Post on 30-Nov-2015
KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI
BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan
Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung)
Oleh
Samuel Saortua Manullang
F34102125
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI
BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan
Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung)
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Samuel Saortua Manullang
F34102125
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI
BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan
Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung)
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Dilahirkan pada tanggal 31 Januari 1984
Di Bandar Lampung
Tanggal Lulus :
Disetujui, Bogor, Agustus 2006
Ir. Andes Ismayana, MT Pembimbing Akademik
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
skripsi saya yang berjudul :
KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH
PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan Nusantara VII
Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung)
merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan arahan Dosen
Pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Skripsi ini belum
pernah diajukan untuk memperoleh gelar atau capaian akademik lainnya pada
program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Agustus 2006
Yang Membuat Pernyataan
Samuel Saortua Manullang
i
Samuel S Manullang. F34102125. Kajian Potensi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Crumb Rubber (Studi Kasus di Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu). Di bawah bimbingan Bapak Andes Ismayana.
RINGKASAN
Produksi bersih adalah suatu pendekatan penanganan limbah yang bersifat preventif dan terpadu, sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui pengurangan jumlah limbah yang dihasilkan. Pelaksanaan strategi produksi bersih untuk mencegah terbentuknya limbah tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu kegiatan recycle, reduksi pada sumbernya dan modifikasi produk. Penerapan produksi bersih pada industri, diharapakan akan dapat membantu mengurangi pencemaran yang ditimbulkan selama proses produksi dan memberikan keuntungan secara ekonomi bagi industri yang bersangkutan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengkaji potensi penerapan produksi bersih pada industri crumb rubber. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data lapangan, pengukuran neraca massa, pengumpulan kemungkinan penerapan produksi bersih, evaluasi kelayakan teknis terhadap produk SIR 3L/SIR 3WF melalui pengujian di laboratorium dan mencoba menerapkannya di pabrik, serta melakukan analisis finansial untuk mengetahui kelayakan penerapan produksi bersih yang diusulkan. Kemungkinan penerapan produksi bersih yang dapat dilakukan antara lain melalui tindakan good housekeeping, penggantian mesin pengering dan membuat instalasi daur ulang air pada setiap stasiun proses. Good housekeeping dengan menghentikan aliran air saat tidak digunakan, akan menghemat penggunaan sumber daya air sebanyak 10.291,5 kg/hari dan memberikan keuntungan secara ekonomi sebesar Rp. 4.787.015,04/tahun. Good housekeeping melalui pemasangan talang akan mencegah terjadinya kebocoran air sebanyak 9.381,363 kg/hari dan terbuangnya limbah berupa campuran latek homogen sebanyak 178,716 kg/hari. Pemasangan talang tersebut memberikan keuntungan secara ekonomi sebesar Rp. 181.621.459,9 per tahun. Penggantian mesin pengering lama dengan mesin pengering baru akan memberikan penghematan sebanyak 26,8 l solar/ton karet kering dan memberikan keuntungan secara ekonomi sebesar Rp. 634.047.264/tahun. Investasi penggantian mesin penegring ini layak untuk diterapkan, karena memiliki nilai NPV positif, IRR sebesar 19,271 persen, dan B/C ratio sebesar 1.1814.
Sedangkan penerapan produksi bersih dengan membuat instalasi daur ulang air, akan menghemat penggunaan sumber daya air sebanyak 33.298,402 m3/tahun dan memberikan keuntungan ekonomi sebesar Rp. 45.285.827/tahun. Investasi instalasi daur ulang air ini layak untuk diterapkan, karena memiliki nilai NPV positif, IRR sebesar 21,9 %, dan B/C ratio sebesar 1,153. Selain memiliki kelayakan ekonomi untuk diterapkan, berdasarkan SNI 06-1903-1990 dan kebijakan direksi PTPN VII, penerapan instalasi daur ulang air ini tidak mengakibatkan gagalnya mutu produk SIR 3L/SIR 3WF yang dihasilkan. Air hasil daur ulang dari mesin creper I dan creper II, serta air hasil daur ulang dari mesin hammer mills dan vortex pump ditampung dalam dua buah instalasi daur ulang yang berbeda untuk selanjutnya didistribusikan ke masing-masing mesin tersebut untuk digunakan kembali pada proses produksi.
ii
Samuel S Manullang. F34102125. Studies of Effectiveness of Cleaner Production Implementation in Crumb Rubber Industry (Case Study: SIR 3L or SIR 3WF plant, PT. Perkebunan Nusantara VII, Way Berulu Unit). Under guidance of Mr. Andes Ismayana.
SUMMARY
Cleaner Production is an approach to solve industrial waste problem which has preventive and integrated action, so that it can reduce the negative impacts from industrial waste towards environment by reducing the amount of waste products. Implementation of cleaner production strategy can be classified into three groups. They are recycling process, resource reduction, and product modification. This implementation should help the industry to reduce its waste pollution during production. Consequently, this reduction will give financial benefit for the industry. The purpose of this research is to study the effectiveness of implementation of cleaner production in crumb rubber industry. Methodology used in this research comprises six stages. They are collecting data field, measuring mass balance, and collecting potencies of net production implementation, evaluating technical properness of SIR 3L or SIR 3WF thought laboratory test and trial implementation in the plant, and analyzing financial statement to study the effectiveness of net production implementation which has been proposed before. Feasible possibilities of cleaner production that can be implemented in the industry are good housekeeping action, dryer machine replacement, and water-recycle installation set-up in every process station. Good housekeeping can be implemented by stopping water faucet when it is not needed. This action saves water resource up to 10,291.5 kg per day and gives financial benefit as much as Rp. 4,787,015.04 per year. Good housekeeping also can be done by establishing permanent gutter which will prevent water leakage of 9,381.363 kg per day and the waste of homogeny latex as much 178.716 kg per day. The installation of permanent gutter will give financial benefit as much Rp. 181,621,459.9 per year. Replacing the old machine with new dryer machines saves energy up to 26.8 L diesel fuel per ton dry rubber and gives financial benefit as much as Rp. 634,047,264 per year. Investment on new dryer machine gives positive NPV, with IRR of 19.271 percent, and B/C ratio of 1.1814. Thus, this investment is worth. Meanwhile, setting up water-recycle installation will save water resource management up to 33,298.402 m3 per year and will give financial benefit as much as Rp. 45,285,827 per year. Investment on water-recycle installation is also worth as it gives positive NPV, with IRR of 21.9 percent, and B/C ratio of 1.153. Moreover, based upon SNI 06-1903-1990 and PTPN VII managerial policy, this installation will not reduce the quality of SIR 3L or SIR WF products. Recycled water from creper I and creper II machines, hammer mills, and vortex pump were collected in two different tanks, and then would be distributed to each machine to be reused in production process.
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Sorga, karena berkat dan
rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kajian
Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Crumb Rubber (Studi Kasus di
PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung).
Kegiatan penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi oleh seluruh mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT.
Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat mengkaji potensi penerapan produksi bersih yang
dapat dilakukan oleh Unit Usaha Way Berulu sebagai upaya mengurangi
terbentuknya limbah yang dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan.
Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan berupa
pengarahan, petunjuk pengerjaan, saran dan dorongan serta semangat. Penulis
menyadari bahwa semua bantuan yang diperoleh atas berkat kepercayaan semua
pihak kepada penulis. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Andes Ismayana, MT selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
membimbing dan memberikan arahan serta nasihat mulai dari penulisan
proposal, penelitian hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng. selaku penguji yang telah memberikan banyak
masukan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi. selaku penguji yang telah memberikan
banyak masukan untuk perbaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Pengajar dan staf TIN-IPB yang telah banyak memberikan
ilmu yang berharga dan bantuan selama penulis melangsungkan perkuliahaan.
5. Kedua Orangtua penulis (Papa, Mama) dan kepada kak Orlande, kak Novi dan
kak Riama yang selalu memberi doa restu dan dukungan kepada penulis.
iv
6. Drs. H. Yusa’ari Supadin, selaku Kepala Bagian Sumber Daya Manusia
PT. Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung yang telah mengijinkan
melakukan penelitian.
7. Ir. H. Mujitaba Naning, MBA selaku Manajer PT. Perkebunan Nusantara VII
Unit Usaha Way Berulu, serta seluruh karyawan bagian pengolahan dan
laboratorium yang telah memberikan masukan serta bantuan untuk penulisan
skripsi ini.
8. Ir. Tanto P Utomo, MSi selaku staf pengajar Universitas Lampung yang telah
memberikan masukan dan bantuan untuk penulisan skripsi ini.
9. Ir. Dadi Maspanger, MT selaku peneliti di BPTK dan Dr. Suharto
Honggokusumo selaku Direktur Eksekutif Gapkindo yang telah memberikan
masukan untuk penulisan skripsi ini.
10. Adriel, Jeni Eva, Putra, dan Thomas yang telah memberikan bantuan dan
dukungan untuk penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk seluruh anggota
Useless Community dan Gibol : Amin, Arif, Eko, Frans, Hadi, Haiman, Iklash,
Indra, Irham, Irpan, Iyas, Lutfi dan Sesar atas kebersamaannya selama ini.
Terima kasih kepada seluruh TIN 39 atas kebersamaan dan keceriaannya.
Penulis telah berusaha menyelesaikan penelitian ini sebaik mungkin,
apabila masih terdapat kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membantu untuk menyempurnakannya.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN ...........................................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
DAFTAR TABEL .....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................
I. PENDAHULUAN ..............................................................................................
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................
B. TUJUAN PENELITIAN ...............................................................................
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN .............................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
A. PENGENDALIAN LIMBAH .......................................................................
B. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH ...........................................................
C. TANAMAN KARET DAN LATEKS ..........................................................
D. INDUSTRI CRUMB RUBBER .....................................................................
E. LIMBAH INDUSTRI KARET .....................................................................
III. METODOLOGI ..................................................................................................
A. KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................................
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ......................................................
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ............................................................
D. IDENTIFIKASI SUMBER LIMBAH ..........................................................
E. PEMILIHAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH ..................
F. ANALISIS DATA ........................................................................................
1. Evaluasi Kelayakan Teknis …………………………………………….
2. Evaluasi Kelayakan Finansial ………………………………………….
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………...
A. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN …………………………………….
Halaman
i
iii
v
vii
viii
ix
1
1
3
3
4
4
6
12
14
18
20
20
21
21
22
22
22
22
23
25
25
vi
1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ………………………………..
2. Sarana dan Prasarana …………………………………………………..
B. PROSES PRODUKSI ……………………………………………………...
1. Bahan Baku dan Bahan Penunjang ………………………………….....
2. Proses Pengolahan ……………………………………………………..
C. IDENTIFIKASI SUMBER LIMBAH ……………………………………..
D. KAJIAN POTENSI PRODUKSI BERSIH ………………………………..
1. Kegiatan Perusahaan Yang Dapat Digolongkan Sebagai Pengelolaan
Lingkungan .............................................................................................
2. Kemungkinan Penerapan Produksi Bersih Pada Industri SIR 3L atau
SIR 3 WF UU. Wabe ..............................................................................
E. ANALISIS FINANSIAL …………………………………………………..
1. Penggantian Mesin Pengering …………………………………………
2. Good Housekeeping ……………………………………………………
3. Pembuatan Talang Permanen ………………………………………….
4. Daur Ulang Air Limbah ………………………………………………..
F. REKOMENDASI ………………………………………………………….
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………..
A. KESIMPULAN …………………………………………………………….
B. SARAN …………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...
LAMPIRAN ………………………………………………………………………..
25
25
27
27
29
32
46
46
47
56
56
59
60
63
68
69
69
70
71
73
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Lateks …………………………………………..…………...
Tabel 2. Neraca Massa di Proses Pencampuran ......................................................
Tabel 3. Neraca Massa di Bak Pembekuan .............................................................
Tabel 4. Neraca Massa di Mesin Mobile Crusher ..................................................
Tabel 5. Neraca Massa di Mesin Creper I ..............................................................
Tabel 6. Neraca Massa di Mesin Creper II .............................................................
Tabel 7. Neraca Massa di Mesin Hammer Mills .....................................................
Tabel 8. Neraca Massa di Mesin Vortex Pump .......................................................
Tabel 9. Neraca Massa di Mesin Pengering ............................................................
Tabel 10. Neraca Massa Keseluruhan Proses ...........................................................
Tabel 11. Neraca Air Keseluruhan Proses ................................................................
Tabel 12. Karakteristik Air Masing-Masing Stasiun Proses .....................................
Halaman
12
33
35
36
37
38
40
41
43
44
48
52
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Unsur- Unsur Definisi Produksi Bersih ………………………………..
Gambar 2. Teknik Minimasi Limbah Dalam Produksi Bersih .................................
Gambar 3. Tahapan Penerapan Produksi Bersih .......................................................
Gambar 4. Pohon Industri Karet ...............................................................................
Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Penelitian ...........................................................
Gambar 6. Diagram Alir Proses Produksi SIR 3L dan SIR 3 WF di Unit Usaha
Way Berulu …………………………………………………………….
Gambar 7. Diagram Alir Proses Produksi SIR 3L PT. Perkebunan Nusantara VII
Unit Usaha Way Berulu ………………………………………………..
Gambar 8. Rancangan Pembuatan Daur Ulang Air Limbah ……………………….
Gambar 9. Rancangan Proses Pendistribusian Air Hasil Daur Ulang ……………..
Halaman
5
7
11
13
25
31
45
50
57
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Standar Kualitas Karet Remah (SNI 06-1903-1990) .........................
Lampiran 2. Struktur Organisasi Unit Usaha Way Berulu .....................................
Lampiran 3. Uji Mutu SIR 3L/SIR 3WF ................................................................
Lampiran 4. Pengamatan Visual Terhadap Air Hasil Daur Ulang .........................
Lampiran 5. Perhitungan Berat Rata-Rata Bahan Untuk Pembuatan Neraca
Massa ..................................................................................................
Lampiran 6. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Setiap Stasiun Proses ........
Lampiran 7. Perhitungan Ukuran Bak Pengendapan, Penampungan dan
Penyaringan Instalasi Daur Ulang Air ................................................
Lampiran 8. Perincian Biaya Investasi, Total Modal, Depresiasi dan Modal
Kerja Penggantian Mesin Pengering ...................................................
Lampiran 9. Perincian Biaya Operasional Mesin Pengering ..................................
Lampiran 10. Nilai Penghematan Penggantian Mesin Pengering ...........................
Lampiran 11. Arus Penerimaan Pengeluaran dan Analisis Penggantian Mesin
Pengering ............................................................................................
Lampiran 12. Hasil Analisis Finansial Mesin Pengering .........................................
Lampiran 13. Perincian Biaya Investasi dan Total Modal Pembuatan Daur Ulang
Air …………………………………………………………………..
Lampiran 14. Depresiasi Pembuatan Daur Ulang Air ……………………………..
Lampiran 15. Modal Kerja Pembuatan Daur Ulang Air …………………………...
Lampiran 16. Perincian Biaya Operasional Pembuatan Daur Ulang Air ………….
Lampiran 17. Nilai Penghematan Pembuatan Daur Ulang Air …………………….
Lampiran 18. Arus Penerimaan Pengeluaran dan Hasil Analisis Finansial
Pembuatan Daur Ulang Air .................................................................
Halaman
73
74
75
83
85
86
87
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan di Indonesia harus didasarkan pada konsep
pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan seperti tercantum
dalam GBHN tahun 1993. Pembangunan yang merusak lingkungan bukanlah
pembangunan, melainkan bencana yang tertunda. Untuk itu industri yang ada
di Indonesia, termasuk industri crumb rubber haruslah menjalankan
industrinya dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan.
Berdasarkan data statistik International Study Group (IRSG), dari
tahun 1986 sampai 1996 produksi karet alam dunia telah meningkat dengan
rata-rata tingkat pertumbuhan pertahun sebesar 3,56 persen hingga mencapai
5,54 juta ton pada tahun 1996. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik
(BPS), harga karet alam selama semester I tahun 2006 mengalami peningkatan
mencapai 37 persen, sementara volume ekspornya mencapai 14,7 persen. Hal
ini membuktikan bahwa produksi karet alam di Indonesia mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Meningkatnya produksi karet alam Indonesia
tidak terlepas dari meningkatnya permintaan akan karet alam untuk digunakan
sebagai bahan baku pada industri otomotif.
Selain itu meningkatnya produksi karet alam Indonesia juga tidak
terlepas dari peran perusahaan yang membudidayakan karet dan menghasilkan
karet alam olahan. Industri karet alam yang diperankan oleh Perkebunan
Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) yang biasa dikenal dengan PT.
Perkebunan Nusantara, serta Perkebunan Besar Swasta (PBS)
membudidayakan tumbuhan karet dan memproduksi berbagai jenis produk
karet alam, antara lain Ribbed Smoked Sheet (RSS), lateks pekat, block rubber,
tyre rubber, reclaimed rubber, dan crumb rubber atau sering disebut Standard
Indonesia Rubber (SIR).
Industri crumb rubber memiliki proporsi yang jauh lebih besar dari
industri karet jenis lainnya di Indonesia, maka pengendalian limbah pabrik
2
crumb rubber perlu mendapatkan perhatian serius agar dapat dicapai optimasi
daya dukung lingkungan tanpa menimbulkan pencemaran. Industri crumb
rubber berpotensi menimbulkan pencemaran, karena selama proses
produksinya industri crumb rubber menghasilkan limbah padat, cair dan gas.
Limbah cair merupakan limbah yang terbanyak terbentuk dari ketiga jenis
limbah tersebut. Menurut Tampubolon (1993) limbah cair yang dihasilkan dari
proses produksi pabrik crumb rubber perkebunan besar mencapai kurang lebih
26,4 m3 per ton karet kering. Tingginya limbah cair tersebut disebabkan
karena selama proses produksinya air merupakan sumber daya yang terbanyak
dibutuhkan untuk proses pengenceran, pencucian dan untuk pencucian
peralatan dan lantai pabrik.
Limbah cair industri crumb rubber banyak mengandung padatan
tersuspensi, terlarut maupun terendap. Peningkatan kadar bahan organik yang
diakibatkan limbah industri crumb rubber akan mengganggu ekosistem
lingkungan yang menerima air buangan, karena oksigen banyak digunakan
oleh bakteri pengurai untuk menghancurkan bahan organik tersebut.
Kekurangan oksigen, matinya mahluk hidup dan terdapatnya bahan organik di
dalam air buangan, mengakibatkan timbulnya berbagai jasad renik yang
berpotensi menimbulkan penyakit.
Industri crumb rubber telah melakukan usaha end of pipe untuk
mengurangi pencemaran yang ditimbulkan dari proses pengolahannya.
Penanganan limbah dengan end of pipe treatment pada industri karet dirasa
kurang tepat, hal ini disebabkan karena penanganan dengan cara tersebut
hanya mengubah bentuk limbah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya.
Industri crumb rubber seharusnya mengambil langkah untuk mencegah
terbentuknya limbah, bukan lagi hanya mengatasi limbah yang sudah
terbentuk. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan
menerapkan strategi produksi bersih.
Produksi bersih adalah suatu pendekatan penanganan limbah
yang bersifat preventif dan terpadu, sehingga dapat mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan melalui pengurangan jumlah limbah yang
dihasilkan. Pendekatan penanganan limbah ini dilakukan melalui
3
penanganan siklus produksi dari penyediaan bahan baku sampai produk,
dengan cara reduce, recycle, reuse dan recovery. Dari pendekatan ini
akan diperoleh limbah dalam jumlah yang sedikit sehingga akan
mengurangi dampak negatif bagi lingkungan. Selain memberikan
manfaat bagi lingkungan, produksi bersih ini juga dapat menghemat
pengeluaran perusahaan karena adanya efisiensi produksi dan
pengelolaan limbah.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengkaji potensi
penerapan produksi bersih pada pabrik karet PT. Perkebunan Nusantara VII
Unit Usaha Way Berulu tanpa mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan.
Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi jumlah limbah sehingga akan
dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang
ditimbulkan dari proses produksi, mengurangi penggunaan sumber daya
dan energi serta dapat memperbaiki efisiensi proses produksi yang
secara langsung dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi
perusahaan.
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini hanya dilakukan pada proses pengolahan industri
crumb rubber, untuk mengetahui kelayakan penerapan secara teknis maupun
finansial. Analisa kelayakan teknis dilakukan terhadap produk dengan skala
laboratorium, sedangkan analisis finansial menggunakan kriteria investasi
NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan Net B/C (Net
Benefit Cost Ratio).
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGENDALIAN LIMBAH
Limbah hampir selalu terbentuk pada setiap kegiatan industri. Kegiatan
industri tersebut di satu sisi memiliki tujuan untuk menghasilkan produk yang
bermanfaat dan mendatangkan keuntungan sosial-ekonomi, namun di sisi lain
berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Strategi pendekatan
pengelolaan lingkungan hidup telah mengalami perubahan seiring dengan
semakin meningkatnya masalah pencemaran. Perlindungan lingkungan yang
selama ini dilakukan oleh industri-industri hanya ditekankan pada usaha
penanganan dan pembuangan limbah. Salah satu usaha tersebut dilakukan
dilakukan dengan cara membangun Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL).
Perlindungan seperti ini disebut konsep End of Pipe Treatment (EOP), dimana
pada konsep ini limbah dilihat sebagai sesuatu yang sudah terjadi dan
berusaha ditangani agar tidak mencemari lingkungan.
Penerapan EOP pada dasarnya telah memberikan sumbangan yang
nyata bagi pencegahan pencemaran lingkungan, tetapi konsep ini mempunyai
kekurangan karena membutuhkan tambahan lahan, waktu dan biaya yang
mahal. Selain itu, penerapan konsep EOP juga menyebabkan timbulnya
produk limbah baru dan perpindahan masalah dari media lingkungan yang
satu dengan media lainnya (Theodore dan Young, 1992). Sebenarnya
pengendalian terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri
dapat dilakukan dengan usaha pencegahan terhadap timbulnya limbah, mulai
dari sumber bahan baku, proses manufaktur, alat-alat pemroses sampai tahap
finishing (Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet , 1999).
Usaha pencegahan limbah ini sudah lama diperkenalkan oleh UNEP (United
National Environment Program) sejak tahun 1989, dengan sebutan produksi
bersih. Menurut UNEP (2001), produksi bersih adalah aplikasi secara terus-
menerus dari suatu strategi pencegahan pencemaran lingkungan terhadap
proses dan produk untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan.
5
Gambar 1. Unsur-unsur utama definisi produksi bersih
Menurut Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet
(1999), produksi bersih memiliki acuan strategis yang dilandasi pemahaman
atas pentingnya kelestarian lingkungan, selanjutnya diikuti langkah nyata yang
kemungkinan mengharuskan adanya perubahan tata cara produksi seperti
penyediaan sarana penyimpanan bahan baku untuk mencegah pembentukan
limbah berbahaya, penggantian mesin produksi yang tidak efisien, penerapan
sistem daur ulang air proses, dan modifikasi sistem penanganan limbah.
Perwujudan kelestarian lingkungan melalui upaya produksi bersih tersebut,
menurut Raka, et al (1999) didasarkan pada empat strategi, yaitu :
1. Merupakan upaya penerapan strategi pencegahan yang berkelanjutan
terhadap proses dan produk untuk mengurangi resiko terhadap manusia
dan lingkungan hidup serta sumber daya alamnya.
2. Merupakan upaya untuk menggarap proses produksi dengan strategi yang
meliputi pelestarian bahan mentah dan energi, penghilangan pemakaian B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun), dan pengurangan kadar racun dari semua
bentuk buangan dan limbah sebelum meninggalkan proses produksi.
3. Dalam proses menghasilkan produk, strategi produksi bersih memusatkan
perhatian pada upaya pengurangan dampak lingkungan di seluruh daur
6
suatu produk, mulai dari ekstraksi bahan mentah sampai ke pembuangan
limbah produk tersebut.
4. Meliputi upaya penguasaan teknik pelaksanaan, penyempurnaan teknik
yang sudah ada, dan pengubahan sikap, pandangan serta perilaku
produsen.
B. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH
Menurut Maspanger dan Honggokusumo (2004), pada dasarnya
penerapan produksi bersih adalah tindakan meningkatkan efisiensi operasional
sambil melindungi lingkungan, melalui pencegahan, pengurangan dan atau
menyisihkan terjadinya limbah, atau menghindari sumber pencemaran dari
penyediaan bahan baku dalam satu siklus produk, dengan melaksanakan
kebijakan teknologi ramah lingkungan dan perubahan sikap. Penerapan
produksi bersih tersebut menurut Bapedal (2001), secara garis besar
melibatkan beberapa faktor, yaitu :
1. Teknologi, yang meliputi desain produk (eco product design) dan
teknologi proses;
2. Sistem manajemen, yang meliputi sistem pembelian ramah lingkungan
(green purchasing systems) dan manajemen lingkungan;
3. Sumber daya manusia;
4. Kondisi operasi yang sedang berlangsung.
7
Gambar 2. Teknik minimisasi limbah dalam produksi bersih (Pudjiastuti, 1999)
Produksi bersih haruslah difokuskan pada usaha pencegahan
terbentuknya limbah (Afmar, 1998). Pelaksanaan strategi produksi bersih
untuk mencegah terbentuknya limbah tersebut menurut Bapedal (2001) dapat
dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu kegiatan recycle, reduksi pada
sumbernya dan modifikasi produk.
1. Recycle
Recycle atau daur ulang adalah upaya pemanfaatan limbah dengan atau
tanpa melakukan serangkaian proses, baik fisika, kimia atau biologi. Daur
ulang ini dibagi menjadi dua, yaitu :
� Pemanfaatan kembali limbah.
� Reduksi produk samping yang bermanfaat.
8
2. Reduksi pada Sumbernya
Reduksi pada sumbernya adalah mencegah terbentuknya limbah pada
waktu pelaksanaan suatu kegiatan produksi. Kegiatan program
pengurangan limbah pada sumbernya, secara garis besar dapat dibagi
dalam dua kelompok, yaitu :
� Good Housekeeping, adalah sejumlah langkah praktis yang dapat
segera dilaksanakan oleh pelaku kegiatan dengan memperhatikan
kebersihan, kerapihan lingkungan kerja, kinerja proses produksi
sehingga dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan melalui
perbaikan kinerja lingkungan, penyempurnaan operasional dan
penghematan biaya produksi. Good Housekeeping dapat dilaksanakan
dengan cara memperhatikan tata cara penyimpanan bahan yang baik,
penanganan dan pengangkutan bahan yang baik, serta mencegah
terjadinya kebocoran dan ceceran bahan.
� Modifikasi proses, yaitu salah satu cara pengurangan terbentuknya
limbah dengan melakukan tata cara operasi yang baik, perubahan
teknologi, perubahan masukan proses serta melakukan modifikasi alat.
3. Modifikasi Produk
Modifikasi produk sebagai salah satu upaya penerapan produksi bersih
dapat dilakukan dengan cara mengubah komposisi produk atau bahan yang
digunakan, sehingga meminimalkan potensi timbulnya bahaya dari
penggunaan produk tersebut.
Keberhasilan upaya penerapan produksi bersih ini akan menghasilkan
penghematan (saving), karena terjadi penurunan biaya produksi yang
signifikan, sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan bagi
industri yang menerapkannya. Selain keuntungan dari segi biaya produksi,
penerapan produksi bersih juga memberikan beberapa keuntungan antara lain :
1. Penggunaan sumber daya alam lebih efektif dan efisien;
2. Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;
3. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media ke media lain;
9
4. Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan;
5. Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;
6. Mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan;
7. Mendorong dikembangkannya teknologi pengurangan limbah pada
sumbernya dan produk ramah lingkungan.
Banyaknya manfaat yang diberikan dengan menerapkan produksi
bersih tersebut, seharusnya dapat menarik industri untuk
mengimplementasikan strategi produksi bersih dalam produk dan proses
produksinya. Namun pada kenyataannya masih banyak industri yang belum
mau menerapkan strategi produksi bersih tersebut. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan informasi yang diberikan oleh pemerintah kepada industri,
kurang pahamnya industri akan pentingnya melakukan pengelolaan
lingkungan, masih kurangnya pengawasan dan audit lingkungan yang
dilakukan instansi pemerintah, serta kurangnya penegakkan hukum terhadap
industri yang belum memenuhi baku mutu lingkungan (Raka, et al. 1999).
Pemerintah perlu memberikan informasi, pelatihan dan memberikan
insentif kepada industri untuk menarik industri agar mau menerapkan strategi
produksi bersih, sehingga industri tersebut dapat meningkatkan efisiensi
produksi dan pada saat yang sama akan dapat mengurangi limbah serta
buangan lain di tempat sumber limbah tersebut dihasilkan (Pudjiastuti, 1999).
Pemberian insentif tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan
penghargaan, pinjaman lunak, potongan atau bahkan pembebasan pajak
kepada perusahaan yang mengimplementasikan produksi bersih.
Selain dukungan dari pihak pemerintah, keberhasilan program
produksi bersih haruslah mendapatkan dukungan dari manajemen puncak
industri yang bersangkutan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Hal
ini sangat diperlukan mengingat penerapan produksi bersih memerlukan
dukungan sumber daya seperti pengalokasian tenaga, biaya dan waktu.
Komitmen manajemen puncak tersebut dapat dituangkan dalam bentuk
pernyataan tertulis, mengenai kebijakan perusahaan yang memuat aspek
pencegahan dan pengendalian pencemaran melelui penerapan produksi bersih,
10
yang disebarluaskan kepada seluruh stakeholder baik di lingkungan internal
maupun eksternal perusahaan (Bapedal, 2001).
Penerapan produksi bersih sendiri menurut Bapedal (1997)
memerlukan beberapa tahapan, yaitu mencakup tahap perencanaan dan
pengorganisasian, penilaian dan kajian yang mengidentifikasikan alternatif
pilihan, suatu analisis kelayakan yang melihat secara cermat pada pilihan dan
kemudian mengimplementasikannya.
11
Gambar 3. Tahapan penerapan produksi bersih (Bapedal, 2001).
12
C. TANAMAN KARET DAN LATEKS
Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan
tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut :
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
Tanaman yang merupakan tanaman daerah tropis ini, cocok ditanam pada
zone antara 15o LS sampai 15o LU. Curah hujan tahunan yang cocok untuk
pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2.000 mm, dan paling optimal
antara 2.500 – 4.000 mm/tahun yang terbagi dalam 100 – 150 hari hujan.
Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian
sampai 200 meter diatas permukaan laut (Setyamidjaja, 1993).
Getah dari tanaman karet atau sering disebut sebagai lateks, berpotensi
menghasilkan berbagai macam produk, seperti yang ditampilkan pada Gambar
4. Menurut Suwardin (1989), lateks merupakan suatu dispersi partikel karet
hidrokarbon dalam fase cair yang disebut sebagai serum. Kandungan karet
dalam lateks bervariasi, tergantung dari klon, umur tanaman, pemupukan,
musim, dan sistem eksploitasi yang dilakukan. Secara umum komposisi lateks
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi lateks (37 % KKK)
No Komponen Presentase
(%) 1 Protein hidrokarbon 37 2 Protein dan senyawa nitrogen 2 3 Lipid 1 4 Karbohidrat 1,5 5 Garam anorganik 0,5 6 Air 58
13
Gambar 4. Pohon industri karet (BPTK,2001)
14
Menurut Goutara, et al (1985) umumnya kadar karet di dalam lateks
berkisar 20-35 persen dan bentuknya berupa butir yang sangat halus. Masing-
masing butir karet diselubungi oleh protein dan lipid serta tersebar dalam
serum. Butir-butir karet tersebut bermuatan negatif sehingga saling tolak
menolak dan tidak menggumpal. Muatan listrik negatif pada butir karet
tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan suatu basa seperti amoniak.
Tetapi apabila lateks ditambahkan suatu asam akan mengurangi muatan listrik
negatif yang akan menyebabkan lateks menggumpal.
Penggumpalan lateks sangat dipengaruhi oleh kandungan protein di
dalam lateks. Protein di dalam lateks dapat menstabilkan larutan koloid lateks,
karena muatan listrik dalam partikel dapat dipertahankan. Apabila protein
dihilangkan maka keseimbangan muatan akan terganggu sehingga partikel
karet dalam lateks akan menggumpal. Untuk mencegah penggumpalan
sebelum lateks tersebut diolah di pabrik maka pada lateks perlu ditambahkan
anti koagulan. Anti koagulan yang banyak digunakan pada industri crumb
rubber antara lain berupa amoniak, soda, formaldehida, natrium sulfat, boraks
dan asam borat. Jumlah antikoagulan yang digunakan tergantung dari keadaan
lateks. Pada umumnya harus dimulai dengan jumlah serendah mungkin dan
bila ternyata belum mencukupi, maka jumlahnya diperbesar.
D. INDUSTRI CRUMB RUBBER
Crumb Rubber atau sering disebut sebagai Standard Indonesia Rubber
(SIR) merupakan salah satu jenis karet alam selain Ribbed Smoked Sheet
(RSS), lateks pekat, block rubber, tyre rubber, reclaimed rubber yang
diproduksi di Indonesia. Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), pada
prinsipnya pengolahan SIR merupakan usaha menghasilkan karet yang dapat
diketahui dan terjamin mutu teknisnya, disajikan beserta sertifikat uji coba
laboratorium, pengepakan dalam bongkah kecil, mempunyai berat dan ukuran
yang seragam, serta ditutup dengan lembaran plastik polyethylene.
15
Sedangkan menurut Solichin (1991), SIR adalah karet alam produksi
Indonesia yang dijual dalam bentuk bongkah dan mutunya dinilai secara
spesifikasi teknis. Penilaian mutu secara spesifikasi teknis tersebut didasarkan
pada hasil analisis dari beberapa syarat uji yang ditetapkan oleh SNI 06-1903-
1990 , antara lain : kadar kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, Platisitas
awal (Po) dan Plasticity Retention Index (PRI).
Kadar kotoran sebagai salah satu uji mutu SIR ditentukan dari jumlah
kotoran yang tertampung diatas saringan ASTM 325 mesh (ukuran celah 44
mikron) dan berasal dari sejumlah tertentu sampel karet yang dilarutkan dalam
terpentin mineral. Tingginya kadar kotoran dalam karet yang menyebabkan
menurunnya mutu karet, sangat dipengaruhi oleh jenis bokar dan penjagaan
serta pemeliharaan kebersihan pabrik. Penjagaan dan pemeliharaan kebersihan
peralatan dan pabrik yang baik akan menolong mengurangi kontaminasi karet
serta menjaga kadar kotoran tetap rendah dan konsisten (Solichin dan Setiadi,
1992).
Menurut Solichin (1991), kadar abu pada produk karet sangat
dipengaruhi oleh jumlah kontaminasi bahan-bahan asing dan jenis bahan
pembeku yang digunakan. Kadar abu yang tinggi pada karet jarang terjadi,
tetapi tingginya kadar abu dalam karet akan terjadi apabila kedalam lateks
ditambahkan bahan-bahan asing seperti lumpur dan pasir halus. Selain itu
tingginya kadar abu juga disebabkan kurang bersihnya pencucian bekuan
selama proses produksi dari bahan-bahan kimia yang terdapat didalam bekuan.
Menurut Goutara, et al (1985), kadar abu ditentukan dari hasil pengabuan
karet dengan suhu 550 oC selama 2 jam. Pengukuran ini dapat dilihat adanya
jumlah natrium bisulfit, natrium karbonat, tawas dan bahan kimia lainnya.
Menurut Solichin (1991), pengukuran kadar zat menguap dilakukan
untuk memastikan bahwa karet mentah yang dijual telah dikeringkan secara
sempurna. Pengukuran yang dipengaruhi oleh kondisi pengeringan karet dan
jenis karet ini, menyatakan ukuran tingkat pengering yang dipengaruhi oleh
kondisi dimana karet tersebut dikeringkan. Biasanya karet yang kurang kering
akan menghasilkan kadar zat menguap yang tinggi, tetapi karet terlalu kering
juga akan mempengaruhi sifat fisik karet. Untuk menghasilkan karet dengan
16
kadar zat menguap yang baik atau masih sesuai dengan mutu yang telah
ditetapkan, maka diperlukan pengaturan suhu yang tepat pada proses
pematangan karet di mesin pengering.
Plastisitas awal (Po) merupakan jumlah dari zat-zat yang mengandung
nitrogen dan terdiri dari protein dan turunannya. Nilai Po yang beragam pada
setiap sampel, menurut Suwardin (1990) disebabkan oleh faktor teknik
pengeringan yang menyangkut aspek waktu, besarnya temperatur pengeringan
serta kondisi koagulum. SIR dengan nilai Po yang rendah, disebabkan karena
karet mengalami proses produksi yang tidak tepat, seperti penggunaan bahan
kimia berupa formalin untuk membekukan karet dan proses pematangan karet
dalam mesin pengering yang tidak sempurna.
Plasticity Retention Index (PRI) sebagai salah satu uji mutu terhadap
SIR, merupakan suatu ukuran ketahanan karet terhadap pengusangan
(oksidasi) pada suhu tinggi. Nilai PRI yang ditentukan dengan alat Wallace
Plastimeter adalah presentase keliatan karet sesudah dipanaskan yang
dibandingkan dengan keliatan karet sebelum dipanaskan. Nilai PRI yang
tinggi memperlihatkan bahwa karet tahan terhadap oksidasi khususnya pada
suhu tinggi, sedangkan karet dengan nilai PRI rendah akan peka terhadap
oksidasi yang menyebabkan karet menjadi lunak bila dipanaskan dengan suhu
tinggi (Solichin, 1991).
Menurut Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet
(1999), dalam SNI 06-1903-1990 telah ditetapkan bahwa jenis mutu crumb
rubber yang boleh diproduksi yaitu SIR 3L, SIR 3CV, dan SIR 3WF dari
bahan olah lateks, SIR 5 dari koaglum lateks tipis, serta SIR 10 dan SIR 20
dari koagulum lapangan. Perbedaan masing-masing jenis mutu tersebut
diperlihatkan pada Lampiran 1.
Tahap-tahap pengolahan SIR 3L, SIR 3CV, maupun SIR 3WF dapat
dikatakan hampir sama, yang membedakan ketiga jenis SIR tersebut hanyalah
perlakuan penambahan bahan kimia yang disesuaikan dengan jenis mutu yang
diinginkan. Pada pengolahan SIR 3L, saat proses homogenisasi lateks kebun
dan air di bak bulking tank ditambahkan larutan sodium metabisulfit (SMBS)
untuk menghasilkan karet dengan penampilan cerah (L= light), sedangkan
17
pada pengolahan SIR 3CV ditambahkan larutan hidroksilamin normal sulfat
(HNS) untuk menghasilkan karet yang memiliki viskositas konstan (CV=
constan viscosity). Pengolahan yang khusus memproduksi SIR 3WF tidak
digunakan bahan kimia sebagai bahan pencampur latek kebun. Selain itu jika
pengolahan yang semula ditunjukkan untuk membuat SIR 3L atau SIR 3CV
ternyata tidak mengahasilkan mutu yang diinginkan, maka produk karetnya
dapat diklasifikasikan sebagai SIR 3WF (Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor
Pusat Penelitian Karet, 1999).
Selain menggunakan bahan tambahan berupa bahan kimia, air juga
berperan sangat penting dan dibutuhkan dalam jumlah besar selama proses
pengolahan crumb rubber. Air yang digunakan sebagai bahan pengencer
lateks, pelarut dan bahan kimia haruslah jernih dan tidak berwarna. Selain itu
air tersebut juga tidak boleh mengandung garam-garam terutama garam
kapur, karena sangat mempermudah terjadinya prakoagulasi dan menimbulkan
bintik-bintik oksidasi. Sedangkan air yang digunakan untuk pengolahan pabrik
persyaratannya tidak terlalu ketat, akan tetapi tidak boleh mengandung
kotoran. Air yang bersih dapat diperoleh dari sumbernya atau dari sungai
dengan cara disaring dan diendapkan dalam bak-bak, atau dengan
penambahan tawas (Setyamidjaja, 1993).
Menurut Sudibyo (1996), mengingat keterbatasan sumber air, baik air
permukaan (sungai) maupun air tanah (sumur arteris), maka pabrik karet
remah sudah saatnya untuk melakukan penghematan penggunaan air dengan
cara melakukan kalkulasi menyeluruh kebutuhan air untuk setiap tahapan
proses, dan mempertimbangkan kemungkinan penggabungan proses atau
menghilangkan proses pencucian yang kurang perlu, serta memanfaatkan air
buangan proses (daur ulang air proses) dengan tanpa mengurangi mutu produk
yang dihasilkan. Selain keterbatasan sumber air, langkah penghematan air
tersebut juga akan mengurangi debit air limbah yang dihasilkan, sehingga
secara langsung akan mengurangi beban pencemaran lingkungan yang
diakibatkan dari proses pengolahan.
18
E. LIMBAH INDUSTRI KARET
Menurut Suwardin (1989), sehubungan dengan perkembangan industri
karet, maka pengendalian limbah pabrik karet perlu mendapatkan perhatian
serius agar dapat dicapai optimasi daya dukung lingkungan tanpa
menimbulkan pencemaran. Limbah cair merupakan limbah terbanyak yang
dihasilkan selama proses pengolahan karet, hal ini disebabkan karena selama
proses berlangsung, air banyak digunakan untuk pencucian, pembersihan dan
pengenceran.
Menurut Suparto dan Alfa (1996) bahan olah berupa lateks dibersihkan
dari satu stasiun proses ke stasiun proses berikutnya sehingga bahan olahan
tersebut akan semakin bersih. Dengan demikian air buangan dari suatu stasiun
proses relatif lebih bersih dibandingkan dengan air buangan dari stasiun proses
sebelumnya. Buangan dari pabrik karet umumnya terdiri dari air sisa proses
produksi, sedikit lateks yang tidak menggumpal, dan serum yang mengandung
bahan-bahan organik dan anorganik. Sifat limbah cair yang dihasilkan
berbeda-beda, tergantung proses yang digunakan dalam pabrik. Pada
umumnya limbah yang dihasilkan bersifat asam dengan pH antara 4,2 dan 6,3.
Sifat asam yang dimiliki limbah tersebut, disebabkan karena di dalam air
limbah tercampur asam semut yang digunakan pada tahap pembekuan lateks.
Pengolahan air limbah pabrik karet termasuk air limbah pabrik crumb
rubber dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan salah satu diantaranya
adalah pengolahan dengan sistem anaerob-aerob. Sistem ini merupakan suatu
sistem pengolahan yang sederhana, mudah dioperasikan, murah, dan kualitas
hasil olahannya dapat memenuhi kriteria baku mutu yang berlaku. Kelemahan
sistem tersebut adalah kebutuhan lahan yang cukup luas untuk pembangunan
kolam. Karena itu pengolahan dengan sistem kolam sesuai untuk pabrik-
pabrik crumb rubber yang terletak jauh dari pemukiman dan mempunyai
persediaan lahan yang cukup luas. Pengolahan yang membutuhkan lahan yang
luas ini pada prinsipnya merupakan proses biologis, yaitu penguraian bahan-
bahan organik yang terkandung dalam air limbah tersebut dengan bantuan
19
mikroorganisme, baik dalam kondisi aerob maupun dalam kondisi anaerob
(Tampubolon, 1993).
Menurut Taricska, et al (1999), penanganan limbah dengan pembuatan
kolam anaerob-aerob selain memiliki kekurangan kebutuhan lahan yang luas,
juga memiliki kendala kurang optimalnya sistem tersebut dalam menurunkan
kadar zat pencemar agar tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan.
Perusahaan yang menerapkan sistem kolam anaerob-aerob juga harus
memperhatikan kapasitas kolam dan waktu tinggal limbah cair dalam kolam
tersebut. Kedalaman kolam anaerob minimum adalah 1,8 meter, sedangkan
waktu tinggal ditentukan oleh tingkat zat pencemar yang ada di limbah cair.
20
III. METODOLOGI
A. KERANGKA PEMIKIRAN
Sejalan dengan upaya memacu laju pembangunan, maka pelestarian
kemampuan daya dukung lingkungan secara menyeluruh dan terpadu perlu
mendapat perhatian. Strategi pembangunan berkelanjutan haruslah dijadikan
dasar dalam mengambil kebijakan pembangunan. Hal ini harus diupayakan
untuk melindungi dan mengembangkan lingkungan hidup yang mencakup
perhitungan generasi saat ini dan generasi yang akan datang.
Industri crumb rubber haruslah menerapkan strategi pembangunan
berkelanjutan, karena setiap stasiun proses pengolahan pada industri crumb
rubber berpotensi menghasilkan limbah yang dapat memberikan dampak
negatif bagi lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan melalui strategi
produksi bersih lebih sesuai dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan,
karena pada dasarnya produksi bersih merupakan upaya mencegah timbulnya
limbah dari suatu proses produksi.
Produksi bersih sebagai upaya pelestarian lingkungan yang bersifat
preventif dan terpadu diawali dengan perhitungan jumlah limbah pada setiap
stasiun proses produksi, dengan memperhitungkan neraca massa. Pengetahuan
mengenai jumlah limbah tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan penerapan produksi bersih yang dapat dilakukan melalui
tindakan Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery (4R) pada setiap stasiun
proses.
Tindakan 4R tersebut dapat diterapkan apabila tindakan tersebut
memiliki kelayakan, baik secara teknis maupun layak secara finansial.
Penerapan produksi bersih dapat dikatakan layak secara teknis apabila
penerapan produksi bersih tersebut tidak berdampak negatif terhadap proses
produksi dan mutu produk yang dihasilkan. Sedangkan penerapan produksi
bersih dapat dikatakan layak secara finansial apabila penerapan produksi
21
bersih tersebut akan menghasilkan NPV positif, IRR yang lebih besar dari
discount rate serta memiliki nilai B/C Ratio lebih dari satu.
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha
Way Berulu. Lokasi kantor Unit Usaha Way Berulu terletak di Desa
Kebagusan, Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi
Lampung yang berjarak sekitar 20 Km dari kota Bandar Lampung. Pemilihan
tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena perusahaan ini
memiliki ketersediaan data dan bersedia untuk dilakukan perhitungan neraca
massa yang dibutuhkan untuk penelitian. Pengumpulan data yang diperlukan
untuk penelitian ini dilaksanakan pada pertengahan Februari hingga April
2006.
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data lapangan sangat diperlukan untuk mengetahui
keadaan di lapangan, yang diperlukan untuk mengetahui peluang produksi
bersih yang dapat diterapkan di perusahaan yang bersangkutan. Selain itu
pengumpulan data lapangan dapat pula digunakan untuk melihat kemungkinan
untuk memberikan masukan langkah-langkah perbaikan selama proses
produksi berlangsung. Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini
diperoleh melalui beberapa tahap berikut ini :
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini meliputi kegiatan pengumpulan dan telaah pustaka
yang berkaitan dengan kegiatan produksi karet dan produksi bersih.
2. Tahap Pengumpulan Data Lapangan
Pengumpulan data lapangan meliputi pengumpulan data kebijakan
perusahaan, kegiatan pengamatan dan pengukuran secara langsung
beberapa parameter pada bagian proses pengolahan crumb rubber, serta
melakukan wawancara langsung pada karyawan. Tahap pengukuran secara
22
langsung beberapa parameter pada bagian proses pengolahan, dilakukan
sebanyak sepuluh kali pengukuran pada kondisi lateks yang tidak jauh
berbeda dan ditampilkan pada neraca massa dengan memperhitungkan
rata-rata dari hasil pengukuran tersebut.
D. IDENTIFIKASI SUMBER LIMBAH
Identifikasi limbah dilakukan pada semua tahapan proses produksi
crumb rubber, mulai dari tahapan penampungan lateks yang berasal dari
kebun hingga produk tersebut selesai dikemas dan siap untuk dipasarkan.
Identifikasi limbah ini dilakukan dengan cara melakukan penyusunan neraca
massa pada tiap tahapan proses, yang diperoleh dari pengukuran dan
pengamatan secara langsung, sehingga mendapatkan gambaran tepat proses
produksi yang dilakukan perusahaan.
E. PEMILIHAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH
Berdasarkan hasil dari identifikasi limbah yang diperoleh, dilakukan
pemilihan potensi penerapan produksi bersih yang mungkin dilakukan. Potensi
tersebut didapatkan dari studi literatur dan wawancara yang telah
dikumpulkan, yang akan memberikan gambaran tentang kemungkinan
penerapan produksi bersih yang dapat dilakukan di industri crumb rubber. Hal
tersebut diharapkan akan membantu mengatasi masalah pencemaran
lingkungan yang dapat ditimbulkan selama proses produksi crumb rubber
berlangsung.
F. ANALISIS DATA
1. Evaluasi Kelayakan Teknis
Evaluasi kelayakan teknis adalah evaluasi akan alternatif
penerapan produksi bersih terhadap beberapa kriteria teknis dari segi
proses, lahan, teknologi, SDM, utilitas, bahan, peralatan/layout, tenaga
kerja, dan lain-lain. Evaluasi ini dilaksanakan dengan melakukan studi
literatur untuk melihat kelayakan teknis dari perusahaan. Perbandingan
23
dengan langkah proses yang dilakukan pada perusahaan lain akan
memberikan dasar bahwa alternatif penerapan produksi bersih dapat
dilaksanakan pada perusahaan. Selain itu alternatif penerapan produksi
bersih juga dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap
mutu produk yang dihasilkan, dengan cara melakukan pengujian secara
langsung terhadap produk hasil penerapan produksi bersih tersebut di
laboratorium.
2. Evaluasi Kelayakan Finansial
Evaluasi kelayakan finansial dilakukan terhadap alternatif-
alternatif yang telah lolos evaluasi teknis. Evaluasi ini menggunakan tolak
ukur melalui nilai NPV, IRR, dan B/C ratio dari penerapan produksi
bersih. Perhitungan tolak ukur kajian ekonomi tersebut digunakan untuk
mengetahui manfaat ekonomis yang dapat diambil melalui proyek
penerapan produksi bersih bagi industri crumb rubber.
24
Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT. Perkebunan Nusantara merupakan perusahaan perkebunan
milik pemerintah Belanda yang kemudian diambil alih oleh pemerintah
Republik Indonesia pada tanggal 3 Desember 1957. PT. Perkebunan
Nusantara VII (Persero) sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) merupakan gabungan dari PT. Perkebunan X (Persero), PT.
Perkebunan XXXI (Persero), eks proyek PT. Perkebunan XI (Persero) di
Lahat, dan eks proyek PT. Perkebunan XXIII (Persero) di Bengkulu.
PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) mengelola usaha
perkebunan dengan budidaya berupa karet, kelapa sawit, tebu dan teh.
Perusahaan ini memiliki kantor pusat yang berlokasi di Jalan Teuku Umar
No 300, Kedaton Bandar Lampung, dan memiliki kantor penghubung
yang beralamat di Jalan Tebet Timur Dalam IJ/14, Jakarta. Tujuan
didirikannya perusahaan ini adalah melaksanakan pembangunan dan
pengembangan agrobisnis sektor perkebunan sesuai dengan prinsip
perusahaan yang sehat, kuat dan tumbuh dalam sekala usaha yang
ekonomis. Perusahaan ini memiliki visi untuk menjadi perusahaan
agroindustri terkemuka di Indonesia dan memiliki keunggulan bersaing
sehingga dapat tumbuh dan berkembang baik dengan kemampuan sendiri
maupun dengan pola kemitraan.
Unit Usaha Way Berulu (UU. Wabe) merupakan salah satu dari
29 Unit Usaha yang dikelola PTPN VII. Lokasi kantor UU. Wabe terletak
di Desa Kebagusan, Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Lampung
Selatan, Propinsi Lampung yang berjarak sekitar 20 Km dari kota Bandar
Lampung. Areal konsensi UU. Wabe seluruhnya berjumlah 2.403,67 Ha,
terdiri dari areal tanaman karet menghasilkan seluas 1.665 Ha, areal
26
tanaman karet belum menghasilkan (TBM) seluas 321 Ha, areal tanaman
kakao seluas 20 Ha, areal tanaman ulangan seluas 113 Ha, tanaman entrys
seluas 7 Ha, areal pembibitan seluas 74 Ha, areal lain-lain seluas 203,67
Ha.
UU. Wabe sebagai perusahaan yang memanfaatkan bahan baku
lateks kebun memiliki dua buah pabrik, yaitu Pabrik Pengolahan Karet
Remah (PPKR) dan Pabrik Pengolahan Lateks Pekat. PPKR yang
dibangun sejak tahun 1982 memiliki kapasitas produksi 30 ton karet
kering per hari. Pabrik ini mengelola lateks dari produksi kebun sendiri
dan dari kebun seinduk yaitu UU. Way Lima dengan mutu produk yang
dihasilkan terdiri dari dua jenis, yaitu SIR 3L dan SIR 3WF. Sedangkan
Pabrik Pengolahan Lateks Pekat yang ada di UU. Wabe dibangun pada
tahun 1989, memiliki kapasitas produksi 20 ton per hari. Pabrik ini hanya
beroperasi apabila ada pesanan dari pembeli, tetapi sejak tahun 1998 UU.
Wabe tidak memproduksi lateks pekat. Selain disebabkan tidak adanya
permintaan, juga disebabkan pula oleh biaya produksi lateks pekat yang
terlalu tinggi.
Selama menjalankan kegiatannya, UU. Wabe dipimpin oleh
seorang Manajer, yang dalam pelaksanaanya dibantu oleh Sinder Kepala
Tanaman, Sinder Tanaman, Sinder Teknik, Sinder Pengolahan, Sinder
SDM dan Umum, serta Sinder Tata Usaha dan Keuangan. Setiap Sinder
yang membantu Manajer dalam melaksanakan tugasnya, haruslah dapat
melaksanakan pekerjaannya secara efisien dan efektif serta dapat saling
melakukan koordinasi antara sinder satu dengan sinder lainnya. Bagan
struktur organisasi pada UU. Wabe ditampilkan pada Lampiran 2.
2. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana untuk menunjang berlangsungnya proses
produksi mutlak diperlukan oleh setiap industri. UU. Wabe sebagai
industri yang mengolah lateks kebun menjadi SIR 3L atau SIR 3WF,
selain membutuhkan sarana dan prasarana berupa mesin pengolahan, juga
27
membutuhkan sarana berupa jembatan penimbangan dan pembangkit
listrik untuk menunjang proses produksi.
Jembatan penimbangan yang dimiliki UU. Wabe digunakan untuk
menentukan berat bersih dari lateks yang akan memasuki proses
pengolahan. Sebelum memasuki pabrik, truk yang membawa lateks kebun
ditimbang untuk mendapatkan berat kotor (brutto) dan setelah keluar
pabrik ditimbang kembali untuk mendapatkan berat bersih (netto). Proses
penimbangan tersebut dilakukan pada setiap truk yang membawa lateks
dengan tujuan untuk mengatahui banyaknya lateks kebun yang diolah
pabrik setiap harinya.
Listrik yang digunakan untuk menjalankan mesin-mesin produksi
maupun sebagai sarana penerangan di pabrik dan kebutuhan listrik di
kantor, berasal dari tiga buah mesin genset berbahan bakar solar. Genset
yang disimpan dalam ruangan tertutup ini masing-masing mempunyai
kapasitas 313 KVA dan digunakan secara bergantian.
B. PROSES PRODUKSI
1. Bahan Baku dan Bahan Penunjang
Bahan baku yang digunakan dalam kegiatan produksi SIR 3L
atau 3 WF di PTPN VII UU. Wabe adalah lateks, amoniak, sodium
metabisulfit (NaHSO3), asam semut (HCOOH), dan air. Bahan baku
berupa lateks yang diolah di pabrik, selain berasal dari kebun yang
dimiliki UU. Wabe sendiri, juga mengolah lateks berasal dari kebun lain,
yaitu dari UU. Way Lima. Pengolahan lateks yang berasal dari UU. Way
Lima selain disebabkan karena UU. Way Lima tidak memiliki PPKR
untuk mengolah lateks hasil sadapan, juga disebabkan jarak yang dekat
antar kedua unit usaha tersebut. Lateks hasil sadapan kedua Unit Usaha
tersebut sebelum dikirim ke pabrik terlebih dahulu ditampung dan
dilakukan penyaringan di Stasiun Lateks (STL) yang terdapat di setiap
afdiling kebun.
28
Lateks yang akan dikirim dengan menggunakan truk dari STL
terlebih dahulu dicampur dengan bahan pengawet berupa amoniak. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya penggumpalan
lateks selama dalam tanki pada saat pengangkutan ke pabrik. Jenis
amoniak yang digunakan adalah amoniak yang mempunyai kepekatan 2,5
persen sebanyak 0,5-1 liter untuk setiap 1000 liter lateks kebun bila
diperlukan. Penggunaan pengawet berupa amoniak ini lebih dianjurkan
daripada menggunakan pengawet jenis lain (formaldehid dan sodium
sulfit), hal ini disebabkan karena amoniak tidak mengakibatkan warna
gelab pada produk yang dihasilkan.
Sodium Metabisulfit (NaHSO3) merupakan bahan kimia yang
biasa digunakan dalam pembuatan karet SIR 3L. Bahan kimia ini
berfungsi sebagai bahan pemucat agar diperoleh karet berpenampakan
cerah atau warna muda. UU. Wabe menggunakan sodium metabisulfit
yang berkonsentrasi 5 persen dengan dosis 0,4-0,6 kg per ton karet kering,
yang dicampurkan pada lateks yang berada pada bulking tank.
Asam semut (HCOOH) sebagai koagulan yang sengaja
ditambahkan ke dalam lateks untuk menggumpalkannya, dilakukan pihak
UU. Wabe pada saat lateks akan dialirkan ke bak pembekuan. Asam semut
yang digunakan oleh UU. Wabe ini memiliki kepekatan sebesar 1 persen,
dan dengan dosis 2,5 – 3 liter asam semut per ton karet kering.
Penambahan asam semut yang dimaksudkan untuk mempercepat proses
pembekuan ini dilakukan secara hati-hati, karena dapat mengakibatkan
iritasi kulit, uapnya perih dimata serta merusak membran mukosa dari
saluran pernapasan.
Selain membutuhkan bahan baku berupa lateks kebun dan bahan
kimia, selama proses produksi pengolahan lateks menjadi SIR 3L atau SIR
3WF membutuhkan air bersih yang digunakan untuk proses produksi
maupun sebagai sarana sanitasi. Kebutuhan air tersebut diperoleh dari air
permukaan (sungai) yang mengalir di tengah perkebunan. Sebelum
digunakan untuk proses produksi, air sungai yang dialirkan menuju pabrik
dengan menggunakan pompa tersebut, terlebih dahulu diendapkan dan
29
dilakukan penyaringan menggunakan sunfilter agar air tersebut tidak
mengandung kotoran yang dapat menurunkan mutu dari produk yang
dihasilkan.
2. Proses Pengolahan
Proses produksi crumb rubber di UU. Wabe dimulai dari
penimbangan lateks kebun yang datang menggunakan truk pengangkut.
Setelah berat lateks yang di bawa oleh truk diketahui, maka lateks tersebut
dialirkan ke bulking tank untuk dilakukan pencampuran dengan sodium
metabisulfit dan pengencer berupa air. Banyaknya bahan pengencer yang
dicampurkan dalam bulking tank sangat tergantung dari Kadar Karet
Kering (KKK) dari lateks kebun. Proses perhitungan KKK yang
menggunakan faktor pengering sebesar 72,2 persen dilakukan untuk
mengencerkan lateks hingga memiliki nilai KKK sebesar 18 persen.
Setelah lateks kebun telah diencerkan sampai memiliki nilai
KKK yang diinginkan, campuran lateks yang telah homogen dialirkan
melalui talang menuju bak pembekuan. Proses pembekuan yang dibantu
oleh larutan asam semut ini dilakukan selama 12 jam, dengan tujuan untuk
mempersatukan butir-butiran karet yang terdapat dalam cairan lateks,
supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk proses pembekuan disebabkan UU. Wabe hanya
menggunakan asam semut yang memiliki kepekatan sebesar 1 persen
dengan dosis 2,5 – 3 liter asam semut per ton karet kering. Rendahnya
kepekatan asam semut yang digunakan diproses ini dikarenakan lateks
yang datang sore hari baru akan diolah pada pagi hari berikutnya, sehingga
tidak membutuhkan asam semut kepekatan yang tinggi untuk
mempercepat waktu pembekuan.
Lateks yang telah beku selanjutnya digiling untuk mengurangi
ketebalan bekuan. Mesin penggilingan yang terdiri dari mobile crusher,
creper I, creper II dan hammer mills selain digunakan untuk mengurangi
ketebalan dan mencuci bekuan, juga berfungsi untuk mengeluarkan air
dan bahan kimia yang masih terkandung pada bekuan lateks tersebut.
30
Selama proses penggilingan bekuan ini akan menghasilkan limbah cair
yang langsung dialirkan menuju IPAL (Instalasi Pengolahan Limbah).
Proses penggilingan akhir menggunakan hammer mills akan
menghasilkan remahan yang siap untuk dipanaskan dengan menggunakan
mesin pengering. Sebelum remahan tersebut dikeringkan, remahan hasil
pencacahan hammer mills dihisap oleh vortex pump untuk dialirkan dan
ditiriskan dalam box mesin pengering. Setelah itu box mesin pengering
dimasukkan setiap 15 menit dalam mesin pengering untuk dikeringkan.
Selama proses pengeringan dengan mesin pengering ini, akan terbentuk
limbah berupa uap panas yang langsung dialirkan melalui cerobong tanpa
mengalami penanganan untuk mencegah dampaknya terhadap lingkungan.
Remahan yang telah matang, selanjutnya disortasi dengan cara
pengamatan secara visual untuk mengetahui keadaan fisik remahan.
Apabila dalam remahan terbentuk white spot, maka remahan tersebut akan
dikeringkan lagi dengan menggunakan mesin pengering. Sedangkan
remahan karet matang yang telah lolos dari tahap sortasi dikeluarkan dari
box mesin pengering dengan dibantu oleh hydroulic balling press, untuk
seterusnya dilakukan penimbangan dan dimasukkan ke dalam bale press,
dengan tujuan memadatkan remahan matang tersebut, sehingga didapatkan
bentuk bale yang seragam, baik ukuran maupun bobot yang dimilikinya.
Setelah remahan matang ditimbang dan dibentuk bale dengan
bobot 33,3 kg atau 35 kg (tergantung pesanan), selanjutnya dilakukan
pengawasan mutu terhadap produk di laboratorium. Uji kadar kotoran,
kadar abu, kadar zat menguap, PRI, Po dan warna lovibond yang
dilakukan di laboratorium tidak dilakukan pada setiap bale. Pengujian
mutu tersebut dilakukan pada bale dengan urutan produksi ke sembilan
dan kelipatannya. Apabila sampel jenis SIR 3L yang diambil untuk
dilakukan pengujian di laboratorium, memiliki mutu di bawah spesifikasi
menurut SNI 06-1903-1990 dan kebijakan direksi, maka bale-bale yang
diwakili oleh sampel tersebut akan dikeluarkan dari pallet dan dimasukkan
ke pallet lain sebagai produk SIR 3WF.
31
Gambar 6. Diagram alir proses produksi SIR 3L dan SIR 3WF di UU.Wabe
32
C. IDENTIFIKASI SUMBER LIMBAH
Kegiatan produksi di pabrik UU. Wabe dapat menjadi sumber
dampak negatif bagi lingkungan. Dampak negatif tersebut ditimbulkan dari
limbah yang dihasilkan selama proses produksi berlangsung. Untuk
mengetahui besarnya jumlah beban pencemaran yang diberikan kepada
lingkungan, maka diperlukan identifikasi sumber limbah pada setiap tahapan
proses produksi. Setelah melakukan identifikasi tersebut, maka diharapkan
dapat dilakukan tindakan pencegahan dan meminimalisasi terhadap
terbentuknya limbah, sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan lingkungan
di sekitar PTPN VII UU. Wabe.
Limbah dalam bentuk padat, gas dan cair yang terbentuk selama
proses pengolahan crumb rubber berasal dari luar dan dari dalam proses
produksi. Limbah yang terbentuk diluar proses berasal dari kebun dan berasal
dari tumpahan lateks pada saat proses transportasi lateks dari kebun ke pabrik.
Limbah padat yang terbentuk di kebun, disebabkan lateks telah mengalami
pembekuan sebelum lateks tersebut dikirim ke pabrik untuk diolah menjadi
SIR 3L atau SIR 3WF. Limbah padat yang sering disebut sebagai koagulum
tersebut digunakan sebagai bahan baku untuk SIR 10 dan SIR 20 yang diolah
di Unit Usaha Pewa. Sedangkan limbah yang terbentuk akibat guncangan
selama pengangkutan lateks dari kebun ke pabrik, menyebabkan lateks
tersebut tumpah dan menjadi limbah.
Limbah yang dihasilkan selama proses produksi berlangsung terdiri
dari limbah padat, gas dan cair. Limbah padat umumnya berupa kotoran yang
terbawa oleh lateks dan produk yang tidak terolah. Limbah gas berupa bau
terbentuk pada saat proses pembekuan dan pada tahap pengeringan akhir.
Sedangkan limbah cair terbentuk dari air proses, bahan kimia dan sisa-sisa
karet.
Limbah yang terbentuk selama proses produksi, merupakan salah
satu indikator bahwa proses yang telah berlangsung tidak efisien, karena itu
diperlukan usaha pencegahan yang dilakukan mulai dari awal (source
reduction), pengurangan terbentuknya limbah (waste reduction) dan
33
pemanfaatan limbah melalui daur ulang (recycle). Usaha pencegahan
terbentuknya limbah yang merupakan salah satu strategi penerapan produksi
bersih, dapat dilakukan apabila neraca massa dari masing-masing tahapan
proses telah diketahui, sehingga dapat diketahui besarnya input maupun output
yang terjadi selama proses tersebut berjalan.
Identifikasi limbah di UU. Wabe dilakukan dengan menyusun neraca
massa pada setiap stasiun proses produksi yang diperoleh dari hasil
pengamatan, pengukuran dan wawancara. Neraca massa akan memberikan
gambaran yang jelas tentang jumlah limbah, bahan baku dan produk. Hasil
identifikasi limbah tersebut diperlihatkan dengan susunan neraca massa seperti
dibawah ini.
1. Neraca Massa di Proses Pencampuran
Tabel 2. Neraca massa di bulking tank
No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)
(kg / hari) Produk Utama
Produk Samping Kehilangan
A INPUT 1 Lateks kebun 53614,680 - - - 2 Air 14175,126 - - - 3 Larutan SMB 23,226 - - -
B OUTPUT
1 Campuran lateks - 67634,316 - - 2 Limbah - - 178,716 -
Jumlah 67813,032 67634,316 178,716 - Total Input 67813,032 - Total Output - 67813,032
Lateks kebun yang memiliki nilai Kadar Karet Kering (KKK) rata-
rata sebesar 22,759 persen setelah dimasukkan ke dalam bulking tank
melalui saringan sebesar 20 mesh dilakukan pengenceran. Pengenceran
34
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan nilai KKK hingga
mencapai 18 persen agar warna lateks yang dihasilkan lebih cerah.
Pengenceran dengan cara menambahkan air tersebut, dapat pula
memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat di
dalam lateks, serta dapat melunakkan bekuan lateks sehingga mengurangi
tenaga yang diperlukan untuk proses penggilingan.
Sebelum dilakukan pengadukan selama 10 menit dengan
menggunakan stirer untuk homogenisasi larutan, lateks yang telah
diencerkan menggunakan air rata-rata sebanyak 14.175,126 kg per hari
atau sebanyak 1,167 m3 per ton karet tersebut dicampurkan dengan larutan
sodium metabisulfit rata-rata sebanyak 23,226 kg per hari atau 0,523 kg
per ton karet. Proses pencampuran tersebut hanya dilakukan apabila UU.
Wabe ingin menghasilkan SIR 3L, namun apabila UU. Wabe ingin
memproduksi SIR 3WF, maka selama proses pencampuran ini tidak perlu
ditambahkan larutan sodium metabisulfit.
Jumlah campuran lateks rata-rata sebanyak 67.634,316 kg per hari
atau sebanyak 5,567 m3 per ton karet yang dihasilkan pada tahap ini
merupakan campuran lateks kebun, air pengencer dan larutan sodium
metabisulfit. Selama proses pencampuran di tahap ini tidak menghasilkan
limbah, limbah terbentuk pada saat campuran lateks dari bulking tank
dialirkan melalui talang. Limbah rata-rata sebanyak 178,716 kg per hari
yang terdiri dari campuran lateks dari bulking tank, disebabkan karena
adanya kebocoran dan kurang permanennya talang yang menghubungkan
bulking tank dengan bak pembekuan. Limbah tersebut dialirkan menuju
IPAL melalui saluran air limbah, dengan tujuan untuk mengurangi dampak
yang diberikan limbah tersebut terhadap lingkungan.
Terbentuknya limbah pada saat campuran lateks dialirkan melalui
talang menuju bak pembekuan, menyebabkan terjadinya penurunan bobot
campuran lateks yang akan dibekukan. Penurunan bobot rata-rata
sebanyak 178,716 kg per hari menyebabkan campuran lateks yang akan
dibekukan menjadi rata-rata 67.634,316 kg per hari.
35
2. Neraca Massa di Bak Pembekuan
Tabel 3. Neraca massa di bak pembekuan
No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)
(kg/hari) Produk Utama
Produk Samping Kehilangan
A INPUT 1 Campuran Lateks 67634,316 - - - 2 Larutan Asam Semut 135,484 - - -
B OUTPUT
1 Bekuan - 67769,800 - - Jumlah 67769,800 67769,800 - - Total Input 67769,800 - Total Output - 67769,800
Pada proses pembekuan, campuran lateks yang dialirkan melalui
talang dicampurkan dengan larutan asam semut. Banyaknya asam semut
yang digunakan pada tahap ini, sangat tergantung dari jumlah campuran
lateks yang akan dibekukan. Semakin tinggi jumlah lateks yang akan
dibekukan semakin tinggi pula larutan asam semut yang dibutuhkan untuk
membantu mempercepat proses pembekuan.
Proses pembekuan campuran lateks homogen rata-rata sebanyak
67.634,316 kg per hari akan membutuhkan asam semut rata-rata sebanyak
135,484 kg per hari. Proses pencampuran lateks dengan asam semut ini
akan menghasilkan bekuan yang siap digiling rata-rata sebanyak
67.769,800 kg per hari.
3. Neraca Massa di Penggilingan Mobile Crusher
36
Tabel 4. Neraca massa di mesin mobile crusher
No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)
(kg/hari) Produk Utama
Produk Samping Kehilangan
A INPUT 1 Bekuan Tebal 67769,800 - - - 2 Air 166722,300 - - -
B OUTPUT
1 Bekuan Tipis - 59678,086 - - 2 Air Limbah - - 174814,014 -
Jumlah 234492,100 59678,086 174814,014 - Total Input 234492,100 - Total Output - 234492,100
Proses penggilingan yang bertujuan untuk menipiskan bekuan
serta mengeluarkan sisa bahan kimia dan air yang masih terkandung
dalam bekuan, dilakukan dengan bantuan dua operator untuk menarik
bekuan menuju mesin mobile crusher. Tabel 4. memperlihatkan adanya
penggunaan air dalam jumlah besar yang bertujuan untuk memudahkan
bekuan untuk mengapung, sehingga meringankan tenaga operator dalam
menarik bekuan. Penggunaan air untuk mengapungkan bekuan ini rata-
rata sebesar 166.722,3 kg per hari atau sebesar 13,722 m3 per ton karet,
yang dialirkan dari bulking tank dan melalui talang air menuju bak
pembekuan.
Proses penggilingan dengan mobile crusher menghasilkan
limbah cair berwarna putih pekat dengan nilai kekeruhan mencapai 300
FAU (Formazin Atuantion Unit). Air limbah rata-rata sebesar
174.814,014 kg per hari langsung dialirkan menuju kolam IPAL, dimana
limbah tersebut terdiri dari air yang digunakan untuk mengapungkan
bekuan dan air ataupun bahan kimia yang keluar dari bekuan setelah
diberi tekanan oleh mobile crusher. Selain itu limbah rata-rata sebesar
174.814,014 kg per hari juga terdiri dari tumpahan air yang belum
sampai ke bak pembekuan akibat bocornya talang yang menghubungkan
talang utama dengan talang yang menuju bak pembekuan. Kebocoran
akibat tidak permanennya talang tersebut menyebabakan air terbuang
rata-rata sebanyak 9.381,363 kg per hari atau sebanyak 9,381 m3 per
37
hari. Keluarnya air dan bahan kimia tersebut selain menyebabkan
turunnya bobot bekuan yang semula rata-rata 67.769,800 kg per hari
menjadi rata-rata 59.678,086 kg per hari, juga menyebabkan turunnya
ketebalan bekuan menjadi 5 cm.
4. Neraca Massa di Penggilingan Creper I
Tabel 5. Neraca massa di mesin creper I
No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)
(kg/hari) Produk Utama
Produk Samping Kehilangan
A INPUT 1 Bekuan Tipis 59678,086 - - - 2 Air 25706,217 - - -
B OUTPUT
1 Lembaran Bekuan 1 Cm - 33885,217 - - 2 Air Limbah - - 51499,086 -
Jumlah 85384,303 33885,217 51499,086 -
Total Input 85384,303 -
Total Output - 85384,303
Proses penggilingan dengan menggunakan creper I bertujuan
untuk menurunkan ketebalan bekuan dari mobile crusher hingga 1 cm,
mengeluarkan bahan kimia dan air yang tersisa pada bekuan, serta
mencuci bekuan dari bahan kimia yang terdapat di permukaan bekuan
dengan menggunakan air yang dialirkan melalui pipa. Air rata-rata
sebesar 25.70l,217 kg per hari atau sebesar 2,115 m3 per ton, selain
digunakan untuk pencucian juga digunakan untuk pendingin penggiling.
Proses penggilingan dengan creper I menghasilkan limbah cair
berwarna putih pekat dengan nilai kekeruhan mencapai 410 FAU.
Tingginya nilai kekeruhan pada tahap ini disebabkan karena tahap di
38
mesin creper I ini merupakan tahap pencucian awal terhadap bekuan,
sehingga masih banyak bahan pencemar berupa sodium metabisulfit dan
asam semut yang terdapat pada bekuan.
Limbah cair yang rata-rata mencapai 51.499,86 kg per hari atau
sebanyak 4,239 m3 per ton , yang terdiri dari sisa bahan kimia dan air
dari bekuan serta berasal dari sisa pencucian bekuan dialirkan ke IPAL
melalui saluran limbah. Hal ini dilakukan UU. Wabe sebagai upaya
mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan.
Bekuan yang telah melalui mesin ini akan mengalami
pengurangan bobot rata-rata menjadi 33.885,217 kg per hari.
Pengurangan bobot tersebut disebabkan karena kandungan air dan
bahan kimia yang terkandung didalamnya keluar dari bekuan akibat
tekanan yang diberikan oleh mesin penggiling.
5. Neraca Massa di Penggilingan Creper II
Tabel 6. Neraca massa di mesin creper II
No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)
(kg/hari) Produk Utama
Produk Samping Kehilangan
A INPUT
1 Lembaran Bekuan 1 Cm 33885,217 - - -
2 Air 22542,154 - - -
B OUTPUT
1 Lembaran Bekuan 0.5 Cm - 29005,746 - -
2 Air Limbah - - 27421,625 -
Jumlah 56427,371 29005,746 27421,625 -
Total Input 56427,371 -
Total Output - 56427,371
39
Bekuan tipis yang melalui mesin creper II ini pada prinsipnya
mengalami tahapan yang sama dengan bekuan yang melalui mesin
creper I. Perbedaan antara mesin creper I dan creper II adalah ketebalan
bekuan yang dihasilkan. Mesin penggiling creper I hanya menipiskan
bekuan hingga memiliki ketebalan hingga 1 cm, sedangkan pada mesin
penggiling creper II ini akan menipiskan bekuan lateks hingga 0,5 cm.
Proses penggilingan pada mesin creper II bertujuan untuk
membersihkan bahan kimia pada permukaan bekuan yang masih tersisa
pada bekuan setelah melalui mesin creper I. Pada tahap ini lembaran
bekuan juga mengalami pengurangan bobot rata-rata menjadi 29.005,746
kg per hari. Pengurangan bobot tersebut disebabkan karena keluarnya
bahan kimia dan air yang terkandung di dalam lembaran bekuan pada
saat lembaran tersebut mengalami penggilingan.
Limbah cair yang dihasilkan pada mesin ini terdiri dari sisa
bahan kimia dan air dari bekuan, serta berasal dari sisa pencucian
bekuan. Limbah rata-rata sebanyak 27.421,625 kg per hari atau sebanyak
2,257 m3 per ton ini berwarna putih agak pekat dan memiliki nilai
kekeruhan mencapai 140 FAU. Nilai kekeruhan pada tahap ini lebih
rendah dari tahap sebelumnya, hal ini disebabkan karena telah
berkurangnya bahan kimia yang terdapat pada permukaan bekuan akibat
pencucian awal di mesin creper I.
6. Neraca Massa di Hammer Mills
40
Tabel 7. Neraca massa di mesin hammer mills
No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)
(kg/hari) Produk Utama
Produk Samping Kehilangan
A INPUT
1 Lembaran Bekuan 0.5 Cm 29005,746 - - -
2 Air 10982,928 - - - B OUTPUT
1 Remahan - 28965,138 - - 2 Air Limbah - - 10982,928 - 3 Limbah Remahan - - 40,608 -
Jumlah 39988,674 28965,138 11023,536 - Total Input 39988,674 - Total Output - 39988,674
Mesin hammer mills digunakan untuk meningkatkan efisiensi
pengeringan karet pada mesin pengering. Pengeringan yang efisien
sangat diperlukan, karena karet pada dasarnya bukan merupakan
penghantar panas yang baik, sehingga membutuhkan pencacahan agar
karet lebih mudah untuk dikeringkan di mesin pengering.
Lembaran bekuan yang masuk dalam mesin hammer mills akan
mengalami pemukulan dan pencacahan oleh piringan pisau berputar,
sehingga akan menghasilkan butiran-butiran atau sering disebut sebagai
remahan. Selama proses pemukulan dan pencacahan ini berlangsung, air
dialirkan melalui pipa menuju mesin hammer mills rata-rata sebesar
10.982,928 kg per hari atau sebesar 0,904 m3 per ton. Air yang
digunakan untuk pencucian dan pendinginan gilingan tersebut, akan
keluar sebagai limbah yang langsung dialirkan menuju IPAL untuk
menghindari pencemaran lingkungan yang mungkin dapat ditimbulkan
dari air limbah tersebut.
Limbah cair yang dihasilkan pada tahap ini tidak terlalu keruh,
hal ini diperlihatkan dengan nilai kekeruhan yang mencapai 85 FAU.
Masih tingginya nilai kekeruhan dari limbah ini, disebabkan karena
bekuan yang telah mengalami pencacahan dan menjadi remahan-
remahan kecil memungkinkan untuk mengalami pencucian pada bagian
41
dalam bekuan yang tidak dapat dicuci oleh mesin-mesin penggiling
sebelumnya.
Selama proses ini berlangsung, tidak semua remahan yang
dihasilkan masuk ketahap selanjutnya untuk dilakukan pengeringan pada
mesin pengering. Tabel 7. memperlihatkan adanya remahan rata-rata
sebanyak 40,608 kg per hari tercampur dalam air limbah yang mengalir
pada saluran limbah menuju IPAL. Terbentuknya remahan sebagai
limbah tersebut disebabkan karena remahan hasil pemukulan dan
pencacahan tidak sepenuhnya dapat dialirkan melalui pipa yang
menghubungkan hammer mills dengan bak air yang akan dihisap oleh
vortex pump.
7. Neraca Massa di Vortex Pump
Tabel 8. Neraca massa di mesin vortex pump
No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)
(kg/hari) Produk Utama
Produk Samping Kehilangan
A INPUT 1 Remahan 28965,138 - - - 2 Air 56388,152 - - -
B OUTPUT
1 Remahan Dryer - 28860,864 - - 2 Air Limbah - - 56388,152 - 3 Limbah Remahan 104,274
Jumlah 85353,290 28860,864 56492,426 -
Total Input 85353,290 -
Total Output - 85353,290
42
Selain berfungsi untuk mencuci remahan, vortex pump juga
berfungsi untuk menghantarkan butiran-butiran karet yang bercampur
dengan air dari bak penampung hammer mills menuju box mesin
pengering. Butiran-butiran karet atau remahan yang dikeluarkan oleh
mesin hammer mills ini dialirkan dengan air dalam jumlah yang cukup
besar, yaitu rata-rata 56.388,152 kg per hari atau sebesar 4,641 m3 per
ton dengan tujuan untuk mendorong remahan agar dapat sampai ke pipa
penghisap vortex pump.
Remahan yang dikeluarkan oleh mesin vortex pump tidak
sepenuhnya dapat diolah pada mesin pengering. Terdapat remahan rata-
rata sebanyak 104,274 kg per hari terbuang bersama dengan air limbah
melalui saluran menuju IPAL, akibat remahan yang telah dihisap oleh
vortex pump tidak tertampung dalam box mesin pengering.
Terbuangnya remahan tersebut, menyebabkan terjadinya penurunan
bobot remahan yang akan dipanaskan di box mesin pengering rata-rata
menjadi 28.860,864 kg per hari.
Limbah cair yang ditimbulkan dari proses ini berasal dari air
yang digunakan untuk mengalirkan remahan , yaitu rata-rata sebesar
56.388,152 kg per hari atau sebesar 4,641 m3 per ton. Limbah cair ini
secara visual memiliki warna yang agak bening, dan memiliki nilai
kekeruhan sebesar 34 FAU. Rendahnya nilai kekeruhan pada tahap ini
disebabkan karena bahan kimia yang ada di remahan sebagian besar
telah mengalami pencucian di tahap penggilingan sebelumnya, sehingga
remahan pada tahap ini sudah relatif bersih.
8. Neraca Massa di Mesin Pengering
43
Tabel 9. Neraca massa di mesin pengering
No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)
(kg/hari) Produk Utama
Produk Samping Kehilangan
A INPUT
1 Remahan 28860,864 - - -
B OUTPUT
1 SIR 3WF/SIR 3L - 12167,740 - -
2 Uap Air - - - 16693,124
Jumlah 28860,864 12167,740 - 16693,124
Total Input 28860,864 -
Total Output - 28860,864
Box mesin pengering berisi remahan karet dipanaskan dalam
mesin pengering selama 3,5 jam dengan suhu 118-120 oC. Setiap 15
menit box mesin pengering berisi remahan dimasukan untuk dilakukan
pematangan, dan secara bersamaan box mesin pengering yang telah
dimasukkan 3,5 jam sebelumnya keluar dari mesin pengering. Suhu pada
mesin pengering diusahakan tetap pada suhu yang telah ditentukan,
apabila proses pengeringan yang digunakan dibawah suhu tersebut, akan
menyebabkan remahan yang dihasilkan mentah, serta perlu dilakukan
pengeringan ulang yang secara langsung akan menyebabkan tambahnya
biaya produksi. Sedangkan bila suhu yang digunakan berada diatas suhu
yang telah ditentukan, akan dapat menyebabkan remahan yang
dihasilkan berwarna tidak cerah dan terlalu empuk.
Selama di dalam mesin ini remahan akan mengalami penurunan
bobot, akibat proses pematangan yang menghilangkan kandungan air
yang terkandung dalam remahan. Penurunan bobot dalam bentuk uap
panas rata-rata sebesar 16.693,124 kg per hari menyebabkan remahan
yang semula rata-rata 28.860,864 kg per hari, setelah mengalami proses
pematangan akan menjadi SIR 3L atau SIR 3WF dengan bobot rata-rata
12.167,740 kg per hari.
44
Tabel 10. Neraca massa keseluruhan proses
No Keterangan INPUT OUTPUT (kg/hari)
(kg/hari) Produk Utama
Produk Samping Kehilangan
1 Bulking Tank 67813,032 67634,316 178,716 -
2 Bak Pembekuan 67769,800 67769,800 - -
3 Mobile Crusher 234492,100 59678,086 174814,014 -
4 Creper I 85384,303 33885,217 51499,086 -
5 Creper II 56427,371 29005,746 27421,625 -
6 Hammer Mills 39988,674 28965,138 11023,536 -
7 Vortex Pump 85353,290 28860,864 56492,426 -
8 Mesin Pengering 28860,864 12167,740 - 16693,124
Hasil analisis keseimbangan bahan pada keseluruhan tahapan
proses produksi Pabrik Pengolahan Karet Remah (PPKR) UU. Wabe,
memperlihatkan jumlah produk samping rata-rata sebesar 321.250,687
kg per hari, dan kehilangan bahan rata-rata sebesar 16.693,124 kg per
hari. Produk samping terbesar terdapat pada mesin mobile crusher,
sedangkan konstribusi terkecil dari jumlah produk samping diberikan
oleh tahapan pada mesin hammer mills.
Produk samping sebagai indikator proses produksi yang
dilakukan tidak berlangsung secara efesien. PTPN VII UU. Wabe dapat
melakukan upaya pencegahan terbentuknya produk samping berupa
limbah tersebut dengan memperhatikan sumber limbah pada setiap
stasiun proses produksi (titik kritis). Titik kritis pada setiap stasiun
proses produksi akan dapat membantu menentukan strategi produksi
bersih yang dapat dilakukan di PPKR PTPN VII UU. Wabe. Strategi
produksi bersih yang dapat dilakukaan pada setiap stasiun proses dapat
dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 7. Diagram Alir Proses Produksi SIR 3L PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Keterangan : F1 = Lateks kebun di pabrik yang masuk bulking tank = 53.614,680 kg/hari F2 = Air yang digunakan untuk pengenceran Lateks = 14.175,126 kg/hari F3 = Larutan Sodium Metabisulfit = 23,226 kg/hari W1 = Air limbah tumpahan campuran lateks = 178,176 kg/hari F4 = Campuran lateks yang telah homogen = 67.634,316 kg/hari F5 = Larutan Asam Semut = 135,484 kg/hari F6 = Campuran lateks yang siap dibekukan = 67.634,316 kg/hari F7 = Air untuk mengapungkan bekuan = 166.722,300 kg/hari W2 = Air limbah bak pembekuan = 174.814,014 kg/hari
F8 = Bekuan yang telah digiling oleh mobile crusher = 59.678,086 kg/hari F9 = Air untuk tahap pencucian bekuan creaper I = 25.706,217 kg/hari W3 = Air limbah creaper I = 51.499,086 kg/hari F10 = Lembaran bekuan hasil penggilingan creaper I = 33.885,217 kg/hari F11 = Air untuk tahap pencucian bekuan creaper II = 22.542,154 kg/hari W4 = Air limbah creaper I I= 27.421,625 kg/hari F12 = Lembaran bekuan hasil penggilingan creaper II = 29.005,746 kg/hari F13 = Air untuk tahap pencacahan hammer Mills = 10.982,928 kg/hari W5 = Air limbah hammer mills = 10.982,928 kg/hari
W6 = Limbah remahan yang tidak terolah = 40,608 kg/hari F14 = Remahan hasil pencacahan hammer Mills = 28.965,138 kg/hari F15 = Air untuk menghantarkan dan mencuci remahan = 56.388,152 kg/hari W7 = Air limbah vortex pump = 56.388,152 kg/hari W8 = Limbah remahan yang tidak terolah = 104,274 kg/hari F16 = Remahan dalam box dryer yang siap Diolah = 28.860,864 kg/hari W9 = Uap air yang hilang ke udara =16.693,124 kg/hari F17 = SIR 3L/SIR 3WF yang siap dikemas = 12.167,740 kg/hari
46
D. KAJIAN POTENSI PRODUKSI BERSIH
1. Kegiatan Perusahaan Yang Dapat Digolongkan Sebagai Pengelolaan
Lingkungan
UU. Wabe selain telah mengolah limbah pada Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL), sudah menerapkan pengelolaan lingkungan di
beberapa proses produksi yang dapat mengurangi timbulnya pencemaran
bagi lingkungan. Beberapa usaha yang dilakukan oleh UU. Wabe antara
lain :
a. Bahan baku berupa lateks kebun hasil sadapan yang diterima oleh
pabrik, sebelum dikirim ke pabrik untuk diolah telah mengalami
penyaringan di Stasiun Penerimaan Lateks (STL) yang berada di areal
perkebunan karet. Penyaringan tersebut menyebabkan lateks yang
telah diterima oleh pabrik, telah bebas dari limbah padat berupa
ranting, daun ataupun bahan padat lain yang tercampur dalam lateks.
Usaha penyaringan lateks di STL ini dapat mengurangi beban limbah
yang akan ditangani oleh IPAL pabrik.
b. Pada saat musim kemarau, UU. Wabe mengalami kekurangan air
untuk memenuhi kebutuhan selama proses produksi berlangsung.
Untuk mengatasi hal itu UU. Wabe melakukan usaha recyle air yang
dikeluarkan oleh IPAL, untuk digunakan kembali pada proses
produksi. Proses recycle tersebut dilakukan dengan cara melakukan
pengendapan dan penyaringan air di cyclus tank. Selain itu air tersebut
juga telah melewati sunfilter, sehingga air yang digunakan telah bersih
dan dapat mengurangi beban pencemaran yang ditangani IPAL.
c. Usaha produksi bersih juga dilakukan dengan recovery limbah di
kolam rubber trap. Kolam rubber trap ini berfungsi untuk menangkap
butiran-butiran karet yang masih tersisa di dalam air limbah dan juga
membantu mengendapkan kotoran berupa zat padat. Dengan demikian
beban pencemaran air limbah yang dimasukkan ke dalam kolam IPAL
dapat dikurangi. Butiran-butiran karet yang telah berbentuk padat pada
permukaan kolam, diambil untuk digunakan kembali pada awal proses
47
pengolahan untuk meningkatkan rendemen SIR 10 atau SIR 20 di Unit
Usaha lain yang ada PTPN VII.
2. Kemungkinan Penerapan Produksi Bersih pada Industri SIR 3WF
atau SIR 3L UU. Wabe
PTPN VII UU. Wabe sebagai perusahaan yang memproduksi SIR
3L atau SIR 3WF dapat melakukan upaya penerapan produksi bersih
seperti yang telah dilakukan oleh industri crumb rubber lainnya ataupun
berdasarkan hasil penelitian yang telah ada. Selain usaha produksi bersih
yang telah dilakukan UU. Wabe, terdapat beberapa kemungkinan
penerapan produksi bersih yang dapat diterapkan oleh industri SIR 3L
atau SIR 3WF, yaitu :
a. Penggantian Mesin Pengering
Penggantian mesin pengering dengan mesin pengering
terbaru, menurut Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian
Karet (1999) dapat meningkatkan efisiensi pengeringan terhadap
remahan yang siap dimatangkan, serta dapat mengurangi konsumsi
bahan bakar yang secara langsung akan berdampak pada turunnya
jumlah emisi gas-gas pencemar yang dapat mengganggu keseimbangan
lingkungan.
Mesin pengering berteknologi baru memanfaatkan sisa panas
yang keluar dari pemanasan tahap akhir untuk dapat dialirkan kembali
ke pengeringan tahap awal melalui pipa. Dengan menggunakan
teknologi baru ini, mesin pengering yang semula membutuhkan 45-55
liter solar per ton karet, hanya akan membutuhkan penggunaan bahan
bakar sebesar 30-35 liter solar per ton karet.
b. Good Housekeeping
Tabel 11. memperlihatkan bahwa selama proses produksi SIR
3L atau SIR 3WF membutuhkan air dalam jumlah yang sangat tinggi.
48
Penggunaan air selama proses produksi yang rata-rata mencapai
325.225,834 kg per hari. Limbah yang dihasilkan UU. Wabe
merupakan selisih kebutuhan air total dengan kebutuhan air pengencer.
Limbah rata-rata sebanyak 310.931,565 kg per hari, dapat dikurangi
apabila karyawan pabrik dapat menerapkan good housekeeping.
Penggunaan air yang rata-rata mencapai 166.722,300 kg per
hari pada mesin mobile crusher, dapat dikurangi dengan cara
memperbaiki kebocoran pada talang yang menghubungkan bulking
tank dengan bak pembekuan. Kebocoran yang disebabkan tidak
permanennya talang yang menghubungkan talang utama dengan bak
pembekuan, menyebabkan air rata-rata sebanyak 9.381,363 kg per hari
terbuang sebagai limbah. Hal ini tentu saja menyebabkan pemborosan
penggunaan sumber daya alam yang secara langsung dapat
meningkatkan biaya produksi.
Tabel 11. Neraca air keseluruhan proses
No Keterangan Input Air Kg/hari 1 Pengenceran 14294,269 2 Mobile Crusher 166722,300 3 Creper I 25706,217 4 Creper II 22542,154 5 Hammer Mills 10982,928 6 Vortex Pump 56388,152 7 Pencucian a. Bulking Tank 4743,288 b. Talang 4884,947
c. Bak Pembekuan 14400,000 d. Box Mesin Pengering 2131,579 e. Lantai Pabrik 2430,000
Jumlah 325225,834
Perusahaan dapat melakukan perbaikan talang dengan cara
menambah jumlah talang yang menghubungkan talang utama dengan
dengan bak pembekuan sesuai dengan jumlah bak pembekuan.
Penambahan talang tersebut sebaiknya dilakukan secara permanen
49
dengan menggunakan las, agar dapat menghindari terjadinya
kebocoran air rata-rata sebanyak 9.381,363 kg per hari yang secara
langsung akan dapat menghemat penggunaan air untuk proses
produksi.
Penggunaan talang yang permanen selain dapat menghindari
terbuangnya air, juga dapat menghindari terbentuknya limbah berupa
campuran lateks yang tidak terolah akibat kebocoran talang tersebut.
Dengan melakukan perbaikan talang sebagai upaya menerapkan
produksi bersih, terbentuknya limbah campuran lateks rata-rata
sebanyak 178,716 kg per hari yang berpotensi menghasilkan 32,067 kg
SIR 3L atau SIR 3WF yang diperlihatkan pada Tabel 2. akan dapat
dihindari. Hal ini tentu saja akan memberikan keuntungan berupa
berkurangnya beban lingkungan serta bertambahnya jumlah produksi,
yang secara langsung akan menyebabkan bertambahnya pendapatan
perusahaan.
Selain perbaikan dan penambahan jumlah talang yang
menghubungkan talang utama dengan bak pembekuan, usaha good
housekeeping dapat pula dilakukan dengan cara mematikan air pada
saat tidak digunakan. Air yang digunakan untuk mengapungkan
bekuan selalu dihidupkan walaupun karyawan pabrik sedang
beristirahat pada pukul 08.00 – 08.30 WIB. Hal ini tentu saja
menyebabkan terjadinya pemborosan penggunaan sumber daya,
sehingga menyebabkan semakin tingginya biaya produksi. Tabel 11.
memperlihatkan bahwa air yang digunakan untuk mengapungkan
bekuan untuk digiling di mesin mobile crusher rata-rata sebanyak
166.722,3 kg per hari. Karena waktu penggilingan selama 8,1 jam per
hari maka air yang dibutuhkan untuk mengapungkan bekuan selama 30
menit rata-rata sebesar 10.291,5 kg per hari atau 10,292 m3 per hari.
Pihak manajemen hendaknya mengingatkan para karyawan pabrik
untuk mematikan air yang tidak digunakan, sehingga dapat menghemat
penggunaan air rata-rata sebesar 10.291,5 kg per hari atau 10,292 m3
50
per hari yang terbuang, yang secara langsung juga akan dapat
mengurangi biaya produksi.
c. Daur Ulang Air Limbah
Usaha minimalisasi limbah sebagai bagian dari produksi
bersih dapat juga diterapkan melalui teknik segegrasi air bekas dari
masing-masing tahapan proses produksi, serta melakukan usaha daur
ulang air proses yang relatif bersih. Proses daur ulang air limbah
tersebut dilakukan dengan membuat bak pengendapan dan bak
penyaringan, seperti yang terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Rancangan pembuatan daur ulang air limbah
51
Bak pengendapan pada rancangan daur ulang air limbah
diatas akan menahan padatan selama 2 jam. Pengendapan selama 2 jam
tersebut dirasa sudah cukup, karena menurut Sundstrom & Klei (1979)
waktu yang biasa digunakan pada sedimentasi adalah 1-4 jam. Setelah
melalui bak pengendapan, air limbah selanjutnya dialirkan ke bak
penyaringan, dengan susunan saringan yang terdiri dari batu, ijuk,
zeolit, pasir halus, dan kerikil. Dengan susunan saringan seperti di atas,
diharapkan akan terjadi adsorbsi bahan organik pada permukaan batu
dan oksidasi bahan organik oleh bakteri. Selain itu bahan organik juga
akan terserap oleh zeolit, sehingga BOD, COD dan nilai permanganat
akan turun (Panji dan Oei, 1992).
Air limbah yang telah melalui daur ulang ini akan mengalami
penurunan beban pencemaran yang diperlihatkan pada Tabel 12.
Walau hasil daur ulang dengan kedua bak tersebut tidak dapat
memperbaiki mutu air limbah hingga memiliki karakteristik seperti
yang dimiliki oleh air umpan, namun cukup terjadi perbaikan mutu
yang signifikan pada hasil daur ulang air limbah tersebut. Hal ini
diperlihatkan dengan naiknya pH air limbah yang memperlihatkan
turunnya kandungan asam dalam air limbah, serta diperlihatkan dengan
turunnya nilai kekeruhan dan COD yang terdapat pada air limbah.
Tabel 12. memperlihatkan pH efluen hasil penyaringan naik
mendekati 7 selama tahap pengolahan. Proses pengendapan dan
penyaringan menggunakan zeolit dapat membantu mengurangi nilai
COD yang disebabkan tingginya konsentrasi bahan organik dalam air
limbah. Menurunnya beban pencemaran yang dimiliki limbah dari
tahap pada mesin creper I hingga mesin box mesin pengering
disebabkan karena semakin bersihnya bekuan setelah melewati
masing-masing tahapan proses produksi. Semakin bersihnya limbah
cair yang dihasilkan, disebabkan karena kandungan bahan pencemar
yang terdiri dari bahan kimia akan semakin berkurang setelah melewati
suatu tahapan proses ke tahapan proses berikutnya.
52
Hasil daur ulang dari masing-masing stasiun proses hanya
dapat diterapkan apabila daur ulang tersebut tidak mengganggu atau
berdampak terhadap menurunnya mutu produk yang dihasilkan.
Berdasarkan uji mutu terhadap produk pada Lampiran 3. terdapat
beberapa air hasil daur ulang pada masing-masing stasiun proses yang
masih dapat digunakan kembali untuk proses produksi.
Tabel 12. Karakteristik air masing-masing stasiun proses
No Uraian Hasil Uji
pH Kekeruhan
(FAU) COD
(mg/L)1 Air Umpan 7,05 2 90 2 Limbah Bak Pembekuan a. Sebelum daur ulang 5,44 300 3290 b. Setelah daur ulang 6,14 77 1450 3 Limbah Creper I a. Sebelum daur ulang 5,62 410 7540 b. Setelah daur ulang 5,97 142 3470 4 Limbah Creper II a. Sebelum daur ulang 5,73 140 5520 b. Setelah daur ulang 6,14 44 2800 5 Limbah Hammer Mills a. Sebelum daur ulang 6,39 85 1780 b. Setelah daur ulang 6,64 23 720 6 Limbah Box Mesin Pengering a. Sebelum daur ulang 6,30 34 890 b. Setelah daur ulang 6,58 24 540
Air hasil daur ulang limbah yang berasal dari tirisan box
mesin pengering dan mesin hammer mills masih dapat digunakan
kembali pada proses di mesin creper I, creper II, hammer mills dan
vortex pump, baik digunakan pada masing-masing mesin ataupun
digunakan secara bersamaan pada mesin creper I dan creper II, dan
dapat pula digunakan seara bersamaan pada mesin creper I, creper II
dan mesin hammmer mills. Hal ini dibuktikan dari hasil percobaan
terhadap beberapa kriteria mutu SIR 3L, yang memperlihatkan bahwa
kadar kotoran, kadar abu, zat menguap, PRI, Po dan warna lovibond
produk yang menggunakan air hasil daur ulang, masih sesuai dengan
53
kriteria mutu SIR 3L berdasarkan SNI 06-1903-1990 maupun
berdasarkan kebijakan direksi PTPN VII.
Terpenuhinya mutu SNI 06-1903-1990 pada produk tersebut,
selain disebabkan karena lateks telah melalui tahapan proses yang
benar untuk diolah sebagai SIR 3L atau SIR 3WF, juga disebabkan
masih rendahnya beban pencemaran yang dimiliki air hasil daur ulang
dari tirisan box mesin pengering dan mesin hammer mills. Hal ini tentu
saja menyebabkan kecilnya kemungkinan kotoran dan bahan pencemar
lainnya untuk masuk ke dalam lateks yang bersifat padat, walaupun
lateks tersebut telah mengalami penggilingan dan pencacahan yang
memungkinkan bahan pencemar dapat masuk ke dalam lateks.
Air hasil daur ulang dari mesin hammer mills dan vortex
pump yang mencapai 67.371,08 kg per hari, dapat mencukupi
kebutuhan air sebesar 59.231,299 kg per hari pada proses di mesin
creper I, creper II dan hammer mills. Sisa air daur ulang sebanyak
8.139,781 kg per hari, dengan mempertimbangkan jarak dan
kemudahan pendistribusian air dapat digunakan sebagai air pencucian
box mesin pengering dan lantai pabrik. Selain itu, pemanfaatan air
hasil daur ulang dari mesin hammer mills dan vortex pump dapat pula
dengan cara memanfaatkan kembali air tersebut untuk memenuhi
kebutuhan mesin hammer mills dan vortex pump itu sendiri. Hal ini
disebabkan lebih mudahnya proses pendistribusian air hasil daur ulang
tersebut, serta disebabkan pula oleh mutu produk yang masih sesuai
dengan spesifikasi mutu SIR menurut SNI 06-1903-1990 dan
kebijakan direksi PTPN VII.
Sedangkan penggunaan air hasil daur ulang dari mesin
creper II sebenarnya dapat dilakukan, karena masih dibawah
spesifikasi mutu SIR 3L menurut SNI 06-1903-1990, namun pihak
direksi PTPN VII menetapkan bahwa batas warna lovibond SIR 3L
yaitu sebesar 5 lovibond, atau lebih rendah 1 lovibond dari yang
ditetapkan SNI 06-1903-1990. Hal ini menyebabkan hasil daur ulang
dari mesin creper II, tidak dapat digunakan kembali pada mesin
54
hammer mills. Apabila air hasil daur ulang mesin creper II digunakan
pada proses di mesin creper I, creper II dan hammer mills secara
bersamaan akan menghasilkan produk crumb rubber yang memiliki
nilai kekeruhan sebesar 6,0 lovibond. Tingginya warna lovibond
menyebabkan produk yang dihasilkan tersebut tidak memenuhi mutu
SIR 3L dan hanya dapat dijadikan sebagai produk SIR 3WF.
Gagalnya mutu SIR 3L menjadi SIR 3WF akibat
menggunakan air hasil daur ulang dari mesin creper II, menyebabkan
kerugian bagi perusahaan yang telah mencampurkan larutan sodium
metabisulfit pada awal proses di bulking tank. Gagalnya mutu SIR 3L
tersebut disebabkan bahan pencemar yang terdapat dalam air daur
ulang sudah cukup tinggi, sehingga dapat masuk ke dalam remahan
yang telah dicacah dengan menggunakan hammer mills. Remahan
tersebut memiliki peluang besar untuk menyimpan bahan pencemar
yang terbawa oleh air daur ulang, hal ini disebabkan karena bahan
pencemar akan lebih mudah masuk ke dalam remahan yang tidak
padat. Tercemarnya remahan oleh kotoran yang dibawa oleh air hasil
daur ulang tersebut, menyebabkan kadar kotoran yang tinggi pada
produk crumb rubber, sehingga menyebabkan kurang cerahnya warna
produk yang dihasilkan.
Walaupun air hasil daur ulang dari mesin creper II tidak
dapat digunakannya pada mesin hammer mills, tetapi air hasil daur
ulang dari mesin creper II tersebut dapat digunakan kembali pada
masing-masing mesin penggiling, atau dapat pula digunakan secara
bersamaan pada mesin creper I dan creper II. Namun melihat jumlah
air hasil daur ulang yang hanya mencapai 22.542,154 kg per hari,
maka air hasil daur ulang ini lebih baik digunakan kembali sebagai
bahan baku air di mesin creper II itu sendiri.
Air hasil daur ulang dari mesin creper I, masih dapat
digunakan kembali untuk mengoperasikan mesin creper I itu sendiri,
mesin creper II, dan dapat pula digunakan di mesin creper I dan creper
II secara bersamaan. Beban pencemaran yang diperlihatkan oleh pH,
55
kekeruhan dan COD yang dimiliki oleh air daur ulang tersebut tetap
dapat mengahasilkan SIR 3L yang memenuhi syarat mutu SIR 3L yang
ditetapkan berdasarkan SNI 06-1903-1990 ataupun berdasarkan
kebijakan direksi PTPN VII. Namun hasil daur ulang dari mesin
creper I tersebut, tidak dapat digunakan kembali pada mesin hammer
mills ataupun digunakan pada mesin creper I, creper II dan hammer
mills secara bersamaan, karena akan menghasilkan produk yang
memiliki nilai warna lebih tinggi dari 5 lovibond, sehingga
menyebabkan tidak terpenuhinya spesifikasi mutu SIR 3L. Hal ini
disebabkan bahan pencemar yang ada di dalam air hasil daur ulang
dapat masuk dalam lateks yang menyebabkan warna gelab pada
produk SIR yang dihasilkan.
Penggunaan dua buah bak daur ulang seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 9. akan mengurangi penggunaan air selama
proses pengolahan serta akan mengurangi jumlah limbah yang
dihasilkan. Tabel 11. memperlihatkan bahwa jumlah air limbah yang
dihasilkan selama proses produksi adalah rata-rata sebesar 310.931,565
kg per hari atau sebanyak 111.935,363 m3 per tahun. Penerapan daur
ulang air pada setiap stasiun proses ini hanya akan menghasilkan
limbah sebesar 75.466,623 m3 per tahun atau mengurangi jumlah
limbah sebanyak 36.468,741 m3 per tahun. Penggunaan air hasil daur
ulang dengan tetap mempertimbangkan mutu produk, seperti yang
telah dijelaskan diatas akan menguntungkan perusahaan, karena dapat
mengurangi jumlah penggunaan air sungai yang harus dibayar kepada
Pemerintah Daerah setempat, serta dapat mengurangi beban
pencemaran yang ditanggung oleh lingkungan akibat tingginya limbah
cair yang dihasilkan oleh UU. Wabe.
UU. Wabe dapat menggunakan pembuatan daur ulang ini
dengan cara mengalirkan air limbah dari mesin creper I dan creper II
menuju bak pengendapan yang berukuran 3,5 m x 3,5 m x 4 m dengan
menggunakan bantuan pompa. Setelah air tersebut dilakukan
pengendapan, selanjutnya dapat dialirkan kembali ke bak penyaringan
56
berukuran 1,6 m x 1,6 m x 2,8 m untuk mengurangi bahan pencemar
yang ada di air limbah tersebut. Air yang telah disaring tersebut
selanjutnya ditampung ke dalam bak yang berukuran sama dengan bak
pengendapan, sebelum air tersebut digunakan kembali oleh mesin
mesin creper I dan creper II.
Air yang berasal dari mesin hammer mills dan tirisan box
mesin pengering mengalami tahapan yang sama seperti air limbah
yang berasal dari creper I dan creper II. Proses daur ulang air pada
mesin hammer mills dan tirisan box mesin pengering dilakukan dengan
menggunakan bak pengendapan berukuran 4,5 m x 4,5 m x 3,5 m dan
bak penyaringan berukuran 1,9 m x 1,9 m x 2,5 m. Perhitungan
volume bak pengandapan dan bak penyaringan dapat dilihat pada
Lampiran 7.
E. ANALISIS FINANSIAL
1. Penggantian Mesin Pengering
Perhitungan analisis finansial terhadap penggantian mesin
pengering diberlakukan beberapa asumsi sebagai berikut :
a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 20 tahun.
b. Harga-harga yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan pada hasil
survey bulan April 2006 sampai Juni 2006.
c. Nilai sisa mesin pada masa akhir proyek 25 persen dari nilai awal.
d. Biaya pemeliharaan sebesar 1 persen dari investasi awal.
e. Bunga pinjaman pada Bank Niaga sebesar 16 persen per tahun.
f. Kapasitas Produksi 12,17 ton per hari
g. Jumlah hari kerja 360 hari per tahun dengan jumlah jam kerja 8,1 jam
per hari.
h. Angsuran kredit dan bunga modal dibayar setiap tahun dengan
angsuran yang sama setiap tahunnya.
57
Gambar 9. Rancangan proses pendistribusian air hasil daur ulang
Biaya investasi yang dikeluarkan untuk proyek ini digunakan
untuk membeli dua unit mesin pengering berkapasitas 900 kg karet per
jam, masing-masing bernilai Rp. 901.600.000 dengan rincian yang dapat
dilihat pada Lampiran 8. Pada tahun ke-0, biaya operasional berasal dari
modal yang digunakan untuk pembelian alat-alat. Perincian modal kerja
tersebut dapat dilihat pada 8.
58
Biaya operasional sebesar Rp. 87.168.800 yang terdapat pada
analisis finansial ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap yang
dibutuhkan untuk operasional mesin pengering. Biaya tetap yang terdiri
dari biaya penyusutan mesin dan biaya pemeliharaan, merupakan biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan tanpa dipengaruhi oleh tingkat produksi.
Sedangkan biaya tidak tetap, yang terdiri dari biaya pelumas mesin
merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan dengan memperhatikan
tingkat produksi. Perincian kebutuhan biaya tetap dan tidak tetap ini
setiap tahunnya dapat dilihat pada Lampiran 9.
Penghematan yang diperoleh oleh perusahaan dari penggantian
mesin pengering ini, berasal dari perbandingan konsumsi bahan bakar
solar mesin pengering baru dengan mesin pengering lama. Konsumsi
bahan bakar yang hanya 30 liter solar per ton karet pada mesin pengering
baru, memberikan penghematan penggunaan bahan bakar solar sebanyak
26,8 liter solar per ton karet dari mesin pengering lama. Dengan
menggunakan harga solar industri sebesar Rp. 5.400 per liter, maka
perhitungan keuntungannya sebagai berikut :
26,8 L/ton karet x 12,17 ton karet/hari x Rp. 5.400/L = Rp. 1.761.242/hari
Dalam satu tahun, maka penghematan yang diperoleh perusahaan adalah :
Rp. 1.761.242/hari x 360 hari/tahun = Rp. 634.047.264/tahun.
Setelah dipotong oleh biaya tetap dan biaya tidak tetap, proyek
penggantian mesin pengering ini akan menghasilkan keuntungan sebesar
Rp. 546.878.464 per tahun. Menurut UU RI No. 17 tahun 2000,
keuntungan lebih dari Rp. 200.000.000 akan dikenakan pajak sebesar 35
persen . Hal ini menyebabkan proyek penggantian mesin pengering ini
dikenakan pajak sebesar :
Beban Pajak = 35 % x Rp. 546.878.464 /tahun = Rp. 191.407.462/tahun
Potongan pajak keuntungan yang ditetapkan oleh pemerintah
tersebut, menyebabkan tindakan penggantian mesin pengering akan
mendapatkan keuntungan dengan perhitungan sebagai berikut :
59
Keuntungan = Penghematan – Beban Pajak
= Rp. 546.878.464 /tahun - Rp. 191.407.462/tahun
= Rp. 355.471.002/tahun
Nilai penghematan yang didapat dari proyek dalam analisis
finansial ini dimasukkan sebagai penerimaan pada arus kas penerimaan
dan pengeluaran proyek. Selain nilai penghematan, dalam kas penerimaan
juga dimasukkan modal sendiri yang terdiri dari biaya investasi dan modal
kerja, serta terdapat nilai sisa dari mesin pada tahun ke-20. Arus kas
penerimaan dan pengeluaran ini dapat dilihat pada Lampiran 11.
2. Good Housekeeping
Penerapan good housekeeping melalui tindakan menghentikan
aliran air selama proses produksi tidak berjalan dapat memberikan
keuntungan bagi perusahaan, berupa berkurangnya biaya pengolahan air
yang perlu dikeluarkan serta penghematan pajak yang dibebankan akibat
pemanfaatan air permukaan. Tindakan menghentikan aliran air tersebut
dapat menghindari terbuangnya air rata-rata sebesar 10.291,5 kg per hari
atau 10,292 m3 per hari. Menurut Laporan Manajemen (LM) UU. Wabe
biaya yang diperlukan untuk pengolahan air yaitu sebesar Rp. 1.150 per
m3. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Lampung
Nomor 04 Tahun 2000, tentang pajak pengambilan dan pemanfaatan air
bawah tanah dan air permukaan, serta Keputusan Gubernur Lampung
Nomor 07 Tahun 2002 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Daerah Propinsi Lampung Nomor 04 Tahun 2000, pajak yang
dibebankan pada perusahaan agroindustri yang memanfaatkan air
permukaan golongan B yaitu sebesar Rp. 210 per m3. Perhitungan
penghematan dari penerapan good housekeeping melalui tindakan
menghentikan aliran air adalah sebagai berikut :
Biaya Pengolahan = 10,292 m3/hari x Rp. 1.150/m3
= Rp. 11.835,8/hari
60
Beban Pajak = 10,292 m3/hari x Rp. 210/m3
= Rp. 2.161,32/hari
Penghematan = Biaya Pengolahan + Beban Pajak
= Rp. 11.835,8/hari + Rp. 2.161,32/hari
= Rp. 13.997,12/hari
= Rp. 5.038.963,2/tahun
Menurut UU RI No. 17 tahun 2000, keuntungan proyek sebesar
Rp. 5.038.963,2 per tahun akan dikenakan pajak sebesar 5 persen . Hal ini
menyebabkan tindakan menghentikan aliran air pada saat tidak digunakan
ini dikenakan pajak sebesar :
Beban Pajak = 5 % x Rp. 5.038.963,2/tahun = Rp 251.948,16/tahun
Potongan pajak keuntungan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut,
menyebabkan langkah good housekeeping melalui tindakan menghentikan
aliran air pada saat tidak digunakan dalam proses produksi akan
mendapatkan keuntungan dengan perhitungan sebagai berikut :
Keuntungan = Penghematan – Beban Pajak
= Rp. 5.038.963,2/tahun - Rp 251.948,16/tahun
= Rp. 4.787.015,04/tahun.
3. Pembuatan Talang Permanen
Perhitungan analisis finansial terhadap pembuatan talang
permanen diberlakukan beberapa asumsi sebagai berikut :
a. Harga-harga yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut :
- Talang = Rp. 175.000/unit
- SIR 3L = Rp. 24.071/kg
a. Besarnya kapasitas produksi sama dari hari ke hari sesuai dengan
pengukuran neraca massa.
b. Jumlah hari kerja 360 hari per tahun dengan jumlah jam kerja 8,1 jam
per hari.
61
Pembuatan talang permanen yang menghubungkan talang utama
bulking tank dengan bak pembekuan akan memberikan penghematan
pengunaan air, yang disebabkan tidak terdapatnya kebocoran pada saat
pendistribusian air yang digunakan untuk mengapungkan bekuan lateks
pada bak pembekuan. Selain memberikan penghematan berupa
berkurangnya penggunaan sumber daya air, pembuatan talang permanen
ini juga akan menghindari terbentuknya limbah berupa campuran lateks
homogen, seperti yang terlihat pada Tabel 2.
UU. Wabe membutuhkan penambahan 16 unit talang dari
alumunium yang masing-masing talang bernilai Rp. 175.000. Investasi
pembuatan talang tersebut akan memberikan penghematan yang diperoleh
dari berkurangnya penggunaan air sebesar 9.381,363 kg per hari atau
sebesar 9,381 m3 per hari akan memberikan keuntungan berkurangnya
biaya pengolahan air dan pajak yang ditanggung UU. Wabe. Menurut
Laporan Manajemen (LM) UU. Wabe biaya yang diperlukan untuk
pengolahan air yaitu sebesar Rp. 1.150 per m3. Sedangkan menurut
Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Lampung Nomor 04 Tahun 2000,
tentang pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan, serta Keputusan Gubernur Lampung Nomor 07 Tahun 2002
tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi
Lampung Nomor 04 Tahun 2000, pajak yang dibebankan pada perusahaan
agroindustri yang memanfaatkan air permukaan golongan B yaitu sebesar
Rp. 210 per m3. Perhitungan penghematan air dari proyek penambahan
talang adalah sebagai berikut :
Biaya Pengolahan = 9,381 m3/hari x Rp. 1.150/m3
= Rp. 10.788,150/hari
Beban Pajak = 9,381 m3/hari x Rp. 210/m3
= Rp. 1.970,010/hari
Penghematan = Biaya Pengolahan + Beban Pajak
= Rp. 10.788,150/hari + Rp. 1.970,010/hari
= Rp. 12.758,16/hari
= Rp. 4.593.115/tahun
62
Penghematan pembuatan talang permanen juga didapat dari
berkurangnya limbah berupa campuran lateks homogen rata-rata sebanyak
178,716 kg per hari, yang berpotensi menghasilkan 32,067 kg SIR 3L per
hari atau sebanyak 11.544,12 kg SIR 3L per tahun. Perhitungan
penghematan dengan berkurangnya limbah berupa campuran lateks
homogen adalah sebagai berikut :
Penghematan SIR 3L : Volume SIR 3L x Harga SIR 3L
: 11.544,12 kg /tahun x Rp. 24.071/kg
: Rp. 277.878.512,5/tahun
Penghematan Talang : Penghematan air + Penghematan SIR 3L
: Rp. 4.593.115/tahun + Rp. 277.878.512,5/tahun
: Rp. 282.471.627,5/tahun
Berdasarkan LM UU. Wabe, biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk memproduksi SIR 3L adalah Rp. 264,55 per kilogram. Perhitungan
pengeluaran biaya produksi yang diperoleh dari terhindarnya kebocoran
lateks yang berpotensi menghasilkan 11.544,12 kg SIR 3L per tahun
adalah sebagai berikut :
Pengeluaran : Volume SIR 3L x Biaya produksi
: 11.544,12 kg /tahun x Rp. 264,55/kg
: Rp. 3.053.996,95/tahun
Total Penghematan : Penghematan Talang – Pengeluaran
: Rp. 282.471.627,5/tahun - Rp. 3.053.996,95/tahun
: Rp. 279.417.630,6/tahun
Menurut UU RI No. 17 tahun 2000, keuntungan proyek sebesar
Rp. 279.417.630,6 per tahun akan dikenakan pajak sebesar 35 persen . Hal
ini menyebabkan proyek pembuatan talang permanen ini dikenakan pajak
sebesar :
Beban Pajak = 35 % x Rp. 279.417.630,6/tahun = Rp. 97.796.170,71/tahun
Potongan pajak keuntungan yang ditetapkan oleh pemerintah
tersebut, menyebabkan langkah pembuatan talang permanen akan
mendapatkan keuntungan dengan perhitungan sebagai berikut :
63
Keuntungan = Penghematan – Beban Pajak
= Rp. 279.417.630,6/tahun - Rp. 97.796.170,71/tahun
= Rp. 181.621.459,9/tahun
4. Daur Ulang Air
Perhitungan analisis finansial terhadap pembuatan instalasi daur
ulang air diberlakukan beberapa asumsi sebagai berikut :
a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun.
b. Harga-harga yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan pada hasil
survey bulan April 2006 sampai Juni 2006.
c. Nilai sisa bak pada masa akhir proyek 50 persen dari nilai awal, nilai
sisa pompa pada masa akhir proyek 10 persen dari nilai awal,
sedangkan pipa dan investasi lain-lain tidak memiliki nilai sisa pada
akhir proyek.
d. Biaya pemeliharaan bak sebesar 1 persen dari investasi awal, biaya
pemeliharaan pompa sebesar 10 persen dari investasi awal, sedangkan
biaya pemeliharaan untuk pipa dan investasi lain-lain sebesar 15
persen dari investasi awal tersebut.
e. Biaya listrik yang dibutuhkan untuk operasional pompa sama dengan
biaya listrik yang telah ditentukan oleh PLN (Perusahaan Listrik
Negara) untuk harga jual listrik rata-rata berdasarkan kelompok
pelanggan wilayah Lampung.
f. Air hasil daur ulang dapat digunakan sebanyak 4 kali perulangan.
g. Pompa dijalankan selam 8,5 jam per hari.
h. Bahan penyaring diganti setiap 60 kali penyaringan atau setiap dua
bulan.
i. Bahan penyaring dicuci setiap 10 kali penyaringan, dengan
penggunaan air sebagai berikut :
� Bak penyaringan I (1.9 x 1.9 x 2.5) = 18 m3 per pencucian
� Bak penyaringan II (1.6 x 1.6 x 2.8) = 14 m3 per pencucian
j. Bunga pinjaman pada Bank Niaga sebesar 16 persen per tahun.
64
k. Kapasitas Produksi 12,17 ton per hari
l. Besarnya penggunaan air tetap dari hari ke hari sesuai dengan
pengukuran neraca massa.
m. Jumlah hari kerja 360 hari per tahun dengan jumlah jam kerja 8,1 jam
per hari.
n. Angsuran kredit dan bunga modal dibayar setiap tahun dengan
angsuran yang sama setiap tahunnya.
Biaya investasi sebesar Rp. 72.523.750 yang dikeluarkan untuk
proyek ini digunakan untuk membuat 6 buah bak, 8 unit pompa air, dan
pipa dengan rincian yang dapat dilihat pada Lampiran 13. Pada tahun ke-0,
biaya operasional berasal dari modal yang digunakan untuk pembelian
alat-alat. Perincian modal kerja tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15.
Lampiran 16. memperlihatkan biaya operasional sebesar Rp.
29.104.917 yang terdapat pada analisis finansial ini terdiri dari biaya tetap
dan biaya tidak tetap yang dibutuhkan untuk operasional daur ulang air
limbah. Biaya tetap yang terdiri dari biaya penyusutan mesin dan biaya
pemeliharaan, merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tanpa
dipengaruhi oleh tingkat produksi. Sedangkan biaya tidak tetap, yang
terdiri dari biaya penggantian bahan penyaring, biaya pencucian bahan
penyaring, biaya pelumas mesin pompa, biaya tenaga kerja dan biaya
operasional pompa.
Bahan penyaring yang diganti setiap dua bulan membutuhkan
biaya sebagai berikut :
Kebutuhan biaya bahan penyaring I = Rp. 188.623/2 bulan
Kebutuhan biaya bahan penyaring II = Rp. 133.760/2 bulan
Total biaya bahan penyaring = Rp. 322.383/2 bulan
Kebutuhan biaya penyaring = Rp. 1.934.295/tahun
Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk mencuci bahan penyaring adalah
sebagai berikut :
Kebutuhan air pencucian penyaring I : 18 m3
Kebutuhan air pencucian penyaring II : 14 m3
65
Biaya pencucian penyaring I : kebutuhan air x (biaya pengolahan + pajak)
: 18 m3 x (Rp. 1.150/m3 + Rp. 210/m3)
: Rp. 24.480
Biaya pencucian penyaring II : kebutuhan air x (biaya pengolahan + pajak)
: 14 m3 x (Rp. 1.150/m3 + Rp. 210/m3)
: Rp. 19.040
Total biaya pencucian : biaya pencucian I + biaya pencucian II
: Rp. 24.480 + Rp. 19.040
: Rp. 43.520
Jadi biaya yang dibutuhkan untuk mencuci kedua penyaring tersebut
dalam setahun adalah sebagai berikut :
Total biaya = biaya pencucian x banyak pencucian
= Rp. 43.520 x 30/tahun
= Rp. 1.305.600/tahun
Menurut harga jual listrik rata-rata Perusahaan Listrik Negara
(PLN) untuk penggunaan listrik industri di wilayah Lampung, biaya yang
dikenakan adalah Rp. 600,22 per kWh. Maka biaya listrik yang perlu
dikeluarkan untuk operasional pompa adalah sebagai berikut :
Kebutuhan listrik pompa I = 1 kWh/jam
Kebutuhan listrik pompa II = 1 kWh/jam
Kebutuhan listrik pompa III = 1 kWh/jam
Kebutuhan listrik pompa IV = 1 kWh/jam
Kebutuhan listrik pompa V = 0,37 kWh/jam
Kebutuhan listrik pompa VI = 0,37 kWh/jam
Kebutuhan listrik pompa VII = 1 kWh/jam
Kebutuhan listrik pompa VIII = 1 kWh/jam
Total kebutuhan listrik = 6,74 kWh/jam
Waktu operasional pompa = 8,5 jam/hari
Kebutuhan listrik pompa = 6,74 kWh/jam x 8,5 jam/hari
= 57,26 kWh/hari
= 20.624,4 kWh/tahun
66
Biaya operasional pompa = Biaya listrik (PLN) x kebutuhan listrik
= Rp. 600,22/kWh x 20.624,4 kWh/tahun
= Rp. 12.379.177/tahun
Penghematan yang diperoleh oleh perusahaan berasal dari
berkurangnya biaya pengolahan dan pajak yang harus dikeluarkan, akibat
telah dioperasikannya instalasi daur ulang air. Pembuatan daur ulang
limbah pada mesin creper I, creper II, hammer mills dan vortex pump akan
menghemat penggunaan air sebesar 33.298,402 m3 per tahun apabila air
dari masing-masing mesin tersebut tetap dapat digunakan setelah melewati
proses daur ulang sebanyak empat kali perulangan.
Menurut Laporan Manajemen (LM) UU. Wabe biaya yang
diperlukan untuk pengolahan air yaitu sebesar Rp. 1.150 per m3.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Lampung
Nomor 04 Tahun 2000 tentang pajak pengambilan dan pemanfataan air
bawah tanah dan air permukaan, serta Keputusan Gubernur Lampung
Nomor 07 Tahun 2002 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Daerah Propinsi Lampung Nomor 04 Tahun 2000, pajak yang
dibebankan pada perusahaan agroindustri yang memanfaatkan air
permukaan golongan B yaitu sebesar Rp. 210 per m3. Perhitungan
penghematan air dari proyek pembuatan daur ulang limbah adalah sebagai
berikut :
Biaya Pengolahan = 33.298,402 m3/tahun x Rp. 1.150/m3
= Rp. 38.293.162/tahun
Beban Pajak = Rp 33.298,402 m3/tahun x Rp. 210/m3
= Rp. 6.992.664/tahun
Penghematan = Biaya Pengolahan + Beban Pajak
= Rp. 38.293.162/tahun + Rp. 6.992.664/tahun
= Rp. 45.285.827/tahun
Selain penghematan konsumsi air, investasi pembuatan bak
pengendapan dan penyaringan juga mendapatkan sumber penghematan
dari berkurangnya biaya pengolahan air limbah di IPAL. Menurut LM
67
UU.Wabe, biaya yang dibutuhkan untuk pengolahan air limbah di IPAL
adalah Rp. 65,091 per m3 limbah. Perhitungan penghematan biaya
pengolahan IPAL dari proyek penambahan talang adalah sebagai berikut :
Biaya Pengolahan = 36.468,741 m3/tahun x Rp. 65,091/m3
= Rp. 2.373.786,82/tahun
Maka penghematan yang diperoleh dengan menerapkan daur ulang limbah
ini adalah sebagai berikut :
Total Penghematan = Penghematan air + Penghematan biaya limbah
= Rp. 45.285.827/tahun + Rp. 2.373.786,82/tahun
= Rp. 47.659.613,82/tahun
Setelah dipotong oleh biaya tetap dan biaya tidak tetap, proyek
pembuatan daur ulang air limbah ini akan menghasilkan keuntungan
sebesar Rp. 18.554.696 /tahun. Menurut UU RI No. 17 tahun 2000,
keuntungan sebesar Rp. 18.554.696 pada investasi ini akan dikenakan
pajak sebesar 5 persen. Hal ini menyebabkan proyek instalasi daur ulang
limbah ini dikenakan pajak sebesar :
Biaya Pajak = 5 % x Rp. 18.554.696/tahun.= Rp. 927.734,8/tahun
Potongan pajak keuntungan yang ditetapkan oleh pemerintah
tersebut, menyebabkan investasi pembuatan bak pengendapan dan
penyaringan untuk daur ulang limbah akan mendapatkan keuntungan
dengan perhitungan sebagai berikut :
Keuntungan = Penghematan – Beban Pajak
= Rp. 18.554.696/tahun - Rp. 927.734,8/tahun
= Rp. 17.626.961,2/tahun
Nilai penghematan yang didapat dari proyek dalam Lampiran 17.
dimasukkan sebagai penerimaan pada arus kas penerimaan dan
pengeluaran proyek. Selain nilai penghematan, dalam kas penerimaan juga
dimasukkan modal sendiri yang terdiri dari biaya investasi dan modal
kerja, serta terdapat nilai sisa dari mesin pada tahun ke-20. Arus kas
penerimaan dan pengeluaran ini dapat dilihat pada Lampiran 18.
68
F. REKOMENDASI
Peluang penerapan produksi bersih melalui penggantian mesin
pengering, mematikan aliran air pada saat tidak digunakan, pembuatan talang
permanen dan melalui pembuatan daur ulang air limbah dapat memberikan
keuntungan berupa berkurangnya limbah yang diakibatkan proses produksi
dan memberikan keuntungan secara ekonomi. Strategi produksi bersih melalui
tindakan mematikan aliran air pada saat tidak digunakan dan pembuatan
talang permanen dapat langsung diimplementasikan di pabrik. Hal ini
disebabkan langkah tersebut tidak akan mengganggu proses produksi dan
mutu produk yang dihasilkan, karena tindakan tersebut tidak membutuhkan
pengggantian peralatan. Langkah tersebut hanya membutuhkan perubahan
sikap seluruh bagian dari perusahaan untuk mencegah terbentuknya limbah,
serta mebutuhkan tambahan peralatan sejenis yang sebelumnya sudah dimiliki
oleh UU. Wabe.
Strategi produksi bersih melalui penggantian mesin pengering dan
pembuatan daur ulang air limbah yang membutuhkan nilai investasi yang
cukup tinggi, dapat dilakukan oleh UU. Wabe secara bersamaan atau dapat
dilakukan secara bertahap. Analisis finansial yang telah dilakukan pada
masing-masing strategi produksi bersih tersebut memperlihatkan investasi
yang dibutuhkan untuk menerapkan kedua strategi produksi tersebut layak
untuk diterapkan selama proses produksi crumb rubber di UU. Wabe.
69
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengukuran neraca massa yang dilakukan, pabrik
crumb rubber PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu
menghasilkan limbah cair sebesar 310.931,565 kg per hari. Limbah cair yang
dihasilkan tersebut, memiliki kandungan polutan yang berbeda-beda di setiap
stasiun prosesnya. Limbah cair yang dihasilkan suatu stasiun proses akan
memiliki kandungan polutan yang lebih rendah dibandingkan stasiun proses
sebelumnya.
Limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi tersebut, dapat
dikurangi dengan menerapkan produksi bersih melalui tindakan good
housekeeping dan daur ulang air. Menghentikan aliran air pada saat tidak
digunakan sebagai salah satu langkah good housekeeping, akan menghasilkan
penghematan sebesar Rp. 4.787.015,04 per tahun. Selain melalui tindakan
menghentikan aliran air pada saat tidak digunakan, langkah good
housekeeping dapat pula dilakukan dengan pembuatan talang permanen.
Pembuatan talang yang dapat menghindari terjadinya kebocoran air sebanyak
9.381,363 kg per hari dan campuran lateks homogen sebanyak 178,716 kg per
hari yang berpotensi menghasilkan 178,716 kg SIR per hari. Pembuatan
talang tersebut akan memberikan penghematan bagi PTPN VII UU. Wabe
sebesar Rp. 181.621.459,9 per tahun
Penerapan produksi bersih untuk mengurangi jumlah limbah yang
dihasilkan selama proses produksi, dapat pula dilakukan dengan daur ulang air
limbah pada setiap stasiun proses. Daur ulang ini akan memberikan
penghematan bagi perusahaan sebesar Rp. 17.626.961,2 per tahun. Langkah
daur ulang ini layak untuk diterapkan, karena dalam analisis finansial
memperlihatkan NPV positif, IRR sebesar 21,9 persen, dan B/C ratio sebesar
1,153.
70
Penerapan produksi bersih selain dapat mengurangi terbentuknya
limbah cair, juga dapat mengurangi pencemaran udara yang ditimbulkan dari
sisa pembakaran mesin dryer. Selain mengurangi pencemaran udara,
penerapan produksi bersih dengan mengganti mesin pengering juga dapat
memberikan keuntungan ekonomi sebesar Rp. 355.471.002 per tahun.
Langkah daur ulang ini layak untuk diterapkan, karena dalam analisis finansial
memperlihatkan NPV positif, IRR sebesar 19,271 persen, dan B/C ratio
sebesar 1,1814.
B. SARAN
Kajian penerapan produksi bersih ini belum sepenuhnya
mempertimbangkan dampak dari usulan produksi bersih yang dapat dilakukan
PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu. Hal ini menyebabkan
perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai :
1. Penggunaan sumber daya air yang efisien untuk setiap stasiun proses
produksi, sehingga akan dapat mengurangi penggunaan sumber daya air
yang diperlukan selama proses produksi.
2. Penerapan secara lapangan terhadap kajian penerapan produksi bersih di
industri crumb rubber.
71
DAFTAR PUSTAKA
Afmar, M. 1998. Faktor Kunci dan Teknik Efektif Penerapan Cleaner Production
di Industri. Makalah Seminar Peningkatan Efisiensi dan Daya Saing Industri Melalui Cleaner Production, Jakarta.
Bapedal . 1997. Panduan Pelatihan Produksi Bersih Untuk Industri dan Jasa, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta.
Bapedal. 2001. Panduan Model Penerapan Produksi Bersih. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta.
Goutara., B. Djatmiko dan W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Agro Industri Press. Jurusan teknologi Industri Pertanian, FATETA. IPB, Bogor.
Maspanger, D dan S. Honggokusumo. 2004. Dampak Penerapan Produksi Bersih Industri Crumb Rubber Pada Peningkatan Pasar Global. Seminar Sosialisasi Produksi Bersih Industri Crumb Rubber. Direktorat Industri Kimia Hasil Pertanian dan Perkebunan. Pekanbaru, 6 Oktober 2004.
Nazaruddin. dan F.B. Paimin. 2004. Karet : Budi Daya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.
Panji, T. dan B.L. Oei. 1992. Kemungkinan Pengolahan Limbah Cair Industri Karet Remah Dengan Cara Pengendapan, Aerasi, Penyaringan dan Penyerapan. Menara Perkebunan, 60(1) : 38 – 46.
Pudjiastuti, L. 1999. Produksi Bersih. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Purwono, B. 2004. Panduan Inspeksi Penaatan Pengelolaan Lingkungan Kegiatan Pertanian dan Kehutanan Industri Karet Remah. Asdep Urusan Pertanian dan Kehutanan. Deputi Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Institusi. Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta.
Raka, G., M.T. Zen., O. Soemarwoto., S.T. Djajadiningrat dan Z. Saidi. 1999. Paradigma Produksi Bersih Mendamaikan Pembangunan Ekonomi Dan Pelestarian Lingkungan. Nuansa, Bandung.
Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius, Yogyakarta.
Solichin, M. 1989. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Warna Dalam Pengolahan SIR 3L. Jurnal. Lateks Wadah Informasi dan Komunikasi Perkebun Karet, 4(2) : 22-25.
Solichin, M. 1991. Kegagalan Mutu SIR dan Cara Mengatasinya. Jurnal Lateks Wadah Informasi dan Komunikasi Perkebun Karet, 6(1) : 23-32.
Solichin, M. dan T. Setiadi. 1992. Pengaruh Penambahan Hidroksilamin Netral Sulfat dan Lama Penerapan Terhadap Mutu Lump Mangkok. Buletin Perkebunan Rakyat, 8(1) : 17-26.
72
Steiner, H.M. 1996. Engineering Economic Principles. The McGraw-Hill Companies, Inc., United States of Amerika.
Sudibyo, A. 1996. Penerepan Teknologi Bersih Pada Industri Karet. Lokakarya Tentang Karet Alam Sebagai Produk Unggulan Ekspor Yang Bersahabat Dengan Lingkungan. Bandar Lampung, 4 Oktober 1996.
Sundstrom, D.W. dan H.E. Klei. 1979. Wastewater Treatment. Englewood Cliffs, Prentice Hall, Inc.
Suparto, D. dan A.A. Alfa. 1996. Daur Ulang Air Pada Pengolahan Karet. Jurnal Penelitian Karet, 14(3) : 262-275.
Suwardin, D. 1989. Teknik Pengendalian Limbah Pabrik Karet. Jurnal. Lateks Wadah Informasi dan Komunikasi Perkebun Karet, 4(2) : 28-34.
Suwardin, D. 1990. Kajian Teknik Pengolahan dan Mutu Karet Remah (Kasus Pabrik Karet Spesifikasi Teknis PTP X di Baturaja dan Tebenan). Buletin Perkebunan Rakyat, 6(1) : 32-38.
Tampubolon, M. 1993. Pengolahan Air Limbah Pabrik SIR Dengan Sistem Kolam. Warta Perkaretan Pusat Penelitian Karet, 12(2) : 15-18.
Taricska, J.R., L.K. Wang, T.H. Yung, J.H. Tay dan K.H. Li. 1999. Handbook of Industrial and Hazardaous Wastes Treatment. Marcel Dekker, Inc., United States of Amerika.
Theodore, L. dan C.M. Young. 1992. Pollution Prevention. Van Nostrand Reinhold. New York.
Tim Bapedal dan Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet, 1999. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Karet Remah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta.
United Nations Enviroment Programme (UNEP). 2001. What is Cleaner Production dalam Cleaner Production Homepage. http:/www.unepie.org.
Lampiran 1. Standar Kualitas Karet Remah (SNI 06-1903-1990)
SIR 3CV SIR 3L SIR 3WF SIR 5 SIR 10 SIR 20 SKEMA LATEKS KOAGULUM KOAGULUM
LATEKS TIPIS LAPANGAN Kadar kotoran, %maks (b/b) 0,03 0,03 0,03 0,05 0,10 0,20 Kadar abu, % maks (b/b) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,75 1,00 Zat menguap, % maks (b/b) 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 PRI, minimum 60 75 75 70 60 50 Po, minimum - 30 30 30 30 30 Nitrogen, % maks (b/b) 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 Visk. ASHT maks Wallace 8 - - - - - VM, ML(1+4) 100o C *) - - - - - Warna. Lovibond - 6 - - - - Curing Characteristic **) **) **) - - - Warna lambang pada kemasan hijau hijau hijau hijau garis coklat merah Coklat Plastik pembungkus - Warna transparan transparan transparan transparan transparan transparan - Tebal, mm 0,02-0,04 0,02-0,04 0,02-0,04 0,02-0,04 0,02-0,04 0,02-0,04 - Titik leleh, min oC 108 108 108 108 108 108 Warna pita plastik jingga transparan putih susu putih susu putih susu putih susu
*) CV-50 : 45-55, CV-60 : 55-65, CV-70 : 65-75 **) Disertakan rheograph dari karakteristik vulkanisasinya a) Koagulum lateks tipis adalah lateks segar yang digumpalkan dengan asam formiat, kemudian digiling dengan ketebalan 1,5-2 cm. b) Koagulum lapangan adalah jenis-jenis bahan olah karet, baik dari perkebunan rakyat maupun perkebunan besar yang tyercantum
dalam Standar Pertanian Indonesia yaitu sit angin, slab tipis, lump mangkok dan gumpalan lainnya berupa getah sadap, getah pohon yang selama penyimpanannya tidak boleh direndam dengan air atau terkena sinar matahari langsung.
Lampiran 2. Struktur Organisasi Unit Usaha Way Berulu
Lampiran 3. Uji Mutu SIR 3L/SIR 3WF
1. Menggunakan Air Umpan pada Setiap Stasiun Proses
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.008 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.19 PRI, minimum 75 75 87 Po, minimum 30 30 45.0 Warna Lovibond 6 - 3.5
2. Menggunakan Penyaringan dari Vortex Pump (Tirisan Box Dryer )
a. Digunakan Pada Creper I
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil SIR 3L SIR 3WF Pengukuran Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.009 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.27 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 41.5 Warna Lovibond 6 - 4.0
b. Digunakan Pada Creper II
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil SIR 3L SIR 3WF Pengukuran Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.008 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 88 Po, minimum 30 30 50 Warna Lovibond 6 - 3.0
c. Digunakan Pada Hammer Mills
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.008 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.29 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 87 Po, minimum 30 30 44.5 Warna Lovibond 6 - 3.5
d. Digunakan Pada Creper I dan Creper II
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.009 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 87 Po, minimum 30 30 45.5 Warna Lovibond 6 - 3.5
e. Digunakan Pada Hammer Mills dan Vortex Pump
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.009 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.31 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.17 PRI, minimum 75 75 89 Po, minimum 30 30 44 Warna Lovibond 6 - 3.5
f. Digunakan Pada Creper I, Creper II dan Hammer Mills
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.010 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.20 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 45
Warna Lovibond 6 - 4.0
3. Menggunakan Penyaringan dari Hammer Mills
a. Digunakan Pada Creper I
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.007 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 88 Po, minimum 30 30 49.5 Warna Lovibond 6 - 3.0
b. Digunakan Pada Creper II
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.009 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.28 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.21 PRI, minimum 75 75 89 Po, minimum 30 30 48
Warna Lovibond 6 - 3.5
c. Digunakan Pada Hammer Mills
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.013 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.29 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.22 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 42
Warna Lovibond 6 - 4.5
d. Digunakan Pada Creper I dan Creper II
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.008 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.27 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.22 PRI, minimum 75 75 90 Po, minimum 30 30 40 Warna Lovibond 6 - 4.0
e. Digunakan Pada Hammer Mills dan Vortex Pump
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.012 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.3 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.21 PRI, minimum 75 75 88 Po, minimum 30 30 45
Warna Lovibond 6 - 4.5
f. Digunakan Pada Creper I, Creper II dan Hammer Mills
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.015 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.31 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.20 PRI, minimum 75 75 88 Po, minimum 30 30 48 Warna Lovibond 6 - 4.5
4. Menggunakan Penyaringan dari Creper II
a. Digunakan Pada Creper I
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.013 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.27 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.18 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 42.5 Warna Lovibond 6 - 4.0
b. Digunakan Pada Creper II
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.014
Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.30
Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.20
PRI, minimum 75 75 85
Po, minimum 30 30 46.5
Warna Lovibond 6 - 4.0
c. Digunakan Pada Hammer Mills
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.02
Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.39
Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.24
PRI, minimum 75 75 87
Po, minimum 30 30 44.5
Warna Lovibond 6 - 5.0
d. Digunakan Pada Creper I dan Creper II
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.018
Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.30
Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.22
PRI, minimum 75 75 87
Po, minimum 30 30 45.5
Warna Lovibond 6 - 4.5
e. Digunakan Pada Creper I, Creper II dan Hammer Mills
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.029 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.38 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.24 PRI, minimum 75 75 87 Po, minimum 30 30 45
Warna Lovibond 6 - 6.0
5. Menggunakan Penyaringan dari Creper I
a. Digunakan Pada Creper I
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.017 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.25 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.20 PRI, minimum 75 75 90 Po, minimum 30 30 39.5 Warna Lovibond 6 - 4.5
b. Digunakan Pada Creper II
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.015 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.27 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.21 PRI, minimum 75 75 85 Po, minimum 30 30 40.0 Warna Lovibond 6 - 4.5
c. Digunakan Pada Hammer Mills
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.027 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.30 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.24 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 37.5 Warna Lovibond 6 - 6.5
d. Digunakan Pada Creper I dan Creper II
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.022 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.30 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.22 PRI, minimum 75 75 85 Po, minimum 30 30 42.5 Warna Lovibond 6 - 5.0
e. Digunakan Pada Creper I, Creper II dan Hammer Mills
Skema Standar
SNI 06-1903-1990 Hasil
SIR 3L SIR 3WF Pengukuran
Kadar kotoran, %maks. (b/b) 0.03 0.03 0.031 Kadar abu, % maks. (b/b) 0.5 0.5 0.32 Zat menguap, % maks. (b/b) 0.8 0.8 0.23 PRI, minimum 75 75 86 Po, minimum 30 30 42.0 Warna Lovibond 6 - 6.0
A. Air Umpan
B. Air Bak Pembekuan
1. Sebelum Daur Ulang
2. Setelah Daur Ulang
C. Air Creper I 1. Sebelum Daur Ulang
2. Setelah Daur Ulang
D. Air Creper II
1. Sebelum Daur Ulang
2. Setelah Daur Ulang
E. Air Hammer Mills
1. Sebelum Daur Ulang
2. Setelah Daur Ulang
F. Air Box Mesin Pengering
1. Sebelum Daur Ulang
2. Setelah Daur Ulang
Lampiran 5. Pengukuran Berat Rata-Rata Bahan Untuk Pembuatan Neraca Massa
Input Stasiun Proses (kg/hari) Pengambilan Sampel Mobile Crusher Creper I Creper II Hammer Mills Vortex Pump Dryer Pengemasan
1 64582.427 53360.031 33845.192 28563.427 28528.935 28428.127 13951.494 2 66907.641 59548.674 34018.684 26863.690 26848.675 26748.622 12094.629 3 65980.256 53849.275 31106.892 28353.593 28299.652 28183.459 13728.342 4 71875.598 62385.540 32815.372 27829.457 27794.618 27691.744 1228.795 5 69250.584 60878.348 34797.471 29688.248 29647.91 29537.734 13024.280 6 66489.565 67825.257 36227.702 31930.416 31908.377 31806.782 14383.465 7 69402.852 61386.580 35425.288 30198.722 30092.052 29982.586 12679.636 8 66355.301 58697.340 32702.136 27538.507 27508.485 27401.551 12881.308 9 69378.617 60725.656 35758.648 31637.351 31605.114 31500.187 14029.628
10 67475.298 58124.155 32154.725 27454.053 27417.536 27327.842 13675.821 Rata-rata 67769.800 59678.086 33885.217 29005.746 28965.138 28860.864 12167.740
Faktor Konversi 0.8806 0.5678 0.856 0.9986 0.9964 0.4216
Lampiran 6. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Setiap Stasiun Proses
No Sumber Limbah Peluang Produksi Bersih Keterangan
Reduce Recycle Reuse Recovery
1
Lateks homogen akibat bocornya talang √ 〤 〤 〤
Melalui perubahan teknologi dengan cara pemasangan talang permanen untuk mengindari kebocoran
2 Limbah cair dari mesin mobile crusher √ √ 〤 〤
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diterapkan dengan memperhatikan mutu produk yang akan dihasilkan
3
Limbah cair dari mesin penggiling creper I √ √ 〤 〤
Pengurangan jumlah debit air yang dibutuhkan untuk pencucian di mesin penggiling perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui debit air optimum untuk proses pencucian. Air hasil recycle dari mesin ini dapat digunakan pada mesin creper I, creper II, serta pada mesin creper I dan creper II secara bersamaan.
4
Limbah cair dari mesin penggiling creper II √ √ 〤 〤
Pengurangan jumlah debit air yang dibutuhkan untuk pencucian di mesin penggiling perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui debit air optimum untuk proses pencucian.Air hasil recycle dari mesin ini dapat digunakan pada mesin creper I, creper II,hammer mills serta dapat digunakan pada mesin creper I dan creper II secara bersamaan.
5
Limbah cair dari mesin penggiling hammer mills √ √ 〤 〤
Pengurangan jumlah debit air yang dibutuhkan untuk pencucian di mesin penggiling perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diketahui besar debit air yang optimum untuk proses pencucian. Air hasil recycle dari mesin ini dapat digunakan pada mesin creper I, creper II,hammer mills, creper I dan creper II secara bersamaan, creper I, creper II dan hammer mills secara bersamaan serta dapat pula digunakan kembali pada mesin vortex pump dan hammer mills secara bersamaan.
6
Limbah cair dari mesin penggiling vortex pump √ √ 〤 〤
Pengurangan jumlah debit air yang dibutuhkan untuk pencucian di mesin penggiling perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diketahui besar debit air yang optimum untuk proses pencucian. Air hasil recycle dari mesin ini dapat digunakan pada mesin creper I, creper II,hammer mills, creper I dan creper II secara bersamaan, creper I, creper II dan hammer mills secara bersamaan serta dapat pula digunakan kembali pada mesin vortex pump dan hammer mills secara bersamaan.
Keterangan : - √ : dapat diterapkan - 〤 : tidak dapat diterapkan
Lampiran 7. Perhitungan Ukuran Bak Pengendapan, Penampungan
dan Penyaringan Instalasi Daur Ulang
A. BAK PENGENDAPAN DAN PENAMPUNGAN
1. Hammer Mills dan Tirisan Box Mesin Pengering
Volume Air Limbah Hammer Mills = 10.982,928 kg/hari
Volume Air Limbah Box Dryer = 56.388,152 kg/hari
Volume Total = 67.371,08 kg/hari = 67,37 m3/hari
Maka volume bak yang dapat dibuat berukuran 4,5 m x 4,5 m x 3,5 m
2. Creper I dan Creper II
Volume Air Limbah Creper I = 25.706,217 kg/hari
Volume Air Limbah Creper II = 22.542,154 kg/hari
Volume Total = 48.248,37 kg/hari = 48,25 m3/hari
Maka volume bak yang dapat dibuat berukuran 3,5 m x 3,5 m x 4 m
B. BAK PENYARINGAN
Debit air = 5L/1,4 menit = 3,572 L/menit = 214,286 L/jam
Luas permukaan = 0,4 m x 0,4 m = 0,16 m2
Tinggi maksimum air mengapung = 0,005 m3/0,16 m2 = 0,032 m
Jadi berapapun luas permukaan bak penyaringan, jika tinggi air mengapung
sebesar 0,032 m akan habis dalam waktu 1,4 menit, atau air mengapung
setinggi 1 cm akan habis dalam 0,4375 menit.
1. Hammer Mills dan Tirisan Box Mesin Pengering
Luas Permukaan Bak = 1,9 m x 1,9 m = 3,61 m2
Tinggi = 1 cm = 0,01 m
Volume = 0,0361 m3/0,4375 menit = 0,0825 m3/menit = 4,95 m3/jam
Waktu yang diinginkan air habis dari bak penyaringan = 12,5 jam/hari
Volume air = 67.371,08 kg/hari = 67,37 m3/hari = 68 m3/hari
Debit saringan = 68 m3/12,5 jam = 5,44 m3/jam
Tinggi air mengapung = Debit saringan – Volume air
= 5,44 m3/jam - 4,95 m3/jam
= 0,48 m3/jam
= 0,136 m/jam
Jadi tinggi air mengapung selama 12,5 jam = 0,136 m/jam x 12,5 jam
= 1,7 m
Maka tinggi bak pembekuan = tinggi air mengapung + tinggi saringan
= 1,7 m + 0,75 m
= 2,45 m
Ukuran bak penyaringan yang dapat dibuat = 1,9 m x 1,9 m x 2,5 m
2. Creper I dan Creper II
Luas Permukaan Bak = 1,6 m x 1,6 m = 2,56 m2
Tinggi = 1 cm = 0,01 m
Volume = 0,0256 m3/0,4375 menit = 0,0585 m3/menit = 3,51 m3/jam
Waktu yang diinginkan air habis dari bak penyaringan = 12,5 jam/hari
Volume air = 48.248,37 kg/hari = 48,25 m3/hari = 49 m3/hari
Debit saringan = 49 m3/12,5 jam = 3,92 m3/jam
Tinggi air mengapung = Debit saringan – Volume air
= 3,92 m3/jam – 3,51 m3/jam
= 0,41 m3/jam
= 0,16 m/jam
Jadi tinggi air mengapung selama 12,5 jam = 0,16 m/jam x 12,5 jam
= 2 m
Maka tinggi bak pembekuan = tinggi air mengapung + tinggi saringan
= 2 m + 0,75 m
= 2,75 m
Ukuran bak penyaringan yang dapat dibuat = 1,6 m x 1,6 m x 2,8 m
Lampiran 8. Perincian Biaya Investasi, Total Modal, Depresiasi dan Modal Kerja Penggantian Mesin Pengering No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan (Rp.) Total Harga (Rp.)
1 Pembelian Dryer 2 Unit 901600000 1803200000 Total 1803200000
No Uraian Jumlah (Rp.) 1 Investasi Alat 18032000002 Modal Kerja 326400
Total 1803526400 No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Harga Umur Pakai Nilai Sisa Penyusutan Pemeliharaan
(Rp.) (Rp.) (Tahun) (Per tahun) (Per Tahun)
1 Pembelian Dryer 2 Unit 901600000 1803200000 20 450800000 67620000 18032000
Total 1803200000 450800000 67620000 18032000 No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Harga (Rp.) (Rp.) A Pelumas dryer 8 Liter 15800 126400B Lain-lain 200000 Total Modal Kerja 326400
Lampiran 9. Perincian Biaya Operasional Mesin Pengering No Uraian Biaya Tahun ke- (Rp.) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A Biaya Tetap
1 Penyusutan 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 2 Pemeliharaan 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000
Total Biaya Tetap 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 B Biaya Tidak Tetap
1 Biaya Pelumas Dryer 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 Total Biaya Tidak Tetap 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 Total Biaya 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 67620000 6762000018032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 18032000 1803200085652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000
1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 15168001516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800
87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800
Lampiran 10. Nilai Penghematan Penggantian Mesin Pengering No Uraian Tahun ke- (Rp.) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A Penerimaan
1 Penghematan bahan bakar dryer 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264
Total Penerimaan 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 B Pengeluaran
1 Biaya Tetap 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 2 Biaya Tidak Tetap 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800
Total Pengeluaran 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 Nilai Penghematan 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 Total Pajak Penghasilan 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 NP Setelah Pajak 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264 634047264
85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 85652000 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800 1516800
87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 87168800 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 546878464 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 191407462 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002
Lampiran 11. Arus Penerimaan dan Pengeluaran Penggantian Mesin Pengering
No Uraian Tahun ke- (Rp.) 0 1 2 3 4 5 6 7 8
A Penerimaan 1 Modal sendiri 1803526400 0 0 0 0 0 0 0 0 2 NP Setelah pajak 0 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total Penerimaan 1803526400 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 B Pengeluaran
1 Pembelian alat 1803200000 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Modal Kerja 326400 0 0 0 0 0 0 0 0
Total Pengeluaran 1803526400 0 0 0 0 0 0 0 0 Aliran Kas Bersih 0 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 Total Kas Awal Tahun 0 0 355471002 710942003 1066413005 1421884006 1777355008 2132826010 2488297011 Total kas Akhir Tahun 0 355471002 710942003 1066413005 1421884006 1777355008 2132826010 2488297011 2843768013
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0 0
355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 450800000
355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 806271002
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 355471002 806271002
2843768013 3199239014 3554710016 3910181018 4265652019 4621123021 4976594022 5332065024 5687536026 6043007027 6398478029 6753949030
3199239014 3554710016 3910181018 4265652019 4621123021 4976594022 5332065024 5687536026 6043007027 6398478029 6753949030 7560220032
Lampiran 12. Hasil Analisis Finansial Penggantian Mesin Pengering
Tahun Aliran Kas Bersih 0 -1803526400 Discount Rate = 16 % 1 355471002 2 355471002 Hasil Analisis Finansial 3 355471002 NVP 282042393.52 4 355471002 IRR 19.271% 5 355471002 Benefit 2130700860 6 355471002 Cost 1803526400 7 355471002 B/C ratio 1.1814 8 355471002 9 355471002 10 355471002 11 355471002 12 355471002 13 355471002 14 355471002 15 355471002 16 355471002 17 355471002 18 355471002 19 355471002 20 806271002
Lampiran 13. Perincian Biaya Investasi dan Total Modal Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan (Rp.) Total Harga (Rp.) 1 Bak penyaringan I (1.9 x 1.9 x 2.5) 9.025 M3 250000 2256250 2 Bak penyaringan II (1.6 x 1.6 x 2.8) 7.168 M3 250000 1792000 3 Bak pengendapan I (4.5 x 4.5 x 3.5) 70.875 M3 250000 17718750 4 Bak pengendapan II (3.5 x 3.5 x 4) 49 M3 250000 12250000 5 Bak penampungan I (4.5 x 4.5 x 3.5) 70.875 M3 250000 17718750 6 Bak penampungan II (3.5 x 3.5 x 4) 49 M3 250000 12250000 7 Pompa Creaper I ( 1000 watt, 3.66 m3/jam) 2 Unit 1050000 2100000 8 Pompa Creaper II ( 1000 watt, 3.66 m3/jam) 2 Unit 1050000 2100000 9 Pompa Hammer Mills (370 watt, 1.95 m3/jam) 2 Unit 585000 1170000
10 Pompa Box Dryer (1000 watt, 8.4m3/jam) 2 Unit 1450000 2900000 11 Pipa 1 " (Wavin) 16 m 8000 128000 12 Pipa 1,5 " (Wavin) 14 m 10000 140000 13 Lain-lain 200000 Total 72523750
No Uraian Jumlah (Rp.)
1 Investasi Alat 72523750
2 Modal Kerja 1385582.5
Total 73909332.5
Lampiran 14. Depresiasi Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Harga Umur Pakai Nilai Sisa Penyusutan Pemeliharaan
(Rp.) (Rp.) (Tahun) (Per tahun) (Per Tahun) 1 Bak penyaringan I (2 x 2 x 3) 9.025 m3 250000 2256250 10 1128125 112813 22562.5
2 Bak penyaringan II (1.9 x 1.9 x 2.3) 7.168 m3 250000 1792000 10 896000 89600 17920
3 Bak pengendapan I (4.5 x 4.5 x 3.5) 70.875 m3 250000 17718750 10 8859375 885938 177187.5
4 Bak pengendapan II (3.5 x 3.5 x 4) 49 m3 250000 12250000 10 6125000 612500 122500
5 Bak penampungan I (4.5 x 4.5 x 3.5) 70.875 m3 250000 17718750 10 8859375 885938 177187.5
6 Bak penampungan II (3.5 x 3.5 x 4) 49 m3 250000 12250000 10 6125000 612500 122500
7 Pompa Creaper I ( 1000 watt, 3.66 m3/jam) 2 Unit 1050000 2100000 10 210000 189000 210000
8 Pompa Creaper II ( 1000 watt, 3.66 m3/jam) 2 Unit 1050000 2100000 10 210000 189000 210000
9 Pompa Hammer Mills (370 watt, 1.95 m3/jam) 2 Unit 585000 1170000 10 117000 105300 117000
10 Pompa Box Dryer (1000 watt, 8.4m3/jam) 2 Unit 1450000 2900000 10 290000 261000 290000
11 Pipa 1 " (Wavin) 16 m 8000 128000 10 0 12800 19200 12 Pipa 1,5 " (Wavin) 14 m 10000 140000 10 0 14000 21000 13 Lain-lain 200000 10 0 20000 30000 Total 72523750 32819875 3990388 1537058
Lampiran 15. Modal Kerja Pemnbuatan Daur Ulang Air No Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan Total Harga
(Rp.) (Rp.) A Bahan Penyaring I 1. Ijuk 0.722 m3 17500 12635 2. Batu 0.722 m3 37500 27075 3. Pasir 0.722 m3 30000 21660 4. Zeolit 0.5415 m3 235000 127252.5B Bahan Penyaring II 1. Ijuk 0.512 m3 17500 8960 2. Batu 0.512 m3 37500 19200 3. Pasir 0.512 m3 30000 15360 4. Zeolit 0.384 m3 235000 90240C Pelumas Pompa 4 Liter 15800 63200D Lain-lain 1000000 Total Modal Kerja 1385583
Lampiran 16. Perincian Biaya Operasional Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Biaya Tahun ke- (Rp.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 a Biaya Tetap
1 Penyusutan 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 3990388 2 Pemeliharaan 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058 1537058
Total Biaya Tetap 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 b Biaya Tidak Tetap
1 Biaya Penggantian Bahan Penyaring 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295 1934295
2 Biaya Pencucian Bahan Penyaring 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600 1305600
2 Biaya Pelumas 758400 758400 758400 758400 758400 758400 758400 758400 758400 758400 3 Biaya Tenaga Kerja 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000 7200000
4 Biaya Operasional Pompa 12379177 12379177 12379177 12379177 12379177 12379177 12379177 12379177.4 12379177 12379177
Total Biaya Tidak Tetap 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472.4 23577472 23577472
Total Biaya 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917.4 29104917 29104917
Lampiran 17. Nilai Penghematan Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Tahun ke- (Rp.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A Penerimaan
1 Penghematan air recycle 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827 45285827
2 Penghematan biaya pengolahan limbah 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787 2373787
Total Penerimaan 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 47659613 B Pengeluaran
1 Biaya Tetap 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 5527445 2 Biaya Tidak Tetap 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472 23577472
Total Pengeluaran 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 29104917 Nilai Penghematan 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 18554696 Total Pajak Penghasilan 927735 927735 927735 927735 927735 927735 927735 927735 927735 927735 NP Setelah Pajak 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961
Lampiran 18. Arus Penerimaan Pengeluaran dan Hasil Analisis Finansial Pembuatan Daur Ulang Air No Uraian Tahun ke- (Rp.) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A Penerimaan
1 Modal sendiri 73909333 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 NP Setelah pajak 0 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 32819875
Total Penerimaan 73909333 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 50446836 B Pengeluaran
1 Pembelian alat 72523750 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Modal Kerja 1385583 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total Pengeluaran 73909333 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Aliran Kas Bersih 0 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 17626961 50446836 Total Kas Awal Tahun 0 0 17626961 35253922 52880884 70507845 88134806 105761767 123388728 141015690 158642651 Total kas Akhir Tahun 0 17626961 35253922 52880884 70507845 88134806 105761767 123388728 141015690 158642651 209089487
Tahun Aliran Kas Bersih
0 -73909333 Discount Rate = 16 % 1 17626961 2 17626961 Hasil Analisis Finansial 3 17626961 NVP 16142679.60 4 17626961 IRR 21.900% 5 17626961 Benefit 85195158 6 17626961 Cost 73909333 7 17626961 B/C ratio 1.153 8 17626961 9 17626961 10 50446836