dengan demikian jumlah simpanan
garam empedu dipertahankan konstan (Sherwood, 2001).
Garam empedu membantu pencernaan lemak melalui efek deterjen (emulsifikasi)
mereka dan mempermudah penyerapan lemak melaui partisipasi mereka dalam
pembentukan misel. Kedua fungsi ini terkait dengan struktur garam empedu
(Sherwood, 2001).
11
Efek deterjen mengacu pada kemampuan garam empedu mengubah globulus-globulus
lemak berukuran besar menjadi emulsi lemak yang terdiri dari banyak butir lemak
kecil yang terbenam dalam cairan kimus. Dengan demikian, luas permukaan yang
tersedia untuk aktivitasi lipase pankreas meningkat. Agar dapat mencerna lemak,
lipase harus berkontak langsung dengan molekul trigliserida. Karena tidak larut dalam
air molekul-molekul lemak cenderung menggumpal menjadi butir-butir besar dalam
lingkungan lumen usus halus yang banyak mengandung air. Jika garam empedu tidak
mengemulsi butir-butir lemak ini, lipase hanya dapat bekerja pada lemak yang
terdapat pad permukaan butiran tersebut, dan pencernaan trigliserida akan
berlangsung sangat lama (Sherwood, 2001).
Molekul garam empedu mengandung bagian larut lemak (steroid yang berasal dari
kolesterol) ditambah bagian larut air yang bermuatan negatif. Bagian larut lemak akan
larut dalam butiran lemak, sehingga butiran larut air yang bermuatan negatif menonjol
dari permukaan butiran lemak. Gerakan mencampur usus dan memecah lemak
menjadi butiran yang lebih kecil. Butir-butir ini akan kembali menyatu apabila tidak
terdapat garam empedu di permukaan yang membentuk selaput bermuatan negatif
larut air di permukaan setiap butir kecil tersebut. Karena muatan yang sama akan
tolak menolak, gugus bermuatan negatif di permukaan butiran lemak akan
menyebabkan butiran lemak tersebut saling menolak satu sama lain. Tolak menolak
listrik ini mencegah butir lemak menyatu kembali membentuk butir lemak yang lebih
besar, sehinga terbentuk emulsi lemakyang meningkatkan luas permukaan yang
tersedia untuk meningkatkan kerja lipase. Peningkatan luas permukaan ini sangat
penting untuk menyelesaikan pencernaan lemak dengan cepat, tanpa empedu,
pencernaan lemak akan sangat lambat (Sherwood, 2001).
Garam empedu, bersamaan dengan kolesterol dan lesitin yang juga merupakan
konstituen empedu, berperan penting dalam mempermudah penyerapan lemak dalam
pembentukan misel. Seperti garam empedu, lesitin memilik bagian larut lemak dan
larut air, sementara kolesterol hampir tidak dapat larut sama sekali dalam air. Dalam
suatu misel garam empedu dan lesitin menggumpal dalam kelompok-kelompok kecil
dengan magian larut lemak berkerumun di bagian tengah untuk membentuk inti
hidrofobik sementara bagian takut air, hidrofilik, di bagian luar. Agregat misel
memiliki ukuran sepersejuta lebih kecil dari butir emulsi lemak. Misel, karena larut
air akbiat lapisan hidrofiliknya, dapat melarutkan zat-zat yang tidak larut air (dan
12
dengan demikian larut lemak) di intinya yang larut lemak. Dengan demikian, misel
merupakan vehikulum yang praktis untuk mengangkut bahan-bahan yang tidak larut
air dalam isi lumen yang banyak mengandung air. Bahan yang larut lemak yang
paling penting yang diangkut adalah produk pencernaan lemak (monogliserida dan
asam lemak bebas) serta vitamin-vitamin yang larut lemak, yang diangkut ke tempat
penyerapan dengan menggunakan misel. Jika tidak menumpang misel yang larut air
ini, nutrien-nutrien tersebut akan mengapung di permukaan cairan kimus dan tidak
pernah mencapai permukaan absortif di usus halus (Sherwood, 2001).
Selain itu, kolesterol, zat yang tidak larut air, larut dalam misel yang hidrofobik.
Mekanisme ini penting dalam homeostasis kolesterol. Jumlah kolesterol yang dapat
diangkut misel bergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin terhadap
kolesterol. Apabila sekresi kolesterol oleh hati melebihi sekresi garam empedu atau
lesitin, kelebihan kolesterol dalam empedu akan mengendap menjadi mikrokristal dan
dapat menggumpal menjadi batu empedu (Sherwood, 2001).
7. Patogenesis Hepatitis B
13
Skema pathogenesis hepatitis B (Soewingjo, 2006)
14
8. Patofisiologi Hepatitis
15
Pengaruh alkohol, virus hepatitis, toksin
Hipertermi Inflamasi pada hepar Peregangan kapsula hati
Hepatomegali
Perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas
Gangguan suplay darah normal pada sel-sel hepar
Kerusakan sel parenkim, sel hati dan duktulii empedu intrahepatik
Gangguan metabolisme karbohidrat lemak dan protein
Gglikogenesis menurun
Glukoneogenesis menurun
Glikogen dalam hepar berkurang
Glikogenolisis menurun
Glukosa dalam darah berkurang
Cepat lelah Keletihan
Nyeri Anoreksia
Perubahan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan
Perubahan kenyamanan
Kerusakan sel parenkim, sel hati dan duktuli empedu intrahepatik
Obstruksi Kerusakan konjugasi
Kerusakan sel eksresi Gangguan eksresi empedu
Retensi bilirubin
Regurgitasi pada duktuli empedu intra hepatik
Bilirubin direk meningkat
Ikterus Larut dalam airPeningkatan garam empedu dalam darah
Pruritus Perubaha kenyamanan
Eksresi ke dalam kemih
Billirubinuria dan kemih berwarna gelap
Bilirubin tidak sempura dikeluarkan melalui duktus hepatikus
Bilirubin direk meningkat
Ikterus
9. Fase-Fase Hepatitis
Fase Pre ikterik
Keluhan berdasar infeksi virus berlangsung 2-7 hari. Nafsu makan menurun, rasa
mual (nausea), kadang disertai vomitus (muntah-muntah). Perut kanan atas atau di
daerah ulu hati dirasakan sakit. Di samping itu penderita mengeluh seluruh badan
pegal-pegal, terutama di pinggang, bahu, dan malaise (merasa lemah badan), merasa
lekas lelah terutama pada sore hari. Suhu badan naik sekitar 39˚C berlangsung selama
2-5 hari. Ada kemungkinan penderita mengeluh pusing kepala yang kuduk, sehingga
sering diduga meningitis. Kadang – kadang penderita mengeluh nyeri di sendi-sendi,
lutut, siku, pergelangan tangan, kaki sehingga diduga menderita arthritis. Gatal-gatal,
urtikaria makulopapuler atau eritematus ditemukan ± 5% penderita. Keluhan gatal-
gatal ini mencolok terutama pada penderita hepatitis virus B (Sujono, 2002).
Fase ikterik
Setelah suhu badan menurun, warna urin penderita berwarna seperti teh pekat.
Keluhan ini yang pertama kali diajukan penderita. Kadang diperhatikan tinjanya
berwarna pucat. Penurunan suhu tubuh disertai bradikardi, dan mata tampak kuning.
Selama minggu pertama dari fase ikterik ini, kuningnya akan terus meningkat,
kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari (Sujono, 2002).
Selain keluhan tersebut diatas, penderita masih mengeluh merasa sakit di perut
atas,mual, kadang disusul dengan muntah-muntah, dan nafsu makan tetap
menurun.Keluhan ini dirasakan selama sekitar 7-10 hari, dan kemudian disusul
dengan timbulnya nafsu makan yang disertai berkurangnya tanda-tanda ikterus
(Sujono, 2002).
Pada saat timbulnya ikterus,kadang disertai dengan kadang-kadang (pruritus) di
seluruh badan tetapi dirasakan hanya beberapa hari saja. Rasa lesu dan lekas capai
dirasakan selama 1-2 minggu.Setelah timbulnya nafsu makan dan berkurangnya
ikterus,penderita mulai merasa segar kembali (Sujono, 2002).
16
Langkah 5. Menyusun Sasaran Belajar
1. Perbedaan Hepatitis A, B, dan C
2. Penatalaksanaan
Langkah 6. Jawaban Sasaran Belajar
1. Perbedaan Hepatitis A, B, dan C
a. Hepatitis A
Hepatitis A adalah satu-satunya hepatitis yang tidak serius dan sembuh secara
spontan tanpa meninggalkan jejak. Penyakit ini bersifat akut, hanya membuat
kita sakit sekitar 1 sampai 2 minggu. Virus Hepatitis A (HAV) yang menjadi
penyebabnya sangat mudah menular, terutama melalui makanan dan air yang
terkontaminasi oleh tinja orang yang terinfeksi. Kebersihan yang buruk pada
saat menyiapkan dan menyantap makanan memudahkan penularan virus ini.
Karena itu, penyakit ini hanya berjangkit di masyarakat yang kesadaran
kebersihannya rendah. Hepatitis A dapat menyebabkan pembengkakan hati,
tetapi jarang menyebabkan kerusakan permanen. Anda mungkin merasa
seperti terkena flu, mual, lemas, kehilangan nafsu makan, nyeri perut dan
jaundis (mata/kulit berwarna kuning, tinja berwarna pucat dan urin berwarna
gelap) atau mungkin tidak merasakan gejala sama sekali. Virus hepatitis A
biasanya menghilang sendiri setelah beberapa minggu. Untuk mencegah
infeksi HAV, ada vaksin hepatitis A untuk menangkalnya.
Untuk anak-anak anak-anak (1-18 tahun) dapat dilakukan dengan vaksinasi
dengan 2 atau 3 dosis vaksin. Orang dewasa membutuhkan dosis yang lebih
besar dengan frekuensi 6-12 bulan setelah dosis pertama vaksin. Vaksin ini
dianggap efektif selama 15 – 20 tahun atau lebih. Vaksin untuk mencegah
infeksi HAV sebelum terkena memberikan perlindungan terhadap virus sedini
2 – 4 minggu setelah vaksinasi .
Orang-orang yang divaksinasi untuk pencegahan hepatitis A, meliputi :
Pengguna menyuntik narkoba ilegal
17
Pramusaji, terutama mereka yang memiliki makanan yang kurang
hygienitas
orang yang tinggal di asrama atau kontak dekat dengan orang lain
Anak-anak yang tinggal di masyarakat yang memiliki tingkat tinggi
hepatitis
Anak-anak dan pekerja di pusat-pusat penitipan
Orang yang melakukan anal / oral seks.
Orang dengan penyakit hati kronis.
Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan dengan sabun. Orang yang
bepergian ke negara-negara berkembang dimana kondisi sanitasi yang buruk
harus divaksinasi dua bulan sebelum keberangkatan. Bagi mereka yang
terkena HAV, globulin imun (IG) harus diberikan sesegera mungkin dan
selambat-lambatnya 2 minggu setelah paparan awal.
b. Hepatitis B
Hepatitis B adalah jenis penyakit liver berbahaya dan dapat berakibat fatal.
Virus Hepatitis B (HBV) ditularkan melalui hubungan seksual, darah (injeksi
intravena, transfusi), peralatan medis yang tidak steril atau dari ibu ke anak
pada saat melahirkan.
Pada 90% kasus HBV menghilang secara alami, tetapi pada 10% kasus
lainnya virus tersebut tetap bertahan dan mengembangkan penyakit kronis,
yang kemudian bisa menyebabkan sirosis atau kanker hati. Banyak bayi dan
anak-anak yang terkena hepatitis B tidak betul-betul sembuh, sehingga
mendapatkan masalah liver di usia dewasa. Anda perlu berhati-hati dengan
virus HBV karena dapat ditularkan oleh orang yang sehat (yang tidak
mengembangkan penyakit hepatitis B) tetapi membawa virus ini.
Hepatitis B seringkali tidak menimbulkan gejala. Bila ada gejala, keluhan
yang khas dirasakan adalah nyeri dan gatal di persendian, mual, kehilangan
nafsu makan, nyeri perut, dan jaundice. Hepatitis B dapat ditangkal dengan
18
vaksin. Anak-anak biasanya mendapatkan vaksin ini sebagai bagian dari
program vaksinasi anak.
Vaksin untuk mereka yang hepatitis B juga dinilai aman dan efektif
memberikan perlindungan selama 15 tahun dan mungkin lebih lama lagi. Saat
ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit merekomendasikan bahwa
semua bayi yang baru lahir dan individu sampai dengan 18 tahun dan dewasa
berpartisipasi pada risiko infeksi divaksinasi. Tiga suntikan dalam waktu 6-12
bulan wajib memberikan perlindungan penuh.
Semua anak-anak dan remaja harus divaksinasi HBV apalagi mereka yang
aktif secara seksual. Mereka yang terlibat dalam perilaku berisiko tinggi harus
divaksinasi juga. Setiap orang yang menangani darah atau produk darah dalam
pekerjaan mereka sehari-hari harus divaksinasi (pendonor atau pekerja lab).
c. Hepatitis C
Hepatitis C menular terutama melalui darah. Sebelumnya, transfusi darah
bertanggung jawab atas 80% kasus hepatitis C. Kini hal tersebut tidak lagi
terjadi berkat kontrol yang lebih ketat dalam proses donor dan transfusi darah.
Virus ditularkan terutama melalui penggunaan jarum suntik untuk
menyuntikkan obat-obatan, pembuatan tato dan body piercing yang dilakukan
dalam kondisi tidak higienis.
Penularan virus hepatitis C (HCV) juga dimungkinkan melalui hubungan
seksual dan dari ibu ke anak saat melahirkan, tetapi kasusnya lebih jarang.
Seperti halnya pada hepatitis B, banyak orang yang sehat menyebarkan virus
ini tanpa disadari.
Gejala hepatitis C sama dengan hepatitis B. Namun, hepatitis C lebih
berbahaya karena virusnya sulit menghilang. Pada sebagian besar pasien (70%
lebih), virus HCV terus bertahan di dalam tubuh sehingga mengganggu fungsi
liver.
Evolusi hepatitis C tidak dapat diprediksi. Infeksi akut sering tanpa gejala
(asimtomatik). Kemudian, fungsi liver dapat membaik atau memburuk selama
beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun. Pada sekitar 20% pasien
19
penyakitnya berkembang sehingga menyebabkan sirosis. Saat ini belum ada
vaksin yang dapat melindungi kita terhadap hepatitis C.
Tidak ada vaksin untuk mencegah HCV. Vaksin untuk Hepatitis A dan B tidak
memberikan kekebalan terhadap hepatitis C. Tindakan preventif untuk HCV
adalah sama seperti untuk hepatitis B.
Pada pengguna obat yang memakai suntik, tidak dianjurkan berbagi jarum,
atau para pemakai dilarang saling berbagi jarum, sedotan kokain, atau
kepemilikan obat.
2. Penatalaksanaan
Farmakologi :
IFN ά 5-10 3x/minggu selama 16-24 minggu bila HBeAg +
IFN ά 5-10 3x/minggu selama 12 bulan bila HBeAg –
Vaksinasi terapi
Antivirus Lamivudin 100 mg/hari sampai 3 bulan setelah serokonversi
HBeAg
Diberikan bila ALT >2x nilai normal tertinggi dengan DNA VHB + (Sujono,
2002).
Mekanisme Kerja Interferon (IFN) alfa
Beberapa IFN sebagai antivirus, imunomodulator, anti proliferatif, dan anti
fibrotik. IFN ini tidak memiliki khasiat anti virus langsung, namun dilakukan
dengan merangsanng pembentukan berbagai macam enzim efektor yang
mempunyai efek antivirus (Ganiswarna, 2007).
Mekanisme Kerja Lamivudin
Menghambat enzim reverse transkriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik
dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin
menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat
20
yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi
karena pada sel-sel yang telah terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan convalent
closed circular (cccDNA). Mutan VHB akan mengalami kekebalan terhadap
lamivudin setelah terapi 6 bulan, dan analog yang masih bias dipakai yaitu
adefovir dan enticavir (Ganiswarna, 2007).
Non Farmakologi :
a. Pasien dapat rawat jalan selama terjamin hidrasi intake kalori yang cukup,
kecuali pasien dengan anoreksia berat.
b. Tirah baring pada pasien dengan keluhan yang berat.
c. Tidak ada diet spesifik.
d. Batasi protein pada ensefalopati hepatic.
e. Hindari alkohol dan batasi pemakainan obat-obatan.
f. Hindari aktivitas yang berlebihan.
g. Selama fase rekovelesensi diet tinggi protein diperlukan untuk proses
penyembuhan.
h. Hindari obat yang dimetabolisme dihati, bila perlu seusaikan dosisnya.
i. Harus dimonitor terhadap kejadian enslofati seperti somnolen, dan asterisk.
j. Pasien dengan gejala hepatitis fulminan segera dikirim ke pusat transplatasi.
k. Tenaga kesehatan yang merawat pasien HAV dan HEV harus cuci tangan
dengan sabun dan air.
l. Orang yang kontak erat dengan pasien HBV harus menerima vaksin HBV
(Sujono, 2002).
21
BAB III
Kesimpulan
Pada kasus PBL kali ini sesuai dengan gejala dan tanda pada ketiga informasi yang
diberikan dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja pada kasus ini adalah Hepatitis B. Oleh
karena itu, pasien diberikan terapi IFN α untuk penyakitnya dan Paracetamol untuk
meredakan simtomatiknya yaitu demam.
22
DAFTAR PUSTAKA
Daldiyono, Akbar N. 1989. Dasar Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Subbagian Gastroenterologi Subbagian Hepatologi FKUI.
E.N. Kosasih & A.S. Kosasih. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Edisi
2. Tangerang.
Ganiswarna, Sulistia G. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Hadi, Sujono. 2002. Hepatitis.Dalam : Gastroenterologi Edisi 2. Bandung : PT. Alumni
Bandung. Hal 489-491; 816-817.
Noer HMS. 1996. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Cetakan ke-3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 2005. Jakarta:
EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.
23