Komunikasi dengan si Remaja

Post on 21-Jun-2015

730 views 6 download

Transcript of Komunikasi dengan si Remaja

berkomunikasi dengan si remaja

berkomunikasi dengan si remaja

words: tari sandjojo

Apa bedanya berkomunikasi dengan anak kecil dan dengan remaja?

Sebenarnya sama saja.

Sama saja dalam arti kita bicara dengan individu merdeka yang terpisah dari kita.

Kadang, sebagai orangtua kita merasa bisa mengarahkan.

Berkomunikasi dengan anak, berapapun usianya, memiliki tantangannya masing-masing.

Karena itu, memahami tahapan perkembangan yang sedang dialami anak menjadi penting.

Jika dengan si kecil kita harus respek, begitu juga dengan si remaja.

Hanya ‎si remaja sudah lebih mirip individu dewasa,‎ dan tak mudah menerima otoritas kita,

sehingga butuh strategi berbeda.

Pihak ketiga, seperti psikolog, wali kelas atau konselor sekolah

bisa memberikan pandangan berbeda kepada kita, dalam menghadapi remaja.

Tantangan yang terutama adalah pubertas. Namanya pubertas, pasti berkaitan dengan hormon.

Emosi juga menjadi tidak stabil. Apalagi disertai perubahan fisik yang signifikan,

yang bisa dia sukai, bisa juga tidak.

Si remaja juga bingung dengan kondisinya. Merasa terganggu dengan keterlibatan kita,

tapi juga butuh dukungan. Judulnya ya serba salah.

Jika ada yang mengatakan remaja 'melawan', ingat bahwa 'melawan' adalah sudut pandang kita

sebagai orangtua.

Yang terjadi sebenarnya adalah si remaja sedang berjuang untuk menjadi

individu mandiri yang terpisah dari orangtuanya. Makanya, remaja‎ cenderung menentang otoritas.

Jadi, jangan merasa dimusuhi, don't take it personally.

Daripada langsung melarang, dengarkan dulu apa pendapat mereka.

Terbukalah untuk diskusi. Mendengarkan mereka menjadi penting.

Remaja juga sedang merasa perlu memperluas wawasannya.

Jadi, 'bergaul' tentunya menjadi prioritas, bukan kegiatan bersama orangtua.

Jadi, daripada kesal karena si remaja nggak mau diajak nonton bareng kita,

lebih baik atur kesepakatan.

Misalnya, berapa akhir pekan dalam sebulan yang bisa dihabiskan bersama teman. Sisanya didedikasikan untuk keluarga.

Karena banyak yang mengganggu pikiran remaja, maka prestasi akademik cenderung turun. Apalagi, di masa remaja awal (9-13 tahun).

Tidak berarti boleh terus menerus dapat nilai jelek, tapi orangtua juga jangan langsung memarahi.

Ajak diskusi untuk membantu memahami kesulitan yang dihadapi.

Alokasikan waktu khusus untuk 'kencan' dengan si remaja.

Isi dengan kegiatan yang disukai anak. Jangan dipaksa melakukan hal yang disukai orangtua.

Misalnya, kita suka nonton, tapi si remaja tidak suka. Ya jangan ajak quality time dengan nonton.

Coba sambil sarapan di akhir pekan atau sambil 'berburu' game atau CD musik yang disukainya.

Intinya, langsung ambil kesempatan ketika waktunya terlihat tepat.

Memang sih, jadinya kita yang mengorbankan waktu. Tapi ini kan untuk anak.

Pada dasarnya, remaja tidak akan menolak perhatian dari orangtuanya.

Asal kita sabar, tahu saat yang tepat, dan benar-benar mendengarkan.

Bantuan bisa kita dapatkan bukan hanya dari psikolog.

Kadang, tante, oom, atau sepupu juga bisa menjadi 'mata-mata' atau significant other.

Sebagai orangtua harus pantang menyerah. Coba terus kalau gagal.

Pasti pada akhirnya si remaja akan berkomunikasi, kok.

Supaya komunikasinya lancar, jangan sering-sering menasehati

atau memarahi, ya.

Dengarkan, dengarkan, dengarkan.

Itu saja.