Post on 29-Jan-2016
description
MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI
INFEKSI DAN TUMOR
“TRAVELER’S DIARRHEA”
DOSEN PENGAMPU:
Inaratul Rizkhy H., M.Sc.,Apt
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2015
KELOMPOK : 5 (LIMA) / KELOMPOK C ANGGOTA : 1. AFIFAH MIFTA AULIA R. ( 18123460 A )
2. AYU PRACILIA SISKA ( 18123462 A ) 3. DEWI LARASWATI ( 18123463 A )
4. RINI PRAMUATI ( 18123464 A ) 5. LAILA TASBICHA ( 18123465 A )
Traveler’s Diarrhea
I. PENDAHULUAN
1.1 Epidemiologi
Traveler’s diarrhea adalah penyakit paling umum yang mempengaruhi
wisatawan. Setiap tahun antara 20%-50% dari 10 juta orang wisatawan didunia terkena
traveler’s diarrhea. Onset traveler’s diarrhea biasanya terjadi dalam minggu pertama
perjalanan tapi dapat terjadi setiap saat selama perjalanan, dan bahkan setelah kembali
ke rumah. Resiko penentu yang paling penting adalah tempat tujuan wisatawan. Tempat
tujuan yang paling beresiko tinggi adalah negara-negara berkembang di Amerika Latin,
Afrika, Timur Tengah, dan Asia. Orang yang beresiko tinggi terkena traveler’s diarrhea
termasuk orang dewasa muda, orang dengan imunosupresi, orang dengan penyakit
inflamasi usus atau diabetes, dan orang-orang yang sedang dalam pengobatan dengan
H-2 blocker atau antasida. Tingkat serangan serupa untuk pria dan wanita. Sumber
utama infeksi adalah konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi tinja.
1.2 Klasifikasi
1. Classic diarrhea
Didefinisikan sebagai bagian dari lebih dari 3 kali buang air besar yang
terbentuk dalam 24 jam, ditambah perkembangan lebih dari satu gejala infeksi
enterik (demam, sakit perut atau kram, peningkatan gas usus, mual, muntah,
dan tinja yang berdarah)
2. Moderate diarrhea
Didefinisikan sebagai bagian dari 1 atau 2 kali buang air besar yang terbentuk
dengan lebih dari satu gejala enterik tambahan atau lebih dari 2 kali buang air
besar yang terbentuk tanpa gejala tambahan.
3. Moderate diarrhea
Didefinisikan sebagai bagian dari 1 atau 2 kali buang air besar yang terbentuk
tanpa gejala enterik.
1.3 Faktor resiko
1. Faktor resiko pada traveler’s diarrhea bisa disebabkan karena bakteri.
2. Faktor resiko pada traveler’s diarrhea juga bisa disebabkan karena virus.
3. Tempat maupun makanan yang tidak terjamin kebersihan dan kesehatannya
juga sebagai faktor resiko pada traveler’s diarrhea.
4. Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti
penderita HIV/AIDS.
5. Orang yang sedang menjalani pengobatan kemoterapi.
6. Orang yang sedang menjalani pengobatan yang menggunakan steroid.
7. Orang yang memiliki gangguan saluran pencernaan sebelumnya seperti
kolitis dan Irritable Bowel Syndrome.
8. Orang penderita diabetes.
9. Orang dengan gangguan sama lambung dan sering mengkonsumsi obat-
obatan karena penyakit lambungnya ini seperti famotidine, cimetidine,
omeprazole, esomeprazole.
II. PATOFISIOLOGI
2.1 Patogenesis
Diare adalah komplikasi medis yang paling umum terjadi diantara wisatawan
yang ke daerah tropis dan semi tropik dari negara-negara berkembang maupun dari
negara-negara industri. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari berbagai agen
bakteri, yang sering terjadi akibat bakteri enterotoksigenik Escherichia coli. Gerakan
cairan elektrolit usus menjelaskan patofisiologi kebanyakan kasus, sementara diare
dalam situasi osmotik tertentu atau karena motilitas usus yang dirubah dapat
menyebabkan bentuk dari tinja yang terbentuk. Dalam 1-2% dari wisatawan, diare
berlangsung lebih dari 1 bulan. Sebagian besar pasien akan mengalami diare yang
akhirnya membatasi diri dari aktivitas sehari-hari. Penyebab dan mekanisme diare pada
pengaturan ini sebagian besar tidak diketahui meskipun lesi inflamasi usus dapat
ditemukan.
2.2 Etiologi
Bakteri adalah penyebab paling umum dari traveler’s diarrhea. Secara
keseluruhan, patogen penyebab yang paling umum adalah enterotoksigenik Escherichia
coli, diikuti oleh Campylobacter jejuni, Shigella spp., dan Salmonella spp.
Enteroadherent dan Escherichia coli patotipe yang lainnya juga merupakan patogen
umum yang menyebabkan terjadi penyakit traveler’s diarrhea. Ada peningkatan
aktivitas bakteri Aeromonas spp. dan Plesiomonas spp. sebagai penyebab potensial dari
traveler’s diarrhea juga.
Traveler’s diarrhea juga bisa disebabkan virus termasuk norovirus, rotavirus, dan
astrovirus. Giardia adalah protozoa patogen utama yang ditemukan di traveler’s
diarrhea. Entamoeba histolytica dan Cryptosporidium spp. adalah patogen yang jarang
ditemukan di wisatawan yang terkena traveler’s diarrhea. Resiko untuk Cyclospora
berdasarkan faktor geografisnya dan bersifat musiman, biasanya terjadi di Nepal, Peru,
Haiti, dan Guatemala. Dientamoeba fragilis adalah kelas rendah tetapi patogen
persisten yang kadang-kadang didiagnosis pada wisatawan yang terkena traveler’s
diarrhea.
2.3 Gejala
1. Mual dan muntah.
2. Kembung.
3. Kebutuhan mendesak untuk buang air besar.
4. Kelemahan atau ketidaknyamanan.
5. Kehilangan selera makan.
6. Bising usus yang meningkat.
7. Kram perut.
8. Pada infeksi karena virus Norwalk, biasanya terjadi muntah, sakit kepala dan
nyeri otot.
2.4 Manifestasi klinik
Bakteri dan virus traveler’s diarrhea timbul dengan gejala yang tiba-tiba dan
mengganggu seperti kram ringan dan mencret mendesak untuk sakit perut yang parah,
demam, muntah, dan diare berdarah, meskipun dengan norovirus muntah lebih
menonjol. Protozoa diare, seperti yang disebabkan oleh Giardia intestinalis atau
Entamoeba histolytica, umumnya memiliki onset lebih bertahap dari gejala ringan
dengan 2-5 buang air besar per hari.
Masa inkubasi dari patogen bisa menjadi petunjuk untuk etiologi penyakit
traveler’s diarrhea. Patogen bakteri dan virus memiliki masa inkubasi 6-72 jam.
Patogen protozoa umumnya memiliki masa inkubasi 1-2 minggu dan jarang ditemukan
terjadi dalam beberapa minggu pertama perjalanan. Pengecualian pada Cyclospora
cayetanensis yang dapat terjadi secara cepat di daerah resiko tinggi terkena traveler’s
diarrhea.
Pengobatan traveler’s diarrhea yang disebabkan bakteri berlangsung 3-7 hari.
Pengobatan traveler’s diarrhea yang disebabkan virus umumnya berlangsung 2-3 hari.
Traveler’s diarrhea yang disebabkan protozoa dapat bertahan selama beberapa minggu
atau bulan tanpa pengobatan.
II.5 Diagnosis
Diagnosis pada traveler’s diarrhea dibuat semata-mata pada tanda-tanda dan
gejala yang timbul. Pengujian laboratorium tidak diperlukan dalam kebanyakan kasus.
Jika tanda-tanda dan gejala berlangsung lebih lama dari seminggu atau terjadi diare
yang berdarah akan dilakukan kultur feses untuk pemeriksaan mikroskopis untuk
parasit, akan tetapi setelah terkena diare juga langsung bisa diperiksa kultur bakteri
pada fesesnya.
III. SASARAN TERAPI
- Bakteri penyebab traveler’s diarrhea yaitu Escherichia coli.
- Dehidrasi dengan pemberian cairan elektrolit.
IV. TUJUAN TERAPI
- Untuk menghilangkan bakteri penyebab traveler’s diarrhea.
- Untuk menghilangkan gejala yang ditimbulkan.
- Untuk mengatasi penyebab diare.
- Untuk mencegah pengeluaran air dan elektrolit yang berlebihan.
V. STRATEGI TERAPI
Tata Laksana Terapi
5.1 Guideline Terapi
Terapi Traveler’s Diarrhea
5.2 Terapi Non Farmakologi
1. Memperbanyak minum air.
2. Makan maupun minum pada tempat yang terjamin kebersihannya.
3. Menghindari konsumsi sayuran atau buah yang mentah yang diletakkan
ditempat terbuka.
4. Menghindari makan makanan mentah atau kurang matang seperti daging atau
seafood.
5. Mengonsumsi minuman yang sudah matang.
6. Mencuci tangan sebelum dan sesudah mengonsumsi makanan maupun
minuman.
5.3 Terapi Farmakologi
A. Pengobatan traveler’s diarrhea
1. Antimotilitas
Obat-obat antimotilitas, seperti loperamide atau diphenoxylate dapat
digunakan sebagai terapi simtomatik pada diare akut dengan atau tanpa demam
serta fesesnya tidak berdarah/mukoid.
Loperamide merupakan obat terpilih untuk orang dewasa. Obat ini paling
baik digunakan pada traveler’s diarrhea ringan/sedang, serta tanpa tanda klinik
diare invasif. Loperamide menghambat peristaltik usus dan mempunyai efek
antisekresi yang ringan. Sebaiknya dihindari penggunaannya pada bloody/mucoid
diarrhea atau suspek inflamasi (dengan demam). Nyeri abdomen hebat yang
mengarahkan suatu diare inflamatif termasuk kontraindikasi untuk pemberian
loperamide. Pemberian loperamide mula-mula 2 tablet (4 mg), kemudian 2 mg
setiap keluar feses yang tak berbentuk, tidak lebih dari 16 mg/hari selama =2 hari.
Difenoksilat mempunyai efek opiat sentral dan dapat menimbulkan efek samping
kolinergik. Dosis difenoksilat adalah 2 tablet (4 mg) 4 kali/hari selama = 2 hari.
Pasien perlu berhati-hati bila mendapat obat tersebut karena dapat menutupi
jumlah kehilangan cairan akibat pengumpulan cairan dalam usus. Jadi, pada
pasien yang mendapat obat antimotilitas sebaiknya diberikan cairan yang lebih
banyak.
2. Antisekresi
Bismut subsalisilat dapat mengurangi gejala diare, mual, dan nyeri
abdomen pada diare wisatawan. Obat ini bekerja melalui efek antisekresi dari
salisilatnya. Bismut subsalisilat 30 ml atau 2 tablet setiap 30 menit sebanyak 8
dosis bermanfaat pada beberapa pasien. Obat ini paling efektif untuk pasien
dengan gejala muntah yang menonjol, namun tidak boleh diberikan pada diare
inflamasi atau berdarah. Bismuth subsalisilat tidak direkomendasika pada pasien
anak-anak, ibu hamil, dan pasien yang alergi terhadap aspirin
(http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/travelers-diarrhea/basics/
treatment/con-20019237).
Racecadotril merupakan suatu inhibitor enkephalinase (nonopiat) dengan
aktivitas antisekresi, didapatkan bermanfaat pada anak-anak dengan diare, tetapi
tidak pada orang dewasa dengan kolera.
3. Antimikroba
Terapi antimikroba memperpendek durasi dan keparahan traveler’s
diarrhea. Resistensi luas enteropatogen umum terhadap tetrasiklin dan TMP-SMX
membuat agen ini cocok pilihan untuk pengobatan empiris dari traveler’s
diarrhea. Tergantung pada perjalanan yang dituju dan manifestasi klinis dari
penyakit diare, pilihan pengobatan yang dianjurkan yaitu azitromisin,
fluoroquinolone (ciprofloxacin, levofloxacin), atau rifaximin.
Rifaximin sama efektifnya dengan ciprofloxacin melawan bakteri non-
invasif enteropatogen, tetapi rifaximin kurang efektif daripada ciprofloxacin saat
patogen invasif yang diidentifikasi. Rifaximin sebaiknya tidak digunakan pada
pasien dengan diare rumit dengan demam dan tinja berdarah atau diare yang
disebabkan oleh patogen lain dari Escherichia coli.
4. Zink
Zinc merupakan mikronutrien yang memiliki banyak fungsi antara lain
memperpendek waktu dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-
3 bulan kedepan dan mengembalikan nafsu makan anak. Dosis yg diberikan
adalah : untuk anak - anak dibawah umur 6 bulan sebesar 10 mg per hari dan
untuk anak di atas umur 6 bulan sebesar 20 mg per hari.
5. Probiotik
Obat-obat Probiotik yang merupakan suplemen bakteri atau yeast banyak
digunakan untuk mengatasi diare dengan menjaga atau menormalkan flora usus.
Namun berbagai hasil uji klinis belum dapat merekomendasikan obat ini untuk
diare akut secara umum. Probiotik meliputi Laktobasilus, Bifidobakterium,
Streptokokus spp, yeast (Saccaromyces boulardi), dan lainnya. Apabila
mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat
penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan
dalam jumlah yang adekuat.
B. Pengobatan Dehidrasi
Rehidrasi cairan pada anak yang terkena diare paling utama dilakukan
menggunakan cairan ringer laktat. Jika tidak tersedia dapat digunakan NaCl
0,9%. Banyaknya cairan serta waktu pemberiannya tergantung pada usia anak.
Apabila anak kurang dari 12 bulan, pertama diberikan cairan 30 ml/kgBB dalam
1 jam dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 5 jam. Sementara itu, untuk anak lebih dari
setahun, rehidrasi dilakukan lebih cepat, yaitu 30 ml/kgBB dalam 30 menit
kemudian dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam. Setelah pemberian cairan yang
pertama, kita harus melakukan evaluasi terutama denyut nadi radial. Apabila
masih lemah atau tidak teraba, kita harus mengulangi kembali pemberian cairan
pertama (30 ml/kg dalam 1 jam untuk <12 bulan atau dalam 30 menit untuk ≥12
bulan.
VI. PENYELESAIAN KASUS
A. Kasus
Traveler’s Diarrhea
Seorang anak bernama Bayu berusia 3 tahun dan mempunyai berat badan 10 kg.
Mual sejak 1 hari yang lalu dengan intensitas 15 kali dalam sehari setelah pulang dari
liburan di Jakarta. Berak cair kekuningan, lendir (-), darah (-). Tekanan darah 110/80
mmHg, denyut nadi 90 kali per menit, suhu (T) 37,5°C, turgor kulit menurun,
extrimitas hangat, jarang buang air kecil (kira-kira 500 ml sehari), pemeriksaan sampel
feses Escherichia coli (+), diagnosis traveler’s diarrhea, dan dehidrasi sedang.
B. Analisis Kasus
Analisis kasus secara SOAP :
- SUBYEKTIF
Seorang anak bernama Bayu berusia 3 tahun, mengalami mual sejak 1 hari yang
lalu dengan intensitas 15 kali dalam sehari setelah pulang dari liburan di Jakarta, berak
cair kekuningan, dehidrasi sedang, dan jarang buang air kecil (kira-kira 500 ml sehari).
- OBYEKTIF
No.Hasil Pemeriksaan
LaboratoriumNilai Normal Keterangan
1. TD : 110/80 mmHg110 -130 mmHg (systolic)
80-90 mmHg (diastolic)Normal
2. Nadi : 90 kali/menit 60 - 100 x /menit Normal
3. Suhu : 37,5°C 36,5 - 37,5 °C Normal
4. Lendir (-) Normal
5. Darah (-) Normal
6. Turgor kulit menurun Menurun
7. Extrimitas hangat Normal
8.
Pemeriksaan sampel
feses Escherichia coli
(+)
Kultur
bakteri (+)
- ASSESMENT
1. Dari pemeriksaan laboratorium pada sampel feses, pasien mengalami diare
yang terinfeksi bakteri, hal tersebut ditunjukkan dengan pemeriksaan sampel
feses yang positif terdapat bakteri Escherichia coli.
2. Pasien didiagnosa menderita traveler’s diarrhea. Hal tersebut ditunjukkan
dengan pasien terkena diare setelah pulang dari liburan di Jakarta, yang
ditandai dengan gejala mual, berak cair kekuningan, dan dehidrasi derajat
sedang karena jarang buang air kecil.
3. Berdasarkan keluhan, penyebab, dan hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan pasien terkena traveler’s diarrhea yang terinfeksi bakteri
Escherichia coli, sehingga didalam pemilihan obat harus disesuaikan dengan
bakteri yang menyebabkan diare tersebut.
- PLAN
1. Mengatasi dehidrasi dengan pemberian terapi infus yang disesuaikan dengan
kondisi pasien yang intensitas mual lebih banyak.
2. Mengobati pasien yang didiagnosa terkena traveler’s diarrhea yang terinfeksi
bakteri Escherichia coli dengan memberikan terapi yang sesuai berdasarkan
algoritma terapi dan disesuaikan berdasarkan umur pasien dan kondisi pasien.
3. Melakukan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi pada pasien
traveler’s diarrhea yang terinfeksi bakteri Escherichia coli.
C. Sasaran Terapi
- Bakteri penyebab traveler’s diarrhea yaitu Escherichia coli.
- Dehidrasi dengan pemberian cairan elektrolit.
D. Tujuan Terapi
- Untuk menghilangkan bakteri penyebab traveler’s diarrhea.
- Untuk menghilangkan gejala yang ditimbulkan.
- Untuk mengatasi penyebab diare.
- Untuk mencegah pengeluaran air dan elektrolit yang berlebihan.
E. Strategi Terapi
- Farmakologi : obat antimikroba dan pemberian cairan rehidrasi seperti infus
ringer laktat.
- Non Farmakologi : minum air yang cukup, menjaga kebersihan makanan-
minuman dan tempat saat makan, serta makan makanan yang sudah matang.
F. Tata Laksana Terapi
1) Guideline Terapi
A. Terapi Traveler’s Diarrhea
2) Terapi Non Farmakologi
1. Memperbanyak minum air.
2. Makan maupun minum pada tempat yang terjamin kebersihannya.
3. Menghindari konsumsi sayuran atau buah yang mentah yang diletakkan
ditempat terbuka.
4. Menghindari makan makanan mentah atau kurang matang seperti daging
atau seafood.
5. Mengonsumsi minuman yang sudah matang.
6. Mencuci tangan sebelum dan sesudah mengonsumsi makanan maupun
minuman.
3) Terapi Farmakologi
Penggunaan Obat Rasional
A. Pengobatan traveler’s diarrhea
1. Antimotilitas
Obat-obat antimotilitas, seperti loperamide atau diphenoxylate dapat
digunakan sebagai terapi simtomatik pada diare akut dengan atau tanpa demam
serta fesesnya tidak berdarah/mukoid.
Loperamide merupakan obat terpilih untuk orang dewasa. Obat ini paling
baik digunakan pada traveler’s diarrhea ringan/sedang, serta tanpa tanda klinik
diare invasif. Loperamide menghambat peristaltik usus dan mempunyai efek
antisekresi yang ringan. Sebaiknya dihindari penggunaannya pada bloody/mucoid
diarrhea atau suspek inflamasi (dengan demam). Nyeri abdomen hebat yang
mengarahkan suatu diare inflamatif termasuk kontraindikasi untuk pemberian
loperamide. Pemberian loperamide mula-mula 2 tablet (4 mg), kemudian 2 mg
setiap keluar feses yang tak berbentuk, tidak lebih dari 16 mg/hari selama =2 hari.
Difenoksilat mempunyai efek opiat sentral dan dapat menimbulkan efek samping
kolinergik. Dosis difenoksilat adalah 2 tablet (4 mg) 4 kali/hari selama = 2 hari.
Pasien perlu berhati-hati bila mendapat obat tersebut karena dapat menutupi
jumlah kehilangan cairan akibat pengumpulan cairan dalam usus. Pada pasien
yang mendapat obat antimotilitas sebaiknya diberikan cairan yang lebih banyak.
2. Antisekresi
Bismuth subsalisilat dapat mengurangi gejala diare, mual, dan nyeri
abdomen pada diare wisatawan. Obat ini bekerja melalui efek antisekresi dari
salisilatnya. Bismut subsalisilat 30 ml atau 2 tablet setiap 30 menit sebanyak 8
dosis bermanfaat pada beberapa pasien. Obat ini paling efektif untuk pasien
dengan gejala muntah yang menonjol, namun tidak boleh diberikan pada diare
inflamasi atau berdarah. Bismuth subsalisilat tidak direkomendasika pada pasien
anak-anak, ibu hamil, dan pasien yang alergi terhadap aspirin
(http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/travelers-diarrhea/basics/
treatment/con-20019237).
Racecadotril merupakan suatu inhibitor enkephalinase (nonopiat) dengan
aktivitas antisekresi, didapatkan bermanfaat pada anak-anak dengan diare, tetapi
tidak pada orang dewasa dengan kolera.
3. Antimikroba
Terapi antimikroba memperpendek durasi dan keparahan traveler’s
diarrhea. Resistensi luas enteropatogen umum terhadap tetrasiklin dan TMP-SMX
membuat agen ini cocok pilihan untuk pengobatan empiris dari traveler’s
diarrhea. Tergantung pada perjalanan yang dituju dan manifestasi klinis dari
penyakit diare, pilihan pengobatan yang dianjurkan yaitu azitromisin,
fluoroquinolone (ciprofloxacin, levofloxacin), atau rifaximin.
Rifaximin sama efektifnya dengan ciprofloxacin melawan bakteri non-
invasif enteropatogen, tetapi rifaximin kurang efektif daripada ciprofloxacin saat
patogen invasif yang diidentifikasi. Rifaximin sebaiknya tidak digunakan pada
pasien dengan diare rumit dengan demam dan tinja berdarah atau diare yang
disebabkan oleh patogen lain dari Escherichia coli.
4. Zink
Zinc merupakan mikronutrien yang memiliki banyak fungsi antara lain
memperpendek waktu dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-
3 bulan kedepan dan mengembalikan nafsu makan anak. Dosis yg diberikan
adalah : untuk anak - anak dibawah umur 6 bulan sebesar 10 mg per hari dan
untuk anak di atas umur 6 bulan sebesar 20 mg per hari.
5. Probiotik
Obat-obat Probiotik yang merupakan suplemen bakteri atau yeast banyak
digunakan untuk mengatasi diare dengan menjaga atau menormalkan flora usus.
Namun berbagai hasil uji klinis belum dapat merekomendasikan obat ini untuk
diare akut secara umum. Probiotik meliputi Laktobasilus, Bifidobakterium,
Streptokokus spp, yeast (Saccaromyces boulardi), dan lainnya. Apabila
mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat
penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan
dalam jumlah yang adekuat.
B. Pengobatan Dehidrasi
Rehidrasi cairan pada anak yang terkena diare paling utama dilakukan
menggunakan cairan ringer laktat. Jika tidak tersedia dapat digunakan NaCl
0,9%. Banyaknya cairan serta waktu pemberiannya tergantung pada usia anak.
Apabila anak kurang dari 12 bulan, pertama diberikan cairan 30 ml/kgBB dalam
1 jam dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 5 jam. Sementara itu, untuk anak lebih dari
setahun, rehidrasi dilakukan lebih cepat, yaitu 30 ml/kgBB dalam 30 menit
kemudian dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam. Setelah pemberian cairan yang
pertama, kita harus melakukan evaluasi terutama denyut nadi radial. Apabila
masih lemah atau tidak teraba, kita harus mengulangi kembali pemberian cairan
pertama (30 ml/kg dalam 1 jam untuk <12 bulan atau dalam 30 menit untuk ≥12
bulan..
G. Evaluasi Obat Terpilih
1) Co-trimoxazole (Trimethoprim-sulfamethoxazole) 5ml 2 x sehari
Komposisi Co-trimoxazole (sulfamethoxazole (SMZ) dan
trimethoprim (TM).
Per tablet, sulfamethoxazole 400 mg dan
trimethoprim 80 mg.
Per 5 ml suspensi, sulfamethoxazole 200 mg
dan trimethoprim 40 mg.
Indikasi Infeksi saluran gastro intestinal, infeksi saluran
kemih, infeksi saluran nafas atas dan infeksi
yang disebabkan karena mikroorganisme
sensitif
Dosis Oral : 960 mg/hari tiap 12 jam, dapat
ditingkatkan menjadi 1,44 gram tiap 12 jam
pada infeksi berat, 480 mg tiap 12 jam bila
pengobatan lebih dari 14 hari. Pada usia 6
bulan sampai 5 tahun: 240 mg tiap 12 jam.
Pada usia 6-12 tahun: 480 mg tiap 12 jam.
Efek Samping Gangguan gastro intestinal, sindrom Stevens-
Johnson, dan gangguan hematologi.
Interaksi Obat Meningkatkan efek antikoagulan dan
memperpanjang waktu paruh fenitoin.
Penggunaan bersama dengan tiazid dapat
meningkatkan resiko trombositopenia.
Alasan Pemilihan Obat Karena Co-trimoxazole digunakan pada
pengobatan traveler’s diarrhea dan diare yang
terinfeksi oleh bakteri Escherichia coli. Co-
trimoxazole bukan termasuk first line agent
pada pengobatan diare yang terinfeksi
Escherichia coli, melainkan alternative agent
pada pengobatan diare yang terinfeksi
Escherichia coli. Co-trimoxazole dipilih karena
lebih aman daripada first line agent golongan
kuinolon seperti norfloxacin dan ciprofloxacin
yang tidak dianjurkan dikonsumsi pada anak
yang sedang dalam masa pertumbuhan karena
dalam waktu yang lama dapat menghambat
pertumbuhan tulang rawan.
Harga obat Suspensi 60 ml (Rp 12.800)
2) Infus Ringer Laktat
Indikasi Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi.
Dosis Anak kurang dari 12 bulan, pertama diberikan
cairan 30 ml/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 70
ml/kgBB dalam 5 jam. Sementara itu, untuk
anak lebih dari setahun, rehidrasi dilakukan
lebih cepat, yaitu 30 ml/kgBB dalam 30 menit
kemudian dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 2,5
jam.
Efek Samping Panas, infeksi pada tempat penyuntikan,
trombosis vena atau flebitis yang meluas dari
tempat penyuntikan, ekstravasasi.
Interaksi Obat -
Alasan Pemilihan Obat Karena pasien mengalami keluhan diare
dengan dehidrasi sedang serta mual dengan
intensitas 15 kali per hari sehingga diberikan
pengganti cairan elektrolit yang hilang yaitu
infus ringer laktat. Pasien tidak bisa diberikan
cairan elektrolit pengganti secara oral karena
mual 15 kali per hari.
Harga obat 1 botol @500 ml Rp. 4.800
3. Zink (Zircum Kid) 5 ml/hari selama 10 hari
Indikasi Untuk suplemen diare pada anak-anak, dapat
menurunkan durasi diare
Dosis Anak 6 bulan-5 tahun 1 sendok teh (5 ml)/hari
selama 10 hari.
Bayi 2-5 bulan ½ sendok teh (2,5 ml)/hari
selama 10 hari.
Efek Samping Toksisitas zink, penurunan kadar lipoprotein
plasma.
Interaksi Obat Zat besi, tetrasiklin, dan golongan kuinolon.
Alasan Pemilihan Obat Digunakan untuk menurunkan durasi diare
Harga obat Sirup 20mg/5ml x 60 ml, Rp 22.000
4. Probiotik (Probiokid) 1xsehari
Indikasi Pemeliharaan fungsi saluran cerna.
Dosis 2-6 tahun 1 sachet/hari
Efek Samping Lactobacillus aman bagi sebagian besar orang,
termasuk bayi dan anak-anak. Efek-efek samping
biasanya ringan dan yang paling sering antara lain
intestinal gas atau perut kembung.
Interaksi Obat -
Alasan Pemilihan Obat Sesuai untuk digunakan dalam memelihara fungsi
saluran cerna pada anak-anak
Harga obat Rp 3.200/sachet
5. Domperidon 3xsehari
Indikasi Mual dan muntah
Dosis Dewasa 10 mg 3 kali sehari, anak-anak 0,25 ml/kg
BB 3 kali sehari.
Efek Samping Kram perut ringan, amenore, dan galaktore
Interaksi Obat Bersifat antagonis dengan antikolinergik, antasida,
obat anti sekretorik.
Alasan Pemilihan Obat Sesuai untuk digunakan dalam memelihara fungsi
saluran cerna pada anak-anak
Harga obat Sirup 1mg/ml x 60 ml, Rp 40.950
H. KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)
- Co-trimoxazole harus dikonsumsi hingga habis dan mengonsumsinya dengan
teratur sesuai dengan aturan dosis yang dianjurkan.
- Infus diberikan karena pasien mual dengan intensitas banyak, sehingga infus
diberikan hingga pasien tidak dehidrasi lagi
- Menghindari makanan maupun minuman yang tidak terjamin kebersihan dan
kesehatannya.
- Zink harus dihabiskan selama 10 hari.
- Memberikan informasi kepada pasien tentang aturan dosis yang diberikan dan cara
penggunaan masing-masing obat
I. Monitoring dan Evaluasi
- Memonitoring kepatuhan pasien dalam mengonsumsi co-trimoxazole.
- Memonitoring tanda-tanda vital, turgor kulit.
- Memonitoring bila terdapat efek samping yang muncul didalam pengobatan.
- Melakukan evaluasi pemeriksaan sampel feses apakah masih positif terdapat
bakteri Escherichia coli atau tidak setelah dilakukan terapi pengobatan.
- Memonitoring konsistensi tinja.
- Memonitoring tingkat dehidrasi yang terjadi.
- Memonitoring gejala-gejala yang timbul akibat diare.
VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN SAAT DISKUSI
1. Ditanyakan oleh : Endah Puji Yati (18123456 A)
Pertanyaan : Apakah bedanya traveler’s diarrhea dengan diare yang lain ?
Jawaban : Traveler’s diarrhea merupakan diare yang terjadi karena
berwisata atau liburan ke suatu tempat, dan terjadi karena tempat atau makanan
tidak terjamin kebersihan maupun kesehatannya. Menurut durasinya, diare pada
pasien tersebut merupakan diare akut
2. Ditanyakan oleh : Riskha Meilidha (18123440 A)
Pertanyaan : Kenapa tidak diberi obat untuk mengurangi frekuensi diare ?
Jawaban : Pasien diberikan suplemen zink untuk mengurangi frekuensi
diare pada pasien anak tersebut. Sediaan yang digunakan adalah sirup agar pasien
mau mengonsumsinya, karena pasien tersebut mual-mual dengan intensitas
banyak.
3. Ditanyakan oleh : Priscilla Wahyu C. (18123459 A)
Pertanyaan : Kenapa tidak diberi obat untuk mengatasi gejala mual ?
Jawaban : pasien diberikan obat domperidon untuk mengatasi gejala
mual. Diberikan dalam bentuk sirup karena pasien tersebut anak berusia 3 tahun.
Domperidon aman digunakan pada anak-anak.
VIII. KESIMPULAN
Dari kasus yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasien
didiagnosa menderita traveler’s diarrhea yang terinfeksi bakteri Escherichia coli.
Pasien diberikan co-trimoxazole untuk pengobatan traveler’s diarrhea yang terinfeksi
bakteri Escherichia coli, infus ringer laktat untuk pengobatan dehidrasi dengan
intensitas mual yang banyak sehingga pemberian cairan elektrolit berupa infus, zink
untuk pengobatan pendukung pada diare dengan mengurangi frekuensi diare,
probiotik bakteri Lactobacillus sp. untuk pemelihara fungsi saluran cerna pada anak,
dan domperidon untuk pengobatan indikasi mual.
IX. DAFTAR PUSTAKA
DiPiro, J.T. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7e. Joseph T.
DiPiro. New York: McGraw-Hill.
Elin Y.S, Retnosari A, Joseph I Sigit, I Ketut Adnyana, A. Adji P.S, Kusnandar. 2013.
Isofarmakoterapi Buku 1. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
http://secure.medicalletter.org/TG-article-87a. Diakses online 7 Oktober 2015.
http://www.aafp.org/afp/2001/0915/p1065.html. Diakses online 7 Oktober 2015.
http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/travelersdiarrhea_g.htm. Diakses online
7 Oktober 2015.
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/travelers-diarrhea/basics/treatment/
con-20019237. Diakses online 7 Oktober 2015.
http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/tumbuh-kembang/diare-akut-pada-
anak-pedoman-tatalaksana-diare-akut-dari-who/. Diakses online 7 Oktober
2015.
http://www.webmd.com/digestive-disorders/travelers-diarrhea. Diakses online 7
Oktober 2015.
Koda-Kimble, M.A., et. al. 2009. Applied Therapeutics. The Clinical Use Of Drug.
Ninth Edition. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins.