Laporan Kasus Radiologi
description
Transcript of Laporan Kasus Radiologi
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI - LAKI 61 TAHUN DENGAN
TRAUMA OS HUMERUS SINISTRA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase
Radiologi di RSUD DR. ADHYATMA Tugurejo Semarang
Pembimbing:
dr. Zakiyah, Sp.Rad
Disusun oleh :
Devi Anggraini G. A. H2A009012
Gharini Sumbaga N. H2A009020
KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD DR. ADHYATMA TUGUREJO
SEMARANG
2014
1
HALAMAN PENGESAHAN
Nama/ NIM : Devi Anggraini G. A. H2A009012
Gharini Sumbaga N. H2A009020
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Bidang pendidikan : Radiologi
Judul Kasus : Seorang laki - laki dengan trauma os humerus sinistra
Pembimbing : dr. Zakiyah, Sp. Rad
Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal April 2014
Pembimbing
dr. Zakiyah, Sp. Rad
2
DAFTAR MASALAH
Tanggal Masalah Aktif12-04-2014 Trauma Os. Humerus Sinistra Nyeri dan gangguan gerak
lengan kiri
3
BAB 1
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama : Tn. K
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Wonotingal. Candisari, Semarang
Ruang : Dahlia 3
No. CM : 44-52-28
Tanggal Pemeriksaan : 2 April 2014
Biaya pengobatan : BPJS
B. Keluhan Utama :
Nyeri pada lengan kiri
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo Semarang Selasa, 1 April
2014 rujukan dari RS ST. ELISABETH dengan keluhan nyeri lengan atas
sebelah kiri. Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh ke dalam sungai dengan
bagian bertumpuan pada siku sebelah kiri. Lengan dirasakan semakin
nyeri. Nyeri dirasakan terutama saat digerakkan. Lengan atas bagian kiri
dirasa bertambah bengkak dan sulit digerakkan. Pasien tidak mengeluh
mual (-), muntah (-) dan pusing (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat trauma/ kecelakaan sebelumnya : Disangkal
2. Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
4
3. Riwayat penyakit kencing manis : Diakui
4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
5. Riwayat alergi makanan dan obat : Disangkal
6. Riwayat penyakit asma : Disangkal
7. Riwayat sakit di ginjal : Disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat sakit seperti ini : Disangkal
2. Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
3. Riwayat penyakit kencing manis : Diakui
4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
5. Riwayat penyakit asma : Disangkal
6. Riwayat alergi makanan dan obat : Disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sudah tidak bekerja dan tinggal bersama anak. Biaya pengobatan
mengguanakan BPJS
G.Riwayat Pribadi
1. Riwayat merokok : Disangkal
2. Riwayat konsumsi alkohol : Disangkal
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 22 Maret 2014
Keadaan umum : baik, Compos mentis
Tanda vital : Tensi : 120/90mmHg
Nadi : 82 x/menit, irama reguler, isi dan
tegangan cukup
Frekuensi respirasi : 22 x/menit, ireguler
Suhu : 370C , axiller
Kepala : mesocepal
5
Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil bulat, central, reguler,
isokor dan 3 mm, lesi (-), perdarahan (-), trauma orbita (-)
Hidung : napas cuping (-), deformitas (-), lesi (-),darah (-)
Teling : serumen (-/-), lesi (-), darah (-), deformitas (-)
Mulut : sianosis (-),darah (-), hematom (-), lesi (-)
Leher : tiroid (-), deviasi trakea (-), lesi (-)
Thorax :
a. Paru
Paru depan Paru belakang
InspeksiStatis
Dinamis
Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-), sudut arcus costa dalam batas normal, ICS dalam batas normalPengembangan pernafasan paru Normal
Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-)
Pengembangan pernapasan paru normal
Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal
Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal
PerkusiKanan
Kiri
Sonor seluruh lapang paruBatas paru-hatiSonor seluruh lapang paru.
Sonor seluruh lapang paruPeranjakan paruSonor seluruh lapang paruPeranjakan paru
AuskultasiSuara dasarSuara Tambahan
VesicularRonki (-/-), Wheezing (-/-)
VesicularRonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi ictus cordis tidak tampakPalpasi Ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah medial linea
midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi
Kesan
Batas atas jantung : ICS II linea parasternal sinistraPinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitraBatas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextraBatas kiri bawah : ICS V linea midclavikula sinistra 1-2
cm ke arah medialKonfigurasi jantung (dalam batas normal)
Auskultasi Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler, suara jantung tambahan (-)
6
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, lesi
(-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, Pekak sisi (-), pekak alih
(-), nyeri ketok ginjal (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan seluruh lapang perut (-), Tidak teraba
pembesaran hepar, Lien dan ginjal tidak teraba
Ektremitas : Superior Inferior
Capilary Refill
Lesi
Akral dingin
Sianosis
Edema
Nyeri gerak
Motorik :
- Gerakan
- Kekuatan
- Tonus
<2”/ <2”
-/-
-/-
-/-
-/+
-/+
+/ Sulit dinilai
5/ Sulit dinilai
+/ Sulit dinilai
<2”/<2”
-/-
-/-
-/-
-/-
-/-
+/+
5/5
+/+
7
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
X foto AP dan Lateral Os. Humerus Sinistra
Gambar 1. X foto Os. Humerus sinistra AP & Lateral
Tampak discontinuitas Os. Humerus 1/3 proximal
Aposisi dan aligment tak baik
Struktur tulang baik
KESAN : Fraktur Os. Humerus sinistra 1/3 proksimal
2. Pemeriksaan darah rutin
IV. Diagnosa
Fraktur tertutup Os. Humerus sinistra 1/3 proksimal
V. Planning terapi
a. Terapi Non farmakologi :
- Rencana ORIF Os. Humerus Sinistra
b. Terapi Farmakologi :
- Infus RL 20 tpm
8
- Ketorolac 3 x 1 ampul
-
c. Monitoring :
- Keadaan umum
- Vital sign
- Keluhan pasien
d. Edukasi
- Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita oleh pasien
- Istirahat cukup
- Membatasi gerak bagian yang sakit
- Minum obat teratur
9
BAB II
PEMBAHASAN
Tn. K, 61 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada lengan kiri. Nyeri
dirasakan setelah pasien jatuh ke dalam sungai dengan bagian bertumpuan pada
siku sebelah kiri. Lengan dirasakan semakin nyeri. Nyeri dirasakan terutama saat
digerakkan. Lengan atas bagian kiri dirasa bertambah bengkak dan sulit
digerakkan. Pasien tidak mengeluh mual (-), muntah (-) dan pusing (-).
Didapatkan adanya riwayat diabetes mellitus pada pasien tersebut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 82x/
menit, frekuensi napas 22 x/menit dan suhu 370C. Pada pemeriksaan ekstremitas
superior sinistra didapatkan adanya edema dan nyeri gerak, pemeriksaan motorik
untuk gerakan, kekuatan dan tonus otot sulit dinilai.
Pada pemeriksaan X Foto AP dan Lateral Os. Humerus sinistra didapatkan
gambaran discontinuitas Os. Humerus 1/3 proximal, aposisi dan aligment tak
baik, struktur tulang baik. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan.....
Dalam kasus ini pasien dilakukan pemeriksaan foto AP dan Lateral Os.
Humerus Sinistra. Pada proyeksi AP (Antero Posterior) bertujuan untuk
memperlihatkan anatomi normal dari os. Humerus dan untuk menampakkan
fraktur yang ada dari arah depan atau pada posisi AP. Sedangkan proyeksi Lateral
bertujuan untuk memperlihatkan os. Humerus dari arah samping serta
memperlihatkan fraktur yang ada pada posisi lateral sehingga dapat melengkapi
diagnosa fraktur yang ada dari posisi AP. Informasi diagnostik yang diperoleh
pada penggunaan proyeksi AP dan Lateral sudah optimal dalam mendukung pada
penegakkan diagnosa fraktur humerus pada pasien tersebut.
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
FRAKTUR HUMERUS
A. Anatomi Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu Kaput (ujung atas), korpus,
dan ujung bawah.1
1. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang
membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapula dan merupakan bagian
dari bangunan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping
disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik
terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan
terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara
tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat
tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang
mudah terjadi fraktur.
2. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.
Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas
deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan
oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah
lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis
sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk
bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah
dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan
disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua
sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil
lateral dan medial.1
11
Gambar 1. Os Humerus 2
B. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
humerus.3
Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh
benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.4
C. Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma dapat bersifat :5
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
12
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur.
Tekanan pada tulang dapat berupa:5
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian.
D. Klasifikasi
Fraktur atau patah tulang humerus terbagi atas :4,5,7
1. Fraktur Proximal Humerus
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua
yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang
(osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena
high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor.
Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu,
trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri
pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat
dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan
dengan cedera toraks.
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
a. Caput/kepala humerus
b. Tuberkulum mayor
c. Tuberkulum minor
13
d. Diafisis atau shaft
Gambar 2. Klasifikasi fraktur menurut Neer 8
2. Fraktur Shaft Humerus
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi.60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10%
sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung
maupun tidak langsung.
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas,
dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur.Pemeriksaan
neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis.
Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial
diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen.
Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.
14
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus:
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang f. Ekstensi artikular
3. Fraktur Distal Humerus
Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2%
untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh
kejadian fraktur humerus.
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma
langsung atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah
apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh
atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul.
Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh
namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang
dewasa usia pertengahan atau wanita usia tua.
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat
bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan
mengeluhkan siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan
(palpasi) terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas
normal.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 9
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
15
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur
bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya
pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
F. Pemeriksaan
Pemeriksaan awal terhadap pasien yang mungkin menderita fraktur tulang
sama dengan pemeriksaan pada pasien yang mengalami luka pada jaringan
lunak yang berhubungan dengan trauma. Penilaian berdasarkan pada tanda dan
gejala. Setelah bagian yang retak telah di-imobilisasi dengan baik, kemudian
dinilai adanya lima P yaitu Pain (rasa sakit), Palor (kepucatan/perubahan
16
warna), Paralysis (kelumpuhan/ketidakmampuan untuk bergerak), Paresthesia
(rasa kesemutan), dan Pulselessness (tidak ada denyut) untuk menentukan
status neurovaskuler dan fungsi motorik pada bagian distal fraktur.4,6
Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat diagnostik
definitif yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun
demikian, beberapa fraktur mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan
sinar-x pada awalnya sehingga akan membutuhkan evaluasi radiografi pada
hari berikutnya.6
Pemeriksaan Radiologis
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta
kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan
bidai untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Pada fraktur dilakukan foto rontgen sinar X pada posisi AP, ataupun
lateral untuk melihat adanya fraktur naviculare dilakukan foto oblik khusus 45°
dan135° atau foto ulang 1 minggu setelah kejadian karena mungkin retak tidak
terlihat pada cedera baru. Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik,
diagnosis dapat dibuat secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap
diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan
selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik
memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologis baik rontgen biasa
ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk fraktur tulang
belakang dengan komplikasi neurologis. Foto rontgen minimal harus 2
proyeksi yaitu AP dan lateral. Posisi yang salah akan memberikan interpretasi
yang salah. Untuk pergelangan tangan atau sendi panggul diperlukan posisi
axial pengganti lateral. Untuk acetabulum diperlukan proyeksi khusus alar dan
obturator. Pada investigasi fraktur humerus distal dengan foto rontgen x-ray
dilihat adakah soft tissue swelling, kemudian dicari adakah fraktur pada os
humerus dimanakah tempatnya, apakah di diafisis, metafisis, atau epifisis,
17
apakah komplit atau inkomplit, bagaimana konfigurasinya, apakah transversal,
oblik, spiral, atau kominutif, apakah hubungan antara fragmennya displaced
atau undisplaced, lalu adakah dislokasi pada pertautan tulang-tulang tersebut
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip:10
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan
distal sendi yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua
anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu
dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto
berikutnya 10-14 hari kemudian.
Untuk itu pemeriksaan os. Humerus ditujukan untuk indikasi patologis
sebagai berikut :
1. Trauma ( kecelakaan )
Trauma adalah terjadi benturan dengan benda tajam yang mengakibatkan
cidera. Yang termasuk trauma adalah :
a. Fraktur
Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
b. Fisura (retak tulang)
c. Dislokasi (tulang keluar dari mangkok sendi)
18
d. Luksasi (lebih ringan dari dislokasi)
e. Ruptur (sobeknya jaringan ikat)
2. Pathologis
a. Arthritis (radang pada persendian)
b. Osteoma (kanker pada tulang)
3. Benda asing ( corpus alienum )
Benda asing yatu benda yang tidak seharusnya ada dalam sistem fisiologi,
masuknya tidak disengaja atau menyalahi prinsif fisiologi, dan mengganggu
sirkulasi tubuh atau sistem fisiologi tubuh. Benda asing pada gambaran
radiograf bisa berwarna lusen atau opaq. Berwarna lusen bila berasal dari
benda non logam, nomor atomnya lebih rendah seperti kayu, duri, plastik,
dan lain-lain. Berwarna opaq bila berasal dari logam, nomor aomnya lebih
tinggi dari jaringan sekitar seperti paku, jarum, peluru, dan lain-lain.
Prosedur Pemeriksaan
Pemeriksaan os. humerus adalah pemeriksaan secara radiologi dengan
menggunakan sinar-X untuk mendiagnosa adanya kelainan pada os humerus.
1. Persiapan Pasien
Pemeriksaan os humerus tidak ada persiapan secara khusus cukup dengan
memberikan pengertian kepada pasien tentang pelaksanaan yang akan
dilakukan, sehingga pasien tahu tindakan apa yang akan dilakukan selama
pemeriksaan. Selain itu membebaskan objek yang akan difoto dari benda-
benda yang mengganggu radiograf, seperti gelang.
2. Persiapan Alat
Adapun persiapan alat pada pemeriksaan ini adalah :
a. Pesawat sinar-X
b. Kaset dan Film sesuai ukuran,biasanya memakai ukuran 24 x 30
c. Marker R / L
d. Alat proteksi radiasi ( apron, gonad shield, ovarium shield, dan lain-lain )
e. Pakaian pasien
f. Alat fiksasi ( sand bag, soft bag )
19
g. Alat processing
h. ID Camera.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum 4,6
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya
kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di
anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan
ke badan penderita. Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan
harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi
tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.
Fraktur proksimal humeri
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang
cedera diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu.
Selama waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar
sambil membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise).
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi. Pada penderita dewasa
bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan dimobilisasi dengan gips
spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).
Fraktur shaft humeri
Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi
dislokasi kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose.
Bila kedudukan sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U
slab (sugar tong splint). Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu. Teknik
pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. hanging cast terutama
dipakai pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen distal dan
proksimal terjadi contractionum (pemendekan). Apabila pada fraktur humerus
20
ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan open reduksi dan
internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi n.
Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis) dilakukan
penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Kalau ditemukan hanya
neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif akan baik kembali
dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
Fraktur suprakondiler humeri
Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose
umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai a.Radialis
mulai tak teraba.Kemudian diekstensi siku sedikit untuk memastikan a.Radialis
teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips
spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena penting untuk menegangkan
otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint. Kalau dalam pengontrolan
dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat dipertahankan dalam waktu 3
-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca reposisi ditemukan tanda
Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku diletakkan dalam ekstensi, untuk
immobilisasinya diganti dengan skin traksi dengan sistem Dunlop. Pada
penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis patahnya
berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal ini lebih
baik dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi.
Fraktur transkondiler humeri
Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal
atau tanpa dislokasi.Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi
reposisi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.
Fraktur interkondiler humeri
Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi
dengan gips sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi
(ankilosis). Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi
dengan pemasangan internal fiksasi dengan plate-screw.
21
Fraktur kondilus lateral dan medial humeri
Kalau frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi
tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila hasilnya
kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang
fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau lukanya terbuka dilakukan
debridement dan dilakukan fiksasi luar.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa
Liliana Sugiharto. Edisi Ke- 6. EGC : Jakarta, 2006.
2. R. Putz and R.Pabst. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia; alih bahasa Y. Joko
Suyono. Edisi ke- 22. Jakarta: EGC, 2006.
3. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000.
4. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
2004.
5. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi
ke-7. Jakarta: Widya Medika. 1995.
6. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran
Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995
7. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue. 2003.
8. John L. Triplane fracture. Available from:
http://www.emedicine.com/sports-/TOPIC38.HTM
9. Smeltzer, S.C and Bare, B.G. Buku Ajar Medikal Bedah. Alih Bahasa
Kuncara, H.Y, dkk Edisi Ke- 8 Volume 2. Jakarta : EGC, 2002.
10. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik Edisi Ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI, 2005.
23