LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx
Transcript of LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI – LAKI 46 TAHUN DENGAN
KELUHAN BATUK LAMA
Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi
di RSUD Tugurejo Semarang
Pembimbing :
dr. Zakiyah, Sp.R
Disusun Oleh :
Lina Fathonah H2A009029
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN
NAMA : LINA FATHONAH
NIM : H2A009029
FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
BIDANG PENDIDIKAN : ILMU RADIOLOGI
PEMBIMBING : DR. ZAKIYAH, Sp.R
Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Mei 2014
Pembimbing
dr. Zakiyah, Sp.R
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Purwadi
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : Tukang parkir
Bangsal : Mawar 71
Nomor CM : 45.18.57
Tanggal masuk : 30-6-2014
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 4 Juli 2014 pada
pukul 13.40 WIB di bangsal mawar kamar 71 RSUD Tugurejo Semarang.
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh batuk lama.
b. Riwayat penyakit sekarang
± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh batuk. Keluhan dirasakan terus-
menerus. Batuk seperti berdahak tapi tidak bisa dikeluarkan. Keluhan
disertai demam terutama malam hari. Pasien juga mengeluh setiap malam
keluar keringat dingin, nafsu makan menurun.
± 1 minggu yang lalu SMRS, pasien merasa batuk semakin
bertambah sering. Setiap kali batuk pasien mengeluarkan dahak berwarna
kuning kehijauan. Pasien mengeluh demam nglemeng setiap hari. kepala
terasa sakit. Pasien tidak mengeluh mual dan muntah. BAK dan BAB
lancar tidak ada keluhan. Pasien belum pernah periksa, namun sudah
minum obat warung tapi tidak ada perubahan.
Saat masuk RS pasien mengeluh batuk lama tidak sembuh.
Sebelumnya pasien sudah minum obat warung namun belum ada
perubahan. Batuk dirasakan lebih sering sore hari. Demam nglemeng
dirasakan sepanjang hari. Nafsu makan semakin turun dan pasien mengaku
berat badan turun.
c. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit batuk seperti ini : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat merokok : diakui
- Riwayat batuk lama : disangkal
- Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat batuk lama : disangkal
- Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
e. Riwayat sosial ekonomi
Pasien bekerja sebagai tukang parkir, tinggal bersama dengan 1 istri,
kedua anak, dua mantu dan 4 cucu. Biaya pengobatan menggunakan
JAMKESMAS.
Kesan ekonomi : kurang
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 4 Juli 2014 di bangsal mawar kamar
71 pukul 14.00 WIB.
a. Keadaan umum : compos mentis
b. Tanda Vital
- Tekanan Darah
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
: 120/80 mmHg
: 86 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
: 20 x/menit
: 36.40C
c. Status gizi
BB
TB
BMI
Kesan
: 49
: 160
: 19.14
: Normoweight
d. Kulit : Warna coklat, sama seperti warna sekitar
e. Kepala : Bentuk mesosephal, rambut warna hitam,
lurus, luka (-)
f. Wajah : Moon face (-), luka (-)
g. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), reflek pupil (+/+)
isokor 3 mm, sklera ikteri (-/-), mata cekung
(-)
h. Telinga : Sekret (-/-), serumen (+/+), darah (-/-), nyeri
tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
i. Hidung : Sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-),
epistaksis (-/-)
j. Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-),
pernapasan mulut (-)
k. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), trakea
ditengah
l. Thorax : Mormochest, simetris, adanya tambahan otot-
otot pernafasan (-)
1. Paru
PULMO DEXTRA SINISTRA
Depan 1. Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitorak Simetris Simetris
Warna Sama dengan warna sekitar.
Sama dengan warna sekitar.
2. Palpasi
Nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan
Stem fremitus normal Normal3. Perkusi sonor seluruh lapang paru redup di basal paru4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler VesikulerSuara tambahan Wheezing - - Ronki kasar - -
RBH + + Stridor - -
Belakang 1. Inspeksi
Warna Sama dengan warna sekitar Sama dengan warna sekitar
2. Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)Stem Fremitus Tidak ada pengerasan dan
pelemahan Tidak ada pengerasan
dan pelemahan3. Perkusi
Lapang paru sonor seluruh lapang paru redup di basal paru4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler VesikulerSuara tambahan Wheezing - - Ronki kasar - - RBH + + Stridor - -
Tampak anterior paru Tampak posterior paru
2. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, ICS melebar (-)
Palpasi : ictus cordis teraba, kuat angkat (-), ICS melebar (-)
Perkusi : batas kiri atas : ICS II linea parasternal sin.
Ronki basah basal paru
batas kanan atas : ICS II linea parasternal dextra
pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
kiri bawah : ICS V 2 cm lateral linea
midclavicula sinistra
Kesan : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara jantung murni: Suara I dan Suara II reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)
m. Abdomen
1. Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada, ikterik (-),
sikatrik (-), caput medusa (-).
2. Auskultasi : Bising usus (+) normal, 8 x/menit.
3. Perkusi : Tympani seluruh abdomen, pekak sisi (+) normal.
4. Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri hipokondria kanan (-),
defans muskular (-), hepar dan lien tidak teraba.
n. Ekstremis
Superior Inferior
Capp Refill
Akral dingin
Sianosis
Edema
Nyeri gerak
Motorik :
- Gerakan
- Kekuatan
- Tonus
<2”/ <2”
-/-
-/-
-/-
-/-
+/+
5/5
+/+
<2”/<2”
-/-
-/-
-/-
-/-
+/+
5/5
+/+
IV. RESUME
Seorang laki-laki 46 tahun datang dengan keluhan batuk lama.Batuk
dirasakan kurang lebih 1 bulan SMRS. Batuk dirasakan terus-menerus,
semakin hari semakin bertambah. Batuk seperti berdahak tapi tidak bisa
dikeluarkan. Keluhan disertai demam nglemeng. Pasien juga mengeluh setiap
malam keluar keringat dingin, nafsu makan menurun, merasa berat badan
semakin menurun. Pasien tidak mengeluh pusing, mual dan muntah. BAK dan
BAB lancar tidak ada keluhan. Pasien belum pernah periksa, namun minum
obat tapi tidak ada keluhan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 120/80 mmHg, Nadi : 86
x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu : 36.4 0 C. Pada pemeriksaan thorax didapatkan,
pulmo : suara tambahan ronki basah halus dan cor : dalam batas normal.
V. DIAGNOSA SEMENTARA
Suspek TB paru
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorax pada tanggal 1 Juli 2014
Cor : CTR < 50 %, letak dan bentuk normal.
Pulmo : - Corakan vaskuler kasar
: - Bercak kesuraman kanan atas dan kiri bawah
: - fibrosis (+)
Diaphrgama : Kanan : tenting, kiri : baik
Sinus contophrenicus : Lancip
Kesan : Cor : Normal
Pumo : TB paru lama aktif
Pemeriksaan sputum pada tanggal 5 Juli 2014
Mikrobiologi (B)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Sewaktu Negatif Negatif
Pagi Positif 2 Negatif
Sewaktu Negatif Negatif
VII. DIAGNOSA KERJA
TB Paru Aktif
VIII. PENATALAKSANAAN
1) Diagnosis
S : -
O : kultur kuman tuberkulosis
2) Terapi
a. Infus Nacl 30 tpm
b. Inj. Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam
c. Ambrokoxol syrup 3 x 1 cth p.c
d. Paracetamol 500mg 3 x 1 p.c
e. Fdc 3 x 1 p.c
3) Ip. Monitoring
a. Monitoring reaksi dan efek obat.
4) Ip. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien tentang jenis dan penyebab penyakitnya.
b. Menjelaskan kepda pasien bahwa penyakit yang dideritanya adalah
penyakit menular.
c. Saat batuk mulut ditutup dan jangan meludah sembarang.
d. Lakukan pengobatan secara terutur dan jangan sampai terputus.
IX. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
3. Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis Paru
I. DEFINISI
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang ditimbulkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri ini paling sering
mempengaruhi organ paru-paru, meskipun organ lainnya juga dipengaruhi
bakteri ini. Sedangkan tuberkulosis paru adalah salah satu tuberkulosis
yang di kriteriakan berdasarkan organ tubuh yang terkena yaitu pada
jaringan (parenkim) paru, tetapi tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus.
II. PATOGENESIS
Mycobacterium tuberculosis pada saat berhasil masuk dan
menginfeksi paru-paru, maka dengan segera koloni bakteri yang terbentuk
globular akan tumbuh. Melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri
akan berusaha dihambat oleh sel paru melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri. Mekanisme pembentukan dinding tersebut akan
membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri akan
menjadi dormant. Bentuk-bentuk dormant dari mekanisme pembentukan
dinding tersebutlah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen.
Beberapa penyebab yang mengakibatkan terus meningkatnya beban
masalah TB antara lain :
a. Pada negara yang sedang berkembang, permasalahan utama adalah
kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat.
b. Kegagalan program TB yang sudah diterapkan selama ini, yang
diakibatkan oleh :
1) Komitmen politik dan pendanaan yang tidak memadai.
2) Organisasi pelayanan TB yang tidak memadai (akses oleh
masyarakat yang masih kurang, penemuan kasus/ diagnosis yang
tidak sesuai standar, penyediaan obat yang tidak terjamin, tidak
adanya pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar).
3) Penatalaksanaan kasus yang tidak memadai (diagnosis dan panduan
obat yang tidak sesuai standar, gagal dalam menyembuhkan kasus
yang telah didiagnosis)
4) Buruknya infrastruktur kesehatan pada negara-negara yang
mengalami pergolakan masyarakat atau krisis ekonomi.
c. Penduduk dunia yang semakin meningkat dan terjadinya perubahan
struktur umur kependudukan yang mengakibatkan perubahan
demografik.
III.GAMBARAN KLINIS
Gejala utama pada pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak
selama 2 sampai 3 minggu atau lebih serta diikuti gejala tambahan seperti
dahak bercampur dengan darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan berkurang, berat badan menurun, malaise, keringat dingin
pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan.
Gejala klinis tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik, seperti yang terangkum pada tabel 1.
Tabel 2.1 Gejala Klinis TB Paru.
Gejala respiratori Gejala sistemik
Batuk > 2 minggu Batuk darah Sesak nafas Nyeri dada
Demam Malaise Keringat malam Anoreksia Berat badan turun
Gejala- gejala tersebut dapat juga dijumpai pada penyakit paru
lainnya seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru dan lain-
lain.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan kasus TB, kelainan yang terjadi tergantung pada
organ yang terkena. Pada kasus TB paru, awal perkembangan penyakit
tuberkulosis ini sulit sekali ditemukan adanya kelainan. Kelainan paru
sering terletak di lobus superior terutama daerah apeks dan segmen
posterior serta daerah apeks lobus inferior, seperti terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Bagian Apeks Lobus Paru.
Umumnya dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya suara
nafas bronkial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
V. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI
Pemeriksaan bakteriologi sangat penting untuk menemukan kuman
M. tuberculosis dalam penegakkan diagnosis. Diagnosis TB paru pada
orang dewasa dengan ditemukannya BTA (Basil Tahan Asam) pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak dengan menggunakan 3 spesimen dahak yang
diambil dalam dua hari kunjungan pasien TB paru yang berurutan berupa
SPS yaitu :
a. S (Sewaktu) : pengambilan dahak dilakukan pada saat suspek
TB datang pada kunjungan pertama kali. Pada
saat pulang, suspek TB membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan kembali dahak pagi
pada hari kedua.
b. P (Pagi) : pengambilan dahak dilakukan di rumah pasien
pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot yang terisi dahak pagi dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas di UPK.
c. S (sewaktu) : pengambilan dahak dilakukan pada hari kedua,
yaitu pada saat menyerahkan dahak pagi di UPK.
Spesimen dalam pemeriksaan dahak ini berbentuk cairan yang
dikumpulkan dalam pot yang mempunyai mulut lebar dengan penampang
6 cm atau lebih, tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.
Hasil pemeriksaan dahak dinyatakan positif apabila sedikitnya dua
dari tiga spesimen dahak SPS menunjukkan hasil BTA positif. Apabila
hanya 1 spesimen dahak saja yang positif, maka perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak
SPS diulang.
Gambar 2.Alur Diagnosis TB.
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah.
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
Ada perbaikan
Suspek TB Paru
Pemeriksaan dahak mikroslopis – Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)
Hasil BTA
+ + +
+ + -
+ - -
Bukan TB TB
Antibiotik Non-OAT
Pemeriksaan dahak
mikroskopis
Foto toraks dan
Pertimbangan dokter
Tidak ada perbaikan
Hasil BTA
+ + +
+ + -
Hasil BTA
+ - -
Hasil BTA
- - -
Hasil BTA
- - -
Foto toraks dan
Pertimbangan dokter
Bayangan bercak milier.
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologik yang di curigai lesi TB inaktif
Kalsifikasi atau fibrotik.
Kompleks ranke.
Fibrotoraks/ Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ):
Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya seca ra klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologik
luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim
paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan
gambaran radiologik tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas
proses penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
Lesi minimal, bila proses mengenai seba gian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2)
dan tidak dijumpai kavitas.
Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Gambar: TB milier dengan gambaran badai salju.
Gambar: TB paru dengan gambaran kavitas dan fibrosis.
VII. PENGOBATAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination). Kombinasi dosis tetap
ini terdiri dari :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg
dan.
Tiga obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian: makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
Derivat rifampisin dan INH
Dosis OAT
1. Rifampisin 10 mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3x/minggu atau
BB > 60 kg: 600 mg
BB 40-60 kg: 450 mg
BB < 40 kg: 300 mg
Dosis intermiten 600 mg/kali.
2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg/kg BB 3 x seminggu, 15
mg/kg BB 2 x seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten:
600 mg/kali.
3. Pirazinamid: fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x semingggu,
50 mg/kg BB 2 x semingggu atau:
BB > 60 kg: 1500 mg
BB 40-60 kg: 1 000 mg
BB < 40 kg: 750 mg.
4. Etambutol : fase intensif 20mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30
mg/kg BB 3x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg: 1000 mg
BB < 40 kg: 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali.
BB < 40 kg: 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali
5. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg/kg BB 3 x seminggu, 15
mg/kg BB 2 x semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten :
600 mg/ kali.
6. Pirazinamid: fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x
semingggu, 50 mg /kg BB 2 x semingggu atau:
BB > 60 kg: 1500 mg
BB 40-60 kg: 1 000 mg
BB < 40 kg: 750 mg
7. Etambutol: fase intensif 20mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB,
30mg/kg BB 3x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:
BB >60kg: 1500 mg
BB 40 -60 kg: 1000 mg
BB < 40 kg: 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
8. Streptomisin: 15mg/kg BB atau
BB >60kg: 1000mg
BB 40 - 60 kg: 750 mg
BB < 40 kg: sesuai BB
9. Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya
minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase
lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis
seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman
pengobatan.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit/fasilitas
yang mampu menanganinya.
Efek Samping OAT
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh
karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat
ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat be rupa tanda-tanda keracunan pada syaraf
tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat
dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari
atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan
dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin
(syndrom pellagra). Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang
dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis
imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan
pedoman TB pada keadaan khusus.
2. Rifampisin
a. Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah:
Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang.
Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,
muntah kadang-kadang diare.
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
b. Efek samping yang berat ta pi jarang terjadi ialah :
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT
harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus.
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu dari gejala ini terjadi rifampisin harus segera dihentikan
dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses me tabolisme
obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita
agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout,
hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan
penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketaja man, buta warna untuk warna merah dan hijau.
Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis
yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB
perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan
penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut
akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan
umur penderita.
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga
mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan
ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan
makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi
hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping
sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut
dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila
reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran
janin.
B. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas.
Paduan obat yang diberikan: 2 RHZE/4 RH
Alternatif: 2 RHZE/4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru.
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologis lesi luas (termasuk
luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7
bulan, dengan paduan 2RHZE/7 RH, dan alternatif 2RHZE/7R3H3,
seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas.
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, pemakaian obat
imunosupresi/kortikosteroid).
c. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi.
2. TB Paru (kasus baru), BTA negatif.
Paduan obat yang diberikan: 2 RHZ/4 RH
Alternatif: 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE.
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal.
b. TB di luar paru kasus ringan
3. TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT
pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat
diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase
lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga
paduan obat yang diberikan: 3 RHZE/6 RH.
Bila tidak ada/tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat: 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)
4. TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasar kan hasil uji resistensi, dengan minimal
menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif
(seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan
minimal selama 1-2 tahun. Menunggu hasil uji resistensi dapat
diberikan dahulu 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi.
Bila tidak ada/tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif
diberikan paduan obat: 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program
P2TB)
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan
hasil yang optimal.
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.
5. TB Paru kasus lalai berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan
kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu,
pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal.
b. Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
1) Berobat ≥ 4 bulan, BTA negati, klinik dan radiologis negatif,
pengobatan OAT STOP.
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama.
4) Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan
tetapi klinik dan atau radiologis positif: pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang sama.
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.
6. TB Paru kasus kronik
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih
sensitif dengan H tetap diberi kan walaupun resisten) ditambah
dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid.
Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan.
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan: TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Patel, P R. 2007. LECTURE NOTES RADIOLOGI Edisi 2. Penerbit Erlangga.
2. Rasad S. 2010. RADIOLOGI DIAGNOSTIK Edisi 2. Jakarta : FKUI
3. Sudoyo A.W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : FKUI.
4. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2012. Tersedia dari http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2014.
5. Departemen Kesehatan RI. Tuberkulosis masih merupakan Masalah Kesehatan Penting di Dunia dan di Indonesia. Tersedia dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1923-tuberkulosis-masih-merupakan-masalah-kesehatan-penting-di-dunia-dan-di-indonesia.html
6. Departemen Kesehatan RI. 2007.Pedoman Nasional : Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Cetakan Pertama. Jakarta : Depkes RI
7. Schlossberg D, Editor. Tuberculosis. 3rd ed. 1994. New York: Springer-Verlag New York, Inc
8. Aditama T.Y, Soedarsono, Thabrani Z, Wiryokusumo H.S, Lulu M, et al. 2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.