Post on 30-Nov-2015
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daging ayam merupakan salah satu jenis unggas yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki harga yang relatif lebih
terjangkau dibandingkan dengan daging yang berasal dari ternak
ruminansia. Daging ayam lebih diminati oleh masyarakat karena selain
harganya lebih terjangkau juga karena kandungan gizi yang terdapat di
daging ayam sangat baik. Daging ayam adalah bahan pangan yang bernilai
gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang
sangat dibutuhkan tubuh. Usaha untuk meningkatkan kualitas daging ayam
dilakukan melalui pengolahan atau penanganan yang lebih baik sehingga
dapat mengurangi kerusakan atau kebusukan selama penyimpanan dan
pemasaran. Proses keamanan dan kelayakan daging ayam ini harus
dilakukan sedini mungkin yakni mulai dari peternakan (farm) hingga
daging ayam dikonsumsi (di meja makan).
Tingginya tingkat konsumsi produk olahan peternakan merupakan
suatu peluang usaha tersendiri untuk dikembangkan. Bergesernya pola
konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan,
terutama daging ayam, menjadi produk olahan siap santap mendorong
untuk dikembangkannya teknologi dalam hal pengolahan daging ayam.
Beberapa tahun belakangan ini produk olahan dari hasil ternak
sangat tinggi peminatnya. Ini merupakan peluang usaha yang sangat baik
bagi para pengusaha untuk mengembangkan produknya. Kreativitas dalam
2
menciptakan kreasi pangan ditunjang dengan usaha dan kemauan akan
menciptakan produk olahan yang disenangi oleh masyarakat.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana bahan baku daging ayam dapat diolah menjadi ciptaan
produk pangan baru.
2. Bagaimana peranan pangan yang berasal dari daging ayam menjadi
alternatif pangan dan bernilai ekonomis.
3. Bagaimana kualitas dan daya suka daging ayam yang diolah menjadi
biskuit ayam.
1.3. Maksud dan Tujuan
1. Menciptakan produk pangan baru yang berasal dari daging ayam.
2. Menciptakan alternatif pangan baru yang berasal dari daging ayam dan
bernilai ekonomis.
3. Mengetahui kualitas dan daya suka daging ayam yang diolah menjadi
biskuit ayam.
1.4. Kegunaan
Hasil praktikum ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber
informasi ilmiah untuk peneliti pangan maupun informasi praktis bagi
masyarakat dan produsen daging ayam broiler, dalam mengolahnya
menjadi produk olahan yang lebih variatif lagi.
1.5. Kerangka Pemikiran
Produk olahan hasil ternak ayam seperti nugget, sosis, karaage dan
bakso kini mengalami pertumbuhan permintaan yang sangat nyata di
masyarakat. Berbagai produk kemasan hasil olahan ayam dan telur dapat
ditemukan di pasar maupun tempat perbelanjaan lainnya. Apalagi di zaman
yang serba cepat dan praktis saat ini, produk olahan telah menjadi pilihan
3
bagi rumah tangga. Produk nugget yang menjadi produk olahan ayam yang
praktis untuk diolah ataupun sosis siap makan, telah banyak ditemukan di
pasaran begitu pun produk olahan daging ayam lainnya.
Biskuit adalah produk makanan kecil yang renyah yang dibuat
dengan cara dipanggang. Istilah biskuit berbeda-beda di berbagai daerah di
dunia. Asal kata ‘biskuit’ atau ‘biscuit’ (dalam Bahasa Inggris) berasal dari
Bahasa Latin, yaitu bis coctus yang berarti “dimasak dua kali” (“cooked
twice”). Di Amerika, biskuit populer dengan sebutan “cookie”, yang berarti
kue kecil yang dipanggang.
1.6. Waktu dan Tempat Praktikum
Waktu : Kamis, 29 November 2012 dan 6 Desember 2012
Pukul : 13.30 – 15.30 WIB
Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bahan Makanan
Makanan adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan,
dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi.
Makanan dibutuhkan manusia biasanya dibuat melalui bertani atau
berkebun yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. Beberapa orang
menolak untuk memakan makanan dari hewan seperti, daging, telur dan
lain-lain. Mereka yang tidak suka memakan daging dan sejenisnya disebut
vegetarian yaitu orang yang hanya memakan sayuran sebagai makanan
pokok mereka.
Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau
senyawa seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen,
dan lain-lain.
Setiap manusia membutuhkan makanan. Tanpa makanan, makhluk
hidup akan sulit dalam mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Makanan
dapat membantu pertumbuhan kita, baik otak maupun badan. Setiap
makanan mempunyai kandungan gizi yang berbeda.
Pengolahan makanan adalah kumpulan metode dan teknik yang
digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi makanan atau
mengubah makanan menjadi bentuk lain untuk konsumsi oleh manusia atau
hewan di rumah atau oleh industri pengolahan makanan. Pengolahan
makanan membutuhkan ladang yang bersih dan telah panen atau produk
hewan yang disembelih dan penjual daging dan menggunakannya untuk
memproduksi produk makanan menarik, dapat dipasarkan dan tahan lama.
5
2.2. Daging Ayam
Daging unggas sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia,
terutama ayam. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang
relatif murah dibandingkan dengan yang lain (daging sapi, kerbau dan
kambing) yang baik terutama untuk anak-anak yang masih pada masa
pertumbuhan. Tekstur dagingnya yang kenyal dan lembut membuatnya
banyak disukai oleh berbagai kalangan baik dewasa maupun anak-anak.
Tipikal daging ayam memiliki dua jenis yaitu ayam kampung dengan
tekstur daging yang lebih sedikit namun lebih bercita rasa, lalu ayam broiler
atau lebih dikenal sebagai ayam negeri, yang sengaja diternakkan sebagai
ayam pedaging untuk konsumsi massal.
Asam-asam amino yang menyusun daging adalah lengkap dan
seimbang. Di samping itu juga kaya akan vitamin dan mineral yang
diperlukan oleh tubuh. Dianalisa dari nilai gizinya, setiap 100 gram daging
ayam mengandung 74% air, 22% protein, 13 mg zat kalsium, 190 mg zat
phospor, dan 1,5 mg zat besi. Daging ayam mengandung vitamin A yang
kaya, lebih-lebih ayam kecil. Selain itu, daging ayam juga mengandung
vitamin C dan E. Daging ayam selain rendah kadar lemaknya, lemaknya
juga termasuk asam lemak tidak jenuh.
2.3. Biskuit
Biskuit meruapakan produk pangan hasil pemanggangan yang dibuat
dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5 %.
Biasanya formulasi biskuit dibuat dengan diperkaya bahan-bahan tambahan
seperti lemak, gula (ataupun garam) serta bahan pengembang (Anonymous,
2004).
6
Namun terkadang masih ada yang bingung membedakan antara
biskuit, roti, dan kue. Perbedaan antara biskuit, roti, dan kue terletak pada
tekstur dan bentuknya. Biskuit memiliki bentuk tekstur yang keras dalam
hal ini wafer termasuk jenis biskuit. Berbeda dengan roti yang memiliki
tekstur sedang atau kue yang memiliki tekstur lebih lembut.
Biskuit memang sudah lama dikenal di berbagai negara termasuk di
Indonesia. Biskuit digemari oleh semua kalangan dan dapat disajikan untuk
berbagai acara. Ada juga yang menjadikan kue biskuit ini sebagai makanan
diet atau dikenal dengan biskuit diet tapi bentuk dan rasanya tentu berbeda
karena dimasak untuk tujuan diet sehat.
Biskuit dibuat dengan bermacam-macam jenis, terutama dibedakan
atas keseimbangan yang ada antara bahan utama tepung, gula, lemak, dan
telur. Kemudian juga bahan tambahan seperti coklat, buah-buahan, dan
rempah-rempah yang memiliki pengaruh terhadap cita rasa (Omobuwajo,
2003)
Menurut Wallington (1993), sifat masing-masing biskuit ditentukan
oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari
bahan-bahan tersebut pada saat ditambahkan dalam campuran (misal
ukuran kristal), metode pencampuran (batch, kontinyu, kriming,
pencampuran satu tahap), penanganan adonan dan metode pemanggangan.
Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan
dari warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya. Kerenyahan merupakan
karakteristik mutu yang sangat penting untuk diterimanya produk kering.
Kerenyahan salah satunya ditentukan oleh kandungan protein dalam bentuk
gluten tepung yang digunakan (Matz, 1978).
7
2.4. Bahan-Bahan Pembuatan Biskuit
2.4.1. Bahan Baku
A. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan
biskuit. Tepung terigu yang berkualitas untuk produksi biskuit adalah
tepung terigu hasil penggilingan gandum lunak (soft) dan lemah
(weak) yang cendrung memberikan tekstur yang lembut dan eating
quality yang bagus. Gandum lunak baik digunakan karena kandungan
proteinnya tinggi dan glutennya sedang, tetapi kandungan patinya
tinggi, sehingga adonan yang dihasilkan tidak lengket, daya
pengembangannya kecil, dapat membentuk adonan yang stabil selama
pencampuran dan dapat mengikat gas selama proses pemanggangan
(Faridi, 1994).
Fungsi dari penggunaan tepung terigu yaitu sebagai
pembentuk jaringan kerangka dari produk biskuit akibat pembentukan
gluten. Protein yang terkandung dalam tepung terigu yang tidak larut
dalam air (Gliadin dan Glutenin) akan menyerap air dan akan
membentuk gluten. Tepung terigu dengan kandungan protein rendah
digunakan agar pengembangan adonan akibat gluten yang terbentuk
tidak terjadi secara berlebihan (sifat gluten yang tidak begitu kuat)
karena pada biskuit bukan pengembangan adonan yang diperlukan
seperti pada produksi roti (Astawan, 2001).
2.4.2. Bahan Pembantu
A. Tepung Tapioka
Tepung tapioka ini merupakan bahan campuran produk
tertentu yaitu pada pembuatan biskuit. Fungsi penambahan tepung
8
tapioka pada pembuatan adonan biskuit sebagai tepung substansi agar
ketergantungan terhadap tepung gandum atau tepung terigu tidak
terlalu besar. Kandungan tapioka yang paling penting adalah amilosa
dan amilopektin yang menyebabkan proses penyerapan air selama
pemasakan, hal ini menyebabkan produk akhir renyah (Astawan,
2001).
B. Gula
Gula merupakan bahan penting dalam pembuatan adonan
biskuit karena memberikan rasa manis terhadap produk yang
dihasilkan, memberikan tekstur yang bagus, mengatur fermentasi serta
warna yang lebih baik. Gula yang digunakan adalah gula kristal
(sukrosa) dan dekstrosa.
Gula yang digunakan sebagai penabur di atas biskuit, gula
cair, gula khusus (gula cair fermentasi) merupakan gula khusus
merupakan gula kristal yang dicairkan dan didalamnya telah dibiakkan
yeast selama kurang lebih tiga hari. Fungsi dari gula fermentasi ini
adalah agar biskuit yang dihasilkan memiliki aroma (flavor) yang
berbeda. Gula halus berasal dari gula kristal (sukrosa) yang diolah
secara khusus (dihaluskan) sebelum digunakan. Sedangkan dekstrosa
merupakan produk yang sudah tersedia di pasaran.
C. Lemak
Lemak atau minyak yang digunakan dalam pembuatan adonan
biskuit terdiri dari tiga macam yaitu minyak goreng, shortening, dan
baker’s fat. Fungsi lemak dalam adonan sebagai peminyakan untuk
pengembangan sel dalam adonan sehingga dapat memperbaiki remah
biskuit yang dihasilkan (Ketaren 1986).
9
Lemak yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit
diantaranya :
1. Minyak Goreng
Minyak goreng ini digunakan sebagai pengganti dari margarin
karena menurut Ketaren (1986), pada pembuatan biskuit sifat
lemak yang dipentingkan adalah lemak yang mempunyai nilai
shortening serta stabilitas yang tinggi dan bukan lemak yang
dapat membentuk krim atau emulsi. Minyak yang digunakan
dalam pembuatan biskuit adalah minyak yang tidak
dihidrogenasi karena minyak kelapa sawit merupakan minyak
dengan asam lemak jenuh tinggi sehingga tahan terhadap
ketengikan oksidatif dan mencegah waxy mouthfeel di mulut.
2. Shortening
Shortening mempengaruhi pengkerutan dan keempukan
terhadap produk yang dipanggang, dan juga sebagai pelumas
dalam pencegahan pengembangan protein yang berlebihan
selama pembuatan adonan biskuit (Desrosier, 1988).
Penambahan shortening ini berfungsi untuk memperbaiki
tekstur, meningkatkan kelezatan dan keempukan, memperbaiki
aerasi sehingga produk bisa mengembang, memperbaiki cita rasa
dan juga sebagai pengemulsi untuk mempertahankan
kelembaban (Ketaren 1986).
3. Baker’s Fat
Baker’s fat disebut juga emulsi shoertening, mengandung
emulsifier (mono dan digliserida) yang berguna untuk
meningkatkan daya absorbsi dan daya menahan air sehingga
10
cocok digunakan sebagai salah satu bahan baku dalam
pembuatan krim untuk biskuit yang menggunakan krim. Baker’s
fat tidak digunakan dalam pembuatan adonan biskuit (Desrosier,
1988).
D. Air
Air merupakan bahan yang sangat penting sebab dapat
menghasilkan produk yang baik dan seragam. Air yang digunakan
harus memenuhi kriteria air minum yaitu harus bersih, jernih, tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau
kekeruhan. Air digunakan terutama sebagai media katalis reaksi yang
terjadi dalam adonan, untuk membentuk adonan dan mempengaruhi
tekstur produk. Reaksi air dengan gluten dapat memberikan sifat keras
pada produk akhir. Air akan menghidrasi protein dan pati dalam
tepung dan penting untuk pengembangan gluten. Beberapa molekul
air akan terikat kuat pada protein tepung selama mixing adonan (De
Man, 1997)
E. Susu Bubuk (Milk Powder)
Salah satu bahan penting dalam pembuatan biskuit adalah
susu, karena susu dapat memberikan rasa, kenampakan produk akhir,
kalsium dalam susu dapat memperkuat gluten yang terbentuk, efek
buffer susu juga dapat menghambat fermentasi serta warna yang lebih
baik (Maltz, 1992).
Dalam pembuatan biskuit ada tiga macam susu yaitu cocoa
powder, whey powder, dan full cream powder. Cocoa powder
digunakan sebagai penambah rasa coklat pada jenis biskuit tertentu
dan sebagai bahan cream coklat. Fungsi whey powder adalah untuk
11
memperbaiki tekstur, warna, rasa, dan menambah nilai gizi.
Sedangkan full cream powder bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi
dan memperbaiki cita rasa, selain itu air dalam susu membantu
terbantuknya gluten pada adonan, mengatur kepadatan adonan,
melarutkan, dan menyebarkan adonan (Astawan, 2001).
F. Telur
Telur yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit
adalah telur segar yang sebelumnya dilakukan pemisahan antara putih
dan kuning telur. Telur yang digunakan dalam pembuatan adonan
biskuit hanya bagian kuningnya saja karena mengandung lesitin yang
mempunyai daya pengemulsi dan dapat memberikan cita rasa,
sedangkan bagian putih telur digunakan sebagai bahan dalam
pembuatan krim untuk biskuit jenis bunga gem (Winarno, 1991).
Selain digunakan kuning telur untuk keperluan sebagai
pengemulsi juga digunakan lesitin yang berasal dari kedelai. Hal
tersebut dilakukan karena daya simpan dari telur sendiri tidak terlalu
lama serta ketersediaan telur juga terbatas sehingga digunakan pula
lesitin yang berasal dari kedelai (Winarno, 1991).
G. Garam
Garam yang digunakan adalah garam yang mengandung
iodium. Menurut Matz (1992), efek penambahan garam dalam adonan
secara umum adalah meningkatkan warna remahan dan butiran kue.
Selain itu, penambahan garam dalam pembuatan adonan biskuit
biasanya berfungsi untuk menambah cita rasa dan meningkatkan
aroma, memperkuat kekompakan adonan dan memperlambat
pertumbuhan aroma, memperkuat kekompakan adonan dan
12
memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir. Penambahan
garam pada adonan juga ditentukan sesuai dengan takaran (formula)
yang ada untuk pembuatan satu kali adonan.
2.4.3. Bahan Penolong
A. Pengembang (Baking Powder)
Bahan pengembang yang digunakan yaitu sodium bikarbonat.
Bahan pengembang lain yang digunakan dalam pembuatan adonan
biskuit adalah ammonium bikarbonat. Selain sebagai pengembang
senyawa ini juga merupakan senyawa preservatif untuk
memperpanjang daya simpan dari biskuit yang dihasilkan. Menurut
Hui (1992), umumnya ammonium bikarbonat ini dilarutkan di dalam
air lalu ditambahkan pada adonan saat di-mixer. Ammonium
bikarbonat akan terurai pada suhu tinggi (Winarno, 2004). Bahan
tersebut dipadukan dengan natrium bikarbonat agar diperoleh kualitas
pengembangan dan preservatif yang bagus terhadap produk akhir
biskuit.
B. Perasa makanan (Food Flavour)
Perasa makanan (food flavour) yang ditambahkan pada tiap
jenis produk berbeda jenisnya, sesuai dengan rasa yang dikehendaki.
Penambahan perasa makanan dilakukan dengan dua cara yaitu
penambahan dilakukan saat pembuatan adonan seperti rasa susu,
kacang, coklat, dan kelapa, atau dilakukan pada krim yang menjadi isi
dari biskuit misalnya pada pinneapple cream.
13
C. Emulsifier
Emulsifier yang digunakan adalah Soybean Lecithin. Lesitin
berfungsi sebagai emulsifier untuk menstabilkan fase minyak dan air
pada adonan sehingga mencegah adonan lengket saat mixing.
D. Pewarna Makanan (Food Color)
Tujuan penggunaan warna pada produk biskuit yang
dihasilkan adalah untuk memulihkan warna alami makanan,
keseragaman warna, memperkuat warna alami, membantu melindungi
flavor dan vitamin selama pengolahan, memberikan penampilan yang
menarik, membantu melindungi karakter yang ada pada produk,
sebagai identifikasi visual terhadap kualitas makanan. Pewarna
makanan yang digunakan antara lain lyncol lemon yellow, apple
green, dalfcol panceau 4R, sunset yellow FCF, chocolate flv dan
lyncol egg yellow.
III
ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA
3.1. Alat
1. Oven
2. Pisau
3. Wajan
4. Talenan
5. Loyang
6. Mixer
7. Parutan
8. Kompor
9. Wadah
10. Piring
11. Sendok
12. Gilingan
13. Timbangan
3.2. Bahan
1. 25% fillet dada ayam
2. 40% tepung terigu
3. 1% backing powder
4. 1,5% kuning telur
5. 0,1% merica
6. 0,1% garam
7. 25% mentega
8. 4,6% SP
9. 2% daun bawang
10. 5,4% susu bubuk
11. 2,4% penyedap rasa
12. 1% bubuk cabe
13. 1% bubuk blackpepper
14. 14,7% keju
3.3. Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Siapkan fillet dada ayam dan potong menjadi beberapa bagian,
kemudian taburi dengan garam secukupnya. Ratakan garam ke
seluruh bagian daging ayam, lalu kukus dada ayam fillet selama 25
menit.
15
3. Setelah masak dan matang, dinginkan lalu fillet dada ayam
disuwir-suwir menjadi potongan-potongan yang ukurannya kecil,
kemudian sisihkan.
4. Campurkan mentega dan SP ke dalam wadah kemudian kocok
menggunakan mixer hingga mengembang dengan kecepatan tinggi.
5. Masukkan 4 kuning telur ke dalam adonan sambil dikocok dengan
mixer, kocok hingga mengembang.
6. Masukkan susu bubuk dan baking powder ke dalam adonan
kemudian kocok lagi hingga merata.
7. Bagi adonan menjadi 3 bagian yang beratnya sama. Adonan 1
ditambahkan parutan keju cheddar, penyedap rasa, irisan daun
bawang, daging ayam suwir dan tepung terigu. Aduk hingga kalis.
8. Adonan 2 ditambahkan bubuk cabe, penyedap rasa, irisan daun
bawang, daging ayam suwir dan tepung terigu. Aduk hingga kalis
dan dapat dibentuk.
9. Adonan 3 ditambahkan bubuk blackpepper, penyedap rasa, irisan
daun bawang, daging ayam suwir dan tepung terigu. Aduk hingga
kalis.
10. Setelah masing-masing adonan tercampur rata, bentuk adonan dari
masing-masing rasa dengan berbagai bentuk yang diinginkan.
11. Letakkan bentukan adonan di atas loyang yang telah dilumuri
mentega dan terigu sebelumnya, panggang menggunakan dengan api
sedang (suhu 60-800 C) selama ± 45 menit atau sampai biskuit
berwarna kecoklatan dan mengeras.
12. Angkat loyang yang berisi biskuit dari oven lalu dinginkan dan
biskuit ayam siap untuk dinikmati.
IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil percobaan dalam pembuatan biskuit ayam, maka
kami hasil biskuit ayam kami memiliki organoleptik sebagai berikut :
Warna : kecoklatan
Rasa : enak, gurih, dan renyah
Bau : harum biskuit
Tekstur : padat dan renyah
Pengamatan awal :
Berat awal adonan = 1000 gram
Berat awal adonan dibagi menjadi 3 bagian, yakni :
1. Adonan rasa keju = ± 300 gram
2. Adonan rasa blackpepper = ± 300 gram
3. Adonan rasa pedas = ± 300 gram
Dari berat adonan awal 1000 gr dihasilkan menjadi ± 100 keping
dengan masing ukuran dan bentuk yang berbeda pada berbagai rasa,
yaitu :
1. Rasa keju = bentuk bulat, dengan diamater 5 cm
2. Rasa blackpepper = bentuk segitiga, dengan panjang sisinya 4 cm
3. Rasa pedas = bentuk persegi panjang, dengan ukuran panjang
3 cm dan lebar 2 cm.
17
4.2. Pembahasan
Pada praktikum Pengembangan Produk Pangan saat ini kelompok
kami mendapatkan komoditi daging ayam untuk dibuat produk pangan baru
dan kami membuat “Biskuit Ayam”. Pada percobaan pertama hasil produk
biskuit yang kami buat dapat dikatakan gagal, hal ini dapat dilihat dari
warnanya yang sedikit kehitaman atau gosong, tingkat kematangannya yang
tidak merata, rasa kurang enak, dan tekstur yang keras. Hal ini dikarenakan
penggunaan putih telur dalam adonan, pengocokkan adonan yang tidak
menggunakan mixer sehingga tidak merata dan tidak mengembang, dan
mungkin dikarenakan penggunaan tepung terigu yang terlalu banyak, serta
alat pemanggang yang tidak sesuai yang notabene kami menggunakan
microwave, dan penggunaan bumbu-bumbu atau bahan-bahan yang kurang
tepat.
Sedangkan pada praktikum selanjutnya yang merupakan hasil akhir
dari praktikum ini yang proses pengolahannya pun disaksikan langsung
oleh para dosen. Hasil produk biskuit ayam yang didapatkan dapat
dikatakan berhasil, sebab biskuit kami memiliki rasa yang enak dan gurih.
Hal ini dikarenakan karena kami tidak menggunakan putih telur lagi ke
dalam adonan melainkan hanya kuning telur saja, lalu pengocokkan adonan
dilakukan dengan mixer sehingga adonan tercampur rata dan mengembang,
dan penambahan bahan baru seperti sp dan penggantian daun seledri
dengan daun bawang dan mengurangi jumlah penggunaan terigu, serta kita
tidak menggunakan kembali alat microwave untuk memanggang tetapi
menggunakan oven biasa. Dengan menggunakan oven memiliki kelebihan
dalam hal daya tampung lebih banyak, api dapat dapat diatur sehingga suhu
18
yang kita inginkan dapat dengan mudah dikontrol, meskipun waktu yang
dibutuhkan lebih lama daripada penggunaan microwave.
V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah kami lakukan dan
pembahasan di atas maka kami dapat memberikan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Daging ayam dapat menjadi produk pangan baru yang memberikan
nilai ekonomis yang tinggi untuk dijadikan diversifikasi produk
pangan.
2. Produk biskuit ayam ini dapat dijadikan sebagai alternatif pangan
dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
3. Dalam proses pembuatan produk pangan “biskuit ayam” ini perlu
dilakukan percobaan beberapa kali untuk mengetahui bahan apa
yang tepat untuk dijadikan bahan produk ini sehingga didapatkan
hasil seperti yang kita inginkan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan
biskuit ayam ini adalah : pengunaan bahan dan bumbu yang tepat,
proses pemanggangan dari segi waktu, suhu, kematangannya, alat
yang dipergunakan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anne Ahira. 2009. Daging Ayam. http://www.anneahira.com/daging-
ayam.htm (diakses pada 21 Desember 2012 pukul 22.34 WIB)
Astawan, M. 2001. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.
De Man, J, M. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Desroiser, Norman, W. 1988. Technology of Food Preservation. AVI
Publishing Company Inc. Diterjemahkan oleh Muchcadi Muljohardjo.
Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Capman
and Hall. New York.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Lordbroken. 2010. Komposisi dan Proses Pembuatan Biskuit.
http://lordbroken.wordpress.com/2010/06/08/komposisi-dan-proses-
pembuatan-biskuit/ (diakses pada 22 Oktober 2012 pukul 20.35 WIB).
Mamaz. 2012. Cara Membuat Biskuit Coklat Susu Manis. http://masak-
kue.blogspot.com/2012/08/Membuat-Biskuit-Coklat.html (diakses
pada 22 Oktober 2012 pukul 15.30 WIB).
Matz, S.A. 1992. Cookie & Cracker Technology. AVI. Co. Inc., Westport.
Omobuwajo, T.O. 2003. Compositional Characteristics and Sensory
Quality of Biskuit, Prawn Crackers and Fried Chips Produced From
Breadfruit. I.Food Sci & Emerging Tech. 4 (219-225).
Winarno, F, G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Bahan-bahan Yang Digunakan
Tepung Terigu Telur
Susu Bubuk dan Mentega Keju
Daun Bawang Penyedap Rasa dan Bubuk Cabe