Post on 07-Aug-2018
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
1/37
USULAN PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
TBC-PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ..........
KABUPATEN ..........
TAHUN ..........
. . . . . . . . . .
..........
PEMINATAN ..........
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ..........
..........
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
2/37
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i
HALAMAN SAMPUL DALAM ..................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN USULAN PENELITIAN .................................. vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viiDAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
C. Tujuan Penelitian.............................................................................
D. Manfaat Penelitian .........................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Pustaka................................................................................1. Penyebab TBC Paru .................................................................
2. Cara Penularan .........................................................................
3. Riwayat terjadinya TBC Paru ..................................................
4. Penemuan Penderita .................................................................
5. Penegakan Diagnosa ................................................................6. Pemeriksaan Radiologis (Foto Rontgen) .................................
B. Kerangka Konseptual Penelitian....................................................
1. Dasar Pemikiran .......................................................................
2. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian...................................
C. Hipotesis Penelitian.........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian...............................................................................
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .........................................................
1. Waktu Penelitian......................................................................
2. Lokasi Penelitian......................................................................
C. Populasi dan Sampel ......................................................................
1. Populasi ...................................................................................
2. Sampel......................................................................................
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
3/37
D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif ...................................1. Kejadian TBC Paru BTA (+) ...................................................
2. Kontak Serumah.......................................................................
3. Lama Kontak............................................................................
4. Kepadatan Penghuni Rumah....................................................E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................
F. Teknik Analisis Data ......................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
4/37
BAB I
PENDAHULUAN
C. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dunia. Penyakit tuberkulosis paru banyak menyerang usia kerja
produktif, kebanyakan dari kelompok sosial ekonomi rendah dan berpendidikan
rendah. Meningkatnya kasus HIV/AIDS yang menurunkan daya tubuh juga
menyebabkan meningkatnya kembali penyakit TBC dinegara-negara yang sudah
berhasil mengendalikan penyakit. Banyak penderita yang tidak berhasil
disembuhkan, penderita dengan basil tahan asam (BTA) positif berisiko
menularkan penyakit pada orang lainnya. Tahun 1993, WHO mencanangkan
kedaruratan global penyakit TBC. Diperkirakan setiap tahun ada 9 juta penderita
TBC baru dengan kematian 3 juta orang. 95% penderita TBC berada di negara
berkembang dan beban terbesar terutama adalah di Asia Tenggara. Di negara-
negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang
sebenarnya dapat diadakan pencegahan (Depkes, 2000).
Indonesia merupakan negara terpadat nomor 4 di dunia dengan jumlah
penduduk 210 juta pada tahun 2004, penyakit TBC menduduki tempat ke 3
terbesar didunia setelah China dan India. Dari hasil survey kesehatan rumah
tangga , penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga terbesar setelah
penyakit Kardiovasculer dan penyakit saluran pernapasan atas (ISPA) pada semua
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
5/37
golongan umur dan penyebab penyakit nomor satu pada kelompok penyakit
infeksi.(Depkes 2004)
WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahun terjadi 583.000
kasus untuk semua jenis TBC dan 282.000 kasus baru dengan BTA (+).
Prevalensi kasus TBCC-Paru BTA (+) diperkirakan 715.000 dengan kematian
sekitar 140.000 atau secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia
terdapat 130 penderita TBC-Paru baru dengan BTA (+) dan menyerang sebagian
besar usia produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah
(Depkes 2000).
Dalam upaya penanggulangan TBC di Indonesia telah ditetapkan tujuan
program pemberantasan yang meliputi tujuan jangka panjang yaitu menurunkan
angka kesakitan, kematian dan penularan TBC dengan cara memutuskan rantai
penularan sehingga penyakit TBC tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, dan tujuan jangka pendek yaitu menyembuhkan minimal
85% penderita baru BTA (+) yang ditemukan, tercapinya cakupan penemuan
penderita secara bertahap sampai dengan tahun 2007, 70% mencegah timbulnya
resistensi obat TBC di masyarakat (Depkes, 1999).
Sejak tahun 1995 pemerintah telah berusaha melakukan pemberantasan
penyakit tuberkulosis dengan melaksanakan strategi DOTS yang
direkomendasikan oleh WHO. Dengan strategi DOTS diharapkan dapat
memberikan angka penemuan dan kesembuhan yang tinggi untuk menurunkan
angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit tuberkulosis.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
6/37
Strategi DOTS terdiri dari :
a) Komitmen politisi dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
b) Diagnosa TBC paru dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis terhadap
semua tersangka TBC diunit pelayanan kesehatan.
c) Pengobatan jangka pendek dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan
pengawasan langsung oleh PMO (Pengawas Makan Obat).
d) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita.
e) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program.
Dengan strategi DOTS program sudah masuk keseluruh Puskesmas di
Indonesia, namun Rumah Sakit, Poliklinik dan praktek dokter masih sangat
sedikit menerapkan program DOTS ini. Dari hasil evaluasi diseluruh Indonesia
menunjukkan bahwa dengan strategi DOTS angka kesembuhan (Cure rate) telah
mencapai 87% dari target nasional 85%, namun cakupan penemuan (Case
detection rate) baru mencapai 10% dari target nasional 70% yang seharusnya
dicapai untuk mendapatkan dampak ..........s (Info Gerdunas, 2001).
Adapun program pemberantasan TBC paru berbasis masyarakat
(community based TBC control program) telah meningkatkan jumlah penderita
yang ditemukan dan diperiksa dan juga mendekatkan pelayanan pengobatan
kepada penderita yang ditemukan tetapi kenaikannya sangat sedikit dan sangat
kurang dari target yang diharapkan.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
7/37
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Runggu tahun 2003 di Kota
Samarinda didapatkan bahwa pendidikan, kontak serumah, lama kontak,
kepadatan penghuni dan ventilasi rumah merupakan faktor risiko terhadap
kejadian TBC paru dengan nilai OR > 1. Kontak serumah dan lama kontak
merupakan faktor risiko tertinggi terhadap kejadian TBC paru. Faktor risiko
pendidikan, pekerjaan, kepadatan penghuni dan ventilasi rumah tidak ada
pengaruh terhadap kejadian TBC paru.
Di Kabupaten .......... dengan penduduk 65.452 orang tahun 2007 dengan
strategi DOTS perkirakan 531 suspek dan BTA (+) 33 kasus,(0,05%) dari 38
penderita yang diobati 38 sembuh. Tahun 2008 dari jumlah penduduk 66.282
orang perkiraan suspek 796 dan terdapat kasus TBC paru BTA (+) 78 kasus,
(0,11%) dari 78 penderita yang diobati 39 orang sembuh. Sedangkan pada Tahun
2009 dengan jumlah penduduk 68.874 orang dan dari perkiraan suspek 977
ditemukan kasus TBC paru BTA (+) 111 kasus (0,16%) dari 94 penderita yang
diobati tidak ada yang sembuh.
Di wilayah Puskesmas .......... dengan jumlah penduduk 13.166 tahun 2007
dengan perkiraan suspek 113 di temukan kasus TBC paru BTA(+) 11 kasus,
(0,08%) dari 9 penderita yang diobati 9 orang sembuh, Tahun 2008 jumlah
penduduk 13.521, orang perkiraan suspek 78 terdapat TBC paru BTA (+) 11
kasus, (0,08%) dari 11 penderita yang diobati 5 orang yang sembuh, Tahun 2009
jumlah penduduk 13.830 orang, dengan perkiraan suspek 272 terdapat kasus TBC
Paru BTA (+) 22 kasus, (0,15%) dari 22 penderita yang diobati tidak ada yang
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
8/37
sembuh, dan pada tahun .......... dari januari hingga maret dengan perkiraan suspek
67 terdapat kasus TBC Paru BTA (+) 5 kasus, (0,4%) 5 penderita sementara
dalam masa pengobatan dari 13.861 jumlah penduduk, sehingga jika di rata-rata 5
kasus dalam tiap trimester maka akan akan terdapat 20 kasus dalam 1 tahun
(Register Puskesmas ..........,...........
Berdasarkan data tersebut, mendorong peneliti untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian TBC paru di wilayah kerja Puskesmas
.......... Kabupaten .......... tahun ...........
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TBC paru,
maka perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah faktor kontak serumah berhubungan dengan kejadian TBC Paru di
Wilayah kerja Puskesmas .......... Kabupaten .......... ..........?
2. Apakah faktor lama kontak berhubungan dengan kejadian TBC Paru di
Wilayah kerja Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ..........?
3. Apakah faktor kepadatan penghuni rumah berhubungan dengan kejadian TBC
Paru di Wilayah kerja Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ..........?
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
9/37
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian TBC paru
di Wilayah Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ...........
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan faktor kontak serumah dengan kejadian
TBC paru di Wilayah Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ...........
2. Untuk mengetahui hubungan faktor lama kontak dengan kejadian TBC
paru di Wilayah Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ...........
3. Untuk mengetahui hubungan faktor kepadatan penghuni rumah dengan
kejadian TBC paru di Wilayah Puskesmas .......... Kabupaten ..........
tahun ...........
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian sebagai sumbangan ilmiah dan bahan bacaan bagi masyarakat
dan peneliti selanjutnya.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
10/37
2. Manfaat Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan
bagi pengambil keputusan untuk perbaikan program pemberantasan dan
penanggulangan TBC paru.
3. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini sebagai informasi bagi instansi terkait khususnya di ..........
dan Indonesia pada umumnya.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
11/37
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
B. Kajian Pustaka
6. Penyebab TBC Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium Tuberkulosis), pertama kali ditemukan oleh
Robert Koch pada tahun 1882.
Ciri-ciri kuman tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kuman ini berbentuk batang berwarna merah.
b. Ukuran panjang sekitar 4 mikron dan tebalnya 0,3 – 0,6 mikron.
c. Mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap penghilangan warna dengan
asam dan alkohol pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula dengan
Basil Tahan Asam (BTA). Kuman akan tumbuh optimal pada suhu 370
C,
dengan PH 6,4 – 7 (Aditama dkk, 2000).
d. Kuman ini cepat mati (sekitar 5 menit) dengan sinar matahari langsung
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang lembab dan gelap.
e. Basil ini dilindungi oleh lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid.
f. Kuman dapat tertidur lama (dormant) selama beberapa tahun.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
12/37
7. Cara Penularan
Sumber penularan penyakit TBC paru adalah penderita dengan TBC
paru BTA (+). Penderita menyebarkan kuman ke udara pada waktu batuk atau
bersin dalam bentuk percikan dahak (droplet), percikan yang mengandung
kuman tuberkulosis dapat bertahan diudara beberapa jam pada suhu kamar,
terhirup oleh orang sehat sewaktu bernapas, selanjutnya akan berkembang
biak dalam jaringan paru-paru, kemungkinan pula masuk kebagian tubuh
lainnya melalui pembuluh darah, saluran limfe, atau penyebaran langsung
ketubuh lainnya ( Enarson, 1996 ).
Makin tinggi gradasi kuman BTA hasil pemeriksaan dahak makin
menular penderita tersebut, bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman dibawah mikroskop) maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor lain yang
mempengaruhi seseorang terinfeksi TBC adalah daya tahan tubuh yang
rendah diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS ( Depkes 2001 ).
Sekitar 80 – 90% orang telah terinfeksi kuman TBC tetapi belum tentu
penderita TBC, untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh bisa
berada dalam keadaan dormant (tidur), keberadaan kuman dormant dapat
diketahui hanya dengan test tuberculin. Apabila penyakit TBCC tidak diobati
maka setiap orang dengan penyakit TBC paru BTA (+) akan dapat
menularkan kepada sekitar 10 – 15 orang setiap tahunnya (WHO,1999).
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
13/37
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran kuman
tuberkulosis adalah kasus sebagai sumber, faktor lingkungan, kesempatan
mendapat pemaparan dan faktor individu.( Hilips C Hopewell)
8. Riwayat terjadinya TBC Paru
a. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TBC Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri
diparu yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah sekitar 4 – 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-
kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
14/37
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi
penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan.
b. Tuberkulosis Pasca Primer ( Post Primary TBC )
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
setahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitasi atau efusi pleura.
9. Penemuan Penderita
a. Penemuan Penderita Pada Orang Dewasa
Penemuan kasus adalah komponen yang sangat penting dalam
pemberantasan penyakit tuberkulosis paru dan hampir semua penyakit
menular lainnya. Tujuan penemuan kasus adalah untuk menentukan
sumber infeksi dalam masyarakat yang berarti mencari orang yang
mengeluarkan basis tuberkulosis untuk diobati.
Pada program penanggulangan dan pemberantasan TB paru di
Indonesia dengan strategi DOTS, angka kesembuhan sudah cukup
meningkat namun angka penemuan masih sangat rendah ( Info Gerdunas,
2002 ). Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa dilaksanakan
secara pasif, artinya penyaringan penderita tersangka TBC paru yang
dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
15/37
kesehatan, ini sangat dipengaruhi oleh faktor individu penderita untuk
berkunjung ke pelayanan kesehatan. Karena tersangka yang mempunyai
gejala TBC dengan kemauan sendiri memeriksakan diri ke sarana
kesehatan ( Depkes, 2002 ).
Kegiatan ini harus didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh
petugas kesehatan maupun oleh masyarakat untuk meningkatkan cakupan
penemuan, cara ini disebut passive promotive case finding.
b. Penemuan Penderita Pada Anak
Penemuan penderita pada anak sebagian besar didasarkan pada
gambaran klinis, foto rontgen dan uji tuberculin.
10. Penegakan Diagnosa
Penegakan diagnosis penyakit TBC paru dapat dilakukan berdasarkan :
a. Gejala Klinis
Gejala klinis pada orang dewasa :
1) Batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih
2) Batuk berdahak campur darah merah segar, sesak napas dan rasa nyeri
dada
3) Badan lemah, nafsu makan menurun, rasa kurang enak badan
(malaise)
4) Berkeringat malam tanpa kegiatan, demam, meriang lebih dari sebulan
Lebih menguatkan apabila gejala tersebut diperkuat dengan riwayat
kontak dengan seorang penderita TBC paru BTA (+).
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
16/37
b. Pemeriksaan Bakteriologi/Laboratorium
Penemuan basil tuberkulosis ditemukan pertama kali oleh Robert
Koch pada tahun 1882, dan untuk prinsip penemuan kuman tahan asam ini
tetap merupakan pilihan utama walaupun dengan berbagai keterbatasan
(Adiatma T.J).
Penemuan basil tahan asam merupakan suatu alat penentu yang amat
penting dalam diagnosis tuberkulosis paru. Untuk mendapat hasil yang
akurat diperlukan rangkaian kegiatan yang akurat mulai dari cara
pengumpulan dahak, pemilihan dahak, teknik pewarnaan dan pengolahan
sediaan dahak yang diperiksa serta kemampuan membaca hasil pada
mikroskopis. Untuk mengetahui adanya kuman TBC dalam dahak
diperlukan dahak yang minimal 5000 basi/ml dahak, sedangkan untuk
menentukan diagnosis pasti dengan melaksanakan pemeriksaan melalui
kultur yang membutuhkan 50 – 100 kuman/ml dahak.
Tujuan pemeriksaan dahak :
1) Menegakkan diagnosis dan klasifikasi
2) Menilai kemajuan pengobatan
3) Menentukan tingkat penularan ( Depkes 2000 ).
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
17/37
Pada pemeriksaan dahak perlu diperhatikan :
1) Pelaksanaan pengumpulan dahak
Pemeriksaan dahak dengan mikroskopis yang digunakan oleh
program P2TBC paru saat ini sesuai dengan buku pedoman tahun 2002
adalah dengan memeriksa dahak secara mikroskopis pada 3 spesimen
yang dikenal dengan istilah SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu). Dahak yang
baik untuk diperiksa adalah dahak mukopurulent (nanah berwarna hijau
kekuning-kuningan) jumlahnya 3-5 ml tiap pengambilan.
Menurut WHO 2001 semua tersangka penderita yang datang
dengan kemauan sendiri ke pelayanan kesehatan dengan gejala klinis TBC
paru (suspek) pada orang dewasa harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam
waktu 2 hari berturut-turut.
a) Sewaktu : Dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC datang
berkunjung pertama kali datang pelayanan kesehatan. Pada saat pulang
suspek membawa sebuah pot untuk mengumpulkan dahak hari kedua.
b) Pagi : Dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua segera
setelah bangun tidur. Pot tersebut diantar sendiri ke laboratorium
pelayanan kesehatan. Volume dahak sebaiknya 3-5 ml.
c) Sewaktu : Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat
menyerahkan dahak pagi.
d) Hasil pemeriksaan dinyatakan (+) apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen
SPS BTA hasil positip.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
18/37
e) Bila hanya 1 dari pemeriksaan SPS positif maka pemeriksaan lanjut
dengan foto rontgen dada, apabila hasil rontgen mendukung TBC
maka penderita di diagnosis TBC paru BTA positip.
f) Hasil rontgen tidak mendukung maka di diagnosis bukan penderita
TBC.
Untuk mendapat kualitas dahak yang baik beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh petugas kesehatan yaitu :
a) Memberikan penjelasan kepada penderita mengenai pentingnya
pemeriksaan dahak, baik pemeriksaan dahak pertama maupun
pemeriksaan dahak ulang.
b) Memberi penjelasan kepada penderita tentang cara batuk yang benar
untuk mendapat dahak yang kental dan purulen.
c) Petugas memeriksa kekentalan, warna dan volume dahak, warna dahak
yang baik untuk pemeriksaan adalah warna kuning kehijau-hijauan
(mukopurulen), kental dengan warna 3-5 ml, bila volume kurang,
petugas harus meminta penderita batuk lagi sampai volume dahak
cukup.
d) Jika tidak ada dahak yang keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai
dan harus dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya
kontaminasi kuman TBC.
Bila sulit mengeluarkan dahak dapat dilakukan dengan :
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
19/37
a) Malam hari sebelum tidur, minum satu gelas teh manis atau menelan
tablet gliseril guayacolat 200 mg.
b) Melakukan olah raga ringan (lari-lari kecil) kemudian menarik nafas
dalam beberapa kali. Bila terasa agak batuk, nafas ditahan selama
mungkin lalu penderita disuruh batuk.
Pengumpulan dahak dilakukan sebagai berikut :
a) Beri label pada dinding pot yang memuat nomor identitas sediaan
dahak.
b) Buka pot dahak pegang tutupnya dan berikan pot itu kepada suspek.
c) Berdiri dibelakang suspek, minta dia memegang pot dekat ke bibirnya
dan membatukkan dahak kedalam pot.
d) Tutup pot dengan erat.
2) Pembacaan hasil pemeriksaan
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dilakukan dengan
menggunakan skala International Union Againt Tuberculosis and Lung
Diseases (IUATLD) dan diperiksa paling sedikit 100 lapang pandang atau
dalam waktu kurang lebih 10 menit sebagai berikut :
a) Tidak ditemukan BTA per 100 lapang pandang = negatif.
b) Ditemukan 1-9 BTA per 100 lapang pandang = ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
c) Ditemukan 10-99BTA per 100 lapang pandang = + atau 1+.
d) Ditemukan 1-10 BTA per 1 lapang pandang = ++ atau 2+
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
20/37
e) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang = +++ atau 3+.
Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan
harus diulang dengan spesimen dahak yang baru, bila hasilnya tetap 1-
3 BTA maka hasilnya dilaporkan negatif, bila hasilnya 4-9 BTA
dilaporkan positif.
7. Pemeriksaan Radiologis (Foto Rontgen)
Pemeriksaan rontgen ini membantu penegakan diagnosis TBC bila
dari 3 kali pemeriksaan dahak BTA hanya 1 negatif atau semuanya negatif
sedangkan secara klinis mendukung sebagai TBCC, maka perlu pemeriksaan
rontgen.
a. Klasifikasi Penyakit TBC
Menurut Depkes pada Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis tahun 2000 bahwa klasifikasi penyakit tuberkulosis perlu
ditentukan sebelum pengobatan dengan tujuan untuk menetapkan panduan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Klasifikasi penyakit TBC sebagai berikut :
1) Tuberkulosis paru adalah bentuk yang sering dijumpai yaitu sekitar 80
% dari semua penderita tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) merupakan bentuk dari TBC yang
dapat menular.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
21/37
Berdasarkan pemeriksaan dahak TBC paru dibagi dalam :
a) Tuberkulosis paru BTA (+) yaitu :
(1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
(2) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan rontgen
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
b) Tuberkulosis paru BTA (-) yaitu dari pemeriksaan 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
TBC paru BTA negatif, rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya yaitu berat dan ringan. Berat bila gambaran
foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas dan keadaan umum penderita buruk.
2) Tuberkulosis extra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru seperti pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang
belakang, persendian, kulit, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-
lain.
b. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
22/37
1) Kasus baru adalah penderita tuberkulosis yang belum pernah dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
2) Kambuh (relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
3) Pindahan (transfer in) adalah penderita yang sedang mendapat
pengobatan di suatu Kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke
Kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindahan (Form TBC 09).
4) Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)
adalah penderita yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif setelah putus berobat (drop-out) 2 bulan atau lebih.
5) Gagal adalah :
(a) Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 atau lebih.
(b) Penderita BTA negatif, rontgen positif yang menjadi BTA positif
pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
6) Lain-lain
Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut di
atas, termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik yaitu penderita
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
23/37
yang masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang
dengan kategori 2.
c. Pengobatan TBC Paru
Pengobatan tuberkulosis sudah dimulai sejak tahun 1882, sejak
Robert Koch menemukan basil tuberkulosis. Di Indonesia menurut Maidin
program penanggulangan TBC paru secara nasional telah dilaksanakan
pengobatan TBC paru 3 tahap yaitu :
1) Obat jangka panjang (1969-1978)
2) Obat jangka menengah (1978-1995)
3) Obat jangka pendek 3 kategori dengan strategi DOTS (1995-
sekarang).
Tujuan pengobatan TBC paru adalah untuk menyembuhkan
penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan
risiko penularan ( Depkes 2001 ).
Pengobatan yang dianjurkan oleh WHO dan IULTLD tahun 1996
dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) standar yang terdiri dari :
Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomycin dan Ethambutol dengan
standar yang dinyatakan dalam kategori 1, kategori 2, kategori 3 dan
sisipan.
Berdasarkan paduan obat tersebut diatas maka program TBC paru
di Indonesia menggunakan paduan OAT yang disediakan dalam bentuk
paket dengan tujuan memudahkan pemberian obat kepada penderita dan
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
24/37
menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai satu paket untuk
setiap penderita dalam satu masa pengobatan.
Pada pengobatan dengan strategi DOTS OAT dibagi dalam 3
kategori yaitu :
1) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Pada tahap intensif obat ini terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirasinamid dan Etambuto. Obat ini diberikan setiap hari selama 2
bulan (2 HRZE). Kemudian dilanjutkan dengan tahap lanjutan yang
terdiri dari Isoniazid dan Rifampisisn diberikan 3 kali dalam seminggu
selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk penderita :
(a) Penderita baru TBC paru BTA positif.
(b) Penderita baru TBC paru BTA negatif, rontgen positif yang sakit
berat.
(c) Penderita TBC extra paru berat.
Untuk seorang penderita baru BTA positif diberikan satu paket
kombipak kategori 1 berisi 114 blister harian yang terdiri 60 blister
HRZE untuk tahap awal (intensif) dan 54 blister HR untuk tahap
lanjutan masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan
dalam 1 dos besar.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
25/37
Fase pengobatan pada kategori 1 :
(a) Pengobatan fase intensif yaitu pemberian OAT setiap hari selama
2 bulan (2 HRZE). Bila hasil pemeriksaan dahak ulang BTA
positif pada akhir bulan ke 2 maka pengobatan diteruskan dengan
obat sisipan (HRZE) selama 1 bulan. Setelah pengobatan sisipan
maka dilakukan pemeriksaan dahak ulang, kemudian diteruskan
dengan fase lanjutan tanpa melihat hasil pemeriksaan BTA.
(b) Pengobatan fase lanjutan bila pemeriksaan dahak ulang BTA (-)
pada akhir bulan ke 2 maka diteruskan dengan pengobatan (4
H3R3) fase lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam
seminggu, demikian pula fase lain untuk diberikan pada yang telah
selesai OAT.
2) Kategori 2 (2HRZES/HRSE/5H3R3E3)
OAT ketegori 2 ini diberikan untuk penderita BTA positif yang sudah
pernah makan OAT selama lebih sebulan yaitu :
a) Penderita kambuh (relaps)
b) Penderita gagal (failure)
c) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
Fase pengobatan ketegori 2 yaitu :
a) Pengobatan fase intensif yaitu pemberian OAT setiap hari selama
3 bulan terdiri dari 2 bulan diberikan HRZE dan suntikan
Streptomycin setiap hari, suntikan diberikan setelah menelan obat
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
26/37
di UPK. Kemudian dilanjutkan setiap hari HRZE selama satu
bulan. Bila hasil pemeriksaan dahak ulang BTA positif pada akhir
bulan ke 3, pengobatan diteruskan dengan OAT sisipan selama
satu bulan. Setelah pengobatan sisipan dilanjutkan pemeriksaan
dahak ulang, kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa
melihat hasil pemeriksaan BTA.
b) Pengobatan fase lanjutan bila : pemeriksaan dahak ulang BTA
negatif pada akhir bulan ke 3 maka diteruskan dengan pengobatan
(5H3R3E3), fase lanjutan selama 5 bulan diberikan 3 kali dalam
seminggu, demikian pula fase lanjutan diberikan pada penderita
yang telah selesai OAT sisipan.
3) Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Kategori 3 ini diberikan untuk :
a) Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan.
b) Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang),
sendi dan kelenjar adrenal.
Fase pengobatan pada kategori 3 yaitu :
a) Pengobatan fase intensif yaitu pemberian OAT setiap hari selama
2 bulan (2HRZ). Setelah fase intensif perlu dilakukan pemeriksaan
dahak ulang pada bulan ke 2.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
27/37
b) Pengobatan fase lanjutan bila pemeriksaan dahak ulang BTA
negatif, selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu.
4) OAT sisipan (HRZE)
Pada akhir bulan ke 2 maka diteruskan dengan pengobatan (4H3R3)
fase lanjutan. Apabila pada pemberian pengobatan kategori 1 atau
kategori 2 pemeriksaan dahak setelah fase intensif hasil BTA masih
(+) maka diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
8. Tinjauan Umum Tentang Faktor Risiko Yang Berhubungan Terhadap
Kejadian TBC Paru
a. Kontak Serumah dengan Sumber Penular
Kontak serumah dengan penderita TBC merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya TBC. Semua kontak penderita TBC positif harus
diperiksa dahak. Kontak erat seperti dalam keluarga dan pemaparan besar-
besaran seperti pada petugas kesehatan memungkinkan penularan lewat
percikan dahak.
Faktor risiko tersebut semakin besar bila kondisi lingkungan
perumahan jelek seperti kepadatan penghuni, ventilasi yang tidak
memenuhi syarat dan kelembaban dalam rumah merupakan media transisi
kuman TBC untuk dapat hidup dan menyebar. Untuk itu penderita TBC
dapat menularkan secara langsung terutama pada lingkungan rumah,
masyarakat di sekitarnya dan lingkungan tempat bekerja, makin
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
28/37
meningkatnya waktu berhubungan dengan penderita memberi
kemungkinan infeksi lebih besar pada kontak.
Hal tersebut memberikan gambaran bahwa pemaparan kuman TBC
dapat dipengaruhi oleh faktor individu, keeratan kontak dan faktor
lingkungan rumah seseorang.
b. Lama Kontak
Lama kontak adalah kurun waktu kontak tinggal bersama dengan
penderita secara terus-menerus sehingga pada proses ini melalui batuk
atau bersin, penderita TBC paru BTA (+) menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan, Selain itu faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TBC paru ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
karena risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan
dahak dimana pasien TBC paru dengan BTA (+) memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TBC paru BTA (-)
(Depkes 2008).
Masa inkubasi kuman TBC mulai dari masuknya kuman sampai
terjadi infeksi diperkirakan 6 bulan sampai dengan 2 tahun (Depkes,2002).
c. Kepadatan penghuni rumah
Menurut Proyono Tjiptoheryanto 1983, beberapa faktor sosial
ekonomi diperkirakan mempengaruhi tingkat kesakitan maupun kematian
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
29/37
akibat penyakit tuberkulosis termasuk faktor kepadatan penduduk.
Besarnya prosentase penduduk yang berdiam di kota akan mempengaruhi
bukan saja kepadatan namun juga hubungan antara seseorang dengan
orang lainnya. Keadaan perumahan memberikan dampak langsung kepada
kesehatan lingkungan dan termasuk didalamnya jumlah orang dalam satu
rumah. Lingkungan tempat tinggal diyakini beberapa peneliti sebagai
faktor risiko. Dalam program penyehatan lingkungan pemukiman, telah
ditetapkan syarat-syarat kesehatan untuk rumah tinggal antara lain :
1) Luas ruangan rumah dibanding penghuni tidak kurang dari 9 m2/jiwa.
2) Lantai dan dinding kamar tidur kering (tidak lembab)
3) Pencahayaan memanfaatkan sinar matahari sebanyak mungkin untuk
penerangan dalam rumah pada siang hari.
B. Kerangka Konseptual Penelitian
3. Dasar Pemikiran
Penyakit TBC paru disebabkan oleh microbacterium tuberkulosis
sebagai faktor agent (virulensi kuman) yang menular dari orang sakit TBC
aktif ke orang sehat yang sangat dipengaruhi oleh kondisi penjamu yaitu daya
tahan tubuh sebagai faktor host, keeratan kontak terutama kontak serumah dan
lama kontak diperburuk oleh kondisi lingkungan perumahan antara lain
kepadatan penghuni dan ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
30/37
Faktor risiko adalah semua faktor yang dapat memberikan risiko
terjadinya penyakit. Variabel yang diteliti adalah :
a. Variabel independen (faktor risiko) yaitu kontak serumah, lama kontak,
dan kepadatan penghuni.
b. Variabel dependen (akibat/efek) adalah penderita TBCC paru.
4. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 2 : Kerangka konsep penelitian
C. Hipotesis Penelitian
a. Ada hubungan kontak serumah dengan kejadian TBC paru.
b. Ada hubungan lama kontak dengan kejadian TBC paru.
c. Ada hubungan kepadatan penghuni dengan kejadian TBC paru.
FAKTOR KONTAK :
- KONTAK SERUMAH
- LAMA KONTAK
FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH :
- KEPADATAN PENGHUNI
KEJADIANTBC PARU
BTA (+)
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
31/37
BAB III
METODE PENELITIAN
F. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian observasional dengan
rancangan Potong lintang (cross sectional study).
G. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 1 bulan yaitu dari
15 April .......... sampai dengan 15 Mei ...........
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas ..........
Kecamatan .......... Barat Kabupaten ...........
Wilayah Puskesmas .......... terdiri dari 16 Desa yaitu desa .......... 1,
Desa .......... 2, Desa Bolangitng Induk, Desa Jambu sarang, Desa Telaga,
Desa Telaga tomoagu, Desa Sunuo, Desa Olot 1, Desa Olot 2, Desa Olot
Induk, Desa Langi, Desa Iyok, Desa Tote, Desa Paku utara, Desa Paku
selatan, Desa wakat.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
32/37
H. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah semua penduduk suspek TBC paru dan penderita TBC
paru BTA (+) yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas .......... tahun ..........
berjumlah 501 jiwa
2. Sampel
Sampel ádalah penduduk suspek TBC paru dan penderita TBC paru
BTA (+) di wilayah kerja puskesmas .......... Kabupaten .......... selang Februari
- Maret .........., beralamat yang jelas dan bersedia diwawancarai.
a. Cara pemilihan sampel
Sampel diambil secara Simple Random Sampling , yaitu pengambilan
sampel secara acak sederhana.
b. Besar sampel
Untuk menghitung besar sampel berdasarkan rumus :
N. Z². p. qn =
d². (N-1) + Z². p. Q
I. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
1. Kejadian TBC Paru BTA (+)
Kejadian TBC Paru (+) adalah infeksi kuman mycobacterium tuberkulosis
baik secara langsung atau tidak langsung berdasarkan diagnosis petugas
kesehatan Puskesmas ...........
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
33/37
Kriteria objektif :
Menderita TBC Paru BTA (+) : Bila hasil pemeriksaan mikroskopis
minimal 2 kali dari 3 kali pemeriksaan
mikroskopis sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)
hasilnya positif, 1 spesimen dahak SPS
hasilnya (+) dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Tidak Menderita TBC BTA (-) : Bila tidak sesuai kriteria pemeriksaan
mikroskopis minimal 2 kali dari 3 kali
pemeriksaan mikroskopis sewaktu, pagi,
sewaktu (SPS) hasilnya positif, 1 spesimen
dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis
aktif.
2. Kontak Serumah
Adalah responden tinggal serumah dengan penderita TBC paru BTA
(+) sebelum responden sakit.
Kriteria objektif :
Risiko tinggi : Bila responden tinggal satu rumah dengan penderita TBC
paru BTA (+) sebelum responden sakit.
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
34/37
Risiko rendah : Bila responden tidak tinggal serumah dengan penderita TBC
paru BTA (+).
3. Lama Kontak
Adalah lama kontak atau lama tinggal serumah/bergaul responden
dengan penderita TBC paru BTA (+) sebelum responden sakit.
Kriteria objektif ( Depkes RI.Tahun 2000 ) :
Lama : bila lama kontak 6 bulan
Belum lama : bila lama kontak < 6 bulan
4. Kepadatan Penghuni Rumah
Pengukuran kepadatan penghuni rumah dilakukan dengan menghitung
luas lantai bangunan dengan menggunakan alat ukur meteran standar)
kemudian dibagi dengan jumlah penghuninya yaitu 9 M2
perorang (Depkes,
2006).
Kriteria objektif :
Padat : bila luas bangunan < 9 M2
perorang
Tidak padat : bila luas bangunan ≥ 9 M2 perorang
J. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
35/37
Data primer diperoleh berdasarkan wawancara langsung dengan responden
yang terpilih dengan menggunakan kuesioner dan observasi langsung ke
rumah responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui buku register penderita TBCC paru
Puskesmas .......... tahun ...........
F. Teknik Analisis Data
1. Pengolahan dan Penyajian Data
Data akan diolah dengan software program SPSS, kemudian Data hasil
penelitian disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan narasi.
2. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square dengan
rumus :
n ([ad-bc] – ½ n)2
x2 =(a+b)(c+d)(a+c)(b+d)
Interpretasi :
x2 Hitung > x2 tabel tolak Ho
x2 Hitung
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
36/37
DAFTAR PUSTAKA
Adiatama, T. Y 2000, Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya, Lab.
Mikrobiologi RSUP Persahabatan Yakarta.
Bhisma Murti, 1995, Prinsip dan Metode Reset Epidemiologi, Fakultas KedokteranUniversitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Buku Pegangan untuk Workshop, 2003, Pengembangan Comunitas Laboratorium
TBC. Indonesia Australia Spesialised Training Project Phase II , Yakarta.
Bustam M. N, nalisis Tabel Lipat Empat , 1998, Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Hasanudin, Ujung Pandang.
Depkes RI, 2002, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, Cetakan ke 8,
Yakarta
Depkes RI, 2002, Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2002-2006 , Jakarta.
Depkes RI, Press Relise, Jakarta, April 2002, Rumah Sakit erupakan Mata Rantai Penting Dalam Penanggulangan TBCC .
Depkes RI, 1989, Buku Petunjuk Survei Dasar Tentang Perumahan dan
Lingkungannya Serta Penanggulangan Kartu Rumah Bagi Kader Kesehatan
Lingkungan.
Dinas Kesehatan Provinsi .........., 2007, Profil Kesehatan Provinsi ...........
Dinas Kesehatan Kabupaten .........., 2008, Profil Kesehatan Kabupaten .........., ...........
Hamzah Asiah, Burhanuddin, Rostiinah, 2002, Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru Strategi DOTS di Puskesmas
Alliritengae Kabupaten Maros.
Info Gerdunas 2002, Sekilas sejarah Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia
Bulan April, Jakarta.
John Croffin dkk, Tuberkulosis Klinis, Edisi ke 2
8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)
37/37
Toman K, 1979, Tuberculosis Case-Finding And Chemotherapy, WHO Geneva.
Retno dkk, Cermin Dunia Kedokteran No. 137, 2002, Studi Kasus Hasil Pengobatan
Tuberkulosis Paru di 10 Puskesmas di DKI Jakarta.
Stanley Lemeshow dkk, Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rungngu Lucia, 2003, Analisis Beberapa Faktor Risiko Kejadian TBCC paru di
wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kota Samarinda, Tesis tidak diterbitkan,
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Soekidjo N, 2002, etodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi
Sudirman, 2003, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberhasilan
Program Pengobatan TBCC Paru Melalui Strategi DOTS di Kabupaten
Jeneponto
Wayan A, 2001, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC Paru Di Kab. Donggala, Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan MasyarakatUI, 2001.
Salahuddin, 2002, Analisis Beberapa Faktor Risiko Tuberkulosis Paru Di Puskesmas
Bantimurung Kabupaten Maros, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas
Hasanudin, 2002.