Post on 03-Jan-2016
BAGIAN IKM IKK PROPOSAL PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2013
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
GAMBARAN PENYAKIT KULIT PADA PETANI
TAMBAK DI DESA SALIPOLO KEC.CEMPA
KAB.PINRANG TAHUN 2013
Oleh:
Sudaeri Abbas 110.207.042
Pembimbing I :
dr.H.Ikhsan Madjid,MS.PKK
Pembimbing II :
dr.Lisa Yuniarti,SpKK
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
DI BAGIAN IKM-IKK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemulung merupakan pekerja yang mengumpulkan dan memilah sampah untuk dijual ke
pendaur. Pendaur adalah pihak yang mengolah sampah menjadi produk lain yang lebih
mempunyai nilai ekonomi. Pemulung dan cara hidupnya termasuk bagian dari kebudayaan (sub
kultur). Pekerjaan memulung yang selalu berhubungan dengan sampah menimbulkan pandangan
bahwa cara hidup pemulung adalah cara hidup yang kotor dan negatif.1
Pemulung merupakan bagian penting dalam program daur ulang sampah, Salah satu
program daur ulang kemasan kertas yang dilakukan oleh pemulung di Bandung dan sekitarnya
berhasil mengumpulkan hampir 530 Ton kemasan kertas bekas tersebut pada tahun 2008 dan
2009. Dengan adanya kertas daur ulang tersebut, maka akan mengurangi pemakaian pulp firgin
yang akan berdampak pada pengurangan penebangan hutan dan akan berdampak lagi kepada
pemanasan global. Begitu panjang rantai manfaat yang diberikan oleh hasil kerja seorang
pemulung.1
Pemulung juga telah membantu mengurangi biaya pemerintah untuk pengumpulan,
pengangkutan dan pengolahan sampah dari masyarakat. Dengan adanya pemulung maka volume
yang dikumpulkan, diangkut dan diolah menjadi lebih sedikit. Pemulung dapat mengurangi
volume sampah sekitar 20% . Penghematan biaya pengelolaan dapat dihitung dengan melihat
data laju produksi sampah th 2008 sebesar 800 g/org/hari, total laju sampah 2008 adalah 176 ribu
Ton/hari. Volume yang dikurangi oleh Pemulung adalah 35.200 Ton/hari. Bila biaya pengolahan
sampah Rp. 50.000/ton , maka biaya pengolahan sampah yang dihemat adalah
Rp.1.760.000.000/hari.
Jika dilihat dari segi kesehatan, pekerjaan memulung memiliki risiko yang sangat tinggi
untuk terkena penyakit. Dengan lingkungan kerja dan tempat tinggal yang tidak kondusif serta
kotor, kemungkinan besar pemulung dapat terjangkit berbagai macam penyakit seperti, batuk
pilek, gata-gatal, diare dan lain-lain. Kondisi ini juga diperparah dengan gizi yang tidak baik
serta akses pelayanan kesehatan yang sangat minim. Dari segi keselamatan kerja, pemulung juga
memiliki risiko yang cukup tinggi untuk mengalami kecelakaan. 1,2
Pemulung selalu berhubungan dengan sampah yang terdiri dari berbagai benda dan
materi baik organik maupun anorganik, salah satunya adalah benda-benda tajam yang bisa
mengakibatkan luka dan goresan pada pemulung. Selain masalah risiko kesehatan dan
keselamatan, terkadang pemulung juga dihadapkan pada penolakan masyarakat karena kehadiran
pemulung dianggap mengganggu dan menimbulkan keresahan serta ketidaknyamanan
masyarakat. 1,2
Dalam melakukan aktivitas, pemulung tidak terlalu memperhatikan kesehatan diri
maupun lingkungan sekitarnya. Bau tidak sedap, benda benda berbahaya yang mengandung zat
kimia dan bakteri ditempat tumpukan sampah, dianggap tidak menjadi risiko bagi kesehatan
mereka. Padahal barang bekas yang sebelumnya digunakan sebagai bahan pembungkus zat kimia
sangat berbahaya jika bersentuhan langsung dengan kulit atau terhirup melalui hidung. Sebagai
contoh bahan kimia yang ada pada bekas botol seperti botol-botol dari laboratorium, rumah sakit,
aki bekas, dan kardus-kardus bekas pembungkus bahan kimia yang banyak mengandung
kalsium, mangan dan besi, seperti pada kertas HVS, jika komponen barang bekas tersebut
sampai termakan, maka akan menyebabkan orang jatuh sakit. Barang-barang bekas yang
mengandung bakteri ataupun kuman akan menjadi bibit penyakit, seperti bakteri coli penyebab
disentri atau bakteri penyebab penyakit kusta dan lain-lain akan. 1,2,3
Bakteri ini bisa masuk ke tubuh manusia melalui pori-pori, kulit atau pernapasan.
Kondisi seperti ini diperparah dengan prilaku tidak sehat pemulung seperti makan di area kerja
bersebelahan dengan tumpukan sampah dan prilaku merokok sambil mengambil sampah. 1,2
Pemulung tersebar di 7 kota besar di Indonesia yaitu: Jakarta, Semarang, Bandung,
Surabaya, Yogyakarta, Purwokerto, dan Menado. Berdasarkan produksi sampah per orang 800
g/hari, dengan jumlah penduduk tahun 2008 sekitar 220 juta jiwa, maka diperkirakan jumlah
timbulan sampah nasional saat ini sebesar 176 ribu ton/hari (KLH 2010).
1.2 Tujuan Survei
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum survei adalah untuk mengetahui tentang aspek K3 pada Pemulung
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang faktor Hazard yang dialami Petugas Pemulung
b. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu
kesehatan petugas pemulung
c. Untuk mengetahui tentang Alat Pelindung Diri yang dugunakan petugas Pemulung
d. Untuk mengetahui tentang ketersediaan obat P3K di tempat kerja petugas pemulung
e. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan
(sebelum kerja,berkala,berkala khusus)
g. Untuk mengetahui keluhan / penyakit yang dialami berhubungan dengan pekejaan
pada petugas pemulung
i. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan misalnya ada
penyuluhan/pelatihan,pengukuran/pemantauan lingkungan tentang Hazard yang pernah
dilakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemulung adalah pekerja yang memisahkan atau mengambil barang-barang yang sudah
dianggap tidak berguna oleh pihak yang membuangnya. Barang-barang yang masih dianggap
bernilai guna tersebut akan dikumpulkan untuk kemudian dijual ke lapak atau bandar untuk
selanjutnya dijual kepada pendaur. Para pemulung ini bekerja mulai dari pemukiman penduduk
hingga lokasi Tempat Panampungan Sementara (TPS) atau bahkan ada yang di Tempat
Pengolahan Akhir (TPA) sebelum sampah itu benar-benar dibuang karena tidak bernilai guna
lagi. 1,2
Secara umum, kondisi lingkungan pemulung rentan terjadi kecelakaan kerja, di mana
pemulung cenderung mengabaikan keselamatan dirinya ketika terjadi pembongkaran dan
pemindahan sampah oleh Bulldozer. Begitu pula ketika sampah diturunkan dari truk, para
pemulung berebut sampah yang memiliki nilai jual. Risiko terjadinya kecelakaan sangat besar,
mengingat tidak semua pemulung melengkapi dirinya dengan berbagai peralatan keselamatan
kerja, seperti helm, sarung tangan dan penutup hidung. Kondisi kerja memiliki potensi terjadinya
kecelakaan terhadap pemulung. Mereka mengabaikan keselamatan dirinya ketika terjadi
pembongkaran dan pemindahan sampah oleh Bulldozer dan aktivitas bongkar muat olek truk
sampah. Para pemulung berebut sampah yang memiliki nilai jual. Beberapa pemulung bahkan
hanya mengenakan sandal jepit. 1,2
Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) adalah suatu areal yang
menampung sampah dari hasil pengangkutan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) maupun
langsung dari sumbernya dengan tujuan akan mengurangi permasalahan kapasitas atau timbunan
sampah yang ada di masyarakat umumnya. Permasalahan terjadi karena sampah tidak diproses
atau diolah dengan baik dan dianggap selesai dengan cara open dumping (Suyono dan Budiman,
2010).
a. Faktor Hazard yang dialami petugas pemulung
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, dalam melakukan
pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat
sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping
faktor manusianya. Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat
dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest,
sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan
upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. 1,2,3
Pada lingkungan kerja, kesehatan dan kinerja seorang pekerja dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja.
Berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai
dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
2. Spesifikasi dan Kuantitas Pekerjaan.
Hal ini bergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh dan
sebagainya.
3. Lingkungan Kerja.
Faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Kondisi tempat kerja yang sangat kumuh dan berbau merupakan sumber berbagai
penyakit yang berpotensi menyerang para pemulung Potensi penyakit yang ada adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Atas), alergi kulit, radang paru-paru, asma, anemia dan lain-lain.
Gangguan kesehatan itu disebabkan oleh asap dari pembakaran sampah, tebaran debu sampah,
bau busuk yang terbawa angin dan sebagainya. Belum lagi potensi tertular oleh penyakit infeksi
seperti HIV/AIDS atau penyakit lainnya. Penularan tersebut dapat terjadi melalui jarum suntik
yang tertusuk ke tangan ataupun ke telapak kaki. 1,2
Risiko Kesehatan yang dapat terjadi adalah dari kebiasaan sebagian besar pemulung
mengkonsumsi makanan sisa yang ditemukan di TPS, menunjukkan bahwa pemulung
menanggung risiko rentan kesehatan. Demikian juga terhirupnya gas metan dan bau busuk yang
mencemari udara di TPS menyebabkan para pemulung sering merasakan keluhan penyakit
seperti sakit kepala, sesak nafas dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) 1,2,3,4
Tabel 1 : Faktor Hazard yang dialami pada pemulung
NO. HAZARD TAFSIRAN
1. ●bakteri, jamur ●Sangat mungkin terjadi
●Pengaruh serius
2. ●Berdiri membungkuk terlalu lama
pada saat memungut sampah
●Tangan kesleo saat memungut
sampah sembarangan
● Hampir pasti terjadi
●Pengaruh ringan
3. ●pemungutan sampah tanpa masker ●Pengaruh fatal
●sangat mungkin terjadi
4. ●ejekan / sindiran ●Hampir pasti terjadi
●Pengaruh sangat ringan
5. ●suhu panas hampir pasti terjadi
●Pengaruh serius
b. Alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas pemulung
Sebagian besar pemulung yang ada di Makassar menggunakan alat kerja terbatas saat
bekerja 1,2
1. Gerobak/roda dua
Alat ini sangat berfungsi sekali untuk mencari dan mengais barang yang berguna,
sehingga dengan memakai gerobak/roda dua pemulung dapat mencari barang sebanyak-
banyaknya. 1,2
2. Karung
Pemulung yang menggunakan karung sebagai alat kerjanya sangat sering
ditemui,terutama di Kota seperti Makassar, biasanya alat ini dipakai supaya lebih praktis, karena
dengan memakai karung bisa masuk ke gang-gang sempit dan kebanyakan yang memakai
dengan alat karung mayoritas anak-anak kecil. Kekurangan jika menggunakan alat ini (karung)
hasil dari pilahannya sangat minim. 1,2
3. Keranjang yang dipanggul di pundak yang berguna untuk menampung barang hasil pulung. 1,2
4. Ganco, digunakan sebagai alat pengambil sampah untuk mempermudah pemungutan
sampah. 1,2
Kegiatan kerja pemulung yang kontak langsung dengan Sampah membuat mereka sangat
rentan mengalami gangguan kesehatan dan penyakit, penggunaan alat kerja seperti karung untuk
menampung pulungan yang didapat sangat mungkin mengadung bibit penyakit seperti
bakteri,jamur,virus ataupun parasit, apalagi karung yang digunakan sebagai alat kerja sangat
jarang diganti selama kondisinya masih layak untuk dipakai. 1,2
Penggunaan Ganco sebagai alat pengambil sampah juga dapat menjadi faktor resiko
pemulung mengidap suatu penyakit, jika Ganco yg digunakan sudah berkarat hal ini dapat
menjadi media pertumbuhan Bakteri. 1,2,3
c. APD yang digunakan petugas pemulung
Pemulung merupakan sebuah pekerjaan meskipun keberadaannya kurang disenangi oleh
sebagian besar masyarakat. bekerja sebagai pemulung memiliki resiko bahaya yang cukup besar
karena tempat kerja yang sangat berbahaya dan tidak adanya perlindungan kerja yang maksimal
diberikan oleh pemerintah. Paling tidak mereka melindungi diri mereka secara sederhana,
peralatan yang digunakan juga jauh dari kata aman. Usaha keselamatan kerja itu standar, antara
lain :
a. Topi, untuk melindungi kepala dari cuaca panas, hujan, kotoran, dan benda keras.
b. Kacamata, gelap, untuk melindungi mata dari cahaya matahari.
c. Masker, berupa penutup hidung dan mulut yang berguna untuk melindungi saluran pernafasan
dari debu, bahan kimia, dan kuman penyakit.
d. Jaket atau baju lengan panjang, untuk melindungi kulit dari sengatan matahari dan untuk
menjaga kebersihan badan dari sampah yang membawa kuman penyakit.
e. Sarung tangan, untuk perlindungan diri terhadap kontak langsung dengan sampah dan barang/
benda tajam.
f. Sepatu boats, untuk melindungi kaki dari dari bahan-bahan tajam dan dari parasit tanah
(cacing)
d. Pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum
kerja,berkala,berkala khusus)
Untuk menangani masalah gangguan kesehatan masyarakat di sekitar TPA, Pemerintah
Kota makassar membangun sebuah Puskesmas Pembantu (Pustu) di lahan TPA Tamangapa.
Masyarakat, baik yang berprofesi sebagai pemulung maupun masyarakat non pemulung tidak
dikenakan biaya bila berobat di Pustu TPA Tamangapa. Menurut keterangan salah seorang staf
kesehatan yang bertugas di Pustu Tamangapa, yang paling banyak memanfaatkan Pustu adalah
para pemulung. Masyarakat sekitar TPA jarang yang berobat ke Pustu TPA Tamangapa.
Umumnya, bila mendapat gangguan kesehatan masyarakat non pemulung berobat ke Puskesmas
Manggala, sekitar 2 km dari TPA, atau ke dokter dan Rumah Sakit yang ada di Kota Makassar
(wawancara dengan Perawat Alfrida Dinas Kesehatan Kota Makassar, 3 Juli 2007).3
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pemulung cenderung dilakukan ketika mereka
sudah merasakan keluhan yang mengganggu aktivitas pekerjaan nya.beberapa dari mereka
melakukan pemeriksaan kesehatan gratis secara berkala di Puskesmas tetapi jumlah ini lebih
kecil dibandingkan mereka yang melakukan pemeriksaan kesehatan ketika keluhan sudah
mengganggu aktivitas pekerjaan mereka. 3
e. Keluhan / penyakit yang dialami berhubungan dengan pekejaan pada petugas pemulung
Berkaitan dengan kesehatan masyarakat disekitar TPA, berdasarkan data angka kejadian
penyakit (incidence rate) di Puskesmas Tamangapa terdapat 6 jenis penyakit yang paling sering
dialami pemulung (lihat Error! Reference source not found.), dan kecelakaan kecil seperti
tertusuk paku, tergores pecahan kaca adalah yang paling sering ditangani oleh Pustu. Sebagian
besar pemulung tidak menyadari bahwa kecelakaan kecil seperti itu dapat mengakibatkan
tetanus. Namun karena keterbatasan fasiltas dan obat-obatan, selama ini Pustu TPA Tamangapa
tidak menangani secara langsung penyakit tetanus. Bila terjadi kasus penyakit tetanus atau
penyakit yang lebih berat, biasanya dirujuk ke Rumah Sakit Daerah yang ada di Kota Makassar
yang memiliki fasilitas dan sarana kesehatan yang lebih lengkap. Penanganan kasus penyakit
atau akibat kecelakaan kerja di Pustu TPA lebih bersifat pertolongan pertama. Berdasarkan
pengakuan Alfrida, selama bertugas menjadi perawat, sejak tahun 2003 sampai sekarang, belum
pernah ditemukan kasus kematian yang diakibatkan oleh penyakit tetanus. 3
Kondisi tempat kerja yang sangat kumuh dan berbau merupakan sumber berbagai
penyakit yang berpotensi menyerang para pemulung Potensi penyakit yang ada adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Atas), alergi kulit, radang paru-paru, asma, anemia dan lain-lain.
Gangguan kesehatan itu disebabkan oleh asap dari pembakaran sampah, tebaran debu sampah,
bau busuk yang terbawa angin dan sebagainya. Belum lagi potensi tertular oleh penyakit infeksi
seperti HIV/AIDS atau penyakit lainnya. Penularan tersebut dapat terjadi melalui jarum suntik
yang tertusuk ke tangan ataupun ke telapak kaki. 1,2,3,4
Risiko Kesehatan yang dapat terjadi adalah dari kebiasaan sebagian besar pemulung
mengkonsumsi makanan sisa yang ditemukan di TPS, menunjukkan bahwa pemulung
menanggung risiko rentan kesehatan. Demikian juga terhirupnya gas metan dan bau busuk yang
mencemari udara di TPS menyebabkan para pemulung sering merasakan keluhan penyakit
seperti sakit kepala, sesak nafas dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Kondisi ini semakin
diperparah dengan tidak dipergunakannya Alat Pelindung Diri (APD) pada saat bekerja yang
sangat sederhana seperti sepatu, topi, masker, sepatu booth dll, yang tidak memenuhi persyaratan
sebagai pelindung yang dapat memberikan keamanan dan kenyamanan terhadap ancaman
gangguan kesehatan. 1,2,3,4
Penyakit yang biasanya ditemukan pada pekerja yang berkontak dengan sampah adalah:
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang berasal
dari sampah dan terbawa di dalam udara yang dihirup oleh manusia saat bernapas.
2. Alergi kulit: karena kontak dengan sampah ataupun dengan air yang tercemar disekitar lokasi
kerja TPS/TPA. Ini sangat berkaitan dengan kondisi air yang digunakan, kebersihan diri, dan
lingkungan kerja dan rumah.
3. Infeksi kulit, disebabkan oleh kutu air dan biasanya berkembang saat musim penghujan dan
lingkungan sampah yang tergenang air.
4. Infeksi paru-paru, karena bakteri/virus dari sampah gejalanya adalah batuk-batuk terutama
waktu malam ini secara spesifik merupakan penyakit TBC yang dibuktikan dari hasil rontgen.
Kondisi ini diperparah oleh status gizi yang rendah, yang ditandai dengan berat badan yang terus
menurun.
5. Menceret-menceret (muntaber) karena salah makan makanan yang kotor, tidak mencuci
tangan.
6. Pusing kepala, karena suhu yang tidak seimbang disebabkan oleh perbedaan suhu badan dan
suhu lingkungan sekitar .
7. Sesak napas dan keracunan gas, tumpukan sampah akan mengalami proses penguraian yang
menghasilkan gas diantaranya gas metan (CH4). Setiap 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg
gas metana. Gas lain yang juga dihasilkan oleh sampah ada CO2. Kedua gas ini merupakan
penyumbang terbesar dari gas rumah kaca.
f. Upaya K3 lainnya yang dijalankan seperti
penyuluhan/pelatihan,pengukuran/pemantauan lingkungan tentang Hazard yang pernah
dilakukan
Upaya Pemerintah Kota untuk menjaga kesehatan masyarakat sekitar TPA adalah dengan
melakukan penyemprotan lalat. Lalat adalah salah satu vector yang membawa sumber penyakit
baik bagi pemulung maupun masyarakat yang tinggal sekitar TPA. Untuk mengurangi
berjangkitnya penyakit yang diakibatkan oleh keberadaan lalat, Dinas Kesehatan Makasar secara
rutin melakukan penyemprotan untuk mengurangi populasi lalat setiap 3 bulan sekali. Selama
tahun 2007 baru dua kali penyemprotan lalat.3
Menurut pengakuan seorang warga kampung Bontoa, populasi lalat biasanya meningkat
pada musim hujan, sedang di musim kemarau populasinya tidak terlalu banyak bila dibanding
dengan musim hujan. Masyarakat sekitar TPA berharap bahwa penyemprotan tidak hanya
dilakukan 3 bulan sekali, minimal satu bulan sekali diadakan penyemprotan untuk mengurangi
populasi lalat. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan pada tanggal 6 September 2007, populasi
lalat di lokasi TPA tidak banyak, kecuali di lokasi penimbunan sampah aktif di blok E. 3
Sedangkan untuk mengurangi kecelakaan kerja, Departemen Sosial bekerja sama dengan
Dinas Pekerjaan Umum pernah menyelenggarakan pelatihan dan pemberian bantuan alat-alat
pengamanan diri (APD), seperti sepatu boot, helm pengaman, sarung tangan dan penutup hidung.
Pelatihan dilaksanakan pada bulan juli 2003. Namun, pelatihan ini hanya ditujukan kepada para
karyawan UPTD yang terlibat dalam operasi sehari-hari TPA tanpa mengikutsertakan
pemulung.3
BAB III
CARA SURVEI
A. Cara Survei
Cara survey yang digunakan adalah Walk Thru Survey yang merupakan teknik utama
yang penting untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya di lingkungan kerja yang
dapat memberikan efek atau gangguan pada kesehatan pekerja yang terpajan, dengan Walk Thru
survey didapatkan informasi yang relatif sederhana tapi cukup lengkap dalam waktu yang relatif
singkat .
C. Lokasi Survey
Survey dilakukan di tempat pembuangan sampah akhir Tamangapa kota Makassar.
D. Jadwal Survey
Survey dilakukan pada hari Senin – Sabtu (9 Juli-14 Juli 2013).
D. HASIL SURVEI
a. Hazard lingkungan kerja :
No Faktor Hazard Hasil1. Faktor Kimia
Jenis Bahan KimiaAdaCair,Padat, Uap,Gas
2 Faktor BiologiSumberHygine perorangan Penyebab
AdaMakanan,Sampah,orang sakit,gigitan binatangBurukBakteri,Virus,Jamur,Cacing/Parasit
3 Faktor ErgonomicPosisi tubuh saat bekerjaCara Bekerja
AdaBerdiri tegak,lebih sering bungkukMengangkat,Mendorong,Menarik
4 Faktor PsikososoalJadwal KerjaHubungan interpersonalBeban kerjaKemampuanGaji
AdaPagi-Soreh(petang)Baik (dengan atasan,teman selevel,bawahan)Tidak menentu (Banyak-Sedang)Pendidikan rendahSesuai dengan banyak dan jenis pulungan
b. Alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas pemulung
No1 Penggunaan alat kerja Ada2 Nama alat Karung,Ganco, Gerobak3 Penggunaan alat Terus menerus4 Alat kerja yang berhubungan dengan anggota –
badanADA. Karung diletakkan di pundak / kepala
c. APD yang digunakan petugas pemulung
NoPenggunaan APD ADAJenis APD Topi/penutun kepala & Sendal jepitPemeliharaan Tidak dibersihkan dan tidak tersimpan rapiDipakai selama bekerja YA
d. Pemeriksaan Kesehatan Yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum bekerja,berkala,berkala khusus)
NOPemeriksaan Kesehatan YABukti Hasil pemeriksaan kesehatan Tidak adaWaktu pemeriksaan kesehatan Saat Sakit saja
e. Keluhan/Penyakit yang dialami berhubungan dengan pekerjaan pada petugas Pemulung
NOKeluhan Kesehatan / Sakit YAJenis Keluhan /Sakit yang paling sering ISPA ,DIARE,Pen.KULIT
f. Upaya K3 lainnya yang dijalankan
NOPenyuluhan Tidak AdaPelatihan Tidak Ada
BAB IV
PEMBAHASAN
a. Faktor Hazard yang dialami petugas pemulung
Secara umum, kondisi lingkungan pemulung rentan terjadi kecelakaan kerja, di mana
pemulung cenderung mengabaikan keselamatan dirinya ketika terjadi pembongkaran dan
pemindahan sampah oleh Bulldozer. Begitu pula ketika sampah diturunkan dari truk, para
pemulung berebut sampah yang memiliki nilai jual. Risiko terjadinya kecelakaan sangat besar,
mengingat tidak semua pemulung melengkapi dirinya dengan berbagai peralatan keselamatan
kerja, seperti helm, sarung tangan dan penutup hidung. Kondisi kerja memiliki potensi terjadinya
kecelakaan terhadap pemulung. Mereka mengabaikan keselamatan dirinya ketika terjadi
pembongkaran dan pemindahan sampah oleh Bulldozer dan aktivitas bongkar muat olek truk
sampah. Para pemulung berebut sampah yang memiliki nilai jual. Beberapa pemulung bahkan
hanya mengenakan sandal jepit
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, dalam melakukan
pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat
sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping
faktor manusianya. Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat
dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest,
sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan
upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. 1,2,3
Dari Hasil survey langsung di tempat kerja pemulung yang kami lakukan di dapatkan
adanya faktor Hazard yang dialami petugas pemulung, seperti faktor kimia dari sampah atau
hasil pulungan mereka yang berupa benda cair,padat,Uap ataupun Gas. Faktor biologi juga
menjadi faktor Hazard bagi pemulung yang bersumber dari makanan, sampah,cairan tubuh orang
sakit atau gigitan binatang yang terkontaminasi oleh bakteri,virus,jamur/parasit yang
dihubungkan juga oleh hygine para pemulung yang cenderung buruk,kebiasaan mencuci tangan
setelah bekerja dan sebelum makan yang cenderung diabaikan.Faktor ergonomic juga
berpengaruh dimana posisi tubuh saat berkerja yang lebih sering membungkuk dan cara bekerja
para petugas pemulung yang mengangkat,membungkuk dan menarik membuat mereka
cenderung mengalami masalah ketidaknyamanan dan sering menaglami keluhan pada tulang
belakang., faktor psikososial juga menjadi faktor Hazard pada pemulung, jadwal kerjayang
dimulai sejak pagi hingga soreh,,beban kerja yang cenderung banyak dan kemampuan
pendidikan yang rendah, meski demikian rata-rata hubungan interpersonal dengan teman atau
pun dengan pengumpul diantara mereka Baik.
b. Alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas pemulung
Sebagian besar pemulung yang menggunakan alat kerja terbatas saat bekerja 1,2
1. Gerobak/roda dua
Alat ini sangat berfungsi sekali untuk mencari dan mengais barang yang berguna,
sehingga dengan memakai gerobak/roda dua pemulung dapat mencari barang sebanyak-
banyaknya. 1,2
2. Karung
Pemulung yang menggunakan karung sebagai alat kerjanya, biasanya alat ini dipakai
supaya lebih praktis, karena dengan memakai karung bisa masuk ke gang-gang sempit dan
kebanyakan yang memakai dengan alat karung mayoritas anak-anak kecil. Kekurangan jika
menggunakan alat ini (karung) hasil dari pilahannya sangat minim. 1,2
3. Keranjang yang dipanggul di pundak yang berguna untuk menampung barang hasil pulung. 1,2
4. Ganco, digunakan sebagai alat pengambil sampah untuk mempermudah pemungutan
sampah. 1,2
Kegiatan kerja pemulung yang kontak langsung dengan Sampah membuat mereka sangat
rentan mengalami gangguan kesehatan dan penyakit, penggunaan alat kerja seperti karung untuk
menampung pulungan yang didapat sangat mungkin mengadung bibit penyakit seperti
bakteri,jamur,virus ataupun parasit, apalagi karung yang digunakan sebagai alat kerja sangat
jarang diganti selama kondisinya masih layak untuk dipakai. 1,2
Penggunaan Ganco sebagai alat pengambil sampah juga dapat menjadi faktor resiko
pemulung mengidap suatu penyakit, jika Ganco yg digunakan sudah berkarat hal ini dapat
menjadi media pertumbuhan Bakteri. 1,2,3
Begitu juga kami dapatkan dari Hasil survey dilapangan, kebanyakan para pemulung
menggunakan peralatan seadanya saat bekerja, Karung dan Ganco adalah alat kerja yang paling
sering kami temui yang dibawah oleh para pemulung,Karung tersebut digunakan terus menerus
selama tidak mengalami kerusakan atau Robek yang parah sehingga tampak kotor hal ini dapat
menjadi media perkembangan bagi bakteri,jamur ataupun parasit yang dapat mengganggu
kesehatan pada pemulung.
Penggunaan Ganco atau alat pengais sampai yang karatan juga kami dapatkan pada
survey dilapangan, alat yang karatan dapat menjadi sumber penularan penyakit seperti tetanus
ada pemulung.
C. APD yang digunakan petugas pemulung
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, pesonal protective
equipment atau Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk
melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya
(hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan
lainnya.
Dalam hirarki hazard control atau pengendalian bahaya, penggunaan alat pelindung diri
merupakan metode pengendali bahaya paling akhir. Artinya, sebelum memutuskan untuk
menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui terlebih dahulu, dengan melakukan upaya
optimal agar bahaya atau hazard dapat dihilangkan atau paling tidak dikurangi.
Usaha keselamatan kerja itu standar, antara lain :
a. Topi, untuk melindungi kepala dari cuaca panas, hujan, kotoran, dan benda keras.
b. Kacamata, gelap, untuk melindungi mata dari cahaya matahari.
c. Masker, berupa penutup hidung dan mulut yang berguna untuk melindungi saluran pernafasan
dari debu, bahan kimia, dan kuman penyakit.
d. Jaket atau baju lengan panjang, untuk melindungi kulit dari sengatan matahari dan untuk
menjaga kebersihan badan dari sampah yang membawa kuman penyakit.
e. Sarung tangan, untuk perlindungan diri terhadap kontak langsung dengan sampah dan barang/
benda tajam.
f. Sepatu boats, untuk melindungi kaki dari dari bahan-bahan tajam dan dari parasit tanah
(cacing)
Tetapi alat-alat pelindung tersebut sangat jarang digunakan oleh para petugas pemulung,,
dari hasil survey kami dilapangan, kebanyakan para pemulung hanya menggunakan apa yang
mereka punya(seadanya) untuk bekerja,sehingga sangat jarang pemulung yang memilki alat
pelidung diri saat bekerja yang lengkap.Alat pelindung diri yang kebanyakan digunakan
hanyalah Topi/penutup kepala dan sandal jepit.
d. Pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum
kerja,berkala,berkala khusus)
Untuk menangani masalah gangguan kesehatan masyarakat di sekitar TPA, Pemerintah
Kota makassar membangun sebuah Puskesmas Pembantu (Pustu) di lahan TPA Tamangapa.
Masyarakat, baik yang berprofesi sebagai pemulung maupun masyarakat non pemulung tidak
dikenakan biaya bila berobat di Pustu TPA Tamangapa. Menurut keterangan salah seorang staf
kesehatan yang bertugas di Pustu Tamangapa, yang paling banyak memanfaatkan Pustu adalah
para pemulung. Masyarakat sekitar TPA jarang yang berobat ke Pustu TPA Tamangapa.
Umumnya, bila mendapat gangguan kesehatan masyarakat non pemulung berobat ke Puskesmas
Manggala, sekitar 2 km dari TPA, atau ke dokter dan Rumah Sakit yang ada di Kota Makassar
(wawancara dengan Perawat Alfrida Dinas Kesehatan Kota Makassar, 3 Juli 2007).3
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pemulung cenderung dilakukan ketika mereka
sudah merasakan keluhan yang mengganggu aktivitas pekerjaan nya.beberapa dari mereka
melakukan pemeriksaan kesehatan gratis secara berkala di Puskesmas tetapi jumlah ini lebih
kecil dibandingkan mereka yang melakukan pemeriksaan kesehatan ketika keluhan sudah
mengganggu aktivitas pekerjaan mereka.
e. Keluhan / penyakit yang dialami berhubungan dengan pekejaan pada petugas pemulung
Kondisi tempat kerja yang sangat kumuh dan berbau merupakan sumber berbagai
penyakit yang berpotensi menyerang para pemulung Potensi penyakit yang ada adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Atas), alergi kulit, radang paru-paru, asma, anemia dan lain-lain.
Gangguan kesehatan itu disebabkan oleh asap dari pembakaran sampah, tebaran debu sampah,
bau busuk yang terbawa angin dan sebagainya. Belum lagi potensi tertular oleh penyakit infeksi
seperti HIV/AIDS atau penyakit lainnya. Penularan tersebut dapat terjadi melalui jarum suntik
yang tertusuk ke tangan ataupun ke telapak kaki. 1,2,3,4
Risiko Kesehatan yang dapat terjadi adalah dari kebiasaan sebagian besar pemulung
mengkonsumsi makanan sisa yang ditemukan di TPS, menunjukkan bahwa pemulung
menanggung risiko rentan kesehatan. 1,2,3,4
Penyakit yang biasanya ditemukan pada pekerja yang berkontak dengan sampah adalah: 1.
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang berasal
dari sampah dan terbawa di dalam udara yang dihirup oleh manusia saat bernapas.
2. Alergi kulit: karena kontak dengan sampah ataupun dengan air yang tercemar disekitar lokasi
kerja TPS/TPA. Ini sangat berkaitan dengan kondisi air yang digunakan, kebersihan diri, dan
lingkungan kerja dan rumah.
3. Infeksi kulit, disebabkan oleh kutu air dan biasanya berkembang saat musim penghujan dan
lingkungan sampah yang tergenang air.
4. Infeksi paru-paru, karena bakteri/virus dari sampah gejalanya adalah batuk-batuk terutama
waktu malam ini secara spesifik merupakan penyakit TBC yang dibuktikan dari hasil rontgen.
Kondisi ini diperparah oleh status gizi yang rendah, yang ditandai dengan berat badan yang terus
menurun.
5. Menceret-menceret (muntaber) karena salah makan makanan yang kotor, tidak mencuci
tangan.
6. Pusing kepala, karena suhu yang tidak seimbang disebabkan oleh perbedaan suhu badan dan
suhu lingkungan sekitar .
7. Sesak napas dan keracunan gas, tumpukan sampah akan mengalami proses penguraian yang
menghasilkan gas diantaranya gas metan (CH4). Setiap 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg
gas metana. Gas lain yang juga dihasilkan oleh sampah ada CO2. Kedua gas ini merupakan
penyumbang terbesar dari gas rumah kaca.
Dari Hasil survey yang kami lakukan kebanyakan pemulung di sekitar TPSA Tamngapa
menderita penyakit ISPA, Diare dan Peny.kulit seperti gatal-gatal.
f.Upaya K3 lainnya yang di jalankan seperti penyuluhan / pelatihan, pengukuran / -
pemantauan lingkungan tentang Hazard yang pernah dilakukan
Upaya Pemerintah Kota untuk menjaga kesehatan masyarakat sekitar TPA adalah dengan
melakukan penyemprotan lalat. Lalat adalah salah satu vector yang membawa sumber penyakit
baik bagi pemulung maupun masyarakat yang tinggal sekitar TPA. Untuk mengurangi
berjangkitnya penyakit yang diakibatkan oleh keberadaan lalat, Dinas Kesehatan Makasar secara
rutin melakukan penyemprotan untuk mengurangi populasi lalat setiap 3 bulan sekali. Selama
tahun 2007 baru dua kali penyemprotan lalat.3
Sedangkan untuk mengurangi kecelakaan kerja, Departemen Sosial bekerja sama dengan
Dinas Pekerjaan Umum pernah menyelenggarakan pelatihan dan pemberian bantuan alat-alat
pengamanan diri (APD), seperti sepatu boot, helm pengaman, sarung tangan dan penutup hidung.
Pelatihan dilaksanakan pada bulan juli 2003. Namun, pelatihan ini hanya ditujukan kepada para
karyawan UPTD yang terlibat dalam operasi sehari-hari TPA tanpa mengikutsertakan
pemulung.3
Tetapi sampai sekarang tidak ada lagi pelatihan termasuk pengadaan alat–alat pengaman
diri (APD) sehingga hasil pengamatan lapangan, para karyawan UPTD, terutama yang bertugas
di lapangan tidak terlihat lagi menggunakan alat pengamanan diri yang memadai, seperti sepatu
boot, helm dan sarung tangan. Begitu pula halnya dengan para pemulung, sebagian besar tidak
menggunakan Alat Pengamanan Diri (APD) yang memadai. Praktek lapangan menggambarkan
betapa para pemulung rentan terjadi kecelakaan kerja, ketika truk pengangkut sampah datang
mereka berebutan untuk mengais sampah yang diturunkan dari truk.
Para pemulung juga tidak pernah mendapatkan pelatihan dan atau penyuluhan megenai
aspek K3 pada pekerjaan mereka, sehingga persepsi dan sikap mereka akan keselamatan dan
kesehatan kerja masih sangat minim.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A..Kesimpulan
a. Faktor Hazard yang dialami petugas pemulung
Faktor Hazard yang dialami petugas pemulung, diantaranya adalah faktor kimia dari
sampah atau hasil pulungan mereka yang berupa benda cair,padat,Uap ataupun Gas. Faktor
biologi juga menjadi faktor Hazard bagi pemulung yang bersumber dari makanan, sampah,cairan
tubuh orang sakit atau gigitan binatang yang terkontaminasi oleh bakteri,virus,jamur/parasit yang
dihubungkan juga oleh hygine para pemulung yang cenderung buruk,kebiasaan mencuci tangan
setelah bekerja dan sebelum makan yang cenderung diabaikan.Faktor ergonomic juga
berpengaruh dimana posisi tubuh saat berkerja yang lebih sering membungkuk dan cara bekerja
para petugas pemulung yang mengangkat,membungkuk dan menarik membuat mereka
cenderung mengalami masalah ketidaknyamanan dan sering menaglami keluhan pada tulang
belakang., faktor psikososial juga menjadi faktor Hazard pada pemulung, jadwal kerjayang
dimulai sejak pagi hingga soreh,,beban kerja yang cenderung banyak dan kemampuan
pendidikan yang rendah, meski demikian rata-rata hubungan interpersonal dengan teman atau
pun dengan pengumpul diantara mereka Baik
b. Alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas pemulung
Kebanyakan para pemulung menggunakan peralatan seadanya saat bekerja, Karung dan
Ganco adalah alat kerja yang paling sering kami temui yang dibawah oleh para pemulung,
Karung tersebut digunakan terus menerus selama tidak mengalami kerusakan atau Robek yang
parah sehingga tampak kotor hal ini dapat menjadi media perkembangan bagi bakteri,jamur
ataupun parasit yang dapat mengganggu kesehatan pada pemulung.
Penggunaan Ganco atau alat pengais sampai yang karatan dapat menjadi sumber
penularan penyakit seperti tetanus pda pemulung.
c. APD yang digunakan petugas pemulung
Alat-alat pelindung diri sangat jarang digunakan oleh para petugas pemulung,dan dipakai
yang seadanya saja karena keterbatasan ekonomi untuk membeli alat pelindung diri yang
lengkap.Kebanyakan para pemulung hanya menggunakan apa yang mereka punya (seadanya)
untuk bekerja,sehingga sangat jarang pemulung yang memilki alat pelidung diri saat bekerja
yang lengkap.Alat pelindung diri yang kebanyakan digunakan hanyalah Topi/penutup kepala
dan sandal jepit.
d. Pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum
kerja,berkala,berkala khusus)
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pemulung cenderung dilakukan ketika mereka
sudah merasakan keluhan yang mengganggu aktivitas pekerjaan nya.beberapa dari mereka
melakukan pemeriksaan kesehatan gratis secara berkala di Puskesmas tetapi jumlah ini lebih
kecil dibandingkan mereka yang melakukan pemeriksaan kesehatan ketika keluhan sudah
mengganggu aktivitas pekerjaan mereka.
e. Keluhan / penyakit yang dialami berhubungan dengan pekejaan pada petugas pemulung
Kebanyakan pemulung di sekitar TPSA Tamngapa menderita penyakit ISPA, Diare dan
Peny.kulit seperti gatal-gatal/Alergi.
i. Upaya K3 lainnya yang dijalankan seperti
penyuluhan/pelatihan,pengukuran/pemantauan lingkungan tentang Hazard yang pernah
dilakukan
Para pemulung tidak pernah mendapatkan pelatihan dan atau penyuluhan megenai aspek
K3 pada pekerjaan mereka, sehingga persepsi dan sikap mereka akan keselamatan dan kesehatan
kerja masih sangat minim.
B. Saran
Pemulung merupakan bagian dari warga negara seperti yang di amanatkan pada pasal 34
yang patut mendapat perhatian dan perlindungan dari Pemerintah sebagaimana warga
masyarakat lainnya. Sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam pembangunan secara efektif.
Untuk itu mereka perlu diberikan pembekalan pengetahuan yang lebih tentang pentingnya
memperhatikan risiko kesehatan dan keselamatan selama berkerja.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan risiko keselamatan dan kesehatan
selama bekerja adalah dengan pemberian pembekalan pengetahuan tentang APD, penyuluhan
tentang risiko keselamatan dan kesehatan kerja oleh Dinas Kebersihan, Dinas Kesehatan, KLH
ataupun pihak terkait lainnya sehingga dengan adanya komunikasi ini pengetahuan pemulung
tifak terbangun hanya oleh pengalaman yang dialami. Namun dapat dilakukan upaya pencegaha
PAK sejak dari awal.
Perusahaan Daerah Kebersihan kota setempat sebagai pengelola lokasi TPS dapat
mengeluarkan aturan wajib menggunakan APD bagi pemulung selama bekerja di areal TPS. Dan
bagi yang melanggarnya diberikan sangsi seperti tidak dapat bekerja di TPS dalam waktu satu
minggu. Sehingga dengan adanya upaya hukum membuat pemulung menjadi termotivasi untuk
menggunakan APD selama bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Herlinda. Persepsi pemulung terhadap risiko kesehatan dan keselamatan kerja dikaitkan dengan
penggunaan alat pelindung diri (apd) di Tempat penampungan sampah sementara (tps) tegallega.
Jakarta : fkm ui. 2010. Hal. 1-15
2. Damanhuri, enri. Teknis-operasional secara umum: pedoman pengelolaan tpa. Departemen
teknik lingkungan ftsp itb. 2006. Hal. 126-130.
3.Anonym. Addenda Proyek Gas Lahan TPA Makassar Uji Tuntas Sosial. available from :
www.erm.com [Diakses tanggal 10 Juli 2013]
4. Darmasetiawan, martin. Perencanaan tempat pembuangan akhir (tpa). Jakarta : ekamitra
Engineering. 2004. Hal. 68-70.
LAMPIRAN
Cheklist Aspek K3 pada petugas Pemulung
1. Hazard lingkungan kerja :
a. Faktor kimia .............................. Ada / Tidak ada
Jenis bahan kimia ...................... (Cair,padat,uap,gas)
b. Faktor Biologi
Sumber ...................................... ( Makanan,sampah,orang sakit,gigitan binatang,dst)
Hygine perorangan ..Buruk...........) Penyebabnya bakteri,virus,jamur,cacing
c. Faktor ergonomic ....................... Ada/ Tidak ada
Posisi tubuh saat bekerja .............. ( berdiri tegak,bungkuk)
Cara bekerja ................................ (Mengangkat,mendorong, menarik)
d. Faktor Psikososial ........................ Ada / Tidak ada
Jadwal kerja....Sejak Pagi hingga Soreh....... (shift pagi, soreh, malam)
Hubungan interpersonal .....Baik..... ( dengan atasan, temal selevel, bawahan )
Beban kerja ................................... (terlalu banyak, sedang, atau kurang)
Kemampuan ......Pendidikan rendah.......... (Skill, pendidikan)
Gaji .........Sesuai dengan banyaknya dan jenis hasil Pulungan............... (sesuai/tidak)
2. Alat kerja yang digunakan ada/ tidak ada
Jenis alat kerja ..alat tangan ...alat tangan atau mesin. Nama alat: alat .. Karung,Ganco..........
Kegunaan alat: (Ganco : Memudahkan memilih sampah),Karung:untunk mengakut sampah),
terus menerus digunakan Ya/ tidak. ...............
Alat kerja berhubungan dengan badan, tangan, kaki atau bagian lain dari tubuh:
karung diletakkan di pundak/kepala ...............
3. Alat pelindung diri Ya/Tidak
Jenis APD .....................(penutup wajah ,hidung,mulut,Penutup kepala,sarung
tangan,celemek,penutup kaki,kaca mata,dll)
Pemeliharaan APD......Seadanya..... (tersimpan rapi, dibersihkan, dll)
Dipakai selama bekerja .................. (Ya/Tidak)
4. Pemeriksaan Kesehatan Ya/Tidak
Ada Bukti hasil pemeriksaan kesehatan : Tidak ada............
Pemeriksaan kesehatan awal,berkala, berkala khusus: Saat sakit...................... Ya/Tidak
5. Ada keluhan kesehatan atau sakit. : Ya/tidak
Jenis keluhan/sakit yang paling sering ......ISPA,Pen.Kulit............ (lihat surat sakit)
6. Upaya K3 lainnya Ya/tidak
Penyuluhan : Pernah dilakukan oleh dinas PU .............
Pelatihan : Pernah dilakukan oleh Dinas PU.........................
LAMPIRAN
LOKASI SURVEY
TPSA Tamangapa
Pemulung dengan alat kerja Karung dan Ganco
Pemulung anak-anak dengan gerobak
Pemulung dengan APD seadanya