Post on 08-Dec-2014
1
BAB IPENDAHULUAN
Low Back Pain (LBP) adalah rasa nyeri yang terjadi di daerah pinggang
bagian bawah dan dapat menjalar ke kaki terutama bagian sebelah belakang dan
samping luar. Keluhan ini dapat demikian hebatnya hingga penderitanya
mengalami kesulitan dalam setiap pergerakan sampai harus istirahat dan dirawat
di rumah sakit.
Keluhan low back pain ini ternyata menempati urutan kedua tersering
setelah nyeri kepala. Di Amerika Serikat lebih dari 80% penduduk pernah
mengeluh low back pain dan di negara kita sendiri diperkirakan jumlahnya lebih
banyak lagi. Mengingat bahwa low back pain ini sebenarnya hanyalah suatu
simptom/gejala, maka yang terpenting adalah mencari faktor penyebabnya agar
dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada dasarnya, timbulnya rasa sakit
tersebut karena terjadinya tekanan pada susunan saraf tepi daerah pinggang (saraf
terjepit).
Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan
sekitarnya, gangguan pada sarafnya sendiri, kelainan tulang belakang maupun
kelainan di tempat lain, misalnya infeksi atau batu ginjal dan lain-lain.
Spondyloarthrosis dan spondylolisthesis merupakan beberapa contoh kelainan
tulang belakang yang mungkin mampu menimbulkan jepitan pada saraf tersebut.
2
BAB IILAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Pada tanggal 4 Juli 2012 seorang pasien diantar oleh petugas rumah sakit
datang ke Instalasi Radiologi RSUD Mardi Waluyo – Blitar. Data pasien tersebut
adalah sebagai berikut :
Nama : Tn. H
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : laki – laki
Alamat : Kalitengah
No Foto : 5655
Klinis : low back pain
Permintaan Foto : lumbo sacral AP-lateral
2.2 Riwayat Pasien
Pasien tersebut mengeluh nyeri pada daerah punggung bagian bawah sejak
beberapa tahun yang lalu, kemudian berobat ke rumah sakit. Oleh dokter pasien
dilakukan pemeriksaan radiologi lumbo sacral AP-lateral.
2.3 Pelaksanaan Pemeriksaan
Posisi pasien :
lumbo sacral AP: tidur telentang di atas meja pemeriksaan
lumbo sacral lat: tidur miring dengan kaki di tekuk
3
2.4 Hasil Pemeriksaan Radiologis
Foto Lumbo sacral AP :
4
Foto Lumbo sacral Lat :
5
Hasil Pemeriksaan :
Tampak lipping process pada corpus vertebrae Th XII s/d L 5 dengan
sedikit pergeseran dari corpus vertebrae L 5 ke dorsal terhadap L 4 disertai sedikit
penyempitan pada intervertebral space L 4-5.
Pedicle, processus spinosus dan transversus tampak baik dan intact.
Alignment masih baik dengan columna vertebralis melurus. Line weight bearing
jatuh dibelakang promontorium.
Kesimpulan :
Spondyloarthrosis lumbalis dengan spondylolisthesis grade I-II di L4-5
dan adanya paravertebral muscle spasme.
6
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Vertebra
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang
memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7
columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra
lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal. Vertebra
sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25
tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal
cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting karena menghubungkan
otak dan sistem saraf perifer.1
Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau
corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di
posterior oleh lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua
bagian yang terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.2
Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di
pinggir processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan
bagian dari facet joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian
tersempit. Setelah melengkung secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir
di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu
foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh
discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian
inferior.2
7
Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi
oleh processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian
kecil dari lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit
recessus lateralis, dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus
lateralis, dan perubahan degeneratif di daerah inilah mengakibatkan kebanyakan
penekanan akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis.2
Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong
dura setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari
canalis spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-
tiap titik ini dapat terjadi penekanan. 2
Gambar 1. Columna Vertebralis 3
8
Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal1
3.2 Spondyloarthrosis
3.2.1 Definisi
Sponyloarthrosis merupakan penyakit degeneratif yang mengenai tulang
belakang, dapat disebut juga osteorthrisis vertebra. Hal ini disebabkan oleh karena
pada saat melakukan aktivitas (misalnya bangun dari duduk, mengangkat barang)
tekanan terutama bertumpu pada tulang belakang sehingga tempat ini
menanggung beban yang paling besar. Selain itu, tulang belakang mempunyai
sendi yang banyak, terdiri dari 23 buah persendian pada diskus intervertebralis
dan 46 buah permukaan posterior. Oleh karena itu kolumna vertebralis merupakan
struktur pertama dari sistem muskuloskeletal yang mengalami perubahan
degeneratif pada proses penuaan dan terutama terjadi pada daerah yang lebih
mobil yaitu segmen lumbal dan servical.4
9
3.2.2 Gambaran Klinis
Osteoarthitis lumbal dapat terjadi tanpa memberikan gejala-gejala yang
jelas. Umumnya gejala berupa nyeri punggung bawah yang bertambah apabila
penderita melakukan aktivitas. Juga terdapat rasa kaku pada daerah punggung
bawah. Apabila terjadi jepitan pada saraf akibat penyempitan maka akan
menimbulkan gejala nyeri radikuler. Pada pemeriksaan hanya ditemukan kelainan
yang ringan, mungkin hanya berupa spasme yang ringan pada otot-otot punggung
bawah serta gangguan pergerakan tulang belakang.
3.2.3 Etiologi
Faktor penyebab dan predisposisi adalah:
1. Adanya trauma pada sendi-sendi vertebra
2. Adanya penyakit pada vertebra (penyakit scheuermann)
3.2.4 Patologi dan patogenesis
Penyakit degeneratif pada vertebra lumbal lebih sering ditemukan dimana
terjadi kelainan degenersi pada sendi intervertebral (antara kedua badan vertebra)
serta faset posterior yang menimbulkan keadaan yang disebut osteoartitis.
Pada sendi sentral terjadi degenerasi yang menyebabkan penyempitan
diskus intervertebralis dan hipertrofi pada pinggir sendi dengan terbentuknya
osteofit. Akibat lain yang ditimbulkan adalah terjadinya instabilitas. Hiperekstensi
dan penyempitan segmental dari vertebra. Juga dapat terjadi herniasi diskus
intervertebralis.
Osteofit yang terjadi dapat memberikan tekanan pada foramen
intervertebralis yang memberikan tekanan pada saraf yang melewatinya.4
10
3.2.5 Pemeriksaan Radiologis
Pada foto rontgen didapatkan adanya kelainan berupa penyempitan ruangan
intervertebralis serta adanya osteofit.4
3.3 Spondylolisthesis
3.3.1 Definisi
Spondilolistesis menunjukan terplesetnya satu vertebra pada vertebra
lainnya, biasanya kearah belakang. Kelainan ini dapat disebabkan oleh proses
degenerative (berhubungan dengan osteoarthritis berat pada posterior permukaan
sendi, biasanya L4/L5), congenital, atau pascatrauma, yang menyebabkan adanya
defek pada bagian interartikularis pada lengkung neural. Seringkali bersifat
asimtomatik.5
3.3.2 Etiologi Dan Klasifikasi
Etiologi spondilolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital
tampak pada spondilolistesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
dalam terjadinya pergeseran tersebut. Terdapat lima tipe utama spondilolistesis:
A. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik dan terjadi sekunder
akibat kelainankongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan
L5 inferior ataukeduanya dengan pergeseran vertebra L5.
B. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian
isthmus atau parsinterartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis
11
yang bermakna pada individu dibawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars
interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan
spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari
vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis.Tipe II
dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress
spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur
rekuren yang disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut dengan stress
fracture pars interarticularis dan paling sering terjadi pada pria.
Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars
interartikularis.Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars
interartikularis masih tetapintak akan tetapi meregang dimana fraktur
mengisinya dengan tulang baru.
Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian parsinterartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam
menegakkan diagnosis kelainan ini.
C. Tipe III, merupakan spondilolistesis degeneratif, dan terjadi sebagai akibat
degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi
tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada
tipe III, spondilolistesis degeneratif tidak terdapatnya defek dan pergeseran
vertebra tidak melebihi 30%.
12
D. Tipe IV, spondilolistesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada
elemenposterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan
dengan fraktur padabagian pars interartikularis.
E. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur
tulang sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang
lainnya.
3.3.3 Patofisiologi
Sekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondilolistesis. Pertama
sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik yang berat
seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala
dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik
pada pria. Meskipun beberapa anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami
spondilolistesis, sangat jarang anak-anak tersebut didiagnosis dengan
spondilolistesis. Spondilolistesis sering terjadi pada anak usia 7-10 tahun.
Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sepanjang aktivitas
sehari-hari mengakibatkan spondilolistesis sering dijumpai pada remaja dan
dewasa.
Spondilolistesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masing-
masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe
displastik, isthmik, degeneratif, traumatik,dan patologik.
Spondilolistesis displatik merupakan kelainan kongenital yang terjadi
karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan persendian yang kecil
dan inkompeten. Spondilolistesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung
13
berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis
berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemenposterior dan prosesus
transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan
kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.
Spondilolistesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada sacrum
bagian atas atau L5. Padatipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida
occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya
(slip) minimal.
Spondilolistesis isthmic merupakan bentuk spondilolistesis yang paling
sering. Spondilolistesis isthmic (juga disebut dengan spondilolistesis
spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka
prevalensi 5-7%. Fredericson et al menunjukkan bahwa defek sponsilolistesis
biasanya didapatkan pada usia 6 dan 16 tahun, dan pergeseran tersebut sering
terjadi lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang berkembang progresif,
meskipun suatu penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas
pergeseran dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia
pertengahan. Telah dianggap bahwa kebanyakan spondilolistesis isthmik tidak
bergejala, akan tetapi insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu
studi/penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh Fredericson et al yang
mempelajari 22 pasien dengan mempelajari perkembangan pergeseran tulang
vertebra pada usia pertengahan, bahwa banyak diantara pasien tersebut mengalami
nyeri punggung, akan tetapikebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanpa
spondilolistesis isthmik. Satu pasien menjalani operasi spinal fusion pada tingkat
vertebra yang mengalami pergeseran, akan tetapi penelitian tersebut tidak
14
menunjukkan apakah pergeseran isthmus merupakan indikasi pembedahan.
Secarakasar 90% pergeseran ishmus merupakan pergeseran tingkat rendah (low
grade) (kurang dari 50%yang mengalami pergeseran) dan sekitar 10% bersifat
high grade ( lebih dari 50% yang mengalami pergeseran).
Sistem pembagian/grading untuk spondilolistesis yang umum dipakai adalah
sistem grading Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut
didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior
hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan
dengannya pada foto x ray lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai
panjang korpus vertebra superior total:
Grade 1 adalah 0-25%
Grade 2 adalah 25-50%
Grade 3 adalah 50-75%
Grade 4 adalah 75-100%
Spondiloptosis- lebih dari 100%
15
Gambar 3. Sponylolisthesis grade
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan
spondilosis menjadi spondilolistesis. Tekanan/kekuatan gravitasional dan postural
akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal
dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam perkembangan defek
litik pada pars interartikularis dan kelemahan parsinerartikularis pada pasien
muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak
dengan timbulnya defek pada pars interartikularis. Faktor genetik juga berperan
penting.
Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit
diskus degeneratif ataufacet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan
spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3
16
kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, danwanita usia tua
yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya tertekan akibat stenosis
resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau permukaan sendi.
Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang terkena/mengalami
fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis, sehingga menyebabkan
subluksasi vertebra yang tidak stabil. Spondilolistesis patologis terjadi akibat
penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit
metabolik tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling
abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran
(slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis
tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor.
3.3.4 Manifestasi kilinis
Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe
pergeseran dan usiapasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya
berupa back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong,
terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan derajat
pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental
yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran dan
mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks akibat dari pergeseran
serabut saraf (biasanyaS1). Progresifitas listesis pada individu dewasa muda
biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa:
Terbatasnya pergerakan tulang belakang.
Kekakuan otot hamstring
17
Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.
Hiperkifosis lumbosacral junction.
Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
Kesulitan berjalan
3.3.5 Gambaran Radiologis
Terplesetnya vertebra paling baik diperlihatkan pada proyeksi lateral dari
tulang belakang lumbal dan mungkin ditemukan rongga diskus yang hilang.
Paling sering terjadi setinggi L4/L5 dan L5/S1. CT/MRI dapat menilai dan adanya
penyempitan kanal tulang.5
Gambar 4. Foto Rontgen Lumbosacral lateral dengan spondylolisthesis
18
BAB IVPEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Kasus
Pada pasien ini disimpulkan menderita spondyloarthrosis lumbalis dengan
spondylolisthesis. Spondyloarthrosis karena pada foto rontgen didapatkan
gambaran lipping process yaitu sendi sentral terjadi degenerasi yang
menyebabkan penyempitan diskus intervertebralis dan hipertrofi pada pinggir
sendi dengan terbentuknya osteofit terutama pada corpus vertebrae Th XII s/d L 5.
Sedangkan adanya pergeseran dari corpus vertebrae L 5 ke dorsal terhadap
L 4 disertai sedikit penyempitan pada intervertebral space L 4-5 disebut dengan
spondylolisthesis.
19
BAB VKESIMPULAN
5.1 Kesimpulan dan saran
Spondyloarthrosis merupakan penyakit degeneratif yang mengenai tulang
belakang, dapat disebut juga osteorthrisis vertebra.
Spondilolistesis menunjukan terplesetnya satu vertebra pada vertebra
lainnya, biasanya kearah belakang.
Baik spondyloarthrosis maupun spondyloarthrosis mampu menunjukan
gejala low back pain, terutama jika terjadi jepitan pada saraf akibat penyempitan.
Untuk mengetahui pasti apakah adanya jepitan pada syaraf tersebut dapat
dilakukan pemeriksaan MRI.