Post on 17-Sep-2015
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
2002 Indra Zainun Posted: 13 December, 2002 Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor December 2002 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof Dr Ir Zahrial Coto Dr Bambang Purwantara
KONSEP TATA RUANG TERPADU DARAT DAN LAUT
Oleh :
I N D R A SPL/C261020011
E-mail : indra_ipb@yahoo.com
1. PENDAHULUAN
Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 (R.I 1992) tentang penataan ruang
disebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan
ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup
dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan tata
ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun
tidak. Selanjutnya penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Secara umum, perencanaan ruang adalah suatu proses penyusunan rencana tata
ruang untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, manusia, dan kualitas
pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang tersebut dilakukan melalui proses proses
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta mengikat semua pihak (Darwanto, 2000).
US Commission on Marine Science, Engineering and Resource, mendefinisi-kan
pesisir adalah wilayah dimana proses interaksi darat dan laut yang paling tinggi
intensitasnya. Pesisir merupakan suatu jalur daratan yang kering dan ruang laut
dekatnya, termasuk kolom air dan daratan di bawahnya, dimana ekosistem darat dan
penggunaannya berdampak terhadap ekosistem laut dan sebaliknya (Rais 2002). Oleh
karena pertemuan dua ekosistem, yaitu ekosistem daratan dan ekosistem lautan ditambah
dengan potensi sumberdaya yang dimilikinya cukup besar, menjadikan wilayah pesisir
ini sangat dinamis.
Konsekwensi dari dinamika wilayah pesisir dapat merusak ekosistem yang ada
disana bila tidak dikelola secara terpadu untuk dapat mengakomodasikan semua
kepentingan manusia dan kelestarian lingkungan. Pengelolaan Pesisir Terpadu (PPT)
adalah suatu proses pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan jasa lingkungan yang
mengintegrasikan antara kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, perencanaan
horizontal dan vertikal, ekosistem darat dan laut, sains dan manajemen, sehingga
pengelolaan sumberdaya tersebut berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar (DKP 2002).
Kerusakan ekosistem di kawasan pesisir, secara umum bersumber dari : (1)
aktivitas manusia di darat atau lahan atas seperti penebangan hutan, kegiatan pertanian,
industri, dan lain- lain, (2) aktivitas manusia didalam ekosistem pesisir itu sendiri seperti
konversi mangrove ke tambak, pengeboman ikan, dan lain- lain, (3) aktivitas yang ada di
laut bebas seperti tumpah minyak dan pembuangan limbah cair (Bengen 2002). Oleh
karena pemanfaatan lahan darat sangat berpengaruh terhadap eksistensi ekosistem di
pesisir dan lautan, maka perlu dibuat suatu tata ruang terpadu antara darat dan laut.
Pendekatan keterpaduan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan menjadi sangat penting,
sehingga diharapkan dapat terwujud suatu one plan and one management serta perhatian
terhadap pembangunan yang berkelanjutan dalam mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya yang terintegrasi, baik berdasarkan aspek ekologis, ekonomis maupun sosial
(Darwanto 2000).
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
II. KONSEP TATA RUANG TERPADU DARAT DAN LAUT
Keunikan wilayah pesisir serta beragam sumberdaya yang ada, mengisyarat-kan
pentingnya pengelolaan wilayah tersebut secara terpadu demi keberlanjutan sumberdaya
untuk masa yang akan datang. Keterpaduan (integrated) yang dimaksud meliputi (DKP
2002):
1. Integrasi Perencanaan Sektor Secara Horisontal, yaitu memadukan perencanaan dari
berbagai sektor, seperti sektor pertanian dan sektor konservasi yang berada di hulu,
perikanan, pariwisata, perhubungan laut, industri maritim, pertambangan lepas
pantai, konservasi laut, dan sektor pengembangan kota.
2. Integrasi Perencanaan Secara Vertikal, meliputi integrasi kebijakan dan perencanaan
mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi, sampai Nasional.
3. Integrasi Ekosistem Darat dengan Laut. Perencanaan pengelolaan pesisir terpadu
diprioritaskan dengan menggunakan kombinasi pendekatan batas ekologis misalnya
daerah aliran sungai (DAS), dan wilayah administratif Propinsi, Kabupaten/Kota,
dan Kecamatan sebagai basis perencanaan. Sehingga dampak dari suatu kegiatan di
DAS, seperti kegiatan pertanian dan industri perlu diperhitungkan dalam pengelolaan
pesisir.
4. Integrasi Sains dengan Manajemen. Pengelolaan Pesisir Terpadu perlu didasarkan
pada input data dan informasi ilmiah yang valid untuk memberikan berbagai
alternatif dan rekomendasi bagi pengambil keputusan dengan mempertimbangkan
kondisi, karakteristik sosial-ekonomi budaya, kelembagaan dan bio-geofisik
lingkungan setempat.
5. Integrasi antar Negara. Pengelolaan wilayah pesisir yang berbatasan dengan negara
tetangga perlu mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan pemanfaatan
sumberdaya pesisir masing-masing negara. Integrasi kebijakan ataupun perencanaan
antar negara antara lain mengendalikan faktor-faktor penyebab kerusakan
sumberdaya pesisir yang bersifat lintas negara, seperti di antar Pulau Batam dengan
Singapura.
Secara emperis, terdapat keterkaitan ekologi (hubungan fungsional) antar
ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan daratan
(lahan atas) dan laut lepas. Oleh karena itu, setiap perubahan bentang alam daratan dan
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
dampak negatif lainnya (seperti pencemaran, erosi, dan perubahan secara drastis regim
aliran air tawar) yang terjadi di ekosistem daratan (lahan atas) pada akhirnya akan
berdampak terhadap ekosistem pesisir.
Dahl (1993) dalam Anna (2001) menyatakan sebagian besar permasalahan
lingkungan yang menyebabkan kerusakan kawasan pesisir dan laut merupakan akibat
dari kegiatan-kegiatan di darat. Kerusakan lingkungan di kawasan pesisir tersebut
disebabkan oleh akumulasi limbah yang dialirkan dari daerah hulu melalui Daerah
Aliran Sungai (DAS). Penurunan kualitas lingkungan kawasan pesisir terjadi apabila
jumlah limbah telah melebihi kapasitas daya dukungnya. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 80% bahan pencemar yang ada di laut berasal dari kegiatan
manusia di daratan (UNCED 992; UNEP 1990 dalam Dahuri, et al. 2001). Keterkaitan
ekologis dan dampak pembangunan ekosistem darat dan pesisir disajikan pada Gambar1.
Gambar 1. Keterkaitan Ekologis dan Dampak Pembangunan antara Ekosistem Darat dan Pesisir/laut (dimodifikasi dari ICLARM 1995 dalam Bengen 2001)
Dengan demikian, penyusunan tata ruang wilayah daratan, terutama yang
memiliki sungai, harus mempertimbangkan penggunaan lahan di kawasan pesisir.
Apabila penggunaan kawasan pesisir adalah untuk kawasan lindung, maka tata ruang
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
kawasan daratan yang ada di sebelah hulunya harus bersifat konservatif dari pada kalau
penggunaan kawasan pesisirnya untuk kawasan budidaya. Kawasan budidaya berupa
pariwisata bahari dan pertambakan udang memerlukan kualitas perairan pesisir yang
baik, sehingga tata ruang kawasan daratan dari dataran rendah (low land) sampai ke
lahan atas dari suatu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) harus disesuaikan dengan
persyaratan tersebut. Misalnya tidak diperkenankan adanya industri yang limbahnya
dapat mencemari perairan pesisir.
Beban pencemar dan sedimen yang berasal dari kegiatan-kegiatan pembangunan
masuk ke dalam badan sungai serta akhirnya berakumulasi di perairan pesisir, akan
mempengaruhi kualitas perairan pesisir dan produktivitas perikanan perairan tersebut.
Bahan pencemar tersebut berasal dari kegiatan domestik, industri, pertanian, terutama
akibat pemakaian pupuk dan pestisida, sedimen penebangan pohon-pohonan, usaha
peternakan dan lain- lain.
Pendekatan Pengelolaan Tata Ruang Kawasan Pesisir Terpadu
Penyusunan zonasi secara terpadu dilakukan melalui tiga pendekatan. Pertama
penyusunan rencana zonasi mempertimbangkan kebijakan pembangunan yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, kepentingan masyarakat adat dan hak-hak
ulayat, serta kepentingan yang bersifat khusus. Kedua, pendekatan bio-ekoregion dimana
ekosistem pesisir dibentuk oleh sub-ekosistem yang saling terkait satu sama lainnya.
Oleh sebab itu kombinasi penggunaan data biogeofisik yang menggambarkan kondisi
bio-ekoregion merupakan persyaratan yang dibutuhkan (necessary condition) dalam
menetapkan zona-zona yang akan dipilih. Pendekatan ketiga dilakukan melalui
pengumpulan atribut informasi yang dapat digali dari persepsi masyarakat yang hidup di
sekitar ekosistem tersebut, terutama kontek historis mengenai kejadian yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir dari masa lampau sampai saat ini.
Prinsip dasar dalam penyusunan tata ruang pesisir terpadu adalah bagaimana
mendapatkan manfaat dari sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin dengan tidak
mengabaikan kelestarian lingkungan (ekologi), disamping juga memperhatikan aspek
ekonomi, sosial, kelembagaan, dan pertahanan keamanan. Berdasarkan hal tersebut,
maka penyusunan tata ruang mengacu kepada :
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
1. Kelestarian Sumberdaya Pesisir
Tujuan utama dari pengelolaan pesisir terpadu adalah untuk dapat
dimanfaatkannya sumberdaya pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan nasional, dengan tidak mengorbankan
kelestarian sumberdaya pesisir di dalam memenuhi kebutuhan baik untuk generasi
sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Untuk itu, laju pemanfaatan
sumberdaya pesisir harus dilakukan kurang atau sama dengan laju regenerasi
sumberdaya hayati atau laju inovasi untuk menemukan substitusi non-hayati. Dalam hal
ketidakmampuan manusia mengantisipasi dampak lingkungan di pesisir akibat berbagai
aktivitas, maka setiap pemanfaatan harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk menjaga
keseimbangan ekologi, pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung dan konservasi harus
mendapat perhatian khusus, setelah kawasan ini terpenuhi baru ditentukan kawasan
budidaya.
2. Kesesuaian Lahan
Aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang di kawasan pesisir harus
memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan (demand) dengan kemampuan lingkungan
menyediakan sumberdaya (carrying capacity). Dengan mengacu kepada keseimbangan
antara demand dan supply, maka akan dicapai suatu optimasi pemanfaatan ruang antara
kepentingan masa kini, masa datang serta menghindari terjadinya konflik pemanfaatan
ruang. Kesesuaian lahan tidak saja mengacu kepada kriteria biofisik semata, tetapi juga
meliputi kesesuaian secara sosial ekonomi dan sosial.
3. Keterkaitan Kawasan.
Interaksi antar beberapa aktivitas pada kawasan pesisir dengan kawasan daratan
akan tercipta dan memungkinkan terjadinya perkembangan yang optimal antar unit-unit
kawasan maupun dengan kawasan sekitarnya. Untuk itu penyusunan pemanfaatan
kawasan pesisir dibuat sedemikian rupa sehingga kegiatan-kegiatan antar kawasan dapat
saling menunjang dan memiliki keterkaitan dengan kawasan yang berbatasan.
Agar dapat menempatkan berbagai kegiatan pembangunan di lokasi sesuai secara
ekologis, maka kelayakan biofisik (biophysical suitability) di wilayah pesisir harus
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
diidentifikasi lebih dahulu. Pendugaan kelayakan biofisik ini dilakukan dengan cara
mendefinisikan persyaratan biofisik (biophysical requirements) setiap kegiatan
pembangunan, kemudian dipetakan. Dengan cara ini dapatlah ditentukan kesesuaian
penggunaan setiap unit (lokasi) kawasan pesisir. Untuk keberlanjutan (sustainable),
secara garis besar wilayah pesisir perlu dipilah menjadi tiga mintakan (zones) yaitu :
mintakan preservasi, konservasi, dan pemanfaatan (Dahuri, et al. 2001).
Penempatan wilayah sesuai pembangunan di lokasi yang sesuai, tidak saja
menghindarkan kerusakan lingkungan tetapi juga menjamin keberhasilan (viability)
ekonomi kegiatan termaksud. Disamping itu, secara sosial dan budaya akan menambah
kesejahteraan penduduk setempat. Zona yang diharapkan dari hasil penataan ruang
terpadu darat dan laut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Zona yang Diharapkan Penataan Ruang Terpadu Daratan dan Lautan
PENJELASAN ZONA
ZONA LAUT ZONA DARATAN 1. Taman Laut Nasional 2. Cagar Alam Laut/Suaka alam Laut 3. Taman Wisata Laut 4. Perikanan (Rumpon/Mutiara) 5. Pertambangan 6. Pariwisata 7. Indsutri 8. Transportasi dan Komunikasi 9. Zona Tata Guna Khusus Laut (Militer/Ekonomi) 10. Zona Tata Guna Umum Laut 11. Zona Konservasi Laut (usulan)
1. Konservasi (daratan) 2. Perlindungan (daratan) 3. Kehutanan 4. Pertanian 5. Pemukiman 6. Industri (daratan) 7. Pariwisata
Sumber : Depdagri 1998.
Pedoman Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu
Beberapa pedoman dalam peruntukan lahan di wilayah pesisir dan lautan secara
terpadu adalah (Dahuri et al. 2001) :
a. Kehutanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan hutan di daratan
adalah (1) penebangan hutan harus dikendali sedemikian rupa agar pengaruhnya
terhadap kualitas air, volume dan debit air di DAS wilayah pesisir dapat ditekan
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
sekecil mungkin, (2) untuk menekan gangguan terhadap kondisi ekosistem hutan,
maka pembangunan jalan ditempatkan dan dikelola dengan baik, metode
pemotongan dan pengangkutan kayu yang tepat, adanya zona penyangga di
sepanjang anak sungai, dan mencegah pencemaran air pada saat pengawetan kayu.
b. Pertanian. Hal yang perlu diperhatikan adalah (1) pengendalian penggunaan zat
pencemar seperti pupuk dan pestisida dan pengaturan sistem aliran air alami, (2)
pengaturan tata ruang (layout) daerah pertanian harus memperhitungkan aspek
kualitas air dan proteksi daerah penting, (3) untuk pertanian di daerah pesisir perlu
adanya tanah kosong yang ditumbuhi vegetasi alami sepanjang aliran sungai sebagai
zona penyangga.
c. Perikanan Budi Daya. Hal yang perlu diperhatikan adalah : (1) pengendalian
pengaruh yang berasal dari lingkungan budidaya termasuk aktivitas di lahan atas
terhadap kegiatan usaha tambak (aquaculture), (2) pengendalian pengaruh kegiatan
tambak terhadap lingkungan seperti aplikasi pupuk berlebihan dan dapat mencemari
perairan pesisir.
d. Perikanan Tangkap. Hal yang perlu diperhatikan adalah (1) mengendalikan kualitas
lingkungan perairan sebagai akibat bahan pencemar dari kegiatan manusia baik di
daratan maupun di pengairan itu sendiri, (2) mengendalikan pengrusakan habitat
rawa, mangrove, terumbu karang, serta erosi tepian saluran irigasi dan sungai.
e. Kawasan Pemukiman dan Perkotaan. Penataan kembali kawasan pemukiman dan
perkotaan dengan konsep berwawasan lingkungan dengan memperhatikan daerah
vital yang rentan terhadap perubahan lingkungan, pengelolaan aliran air, pengelolaan
aliran banjir, pengendalian kegiatan pengerukan dan penimbunan dan penebangan
hutan payau.
f. Pariwisata dan Rekreasi. Perencanaan pengembangan pariwisata di daerah pesisir
hendaknya dilakukan secara menyeluruh, termasuk inventarisasi sumberdaya dan
dampaknya terhadap lingkungan. Pembangunan tempat berlabuh (marina) dan
fasilitas lainnya (toko, hotel, dan pemukiman) direncanakan dengan cermat.
g. Pertambangan dan Energi. Perlu pengawasan dan pengendalian kegiatan
penambangan minyak dan gas bumi dalam upaya mengurangi gangguan lingkungan,
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
pengawasan terhadap lokasi dan kegiatan industri ekstraksi, mengendalikan
pencemaran limbah industri berat dengan memilih lokasi industri yang sesuai.
h. Jalan Raya dan Jembatan. Lokasi jalan raya raya dan jembatan harus menghindari
daerah-daerah vital atau intervensi terhadap aliran air permukaan ataupun air tanah.
i. Pelabuhan. Kegiatan dan pengembangan aktivitas pelabuhan tidak mengganggu dan
merusak ekosistem wilayah pesisir lainnya (perairan pantai, sungai, dan rawa).
Sehubungan dengan sifat dinamis dan keterkaitan ekologis dari ekosistem pesisir,
maka penataan pemanfaatan ruang pesisir terpadu selain berdasarkan pada kesesuaian
biofisik, harus pula memperhatikan keterkaitan dampak antara kegiatan yang berada di
kawasan pesisir dan keserasian (compatability) antar kegiatan di sekitarnya. Untuk
menguji apakah dua kegiatan dapat secara serasi berdampingan, dapat ditempuh dengan
menyusun matriks keserasian (Tabel 2 ). Matriks ini disusun berdasarkan pada
kemungkinan dampak yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, dan kemampuan respon
dari kegiatan yang berdampingan didalam menenggang dampak termaksud. Misalnya,
kegiatan tambak udang tidak mungkin dapat berdampingan dengan industri kimia yang
mengeluarkan limbah tanpa diolah terlebih dahulu.
Tabel 2. Matriks Keserasian (Campatability Matrix) Antar Kegiatan Pembangunan Di Wilayah Pesisir ( Cicin-Sain dan Knecht 1998).
NO KEGIATAN A B C D E F G H I J K L M 1 Perikanan Tangkap (A) X S S S S S S S S S S S S 2 Perikanan Tambak (B) S X S S S S K K K S S S S 3 Marine kultur (C) S S X S S K S S S S S S S 4 Pertanian (D) K K K X S S K K K S S S S 5 Perhutanan (E) S S S S X S S S S S S S S 6 Perhubungan (F) S K K S K X K K K S S S S 7 Pariwisata Pantai Diving
(G) S S S S S S X S S S S S S
8 Pariwisata Pantai Berpasir (H)
S S S S S S S X S S S S S
9 Pariwisata Renang & Selancar (I)
S S S S S K S S X S S S S
10 Pertambangan Migas (J) K K K K K K K K K X K S S 11 Pertambangan Mineral
(K) K K K K K K K K K K X S S
12 Pelabuhan (L) S K K S K S K K K S S X S 13 Galangan Kapal (M) S S S S K S S S S S S S X
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
Keterangan : - Pembacaan Tabel dari kiri ke kanan - S = Aktivitas Pembangunan di sebelah kiri tidak memberikan dampak negatif terhadap
aktivitas di sebelah kanan - K = Aktivitas Pembangunan di sebelah kiri memberikan dampak negatif terhadap
aktivitas pembangunan disebelah kanan
Proses penyusunan tata ruang pesisir secara terpadu dapat dilakukan dengan cara
menumpangsusunkan (overlay) peta-peta tematik yang memuat karakteristik biofisik
(ekologis) wilayah pesisir terhadap peta-peta yang memuat persyaratan (kriteria)
biofisik dari setiap kegiatan pembangunan yang direncanakan, dan peta-peta penggunaan
ruang (lahan) pesisir saat ini. Proses dalam penyusunan tata ruang wilayah pesisir secara
terpadu dengan teknik Sistem Informasi Geografik (GIS) untuk kegiatan pembangunan
disajikan pada Gambar 2.
PETA DASAR
PETA TEMATIK 1
PETA TEMATIK 2
PETA TEMATIK n
OVERLAY KARAKTERISTIK
BIOGEOFISIK WILAYAH
KRITERIA BIOFISIK KEGIATAN PEMBANGUNAN
SELEKSI DATA DAN
PEMROGRAMAN INFORMASI
PETA KESESUAIAAN WILAYAH PEMBANGUNAN
OVERLAY
PERUNTUKAN WILAYAH PESISIR
TATA RUANG BIOGEOFISIK PESISIR
ASPIRASI MASYARAKAT DAN POTENSI
PERTIMBANGAN SOSIAL
TATA RUANG PESISIR TERPADU
Gambar 2. Proses Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir Terpadu
(Dahuri, et al. 2001)
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
III. PENUTUP
Kawasan pesisir, merupakan daerah interaksi antara darat laut, sangat
dipengaruhi oleh sedimen dari aktivitas-aktivitas di daratan (lahan atas) yang dialiri
melalui Daerah Aliran Sungai (DAS). Penataan dan pemanfaatan ruang di daratan harus
mempertimbangkan sumberdaya yang ada di pesisir agar tidak terganggu dan terjaga
kelestariannya. Oleh karena itu, keterpaduan tata ruang antara darat dan laut mutlak
diperlukan.
Prinsip dasar dalam penyusunan tata ruang pesis ir terpadu adalah bagaimana
mendapatkan manfaat dari sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin dengan tidak
mengabaikan kelestarian lingkungan (ekologi), dengan tetap mempertimbangkan aspek
sosial ekonomi, budaya, politik, hukum dan kelembagaan, dan pertahanan keamanan.
Proses penyusunan tata ruang pesisir secara terpadu dapat dilakukan dengan cara
menumpangsusunkan (overlay) peta-peta tematik yang memuat karakteristik biofisik
(ekologis) wilayah pesisir terhadap peta-peta yang memuat persyaratan (kriteria) biofisik
dari setiap kegiatan pembangunan yang direncanakan, dan peta-peta penggunaan ruang
(lahan) pesisir saat ini. Teknis penyusunan tata ruang wilayah pesisir secara terpadu
dapat dilakukan dengan teknik Sistem Informasi Geografik (GIS).
Sumber: rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm www.bktrn.org
DAFTAR ACUAN
Bengen, D.G. 2002. Slide mata Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut. Program studi SPL, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bengen, D.G. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir. Dalam Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, Bogor 13-18 November 2000. PKSPL-IPB, Bogor.
Cincin-Sain, B. and R.W. Knecht. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management. University of Delaware. California.
Dahuri, R., J. Rais, S.P.Ginting, dan M.J.Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT.Pradnya Pratama. Jakarta.
Darwanto. 2000. Mekanisme pengelolaan perencanaan tata ruang wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil serta hubungannya antar perencanaan tingkat kawasan kabupaten, propinsi, dan nasional. Makalah disajikan pada Temu Pakar Penyusunan Konsep Tata Ruang Pesisir. Jakarta.
DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan). 2002. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep. 10/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Jakarta.
Institut Pertanian Bogor, Indonesia. 2001. Usulan Penelitian Model Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu. http://www.hayati-ipb.com/users/rudyct/indiv2001/zuzyanna.htm .
Rais, J. 2002. Slide mata kuliah perencanaan dan pengelolaan pesisir secara terpadu. Program studi SPL, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Republik Indonesia (RI).1992. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara RI Tahun 1992, No.115. Sekretariat Negara. Jakarta.
UNEP/MAP/PAP. 1999. Conceptual Framework and Planning Guidelines for Integrated Coastal Area and River Basin Management. Split, Priority Actions Programmer.