Post on 07-Aug-2015
Laporan Kasus Ilmu Kesehatan Anak
Di RSIA Zainab
I. Identitas pasien
No rekam medik :
Tanggal masuk RS : 4 Januari 2013
Waktu : 10.40 WIB
Nama anak : By.FL
Umur : 40 hari
Jenis kelamin : laki-laki
Nama ayah/ibu :
Pekerjaan ayah/ibu :
Alamat :
Agama : Islam
Pendidikan ayah/ibu :
II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Riwayat Imunisasi:
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :
III. Pemeriksaan fisik
Keadan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Berat badan : 7,5 kg
Tinggi badan :
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,7°C
Status general :
Kepala
Normochepali
Tidak tampak adanya deformitas
Mata
Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
Conjunctiva anemis
Sklera tidak tampak ikterik
Pupil: isokor
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak ditengah dan simetris
Mukosa hidung : tidak hiperemis
Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan
Telinga
Daun telinga : normal
Lieng telinga : lapang
Membrana timpani : intake
Nyeri tekan mastoid : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut dan tenggorokan
Bibir : pucat
Palatum : tidak ditemukan torus
Lidah : normoglosia
Tonsil : T1/T1 tenang
Faring : tidak hiperemis
Leher
JVP : (5+2) cm H2O
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Trakea : letak di tengah
Thorax
Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis
sinistra, ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis
sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : striae gravidarum
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar teraba (-), lien teraba (-),
benjolan (-)
Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, telapak tangan pucat (+),
turgor kembali lambat (-).
Ekstremitas Bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak kaki pucat (+), jari tabuh (-),
turgor kembali lambat (-), edema pretibia dan
pergelangan kaki (-), parestesia (-).
IV. Pemeriksaan penunjang
V. Diagnose kerja
Bronkopneumonia
VI. Diagnosis banding
VII. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Edukatif
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai bronkus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya.1
2. Etiologi
1) Faktor infeksi
a. Infeksi bakteri
Diplococcus Pneumoniae
Pneumococcus
Eschericia Coli
Streptococcus Pneumoniae
Staphylococcus Aureus
Merupakan bakteri penyebab bronkopneumonia pada bayi dan anak-
anak berumur muda, yang berat, serius dan sangat progresif dengan
mortalitas tinggi.
b. Infeksi Virus
Respiratory Syncytial Virus, Virus Sitomegalo, Virus Influenza,
Virus Parainfluenza 1, 2, 3, Virus Adeno, Virus Rino, Virus Epstein-Barr
2) Faktor non infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esofagus meliputi1,10 :
a. Bronkopneumonia lipoid
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung
pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak hewani yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
b. Bronkopneumonia hidrokarbon
Terjadi karena aspirasi zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan
bensin.
3. Pathogenesis
Dalam keadaan sehat, paru-paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru-paru merupakan ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru-paru dapat melalui berbagai cara, antara lain:
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
4. Penyebaran secara hematogen
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke bronkus, bronkiolus dan alveoli yang menyebabkan radang
pada jaringan sekitarnya.1,10
Mikroorganisme yang terinhalasi ke dalam saluran nafas akan
menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas yang dapat menimbulkan gejala-
gejala seperti batuk, pilek, dan demam ringan. Apabila hal ini tidak diobati
dengan segera dan sistem imun tubuh sedang menurun maka infeksi akan
berlanjut ke saluran nafas bawah. Hal ini akan direspon dengan mengaktivasi silia
dan mengeluarkan sekresi mukus untuk mengeluarkan benda asing yang masuk.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya batuk produktif pada penderita
bronkopneumonia.
Selain itu, mikroorganisme yang difagosit oleh makrofag akan
mengeluarkan sitokin berupa interleukin-1 (IL-1) yang mengakibatkan
hipotalamus menginduksi pelepasan prostaglandin E-2 (PGE-2) yang akan
menaikkan set point. Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya demam.1,10
Selanjutnya, timbul edema yang merupakan reaksi jaringan yang akan
mempermudah proliferasi kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel polimorfo nuklear
(PMN), fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Kemudian, deposisin fibrin akan
semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses
fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu.
Selanjutnya, jumlah makrofag mengalami peningkatan di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini
disebut stadium resolusi. Namun, sistem bronkopulmoner jaringan paru yang
tidak terkena akan tetap normal.9
4. Stadium
a. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
bakteri dalam jumlah banyak, beberapa netrofil dan makrofag.
b. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus
didapatkan fibrin, leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
c. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan
pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leuksoit,
tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif.
d. Stadium resolusi (7-12 hari)
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.
Secara patologi anatomi bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris
dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak
teratur. Dengan pengobatan antibiotik urutan stadium khas ini tidak terlihat.
5. Manifestasi klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.1
6. Diagnosis
1. Anamnesis
Hal-hal yang dapat ditanyakan selama anamnesis meliputi9 :
a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur
orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama : sebagian besar balita penderita bronkopneumonia dibawa
karena sesak nafas.
c. Riwayat perjalanan penyakit :
Demam
Batuk dan pilek
Sesak nafas
d. Riwayat penyakit sebelumnya
e. Riwayat imunisasi
f. Riwayat makanan : ASI, PASI
g. Riwayat kontak dengan orang lain yang menderita penyakit tertentu
h. Riwayat berobat
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi dapat dijumpai keadaan sebagai berikut9 :
a. Gelisah
b. Malaise
c. Merintih
d. Batuk
e. Sesak nafas
f. Nafas cuping hidung
g. Retraksi dada suprasternal, intercostal ataupun subcostal
h. Sianosis
Sedangkan pada perkusi dan auskultasi bronkopneumonia dijumpai
ronki basah halus nyaring tersebar, pekak tidak nyata. Namun, perkusi dan
auskultasi dari bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisiknya tergantung pada
luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai
adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah
gelembung halus sampai sedang.1 Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu
(konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.17
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 –
40.000/ mm3 dengan predominan PMN. Terjadi pergeseran ke kiri.
Leukopenia (< 5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk.
Leukositosis hebat ( > 30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan
adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremia,
dan resiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.9
Nilai hemoglobin (Hb) biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
Peningkatan Laju Endap Darah (LED).
Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak
diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara
hapusan tenggorok (throat swab) namun pada balita hal ini sulit
untuk dilakukan.16
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia pada
kasus berat. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.16
b. Pemeriksaan radiologi
Ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.16
7. Penatalaksanaan
Pengobatan bertujuan untuk mengeradikasi infeksi, menurunkan
morbiditas dan mencegah komplikasi. Pada bronkopneumonia, karena termasuk
dalam gejala pneumonia berat maka merupakan indikasi untuk dirawat di rumah
sakit. Pengobatan bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
1. Pemberian antibiotika polifragmasi selama 10 - 15 hari, meliputi :
a. Ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah klorampenikol
dengan dosis :
Umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari
Umur > 6 bulan : 50-75 mg/KgBB/hari
Dosis dibagi dalam 3-4 dosis
b. Atau ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah
gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari diberikan dalam 2 dosis.
c. Pada penderita yang dicurigai resisten dengan obat tersebut berdasarkan
riwayat pemakaian obat sebelumnya, atau pneumonia berat dengan
tanda bahaya, atau tidak tampak perbaikan klinis dalam 3 hari, maka
obat diganti dengan cephalosporin generasi ke-3 (dosis tergantung jenis
obat) atau penderita yang tadinya mendapat kloramfenikol diganti
dengan gentamisin dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hr diberikan dalam 2
dosis.
2. Terapi cairan
Cairan IV desktrose 5 % ditambah NaCl 15 %
3. Tindak lanjut
a. Pengamatan rutin :
Frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan vena, hepatomegali, tanda
asidosis, dan tanda komplikasi.
b. Indikasi pulang : Bila tidak sesak dan intake adekuat.
8. Komplikasi
Bila bronkopneumonia tidak ditangani secara tepat, maka komplikasinya
adalah sebagai berikut 1,10:
1. Otitis media akut (OMA) : Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara,
kemudian gendang telinga akan tertarik kedalam dan timbul efusi.
2. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru.
3. Efusi pleura.
4. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
6. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
7. Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial.
9. Prognosis
Sembuh total bila didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas
lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein
dan datang terlambat untuk pengobatan.1
REFERENSI
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak . Infomedika . Jakarta. 2010; 11:1228-1233.
2. World Health Organization.Pneumonia Kills More Children Than Any Other Diseases; 2005. Available from : (http://www.who.int)
3. Ginting, Susi. Pneumonia, Penyebab Kematian Balita Nomor Satu. Januari 2009. Diunduh dari : (http://www.kematian.biz/pdf/article/health/pneumonia-penyebab-kematian-balita-nomor-satu.pdf)
4. Saroso, Sulianti.. Pneumonia. Februari 2007. Diunduh dari : (http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=48)
5. Muchtar D, Ridwan. Kendala Pernafasan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Cermin Dunia Kedokteran. 1992; 80: 47-48.
6. Hidayat. Askep pada Anak dengan Bronkopneumonia; 2009. Diunduh dari : (http://hanikamioji.wordpress.com)
7. World Health Organization. Reducing child deaths from pneumonia; 2009. Available from : (http://www.who.int)
8. Yuwono, Djoko. Besaran Penyakit pada Balita di Indonesia; 2007. Diunduh dari : (http://www.bmf.litbang.depkes.go.id)
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. 2008; I : 350-365. 10. Behrman,Richard E, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan I. Jakarta:EGC.
2000. p.883-889.