Post on 28-Oct-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketersediaan air tanah merupakan salah satu faktor yang penting dalam
mendukung produktivitas pertanian. Dalam suatu pengolahan lahan pertanian
kebutuhan air tanah dari tiap tanaman secara umum berbeda – beda mulai dari
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Oleh karena itu kita
perlu mengetahui kandungan air tanah suatu lahan, agar lahan yang digunakan
dapat berjalan maksimal dalam mendukung produktivitas pertanian, jangan
sampai lahan yang digunakan kekurangan air tanah atau tanahnya jenuh yang akan
mengurangi produktivitas pertanian.
Dalam mengukur pendugaan air tanah ada beberapa aspek yang harus diukur
atau diperkirakan mulai dari lahan, tekstur tanah,sturktur tanah, kedalaman tanah,
kapasitas lapang, titik layu permanen, distribusi hujan daerah tersebut,
temperature dan lain sebagainya.Jadi dalam pendugaan kandungan air tanah harus
dikuru dulu beberapa aspek jangan sampai lahan yang nanti akan kita tanami
lahanya memiliki beberapa masalah seperti kandungan air tanahnya yang sudah
jenuh atau sudah berada dalam kondisis titik layu permanen. Oleh karena banyak
unsur – unsur lahan yang harus diukur terlebih dahulu, selain unsur – unsur lahan
yang harus diukur kita juga harus mengukur kelembaban tanah agar dapat
mengetahui dengan perbandingnya nanti dengan massa air yang diberikan. Setelah
mengukur faktor – faktor tadi maka pendugaan kandungan air tanah dapat terukur
dan tanaman dapat berproduksi secara maksimal.
1.2 Tujuan
a. Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan pengukuran kandungan air
tanah dengan menggunakan metode volumetrik dan gravimetrik.
b. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui fungsi pengukuran kandungan
air tanah.
1.3 Peralatan yang Digunakan
Alat
Pot
Timbangan
Penggaris
Cangkul
Bahan
Tanah
Air
1.4 Pelaksanaan Praktikum
1. Menentukan berat tanah kering udara
Mengukur diameter dan tinggi pot untuk mengetahui volume tanah
yang dapat ditampung.
Menimbang pot saja ( berat pot ).
Masukan tanah ke dalam pot hingga mencapai ketinggian tertentu.
Timbang pot beserta tanah di dalamnya ( berat total ).
Hitung berat tanah kering di udara BKTU ( berat total – berat pot ).
Hitung volume tanah dalam pot.
2. Menentukan kapasitas lapang tanah
Siapkan air dalam jumlah tertentu antara 3 – 5 L.
Tanah yang berada dalam pot kemudian disiram hingga terlihat air
menggenang.
Ukur volume air yang menetes pada alat pot setelah tampak tidak ada
air yang menetes pada alas pot.
Timbang pot beserta tanah setelah tampak tidak ada air yang menetes
pada alat pot.
3. Menghitung kelembaban tanah berbasis volume
4. Menghitung Kelembaban tanah berbasis massa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tekstur Tanah
Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir
tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir
tersebut adalah pasir, debu dan liat. Gabungan dari ketiga fraksi tersebut
dinyatakan dalam persen dan disebut sebagai kelas tekstur. Pada umumnya tanah
asli merupaka campuran dari butiran-butiran yang mempunyai ukuran yang
berbeda-beda (Braja 1993).
Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Kelas tekstur tanah
dikelompokkan berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan
liat. Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil
sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah bertekstur liat
mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan
menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno 1995).
Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, tanah diberi nama atas
dasar komponen utama yang dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sandy
clay), lempung berlanau (silty clay), dan seterusnya (Braja 1993).
Sifat fisik dan kesuburan tanah sanggat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Dari
segi fisis tanah, tekstur berperan pada struktur, rumah tangga, air dan udara serta
suhu tanah. Dalam segi kesuburan, tekstur memegang peranan penting dalam
pertukaran ion, sifat penyangga, kejenuhan basa dan sebagainya. Fraksi liat
merupakan fraksi yang paling aktif sedangkan kedua fraksi yang lain disebut
kurang aktif (Haridjadja 1980). Braja (1993) menyatakan bahwa kelas tekstur
dapat ditetapkan dengan menggunakan diagram segi tiga tekstur menurut USDA
dalam Gambar 1. Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah yang
meliputi :
a. Pasir : butiran dengan diameter 2.0 s.d. 0.05 mm
b. Debu : butiran dengan diameter 0.05 s.d. 0.002 mm
c. Liat : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0.002 mm
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran butiran
Fraksi pasir terdiri dari pecahan-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan
bentuk. Butiran-butiran pasir hampir selalu terdiri dari satu macam zat mineral,
terutama kwartz (Wesley 1973). Partikel-partikel pasir memiliki ukuran yang jauh
lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil (dengan berat yang sama)
dibandingkan dengan partikel-partikel debu dan liat. Oleh karena luas permukaan
pasir adalah kecil, maka peranannya dalam ikut mengatur sifat-sifat kimia tanah
adalah kecil sekali. Disamping itu, disebabkan fraksi pasir itu memiliki luas
permukaan yang kecil, tetapi memiliki ukuran yang besar, maka fungsi utamanya
adalah sebagai penyokong tanah dalam disekelilingnya terdapat partikel debu dan
liat yang lebih aktif. Kecuali terdapat dalam jumlah yang lebih kecil, maka jika
semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, makin banyak ruang pori-pori
diantara partikel tanah semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air
(Hakim 1986) diacu dalam Irfan (2011).
Menurut Wesley (1973), debu merupakan bahan peralihan antara liat dan
pasir halus. Fraksi ini kurang plastis dan lebih mudah ditembus air daripada liat
dan memperlihatkan sifat dilatasi yang tidak terdapat pada liat. Luas pernukaan
debu lebih besar dari luas permukaan pasir per gram, tingkat pelapukan debu dan
pembebasan unsur-unsur hara untuk diserap akar lebih besar dari pasir. Partikel-
partikel debu terasa licin sebagai tepung dan kurang melekat. Tanah yang
mengandung fraksi debu yang tinggi dapat memegang air tersedia untuk tanaman
Fraksi liat pada kebanyakan tanah terdiri dari mineral-mineral yang berbeda-
beda komposisi kimianya dan sifat-sifat lainnya dibandingkan dengan debu dan
pasir. Fraksi liat memiliki luas permukaan yang besar. Di dalam tanah molekul-
molekul air mengelilingi partikel-partikel liat berbentuk selaput tipis, sehingga
jumlah liat akan menentukan kapasitas memegang air dalam tanah. Permukaan liat
dapat mengadsorbsi sejumlah unsur-unsur hara dalam tanah. Liat terdiri dari
butiran-butiran yang sanggat kecil dan menunjukkan sifat plastisitas dan kohesi.
Kohesi menunjukkan kenyataan bahwa bagian-bagian bahan itu melekat satu
sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk
bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk
asalnya, dan tanpa terjadi retakan atau terpecah-pecah (Wesley 1973).
2.2 Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan
ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk
agregat dari hasil proses pedogenesis. Struktur tanah berhubungan dengan cara di
mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah
dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada
agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong
yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga
akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan
ruangan kosong yang kecil ( mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman.
Idealnya bahwa struktur disebut granular.
Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi
secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya
menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu
yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan
panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah
umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang
tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada
tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar
tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap
pori-pori tanah yang memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu akar
memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori,
dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak
yang tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi,
sulit mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat
rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk
menembus struktur tanah yang padat, sehingga perakaran tidak berkembang
dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme tanah merupakan salah satu
faktor utama pembentuk agregat tanah.
Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya
air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum
dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air
hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air
limpasan permukaan (longsor). Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur
padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang
terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan (longsor)
Pembentukan Agregat nMenurut Gedroits (1955) ada dua tingkatan pembentuk
agregat tanah, yaitu:
a. Kaogulasi koloid tanah (pengaruh Ca2+) kedalam agregat tanah mikro.
b. Sementasi (pengikat) agregat mikro kedalam agregat makro.
Teori pembentukan tanh berdasarkan flokulasi dapat terjadi pada tanah yang
berada dalam larutan, misal pada tanah yang agregatnya telah dihancurkan oleh
air hujan atau pada tanah sawah. Menurut utomo dan Dexter (1982) menyatakan
bahwa retakan terjadi karena pembengkakan dan pengerutan sebagai akibat dari
pembasahan dan pengeringan yang berperan penting dalam pembentukan agregat.
Dapat diambil kesimpulan bahwa agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya
interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi/ almunium dan bahan organik.
Agregat yang baik terbentuk karena flokuasi maupun oleh terjadinya retakan
tanah yang kemudian dimantapkan oleh pengikat (sementasi) yang terjadi secara
kimia atau adanya aktifitas biologi.
Macam macam struktur tanah :
1. Struktur tanah berbutir (granular): Agregat yang membulat, biasanya
diameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A yang
dalam keadaan lepas disebut “Crumbs” atau Spherical.
2. Kubus (Bloky): Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu
vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya
membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukuranya
dapat mencapai 10 cm.
3. Lempeng (platy): Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu
vertikalnya. Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi
(deposited).
4. Prisma: Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu
horizontal. Jadi agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6
sisi dan diameternya mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah
berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut
kolumner.
2.3 Kedalaman Tanah
Kedalaman tanah dalam pengertian pertanian dibatasi bagian atas kulit bumi
yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi. Jika bagian yang
telah mengalami pelapukan adalah dangkal, maka bagian tersebutlah yang dipakai
sebagai batas kedalaman tanah. Sebaliknya, jika bagian yang telah mengalami
pelapukan sangat dalam, maka tidak semua bahan lapuk tersebut disebut tanah,
melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas biologi. Pada umumnya
pembahasan tanah dalam bidang pertanian dibatasi pada kedalaman sekitar 2,0 m.
Kedalaman ini jauh berbeda dengan kedalaman tanah di bidang keteknikan, yang
dapat mencapai puluhan meter (Islami dan Utomo, 1995).
Kedalaman tanah berhubungan dengan ketebalan lapisan atas dan lapisan
bawah sampai lapisan batuan induk. Tanah dangkal merupakan masalah yang
terbesar di dalam manajemen lahan dan perkembangannya. Tanah dengan
kedalaman dangkal akan membatasi ketersediaan air dan pertumbuhan akar.
Demikian juga, tanah dangkal pada area yang datar dengan permeabilitas rendah
akan mungkin tergenang secara musiman (Baja, 2002).
2.4 Kapasitas Lapang
Kapasitas lapang adalah persentase kelembaban yang ditahan oleh tanah
sesudah terjadinya drainase dan kecepatan gerakan air ke bawah menjadi sangat
lambat. Keadaan ini terjadi 2 - 3 hari sesudah hujan jatuh yaitu bila tanah cukup
mudah ditembus oleh air, textur dan struktur tanahnya uniform dan pori-pori tanah
belum semua terisi oleh air dan temperatur yang cukup tinggi. Kelembaban pada
saat ini berada di antara 5 - 40%. Selama air di dalam tanah masih lebih tinggi
daripada kapasitas lapang maka tanah akan tetap lembab, ini disebabkan air
kapiler selalu dapat mengganti kehilangan air karena proses evaporasi. Bila
kelembaban tanah turun sampai di bawah kapasitas lapang maka air menjadi tidak
mobile. Akar-akar akan membentuk cabang-cabang lebih banyak, pemanjangan
lebih cepat untuk mendapatkan suatu air bagi konsumsinya.
Oleh karena itu akar-akar tanaman yang tumbuh pada tanah-tanah yang
kandungan air di bawah kapasitas lapang akan selalu becabang-cabang dengan
hebat sekali. Kapasitas lapang sangat penting pula artinya karena dapat
menunjukkan kandungan maksimum dari tanah dan dapat menentukan jumlah air
pengairan yang diperlukan untuk membasahi tanah sampai lapisan di bawahnya.
Tergantung dari textur lapisan tanahnya maka untuk menaikkan kelembaban 1
feet tanah kering sampai kapasitas lapang diperlukan air pengairan sebesar 0,5 - 3
inches.
2.5 Titik Layu Permanen
Bila terjadi hujan berat pada suatu daerah maka air hujan akan masuk
kedalam tanah (infiltrasi) melalui pori-pori tanah. Mula-mula yang terisi air adalh
pori mikro. Jika air berlebih (kondisi jenuh air) pori makro-pun akan terisi air.
Akibat gaya grafitasi air pori ini akan terus ditarik kebawah dan jika sudah tidak
ada penambahan air dari atas , sedikit demi sedikit air yang berada pada pori
makro akan dig anti dengan udara kembali sehingga terjadilah proses
pengatusan.
Peristiwa pengatusan sampai titik optimum (48 jam), kondisi lengas tanah
setelah pengatusan ini dikenal sebagai kapasitas lapang . Pada kondisi kapaitas
lapang ini ditentukan tegangan pada air permukaan mineral air setelah tanah setara
dengan sepertiga bar . Tekanan pada permukaan mineral tanah ini semakin kuat
jika air tana semakin menipis (menyusut).
Tanaman mampu mengabsorsi air tanah jika tegangan air tanah lebih kecil
dari daya hisap akar , sebaliknya jika tegangan air air tanah lebih besar dari pada
daya absosi air, maka air tidak mampu di absorsi tanaman. Ini berakibat tanaman
kekurangan air yang di tandai kelakuan pada daun-daunnya. Keadaan tertentu di
mana air tanah tidak mampu lagi di absorsi oleh akar tanaman dikenal
sebagai titik layu permanen.
Air tersedia bagi tanaman pada kondisi kapasitas lapang sampai sedikit diatas
titik layu permanen atau selisih kadar air antara kapasitas lapang dengan titik layu
permanen disebut dengan air tersedia bagi tanaman. Intensitas dan lama
penyiraman matahari berpengaruh langsung pada laju evaporasi , semakin tinggi
intensitas dan semakin lama penyiraman matahri berakibat evaporasi juga
semakin tinggi. Sehingga kadar air tanah juga semakin menyusut juga. Keadaan
air pada permukaan partikel tanah yang tinggal selaput tipis dan tidak dapat
dimanfaatkan lagi oleh tanaman disebut air higroskopis. Lapisan ini tertahan
sangat kuat oleh pertikel tanah dan tidak menguap dalam keadaan biasa.
Selama perubahnnya, tanaman memerlukan air untuk prose fotosintesa dan
diperlakukan juga media sebagai media transportasi hasil fotosintesa guna
proses penyusunan organel-organel tanaman itu sendiri kebutuhan air biasanya
meningkat sesuai dengan aktivitas tanaman dan pertambahan umur tanaman akan
menurun setalah tanaman tua.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Praktikum
Tabel 1. Pengamatan Pendugaan Kandungan Air Tanah
No. Pengamatan Nilai
1. Massa pot saja (g) 123,5 g
2. Diameter pot; d1= diameter atas;
d2= diameter bawah (cm)
d1= 19 cm
d2= 14,5 cm
3. Tinggi pengisian tanah, h (cm) 12 cm
4. Volume tanah pada pot (cm3) =
(( *3,14*h
=[(( *3,14*12]
= 10571,595 cm3
5. Massa pot + tanah (g) 2750 g
6. Berat tanah kering udara (g)
= (5) – (1)
2626,5 g
7. Volume air yang digunakan untuk
menjenuhkan tanah (ml)
4000 ml
8. Volume air yang tersisa pada alas pot
(ml)
2000 ml
9. Massa air yang tersisa pada alas pot (g),
[1ml = 1 g]
2000 g
10. Massa tanah setelah kapasitas lapang
tercapai (g)
3320 g
11. Volume air pada tanah (ml) = (7) – (8) 2000 ml
12. Massa air pada tanah (g), [1g = 1ml] 2000 g
13. Kandungan air tanah basis massa, dalam
% = ((12)/(6))*100%
Jika massa tanah diasumsikan
dengan BTKU
= x 100% = 76,15%
Jika yang digunakan massa tanah
setelah kapasitas lapang
= x 100% = 62,568%
14. Kandungan air tanah basis volume,
dalam % = ((11)/(4))*100%= x 100% = 18,918%
Tabel 2. Pengamatan Tekstur Tanah
No. Ciri-ciri tanah Tekstur tanah
1. Kasar jelas; tidak melekat; tidak membentuk bola dan
gulungan
Pasir
2. Kasar jelas; sedikit melekat; membentuk bola mudah
hancur
Pasir berlempung
3. Kasar agak jelas; agak melekat; membentuk bola mudah
hancur
Lempung berpasir
4. Tidak terasa kasar dan licin; agak melekat; membentuk
bola agak teguh
Lempung
5. Terasa licin; agak melekat; membentuk bola agak teguh Lempung berdebu
6. Licin sekali; agak melekat; membentuk bola teguh Debu
7. Agak licin; agak melekat; membentuk bola agak teguh Lempung Berliat
8. Terasa halus; sedikit kasar; agak melekat; membentuk bola
agak teguh
Liat berpasir
9. Halus; agak licin; melekat; membentuk bola teguh Lempung liat berdebu
10. Halus; berat; sedikit kasar; melekat; dapat membentuk bola Liat berpasir
Analisis Tekstur tanah :
Dari pengamatan yang kami lakukan, sampel tanah yang kami gunakan dalam
praktikum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Terasa halus
2. Sedikit Kasar
3. Agak melekat
4. Dapat membentuk bola agak teguh
Berdasarkan tabel pengamatan tekstur tanah diatas, maka sampel tanah yang
kami ambil di lapangan sebagai bahan praktikum memiliki tekstur Liat berpasir.
3.2 Pembahasan
Setelah melaksanakan praktikum pendugaan kandungan air tanah ini terdapat
beberapa hal yang perlu dibahas antara lain pelaksanaan prosedur praktikum,
pengukuran di lapangan, dan hasil perhitungan kandungan air tanah.
Perhitungan kandungan air tanah perlu dilaksanakan untuk mengetahui sifat-
sifat lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur
tanah, kapasitas lapang, titik layu permanen, titik jenuh, air tersedia, dan
penentuan jenis vegetasi. Perlunya mengetahui kandungan air tanah adalah
penting karena berhubungan pula terhadap produktivitas tanaman yang ditanam
pada lahan tersebut.
Air berfungsi sebagai media gerak hara ke akar-akar tanaman. Akan tetapi bila
air terlalu banyak, hara-hara yang ada akan hilang tercuci dari lingkungan
perakaran atau bila evaporasi tinggi, garam-garam terlarut mungkin terangkut ke
lapisan atas tanah dan kadang-kadang tertimbun dalam jumlah yang dapat
merusak tanaman. Air yang berlebihan juga membatasi pergerakan udara di dalam
tanah, dan merintangi akar tanaman memperoleh O2. Kemampuan tanah menahan
air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar
mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Oleh
karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah
kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat.
Kondisi kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Air ini harus tersedia pada saat tumbuhan memerlukannya.
Kebutuhan air setiap tumbuhan berbeda.
Tanah yang diamati memiliki tekstur liat berpasir karena memiliki ciri-ciri
terasa halus sedikit kasar, agak melekat, dan agak teguh bila dibentuk menjadi
bola. Jenis tanah di jatinangor adalah Latosol. Tanah yang terletak di kampus
Universitas Padjadjaran, Jatinangor merupakan tanah latosol dengan ciri- ciri
terbentuk dari pelapukan induk batuan tufa volkan, biasanya berada di wilayah
beriklim basah dengan curah hujan antara 2000- 7000 mm/tahun, tahan terhadap
erosi, dan memiliki produktifitas sedang hingga tinggi. (Jurnal Kultivasi vol. 4(2):
136-140, 2005).
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, tanah jenis ini mudah sekali
mengikat air, karena setiap liter air yang dituangkan hampir tidak menggenang.
Hal ini bisa disebabkan oleh dua hal yaitu kapasitas pegang air yang tinggi
ataupun karena lubang pot yang terlalu banyak sehingga air selalu menetes.
Berdasarkan perhitungan, nilai kandungan air tanah 76,15% berdasarkan basis
massa (gravimetrik) dan 18,9% berdasarkan basis volume (volumetrik).
Tanah latosol adalah tanah yang banyak mengandung zat besi dan
aluminium.Tanah ini sudah sangat tua. Warna tanahnya merah hingga kuning
sehingga sering disebut tanah merah. Tanah latosol mempunyai sifat cepat
mengeras jika tersingkap atau berada di udara terbuka. Tumbuhan yang dapat
hidup di tanah latosol adalah padi, palawija, sayuran, karet, cengkih, kakao, kopi,
dan kelapa sawit.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini, yaitu :
1. Metode volumetrik dan gravimetrik merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui kelembaban dari tanah yang hendak diuji dengan melakukan
perbandingan massa air dengan massa kering padatan pada tanah.
2. Fungsi dari perhitungan kandungan air tanah adalah untuk mengetahui sifat-
sifat lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur
tanah, kapasitas lapang, titik layu permanen, titik jenuh, air tersedia, dan
penentuan jenis vegetasi.
3. Kelembaban tanah berbasis volume (volumetrik) yang diperoleh yaitu sebesar
76,15%.
4. Kelembaban tanah berbasis massa (gravimetrik) yang diperoleh yaitu sebesar
18,9%.
5. Berdasarkan tabel pengamatan tekstur tanah, maka sampel tanah yang kami
ambil di lapangan sebagai bahan praktikum memiliki tekstur liat berpasir.
6. Jenis tanaman yang layak untuk ditanami pada jenis tanah yang diamati antara
lain karet, cengkeh, kopi, kelapa sawit dan beberapa jenis sayuran.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam pelaksanaan praktikum kali ini, yaitu :
1. Ketika memasukkan sampel tanah ke dalam pot, usahakan tidak disertai akar
atau tanaman lainnya.
2. Dalam proses pengukuran air yang ditampung oleh wadah, lakukan dengan
teliti dan benar agar tidak terjadi kesalahan pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. Terdapat pada http://mbojo.wordpress.com/2007/08/15/segitiga-
tekstur/ diakses pada tanggal 08 Oktober 2012 pukul 20.00 wib
Anonimus. Terdapat pada http:// Repository.ipb.ac.id diakses pada tanggal 08
Oktober 2012 pukul 20.00 wib
Anonimus. Terdapat pada http://bwn123.wordpress.com/2008/09/06/struktur-
tanah/ diakses pada tanggal 08 Oktober 2012 pukul 20.00 wib
Anonimus. Terdapat pada http://bwn123.wordpress.com/2008/09/06/struktur-
tanah/diakses pada tanggal 08 Oktober 2012 pukul 20.00 wib
Bafdal Nurpilihan, dkk. 2012. Modul Praktikum Teknik Irigasi.
Indriani, Y.H. 1993. Pemilihan Tanaman dan Lahan Sesuai Kondisi Lingkungan.
Penebar Swadaya. Jakarta