Post on 17-Jan-2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti
halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan
berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran
kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat
penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon
dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi
luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai
penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus
2. Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus pada lansia
3. Mengetahui asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes
mellitus
BAB II
TINJAUN TEORI
A. Pengertian
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif
dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan komplikasi kronik.
(Mansjoer, 2000 dalam buku Kapita Selekta Kedokteran hal 580).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002
dalam buku Ilmu Penyakit Dalam hal 1220).
B. Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth dalam buku Keperawatan Medikal Bedah hal. 1225,
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetic diperkirakan memegang
peranan penting dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-
faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Factor-
faktor ini adalah :
1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas umur 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas
fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan,
disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih
dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat
dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan
insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan
laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes
mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke
dalam dua besar :
1. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi
pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan
baik).
2. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol,
dan lain-lain.)
3. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus.
4. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda
dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan,
perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan
anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari
proses penuaan itu sendiri.
C. Klasifikasi diabetes melitus tipe II
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Karakteristik DM tipe II :
a. Sukar terjadi ketoasidosis
b. Pengobatan tidak harus dengan insulin
c. Onset lambat
d. Gemuk atau tidak gemuk
e. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
f. Tidak berhubungan dengan HLA
g. Tidak ada antibodi sel Islet
h. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
D. Patofisiologi
Menurut Sudoyo, 2006 dalam buku Ilmu Penyakit Dalam hal 1916. Timbulnya
resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor yaitu pertama adanya
perubahan komposisi tubuh. Penurunan jumlah masa otot dari 19% menjadi 12%,
disamping peningkatan jumlah lemak 14% menjadi 30%, mengakibatkan menurunnya
jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas
yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang akan mengakibatkan
penurunan jumlah reseptorinsulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan
translokasi GLUT-4 juga menurun, kedua hal tersebut akan menurunkan baik kecepatan
maupun jumlah ambilan glukosa. Ketiga perubahan pola makan pada usia lanjut yang
disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan makanan
karbohidrat akan meningkat. Faktor ke empat adalah perubahan neuro-harmonal,
khususnya insulin-like growth factor-1(IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS)
plasma. Konsentras IGF-1 serum turun sampai 50% pada usia lanjut. Penurunan hormon
ini akan mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas
reseptor insulin serta menurunnya aksi insulin. Hal ini didasarkan atas percobaan in vitro
serta in vivo bahwa IGF-1meningkat baik ambilan glukosa maupun kecepatan oksidasi.
Demikian pula konsentrasi DHEAS tersebut ada kaitannya dengan kenaikan lemak tubuh
serta turunnya aktivitas fisik. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa penurunan DHEAS mempunyai hubungan terbalik dengan tingginya konsentrasi
insulin plasma puasa. Keempat faktor diatas menunjukkan bahwa kenaikan kadar glukosa
darah pada usia lanjut karena resistensi insulin.
Menurut Brunner & Suddarth dalam buku Keperawatan Medikal Bedah hal.1223,
Pada lansia dengan diabetes tipe II terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleoleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan,
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jiak sel sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah
suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada
maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di
pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi
meningkat.
C. Pathway
OBESITAS RESEPTOR INSULIN PROSES PENUAAN
> NUTRISI
Jaringan lemak(14 → 30 %)
Sensitivitas reseptor insulin
GLUT-4 & IGF 1 ( 50 %)
Ambilan Glukosa Plasma
Glukosa Plasma
aktivitas
massa otot
Penyimpana glukosa di otot
Maksovaskuler Mikrovaskuler
SerebralJantung Ekstremitas
AMI STROKE GANGREN
Gangguan Integritas Kulit
Retina
Retinopati Diabetikum
Resiko Injury/cedera
glukagon
glukoneogenesis
Resiko Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan
Sel Beta Pankreas produksi insulin
Kelelahan pada sel beta pankreas
Viskositas
Trombosis
Aterosklesoris
E. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo,2000 dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam hal 1917, Keluhan
umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada.
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan
dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi
yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan. Penatalaksanaan
secara medis adalah sebagai berikut:
1. Obat Hipoglikemik oral
a. Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel
beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan
berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
1) Glibenklamida (5mg/tablet).
2) Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
3) Glikasida (80 mg/tablet).
4) Glikuidon (30 mg/tablet).
b. Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan
glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada
pasien dengankelebihan berat badan.
c. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien
dengan kadar gula puasa yang masih normal.
2. Insulin
a. Indikasi insulin
Injeksi insulin diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat
badan secara drastis dan tidak berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM
dengan dosis maksimal, atau mengalami kontra indikasi dengan obat – obatan
tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dan asidosis laktat, stress
berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala
DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
b. Jenis Insulin
1) Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan
semilente.
2) Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine
Hagerdon)
3) Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun
telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien
tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet
seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan
12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah
agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi
lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak
konsumsi serat.
2. Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang
berat – berat.
3. Terapi obat
Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil
mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis
maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang
memuaskan, maka insulin dapat digunakan.
4. Pendidikan
Pendidikan dan penelitian mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien
diabetes, yang bertujuan menunjang perubahan prilaku untuk meningkatkan
pemahaman pasien tentang penyakit DM, yang diperlukan untuk mencapai
keadaan sehat yang optimal. Penyuluhan sjuga sangat diperlukan agar pasien
mematuhi diet.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah sewaktu
1. Kadar glukosa darah puasa
2. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/Cl
H. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth dalam buku Keperawatan Medikal Bedah hal 1267,
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk
dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan
hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,
dan hipertensi.
1. Komplikasi akut
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi
( penyakit)
2. Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah
retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah
baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan
dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan
ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan
spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada
lokasi sel syaraf yang terkena. Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu
DM. neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer
dan autonomic.
d. Displidemia
Peningkatan fraksi lemak didalam darah berupa hiperkoleserol, hipertrigliserida
dan LDL meningkatan serta HDL menurun. Lima puluh persen individu dengan
DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa
memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin
eksogen atau hipoglikemik oral.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan umumnya
adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usila mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik
( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor,
kebingungan akut, atau depresi ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati
perifer ) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1) Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
3) Integritas Ego
Stress, ansietas
4) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
7) Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9) Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
a. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.
b. Sistem integument
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan
terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan
menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki
menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot karena
menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani menjadi
altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras
karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya
adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah
berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada
arteri tidak berganti – kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah
meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga
sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50
%, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang
sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria
bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih
menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat,
kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan
pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi
payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara
berangsur – angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun asal
kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga
laju metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran,
menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak menurun
sekitar 10 – 20 % )
B. Batasan Karakteristik
1. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menghindari makan
d. Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
e. Kerapuhan kapiler
f. Diare
g. Kehilangan rambut berlebih
h. Bising usus hiperaktif
i. Kurang makan
j. Kurang informasi
k. Kurang minat pada makanan
l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
m. Kesalahan konsepsi
n. Kesalahan informasi
o. Membran mukosa pucat
p. Ketidakmampuan memakan makanan
q. Tonus otot menurun
r. Mengeluh gangguan sensasi rasa
s. Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recomemded Daily Allowance)
t. Cepat kenyang setelah makan
u. Sariawan rongga mulut
v. Steatorea
w. Kelemahan otot pengunyah
x. Kelemahan otot untuk menelan
Faktor yang berhubungan
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d. Ketidak mampuan untuk mencerna makanan
e. Ketidakmampuan menelan makanan
f. Faktor psikologis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas
a. Kerusakan lapisan kulit
b. Gangguan permukaan kulit
c. Infeksi struktur tubuh
Faktor yang berhubungan
Eksternal
a. Zat kimia
b. Usia yang ekstrim
c. Kelembapan
d. Hipertermia
e. Hipotermia
f. Faktor mekanik misal: gaya gunting, tekanan, pengekangan
g. Medikasi
h. Lembap
i. Imobilisasi fisik
j. Radiasi
Internal
a. Perubahan status cairan
b. Perubahan pigmentasi
c. Perubahan turgor
d. Faktor perkembangan
e. Kondisi ketidakseimbangan nutrisi misal: obesitas, emasiasi.
f. Penurunan imunologis
g. Penurunan sirkulasi
h. Kondisi gangguan metabolik
i. Gangguan sensasi
j. Tonjolan tulang
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi
a. Penyakit kronis meliputi: diabetes melitus, obesitas
b. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen
c. Pertahanan tubuh primer yang adekuat meliputi:
1) gangguan peristalsis
2) kerusakan integritas kulit ( pemasangan kateter intravena, prosedur invasif)
3) Perubahan sekresi ph
4) Penurunan kerja siliaris
5) Pecah ketuban dini
6) Pecah ketuban lama
7) Merokok
8) Stasis cairan tubuh
9) Trauma jaringan (misal: trauma, destruksi jaringan)
d. Ketidak adekuatan pertahanan sekunder
1) Penurunan hemoglobin
2) Imuno supresi ( misal: imunitas didapat tidak adekuat, agens pharmaseutikal
termasuk imuno supresan, steroid, anti body, monoklonal, imuno modulator)
3) Leukopenia
4) Supresi respon inflamasi
e. Toksinasi tidak adekuat
f. Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat
1) Wabah
g. Prosedur infasif
h. Mal nutrisi
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan
a. Gangguan kognitif (misal: demensia, psikosis)
b. Tingkat perkembangan (bayi, lansia)
c. Pemajanan pada suhu ekstrim
d. Keletihan
e. Supervisi tidak adekuat
f. Tidak perhatian
g. Intoksikasi (alkohol, obat)
h. Kurang pengetahuan (pasien, pemberi asuhan)
i. Kurang pakaian pelindung (misal: pakaian libur, sarung tangan, penutup telinga
yang tahan api)
j. Kerusakan neuromuskular (misal: struk, sklerosis lateral, amiotrofik, sklerosis
multipel)
k. Neuropati
l. Merokok
m. Efek samping terkait pengobatan (misal: agens pharmaseutikal)
n. Lingkungan tidak aman
C. Analisa Data
No. Data Fokus Etiologi Masalah
1 S : kelelahan, anoreksia, mual muntah
O: BB menurun, kulit keriput dan
kering
Peningkatan
glukoneogenesis Gangguan nutrisi
2 S : rasa kesemutan pada tungkai
O : luka pada kaki
Penurunan sirkulasi
perifer
Gangguan integritas
kulit
3 S : penglihatan tidak jelas/ buram,
O : sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa
menjadi keruh, menurunnya lapang
pandang
Trombosis pada
mikrovaskulerResiko cidera
D. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
e. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
1 Gangguan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
peningkatan metabolisme
protein, lemak
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam di
harapkan kebutuhan nutrisi
dapat terpenuhi dengan
kriteria hasil : BB stabil
O : Timbang BB
N : membantu atau
menyediakan asupan
makanan dan cairan diet
seimbang
E :
berikan informasi
yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi
dan bagaimana
memenuhinya
Batasi asupan
Glukosa, lemak /
kolesterol
C : diskusikan dengan ahli
gizi dalam menentukan
kebutuhan nutrisinya.
2 Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan
perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai
dengan gangren pada
extremitas.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam
diharapakan tidak terjadi
komplikasi, dengan kriteria
hasil : perluasan luka ke
jaringan di bawah kulit
berkurang
O : observasi luka pada
setiap mengganti balutan
N : lakukan perawatan luka
atau perawatan kulit secara
rutin
E : ajarkan pasien
perawatan luka
C : konsultasikan pada
dokter tentang implementasi
pemberian makanan dan
nutrisienteral atau parenteral
untuk meningkatkan potensi
penyembuhan luka
3 Resiko terjadi injury
berhubungan dengan
penurunan penglihatan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam
diharapakan resiko cidera
menurun dengan criteria
hasil : keamanan personal,
pengendalian resiko dan
lingkungan rumah yang
aman
O : identifikasi factor
lingkungan yang
memungkinkan resiko
terjatuh
N :
memantau dan
memanipulasi
lingkungan fisik
untuk mempasilitasi
keamanan
Bantu ambulasi
pasien jika perlu
E : berikan materi edukasi
yang berhubungan dengan
strategi dan tindakan untuk
mencegah cidera
C : Kolaborasi dalam
modifikasi lingkungan (ex :
pencahayaan)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan
metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara
relatif kekurangan insulin. Faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada
lansia adalah Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi
insulin, Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan
perubahan vaskuler, Obesitas, banyak makan, Aktivitas fisik yang kurang, Penggunaan
obat yang bermacam-macam, Keturunan, Keberadaan penyakit lain, sering menderita
stress.
Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan yang sering
muncul adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf. Prinsip penatalaksanaan DM lansia adalah menilai penyakitnya secara menyeluruh
dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya, menghilangkan gejala-
gejala akibat hiperglikemia, lebih bersifat konservatif, mengendalikan glukosa darah dan
berat badan.
Peran keluarga sangat penting dalam pencegahan terjadinya komplikasi lanjut
pada penderita diabetes terutama lansia.
B. Saran
1. Dengan mengetahui asuhan keperawatan pada penderita diabetes mellitus pada lansia
kita dapat melakukan pencegahan agar penyakit yang timbul tidak menuju keparahan
2. Pada pasien DM pada lansia kita harus mewaspadai adanya perubahan fungsi
fisiologis maupun psikologisnya untuk mengantisipasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Herdman, T Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC.
MAKALAH KOMUNITAS II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM
ENDOKRIN
(PENGARUH PROSES MENUA PADA SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELITUS)
Dosen pengampu : Dwi Novitasari, S. Kep., Ns., Msc
Oleh :
KELOMPOK III
DENI WAHYU AGUSTINA
DESI RATNASARI
DESY LINI WAGIARTI
DWI PUJI SUSILAWATI
ELLA HERLINA
ENDANG DWI RAHAYU
ERA SETIAWATI
ESTHI WAHYUNINGSIH
KIKI ERNA DAMAYANTI
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015