Post on 28-Mar-2019
KINERJA BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL
DALAM PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN
SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR DI
PROVINSI BANTEN TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
CIKITA RAHMAWATI
6661112199
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG 2015
PERNYATAAN ORISINALITAS
Nama : CIKITA RAHMAWATI
Nim : 6661112199
Tempat Tanggal Lahir : Serang, 27 Oktober 1993
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Menyatakan skripsi yang berjudul “KINERJA BALAI PERLINDUNGAN
SOSIAL DALAM PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL LANJUT
USIA TERLANTAR DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015”. Adalah hasil
karya saya sendiri, dan sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung
unsur plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.
Serang, Oktober 2015
Cikita Rahmawati
Pengetahuan yang benar tidak diukur dari seberapa banyak Anda menghafal
dan seberapa banyak yang mampu Anda jelaskan, melainkan, pengetahuan
yang benar adalah ekspresi kesalehan (melindungi diri dari apa yang Allah
larang dan bertindak atas apa yang Allah amanatkan).
(Abu Na’im)
Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu
Anda dapat mengubah dunia.
(Nelson Mandela)
“Skripsi Ini Kupersembahkan untuk Kedua Orangtuaku Tercinta yang tidak pernah lelah untuk memberikan dukungan dan doa yang tidak
pernah putus serta Adik-adikku, Suamiku dan Anakku Tercinta yang selalu memberikan semangat, motivasi dan doanya, dan tak lupa untuk
Teman-temanku yang aku Sayangi.”
ABSTRAK
CIKITA RAHMAWATI, NIM. 6661112199. Kinerja Balai Perlindungan Sosial
dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi
Banten. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I : Arenawati, S.
Sos, M. Si. Pembimbing II: Listyaningsih, S. Sos, M. Si.
Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut
Usia Terlantar di Provinsi Banten. Dalam penelitian ini ada beberapa permasalahan
yaitu: masih banyaknya jumlah lansia terlantar di Provinsi Banten, minimnya
sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai, kurang tanggapnya pegawai balai
terhadap kesehatan, belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan. Tujuan
Penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Ditinjau
dari indikator Efisiensi, Efektifitas, Keadilan, dan Daya Tanggap. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif. Data didapatakan
dengan cara penyebaran kuesioner, teknik sampling yang digunakan untuk
pengambilan sampel adalah sampel jenuh. Hasil penelitian ini adalah kinerja Balai
Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial lanjut usia terlantar di
Provinsi Banten sudah baik. Hal itu dapat dilihat dari nilai hasil pencapaian skor
68%. Jadi kesimpulannya adalah bahwa dari keempat indikator yang dapat dijadikan
tolak ukur ada satu indikator yang memiliki skor rendah yaitu indikator efisiensi
sebesar 63%. Saran yang diajukan peneliti yaitu: dilakukannya perekrutan pegawai
sesuai dengan kebutuhan, disediakan fasilitas khusus dan fasilitas yang lebih luas
untuk para lanjut usia yang ada di balai, lanjut usia disabilitas lebih diperhatikan dan
tersedianya dokter tetap di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Kata Kunci : Kinerja, Pelayanan, Perlindungan Sosial.
ABSTRACT
CIKITA RAHMAWATI, NIM. 6661112199. Performance of Social Protection Public
house of parliament in Attendance and Social Protection on Derelict Old Fellow at
Province Banten. Program Study Administration State of Science. Faculty Science of
Social and Politic. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Advisor I : Arenawati, S. Sos,
M. Si. Advisor II : Listyaningsih, S. Sos. M. Si.
Performance of Social Protection Public house of parliament in Attendance and
Social Protection on Derelict Old Fellow at Province Banten. In this research there
is some problems: many old fellow derelict at Province Banten, less socialization and
information about house of parliament, less service house of parliament worker
concerning healthy of occupant, there is no have explicit rule about occupant receive.
The purpose of this research is to find out performance of social protection public
house of parliament in attendance, and social protection on derelict old fellow at
Provinci Banten. The indicator observations there is from: efficiency, effectiveness,
justness, and shrewdness. This research use a method quantitative descriptive. The
result of data obtained with distributing questioner. The sampling technical used for
sampling is simple jenuh. The result of research is performance of social protection
public house of parliament in attendance and protection social on derelict of old
fellow at Province Banten already good. That result we can see from out put value
accomplishment score 68%. The conclusion is from 4 (four) indicator in using
criterion, only one indicator having low score that is efficiency indicator in amount
63%. The suggestion submitted researchers is: do the recruitment according to the
needs, the availability of special facilities and more extensive facilities for the elderly
in house of parliament , elderly disability more attention and availability of doctors
remain in house of parliament Social Protection Banten Province.
Keyword : Performance, Attendance, Protection Social.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkah dan
inayah-Nya, Alhamdulillah skripsi ini dapat diselesaikan yang berjudul “Kinerja
Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Lanjut Usia
Terlantar di Provinsi Banten”. Beranjak dari ketidak sempurnaan dan keterbatasan
kemampuan yang peneliti miliki, peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan
Skripsi ini memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti
ingin menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd sebagai Rektor Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos, M.Si sebagai Wakil Dekan I.
4. Bapak Imam Mukhroman, S. Sos, M. Si Sebagai Wakil Dekan II
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si Sebagai Wakil Dekan III.
6. Ibu Listyaningsih,S. Sos, M.Si, sebagai Ketua Prodi Administrasi Negara
dan juga sebagai Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
ii
7. Bapak Riswanda, S.Sos, MPA sebagai Sekretaris Prodi Administrasi
Negara.
8. Ibu Arenawati, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I yang dengan sabar
memberikan arahan dan pengetahuan dalam menyelesaikan tugas akhir
skripsi ini.
9. Ibu Titi Stiawati, S.Sos, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang
telah banyak membantu dari awal sampai akhir kuliah dan juga sebagai
Penguji Seminar Proposal yang telah banyak memberikan saran dan
masukan kepada peneliti.
10. Seluruh Dosen dan staf Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah
memberikan ilmu selama belajar di Kampus Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
11. Bapak/ibu pegawai Dinas Sosial Provinsi Banten dan Balai Perlindungan
Sosial Provinsi Banten yang telah memberikan serta membantu peneliti
dalam menyelesaikan skripsi ini dengan memberikan data-data yang
dibutuhkan yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.
12. Bapak dan mamahku tercinta terima kasih atas dukungan dan do’anya,
adik-adikku, suamiku Tercinta dan anakku terima kasih atas dukungan dan
do’anya yang senantiasa memberikan semangat kepada peneliti untuk
segera menyelesaikan skripsi ini.
13. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011 Jurusan Ilmu Administrasi
Negara Indri DP, Reni Indri, Ida Komala, Hasanahtun, Jelita Amalia,
Wida R, Nita Soraya, Amelia Rizky, Nisa, Amel, Mayang, Vera, Ucha,
iii
Lita, Kantina, Nia, Danang, Jaka, Nendy, Tomy, Novega, Oky, Ervin,
Ardi, Randi, Ubay, dan lainnya yang sudah bersama-sama dalam
menyelesaikan tugas-tugas kuliah selama perkuliahan serta motivasi yang
diberikan kepada peneliti.
14. Dan untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Tidak lupa juga peneliti memohon maaf atas semua kekurangan dan
kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat
dan turut serta memperkaya dalam bidang Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, serta dapat dijadikan
sebagai landasan bagi peneliti-peneliti berikutnya. Hasil penelitian ini masih jauh
dari kesempurnaan, dan masih terdapat banyak kesalahan berupa ejaan, tanda
baca, dan urutan yang tidak sistematis, serta gagasan yang belum tepat sehingga
penulis masih membutuhkan saran dan kritik para cendekia yang membangun
agar dapat dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Dengan demikian penulis berserah diri kepada Allah SWT, semoga apa yang telah
dilakukan ini mendapat ridho-Nya. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Serang, Oktober 2015
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR .................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................... viii
DAFTAR DIAGRAM…………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................. 10
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 10
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................... 10
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 11
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................ 12
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Deskripsi Teori ...................................................................... 19
2.1.1 Definisi Kinerja …....................................................... 20
2.1.2 Pengertian Kinerja Organisasi ……………………..... 21
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ................. 25
v
2.1.4 Deskripsi Pelayanan Publik …………………………. 28
2.1.5 Asas Pelayanan Publik ................................................. 29
2.1.6 Prinsip Pelayanan Publik …………………………….. 30
2.1.7 Definisi Lansia ……………………………………….. 31
2.1.7.1 Batasan Umur Lansia ....................................... 36
2.1.7.2 Klasifikasi Lansia ............................................. 37
2.1.7.3 Karakteristik Lansia ………………………….. 37
2.1.7.4 Tipe Lansia ........................................................ 38
2.1.8 PMKS ............................................................................. 39
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................ 44
2.3 Kerangka Berfikir .................................................................... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Dan Metodologi Penelitian ................................... 49
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian .............................................. 49
3.3 Lokasi Penelitian ....................................................................... 50
3.4 Variabel Penelitian .................................................................... 50
3.4.1 Definisi Konsep ............................................................... 50
3.4.2 Definisi Operasional ........................................................ 51
3.5 Instrumen Penelitian .................................................................. 51
3.5.1 Jenis dan Data Sumber .................................................... 52
3.5.1.1 Jenis Data .................................................... 52
3.5.1.2 Sumber Data.................................................. 53
vi
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data .............................................. 53
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 54
3.6.1 Populasi ........................................................................... 54
3.6.2 Sampel ............................................................................ 55
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 56
3.7.1 Uji Validitas ................................................................... 57
3.7.2 Uji Reliabilitas .............................................................. 58
3.7.3 Uji Normalitas .............................................................. 58
3.7.4 Uji t-Test ......................................................................... 59
3.7.5 Uji Pihak Kanan .............................................................. 60
3.8 Jadwal Penelitian ........................................................................ 61
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ......................................................... 63
4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Banten ................................... 63
4.1.2 Gambaran Umum Balai Perlindungan Sosial ................... 64
4.1.3 Visi dan Misi Balai Perlindungan Sosial .......................... 68
4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi ……………….......................... 69
4.1.5 Struktur Organisasi Balai Perlindungan Sosial ............... 72
4.2 Deskripsi Data .............................................................................. 73
4.2.1 Uji Validitas Instrumen .................................................. 73
4.2.2 Identitas Responden ….................................................. 75
4.3 Pengujian Prasyaratan Statistik ................................................... 132
4.3.1 Uji Reliabilitas Instrumen .................................................... 132
vii
4.3.2 Uji Normalitas …………...................................................... 133
4.4 Pengujian Hipotesis ....................................................................... 134
4.5 Interprestasi Hasil Penelitian ........................................................ 137
4.6 Pembahasan .................................................................................. 139
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 145
5.2 Saran .............................................................................................. 146
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten Tahun 2013 – 2014 .4
Tabel 1.2 Tenaga Kerja di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten ...5
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................51
Tabel 3.2 Skoring Item Insrumen........................................................................52
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian.................................................................................62
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Insrumen ..............................................................73
Tabel 4.2 Uji Reliabilitas Data ............................................................................133
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data ............................................................................134
Tabel 4.4 Indikator Skor Hasil Penelitian ...........................................................139
Tabel 4.5 Skor Masing-masing Jawaban Dari Indikator Kinerja ........................143
ix
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...................................... 76
Diagram 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia ..................................................... 77
Diagram 4.3 Ketersedian Pegawai di Balai Perlindungan Sosial Sudah
Mencukupi .............................................................................................. 78
Diagram 4.4 Bapak/ibu mengetahui adanya standar oprasional prosedur (SOP) di
Balai Perlindungan Sosial ....................................................................... 80
Diagram 4.5 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan
pelayanan sesuai dengan Tupoksi ........................................................... 81
Diagram 4.6 Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi jumlah Lanjut Usia
Terlantar yang ada di Provinsi Banten .................................................... 82
Diagram 4.7 Bapak/ibu mengetahui adanya donatur untuk membantu kebutuhan di
Balai Perlindungan Sosial ....................................................................... 84
Diagram 4.8 Alat-alat yang di sediakan di Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan
kebutuhan Bapak/ibu dan tepat guna (Toilet duduk, alat-alat
kesehatan standar, tongkat dan kursi roda) ............................................. 85
Diagram 4.9 Biaya pemeliharaan Fasilitas umum di Balai Perlindungan Sosial
dilakukan secara rutin (Fasilitas umum berfungsi baik) ......................... 87
Diagram 4.10 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai
Tupoksinya ............................................................................................. 88
Diagram 4.11 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan kepada
Bapak/ibu selalu tepat waktu .................................................................. 89
Diagram 4.12 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial dilakukan
dengan cepat ........................................................................................... 90
Diagram 4.13 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial Bapak/ibu
x
sudah sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang ada di
Balai Perlindungan Sosial ....................................................................... 92
Diagram 4.14 Balai Perlindungan Sosial memberikan bantuan sesuai dengan
kebutuhan Bapak/ibu .............................................................................. 93
Diagram 4.15 Adanya perubahan fisik yang dirasakan setelah tinggal di Balai
Perlindungan Sosial ................................................................................ 94
Diagram 4.16 Bantuan yang diberikan dapat memperbaiki kehidupan
Bapak/ibu ................................................................................................ 96
Diagram 4.17 Pelatihan yang diberikan sesuai dengan keinginan Bapak/ibu ................ 97
Diagram 4.18 Pelatihan membuat kerajinan yang diberikan oleh Balai Perlindungan
Sosial kepada Bapak/ibu memberikan dapak yang baik ......................... 98
Diagram 4.19 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan
kebutuhan Bapak/ibu .............................................................................. 100
Diagram 4.20 Prosedur penerimaan Bapak/ibu yang tersedia mudah diberikan oleh
Balai Perlindungan Sosial ....................................................................... 101
Diagram 4.21 Aturan penerimaan lanjut usia mudah dipahmi oleh Bapak/ibu ............. 102
Diagram 4.22 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan
tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk memberikan perlindungan
kepada Bapak/ibu .................................................................................... 104
Diagram 4.23 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial merata
kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial ................ 105
Diagram 4.24 Fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai
dengan kebutuhan bapak/ibu .................................................................. 106
Diagram 4.25 Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas kesehatan yang sama
kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial ................ 108
xi
Diagram 4.26 Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas yang sama kepada para
lanjut usia berupa kamar, tempat tidur, tivi, dll ...................................... 109
Diagram 4.27 Bantuan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial baik berupa
materil atau non materil sudah mencukupi kebutuhan Bapak/ibu .......... 110
Diagram 4.28 Rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial untuk
Bapak/ibu sudah layak ............................................................................ 112
Diagram 4.29 Rumah huni bagi Bapak/ibu yang disediakan oleh Balai Perlindungan
Sosial sesuai dengan kapasitas lanjut usia yang ada ............................... 113
Diagrma 4.30 Bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk Bapak/ibu melalui
Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lanjut usia ................. 115
Diagram 4.31 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan
kepada Bapak/ibu tidak dibeda-bedakan ................................................ 116
Diagram 4.32 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan lima sehat
empat sempurna setiap hari sudah cukup baik ....................................... 118
Diagram 4.33 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam menanggapi usulan-usulan dan
keluhan dari Bapak/ibu .......................................................................... 119
Diagram 4.34 Kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan
dengan cepat kepada Bapak/ibu .............................................................. 121
Diagram 4.35 Tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada
Bapak/ibu sangat baik ............................................................................ 122
Diagram 4.36 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam memberikan bantuan yang
diperlukan Bapak/ibu .............................................................................. 123
Diagram 4.37 Daya tanggap yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap
keluhan Bapak/ibu dilakukan dengan cepat ........................................... 125
Diagram 4.38 Balai Perlindungan Sosial memberikan kesempatan kepada Bapak/ibu
xii
untuk ikut menjaga dan memelihara fasilitas yang disediakan ............... 126
Diagram 4.39 Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol kebutuhan yang
dibutuhkan oleh Bapak/ibu tiap bulanya................................................. 127
Diagram 4.40 Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan pengawasan pemeliharaan
fasilitas yang ada guna menunjang kebutuhan kepada Bapak/ibu .......... 129
Diagram 4.41 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut
usia yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik .................................... 130
Diagram 4.42 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan kebutuhan kepada
Bapak/ibu dengan cepat .......................................................................... 131
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ............................................................ 48
Gambar 4.1 Struktur Organisai Balai Perlindungan Sosial ................. 72
Gambar 4.2 Kurva Penolakan dan Penerimaan Hipotesis …………… 137
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang,
keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau
gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat
menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak
dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai
dan wajar.Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,
keterlantaran, kecacatan, ketunasosialan, keterbelakangan atau keterasingan dan
kondisi atau perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung
atau menguntungkan. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dapat
dibagi menjadi tujuh kriteria kelompok yaitu : 1) Anak/Keterlantaran, 2)
Kemiskinan, 3) Kedisabilitasan, 4) Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku,
5) Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi , 6) Keterpencilan,
dan 7) Korban Bencana
Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 28 huruf H menyebutkan bahwa
setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Sedangkan dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia juga
menegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan dan
perlindungan sosial bagi lanjut usia agar mereka dapat mewujudkan dan
2
menikmati taraf hidup yang wajar. Mewujudkan dan memelihara taraf
kesejahteraan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memperpanjang usia
harapan hidup, penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia agar dapat
menikamati taraf hidup yang wajar.
Lanjut usia merupakan salah satu dari delapan kelompok penyandang masalah
kesejahteraan sosial, dimana lanjut usia merupakan seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas dan dilihat secara fungsional, mereka cenderung
mengalami penurunan baik dari segi fisik maupun mental. Berbagai permasalahan
lanjut usia sangat beragam, salah satunya adalah keterlantaran. Menurunnya
kemampuan secara fisik dan mental serta tidak terpenuhinya kebutuhan, yang
kondisinya diperparah dengan tidak mempunyai sanak saudara mengakibatkan
mengalami berbagai permasalahan lainnya seperti keadaan fisik yang lemah
(sering sakit-sakitan) dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
sehingga harus bergantung pada orang lain, yang pada akhirnya mengalami
kerentanan secara ekonomi (Undang-Undang No. 13 Tahun 1998).
Pada umumnya, setiap orang memiliki kebutuhan di tiap-tiap fase
kehidupannya, termasuk juga dalam rentang kehidupan lanjut usia. Masalah lanjut
usia terlantar biasanya disebabkan kerena ketidak berdayaan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan pada rentang kehidupan lanjut usia seperti
kebutuhan primer (kebutuhan biologis, kebutuhan ekonomi, kebutuhan kesehatan,
kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial) dan kebutuhan sekunder (kebutuhan
dalam melakukan aktifitas, kebutuhan yang bersifat keagamaan, kebutuhan dalam
pengisian waktu luang, kebutuhan yang bersifat kebudayaan dan kebutuhan yang
3
bersifat politis). Dengan terpenuhinya kebutuhan baik lahir maupun batin serta
kebutuhan sosial adalah dambaan setiap orang termasuk lanjut usia terlantar
karena mereka ingin hidup secara layak.
Pada saat ini terdapat tiga kategori orang lanjut usia. Pertama, orang lanjut
usia (jompo) tidak terlantar; dalam kategori ini mempunyai fungsi sosial yang
baik, terutama kemampuan berinteraksi sosial, maupun faktor ekonomi (mampu
mencukupi kebutuhan hidupnya dengan layak secara mandiri) sehingga mencapai
tataran hidup yang sejahtera. Beberapa dari kelompok ini, sering dijumpai masih
produktif. Kedua, orang lanjut usia terlantar ; kelompok ini terdiri dari para lanjut
usia yang kurang beruntung. Penyebabnya, karena faktor ekonomi sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara layak. Selain itu, lanjut usia
kelompok ini memiliki keterbatasan dalam mengakses fasilitas umum, dan rendah
dalam berinteraksi sosial. Ketiga, orang lanjut usia yang diterlantarkan; lanjut usia
kelompok ini bertolak belakang dengan kondisi yang sebenarnya. Secara umum,
keadaan ekonomi keluarga lanjut usia cukup mapan atau berkecukupan, namun
karena alasan kesibukkan bekerja, asumsi yang keliru terhadap peran dan
tanggung jawab anak dalam mengasuh/merawat orang tua, atau karena adanya
konflik keluarga sehingga keberadaan orang tua cenderung diabaikan.
Berdasarkan Keputusan Mentri Sosial RI No. 06/Huk/1979 tentang
kesejahteraan lanjut usia, maka didirikan Panti Tresna Wreda di Banten, tepatnya
pada tanggal 28 Februari 1979. Panti tersebut dinamakan Sasana Tresna Wreda
(STW).Karena lokasinya di Kelurahan Cipocok Jaya Kabupaten Serang,
masyarakatnya lebih mengenalnya sebagai Panti Wreda Cipocok Jaya. Pada tahun
4
1994 berganti nama kembali menjadi Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Cipocok
Jaya Serang, pergantian nama tersebut dikuatkan dalam Surat Keputusan Mentri
Sosial RI No. 14 tahun 1994 tanggal 23 April 1994. Delapan tahun kemudian,
seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah dan dimekarkannya Banten
menjadi Provinsi tersendiri, maka status Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW)
Cipocok Jaya Serang juga berganti nama kembali menjadi Balai Perlindungan
Sosial. Jumlah lanjut usia yang dititipkan dipanti sekitar 60 orang di antaranya 24
lansia laki-laki dan 36 lansia perempuan, dalam jumlah keseluruhan lanjut usia
yang ada di Provinsi Banten kurang lebih sekitar 26.873 orang .
Tabel 1.1
Data Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten Tahun 2013 – 2014
No Kabupaten/kota
Lajut Usia Terlantar 2013 Lanjut Usia Telantar 2014
L P Jumlah L P Jumlah
1 Kab. Pandeglang 935 968 1.903 2.006 2.767 4.773
2 Kab. Lebak 5.971 5.628 11.599 4.779 5.643 10.422
3 Kab. Tanggerang 1.502 2.156 3.658 2.671 3.242 5.913
4 Kab. Serang 1.454 4.007 5.461 2.843 3.153 5.996
5 Kota Tanggerang - - 1.816 877 1.647 2.524
6 Kota Cilegon 149 537 686 351 314 665
7 Kota Serang 427 1.106 1.533 427 1.533 1.533
8 Kota Tangsel 90 127 217 841 1.109 1950
Jumlah 26.873 33.796
Sumber : Dinas Sosial Provinsi Banten Tahun 2013-2014
5
Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah lanjut usia terlantar di
Provinsi Banten pada tahun 2013 berjumlah 26.873 jumlah ini lebih meningkat
pada tahun 2014 yang berjumlah 33.796 akan tetapi jumlah lanjut usia terlantar
tidak sebanding dengan tempat yang disediakan untuk menampung para lanjut
usia terlantar di Provinsi Banten. Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
memiliki luas 11.970 m2, dengan jumlah wisma 8 unit, ruang kamar tidur 38 unit
dengan masing-masing kamar menampung 2 orang lanjut usia.
Tabel 1.2
Tenaga Kerja di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten.
NO JABATAN JUMLAH
1 Kepala Balai 1 Orang
2 Kepala Seksi 3 Orang
3 Peksos 2 Orang
4 Tenaga Perawat 6 Orang
5 Supir Oprasional 1 Orang
6 OB 3 Orang
7 Tukang Kebun 2 Orang
8 Tukang Cuci 2 Orang
9 Tukang Masak 3 Orang
10 Tenaga Admin 1 Orang
11 Satpam 3 0rang
Jumlah 31 Orang
Sumber : Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten
Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja balai
perlindungan sosial Provinsi Banten berjumlah 31 orang yang terdiri dari kepala
6
balai berjumlah 1 orang, kepala seksi berjumlah 3 orang, pekerja sosial berjumlah
2 orang, tenaga perawat berjumlah 6 orang, supir operasional berjumlah 1 orang,
OB berjumlah 3 orang, tukang kebun berjumlah 2 orang, tukang cuci berjumlah 2
orang, tukang masak berjumlah 3 orang, tenaga admin berjumlah 1 orang dan
satpam berjumlah 3 orang, sedangkan jumlah lanjut usia yang ada dipanti
berjumlah 60 orang. Dilihat dari jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ada di
balai perlindungan sosial Provinsi Banten yang berjumlah 31 orang tidak
sebanding dengan jumlah lanjut usia yang berjumlah 60 orang.
Keberadaan pelayanan Lanjut usia atau Panti jompo mendukung upaya
mengidentifikasi, artinya, bahwa panti jompo menjadi pilihan terakhir masyarakat
dalam menyantuni anggota keluarganya, atau lanjut usia yang memerlukan
penanganan secara kelembagaan. Ketika struktur sosial, ekonomi, keluarga dan
masyarakat tidak berfungsi dengan semestinya, maka panti jompo merupakan
tempat yang dianggap tepat. Mereka yang menerima pelayanan sosial dalam panti
adalah para lanjut usia yang termasuk kategori tidak mampu atau tidak
mempunyai sanak saudara, dari kategori tersebut biasa dikenal dengan istilah
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Salah satu fungsi Panti
Sosial atau Panti Jompo, yaitu; untuk menghilangkan pandangan masyarakat yang
terkadang menganggap bahwa orang jompo adalah orang yang sudah “tidak
berguna lagi”. Melalui adanya panti ini, para lanjut usia memiliki banyak teman
dengan usia yang sebaya. Para lanjut usia dapat saling bercengkerama, bertukar
cerita pada masa mudanya yang penuh kejayaan, maupun obsesinya yang belum
terwujud.
7
Menurut Bapak, Tajul arifin merupakan salah satu pegawai Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Pelayanan Peningkatan Interaksi Antar
Lansia adalah pelayanan untuk memberikan kesempatan dan meningkatkan
hubungan sosial antar lansia melalui Karang Werda atau Karang Lansia,
kelompok atau paguyuban lansia.Tujuan pelayanan ini bertujuan agar lansia dapat
memanfaatkan waktu luang secara efektif dan membantu mengatasi masalah-
masalah yang kemungkinan dialami lansia. Sementara itu dibalai perlindungan
sosial Provinsi Banten untuk meningkatkan hubungan sosial lanjut usia di adakan
kegiatan seperti pembutan kerajianan tangan, pengajian, dan senam bersama.
Tujuan Pelayanan ini bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kondisi
kesehatan dan gizi lansia. Sementara didalam balai perlindungan sosial Provinsi
Banten memiliki pelayanan seperti poliklinik namun, tidak ada pekerja medis
sepeti dokter yang menangani ketika ada lanjut usia yang sakit. Tetapi pihak balai
perlindungan sosial bekerjasama dengan puskesmas terdekat. Maka dari itu
penulis ingin mengangkat tema penelitian yang berjudul; Kinerja Balai
Perlindungan Sosial Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia
Terlantar di Provinsi Banten.
Dengan berbagai hambatan dalam pemenuhan kebutuhan bagi lanjut usia,
maka diperlukan suatu pelayanan sosial bagi lanjut usia, khususnya lanjut usia
terlantar. Pelayanan sosial bagi lanjut usia dibedakan menjadi dua bentuk yakni
pelayanan sosial di dalam panti (pemenuhan kebutuhan hidup, pemeliharaan
kesehatan, pelaksanaan kegiatan dalam pengisian waktu luang) dan pelayanan
sosial di luar panti (memberikan pembinaan dan bimbingan sosial bagi lanjut usia,
8
keluarga maupun masyarakat, memberikan bantuan usaha ekonomi produktif bagi
lanjut usia yang secara fisik masih mampu melaksanakan). Dengan adanya
pelayanan sosial bagi lanjut usia diharapkan permasalahan yang dihadapi dapat
ditangani. Berdasarkan temuan lapangan yang peneliti temukan ada beberapa
masalah diantaranya adalah:
Pertama, masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
Lanjut usia yang ada di Provinsi Banten pada tahun 2014 mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2013 jumlah lanjut usia di Provinsi
Banten berjumlah 26.873 sedangkan ditahun 2014 berjumlah 33.796. dapat dilihat
bahwa pihak Dinas Sosial Provinsi Banten belum secara maksimal meminimalisir
pada lanjut usia terlantar yang ada di Provinsi Banten. Hal ini tidak sesuai dengan
tujuan balai dan dinas sosial yang memiliki misi-misi dan tujuan dari organisasi
tersebut yaitu meminimalisir permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di
masyarakat salah satunya permasalahan lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Tajul Arifin salah satu pegawai
Balai Perlindungan Sosial di Provinsi Banten.
Kedua, minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberdaan Balai
Perlindungan Sosial untuk para lanjut usia terlantar yang didapatkan dari Dinas
Sosial, dimana kurangnya sosialisasi untuk menyampaikan informasi tentang
adanya Balai Perlindungan Sosial di Provinsi Bantenyang terletak di daerah
Serang tepatnya di Kecamatan Cipocok Jaya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
lanjut usia terlantar yang meningkat pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun
sebelumnya dan dapat diperluat dengan pernyataan dari ibu Suryati dari Kota
9
Tanggerang yang menyatakan bahwa dia tidak mengetahui keberdaan balai
maupun prosedur, dan syarat-syarat untuk mendaftarkan diri ke Balai
Perlindungan Sosial.
Ketiga, kurangnya tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita
lanjut usia, di balai perlindungan sosial terdapat 60 lanjut usia yang masing-
masing lanjut usia memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda dintaranya
memiliki masalah kesehatan seperti pikun, katarak, kurangnya pendengaran (tuli),
dan asma. Berdasarkan pernyataan dari salah satu lanjut usia yang berada di balai
menyatakan bahwa ketika para lanjut usia mengeluhkan kesehatan yang dirasa
tidak nyaman kepada pegawai maupun perawat tidak langsung menanggapi,
ketika sudah parah baru di tangani.
Keempat, belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar
di balai perlindungan sosial di Provinsi Banten, dikarenakan aturan dalam
penerimaan lanjut usia terlanntar berbelit-belit sehingga lanjut usia yang ingin
mendaftar terlebih dahulu membawa surat rekomendasi dari Dinas Sosial terkait
sesuai dengan wilayah tempat tinggal lanjut usia. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Ibu Tuty Herawaty salah satu pegawai Balai Perlindungan Sosial di
Provinsi Banten.
10
1.2 Identifikasi Masalah
Dilihat dari latar belakang masalah diatas maka identifikasi masalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
2. Minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai untuk
para lanjut usia terlanatar yang didapatkan Dinas Sosial Provinsi
Banten.
3. Kurang tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita
lanjut usia.
4. Belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar di
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
1.3 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Mengingat masalah yng diteliti merupakan masalah yng kompleks, maka
peneliti akan membatasi ruang lingkup, kajian dengan memfokuskan penelitian
pada Kineja Balai Perlindungan Sosial Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten.
Pada penelitian ini peneliti akan mengkaji permasalahan dengan rumusan
masalah mengenai “Bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten?”
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :
11
1.4.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten .
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan Khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk memperoleh gambaran sejauhmana kinerja balai
perlindungan sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia
terlantar di Provinsi Banten.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,
antara lain:
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Menemukan dan menambah pengetahuan baru mengenai
kinerja balai perlindungan sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial
lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
2. Untuk mengembangkan teori-teori yang telah diperoleh selama
perkuliahan.
12
3. Memberi pengetahuan baru menganai upaya pemerintah dalam
meningkatkan pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di
Provinsi Banten.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
pemahaman bagi semua pihak yang berperan sebagai pemangku
kepentingan atau lembaga terkait dalam mengatasi masalah yang terjadi
dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi
Banten.
2. Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah
satu bahan untuk penelitian berikutnya.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang sistematis serta dapat dengan mudah
dipahami maka tugas metode penelitian administrasi ini disusun berdasarkan
ketentuan yang biasa digunakan sesuai petunjuk dari perguruan tinggi dimana
penulis belajar, dengan ketentuan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan
yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling
umum hingga menukik kea rah yang paling spesifik dan relevan dengan judul.
13
Materi dari uraian ini dapat bersumber pada hasil penelitian dari yang sudah ada
sebelumnya, hasil pengamatan dan wawancara terkait.
1.2 Identifikasi Masalah
Menjelaskan identifikasi penelitian terhadap permasalahan yang muncul
dari uraian pada latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dapat
diajukan dalam bentuk pernyataan.
1.3 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, dalam penelitian ini peneliti membatasi
masalah yang akan dibahas yaitu menenai Kinerja Balai Perlindungan Sosial
dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi
Banten. Perumusan masalah bertujuan untuk memilih dan menetapkan masalah
yang paling urgen yang berkaitan dengan judul penelitian.Perumusan masalah
mendefinisikan permasalahan yang telah diterapkan dalam bentuk definisi konsep
dan oprasional, kalimat yang digunakan adalah kalimat pertanyaan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan.Isi
dan tujuan penelitian sejalan dengan isi dari tujuan penelitian.
1.5 Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil penelitian.
1.6 Sistematika Penulisan
14
Untuk memberikan gambaran yang sistematis serta dapat dengan mudah
dipahami maka tugas Metode Penelitian Administrasi ini disusun berdasarkan
ketentuan yang biasa digunakan sesuai petunjuk dari perguruan tinggi dimana
penulis belajar.
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
Mengkaji terhadap sejumlah teori yang relevan dengan permasalahan yang
variable penelitian, kemudiannya menyusunnya secara teratur dan rapi yang
digunakan untuk merumuskan hipotesis. Dengan mengkaji berbagai teori, maka
akan dimiliki konsep penelitian yang jelas, dapat menyusun pertanyaan yang rinci
untuk penelitian.
2.2 Penelitian Terdahulu
Adalah gambaran dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, yang
mempunyai kaitan dan persaan variabel dengan variabel yang peneli lakuakn.
2.2 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan
dari deskripsi teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca dapat
dilengkapi sebuah bagan yang menunjukkan alur pikiran peneliti serta kaitan antar
teori yang diteliti.
15
2.3 Hipotesis Penelitian
Merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti, dan
akan diuji kebenarannya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Bagian ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian.
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian
Membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan
dilakukan.
3.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang akan
diteliti.
3.4.2 Definisi Operasional
Penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam rincian yang
terukur.
3.5 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data
yang digunakan, proses penyusunan daya dan teknik penentuan kualitas
instrument penelitian.
16
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian dijelaskan populasi dan sampel yang dapat digunakan
sebagai sumber data.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data menjelaskan mengenai
cara menganalisis data yang dilakukan dalam penelitian
3.8 Jadwal Penelitian
Menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian diadakan mulai dari
pelaksanaan penelitian sampai penelitian tersebut berakhir.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel yang telah ditentukan,
serta yang berhubungan dengan objek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
mempergunakan teknik analisis data yang relevan, baik data kualitatif maupun
data kuantitatif.
4.3 Pengujian Persyaratan Statistik
17
Melakukan pengujian terhadap persyaratan statistik dengan menggunakan
uji statistik.
4.4 Pengujian Hipotesis
Melakukan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan teknik
analisi statistik yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi dan atau regresi
baik sederhana maupun ganda.Masing-masing hipotesis di uji dalam subjudul
sendiri.Hasil akhir dari analisi statistik itu adalah teruji tidaknya hipotesis nol
penelitian.Hasil perhitungan akhir dari statistik dilaporkan dalam batang tubuh,
sedangkan perhitungan selengkapnya di tempatkan dalam lampiran.
4.5 Interpretasi Hasil Penelitian
Melakukan penafsiran terhadap hasil akhir pengujian hipotesis.
4.6 Pembahasan
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data terhadap
hipotesis yang diterima barangkali tidak ada persoalan, tetapi terhadap hipotesis
yang ditolak harus diberikan berbagai dugaan yang menjadi penyebabnya.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan
juga mudah dipahami.Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan serta
asumsi dasar penelitian.
18
5.2 Saran
Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang
diteliti baik secara teoritis maupun praktis.Saran praktis lebih operasional
sedangkan aspek teoritis lebih mengarah pada pengembangan konsep atau teori.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan Skripsi.
LAMPIRAN
Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian.
19
BAB II
DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang
berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik melalui spesifikasi hubungan
antara variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan
fenomena. (Neumen dalam Sugiyono, 2009;80)
Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang
teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian
yang relevan dengan variabel yang diteliti. Berapa jumlah kelompok teori yang
perlu dikemukakan, akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis
tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila dalam suatu penelitian
terhadap tiga variabel independendan satu dependen, maka kelompok teori yang
perlu dideskripsikan ada empat kelompok teori, yaitu kelompok teori yang
berkenaan dengan variabel independen dan satu dependen. Oleh karena itu,
semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin banyak teori yang
dikemukakan.
Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-
variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan
mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup kedudukan dan
20
prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas
dan terarah.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberpa istilah yang berkaitan
dengan masalah penelitian dengan mengklasifikasikan ke dalam teori yaitu.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
2.1.1 Definisi Kinerja
Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja
pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja
perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah
totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja
organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi
tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang
digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam
upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.
Ada berbagai pendapat tentang kinerja, seperti dikemukakan oleh Gibson
(1990:40), mengatakan bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan dan
motivasinya untuk melaksankan pekerjaan. Dikatakan bahwa pelaksanaan
pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan dan motivasi. Keban
(1995:1), kinerja adalah merupakan tingkat pencapaian tujuan. Timpe (1998:9),
kinerja adalah prestasi kerja, yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku
manajemen. Hasil penelitian Timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang
menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai yang
21
paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi akan senantiasa
terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya. Mangkunegara
(2002:67), mengatakan bahwa kinerja adalah merupakan hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oelh seseorang dalam melaksanakan fungsinya
sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Prawirosentono
(1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai
atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggungjawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral dan
etika. Sinambela dkk. (2006:136), mendefinisikan kinerja pegawai sebagai
kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu. Hal
senada dikemukakan oleh Stephen Robbins (1989:439), bahwa kinerja adalah
hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.1.2 Pengertian Kinerja Organisasi
Sebuah organisasi dapat berjalan karena ada orang-orang yang
menjalankannya, karena itu manusia merupakan elemen utama yang dibutuhkan
sebuah organisasi untuk dapat menjalankan visi misinya. Begitu juga sebaliknya
orang-orang membutuhkan organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuannya.
Untuk mencapai tujuan yang maksimal diperlukan orang-orang yang mampu
bekerja dengan baik. Seorang pegawai dapat dikatakan baik apabila kinerjanya
dapat sesuai dengan target dan tanggung jawab yang diembannya. Kinerja
seseorang dapat dikembangkan setiap saat seiring dengan perkembangan zaman
22
yang terus maju. Kualitas kinerja sumber daya manusia merupakan salah satu
faktor penting untuk mencapai tujuan organisasi, oleh karena itu diperlukan
sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan dan keahlian tinggi sehingga
dapat mendukung peningkatan kinerja organisasi.
Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995) dalam
Sudarmanto (2009:5) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu:
1. Kinerja Organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level
atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait
dengan tujuan organisai, rancangan organisasi, dan manajemen
organisasi.
2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam
menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini
dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen
proses.
3. Kinerja individu/pekerjaan; merupakan pencapaian atau efektivitas oada
tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh
tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta
karakteristik individu.
Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan
sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. Kinerja organisasi
merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi.
Kinerja pada level organisasi terkait dengan tujuan organisasi, rancangan
organisasi dan manajemen organisasi (Sudarmanto, 2009:7). Bastian
menggambarkan kinerja organisasi tentang tingkat pencapaian pelaksanaan tugas
dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi (Tangkilisan, 2005:175).
23
Sementara menurut Gibson, dkk (2003: 355) kinerja adalah:
“job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan
organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya. Sementara
menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil
maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas
kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural
tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi”.
Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja
yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga
macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita
juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan
kinerja pegawai.
Penetapan indikator kinerja menurut LAN RI (1999) dalam Pasolong
(2013:178), yaitu merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja
melalui sistem pengumpulan dan pengelolahan data atau informasi untuk
menentukan kinerja kegiatan, program, dan atau kebijakan. Penetapan indikator
kinerja harus didasarkan pada masukan (input), keluaran (output), hasil
(outcome), manfaat (benefit), dampak (impact). Dengan demikian indikator
kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi: (1) tahapan perencanaan, (2) tahap
pelaksanaan, (3) tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan indikator
kinerja, yaitu: (1) spesifik dan jelas, (2) dapat terukur secara objektif baik yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif, (3) dapat menunjukan pencapaian keluaran,
hasil, manfaat dan dampak, (4) harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap
perubahan, (5) efektif yaitu dapat dikumpulkan, diolah, dianalisis datanya secara
efisien dan efektif.
24
“Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal
dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Suatu organisasi di bentuk karena mempunyai dasar dan tujuan
yang ingin dicapai, sebagaimana yang dikemukakan oleh James D
Mooney: Organisasi adalah bentuk perserikatan manusia untuk mencapai
suatu tujuan bersama.akan tetapi perlu kita fahami bahwa yang menjadi
dasar organisasi,bukan “siapa” akan tetapi “apanya” yang berarti bahwa
yang dipentingkan bukan siapa orang yang akan memegang
organisasi,tetapi “apakah” tugas dari organisasi.(Money,1996:23)
Kinerja organisasi merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat
dicapai dan mencerminkan keberhasilan suatu organisasi, serta merupakan hasil
yang dicapai dari perilaku anggota organisasi. Kinerja bisa juga dikatakan sebagai
sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu yang dilakukan oleh seluruh
komponen organisasi terhadap sumber-sumber tertentu yang digunakan (input).
Selanjutnya, kinerja juga merupakan hasil dari serangkaian proses kegiatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu organisasi. Bagi suatu organisasi,
kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen
organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi
tercapainya tujuan organisasi berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat
dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang
didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya (Surjadi,2009:7).
Menurut Baban Sobandi Kinerja organisasi merupakan sesuatu yang telah dicapai
oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input,
output, outcome, benefit, maupun impact. (Sobandi, 2006:176).
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
25
ditetapkan. Indicator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan
diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja
baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun setelah kegiatan selesai dan
berfungsi. Indicator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi
hari organisasi atau unit kerja yang bersangkutan menunjukan kemampuan dalam
rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (sedarmayanti,
2010:198).
Menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) menggunakan beberapa
indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik,
antara lain :
1. Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan
organisasi pelayanan publik dalam memanfaatkan faktor-faktor
produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.
2. Efektivitas yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan
publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas
teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan.
3. Keadilan yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang
diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat
kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan.
4. Daya Tanggap yaitu organisasi pelayanan publik merupakan bagian
dari daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat
yang mendesak. Karena itu organisasi secara keseluruhan harus dapat di
pertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya
tanggap ini.
2.1.3. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja.
Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi.
Menurut Wirawan (2009:6) kinerja merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor,
faktor-faktor tersebut adalah :
26
1. Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai
yang merupakan faktor bawaan dari lahir meliputi bakat, sifat pribadi,
serta keadaan fisik kejiwaan dan faktor yang diperoleh ketika ia
berkembang meliputi pengetahuan, keterampilan, etos kerja,
pengalaman kerja, dan motivasi kerja.
2. Faktor lingkungan internal organisasi, manajemen organisasi harus
menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif sehingga
dapat mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan.
3. Faktor lingkungan eksternal organisasi, merupakan keadaan, kejadian,
atau situasi yang terjadi dilingkungan eksternal organisasi yang
mempengaruhi kinerja karyawan.
Sedangkan menurut Mahmudi (2005:7) faktor yang berpengaruh langsung
terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi yaitu sebagai berikut :
1. Teknologi yang meliputi, perlatan dan metode kerja yang digunakan
untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.
Semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin
tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.
2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.
3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan
ruangan, dan kebersihan.
4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada
dalam organisasi yang bersangkutan.
5. Kepimpinan sebagai usaha untuk mengendalikan anggota organisasi agar
bekerja sesuai dengan standar dan tujuan oragnisasi.
6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek organisasi,
imbalan, promosi, dan lainnya.
Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain
dikemukakan oleh Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2012:100), yaitu
sebagai berikut:
27
1. Personal factors, ditunjukan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang
dimiliki, motivasi dan komitmen individu.
2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan
dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
3. Team factors, ditunjukan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh
rekan kerja.
4. System factors, ditunjukan oleh adanya system kerja dan fasilitas yang
diberikan oleh organisasi.
5. Contextual/situational factors, ditunjukan oleh tingginya tingkat tekanan
dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Selain itu Hersey, Blanchard, dan Johnson dalam Wibowo (2012:101)
merumuskan adanya tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja dan
dirumuskan dengan akronim ACHIVE :
A = Ability (knowledge dan skill)
C = Clarity (understanding atau role perception)
H = Help (organizational support)
I = Incentive (motivation atau willingness)
V = Validity (valid dan legal personnel practices)
E = Environment (environmental fit)
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam kinerja dan pendorong pencapaian kerja organisasi publik yaitu bersumber
dari individu masing-masing, seperti apa gaya kepemimpinan di organisasi publik
tersebut, adanya kerja sama tim yang saling mendukung, system kerja dan fasilitas
yang memadai. Apa bila semua faktor-faktor tersebut dimiliki oleh suatu
organisasi publik, maka bukan tidak mungkin organisasi tersebut akan mencapai
keberhasilan kerja sesuai yang telah di targetkan bersama.
Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan
yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
28
1. Aspek kuantitatif yaitu :
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
2. Aspek kualitatif yaitu :
a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,
b. Tingkat kemampuan dalam bekerja,
c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan, dan
d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan / keberatan konsumen /
masyarakat).
2.1.4. Deskripsi Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya Negara untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang,
jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada Negara untuk
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara dan kesejahteraannya, sehingga
efektivitas suatu system pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya
penyelenggara pelayanan publik.Pengertian umum pelayanan publik menurut
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63 Tahun 2003
dalam (Ratminto dan Atik 2012:5) adalah:
“Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di
pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Mengikuti definisi tersebut di atas, pelayanan publik atau pelayanan umum
dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di
29
Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan menurut Bab 1
Pasal 1 Ayat 1 UU No. 25/2009,yang dimaksud dengan pelayanan publik yaitu:
“kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa Hakikat
pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang
merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
2.1.5. Asas Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa,
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut
(keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004):
a. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektifitas.
d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
e. Kesamaan Hak
Tidak diskriminitif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi.
30
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memnuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
Sedangkan menurut pasal 4 UU No. 25/2009, penyelenggaraan pelayanan
publik berasaskan:
a. Kepentingan umum;
b. Kepastian hukum;
c. Kesamaan hak;
d. Keseimbangan hak dan kewajiban;
e. Keprofesionalan;
f. Partisipatif;
g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. Keterbukaan
i. Akuntabilitas;
j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. Ketepatan waktu; dan
l. Kecepatan,kemudahan,dan keterjangkauan.
2.1.6. Prinsip Pelayanan Publik
Penyelengaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan
prinsip pelayanan publik. Di dalam keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003
disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip
sebagai berikut:
a. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal:
a) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik
b) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan dan
penyelesaiankeluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan
pelayanan publik
c) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
c. Kepastian Waktu
31
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
d. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
e. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum.
f. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi
telekomunikasi dan informatika (telematika).
h. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dan informatika.
i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin , sopan dan santun, ramah, seta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
j. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, sampah,
tempat ibadah dan lain-lain.
2.1.7 Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
32
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan.
Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia)
dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas
minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap
dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak
memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang
menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4
yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly)
adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat
tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Usia lanjut menurut Keliat
(1999) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998
tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lansia
adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang
masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk
mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi
dirinya (Ineko, 2012).
33
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal
dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah
seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun
(Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses
penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia
digolongkan menjadi 4, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
34
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari
pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat.
35
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber
daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan
sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia
menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara
Pembaharuan 14 Maret 1997).
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua
dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial
sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa
kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami
dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat
arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup
yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan
bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-
sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan,
dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan
dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka
sendiri.
36
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari
pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia
seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek
pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis,
karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang
usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap
orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun
ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk
keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah ( 1983) berpendapat
bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai
tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan
tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul
perubahan-perubahan dalam hidupnya.
2.1.7.1 Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat
2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
(enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,
37
lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90
tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-
55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase
senium) ialah 65 hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri
dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75 -
80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
2.1.7.2 Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan
Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia
(prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang
yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu
melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa,
lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.1.7.3 Karakteristik Lansia
38
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun
(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan
\masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).
2.1.7.4 Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam
Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut. Tipe arif bijaksana.
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. Tipe
tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. Tipe bingung. Kaget, kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh. Tipe
lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen
(ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
39
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
2.1.8 PMKS
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah Seseorang
keluarga atau kelompok masyarakat, yang karena suatu hambatan, kesulitan atau
gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya ,dan karenanya tidak dapat
menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak
dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai
dan wajar. Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,
keterlantaran, kedisabilitasan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban
tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, keterasingan/ketertinggalan, dan
bencana alam maupun bencana sosial. Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia
Nomor 8 tahun 2012 tentang peraturan pendataan dan pengelolaan data
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) sebagai 26 jenis kelompok
marjinal Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, yaitu sebagai berikut:
1. Anak Balita Terlantar, adalah anak yang berusia 0 – 4 tahun yang karena
sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibanya (karena
beberapa kemungkinan: Miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah
seorang/kedua–duanya meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu
kelangsungan hidupnya, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara
jasmani, rohani, maupun sosial.
40
2. Anak Terlantar, adalah anak yang berusia 5 – 18 tahun yang karena
sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan: miskin/tidak mampu, salah
seorang dari orang tuanya/wali pengampu sakit , salah seorang/kedua
orang tuanya/wali pengampu atau pengasuh meninggal, keluarga tidak
harmonis, tidak ada pengampu/pengasuh), sehingga tidak dapat terpenuhi
kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun
sosial.
3. Anak berhadapan dengan hukum, adalah anak yang berusia 12 - 18
tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat, lingkungannya, sehingga merugikan dirinya ,
keluarganya dan orang lain, akan mengganggu ketertiban umum, akan
tetapi (karena usia) belum dapat di tuntut secara hukum.
4. Anak Jalanan, adalah anak yang berusia 5 – 18 tahun yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di
jalanan maupun ditempat – tempat umum.
5. Anak Korban Tindak Kekerasan, adalah anak yang terancam secara
fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak
semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan social terdekatnya,
sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara
jasmani, rohani maupun sosial.
6. Anak Dengan Kedisabilitasan (ADK), adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat
41
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk
melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak,
yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak dengan disabilitas
mental dan anak dengan disabilitas mental dan fisik.
7. Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, adalah anak yang
berusia 6-18 tahun dalam situasi darurat, dari kelompok minoritas dan
terisolasi, dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, diperdagangkan,
menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat
adiktif lainya (napza), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban
kekerasan baik fisik, dan atau mental, yang menyandang disabilitas dan
korban perlakuan salah dan penelantaran.
8. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi, adalah Seseorang wanita dewasa
yang berusia 18 – 59 tahun belum menikah atau janda yang tidak
mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok
sehari – hari.
9. Korban Tindak Kekerasan (KTK), adalah wanita yang berusia 18 – 59
tahun yang terancam secara fisik atau non fisik (psikologis) karena tindak
kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan
keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya.
10. Lanjut Usia Terlantar, adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya.
42
11. Penyandang Disabilitas, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan
fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani
maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari penyandang cacat fisik
dan penyandang cacat mental.
12. Tuna Susila, adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan
sesama atau lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian diluar
perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi
atau jasa.
13. Pengemis, adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan
meminta-minta ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk
mengharapkan belas kasihan orang lain.
14. Gelandangan, adalah orang – orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat,
serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta
mengembara di tempat umum.
15. Pemulung, adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara
memungut dan mengumpulkan barang-barang bekas yang berada di
berbagai tempat pemukiman penduduk, pertokoan dan/atau pasar-pasar
yang bermaksud untuk didaur ulang atau dijual kembali, sehingga
memiliki nilai ekonomis.
43
16. Kelompok Minoritas, adalah kelompok yang mengalami gangguan
keberfungsian sosialnya akibat diskriminasi dan marginalisasi yang
diterimanya sehingga karena keterbatasannya menyebabkan dirinya rentan
mengalami masalah sosial, seperti gay, waria, dan lesbian.
17. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP), adalah
seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa
hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan
mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan
masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan
atau melaksanakan kehidupannya secara normal.
18. Korban Penyalahgunaan NAPZA, adalah seseorang yang menggunakan
narkotika, psikotropika dan zat – zat adiktif lainya termasuk minuman
keras di luar pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang
berwenang.
19. Fakir Miskin, adalah seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali
tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang
mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi
kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan.
20. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, adalah keluarga yang hubungan
antar anggota keluarganya terutama antar suami-istri kurang serasi,
44
sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan
wajar.
21. Komunitas Adat Terpencil, adalah kelompok orang atau masyarkat yang
hidup dalam kesatuan :kesatuan sosial kecil yang bersifat local dan
terpencil, dan masih sangat terkait pada sumber daya alam dan habitatnya
secara sosial budaya terasing dan terbelakang dianding dengan masyarakat
Indonesia pada umumnya, sehingga memerlukan pemberdayaan dalam
menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas.
22. Korban Bencana Alam, adalah perorngan, keluarga dan kelompok
masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial
ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan
mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya. Termasuk dalam korban bencana alam adalah korban
bencana gempa bumi tektonik, letusan gunung merapi, tanah longsor,
banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang, kekeringan, dan
kebakaran hutan atau lahan, kebakaran pemukiman, kecelakaan pesawat
terbang, kereta api, perahu dan musibah industry (kecelakaan kerja).
23. Korban Bencana Sosial, adalah perorangan, keluarga atau kelompok
masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial
ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan yang
menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-
tugas kehidupannya.
45
24. Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS), adalah seseorang yang
bekerja di luar tempat asalanya dan menetap sementara ditempat tersebut
dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi terlantar.
25. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah seseorang yang dengan
rekomendasi professional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti
tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan dayya tahan
tubuh (AIDS) dan hidup terlantar.
26. Korban Trafficking, adalah seseorang yang mengalami penderitaan
psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi dan social yang diakibatkan tindak
pidana perdagangan orang.
2.2 Penelitian Terdahulu
Pertama, skripsi Rian Lamandani (2014) melakukan penelitian dengan
judul Implementasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia (PJSLU) di Kabupaten
Serang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh mengenai
implementasi program jaminan sosial lanjut usia di Kabupaten Serang. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Model Analisis Implementasi
Kebijakan oleh Merille S. Grindle yang membagi implementasi kebijakan ke
dalam dua bagian, yaitu: Isi Kebijakan (Content of policy) dan Konteks
Implementasi (Context of policy). Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan
tersebut dirasakan belum berjalan optimal karena belum mampu mencapai tujuan
46
dari program tersebut, yaitu peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar
penerima dan bantuan.
Persamaan, dari penelitian terdahulu dan penelitian sekarang terdapat
kesamaan dari penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang Lanjut Usia
Terlantar. Perbedaan, antara penelitian terdahulu dan penelitian sekarang yaitu
perbedaanya adalah judul, lokus, dan metode yang digunakan berbeda.
Kedua, skripsi Ami Prihandara (2012) melakukan penelitian dengan judul
kinerja dinas sosial dalam pembinaan anak jalanan di Kota Serang. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Dinas Sosial dalam Pembinaan
Anak Jalanan di Kota Serang. Hipotesis yang digunakan adalah Kinerja Dinas
Sosial dalam Pembinaan Anak Jalanan di Kota Serang masih kurang baik atau ≤
70%. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Dengan menggunakan
Teori Kinerja menurut kumorotomo dalam pasolong. Hasil dari penelitian ini
adalah kinerja Dinas Sosial dalam Pembinaan Anak Jalanan di Kota Serang
dengan perhitungan secara keseluruhan masih kurang baik karena baru mencapai
hasil sebesar 69% dari angka maksimal 70%.
Persamaan, dari penelitian terdahulu dan penelitian sekarang yaitu
persamaanya adalah sama-sama menggunakan teori Kinerja dan metode yang
digunakan adalah metode Kuantitatif. Perbedaan, antara penelitian terdahulu dan
sekarang yaitu perbedaannya adalah judul dan lokus penelitian yang berbeda.
47
2.3 Kerangka Berfikir
Secara teoritis dikatakan bahwa Kumorotomo dalam Pasolong, (2010:180)
menggunakan beberapa indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai
kinerja birokrasi publik, antara lain :
1. Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan
organisasi pelayanan publik dalam memanfaatkan faktor-faktor
produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.
2. Efektivitas yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan
publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan
rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen
pembangunan.
3. Keadilan yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang
diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat
kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan.
4. Daya Tanggap yaitu organisasi pelayanan publik merupakan bagian
dari daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat
yang mendesak. Karena itu organisasi secara keseluruhan harus dapat
di pertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria
daya tanggap ini.
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimna teori
hubungan antara berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang
penting. Dan berdasarkan judul penelitian, maka kerangka berfikir dalam
penelitian ini membahas mengenai Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten
menggunakan metode penelitian kuantitatif. Berdasarkan teori - teori diatas maka
kerangka berfikir yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
48
Kerangka Berfikir
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
Permasalahan :
1. Masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
2. Minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai untuk para
lanjut usia terlanatar yang didapatkan Dinas Sosial Provinsi Banten.
3. Kurang tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita
lanjut usia.
4. Belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar di
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) menggunakan beberapa
indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi
publik, antara lain :
1. Efisiensi
2. Efektivitas
3. Keadilan
4. Daya Tanggap
Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten.
Metode Penelitian Kuantitatif
Lansia menerima pelayanan dan perlindungan dari Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten dengan baik.
49
BAB III
METODELOGI PENEITIAN
3.1. Pendekatan Dan Metodologi Penelitian
Menurut Sugiyono (2008:2) metode penelitian pada dasarnya adalah
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif
kuantitatif, sesuai dengan rumusan masalah yang bersifat deskriptif. Metode
penelitian ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh dan menyajikan data
secara maksimal dan menyeluruh sesuai dengan teori yang digunakan dalam
penelitian sehingga data yang diperoleh benar-benar memkualifikasi temuan.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang benar-benar hanya memaparkan
apa yang terdapat atau terjadi dalam sebauah kacah, lapangan, atau wilayah
taertentu. Data yang terkumpul diklasifikasikan atau dikelompok-kelompokkan
menurut jenis, sifat, dan kondisnya. Sesudah datanya lengkap, kemudian dibuat
kesimpulan (Arikunto, 2010:3).
3.2 Ruang Lingkup / Fokus Penelitian
Dengan memperhatikan identifikasi masalah yang sudah dikemukakan
sebelumnya maka Fokus Penelitian ini adalah Kinerja Balai Perlindungan Sosial
dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten,
bagaimana kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan
50
sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten, serta sejauh mana kinerja Balai
Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar
di Provinsi Banten.
3.3 Lokasi Penelitian
Dengan melihat tema/judul penelitian ini mengenai kinerja balai
perlindungan sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia
terlantar, maka peneliti menunjuk tempat penelitian atau yang menjadi lokus
penelitian ini adalah berlokasi di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
1. Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan
organisasi pelayanan publik dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi
serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.
2. Efektivitas yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan
publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas
teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan.
3. Keadilan yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang
diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat
kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan.
4. Daya Tanggap yaitu organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari
daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang
mendesak. Karena itu organisasi secara keseluruhan harus dapat di
51
pertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya
tanggap ini.
3.4.2 Definisi Operasional
Berdasarkan teori yang telah melandasi dan definisi konsep yang telah
dibuat maka dirumuskan suatu variabel penelitian sebagai berikut :
Tabel 3.1
Definisi Oprasional Variabel Penelitian
(Sumber : Analisis Konsep Peneliti, 2015)
3.5 Instrumen Penelitian
pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat
ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen
penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur fenomena maupun sosial yang diamati Sugiyono (2007:1). Secara
spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian adalah berupa angket dengan jumlah variabel
sebanyak satu variabel, dan menggunakan skala likert dalam pengukuran jawaban
Variabel
Penelitian Indikator
Sub
Indikator
No item
Instrument
Kinerja Balai
Perlindungan
Sosial dalam
Pelayanan dan
Perlindungan
Sosial Lanjut Usia
Terlantar di
Provinsi Banten
Kumorotomo
dalam Pasolong,
(2010:180)
Efisiensi 1. Sumber daya manusia
2. Sumber dana
3. Waktu
1,2,3,4
5,6,7,
8,9,10
Efektifitas
4. Keberhasilan Organisasi
5. Ketetapan
6. Kesederhanaan Birokrasi
11,12,13,14
15,16,17,
18,19,20
Keadilan 7. Distribusi dan alokasi
merata
8. Ketercukupan bantuan
9. Kepantasan
21,22,23,24,
25,26,27,
28,29,30
Daya
Tanggap
10. Tanggung Jawab
11. Kesigapan 31,32,33,34,
35,36,37,38,
39,40
52
dari para responden. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur akan
dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan
tolak ukur untuk menyusun item-item instrumen dalam bentuk pertanyaan.
Jawaban setiap item instrument memiliki tingkatan nilai dari sangat positif dan
sangat negatif.
Sehingga, untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban dari setiap item
instrumen diberi skor, yakni sebagai berikut :
Tabel 3.2
Skoring Item Instrumen
Jawaban Skor Keterangan
A 4 Sangat Setuju (SS)
B 3 Setuju (S)
C 2 Tidak Sutuju (TS)
D 1 Sangat Tidak Setuju (STS)
(Sumber: Sugiyono. 2007)
3.5.1 Jenis dan Sumber Data
3.5.1.1 Jenis Data
1. Data primer, adalah data yang langsung diperoleh peneliti melalui
Kuesioner (angket), wawancara (interview), dan observasi (pengamatan).
2. Data Sekunder adalah data yang tidak langsung di peroleh melalui orang
lain maupun dokumen, seperti hasil penelitian yang relevan, laporan dan
catatan-catatan atau melalui informan yaitu, pegawai balai perlindungan
sosial Provinsi Banten yang memberikan keterangan dan informasi kepada
peneliti.
53
3.5.1.2 Sumber Data
1. Responden, yaitu Lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten.
2. Literature, yaitu menggunakan data kepustakaan yang memiliki hubungan
dengan penelitian ini.
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Tekhik pengumpulan data terbagi menjadi beberapa, yaitu:
1. Angket (Kuesioner)
Menurut Sugiyono (2007:162) Angket atau kuisioner merupakan
tekhnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Angket merupakan tekhnik pengumpulan data yang efisien bila
peneliti tahu dengan pasti variable yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden. Angket dapat berupa pertanyaan/pernyataan
tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau
dikirim memalui pos, atau internet.
2. Observasi
Nasution menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta
mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian
ini, peneliti melakukan observasi nonpartisipatoris dan hanya menjadi
pengamat yang independen. Kemudian penelitian ini juga menggunakan
observasi langsung. Dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data
54
menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan
penelitian. Merekan yang diteliti mengetahui sejak awal samapi akhir tentang
aktivitas peneliti. Tetapi tidak semua hal kita bisa terus terang kepada sumber
data, karena kemungkinan kali dilakukan dengan terus terang kepada orang
yang tidak berkenan, maka peneliti tidak akan di ijinkan untuk melakuakan
observasi.
3. Wawancara
Wawancara (interview) adalah merupakan pertemuan dua orang untik
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat di
konstruksikan makna dalam suatu tofik tertentu. Peneliti menggunakan tekhnik
wawancar tidakk terstruktur dan wawancara mendalam dengan sumber data
atau sumber informan yang menguasai dan memahami dan yang dibutuhkan
peneliti. Wawancara mendalam digunakan untuk mencari dat ayang akan
dugunakan dalam mencari jawaban atas perumusan masalah.
4. Kepustakaan
Model kepustakaan digunakan dalam penelitian ini, gunanya adalah
untuk mendapatkan uraian yang benar dari beberapa ahli. Dengan cara
mempelajarai dan membaca buku-buku, literature sertakarya ilmiah yang
pernah dibuat dan dipublikasikan sebagai bahan referansi yang ada
hubungannya dengan penulisan penelitian ini.
3.6 Populasi Dan Sampel Penelitian
3.6.1 Populasai
55
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:80).
Populasi ditunjukan pada lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten dalam rangka mengetahui kinerja Balai Perlindungan Sosial
dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
Maka dari itu dalam penelitian ini, sesuai denga judul yang tertera yakni “Kinerja
Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia
Terlantar di Provinsi Banten”, maka yang dijadikan populasi adalah Lanjut usia
yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten, dengan jumlah sebanyak
60 Orang Lansia.
3.6.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto 2006 :
131). Sedangkan menurut sugiyono (2012 : 81) sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk mengetahui jumlah
sampel dari populasi yang ada, maka perhitungan sampel dilakukan dengan
menggunakan rumus Taro Yamane dengan populasi (N) sebanyak 60 Lanjut Usia.
Dan menetapkan taraf kesalahan (d) sebesar 5 % (0,05), yaitu sebagai berikut :
Rumus Taro Yamane:
n =
n = Banyaknya Unit Sampel
N = Banyaknya Populasi
d2
= Presisi Tingkat Kesalahan
56
n =
n =
n = 52,17 n = 52 Responden
berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Taro Yamane, dapat
diketahui bahwa dari jumlah populasi sebanyak 60 Lanjut Usia dengan tingkat
kesalahan sebesar 5% (0,05) maka diperoleh hasil sebanyak 52 responden. Maka,
penentuan teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah
sampel jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sempel.hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasi relative kecil atau peneletian yang ingin membuat generalisasi dengan
kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana
semua anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2007:85).
3.7 Teknik Pengelolaan Dan Analisis Data
Pengolah data merupakan awal dari proses analisis data. Proses
pengolahan data merupakan data tahapan, dimana data dipersiapkan,
diklasifikasikan, dan diformat menurut aturan tertentu untuk keperluan proses
berikutnya yaitu analisis data. Data yang dikumpulkan diolah menjadi beberapa
proses berikut ini :
1. Editing data. Adalah tahap mengoreksi kesalahan yang ada pada data
serta harus dilakukan secara berulang-ulang dan cermat.
2. Coding data, yaitu tahap mengklasifikasikan data berdasarkan kategori
tertentu;
57
3. tabulating data, yaitu tahapan penyusunan data berdasarkan jenis-jenis data,
serta perhitungan kualitas dan frekuensi data yang disajikan dalam bentuk
tabel-tabel.
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
data-data kuantitatif yang diperlukan adanya perhitungkan matematis atau
menggunakan teknik statistik sebagai alat bantu analisis. Adapun teknik analisis
data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
3.7.1 Uji Validitas
Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa
yang ingin diukur. Kevaliditasan instrument menggambarkan bahwa suatu
instrument benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur
dalam penelitian serta mampu menunjukan tingkat kesesuaian antar konsep dan
hasil pengukuran.
Pada penelitian ini, pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan
rumus product moment coralation. Adapun rumus product moment coralation
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
r = Koefisien korelasi product moment
∑X = Jumlah skor dalam sebaran X
∑Y = Jumlah skor dalam sebaran Y
∑XY = Jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan
∑ = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
∑ = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
n = Jumlah sampel
Rr =
58
3.7.2 Uji Reliabilitas
Tahap selanjutnya adalah uji reliabilitas, dimana hasil penelitian yang
reliable, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Sugiyono
(2007:137) mendefinisikan instrumen yang reliable merupakan instrumen yang
bila digunakan untuk diuji reliabilitas adalah pendekatan reliabelitas konsistensi
internal. Adapun teknik yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal
adalah Cronbach’s Alpha. Variabel dikatakan reliabel jika nilai alphanya lebih
dari 0,30. Dengan dilakukannya uji reliabilitas maka akan menghasilkan suatu
instrumen yang benar-benar tepat atau akurat dan mantap. Pengujian Reliabilitas
kuesioner pada penelitian ini menggunakan bantuan perangkat lunak Statistic
Program For Social Sclence (SPSS) 16.
Rumus Alpha Cronbach yang digunakan untuk menguji reliabilitas:
Keterangan:
r = Reliabilitas instrument
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ = Jumlah varians butir
= Varians total
3.7.3 Uji Normalitas
Guna memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data hasil penelitian,
normalitas data digunakan untuk menjaga ketetapan metode statistik yang
digunakan, karena apabila data yang dihasilkan tidak normal maka statistika yang
r =
59
digunakan adalah statistika non parametric sedangkan apabila data yang
dihasilkan adalah normal maka statistika yag digunakan adalah statistic
parametric.
3.7.4 Uji t-Test
Setelah pengolahan data dilakukan, tahap selanjutnya adalah analisis data.
Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data
lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelompokkan data berdasarkan
variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh
responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk
menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang
telah diajukan. Sehingga untuk melakukan pengujian hipotesis deskriptif dipakai t-test
satu sampel dan menggnakan uji pihak kanan, karena ttabel berada disebelah kanan thitung.
Berikut merupakan rumus pengujian hipotesis deskriptif yang diajukan dalam penelitian
ini, sebagai berikut:
Keterangan :
X = keterangan rata-rata
µ0 = nilai yang di hipotesiskan
s = simpangan baku sampel
n = jumlah angguta sampel
60
3.7.5 Uji Pihak Kanan
Hipotesis peneliti dalam penelitian Kinerja Balai Perlindungan Sosial
dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi
Banten sebagai berikut:
Hipotesis nol: Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan
perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten < 65% dari nilai ideal
yaitu 100% (hipotesis nol/Ho).
Hipotesis alternatif: Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan
dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten > 65% dari nilai
ideal yaitu 100% (hipotesis alternetif/ Ha).
H0 :µ < 65%
Ha :µ > 65%
Dengan melihat hipotesis statistik tersebut, maka pengujian hipotesis
dalam penelitian Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten adalah
menggunakan Uji Pihak Kanan. Uji Pihak Kanan digunakan jika hipotesis nol
(H0) berbunyi “lebih kecil atau sama dengan (<) sedangkan pada Hipotesis
alternative (Ha) berbunyi “lebih besar (>)”.
61
3.8 Jadwal Penelitian
Tempat penelitian ini berada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ditunjukkan pada tabel 3.3 berikut:
62
Tabel 3.3
Jadual Penelitian
Tahun
Kegiatan
2014 2015
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agt
Sep
Okt Nov
Pengajuan Judul
Acc Judul Penelitian
Observasi Awal
Penyusunan Proposal
Bimbingan dan
Perbaikan Proposal
Penyerahan Proposal
Seminar Proposal
Revisi Proposal
Kuesioner
Penyusunan Hasil
Penelitian
Sidang Skripsi
Sumber : Peneliti, 2015
63
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Banten
Wilayah Banten secara geografis berada pada batas astronomi 5º 7' 50” - 7º 1'
11” Lintang Selatan dan 105º 1' 11” - 106º 7' 12” Bujur Timur. Sebelum menjadi
provinsi, Banten termasuk wilayah Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan UU RI Nomor
23 tahun 2000, luas wilayah Banten adalah 9.160,70 km² atau sekitar 0,51% dari luas
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketika menjadi provinsi, wilayah ini
hanya terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak,
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang dan dua kota yaitu Kota Tangerang
dan Kota Serang. Sementara saat ini, wilayah pemerintahan Provinsi Banten sudah
terdiri dari empat kota yaitu Kota Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang dan Kota
Tangerang Selatan serta empat kabupaten yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak,
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang. Provinsi ini terus berkembang karena
telah menjadi salah satu tujuan investasi di Indonesia. Sementara itu jumlah
penduduk di Banten 13 menurut data BPS tahun 2011 berjumlah 10.632.166 orang.
Provinsi Banten mempunyai batas wilayah Sebelah Utara : Laut Jawa, Sebelah
Timur, Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, Sebelah Selatan : Samudra Hindia,
Sebelah Barat : Selat Sunda.
64
4.1.2 Gambaran Umum Balai Perlindungan Sosial
Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No. 06/Huk/1979 tentang
kesejahteraan lanjut usia, maka didirikanlah Panti Wreda di Banten, tepatnya pada 28
Februari 1979. Panti tersebut dinamakan Sasana Tresna Wreda (STW). Karena
lokasinya di Kelurahan Cipocok Jaya Kabupaten Serang, masyarakat lebih
mengenalnya sebagai panti wreda Cipocok Jaya. Pada tahun 1994, berganti nama
kembali menjadi Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Cipocok Jaya Serang.
Pergantian nama tersebut dikuatkan dalam Surat Keputusan Menteri Sosial RI No. 14
tahun 1994 tanggal 23 April 1994. Delapan tahun kemudian, seiring dengan
diberlakukannya Otonomi Daerah dan dimekarkannya Banten menjadi provinsi
tersendiri, maka status Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Cipocok Jaya Serang juga
berganti nomenklatur menjadi 'Balai Perlindungan Sosial'.
65
Dari segi struktur, Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten merupakan Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Banten yang memiliki tugas
dan tanggung jawab memberikan pelayanan dan perlindungan sosial kepada lanjut
usia (lansia) terlantar, balita terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan (WKTK),
dan tuna grahita. Penetapan ini diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Banten No.
40 Tahun 2002 tanggal 13 Desember 2002. Tahun 2008, Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja mengalami perubahan susunan organisasi dan tata kerja sehingga menjadi
Dinas Sosial sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2008. Namun begitu
posisi Balai Perlindungan Sosial (BPS) tetap tidak berubah.
66
Sasaran dan Kriteria Garapan UPTD Balai Perlindungan Sosial (BPS)
Provinsi Banten, antara lain :
1. Lanjut Usia Terlantar Setiap warga negara pria dan wanita yang berusia
mencapai 60 tahun ke atas, baik potensial maupun tidak potensial yang oleh
karena sesuatu sebab mengalami hambatan fisik, psikologis dan sosialnya.
Kriteria :
1) Usia 60 tahun ke atas
2) Tidak mempunyai penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan
pokok, meliputi sandang, pangan, dan kesehatan yang layak.
3) Tidak ada keluarga, sanak saudara, dan atau orang lain yang mau dan
mampu mengurus
4) Tidak mempunyai penyakit menular
5) Mampu mengurus diri sendiri
2. Wanita Korban Tindak Kekerasan Adalah seseorang yang mengalami
gangguan fisik, psikis, dan sosialnya akibat dari perlakuan dan atau tindakan
manusiawi seperti pemerkosaan, penyiksaan, penyekapan maupun tindak
kekerasan lainnya yang berdalih penipuan. Kriteria :
1) Wanita yang teraniaya/mengalami penyiksaan
2) Korban pemerkosaan
3) Korban penipuan dengan dalih lapangan kerja
67
4) Berusia 6-45 tahun
5) Tidak mempunyai penyakit menular
3. Penyandang Cacat Grahita/ Retradasi Adalah seseorang yang mengalami
kelainan fisik, kelainan psikis dan sosialnya akibat kecacatan lahir sehingga
menghambat untuk melakukan kegiatan sehari-hari dan tidak mungkin lagi
untuk diberdayakan secara optimal. Kriteria :
1) Usia 6 – 18 tahun
2) Mengalami cacat mental retradasi
3) Tidak mempunyai penyakit menular
4) Tidak mengalami gangguan jiwa
5) Tidak menderita epilepsy
6) Mampu mengurus diri sendiri
4. Anak Balita Terlantar Adalah anak berusia dibawah 5 tahun yang karena
sesuatu sebab sehingga orang tuanya melalaikan kewajiban yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak dengan wajar baik
jasmani, rohani dan sosialnya. Kriteria
1) Usia dibawah 5 tahun
2) Ibu sibuk di luar rumah
3) Ditinggalkan di rumah sakit (ibunya melarikan diri setelah
melahirkan)
68
4) Mengalami kekurangan gizi
5) Kurang dan atau tidak terurus.
4.1.3 Visi dan Misi Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Visi
Kesejahteraan Sosial bagi Penyangdang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Misi
1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya aparatur
2. Meningkatkan akses penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam
memperoleh pelayanan sosial melalui rehabilitasi sosial, pemberdayaan
sosial, perlindungan sosial da jaminan sosial
3. Mengembangkan prakarsa, peran aktfi masyarakat dan dunia usaha dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Visi dan misi tersebut diturunkan dalam program dan kegiatan yang mengacu
pada maksud dan tujuan Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten sebagai Unit
Pelaksana Teknis Daerah yang menangani permasalahan sosial Lanjut Usia terlantar,
Wanita Korban Tindak Kekerasan, Tuna Grahita, dan Balita terlantar yaitu :
" Memberikan perlindungan dan pelayanan dalam suatu penampungan
guna terselenggaranya proses rehabilitasi fisik, mental, dan sosial serta
bimbingan keterampilan"
69
Adapun tujuan secara spesifik diantaranya :
1) Terlindungi dan terawatnya para Lanjut Usia terlantar, Wanita Korban Tindak
Kekerasan (WKTK), Tuna Grahita dan Balita terlantar.
2) Meminimalisasi permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat
3) Pemenuhan Kebutuhan dasar dalam rangka perubahan sikap dan perilaku para
penyandang masalah kesejahteraan sosial
4) Pemulihan kemauan, kemampuan dan harga diri penyandang masalah
kesejahteraan sosial sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam
kehidupan bermasyarakat
5) Menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang keadaan,
permasalahan, dan kebutuhan Lanjut Usia terlantar, Wanita Korban Tindak
Kekerasan (WKTK), Tuna Grahita, dan Balita terlantar sehingga masyarakat
dapat mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan usaha kesejahteraan
sosial.
4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten adalah salah satu alternatif dari
sekian banyak lembaga pemerintah atau swasta yang memberikan pelayanan sosial
kepada para penyandang masalah kesejahteraan sosial khususnya Lanjut Usia
terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan (WKTK), Tuna Grahita dan balita
terlantar.
70
Tugas dan fungsi Balai Perlindungan Sosial merujuk pada tugas dan fungsi
panti sosial pada Departemen Sosial RI tahun 1998, yaitu :
1. Sebagai Pusat Pelayanan dan Kesejahteraan Sosial
1) Menggugah, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran sosial,
tanggung jawab sosial, prakarsa, dan peran serta perorangan,
kelompok dan masyarakat.
2) Memberikan pelayanan dan perlindungan kepada Lanjut Usia
terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan, Balita Terlantar dan
Tuna Grahita.
3) Penyantunan dan penyediaan bantuan sosial
4) Mengadakan bimbingan lanjut
2. Sebagai Pusat Informasi Masalah Kesejahteraan Sosial
1) Menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang data
penyadang masalah kesejahteraan sosial dan teknis penanganannya
2) Menyelenggarakan konsultasi pelayanan sosial bagi masyarakat
3. Sebagai Pusat Pengembangan Kesejahteraan Sosial
1) Mengembangkan kebijaksanaan dan perencanaan sosial
2) Mengembangkan metode pelayanan sosial
4. Fungsi Pendidikan dan Pelatihan kepada klien secara langsung
dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesejahteraan sosial
(Menurut Tim Peneliti Depsos RI tahun 2003).
Tugas Pokok dan Fungsi Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten Berdasarkan
Keputusan Gubernur Banten No. 40 tahun 2002 tentang pembentukan, susunan
organisasi, dan tata kerja Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
71
1. Tugas Pokok
Melaksanakan sebagian kewenangan Dinas di bidang desentralisasi,
dekosentrasi, dan tugas pembantuan yang berkaitan dengan urusan pelayanan
dan perlindungan sosial.
2. Fungsi
Dalam pelaksanaan tugas tersebut, Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Pengelolaan di bidang pelayanan sosial
2. Pengelolaan di bidang perawatan
3. Pengelolaan di bidang pelatihan dan keterampilan
72
4.1.5 Struktur Organisasi Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Balai Perlindungan Sosal Provinsi Banten
Kepala Balai
Hj. Dede Siti Eka M. SH, M. Si
Kelompok Jabatan Fungsional SUB BAGIAN TATA USAHA
Edi Suprihatin, S. Km, M. Si
SEKSI PENERIMAAN
DAN PENYALURAN
Iin Irawati, S. SOS, M. Si
SEKSI PELAYANAN DAN
PERAWATAN
Agus Triyanto, S. Pd, M. Si
73
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Uji Validitas Instrumen
Analisis data penlitian yang dilakukan pertama kali adalah dengan melakukan
uji validitas instrumen guna menjaga ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melaksanakan fungsi ukurnya. Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen
benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian
serta mampu menunjukan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran.
Adapun rumus yang digunakan adalah menggunakan product momen dengan hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas Instrumen
No Item R Hitung R Tabel Keputusan
1 0,137165479 0,361 tidak valid
2 0,623439776 0,361 valid
3 0,117975328 0,361 tidak valid
4 0,576927983 0,361 valid
5 0,126958198 0,361 tidak valid
6 0,550649905 0,361 valid
7 0,615790208 0,361 valid
8 0,574454021 0,361 valid
9 0,402034433 0,361 valid
10 0,47978681 0,361 valid
11 0,515696431 0,361 valid
12 0,624731831 0,361 valid
13 0,493398565 0,361 valid
14 0,477663155 0,361 valid
15 0,657440977 0,361 valid
74
16 0,61096369 0,361 valid
17 0,515696431 0,361 valid
18 0,515696431 0,361 valid
19 0,61096369 0,361 valid
20 0,559485122 0,361 valid
21 0,477663155 0,361 valid
22 0,377290214 0,361 valid
23 0,169277598 0,361 tidak valid
24 0,659633454 0,361 valid
25 0,530603489 0,361 valid
26 0,537528566 0,361 valid
27 0,03342322 0,361 tidak valid
28 0,502856255 0,361 valid
29 0,487907507 0,361 valid
30 0,646818032 0,361 valid
31 0,374871996 0,361 valid
32 0,342919967 0,361 tidak valid
33 0,487876664 0,361 valid
34 0,613323747 0,361 valid
35 0,386325847 0,361 valid
36 0,582068004 0,361 valid
37 0,43632018 0,361 valid
38 0,247321621 0,361 tidak valid
39 0,569067342 0,361 valid
40 0,046971619 0,361 tidak valid Sumber: Peneliti, Output Mc. Excel yang diolah, 2015
Adapun kriteria item/butir instrumen yang digunakan adalah dimana jika r
hitung > r tabel, berarti item/butir instrumen bisa dinyatakan valid, dan jika r hitung ≤
r tabel, berarti item/butir instrumen bisa dinyatakan tidak valid. Berdasarkan tabel
diatas dapat diketahui bahwa instrumen nomor 1, 3, 5, 23, 27, 32, 38 dan 40 adalah
tidak valid dengan dibuktikan dari nilai r hitung ≤ r tabel pada taraf signifikan 5
persen.
75
4.2.2 Identitas Responden
Responden dalam penelitian yang berjudul “Kinerja Balai Perlindungan Sosial
Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten”
ini adalah lanjut usia terlantar yang telah mendapatkan penanganan dari Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Dalam rangka memudahkan penelitian, peneliti mengelompokan dan
mengolah data hasil penelitian, maka peneliti membagi pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner sesuai dengan indikator-indikator yang akan diukur berdasarkan teori yang
peneliti anggap sesuai dengan tujuan penelitian yang peneliti lakukan. Dalam
pengisian kuesioner peneliti meminta responden untuk memberikan data identitas
dirinya sebagai penunjangdata. Adapun data identitas diri responden yang diminta
adalah jenis kelamin dan usia responden. Berikut pemaparan data identitas diri
responden yang terdapat dalam kuesioner.
76
Diagram 4.1
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Hasil Lapangan Penelitian, 2015
Berdasarkan diagram 4.1 terlihat bahwa responden sebagian besar berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 63% atau sebanyak responden dan responden
yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 37% atau sebanyak responden. Hal ini
menunjukan bahwa mayoritas yang ada di dalam Balai Perlindungan Sosial adalah
perempuan.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
LAKI-LAKIPEREMPUAN
37%
63%
77
Diagram 4.2
Identitas Responden Berdasarkan Usia
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.2 identitas responden berdasarkan usia yaitu 60-69
tahun sebanyak 38% atau sebanyak 20 responden, 70-79 tahun sebanyak 59% atau 31
responden, 80-89 tahun sebanyak 1% atau sebanyak 1 responden. Jadi, terlihat bahwa
responden sebagian besar berusia 70-79 tahun dan sebagian kecil berusia 80-89
tahun.
4.2.2 Analisis Data
Dalam tahap ini peneliti akan mendeskripsikan data dari hasil penelitian yang
dilakukan melalui metode penyebaran kuesioner. Kuesioner ini disebarkan kepada 52
lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Dalam melakukan
analisis data, peneliti menggunakan beberapa indikator kinerja menurut Kumorotomo
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
60-69 70-79 80-89
38%
59%
1%
78
dalam Pasolong, yaitu untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi
publik, antara lain: Efisiensi, Efektifitas, keadilan, dan Daya tanggap.
Skala yang dipakai dalam kuesioner adalah skala likert. Pilihan jawaban
dalam kuesioner terdiri dari 4 item yaitu sangat setuju dengan nilai 4, setuju dengan
nilai 3, tidak setuju dengan nilai 2, dan sangat tidak setuju dengan nilai 1. Terkait
dengan nilai jawaban, peneliti menggunakan kuesioner berbentuk pernyataan.
Pemaparan tanggapan responden atas kuesioner ini akan digambarkan dalam bentuk
diagram batang disertai pemaparan dan kesimpulan hasil jawaban dari pernyataan
yang diajukan melalui kuesioner tersebut adalah sebagai berikut:
1. Efisiensi
Diagram 4.3
Ketersedian Pegawai di Balai Perlindungan Sosial Sudah Mencukupi
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
12%
50%
38%
0%
79
Berdasarkan diagram 4.3 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang (12%), setuju sebanyak 26 orang (50%),
tidak setuju sebanyak 20 orang (38%), dan yang menjawab sangat tidak setuju
sebanyak 0 atau tidak ada (0%). Mayoritas responden menjawab setuju sebanyak 26
orang atau 50% dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%), hal
ini menyimpulkan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
mengenai ketersedian pegawai yang ada di Balai Perlindungan sosial sudah
mencukupi, itu dikarenakan mereka menganggap bahwa pegawai yang ada di Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten berjumlah 31 pegawai yang terdiri dari kepala
balai berjumlah 1 orang, kepala seksi berjumlah 3 orang, pekerja sosial berjumlah 2
orang, tenaga perawat berjumlah 6 orang, supir operasional berjumlah 1 orang, OB
berjumlah 3 orang, tukang kebun berjumlah 2 orang, tukang cuci berjumlah 2 orang,
tukang masak berjumlah 3 orang, tenaga admin berjumlah 1 orang dan satpam
berjumlah 3 orang.
Namun, ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 20 orang atau (38%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa jumlah lanjut usia yang ada dipanti
berjumlah 60 orang, dilihat dari jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ada di
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten yang berjumlah 31 orang tidak sebanding
dengan jumlah lanjut usia yang berjumlah 60 orang. Dan pegawai yang ada di Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten belum mencukupi sehingga pelayanan yang
dirasakan kurang.
80
Diagram 4.4
Bapak/ibu mengetahui adanya standar oprasional prosedur (SOP) di Balai
Perlindungan Sosial
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.4 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 0 atau tidak ada (0%), setuju sebanyak 20 orang
atau (38%), tidak setuju sebanyak 29 orang atau (56%), dan sangat tidak setuju
sebanya 3 orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu
sebanyak sebanyak 29 orang atau (56%) dan yang menjawab sangat tidak setuju
sebanyak 3 orang atau (6%), hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden menyatakan tidak setuju mengenai adanya standar oprasional prosedur
(SOP) di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten belum baik. Itu dikarenakan
mereka menganggap pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dalam
menangani lanjut usia yang terlantar belum bisa memberikan pelayanan kepada lanjut
usia dengan baik.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
SangatSetuju
Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
0%
38%
56%
6%
81
Namun, ada juga yang menjawab setuju sebanyak 20 orang atau (38%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa adanya standar oprasional prosedur (SOP) di
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dalam menangani lanjut usia yang
terlantar dalam memberikan pelayanan dan penerimaan kepada lanjut usia mereka
sudah melalui tahapan sesuai dengan prosedur yang ada dan dirasa sudah baik.
Diagram 4.5
Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan pelayanan sesuai
dengan Tupoksi
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.5 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang atau (8%), setuju sebanyak sebanyak 38
orang atau (73%), tidak setuju sebanyak 10 orang atau (19%) dan sangat tidak setuju
sebanyak 0 tidak ada atau (0% ). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu
sebanyak 38 orang atau (73% ) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang
atau (8%), Hal ini mengenai bahwa pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
8%
73%
19%
0%
82
dalam melakukan pelayanan sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya sudah terlihat
baik. Itu dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai
tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan dan perlindungan terhadapat lanjut
usia yang ada di panti sudah sesuai dengan tugas dan fungsi Balai Perlindungan
Sosial itu sendiri.
Namun, ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 10 orang atau (19%),
dikarenakan ada beberapa lanjut usia yang menganggap bahwa pegawai yang ada di
Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan pelayanan dirasa belum cukup baik
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Diagram 4.6
Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi jumlah Lanjut Usia Terlantar
yang ada di Provinsi Banten
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
0%
23%
63%
13%
83
Berdasarkan diagram 4.6 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju 0 tidak ada atau (0%), setuju sebanyak sebanyak 12 orang
atau (23%), tidak setuju sebanyak 33 orang atau (63%) dan sangat tidak setuju
sebanyak 7 orang atau (13%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu
sebanyak 33 orang atau (63%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 7
orang atau (13%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi
jumlah lanjut usia terlantar yang ada di Provinsi Banten karena jumlah lanjut usia
yang ada di Provinsi Banten mencapai 26.873 orang pada tahun 2013, sedangkan
jumlah penerimaan lanjut usia terlantar di Balai Perlindungan Sosial hanya bisa
menampung maksimal 60 orang lanjut usia saja. Dikarenakan pihak Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten belum bisa memberikan daya tampung yang
cukup untuk lanjut usia terlantar.
Namun, ada juga yang menjawab setuju sebanyak 12 orang atau (23%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa adanya Balai Perlindungan Sosial Provinsi
Banten dapat mengurangi jumlah lanjut usia terlantar yang ada di Provinsi Banten
dan dalam penerimaan lanjut usia yang terlantar ada prosedur yang harus dijalani
terlebih dahulu sehingga pihak Balai Perlindungan Sosial dalam penerimaan lanjut
usia yang sudah masuk kriteria baru bisa diterima dan dapat diberikan pelayanan dan
perlindungan terhadapat lanjut usia yang sudah tidak punya sanak saudara yang ada
di tempatnya.
84
Diagram 4.7
Bapak/ibu mengetahui adanya donatur untuk membantu kebutuhan di Balai
Perlindungan Sosial
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.7 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 2 oarang tau (4%), setuju sebanyak 9 orang atau
(17%), tidak setuju sebanyak 41 orang atau (79%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 41
orang atau (79%). Hal ini mengenai adanya donatur untuk membantu memenuhi
kebutuhan di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten, dikarenakan ada beberapa
lanjut usia yang tinggal di dalam panti tidak mengetahui adanya bantuan dari donatur
di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten karena lajut usia yang ada di panti
hanya mengenalnya sebagai tamu saja dan dari pihak Balai Perlindungan Sosial juga
tidak menerima adanya bantuan dari donatur atau bantuan apapun dari pihak lain
selain dari bantuan pemerintah sajah pihak Balai Perlindungan Sosial hanya
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
4% 17%
79%
0%
85
menganggap tamu yang datang untuk memberikan bantuan atau amal terhadap lanjut
usia yang ada di dalam panti.
Namun, ada juga yang menjawab setuju sebanyak 9 orang atau (19%) dan
yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa tamu yang datang untuk memberikan bantuannya mereka anggap
donatur untuk membantu memenuhi kebutuhan lanjut usia yang ada di Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Diagram 4.8
Alat-alat yang di sediakan di Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan
kebutuhan Bapak/ibu dan tepat guna (Toilet duduk, alat-alat kesehatan standar,
tongkat dan kursi roda)
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.8 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 44 orang atau
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
13%
85%
2% 0%
86
(85%), tidak setuju sebanyak 1 orang atau (2%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 44 orang
atau (85%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (7%). Hal ini
mengenai alat-alat yang disediakan di Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan
kebutuhan dan tepat guna (Toilet duduk, alat-alat kesehatan standar, tongkat dan kursi
roda) sudah tertata baik. Dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi
Banten mengenai alat-alat yang disediakan sudah sesuai dengan kebutuhan dan tepat
guna sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 1 orang atau (2%),
dikarenakan responden tersebut menganggap bahwa alat-alat yang disediakan oleh
Balai Perlindungan Sosial belum baik masih ada beberapa alat-alat yang disediakan
tidak layak pakai seperti kursi roda yang sudah karatan, dan toilet jongkok dalam hal
ini keterdesedian kebutuhan para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten dirasa belum baik.
87
Diagram 4.9
Biaya pemeliharaan Fasilitas umum di Balai Perlindungan Sosial dilakukan secara
rutin (Fasilitas umum berfungsi baik)
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.9 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju 0 tidak ada atau (0%), setuju sebanyak 26 orang atau (50%),
tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang
atau (6%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 26 orang atau
(50%). Hal ini mengenai biaya pemeliharaan fasilitas umum di Balai Perlindungan
Sosial dilakukan secara rutin (fasilitas umum berfungsi baik). Dikarenakan pihak
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pemeliharaan fasilitas umum
dilakukan secara rutin dan sudah tertata baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%)
dan yang mejawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%), dikarenakan
mereka menganggap bahwa biaya pemeliharaan fasilitas umum di Balai Perlindungan
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
0%
50% 44%
6%
88
Sosial belum tertata baik karena fasilitas yang ada belum lengkap seperti pegangan
untuk berjalan dari tempat satu ke tempat yang lainnya, lanjut usia yang menderita
katarak dan yang penglihatannya sudah menurun tidak bisa berjalan dengan baik.
Diagram 4.10
Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai tupoksinya
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.10 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebnayak 3 orang atau (6%), setuju sebanyak 20 orang atau
(38%), tidak setuju sebanyak 26 orang atau (50%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3
orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 26
orang atau (50%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau
(6%). Hal ini mengenai tugas dan fungsi pegawai yang ada di Balai Perlindungan
Sosial belum sesuai dengan tugas dan fungsi, dikarenakan pelayanan yang diberikan
dirasa belum cukup baik.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
6%
38%
50%
6%
89
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 20 orang atau (38%) dan
yang menjawab sangat setuju sebanyak 3 orang atau (6%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa tugas dan fungsi pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial
sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya yang diberikan kepada lanjut usia yang ada
di dalam Balai Perlindungan Sosial seperti pelayanannya yang dirasa sudah cukup
baik.
Diagram 4.11
Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan kepada Bapak/ibu selalu tepat
waktu
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.11 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%), setuju sebanyak 30 orang atau
(58%), tidak setuju sebanyak 20 orang atau (38%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 30 orang
atau (58%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (2%). Hal ini
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
4%
58%
38%
0%
90
mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memeberikan pelayanan dan kebutuhan
kepada Bapak/ibu selalu tepat waktu, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten mengenai pelayanan dan kebutuhan yang diberikan pegawai kepada
para lanjut usia tidak pernah telat dalam memberikan pelayanan seperti makan setiap
hari tiga kali sehari dan ada yang sakit langsung diberikan pengobatan itu dirasa
sudah cukup baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 20 orang atau (38%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam
memeberikan Pelayanan kepada lanjut usia yang ada di dalam belum cukup baik.
Diagram 4.12
Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial dilakukan dengan cepat
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
13%
37%
50%
0%
91
Berdasarkan diagram 4.12 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 19 orang atau
(37%), tidak setuju sebanyak 26 orang atau (50%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 26
orang atau (50%). Hal ini mengenai pelayanan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial dilakukan tidak cepat, dikarenakan pihak Balai Perlindungan
Sosial dalam melakukan pelayanan masih belum cukup baik disebabkan prosedur
dalam pelayanan harus dilakukan dengan baik sehingga dapat dirasakan oleh
penghuni panti sehingga pelayanannya terhambat.
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 19 orang atau (37%) dan
yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pelayanan
yang diberikan kepada lanjut usia yang ada di Balai sudah cukup baik sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
92
2. Efektifitas
Diagram 4.13
Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial Bapak/ibu sudah sesuai
dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.13 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 3 orang atau (6%), setuju sebanyak 25 orang atau
(48%), tidak setuju sebanyak 24 orang atau (46%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 25 orang
atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Hal ini
mengenai pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial Bapak/ibu sudah
sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang ada di Balai Perlindungan
Sosial sudah baik, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
mengenai pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan standar oprasional prosedur
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
6%
48% 46%
0%
93
yang diberikan kepada para lanjut usia yang ada dipanti salah satunya terlihat dari
penerimaan lanjut usia yang ada di Provinsi Banten mereka yang mau masuk Balai
Perlindungan Sosial harus melalui Prosedur yang ada dan harus melalui proses
terlebih dahulu sehingga kriteria yang sudah cukup bisa diterima oleh Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten .
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 24 orang atau (46%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa pelayanan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial terhadap lanjut usia yang terlantar belum sesuai dengan Standar
Oprasional Prosedur karena prosesnya sangat rumit.
Diagram 4.14
Balai Perlindungan Sosial memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.14 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 8 orang atau (15%), setuju sebanyak 28 orang atau
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
15%
54%
31%
0%
94
(54%), tidak setuju sebanyak 16 orang atau (31%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 28 orang
atau (54%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 8 orang atau (15%). Hal ini
mengenai Balai Perlindungan Sosial memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan
para lannjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten sudah baik,
dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pelayanan
atau bantuan sudah sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia dan sudah dirasa baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 16 orang atau (31%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial memberikan
bantuan belum sesuai dengan kebutuhan para lannjut usia yang ada di Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Diagram 4.15
Adanya perubahan fisik yang dirasakan setelah tinggal di Balai Perlindungan Sosial
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
13%
42% 44%
0%
95
Berdasarkan diagram 4.15 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 22 orang atau
(42%), tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 23
orang atau (44%). Hal ini mengenai adanya perubahan fisik yang dirasakan setelah
tinggal di Balai Perlindungan Sosial, dikarenakan mereka yang tinggal merasakan hal
yang berbeda saat-saat mereka merasakan kangen sama cucu, anak dan menantu
sehingga tidak ada perubahan yang cukup baik yang dirasakan. Cuma ada berbeda
sedikit dengan yang menjawab setuju dengan apa yang mereka rasakan sendiri setelah
tinggal di panti. Hal ini berarti pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
mengenai perubahan fisik yang dirasakan para lanjut usia belum cukup baik.
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan
yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan dan
perlindungan sudah dirasa baik karena apa yang mereka rasakan sendiri setelah
tinggal di Balai Perlindungan Sosial merasa nyaman dan tenang kumpul bareng
teman-teman yang ada di Balai Perlindungan Sosial sehingga rasa rindu sanak
saudara hilang sejenak.
96
Diagram 4.16
Bantuan yang diberikan dapat memperbaiki kehidupan Bapak/ibu
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.16 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 22 orang atau
(42%), tidak setuju sebanyak 25 orang atau (48%) dan sangat tidak setuju sebanyak
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 25
orang atau (48%). Hal ini mengenai bantuan materil dan non materil yang diberikan
dapat memperbaiki kehidupan para lajut usia karena ada beberapa orang yang tidak
atau adanya bantuan yang diberikan oleh donatur, dikarenakan pihak Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai bantuan yang diberikan kepada lanjut
usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial hanya bantuan dari pemenrintah saja kalau
bantuan yang diberikan oleh donatur pihak Balai Perlindungan Sosial hanya
menganggapnya sebagai tamu yang ingin memberikan bantuan dan memberikan
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
10%
42% 48%
0%
97
amalnya sehingga siapa saja yang ingin membrikan bantuan dipersilahkan itu hanya
sebagai tamu bukan donatur.
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan
ada juga yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), dikarenakan
mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial mengenai bantuan yang
diberikan sangat sembantu para lanjut usia yang ada di dalam panti. Sehingga pihak
Balai Perlindungan Sosial dirasa cukup baik dalam memberikan bantuan.
Diagram 4.17
Pelatihan yang diberikan sesuai dengan keinginan Bapak/ibu
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.17 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 20 orang atau
(38%), tidak setuju sebanyak 24 orang atau (46%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3
orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 24
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
10%
38% 46%
6%
98
orang atau (46%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau
(6%). Hal ini mengenai pelatihan yang diberikan kepada lanjut usia yang ada di Balai
Perlindungan Sosial belum cukup baik karena ada beberapa lanjut usia yang fisiknya
tidak bisa melakukaan aktifitas atau pelatihan yang diberikan oleh Balai Perlindungan
Sosial.
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 20 orang atau (38%) dan
yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa pelatihan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sangat
membantu lanjut usia yang mempunyai keterampilan dan mereka mempunyai
kegiatan yang tidak bikin mereka bosan dalam keseharian di Balai Perlindungan
Sosial Provinsi Banten.
Diagram 4.18
Pelatihan membuat kerajinan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada
Bapak/ibu memberikan dapak yang baik
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
33%
42%
13% 12%
99
Berdasarkan diagram 4.18 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 17 orang atau (33%), setuju sebanyak 22 orang
atau (42%), tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%) dan sangat tidak setuju
sebanyak 6 orang atau (12%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak
22 orang atau (42%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 17 orang atau
(33%). Hal ini mengenai pelatihan membuat kerajinan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial kepada lajut usia yang ada di dalam Balai Perlindungan Sosial
memberikan dampak yang baik bagi para lanjut usia, memberikan dapak positif dan
memberikan kegiatan dalam waktu luang mereka sehingga para lanjut usia yang ada
di Balai Perlindungan Sosial tidak jenuh.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%)
dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 6 orang atau (12%), dikarenakan
mereka menganggap bahwa pelatihan dalam membuat kerajinan yang mereka berikan
belum cukup baik karena ada beberapa lanjut usia yang ada di Balai mempunyai
penurunan fisik seperti penglihatannya kurang jelas.
100
Diagram 4.19
Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kebutuhan
Bapak/ibu
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.19 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 20 orang atau
(38%), tidak setuju sebanyak 25 orang atau (48%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 25
orang atau (48%). Hal ini mengenai pembinaan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial belum sesuai dengan kebutuhan, dikrenakan pihak Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pembinaan yang diberikan kepada
para lanjut usia belum cukup baik sehingga tidak dapat dirasakan secara merata.
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 20 orang atau (38%) dan
yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), dikarenkan mereka
menganggap bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pihak Balai Perlindungan Sosial
0%5%
10%15%20%25%30%35%40%45%50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
13%
38% 48%
0%
101
sangat sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan
Sosial sehingga mereka dapat merasakan dengan baik.
Diagram 4.20
Prosedur penerimaan Bapak/ibu yang tersedia mudah diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.20 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang atau (8%), setuju sebanyak 22 orang atau
(42%), tidak setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan sangat tidak setuju sebanyak 4
orang atau (8%). Mayoritas responden menjawab setuju sebanyak 22 orang atau
(42%) dan yang menjawan sangat setuju 4 orang atau (8%). Hal ini mengenai
prosedur penerimaan para lanjut usia yang tersedia mudah diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial sebanyak 22 orang yang menyatkan mudah dipahami, karena
prosedur yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten hanya menerima
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
8%
42% 42%
8%
102
lanjut usia yang telah di seleksi oleh Dinas Sosial Kota dan kabupaten yang terkait
sehingga pihak Balai hanya melihat dari keriteria yang ada.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 22 orang atau (42%)
dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 4 orang atau (8%), dikarenakan
mereka menganggap bahwa prosedur penerimaan lanjut usia yang ada di Balai
Perlindungan Sosial tidak bisa memberikan wewenang penerimaan lanjut usia
terlantar, pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai prosedur
penerimaan bekerja sama dengan Dinas Sosial Kota dan Kabupaten karena Provinsi
Banten luas sehingga lanjut usia yang mau masuk dalam Balai Perlindungan Sosial
harus melalui prosedur dan keriteria.
Diagram 4.21
Aturan penerimaan lanjut usia mudah dipahmi oleh Bapak/ibu
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
21%
48%
27%
4%
103
Berdasarkan diagram 4.21 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau (21%), setuju sebanyak 25 orang
atau (48%), tidak setuju sebanyak 14 orang atau (27%) dan sangat tidak setuju
sebanyak 2 orang atau (4%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak
25 orang atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau
(21%). Hal ini mengenai aturan penerimaan lanjut usia mudah dipahami oleh para
lanjut usia yang mendaftarkan masuk ke Balai Perlindungan Sosial, karena pihak
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai aturan penerimaan sudah cukup
baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 14 orang atau (27%)
dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 2 orang atau (4%), dikarenakan
mereka menganggap bahwa aturan dalam penerimaan lanjut usia terlantar sulit untuk
dipahami dan prosedur penerimaan bekerja sama dengan Dinas Sosial Kota dan
Kabupaten karena Provinsi Banten memiliki 4 Kabupaten dan 4 Kota sehingga lanjut
usia yang mau masuk dalam Balai Perlindungan Sosial harus melalui prosedur dan
keriteria.
104
Diagram 4.22
Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan tujuan Balai
Perlindungan Sosial untuk memberikan perlindungan kepada Bapak/ibu
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.22 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau (21%), setuju sebanyak 29 orang
atau (56%), tidak setuju sebanyak 12 orang atau (23%) dan sangat tidak setuju
sebanyak tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak
29 orang atau (56%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau
(21%). Hal ini mengenai pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial
sudah sesuai dengan tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk memberikan pelayanan
dan perlindungan sosial kepada para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten, sehingga mereka yang tinggal dapat merasakan kenyaman tinggal
seperti rumah sendiri.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
21%
56%
23%
0%
105
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 12 orang atau (23%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa pelayanan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial belum sesuai dengan tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk
memberikan pelayanan dan perlindungan sosial kepada para lanjut usia yang ada di
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten, sehingga mereka yang tinggal dirasa
belum cukup baik.
3. Keadilan
Diagram 4.23
Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh
lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.23 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 9 orang atau (17%), setuju sebanyak 25 orang atau
(48%), tidak setuju sebanyak 18 orang atau (35%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 25 orang
atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 9 orang atau (17%). Hal ini
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
17%
48%
35%
0%
106
mengenai pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial merata kepada
seluruh lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah cukup baik dalam
pembinaan yang diberikan kepada lanjut usia, dikarenakan pihak Balai Perlindungan
Sosial Provinsi Banten mengenai pembinaan yang diberikan kepada seluruh lanjut
usia dirasa sudah cukup baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 18 orang atau (35%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa pembinaan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial dirasa belum merata kepada lanjut usia yang ada sehingga
pembinaan belum sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia yang ada di Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Diagram 4.24
Fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai dengan kebutuhan
bapak/ibu
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
4%
77%
19%
0%
107
Berdasarkan diagram 4.24 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%), setuju sebanyak 40 orang atau
(77%), tidak setuju sebanyak 10 orang atau (19%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 40 orang
atau (77%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%). Hal ini
mengenai fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai
dengan kebutuhan para lanjut usia yang ada di dalam panti, dikarenakan pihak Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai fasilitas yang diberikan kepada
seluruh lanjut usia dirasa sudah cukup baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 10 orang atau (19%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa fasilitas yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial belum sesuai dengan kebutuhan seperti fasilitas umum sehingga
para lanjut usia yang ada di Balai dirasa belum cukup baik.
108
Diagram 4.25
Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas kesehatan yang sama kepada seluruh
lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.25 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju 0 tidak ada atau (0%), setuju sebanyak 43 orang atau (83%),
tidak setuju sebanyak 9 orang atau (17%) dan sangat tidak setuju sebanyak0 tidak ada
atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 43 orang atau
(83%). Hal ini mengenai fasilitas kesehatan yang diberikan oleh Balai Perlindungan
Sosial kepada para lanjut usia yang ada di Balai sudah cukup baik, dikarenakan pihak
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai fasilitas kesehatan yang
diberikan kepada seluruh lanjut usia dirasa sudah cukup baik dengan adanya perawat
yang ada di Balai.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
0%
83%
17%
0%
109
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 9 orang atau (17%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa fasilitas kesehatan yang ada di Balai
Perlindungan Sosial belum cukup baik karena tidak adanya dokter di Balai
Perlindungan dan fasilitas klinik yang tidak lengkap sehingga ada lanjut usia yang
sakit hanya bisa di bawa ke puskesmas terdekat dari Balai Perlindungan.
Diagram 4.26
Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas yang sama kepada para lanjut usia
berupa kamar, tempat tidur, tivi, dll
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.26 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 43 orang atau
(83%), tidak setuju sebanyak 4 orang atau (8%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 43 orang
atau (83%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%). Hal ini
mengenai fasilitas yang sama kepada para lanjut usia yaitu berupa kamar, tempat
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
10%
83%
8% 0%
110
tidur, tivi, dll. Dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
mengenai fasilitas yang diberikan kepada seluruh lanjut usia dirasa sudah cukup baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 4 orang atau (8%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa fasilitas yang diberikan dirasa belum cukup
baik. fasilitas khusus bagi lanjut usia yang tidak dapat melihat dengan jelas, seperti
disetiap rumah satu kerumah lainya dipasang pegangan besi agar para lanjut usia bisa
leluasa untuk berjalan.
Diagram 4.27 Bantuan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial baik berupa materil atau non
materil sudah mencukupi kebutuhan Bapak/ibu
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.27 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 21 orang atau
(40%), tidak setuju sebanyak 25 orang atau (48%) dan sangat tidak setuju sebanyak 5
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
2%
40% 48%
10%
111
orang atau (10%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 25
orang atau (48%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 5 orang atau
(10%). Hal ini mengenai Bantuan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial baik
berupa materil atau non materil belum mencukupi kebutuhan para lanjut usia yang
ada di panti, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai
bantuan yang diberikan berupa materil atau non materil hanya didapatkan dari
bantuan pemerintah jadi para lanjut usia yang ada di Balai ada beberapa lanjut usia
yang tau adanya bantuan itu bukan sebagai donatur tetapi hanya sebagai tamu yang
ingin membantu saja.
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 21 orang atau (40%) dan
yang menjawab sangat setuju seabanyak 1 orang atau (2%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa bantuan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial baik
berupa materil dan non materil sudah mencukupi kebutuhan para lanjut usia yang ada
di Balai, sehingga bantuan yang didapatkan dapatkan entah itu dari Balai
Perlindungan Sosial atau dari tamu yang ingin memberikan bantuan mereka rasakan
dengan baik.
112
Diagram 4.28
Rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial untuk Bapak/ibu sudah
layak
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.28 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 39 orang atau
(75%), tidak setuju sebanyak 8 orang atau (15%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 39 orang
atau (75%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%). Hal ini
mengenai rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial untuk lanjut
usia yang ada di dalam panti sudah layak, dikarenakan pihak Balai Perlindungan
Sosial Provinsi Banten mengenai rumah huni yang disediakan kepada seluruh lanjut
usia mendapakan bantuan dari pemerintah untuk kebutuhan lanjut usia yang ada di
Balai perlindungan salah satunya rumah yang di tempati dan dirasa sudah cukup baik.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
10%
75%
15%
0%
113
Namum ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 8 orang atau (15%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa rumah huni yang disediakan kepada lanjut
usia oleh Balai Perlindungan Sosial belum cukup baik. Bantaun yang diberikan oleh
pemerintah dirasa belum cukup baik dalam menyediakan tempat tingal seharusnya
ada tempat untuk lanjut usia yang udah di tempat tidur saja tidak dijadikan satu
dengan yang masih sehat sehingga lanjut usia yang tinggal merasakan nyaman.
Diagram 4.29
Rumah huni bagi Bapak/ibu yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai
dengan kapasitas lanjut usia yang ada
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.29 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 34 orang atau
(65%), tidak setuju sebanyak 11 orang atau (21%) dan sangat tidak setuju sebanyak
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 34 orang
atau (65%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%). Hal ini
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
13%
65%
21%
0%
114
mengenai rumah huni bagi para lajut usia yang disedikan oleh Balai Perlindungan
Sosial sesuai dengan kapasitas lanjut usia yang ada, dikarenakan pihak Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai rumah huni yang disediakan untuk
lanjut usia sudah sesuai dengan kapasitas lanjut usia yang ada di panti dan dirasa
sudah cukup baik sehingga lanjut usia yang ingin tinggal di Balai Perlindungan Sosial
belum bisa tinggal di Balai sebelum ada yang keluar dari panti atau meninggal dunia.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 11 orang atau (21%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa rumah huni yang disediakan oleh Balai
Perlindungan Sosial belum cukup baik dengan adanya lanjut usia terlantar di Provinsi
Banten mencapai 26.873 jiwa. Sedangkan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
hanya bisa menampung 60 Lanjut usia terlantar dan kapasitas tempat tinggal pun terbatas
untuk lanjut usia yang ingin tinggal di Balai.
115
Diagrma 4.30
Bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk Bapak/ibu melalui Balai
Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lanjut usia
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.30 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 22 orang atau
(42%), tidak setuju sebanyak 29 orang atau (56%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 29
orang atau (56%). Hal ini mengenai bantuan materil yang diberikan oleh donatur
untuk para lajut usia yang ada di dalam panti melalui Balai Perlindungan Sosial
merata kepada seluruh lajut usia yang ada karena ada beberapa saja yang tau adanya
bantuan dari donatur, sehingga pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
mengenai bantuan yang diberikan oleh donatur dirasa belum merata karena ada
beberapa saja yang tau adanya bantuan dari donatur.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
2%
42%
56%
0%
116
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan
yang menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), dikarenkan mereka
menganggap bahwa bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk para lajut usia
yang ada di dalam panti melalui Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh
lajut usia yang ada tetapi dari pihak Balai hanya mendapatkan bantuan dari
pemerintah saja kalau ada yang ingin memberikan bantuan dari luar Balai itu
dianggap sebagai tamu yang ingin memberikan bantuannya kepada lanjut usia yang
ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Diagram 4.31
Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan kepada
Bapak/ibu tidak dibeda-bedakan
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
12%
75%
13%
0%
117
Berdasarkan diagram 4.31 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%), setuju sebanyak 39 orang atau
(75%), tidak setuju sebanyak 9 orang atau (13%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 39 orang
atau (75%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 9 orang atau (13%). Hal ini
mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan
kepada para lanjut usia yang ada di dalam panti tidak dibeda-bedakan, sehingga pihak
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai bantuan dan pelayanan yang
diberikan kepada para lanjut usia tidak dibeda-bedakan dirasa sudah cukup baik dan
merata.
Namun ada juga yang menjawan tidak setuju sebanyak 9 orang atau (13%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam
memberikan bantuan dan pelayanan kepada lanjut usia yang ada di panti dirasa belum
cukup baik.
118
Diagram 4.32
Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan lima sehat empat sempurna
setiap hari sudah cukup baik
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.32 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%), setuju sebanyak 24 orang atau
(46%), tidak setuju sebanyak 19 orang atau (37%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3
orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 24 orang atau
(46%) dan yang menjawab sangat sebanyak 6 orang atau (12%). Hal ini mengenai
Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan lima sehat empat sempurna
setiap hari sudah cukup baik karena dalam pemberian makanan para lanjut usia diberi
makan 3 kali sehari setaiap harinya. Jadi pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi
Banten mengenai pemberian makanan lima sehat empat sempurna sudah baik.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
12%
46%
37%
6%
119
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 19 orang atau (37%)
dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%), dikarenakan
mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan
lima sehat empat sempurna setiap hari sudah cukup baik karena dalam pemberian
makanan para lanjut usia diberi makan 3 kali sehari setaiap harinya, tetapi dalam
pemberian makan seharusnya sesuai dengan lanjut usia yang udah tidak bisa
mengunyah dengan baik diberikan makanan yang bisa dikunyah seperti makanan
yang lembek-lembek.
4. Daya Tanggap
Diagram 4.33
Balai Perlindungan Sosial cepat dalam menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari
Bapak/ibu
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
12%
69%
17%
2%
120
Berdasarkan diagram 4.33 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%), setuju sebanyak 36 orang atau
(69%), tidak setuju sebanyak 9 orang (17%) dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang
atau (2%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 36 orang atau
(69%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%). Hal ini
mengenai Balai Perlindungan Sosial cepat dalam menanggapi usulan-usulan dan
keluhan dari para lajut usia, sehingga pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi
Banten mengenai usulan-usulan dan keluhan dari para lajut usia yang ada di panti
dirasa sudah cukup baik dalam menangapi usulan dan keluhan.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 9 orang atau (17%)
dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 1 orang atau (2%), dikarenakan
mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam menanggapi usulan-
usulan dan keluhan dari para lajut usia belum cukup baik masih ada usulan-usulan
dan keluhan yang tidak ditanggapi, jadi dalam menanggapi usulan-usulan dan
keluhan para lanjut usia dirasa belum cukup baik.
121
Diagram 4.34
Kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan dengan cepat
kepada Bapak/ibu
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.34 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 28 orang atau
(54%), tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 28 orang
atau (54%) dan yang menjawab sangat setuju seabanyak 1 orang atau (2%). Hal ini
mengenai kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan
dengan cepat kepada lajut usia yang ada di dalam panti. Jadi pihak Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pelayanan yang diberikan kepada para
lajut usia yang ada di dalam panti dirasa sudah cepat.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
2%
54% 44%
0%
122
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa kemampuan Balai Perlindungan Sosial
dalam memberikan pelayanan dengan cepat belum bisa dirasakan seperti pelayanan
penerimaan lanjut usia terlantar, usulan dan keluhan belum cukup baik.
Diagram 4.35
Tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada Bapak/ibu
sangat baik
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.35 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 29 orang atau
(56%), tidak setuju sebanyak 18 orang atau (35%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 29 orang
atau (56%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%). Hal ini
mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada para
lanjut usia baik, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
10%
56%
35%
0%
123
mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada para
lanjut usia seperti waktu makan, ada yang sakit dan apabila ada lanjut usia yang
bertengkar pihak Balai langsung menangani maunya seperti apa. Mereka merasakan
baik mengenai tanggunng jawab yang diberikan.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 18 orang atau (35%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa tanggung jawab yang diberikan kepada
lanjut usia dirasa belum cukup baik karena pihak Balai Perlindung Sosial punya
prosedur yang harus ditaati dan di patuhi tidak sewenang-wenang memberikan
tanggung jawab seperti kebutuhan dan pelayana kepada lanjut usia yang ada di Balai.
Diagram 4.36
Balai Perlindungan Sosial cepat dalam memberikan bantuan yang diperlukan
Bapak/ibu
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
27%
48%
23%
2%
124
Berdasarkan diagram 4.36 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 14 orang atau (27%), setuju sebanyak 25 orang
atau (48%), tidak setuju sebanyak 12 oranga atau (23%) dan sangat tidak setuju
sebanyak 1 orang atau (2%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak
25 orang atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 14 orang atau
(27%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial cepat dalam memberikan bantuan
yang di perlukan bagi para lajut usia yang ada di panti, dikarenakan pihak Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pegawai dalam memberikan bantuan
dirasa sudah cepat seperti bantuan dan pelayanan terhadap lanjut usia untuk
memenuhi kebutuhannya.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 12 orang atau (23%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa bantuan yang diberikan kepada lanjut usia
untuk memenuhi kebutuhanya dirasa belum cukup baik walau pun mereka tinggal di
Balai perlindungan Sosial Provinsi Banten karena bantuan dan pelayanan yang
diberikan disesuaikan dengan kemampuan Balai.
125
Diagram 4.37
Daya tanggap yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap keluhan
Bapak/ibu dilakukan dengan cepat
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.37 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 24 orang atau
(46%), tidak setuju sebanyak 27 orang atau (52%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 27
orang atau (52%). Hal ini mengenai daya tanggap yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial terhadap keluhan para lajut usia dilakukan dengan cepat,
dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai tanggapan
pegawai terhadap keluhan para lanjut usia yang ada di panti belum baik karena pihak
Balai berfikir keluhan lanjut usia harus dicari penyebabnya terlebih dahulu sebelum
menanggapinya lebih lanjut.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
2%
46% 52%
0%
126
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 24 orang atau (46%) dan
yang mejawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa tanggapan yang yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial
terhadap keluhan para lajut usia dilakukan dengan baik, dikarenakan pihak Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai tanggapan terhadap keluhan para
lanjut usia yang ada di panti dirasa baik.
Diagram 4.38
Balai Perlindungan Sosial memberikan kesempatan kepada Bapak/ibu untuk ikut
menjaga dan memelihara fasilitas yang disediakan
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.38 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau (21%), setuju sebanyak sebanyak 28
orang atau (54%), tidak setuju sebanyak 11 orang atau (21%) dan sangat tidak setuju
sebanyak 2 orang atau (4%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak
28 orang atau (54%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
21%
54%
21%
4%
127
(21%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial memberikan kesempatan kepada
seluruh lajut usia yang ada di dalam panti untuk ikut menjaga dan memelihara
fasilitas yang disediakan, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi
Banten mengenai pegawai panti dalam memberikan kesempatan kepada para lanjut
usia untuk ikut menjaga dan memelihara fasilitas yang ada sudah cukup baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 11 orang atau (21%)
dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang atau (4%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial memberikan kesempatan kepada
seluruh lajut usia yang ada di dalam panti untuk ikut menjaga dan memelihara
fasilitas yang disediakan, akan tetapi ada yang lebih kompeten dalam memelihara
fasilitas yang ada yaitu pegawai Balai.
Diagram 4.39
Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol kebutuhan yang dibutuhkan oleh
Bapak/ibu tiap bulanya
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
10%
77%
13% 0%
128
Berdasarkan diagram 4.39 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 40 oranga tau
(77%), tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 40 orang
atau (77%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol kebutuhan
yang dibutuhkan oleh para lanjut usia tiap bulanya, dikarenakan pihak Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai mengontrol kebutuhan untuk para
lanjut usia setiap bulanya dirasa sudah cukup baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol
kebutuhan yang dibutuhkan oleh para lanjut usia tiap bulanya sehingga kebutuhan
yang diberikan dirasa belum cukup baik.
129
Diagram 4.40
Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan pengawasan pemeliharaan fasilitas yang
ada guna menunjang kebutuhan kepada Bapak/ibu
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.40 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab
sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%), setuju sebanyak 35 orang atau (67%), tidak
setuju sebanyak 15 orang atau (29%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada
atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 35 orang atau
(67%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%). Hal ini
mengenai Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan pengawasan pemeliharaan
fasilitas yang ada guna menunjang kebutuhan semua para lanjut usia yang ada di
panti, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai
pengawasan yang dilakukan dalam pemeliharaan fasilitas guna menunjang kebutuhan
semua para lanjut usia sudah dirasa baik.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
4%
67%
29%
0%
130
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 15 orang atau (29%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial mengenai
pengawasan yang dilakukan dalam pemeliharaan fasilitas guna menunjang kebutuhan
semau lanjut usia yang ada di Panti dirasa belum baik karena ada beberapa fasilitas
yang kurang menunjang kebutuhan lanjut usia yang ada.
Diagram 4.41
Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut usia yang
sudah bedtrest dilakukan dengan baik
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.41 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab
sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 16 orang atau (31%), tidak
setuju sebanyak 32 orang atau (62%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau
(6%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 32 orang atau
(62%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Hal ini
mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut usia
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
2%
31%
62%
6%
131
yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik, dikarenakan pihak Balai Perlindungan
Sosial Provinsi Banten mengenai pegawai dalam memberikan perawatan terhadap
lanjut usia yang sudah bedtrest dirasa belum cukup baik sehingga masih ada lanjut
usia yang merawat lanjut usia yang sudah bedtrest.
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 16 orang atau (31%) dan yang
menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan
perawatan kepada lanjut usia yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik, jadi para
lanjut usia yang melihatnya dirasa sudah cukup baik.
Diagram 4.42
Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan kebutuhan kepada Bapak/ibu dengan
cepat
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.41 di atas, didapatkan jawaban responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang atau (8%), setuju sebanyak 25 orang atau
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat TidakSetuju
8%
48% 44%
0%
132
(48%), tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0
atau tidak ada (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 25 orang
atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang atau (4%). Hal itu
menyatakan mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan kebutuhan
kepada para lanjut usia yang ada di panti sudah cepat dalam memberikan pelayanan.
Dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pegawai
dalam memberikan kebutuhan untuk lanjut usia yang ada di dalam panti dirasa sudah
cukup baik.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%),
dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam
memberikan kebutuhan kepada lanjut usia dirasa belum cukup baik sehingga
pelayanan dan memberikan bantuan tidak cepat ditangagapi.
4.3 Pengujian Prasyaratan Statistik
4.3.1 Uji Reliabilitas Instrumen
Guna menjaga kehandalan dari sebuah instrumen atau alat ukur maka peneliti
melakukan uji reliabilitas, dimana instrumen yang dilakukan uji reliabilitas adalah
instrumen yang dinyatakan valid, sedangkan instrumen yang dinyatakan tidak valid
maka tidak bisa dilakukan uji reliabilitas. Dalam pengukuran reliabilitas
menggunakan alpha cronbach dengan bantuan SPSS 16. Adapun hasil dari uji
reliabilitas yang telah dilakukan dalam penelitian adalah nilai alpha cronbach sebesar
0,926. Suatu variabel dikatakan reliabel jika nilai alphanya lebih dari 0,30
133
(Sugiyono,2008:126) maka hal ini dapat diartikan bahwa 0,926 > 0,30 sehingga
instrumen yang diuji bisa reliabel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.2
Uji Reliabilitas Data
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,926 32
Sumber: Peneliti, Output SPSS 16,0, 2015
4.3.2 Uji Normalitas
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang data hasil penelitian ini maka
peneliti mencoba untuk mengetahui nilai mean, median, modus, dan nilai normalitas
data guna menjaga ketepatan metode statistik yang digunakan, karena apabila data
yang dihasilkan untuk normal maka statistik yang digunakan adalah statistik non
parametric sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah normal maka statistik yang
digunakan adalah statistik parametric. Pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan bantuan SPSS statistic 16.
134
Tabel 4.3
Uji Normalitas Data
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Skewness Kurtosis
Statistic Statistic Statistic Statist
ic
Statistic Statisti
c
Std.
Error
Statistic Std.
Error
VAR0000
1 52 75,00 209,00
109,5
192 18,84039 2,977 ,330 14,793 ,650
Valid N
(listwise) 52
Sumber: Peneliti, Output SPSS 16,0, 2015
Dari hasil uji normalitas diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata pada
penelitian ini yaitu sebesar 109,5192. Kemudian nilai terendah sebesar 75 dan nilai
tertinggi adalah sebesar 209. Dalam uji normalitas ini terdapat skewness sebesar
2.977 dan kurtosis sebesar 14,793. Untuk mengetahui penyebaran data tersebut
normal atau tidaknya dilakukan perhitungan skewness dibagi dengan standar erornya
yaitu (2,977/0,330 = 9.02 ) dan kurtosis juga dilakukan perhitungan nilai standar
erornya yaitu (14,793/650 = 0,022) dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa data
dalam penelitian ini normal dan menggunakan statistik parametric.
4.4 Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian mengenai Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten peneliti
memiliki hipotesis sebagai berikut:
135
“Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut
Usia Terlantar di Provinsi Banten paling rendah 65% dari nilai ideal 100%”.
Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikan dari
hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap pengujian
hipotesis ini peneliti mengunakan rumus t-test satu sampel. Adapun perhitungan
pengujian hipotesis tersebut yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, maka skor ideal yang diperoleh
adalah 4 x 32 x 52 = 6656 (4 = nilai tertinggi dari item pernyataan yang ada menurut
skala likert, 32 = jumlah item pernyataan yang ada, dan 52 = jumlah responden yang
ada). Sehingga mean atau rata-rata pada skor ideal instrument adalah 6656 : 52 = 128.
Sehingga untuk kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan
Sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten, nilai yang di hipotesiskan tertinggi
mencapai 65% dari yang diharapkan, ini berarti bahwa 65% = 0,65 x 128 =83,2.
Hipotesis statistiknya dapat ditulis dengan rumus:
H0 = µ < 65% < 0,65 x 6656 : 52= 83,2
Ha = µ > 65% > 0,65 x 6656 : 52 = 83,2
Diketahui:
Χ = 4554 : 52 = 87,5
µ0 = 83,2
136
S =
n-1
=
52-1
=
51
= = 28,72
Ditanya: t?
Jawab: t = X – 0
S
= 87,5 – 83,2
28,72
= 4,3
3,98
= 1.0
Nilai thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai ttabel dengan derajat
kebebasan (dk) = (n-1) = (52 - 1) = 51 dan taraf kesalahan α = 5% untuk uji satu
pihak (one tail test) uji pihak kanan, didapat nilai ttabel yaitu 1,675. Karena nilai thitung
lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel (1,0 < 1,675) dan jatuh pada daerah
penerimaan H0. Maka hipotesis (H0) diterima dan (Ha) ditolak.
137
Dari perbandingan jumlah data yang terkumpul dengan skor ideal, ditemukan
bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial
lanjut usia terlantar di Provinsi Banten adalah:
X 100% = 68%
Jadi, telah diketahui bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten adalah
sebesar 68%.
Gambar 4.2
Kurva Penolakan dan Penerimaan Hipotesisi
4.5 Interprestasi Hasil Penelitian
Penelitian dengan berjudul Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten bahwa
hal yang paling penting dan utama adalah rumusan masalah tersebut adalah
Daerah Penerimaan H0
Daearah Penerimaan H0
0 1,0 1,675
138
“Bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan
Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten”
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, kita dapat melihat
dari pembahasan yang memaparkan pengujian hipotesis dengan menggunakan rumus
t-test satu sampel dengan menguji pihak kanan bahwa nilai t-hitung lebih kecil (<)
dari nilai t-tabel, dalam hal ini dapat diberikan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak.
Karena menghasilkan 68% dari angka yang dihipotesiskan yaitu 65%.
Sehingga dari data pengujian hipotesis tersebut dapat dijelaskan bahwa
“Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut
Usia Terlantar di Provinsi Banten mencapai angka 68%” dari angka minimal yang
dihipotesiskan 65%, hal ini dapat diartikan bahwa tingkat kualitas Kinerja Balai
Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar
di Provinsi Banten sudah baik, hal itu dapat dilihat pada kategori berikut:
Kategori Instrumen:
0 1664 3328 4992 6656
Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik
4554
Nilai 4554 termasuk dalam kategori kurang baik dan baik, tetapi lebih
mendekati kategori baik. Dapat dilihat dari ketentuannya sebagai berikut:
139
Tabel 4.4
Kategori hasil penelitian
Nilai Kategori
4X52X32 = 6656 Sangat Baik
3X52X32 = 4992 Baik
2X52X32 = 3328 Kurang Baik
1X52X32 = 1664 Tidak Baik
(Sumber : Peneliti 2015)
4.6 Pembahasan
Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten menunjukan hasil perhitungan yang variatif.
Dilihat dari teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan beberapa
indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik
menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) yaitu, Efisiensi, Efektifitas,
Keadilan, dan Daya tanggap. Adapun presentase indikator skor hasil penelitian dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5 Indikator Skor Hasil Penelitian
No Nilai Keterangan
1 0%-24,99% Tidak Baik
2 25%-49,99% Kurang Baik
3 50%-74,99% Baik
4 75%-100% Sangat Baik
Sumber : Skala Likert, Pengolahan Data, 2015
140
1. Indikator Efisiensi
Merupakan hal yang berkenaan kinerja Balai Perlindungan Sosial tentang
pegawai, standart oprasional prosedur (SOP), Tupoksi, mengurangi jumlah lanjut
usia terlantar, donatur, alat-alat yang disediakan, fasilitas umum, pelayanan yang
selalu cepat dan tepat waktu . Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator
penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator efisiensi didapatkan
hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator efisiensi adalah 4 x 52 x 7 =
1456 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada
responden, kriteria skor berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang
dijadikan responden, 7 = jumlah pernyataan yang valid pada indikator efisiensi).
Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh
responden yaitu sebesar 921 : 1456 = 0,63 x 100% = 63%. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan perlindungan sosial
lanjut usia terlantar di Provinsi Banten baik dilihat dari indikator efisiensi.
2. Indikator Efektifitas
Merupakan hal yang berkenaan dengan kinerja Balai Perlindungan Sosial
tentang pelayanan, bantuan, pelatihan, pembinaan, prosedur penerimaan dan aturan
dalam penerimaan. Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini
memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator efektifitas didapatkan hasil tersebut
diperoleh dari skor ideal dari indikator efektifitas adalah 4 x 52 x 10 = 2080 (4 = nilai
tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor
141
berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 10 =
jumlah pernyataan yang valid pada indikator efektifitas). Setelah menemukan skor
ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1416:
2080 = 0,68 x 100% = 68%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kinerja Balai
Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosila lanjut usia terlantar di
Provinsi Banten baik apabila dilihat dari indikator efektifitas.
3. Indikator Keadilan
Merupakan hal yang berkenaan dengan kinerja Balai Perlindungan Sosial
tentang pembinaan, fasilitas umum dan fasilitas kesehatan yang diberikan sama rata
kepada lanjut usia sama dirasakan. Dari hasil pengolahan data yang dalam indicator
keadilan penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator keadilan
didapatkan hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator keadilan adalah 4 x
52 x 8 = 1664 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada
responden, kriteria skor berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang
dijadikan responden, 8 = jumlah pernyataan yang valid pada indikator keadilan).
Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh
responden yaitu sebesar 1147 : 1664 = 0,69 x 100% = 69%. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan
perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten baik apabila dilihat dari
indikator keadilan.
142
4. Indikator Daya Tanggap
Merupakan hal yang berkenaan dengan kinerja Balai Perlindungan Sosial
tentang pelayanan, tanggung jawab pegawai terhadap lansia, daya tanggap terhadap
keluhan lansia dilakukan dengan cepat atau tidak, menanggapi usulan-usulan dan
keluhan dari lanjut usia yang ada di dalam panti . Dari hasil pengolahan data yang
dalam indikator penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator daya
tanggap didapatkan hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator daya
tanggap adalah 4 x 52 x 7 = 1456 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan
yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala likert, 52 =
jumlah sampel yang dijadikan responden, 7 = jumlah pernyataan yang valid pada
indikator daya tanggap ). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan
rill yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1005 : 1456 = 0,69 x 100% = 69%. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten baik apabila dilihat dari
indikator daya tanggap.
Berdasarkan pengamatan penelitian melalui presentase jawaban kuesioner dari
responden dan melalui wawancara, peneliti dapat mengetahui bahwa dalam kinerja
birokrasi publik terdapat indikator-indikator yang dapat dijadikan tolak ukur. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan indikator kinerja birokrasi publik menurut
Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) yang terdiri dari: efisiensi, efektifitas,
keadilan dan daya tanggap. Dari keempat indikator tersebut maka peneliti dapat
143
mengetahui bahwa penyebab kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. yaitu dengan nilai skor
terendah pada indikator efisiensi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5
berikut:
Tabel 4.6
Skor Masing-masing Jawaban Dari Indikator Kinerja
Indikator Nilai Kategori
Efisiensi 63 Baik
Efektifitas 68 Baik
Keadilan 69 Baik
Daya Tanggap 69 Baik
Sumber: Pengolahan Data, Peneliti 2015
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa indikator yang memiliki skor terendah
yaitu dari indikator efisiensi, dimana indikator efisiensi menghasilkan kinerja yang
cukup baik. Oleh karena itu, kesadaran para pegawai atau pimpinannya akan
pengaruh positif terhadap produktivitas kerja yang lebih tinggi untuk menghasilkan
kinerja organisasi yang lebih baik lagi.
Keberhasilan suatu organisasi atau instansi ditentukan oleh kinerja organisasi
itu sendiri. Pengukuran terhadap kinerja organisasi tersebut berarti dapat memberikan
kesempatan bagi semua instansi untuk mengetahui tingkat kinerja instansi tersebut,
serta memberi kesempatan untuk memperbaiki kinerja dari suatu organisasi.
Sehingga terciptalah kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten yang menginginkan
segala pelaksanaan tugas yang lebih efektif dan efisien, yang dikembangkan dengan
144
menggunakan indikator kinerja birokrasi publik menurut Kumorotomo (dalam
Pasolong 2010:180) yaitu: Efisiensi, Efektifitas, Keadilan, dan Daya Tanggap.
Kemudian kemampuan atau keahlian para pegawai dalam menangani para lanjut usia
juga mempengaruhi dalam bekerja sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik,
sehingga hal ini juga mengacu kepada pencapaian hasil kerja secara efisiensi.
Demikian hasil penelitian ini, terbukti dalam pengujian hipotesis yang
dinyatakan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan
Perlindungan Sosial Lanjut usia terlantar di Provinsi Banten dapat diterima. Dalam
penelitian yang dilakukan sekarang kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten sebesar
68%.
145
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, adapun peneliti sudah
melakukan penelitian yang berjudul Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten dapat
ditarik kesimpulan yaitu bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar yang ada di Provinsi
Banten sudah mencapai sebesar 68%, artinya bahwa kinerja Balai Perlindungan
Sosial Provinsi Banten dapat dikatakan baik.
Berdasarkan perbandingan antara skor yang terkumpul dengan skor yang
ditetapkan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten sebesar 68% dan
telah diperkuat dengan teori Kinerja birokrasi publik menurut Kumorotomo dalam
Pasolong, (2010:180) yaitu sebagai berikut:
1. indikator efisinsi sebesar 63%, ini menunjukan bahwa kinerja Balai
Perlindungan Sosial tentang pegawai, standart oprasional prosedur
(SOP), Tupoksi, mengurangi jumlah lanjut usia terlantar, donatur, alat-
alat yang disediakan, fasilitas umum, pelayanan yang selalu cepat dan
tepat waktu cukup baik.
146
2. indikator efektifitas sebesar 68% ini menunjukan bahwa kinerja Balai
Perlindungan Sosial tentang pelayanan, bantuan, pelatihan, pembinaan,
prosedur penerimaan dan aturan dalam penerimaan lanjut usia sudah
baik.
3. Indikator keadilan sebesar 69% ini menunjukan bahwa kinerja Balai
Perlindungan Sosial tentang pembinaan, fasilitas umum dan fasilitas
kesehatan yang diberikan kepada lanjut usia sudah baik.
4. indikator daya tanggap sebesar 69% ini menunjukan bahwa kinerja Balai
Perlindungan Sosial tentang pelayanan, tanggung jawab pegawai
terhadap lansia, daya tanggap terhadap keluhan lansia dilakukan dengan
cepat, menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari lanjut usia yang ada
di dalam panti sudah baik.
Jadi jika dilihat dari teori tersebut, Kinerja Balai Perlindungan Sosial
dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi
Banten sudah baik dikarena sudah mencapai hasil sebesar 68% dari angka
minimal 65%.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian yang berjudul ‘Kinerja Balai
Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia
Terlantar di Provinsi Banten’. Dari hasil penelitian terdapat indikator yang rendah,
yaitu indikator efisiensi sebesar 63%, maka peneliti dapat memberikan saran
yaitu:
147
1. Dilakukan perekrutan pegawai di Balai Perlindungan Sosial karena jumlah
pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial tidak sesuai dengan jumlah
lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
2. Untuk pemerintah agar lebih memperhatikan lanjut usia yang ada di Balai
Perlindungan Sosial, seperti penyediaan fasilitas berupa tempat tinggal
yang lebih luas lagi sehingga para lanjut usia yang ada di Provinsi Banten
dapat ditampung.
3. Diberikan fasilitas khusus bagi lanjut usia yang tidak dapat melihat dengan
jelas, seperti disetiap rumah satu kerumah lainya dipasang pegangan besi
agar para lanjut usia bisa leluasa untuk berjalan.
4. Disediakannya klinik dan dokter tetap di dalam Balai Perlindungan Sosial
Provinsi Banten sehingga jika ada lanjut usia yang sakit cepat ditangani
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Dessler, Gary. 2009. Manajemen SDM buku I. Jakarta: Indeks.
Maryam, S. Dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta
Pasolong, Harbani. 2013. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta.
PUSTAKA PELAJAR.
Ruky, Ahmad. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Sudarmanto, 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM (Teori, Dimensi
Pengukuran dan Implementasi dan Organisasi). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
----------. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
----------. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sedarmayanti. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika
Aditama.
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta:
Lembaga Penerbit FEUI.
Wirawan. 2009. Evalusia Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba
Empat.
Wibowo. 2012. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raya GrafindoPersada.
Dokumen :
Undang-undang NO. 13 Tahun 1998 Tentang Lanjut Usia.
Keputusan Mentri Sosial RI NO. 06/HUK/1979 Tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004.
Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia.
Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pendataan Dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial dan Potensi Dan Sumber Kesejahteraan Sosial.
Keputusan Mentri Penyalahgunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik.
Brosur Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Sumber Lainnya :
Ami Prihandara. 2012. Kinerja Dinas Sosial dalam Pembinaan Anak Jalanan di
Kota Serang. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Serang: Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Rian Lamandani. 2014. Implementasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia
(PJSLU) di Kabupaten Serang. Tidak dipublikasikan. Serang : Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Buku Pemutakhiran Data Dinas Sosial Provinsi BantenTahun 2013-2014
http://balinsos-banten.com/diakses November 2014
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/diakses November 2014
http://repository.unhas.ac.id
http://banten.bps.go.id/diakses 12 Febuari 2015
https://teorionline.wordpress.com/teori-kinerja/diakses23 Febuari 2015
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota perlu disusun Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Bidang Sosial;
b. bahwa semakin meningkatnya usia harapan hidup dan
jumlah lanjut usia dengan kompleksitas
permasalahannya sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif;
c. bahwa pelayanan sosial lanjut usia baik dalam panti maupun luar panti perlu ditingkatkan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia;
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3796);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
2
3.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
4.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang
Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4584); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
3
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294);
13. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun
2011;
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;
15. Peraturan Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
16. Keputusan Menteri Sosial Nomor 111/HUK/2009
tentang Indikator Kinerja Pembangunan Kesejahteraan
Sosial;
17. Keputusan Menteri Sosial Nomor 80/HUK/2010 tentang Panduan Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah
Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
18. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial Republik Indonesia;
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
4
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
2. Lanjut Usia Telantar adalah seseorang yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya. 3. Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa.
4. Pelayanan Sosial Lanjut Usia adalah upaya yang ditujukan untuk membantu lanjut usia dalam memulihkan dan mengembangkan fungsi
sosialnya. 5. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti adalah pelayanan sosial yang
dilaksanakan melalui institusi/Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dengan menggunakan sistem pengasramaan.
6. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti adalah pelayanan sosial yang
dilaksanakan dengan berbasiskan keluarga atau masyarakat dan tidak
menggunakan sistem pengasramaan. 7. Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia yang selanjutnya
disebut Lembaga Lanjut Usia adalah lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial lanjut usia baik yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, maupun masyarakat. 8. Lembaga Kesejahteraan Sosial, yang selanjutnya disingkat LKS adalah
organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
5
Pasal 2
Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia dimaksudkan untuk memberikan
acuan bagi Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan masyarakat dalam melaksanakan pelayanan sosial lanjut usia.
Pasal 3
Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia bertujuan agar :
a. memberikan arah dan pedoman kinerja bagi Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten/kota dan masyarakat
dalam pelayanan sosial lanjut usia; dan
b. meningkatkan kualitas pelayanan sosial lanjut usia.
Pasal 4
Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia diperuntukan bagi :
a. Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang memiliki tugas dan fungsi dalam pelayanan sosial lanjut usia;
b. berbagai LKS yang melaksanakan pelayanan sosial lanjut usia; dan
c. pemangku kepentingan lain yang peduli dan berperan serta dalam
pelayanan sosial.
Pasal 5
Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia, meliputi kegiatan:
a. pelayanan dalam panti dan luar panti;
b. perlindungan; dan c. pengembangan kelembagaan sosial lanjut usia.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
6
BAB II
PELAYANAN DALAM PANTI DAN LUAR PANTI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Pelayanan Sosial Lanjut Usia dapat dilakukan baik dalam panti
maupun luar panti. (2) Pelayanan Sosial Lanjut Usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat dilakukan baik oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota maupun masyarakat.
(3) Pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Kementerian Sosial.
(4) Pelayanan yang dilakukan oleh pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilakukan oleh dinas/instansi sosial provinsi dan dinas/instansi sosial kabupaten/kota
(5) Pelayanan yang dilakukan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilakukan oleh LKS.
Bagian Kedua
Pelayanan Dalam Panti
Pasal 7
Pelayanan dalam panti, dilakukan dengan tujuan untuk :
a. meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan lanjut usia; b. terpenuhinya kebutuhan dasar lanjut usia; dan
c. meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan maupun menyediakan berbagai bentuk pelayanan sosial
lanjut usia.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
7
Pasal 8
Pelayanan dalam panti dilaksanakan dengan menempatkan lanjut usia
dalam panti lanjut usia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.
Pasal 9
Jenis pelayanan yang diberikan dalam panti, meliputi:
a. pemberian tempat tinggal yang layak; b. jaminan hidup berupa makan, pakaian, pemeliharaan kesehatan;
c. pengisian waktu luang termasuk rekreasi; d. bimbingan mental, sosial, keterampilan, agama; dan e. pengurusan pemakaman atau sebutan lain.
Bagian Ketiga
Pelayanan Luar Panti
Pasal 10
(1) Pelayanan luar panti dilakukan dengan tujuan untuk: a. meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan lanjut usia;
b. terpenuhinya kebutuhan dasar lanjut usia; dan c. meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah, pemerintahan
daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam
melaksanakan maupun menyediakan berbagai bentuk pelayanan sosial lanjut usia.
(2) Tenaga Pelaksana Lanjut Usia di luar panti dilaksanakan oleh para pendamping yang terdidik atau dilatih dalam melakukan pelayanan
sosial lanjut usia.
Pasal 11
Pelayanan luar panti dilaksanakan dengan menempatkan lanjut usia dalam keluarga, atau keluarga pengganti yang ada di masyarakat.
Pasal 12
Jenis pelayanan yang diberikan kepada lanjut usia di luar panti, meliputi: a. pelayanan pendampingan dan perawatan sosial lanjut usia di
lingkungan keluarga;
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
8
b. pelayanan harian lanjut usia; dan
c. penguatan usaha ekonomis produktif melalui pendekatan kelembagaan sebagai investasi sosial.
Pasal 13
(1) Pelayanan pendampingan dan perawatan sosial lanjut usia di
lingkungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a,
merupakan pelayanan terhadap lanjut usia yang tidak potensial dan berada di lingkungan keluarga atau keluarga pengganti.
(2) Pelayanan pendampingan dan perawatan sosial lanjut usia di
lingkungan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa
bantuan pendampingan, perawatan sosial, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar agar kebutuhan hidup lanjut usia dapat terpenuhi secara layak.
Pasal 14
(1) Pelayanan harian lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf b, merupakan pelayanan terhadap lanjut usia potensial yang
sifatnya sementara, dilaksanakan siang hari, dalam waktu maksimal 8 (delapan) jam sehari dan tidak menginap.
(2) Pelayanan harian lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa pengisian waktu luang, olah raga, bimbingan mental, dan
kesenian.
Pasal 15
(1) Penguatan usaha ekonomis produktif melalui pendekatan kelembagaan sebagai investasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, merupakan bantuan yang diberikan kepada lanjut usia potensial yang
kurang mampu.
(2) Penguatan usaha ekonomis produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada perorangan melalui LKS dengan pendampingan, yang didahului dengan bimbingan sosial dan keterampilan.
(3) Penguatan usaha ekonomis produktif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa pemberian paket bantuan usaha ekonomis produktif.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
9
BAB III
PERLINDUNGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
Perlindungan sosial bagi lanjut usia dimaksudkan untuk mencegah dan
menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial agar kelangsungan hidup lanjut usia dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
Pasal 17
Perlindungan sosial bagi lanjut usia, meliputi:
a. asistensi sosial; b. kedaruratan;
c. aksesibilitas; dan d. pelayanan lanjut usia dalam keluarga pengganti.
Bagian Kedua
Asistensi Sosial
Pasal 18
(1) Asistensi sosial merupakan bentuk perlindungan sosial yang dimaksudkan untuk membantu lanjut usia telantar guna memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
(2) Asistensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
meringankan beban hidup lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara
layak dan wajar.
Pasal 19
Asistensi sosial dilaksanakan dalam bentuk pemberian bantuan berupa uang yang disertai dengan pendampingan sosial.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
10
Bagian Ketiga
Kedaruratan
Pasal 20
(1) Pelayanan sosial kedaruratan lanjut usia dimaksudkan sebagai tindakan yang mendesak untuk menyelamatkan, melindungi, dan memulihkan kesejahteraan lanjut usia dalam situasi darurat.
(2) Pelayanan sosial kedaruratan diselenggarakan dengan melakukan
identifikasi masalah dan kebutuhan lanjut usia, merumuskan mekanisme pelaksanaan kegiatan dan rujukan.
Pasal 21
Pelayanan sosial kedaruratan meliputi lanjut usia:
a. dalam situasi bencana alam dan bencana sosial; dan b. yang mengalami perlakuan salah.
Pasal 22
(1) Lanjut usia dalam situasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 huruf a, merupakan penyelamatan dan evakuasi lanjut usia korban bencana ke tempat penampungan sementara, pemulihan kondisi fisik dan mental, serta pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasarnya.
(2) Lanjut usia yang mengalami perlakuan salah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 huruf b, merupakan pemberian bantuan dan pelayanan khusus kepada lanjut usia yang mengalami penelantaran, penipuan, tindak kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan tindak pidana.
Pasal 23
Pelayanan kedaruratan bagi lanjut usia dilakukan dalam bentuk:
a. layanan pengaduan;
b. rujukan untuk pemulihan fisik dan mental; c. pendampingan; dan d. penempatan di tempat penanganan trauma lanjut usia.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
11
Bagian Keempat
Aksesibilitas
Pasal 24
Aksesibilitas dimaksudkan untuk menyediakan berbagai kemudahan untuk memperoleh dan menggunakan fasilitas pelayanan, sarana dan prasarana umum untuk mendukung dan memperlancar mobilitas lanjut usia.
Pasal 25
Aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 mencakup:
a. sarana dan prasarana umum; dan
b. kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum.
Bagian Kelima
Pelayanan Lanjut Usia Dalam Keluarga Pengganti
Pasal 26
(1) Pelayanan sosial lanjut usia dalam keluarga pengganti merupakan
pelayanan sosial kepada lanjut usia di luar keluarganya dan di luar lembaga.
(2) Pelayanan lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan cara lanjut usia tinggal bersama keluarga lain atau
keluarga pengganti karena keluarganya tidak dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan atau lanjut usia berada dalam kondisi telantar.
(3) Pelayanan lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa
bantuan pendampingan, perawatan, termasuk pemenuhan kebutuhan
dasar.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
12
BAB IV
PENGEMBANGAN LEMBAGA LANJUT USIA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 27
Pelayanan sosial lanjut usia yang dilaksanakan dalam panti diselenggarakan
oleh Lembaga Lanjut Usia baik milik Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten/kota maupun masyarakat.
Pasal 28
(1) Untuk keberlanjutan dan profesionalitas pelayanan sosial lanjut usia oleh lembaga diperlukan pengembangan kelembagaan lanjut usia.
(2) Pengembangan kelembagaan sosial lanjut usia dilakukan melalui:
a. pembinaan lembaga dan kerjasama kelembagaan; dan b. pelembagaan nilai-nilai kelanjutusiaan.
Bagian Kedua
Pembinaan Lembaga dan Kerja sama Kelembagaan
Pasal 29
Pembinaan lembaga lanjut usia bertujuan untuk :
a. menguatkan sistem pelayanan lanjut usia berbasiskan masyarakat; b. memantapkan mekanisme kerjasama dan koordinasi antar lembaga
pelayanan lanjut usia; c. mendorong tumbuhnya institusi/LKS lanjut usia;
d. mempertahankan dan membina institusi/ LKS lanjut usia yang ada; e. mengembangkan institusi/ LKS lanjut usia yang sudah berjalan; dan f. meningkatkan kapasitas pengurus LKS lanjut usia.
Pasal 30
Kerja sama kelembagaan bertujuan untuk:
a. memperkuat kerja sama antar LKS lanjut usia;
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
13
b. membangun jejaring kerja sama antar LKS lanjut usia;
c. membangun jejaring kerja dalam bentuk forum atau jejaring kerja lainnya; dan
d. terciptanya koordinasi antar LKS lanjut usia.
Pasal 31
Pembinaan lembaga dan kerjasama kelembagaan lanjut usia mempunyai
fungsi sebagai:
a. penyedia pelayanan sosial bagi lanjut usia; b. wadah koordinasi dan kerjasama lintas kelembagaan; dan
c. wadah penanaman dan pembudayaan nilai-nilai kebangsaan dan kesetiakawanan sosial.
Pasal 32
Pembinaan lembaga dan kerjasama kelembagaan lanjut usia mempunyai sasaran yang meliputi :
a. LKS lanjut usia yang memberikan pelayanan langsung kepada lanjut
usia; dan b. Lembaga Koordinatif yang memberikan dukungan terhadap LKS lanjut
usia.
Bagian Ketiga
Pelembagaan Nilai-Nilai Kelanjutusiaan
Pasal 33
Pelembagaan nilai-nilai kelanjutusiaan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kemasyarakatan dan kelanjutusiaan kepada seluruh komponen bangsa
terutama kepada generasi muda, serta menguatkan komitmen berbagai pemangku kepentingan dalam mengapresiasi dan memberikan pelayanan
sosial lanjut usia.
Pasal 34
(1) Pelembagaan nilai-nilai kelanjutusiaan dimaksudkan untuk
melembagakan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat secara terus menerus.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
14
(2) Pelembagaan nilai-nilai kelanjutusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan melalui penghormatan dan penghargaan terhadap lanjut usia.
(3) Penghargaan dan penghormatan terhadap lanjut usia sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan dalam bentuk :
a. Peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) dan Hari Lanjut Usia
Internasional (HLUIN); b. penganugrahan penghargaan terhadap tokoh, lembaga, keluarga,
perorangan;
c. sosialisasi, kampanye dan publikasi program pelayanan sosial lanjut usia; dan
d. memberikan aksesibilitas pada ruang publik.
BAB V
KEWENANGAN
Bagian Kesatu
Pemerintah
Pasal 35
Menteri memiliki kewenangan:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan pemberian bimbingan teknis serta evaluasi pelayanan sosial lanjut usia;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelayanan sosial
lanjut usia; c. melaksanakan kebijakan, memfasilitasi peningkatan sumber daya
manusia dan pemberian bimbingan teknis serta evaluasi pelayanan sosial lanjut usia;
d. melaksanakan pelayanan sosial lanjut usia melalui Unit Pelaksana
Teknis Pusat; e. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan sosial lanjut
usia; f. melakukan koordinasi dengan instansi sosial provinsi atau
kabupaten/kota terhadap pelayanan sosial lanjut usia;
g. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan sosial lanjut usia; dan
h. menyediakan aksesibilitas dan melakukan advokasi serta koordinasi
kepada lembaga lain untuk menyediakan aksesibilitas bagi lanjut usia.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
15
Bagian Kedua
Pemerintah Daerah Provinsi
Pasal 36
Gubernur memiliki kewenangan:
a. melaksanakan kebijakan pelayanan sosial lanjut usia; b. mengkoordinasi pelaksanaan kebijakan, pelayanan sosial lanjut usia
antar kabupaten/kota di wilayahnya;
c. melakukan kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya; d. melakukan penguatan kapasitas kelembagaan, peningkatan sumber daya
manusia; e. memfasilitasi pelaksanaan pelayanan sosial lanjut usia; f. menghimpun dan mengkompilasikan data lanjut usia di wilayah
provinsi; g. menyediakan aksesibilitas; dan
h. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan sosial lanjut usia.
Bagian Ketiga
Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 37
Bupati atau Walikota memiliki kewenangan:
a. melaksanakan pelayanan sosial lanjut usia;
b. mengkoordinasikan pelayanan sosial lanjut usia dalam kabupaten/kota; c. melakukan kerja sama dengan kabupaten/kota lain di dalam dan di luar
provinsi; d. melaksanakan kegiatan pembentukan dan peningkatan kapasitas serta
pelayanan sosial lanjut usia;
e. melakukan kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya; f. melakukan pemantapan terhadap sumber daya manusia yang sudah
dididik dan dilatih oleh Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi; g. melakukan pendataan lanjut usia. h. merencanakan kebutuhan sumber daya manusia sebagai tenaga
pendamping untuk meningkatkan aksesibilitas kepada lanjut usia; i. menyediakan aksesibilitas; dan j. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan sosial lanjut
usia.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
16
BAB VI
PENDANAAN
Pasal 38
(1) Pendanaan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia oleh Pemerintah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Pendanaan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelayanan
sosial lanjut usia oleh pemerintahan daerah provinsi bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah provinsi.
(3) Pendanaan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota.
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota melakukan monitoring untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektifitas langkah-langkah secara terpadu dalam pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia.
(2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk mengetahui
perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia.
(3) Monitoring dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial
lanjut usia.
Pasal 40
(1) Menteri Sosial, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan kegiatan yang dilakukan secara berkala.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
17
(2) Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial
lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk perencanaan tahun berikutnya dalam rangka perbaikan program.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 41
(1) Menteri Sosial melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan
kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia secara nasional.
(2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan
kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia di wilayah provinsi. (3) Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan atas
pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia di wilayah kabupaten/kota.
Pasal 42
Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan pelayanan sosial lanjut usia sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 43
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42, bertujuan untuk meningkatkan motivasi guna keberlanjutan
kegiatan pelayanan sosial lanjut usia.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
18
BAB IX
PELAPORAN
Pasal 44
(1) Bupati/walikota menyampaikan laporan pelaksanaan pelayanan sosial lanjut usia di daerah kepada Menteri Sosial melalui Gubernur.
(2) Gubernur menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia di daerah kepada Menteri Sosial dan
Menteri Dalam Negeri. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi :
a. Laporan pelaksanaan; dan/atau b. Laporan pertanggung jawaban
(4) Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, berupa hasil pelaksanaan kegiatan.
(5) Laporan pertanggung jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b, berupa laporan keuangan.
(6) Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (5), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, syarat, tata cara dan standardisasi pelayanan sosial dalam panti dan luar panti, perlindungan dan kelembagaan
diatur dalam Peraturan Menteri.
SALINAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
19
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Peraturan ini ditetapkan oleh Menteri Sosial sebagai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) sebagai pedoman pelayanan sosial lanjut usia yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Pasal 47
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Sosial ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal16 Agustus 2012
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SALIM SEGAF AL JUFRI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Agustus 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 862
SALINAN
Dokumen Foto
Tempat Tinggal Lanjut usia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Wisma yang ditempati Lansia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Salah satu Wisma di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Salah satu Pegawai yang merawat lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Khasidah Rebana Salah Satu Kegiatan dan Menjadi Hiburan bagi Lansia di Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Fasilitas yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Hartini di Balai Perlindungan Sosial Provinsi
Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Kasminah di Balai Perlindungan Sosial Provinsi
Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Narsiah dan nenek Kasminah di Balai Perlindungan
Sosial Provinsi Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Maiah di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Ook di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi
Banten
JUDUL PENELITIAN:
KINERJA BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DALAM PELAYANAN
DAN PERLINDUNGAN SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR DI
PROVINSI BANTEN
INFORMASI RESPONDEN
Kuesioner
I. Petunjuk
1. Berikan tanda ceklis ( ) pada jawaban yang anda pilih
2. Untuk memudahkan dalam mengisi data, mohon diisi sesuai
dengan keadaan dan kondisi yang terjadi di lapangan
3. Keterangan dari jawaban
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
II. Identitas Responden
1. Kode Responden : (diisi oleh peneliti)
2. Nama :
3. Jenis Kelamin :
4. Usia :
KINERJA
Indikator I: Efisiensi
Pernyataan SS S TS STS
1. Ketersedian pegawai di Balai Perlindungan
Sosial sudah mencukupi
2. Bapak/ibu mengetahui adanya standar
oprasional prosedur (SOP) di Balai
Perlindungan Sosial
3. Pegawai yang ada di Balai Perlindungan
Sosial dalam melakukan pelayanan sudah
sesuai dengan Tupoksi
4. Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi
jumlah lanjut usia terlantar yang ada di
Provinsi Banten
5. Bapak/ibu mengetahui adanya donatur
untuk membantu memenuhi kebuthan di
Balai Perlindungan Sosial
6. Alat-alat yang disediakan di Balai
Perlindungan Sosial sesuai dengan
kebutuhan Bapak/ibu dan tepat guna
(Toiletduduk, alat-alat kesehatan standar,
tongkat dan kursi roda)
7. Biaya pemeliharaan fasilitas umum di Balai
Perlindungan Sosial dilakukan secararutin
(fasilitas umum berfungsi baik)
8. Pegawai yang ada di Balai Perlindungan
Sosial sudah sesuai Tupoksinya
9. Balai Perlindungan Sosial dalam
memberikan pelayanan kepada Bapak/ibu
selalu tepat waktu
10. Pelayanan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial dilakukan dengan cepat
Indikator II: Efektifitas
11. Pelayanan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial Bapak/ibu sudah sesuai
dengan Standar oprasional prosedur (SOP)
yang ada di Balai Perlindungan Sosial
12. Balai Perlindungan Sosial memberikan
bantuan sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu
13. Adanya perubahan fisik yang dirasakan
setelah tinggal di Balai Perlindungan Sosial
14. Bantuan materil yang diberikan dapat
memperbaiki kehidupan Bapak/ibu
15. Pelatihan yang diberikan sesuai dengan
keinginan Bapak/ibu
16. Pelatihan membuat kerajinan yang
diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial
kepada Bapak/ibu memberikan dampak
yang baik
17. Pembinaan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial sesuai dengan
kebutuhan Bapak/ibu
18. Prosedur penerimaan Bapak/ibu yang
tersedia mudah diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial
19. Aturan penerimaan lanjut usia mudah
dipahami oleh Bapak/ibu
20. Pelayanan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial sesuai dengan tujuan
Balai Perlindungan Sosial untuk
memberikan Perlindungan kepada
Bapak/ibu
Indikator III: Keadilan
21. Pembinaan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial merata kepada seluruh
lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
22. Fasilitas yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial sudah sesuai dengan
kebutuhan Bapak/ibu
23. Balai Perlindungan Sosial memberikan
fasilitas kesehatan yang sama kepada
seluruh lansia yang ada di Balai
Perlindungan Sosial
24. Balai Perlindungan Sosial memberikan
fasilitas yang sama kepada para lanjut usia
berupa kamar, tempat tidur, tivi, dll
25. Bantuan yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial baik berupa materil
atau non materil sudah mencukupi
kebutuhan Bpak/ibu
26. Rumah huni yang disediakan oleh Balai
Perlindungan Sosial untuk Bapak/ibu sudah
layak
27. Rumah huni bagi Bapak/ibu yang
disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial
sesuai dengan kapasitas lansia yang ada
28. Bantuan materil yang diberikan oleh
donatur untuk Bapak/ibu melalui Balai
Perlindungan Sosial merata kepada seluruh
lansia
29. Balai Perlindungan Sosial dalam
memberikan bantuan dan pelayanan kepada
Bapak/ibu tidak dibeda-bedakan
30. Balai Peerlindungan dalam memberikan
makanan lima sehat empat sempurna setiap
hari sudah cukup baik
Indikator IV: Daya Tanggap
31. Balai Perlindungan Sosial cepat dalam
menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari
Bapak/ibu
32. Kemampuan Balai Perlindungan Sosial
dalam memberikan pelayanan dengan cepat
kepada Bapak/ibu
33. Tanggung jawab yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial kepada Bapak/ibu
sangat baik
34. Balai Perlindungan Sosial cepat dalam
memberikan bantuan yang diperlukan
Bapak/ibu
35. Daya tanggap yang diberikan oleh Balai
Perlindungan Sosial terhadap keluhan
Bapak/ibu dilakukan dengan cepat
36. Balai Perlindungan Sosial memberikan
kesempatan kepada Bapak/ibu untuk ikut
menjaga dan memelihara fasilitas yang
disediakan
37. Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol
kebutuhan yang dibutuhkan oleh Bapak/ibu
tiap bulannya
38. Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan
pengawasan pemeliharaan fasilitas yang ada
guna menunjang kebutuhan kepada
Bapak/ibu
39. Balai Perlindungan Sosial dalam
memberikan perawatan kepada lanjut usia
yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik
40. Balai perlindungan sosial dalam
memberikan kebutuhan kepada Bapak/ibu
dengan cepat
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Cikita Rahmawati
NIM : 6661112199
Fak / Jur : FISIP / Ilmu Administrasi Negara
TTL : Serang, 27 Oktober 1993
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. K.H. Sulaeman Link. Kelapa Dua
Rt/Rw: 02/07 (42116) Kec. Serang,
Prov. Banten
Tel/Hp : 087809566990
Email : Cikita.rahmawati@yahoo.co.id
DATA ORANG TUA
Nama Ayah : Abdurachman
Pekerjaan : Wirasuwasta
Nama Ibu : Iis Iswati
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
Alamat : Jl. K. H. Sulaeman Link. Kelapa Dua Rt/Rw: 02/07 (42116) Kec.
Serang Prov. Banten
PENDIDIKAN
Tahun 1997 - 1999 : TK Nurul Huda Kelapa Dua Kota Serang
Tahun 1999 - 2005 : SD Negeri 19 Kota Serang
Tahun 2005 - 2008 : SMP YP 17-2 Kota Serang
Tahun 2008 - 2011 : SMA Prisma Sanjaya Kota Serang
Tahun 2011 - 2015 : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA)