LAPORAN HASIL PENELITIAN STUDI MARKET DAN POTENSI …...laporan hasil penelitian studi market dan...
Transcript of LAPORAN HASIL PENELITIAN STUDI MARKET DAN POTENSI …...laporan hasil penelitian studi market dan...
LAPORAN HASIL PENELITIAN
STUDI MARKET DAN POTENSI PASAR UNTUK NTFP ( GEMOR, KARET DAN ROTAN) DI LOKASI SEKITAR TN. SEBANGAU
Disusun oleh:
Kissinger, S.Hut., M.Si Marinus Kristiadi, S.Hut. Hj. Rina Muhayah, S.Hut.
Kerja sama antara
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat dan
WWF Indonesia Kalimantan Tengah
Central Kalimantan Peatland Project (CKPP) WWF Indonesia Palangkaraya
2007
I. LATAR BELAKANG
Sektor pertanian menjadi basis pertumbuhan ekonomi masyarakat di
lingkungan perdesaan. Hal ini dilatarbelakangi oleh potensi sumber daya yang
besar dan beragam serta keterbatasan kemampuan dari sumber daya yang ada
mengakibatkan besarnya jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya
pada sektor pertanian.
Sektor pertanian merupakan salah satu penyelamat perekonomian nasional di
saat krisis ekonomi melanda negara kita, di mana saat banyak sektor lain
pertumbuhannya mengarah negatif sedangkan sektor pertanian
pertumbuhannya malah meningkat positif.
Kedudukan strategis dari sektor pertanian dengan potensinya yang besar
bertolak belakang dengan posisi petani (terutama petani tradisional) sebagai
tulang punggung pelaksana pembangunan sektor pertanian. Suatu
pemandangan yang lumrah bila kita melihat tingkat kesejahteraan petani yang
rendah dan tergolong masyarakat miskin. Kecenderungan ini menunjukan
bahwa pemerintah masih sangat lemah kemampuannya memfasilitasi
pemberdayaan petani maupun sektor pertanian lainnya untuk menjadi lebih
optimal. Di sisi lain adanya peningkatan investasi dalam pertanian/perkebunan
yang dilakukan investor PMA dan PMDN yang cenderung berorientasi pada
pasar eksport dan umumnya padat modal justru banyak menciptakan buruh
tani.
Kebijakan di era kepemimpinana Susilo Bambang Yudhoyono berusaha
membuka peluang bagi bergeraknya sektor riil di bidang pertanian secara luas
dan secara khusus. Pengembangan pertanian/perkebunan di Kalimantan
Tengah dilaksanakan untuk menjangkau seluruh potensi lapisan masyarakat dan
menyebar di seluruh wilayah. Salah satu program yang sedang berjalan
sekarang adalah revitalisasi perkebunan untuk mempercepat pembangunan
perkebunana rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman
perkebunan yang didukung kredit investasi dengan subsidi bunga oleh
pemerintah dengan melibatkan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai
mira pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran
hasil. Pelaksanaan program revitalisasi perkebunan didukung dan didasari oleh
landasan hukum seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian No.33/
Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui
Program Revitalisasi Perkebunan, Keputusan Menteri Pertanian No.
490/Kpts/OT. 160/8/2006 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pelaksanaan
Program Revitalisasi Perkebunan.
Tujuan program revitalisasi perkebunan adalah untuk mempercepat
pertumbuhan sektor riil, khususnya meningkatkan kesempatan kerja,
pendapatan masyarakat, daya saing melalui pengembangan industri hilir
berbasis perkebunan dan meningkatkan penguasaan ekonomi nasional serta
pengembangan wilayah. Untuk usaha perkebunan ini pemerintah daerah
memproyeksikan pencadangan lahan seluas 3.139.500 Ha. Pendekatan
pengembangan usaha perkebunan dilakukan dengan beberapa pola seperti: Pola
Swadaya, Pola UPP, Pola PIR dan Pola PBSIPBSN. Beberapa komoditi unggulan
di bidang perkebunan adalah : Karet, Kelapa, Kelapa Sawit, Lada Kopi, Cengkeh,
Kakao dan Tebu. Tahap awal tanaman perkebunan yang akan dikembangkan
adalah karet, kelapa sawit dan kakao. Dari ke tiga komoditas tersebut karet
merupakan komoditas yang telah lama dibudidayakan dan menjadi penopang
perekonomian di lingkungan masyarakat perdesaan.
Selain komoditas pertanian karet yang dikembangkan masyarakat
perdesaan,hasil hutan non-kayu sudah sejak lama masuk dalam komponen
penting strategi penghidupan penduduk perdesaan terutama yang
berbatasan/berdekatan dengan hutan. Rotan dan gemor telah lama menjadi
komoditas yang banyak membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat.
Potensi komoditas ini bila dikelola dengan baik diyakini dapat meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup masyarakat.
Berdasarkan observasi lapangan ditemukan kenyataan bahwa pendapatan
petani dari penjualan ke tiga produk hasil kebun dan hutan masih relatif
rendah. Sehingga hal ini menjadi isu mendasar yang perlu diprioritaskan dalam
pengelolaan hasil kebun dan hutan. Pertanyaannya adalah:”Bagaimana
memperbaiki penghidupan petani sebagai penghasil produk melalui
peningkatan pendapatan usaha kebun dan hasil hutan”
Kelemahan di bidang pengelolaan hasil kebun dan hutan terutama dari aspek
pemasaran merupakan permasalahan utama yang mengakibatkan rendahnya
pendapatan petani. Pemasaran produksi hasil pertanian dan kehutanan secara
umum di Indonesia selalu menjadi permasalahan mendasar bagi para petani.
Pemasaran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam meningkatkan
pendapatan setelah petani mampu menghasilkan produk dengan kuantitas dan
kualitas yang baik. Pemahaman yang baik terhadap hubungan pasar yang
terjadi secara timbal balik akan memungkinkan petani dapat meningkatkan
pendapatan mereka dengan mulai mengarahkan produksi mereka untuk
memenuhi peluang pasar.
Pemasaran yang terlalu panjang atau adanya monopoli pemasaran yang
dilakukan pelaku pasar sangat menentukan pendapatan yang akan di terima
oleh petani atau pihak produsen sehinggah jika pemasaran yang ada tidak di
cernati atau di lakukan upaya untuk perbaikan yang Pro Poor, pihak produsen
atau masyarakat dan yang paling banyak adalah di perdesaan Kalimantan
Tengah ini tetap akan menjadi obyek dari pelaku pasar. Apalagi dengan
tuntutan hidup di jaman sekarang ini semakin keras.
Melihat keadaan tersebut yang terjadi juga di daerah yang berada di sekitar
wilayah TN. Sebangau yang secara administratif wilayahnya berada dalam
Kabupaten Kasongan dan Pulang Pisau, maka untuk kegiatan pengurangan
kemiskinan di daerak project akan dilakukan study market dengan tujuan untuk
melihat potret dan potensi pasar pada 3 komoditi yaitu karet, rotan, dan gemor
untuk memberikan rekomendasi apa untuk memperbaki keadaan pemasaran
yang dampaknya kepada masyarakat luas dan terutama pada masyarakat
miskin yang kebanyakan berprofesi sebagai petani atau peramu hutan.
Dipilihnya judul penelitian tentang Studi market dan potensi pasar untuk
gemor, karet dan rotan di lokasi sekitar TN. Sebangau adalah atas dasar upaya
pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
selanjutnya diduga secara signifikan akan berpengaruh positif terhadap upaya
konservasi yang telah dan sedang berlangsung pada kawasan TN. Sebangau
II. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang dicapai dalam penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui potret dan potensi tanaman karet, rotan dan gemor di wilayah
yang berada di sekitar TN. Sebangau
2. Mengetahui arus tata niaga untuk masing-masing komoditas serta fluktuasi
harga pada berbagai level tata niaga
3. Mengetahui pemanfaatan (bentuk olah) komoditas karet, rotan dan gemor
4. SWOT analalysis komoditas karet, rotan dan gemor
5. Mendeskripsikan arah dan pola pengusahaan oleh masyarakat
III. OUTPUT PENELITIAN
Output atau luaran yang akan didapat dari penelitian adalah:
1. Adanya deskripsi tentang potret dan potensi tanaman karet, rotan dan gemor
di lokasi sekitar TN. Sebangau
2. Adanya gambaran jalur pemasaran karet, rotan dan gemor
3. Adanya informasi penyebaran margin setiap level jaringan pemasaran.
4. Teridentifikasinya permasalahan yang dihadapi petani dan pelaku pasar
dalam pemasaran dan peluang pengembangan karet, rotan dan gemor
5. Dokumen laporan yang lengkap dan dokumentasi dalam kegiatan penelitian
yang dilakukan.
IV. PERUMUSAN MASALAH
Karet, rotan dan gemor merupakan salah satu komoditas perkebunan dan hasil
hutan non kayu yang telah lama diusahakan oleh sebagian besar petani di
Kalimantan Tengah. Ketiga komoditas ini sudah sejak lama menjadi komponen
penting untuk menopang perekonomian dan penghidupan penduduk
perdesaan.
Realitas di lapangan menunjukan bahwa petani atau penduduk desa sebagai
produsen relatif masih mendapatkan imbalan yang rendah atas penjualan
komoditas produk tersebut. Rentabilitas usaha produk karet, rotan dan gemor
sebagian besar tidak diterima petani, tetapi lebih banyak diterima oleh pelaku
pasar. Rendahnya rentabilitas yang diterima petani diduga disebabkan oleh
sistem pasar yang belum berpihak pada petani.
Untuk membuktikan hal tersebut serta upaya mencari solusi peningkatan
penerimaan margin oleh petani guna pengentasan kemiskinan, maka dilakukan
study market terhadap produk karet, rotan dan gemor. Kajian pasar dilakukan
pada tiap elemen pasar yang tergambar dalam arus tata niaga/jaringan pasar
berikut:
Gambar 1. Dugaan sementara jaringan pemasaran karet, rotan dan gemor
V. METODE PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini direncanakan selama 2 bulan (Oktober-Desember 2007) dengan
mengambil lokasi pada beberapa daerah (desa dan kecamatan) yang berada di
Petani/produsen
Pedagang pengumpul tingkat desa
Pedagang dari luar desa
Pedagang kabupaten/ Industri pengolahan
Pedagang tingkat provinsi / Industri pengolahan
Pedagang pengumpul tingkat kecamatan
sekitar TN. Sebangau, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Katingan, kota
Sampit dan Banjarmasin sebagai tempat industri pengolahan.
Adapun rincian mengenai lokasi studi adalah seperti tertera dalam tabel berikut:
Tabel 1. Lokasi penelitian study market komoditas Karet, Rotan dan Gemor No Komoditas Desa Kecamatan Kabupaten Kota Lain
1 Gemor Keruing Kamipang Katingan Sampit, Palangkaraya, Banjarmasin
Sebangau Mulya Sebangau Kuala Pulang pisau Paduran
Sebangau
2 Rotan Keruing Kamipang Katingan
Tumbang Bulan Mendawai
3 Karet Tumbang Nusa Jabiren Raya Pulang pisau
Telangkah Katingan Hilir Katingan
Sebangau Mulya Sebangau Kuala Pulang pisau Paduran
Sebangau
2. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan pengumpulan
data pendukung lainnya.
Jumlah sampel yang dikumpulkan untuk tingkat petani adalah berkisar 3 % - 5
% dari jumlah KK (berdasarkan homogenitas responden)
Data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:
Data Tingkat Petani: Data responden, Pemilikan tanah, aksesibilitas, jarak
kebun atau tempat usaha dari rumah dan tempat pemasaran, produktifitas
kebun atau unit usaha, pendidikan, pendapatan dan biaya produksi
(termasuk harga jual), jumlah anggota keluarga.
Data Tingkat Pedagang perantara: Data responden, lokasi usaha, jarak lokasi
pengumpulan dengan tempat penjualan selanjutnya, biaya dan pendapatan
dalam proses pengumpulan produk (termasuk harga beli dan harga jual)
Data Tingkat Pengusaha/pengumpul tingkat akhir: Data Perusahaan, Biaya
dan pendapatan dalam kegiatan produksi (termasuk harga beli dan harga
jual)
Gambaran pola distribusi produk barang (pola pemasaran produk)
Data kelembagaan pemasaran produk karet, rotan dan gemor
3. Analisis data:
1. Jaringan pemasaran, permasalahan pemasaran, struktur pasar dan peluang
perbaikan sistem pemasaran dari komoditas produk karet, rotan dan gemor
dianalisis dengan menggunakan matriks tabulasi (deskriptif kuantitatif)
2. Margin pemasaran pada tiap level pemasaran dari komoditas rotan, karet
dan gemor dianalisis dengan formula berikut:
Mp = Pr – Pf atau Mp = ε Bi + ε Ki
Keterangan:
Mp = margin pemasaran. Pr = harga di tingkat pengecer. Pf = harga di tingkat produsen. ε Bi = jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran. (B1, B2, B3, ...) ε Ki = jumlah keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran.
Rentabilitas usaha produk karet, rotan dan gemor didapatkan melalui selisih
margin pemasaran dengan harga jual produk nyata.
VI. Pelaksana Kegiatan Penelitian
Pelaksanaan kegiatan studi market adalah peneliti dari Fakultas Kehutanan
UNLAM Banjarbaru bekerjasama dengan WWF Indonesia Cabang Palangkaraya.
VII. HASIL PENELITIAN
1. Potret dan Potensi Karet, Rotan dan Gemor
1.1. Karet
Komoditas karet di lokasi sekitar TN. Sebangau jumlahnya masih sangat
terbatas. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tanaman karet terutama
banyak terdapat di Kecamatan Katingan Hilir, Katingan Kuala dan Jabiren Raya
Kabupaten Pulang Pisau serta sudah berada pada tahap umur produksi. Bibit
yang dipergunakan adalah bibit lokal dengan luasan kebun yang dikelola dan
sudah menghasilkan berkisar antara 2 – 4 ha. Kemampuan produksi mencapai 3-
6 kwintal perminggu dengan bentuk olahan karet yang dijual adalah skrab.
Harga bahan olahan karet cukup bervariasi mulai dari Rp 3000 – 5500/kg.
Terdapat indikasi penduduk ingin mengembangkan tanaman karet bibit unggul.
Daerah lainnya seperti Sebangau dan Paduran Sebangau, sebagian penduduk
telah mencoba menanam karet yang masih belum produksi dengan rata-rata
total luasan lahan yang diusahakan berkisar 0,5 – 3 ha. Beberapa penduduk
menanam karet dengan pola agroforestry di mana tanaman karet ditanam
bersama-sama dengan padi dan parit yang berada di sekitar kebun
dimanfaatkan untuk beternak ikan. Sedangkan daerah lainnya berdasarkan uji
petik seperti Muara bulan dan Keruing belum ada pengembangan kebun karet,
tetapi ada indikasi penduduk daerah tersebut ingin menanam karet.
1.2. Rotan
Pengembangan komoditas rotan terbatas pada desa dan kecamatan yang
terdapat di Kabupaten Kasongan (mulai dari Tumbang Samba,Katingan Hilir
sampai Katingan Hilir). Desa Muara (Tumbang) Bulan dan Keruing merupakan
salah satu penghasil rotan di Kabupaten Kasongan. Produktivitas kebun yang
dimiliki penduduk cukup bervariasi dari 3 - 9 ton setiap kali panen. Panen
berikutnya dilakukan dua tahun kemudian. Produk yang dijual berupa rotan
basah.
Harga rotan yang relatif rendah (Rp 60.000/kwintal) mengakibatkan penduduk
menghentikan aktivitasnya dalam memanen rotan di kebun yang mereka miliki
(kasus desa Tumbang Bulan), mereka lebih memilih memanen rotan bulu yang
harganya lebih tinggi (Rp 75.000,-/kwintal). Selain itu terhambatnya aktivitas
petani juga berhubungan dengan program pemberantasan illegal logging yang
mana dulunya mereka lebih banyak memilih profesi sebagai pemungut kayu
kini tidak dapat lagi melakukan aktivitas tersebut. Berdasarkan informasi yang
dikumpulkan seorang pekerja/buruh penebang kayu bisa menghasilkan Rp
5.000.000 – Rp10.000.000,- /minggu, sedangkan pedagang pengumpul bisa
mendapatkan penghasilan kotor Rp 150 – 250 juta/bulan. Perubahan kondisi
sosial ekonomi tersebut merupakan salah satu sebab relatif sulitnya merubah
tatanan masyarakat penebang kayu untuk kembali bekerja sebagai petani rotan.
Berlainan kasus dengan desa Keruing, di mana penduduknya masih
mengusahakan rotan. Diversifikasi usaha yang dilakukan penduduk dalam
menjalankan tatanan perekonomian di desa menjadikan segala bentuk usaha
menjadi saling melengkapi.
1.3. Gemor
Gemor merupakan salah satu komoditas yang paling banyak dihasilkan dari
daerah yang berada di sekitar TN. Sebangau. Muara Bulan, Keruing, Paduran
Sebangau, Sebangau Mulya, Talengki, Handiwung, Petak Behandang, Asem
Kumbang, Lahang merupakan daerah-daerah di mana komoditas gemor
beredar.
Gemor merupakan hasil hutan yang diambil dari kulit kayu jenis Madang rawa
(Alseodaphne sp.).
Berbeda dengan kedua komoditas di atas (karet dan rotan), pemungutan gemor
lebih tergantung dengan keberadaan gemor di hutan dan masih jarang
penduduk yang membudidayakan (kalau ada masih dalam tahap uji coba).
Dalam setahun terdapat 5 – 7 bulan waktu bagi penduduk untuk mencari gemor
(tergantung kondisi cuaca dala setahun).
Potensi gemor semakin tahun semakin turun dan jarak tempuh untuk menuju
lokasi pohon gemor siap panen semakin jauh. Hal ini berkaitan dengan sistem
pemanenan dengan cara tebas/penebangan yang berlebihan tanpa
memperhitungkan perkembangan alamiah dari tanaman, meningkatnya jumlah
pohon yang ditebang, kemampuan tumbuh dan perkembangnya trubusan alami
di alam yang relatif lambat akibat terganggunya habitat tumbuhnya.
2. Arus Tata Niaga/Jaringan Pemasaran Komoditas Karet, Rotan dan Gemor
2.1. Karet
Arus tata niaga untuk produk karet adalah seperti tertera pada diagram berikut:
Petani/produsen Harga jual Rp 4000-5500,-
Pedagang pengumpul tingkat desa (Level 1)
Harga jual Rp 4500-Rp6000
Pedagang dari luar desa (level 1)
Harga jual Rp 4500-7500,-
Pedagang kabupaten (level 1, 2 dan 3)
Harga jual 6500-7500
Industri pengolahan di Kota Kabupaten dan Banjarmasin
Pedagang pengumpul tingkat kecamatan (level 1 dan 2) Harga jual Rp 4500 - 7500
Eksport ke luar negeri Bahan setengah jadi SIR 20
Harga jual Rp 17900 – 20.000,-
Gambar 2. Gambaran jaringan pemasaran karet
Berdasarkan gambaran jaringan di atas terdapat 3 level pedagang pengumpul
dari pemasaran produk karet. Semua pedagang di tiap level baik pedagang dari
desa maupun pedagang dari luar desa, kecamatan dan kabupaten mempunyai
akses langsung untuk membeli karet dari petani (bukan dari kelompok tani).
Para pedagang pengumpul mendatangi desa-desa untuk membeli langsung ke
petani karet. Pedagang pengumpul tingkat desa dan dari luar desa terdekat
menempati level 1 dalam jaringan pedagang pengumpul. Mereka membeli karet
langsung dari petani dan kemudian dapat menjual karet ke pedagang
pengumpul dari kecamatan atau kabupaten. Bagi pedagang pengumpul dari
luar desa terdekat yang memiliki modal besar, sebagian menjual karetnya
langsung ke industri pengolahan karet di Kabupaten setempat maupun
Banjarmasin. Bagi para pedagang besar yang berlokasi di kabupaten umumya
memiliki kaki tangan yang bermukim di desa penghasil karet atau desa terdekat
sehingga memudahkan dalam pengumpulan bahan karet. Selain mempunyai
akses langsung ke petani, para pedagang juga mempunyai akses langsung untuk
menjual karet ke industri pengolahan yang terdapat di beberapa kabupaten di
Kalimantan Tengah dan kota Banjarmasin. Penjualan langsung ke industri
tergantung dari kapasitas pedagang pengumpul dan kemampuan dari pedagang
dalam memenuhi standart kualitas bahan karet yang diberlakukan oleh
perusahaan. Para pedagang yang mempunyai akses langsung menjual ke
perusahaan memiliki kapasitas penjualan bahan karet perbulan mencapai ≥ 14
ton, dengan rata-rata kapasitas penjualan dari pedagang adalah sebesar 33,89
ton/bulan.
Harga jual untuk tiap level jaring pasar adalah tergantung dari:
1. Jenis bahan olahan dan kualitas karet yang dijual. Jenis bahan olahan dan
kualitas karet mempengarahui harga jual karet. Kualitas karet ditentukan
oleh cara/teknik pengolahan dan bahan asal lateks. Teknik pengolahan
yang buruk menghasilkan bahan olahan karet berkualitas rendah dan harga
juga rendah. Sedangkan bahan asal lateks berpengaruh terhadap besarnya
penyusutan yang terjadi. Kualitas tapak tempat tumbuh karet mempengaruhi
besarnya penyusutan, bahan karet yang berasal dari kebun yang terletak
berdekatan dengan sungai/danau (dikenal dengan sebutan karet pantai)
penyusutannya lebih tinggi dari pada karet yang berasal dari kebun yang
pada tanah kering atau jauh dari sungai/danau (dikenal dengan sebutan
karet gunung). Sebagai contoh: pengangkutan karet dengan jarak > 250 km,
penyusutan yang terjadi untuk karet gunung adalah berkisar ±15%,
sedangkan untuk karet pantai penyusutan mencapai ± 30-35% (sumber: hasil
wawancara dengan pedagang pengumpul)
2. Jumlah mata rantai dari jaringan pasar yang di lewati. Semakin panjang mata
rantai yang dilewati akan menjadikan harga jual karet tinggi
3. Besarnya jarak yang ditempuh dalam tiap level pemasaran, karena hal ini
berpengaruh terhadap biaya transportasi dan besarnya penyusutan yang
terjadi.
4. Khusus untuk industri pengolahan karet adalah lebih banyak tergantung
harga pasaran karet dunia.
Pada penelitian ini industri pegolahan karet terdekat terdapat di Kabupaten
Kapuas (1 industri), Sampit (1 industri), dan Banjarmasin (6 pabrik).
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat aliran karet relatif lebih banyak
menuju ke Banjarmasin, sedangkan pabrik yang terdapat di Kalimantan Tengah
umumnya menerima karet dari pengumpul daerah sekitarnya yang terdekat.
Bahan olahan yang dikirim industri berupa produk setengah jadi SIR 20 dan
hanya sedikit perusahaan yang memproduksi RSS. Perkembangan terakhir
menyebutkan bahwa pasar dunia karet masih hangat sebagai akibat naiknya
harga barang subtitusi berupa bahan karet sintetis yang bahan bakunya dari
minyak bumi. Kekenyalan yang dimiliki karet alam belum tertandingi oleh
karet sintetis.
2.2. Rotan
Arus tata niaga komoditas hasil hutan non kayu rotan adalah seperti tergambar
pada diagram berikut:
Petani/produsen Harga jual Rp 600-1200/kg
Pedagang pengumpul tingkat desa (level 1)
Harga jual Rp 2000-2800/kg
Pedagang dari luar desa(level 1) Haga jual Rp 2000-2800/kg
Pedagang pengumpul tingkat kecamatan(Level 1) Harga jual Rp2800-4500/kg
Pedagang Banjar (Level 1) harga jual Rp 2800–4500/kg
Gambar 3. Gambaran jaringan pemasaran rotan
Berdasarkan diagram alir yang dikemukan di atas, trend jaringan pasar yang
ditunjukan pada komoditas rotan serupa dengan komoditas karet, hanya saja
daerah sebaran produsen rotan dan jumlah pengumpul lebih sedikit dibanding
komoditas karet. Pada pemasaran produk rotan terdapat 2 level pedagang
pengumpul. Berdasarkan hasil penelitian dari 5 kecamatan yang menjadi sampel
penelitian hanya 1 kecamatan yang terdapat pedagang pengumpul. Aliran
barang sedikit berbeda, di mana bahan rotan selain dikirim ke luar negeri berupa
produk setengah jadi, aliran barang juga terdistribusi ke pulau Jawa.
Industri pengolahan rotan yang besar terdapat di kota Sampit (2 industri),
Kapuas (1 industi), Kasongan (1 indutri) dan Banjarmasin (4 industri). Industri
kecil cukup banyak berkembang memanfaatkan bahan rotan. Industri kecil yang
banyak berkembang di Kalimantan Tengah terutama Sampit (± 9 industri) dan
paling banyak tersebar di kota dan daerah-daerah di Kalimantan Selatan.
Ekport ke luar negeri Harga jual Rp 9,8–10 juta/ton
Pedagang kabupaten(level 1 dan 2) Harga jual Rp 3750-4500
Industri pengolahan di Kota Kabupaten dan Banjarmasin
Jawa
Menurunnya permintaan produk rotan olahan mengakibatkan menurunkan
aktivitas pemanfaatan rotan, sehingga harga rotan menurun sampai level Rp
60.000,00/kwintal (rotan taman dan irit) pada desa yang aksesnya jauh dari
industri pengolahan. Keberadaan barang pengganti berupa rotan sintetis juga
berdampak pada menurunnya pemasaran rotan
2.3. Gemor
Jaringan pasar dari produk hasil hutan non kayu gemor relatif lebih sederhana
dibanding ke dua komoditas sebelumnya. Tingkat produsen penghasil gemor
juga terbatas pada kawasan hutan berawa di mana banyak terdapat jenis pohon
madang rawa (Alseodaphne sp.) yang tumbuh dan berkembang secara alami.
Pada masing-masing desa di mana penduduknya mencari gemor, tidak
ditemukan pedagang gemor. Sedangkan kecamatan yang dijadikan sebagai
sampel penelitian hanya Sebangau Kuala yang memiliki pedagang pengumpul
Gemor. Pedagang pengumpul umumnya datang dari daerah lain seperti
pedagang Sampit, Katingan Kuala, Banjar dan Kasongan. Terdapat 3 level
pedagang pengumpul pada pemasaran produk gemor.
Secara deskriptif gambaran jaringan pasar produk gemor adalah seperti yang
tertera dalam diagram berikut:
Pedagang Kal-Sel(Level 1,2) harga jual Rp 4500–5000/kg
Pengumpul/produsen Gemor, harga jual Rp2500-35000
Pedagang dari luar desa (Level 1,2) Harga jual
Rp 4200-4400/kg
Pedagang kabupaten(Level 2) Harga jual Rp 4500-5000/kg
Pedagang pengumpul tingkat kecamatan(Level 1,2)
Harga jual Rp4400-5000/kg
Gambar 4. Gambaran Jaringan Pemasaran Gemor
Jaringan pasar dari produk hasil hutan non kayu gemor relatif lebih sederhana
dibanding ke dua komoditas sebelumnya. Tingkat produsen penghasil gemor
juga terbatas pada kawasan hutan berawa di mana banyak terdapat jenis pohon
madang rawa (Alseodaphne sp.) yang tumbuh dan berkembang secara alami.
Pada masing-masing desa di mana penduduknya mencari gemor, tidak
ditemukan pedagang gemor. Sedangkan kecamatan yang dijadikan sebagai
sampel penelitian hanya Sebangau Kuala yang memiliki pedagang pengumpul
Gemor. Pedagang pengumpul umumnya datang dari daerah lain seperti
pedagang Sampit, Katingan Kuala, Banjar dan Kasongan. Terdapat 3 level
pedagang pengumpul pada pemasaran produk gemor.
Peredaran hasil gemor lebih mengarah ke dua kota yakni di Banjarmasin
(6 pengumpul besar gemor) dan Sampit (1 pengumpul besar). Para pedagang
besar ini yang lebih banyak mempunyai akses langsung ke industri pengolahan
lanjut yang terdapat di pulau Jawa. Sedangkan pedagang pengumpul di
kabupaten lain atau tingkat kecamatan relatif jarang memiliki akses langsung ke
Jawa. Terdapat 1 industri pengolahan bahan setengah jadi berupa gemor bubuk
yang terdapat di Banjarmasin (dicampur dengan tapioka dan bubuk tempurung
kelapa).
3. Margin Pemasaran Tiap Level Pemasaran Komoditas Karet, Rotan , dan Gemor
3.1. Margin Pemasaran Komoditas Karet
Karet yang banyak dijual adalah dalam bentuk skrab dan lump, harga di tingkat
petani berkisar Rp 4000- Rp 5000/kg. Berikut margin pemasaran komoditas
karet di tingkat petani:
Tabel 1. Margin pemasaran komoditas karet di tingkar petani No Desa Margin
pemasaran Rentabilitas Rata-rata volume
produksi/petani Asumsi umur
produksi
1 Tumbang Nusa/P.Pisau Rp 2235/kg Rp 2765 -2265/kg 267,86 kg/bln 7-15 tahun
2 Telangkah/Katingan Rp 2390/kg Rp2110-2610/kg 165,52 kg/bln 7-15 tahun
Rentabilitas yang dirasakan petani relatif kecil bila hal tersebut dihubungkan
dengan kapasitas produksi yang dihasilkan oleh petani. Hal ini berdampak
pada tidak mencukupinya hasil penjualan produk karet untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Sedangkan margin pemasaran komoditas karet di tingkat pedagang pengumpul
dan industi adalah seperti tertera pada tabel berikut:
Tabel 2. Margin pemasaran komoditas karet ditingkat pedagang pengumpul dan industri
No Klasifikasi Pedagang Margin
pemasaran Rentabilitas kapasitas Tujuan
Pengiriman Keterangan
1 Kategori kecil < 10 ton/bln ± Rp 4300 - Rp5800/kg
Rp 200/kg 10 ton per bulan
lokal setempat
Jarak kirim= 1-30 km
2 Kategori besar > 15 ton/bln ± Rp 6300-6400/kg
Rp1000 1100/kg 20–120 ton/bln
Banjarmasin Sampit
Jarak kirik= > 150 km
3 Industri pengolahan Rp 16000 – Rp18000/kg
Rp 1900-2000/kg 1000-3000 ton/bln
Luar negeri Bokar SIR 20 RSS
Berdasarkan data di atas tampak pedagang pengumpul yang termasuk kategori
besar dan menjual produk karet yang dikumpulkannya terutama ke kota
Banjarmasin memiliki nilai rentabilitas terbesar. Hal ini menggambarkan bahwa
upaya pemerintah memfasilitasi pembangunan pabrik di daerah belum dapat
secara optimal meningkatkan keuntungan bagi para pedagang dalam menjual
karet. Sedangkan rentabilitas terbesar dalam pemasaran karet dari beberapa
level yang ada adalah industri pengolahan karet.
Perbedaaan margin di antara pedagang pengumpul lebih disebabkan arah
distribusi dari karet. Industri di Banjarmasin memberikan nilai harga yang
cukup tinggi dalam membeli produk karet dari pedagang pengumpul yang
menyebabkan barang banyak masuk ke Banjarmasin.
Bila margin pendapatan dan rentabilitas produk karet ini dibandingkan antara
petani dan pedagang pengumpul atau industri, maka rentabilitas terbesar adalah
pada petani. Akan tetapi bila hal tersebut bila dihubungkan dengan jumlah
produk yang dijual maka total rentabilitas karet yang dijual adalah lebih banyak
dinikmati oleh pedagang pengumpul atau industri.
3.2. Margin Pemasaran Komoditas Rotan
Komoditas rotan yang dijual adalah dalam bentuk rotan basah (kadar air 60 -80
%) dan rotan kering (kadar air 6 -15%). Di tingkat petani rotan yang
diperjualbelikan adalah rotan basah Jenis rotan yang dihasilkan dari kebun
petani yang paling banyak diperdagangkan adalah jenis rotan taman dan rotan
irit. Rotan-rotan tersebut dipanen dari kebun-kebun rakyat, sedangkan sebagian
kecil terutama jenis rotan bulu masih banyak dipanen penduduk dari hutan.
Margin pemasaran komoditas rotan di tingkat petani adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Margin pemasaran komoditas rotan di tingkat petani
No Desa Margin pemasaran
Rentabilitas Rata-rata volume produksi/petani
Produktivitas dlm 1 daur (15 thn)
1 Tumbang Bulan/Kasongan Rp 369,9/kg Rp 230,1/kg 6.000 kg/thn 5 kali pemanenan
2 Keruing/Kasongan Rp 290/kg Rp 310/kg 7892 kg/thn 5 kali pemanenan
Rentabilitas terendah adalah desa Tumbang Bulan (230,1/kg). Perbedaan
rentabilitas yang dirasakan petani adalah karena perbedaan harga dari penjualan
rotan. Tercatat harga rotan mencapai titik terendah di daerah Tumbang Bulan
dan Keruing (Rp 60.000/kwintal).
Adapun margin pemasaran komoditas rotan di tingkat pedagang pengumpul
dan industi adalah seperti tertera pada tabel berikut:
Tabel 4. Margin pemasaran komoditas rotan di tingkat pedagang pengumpul dan industri
No Klasifikasi Pedagang Margin
pemasaran Rentabilitas kapasitas Tujuan
Pengiriman Keterangan
1 Kategori kecil < 15 ton/bln ± Rp 2280/kg Rp 520/kg 10-15 ton per bulan
non industri kadar air 15%
2 Kategori sedang >15-35 ton/bln
± Rp 3555/kg Rp 945/kg 15-35 ton per bulan
industri pengolahan
kadar air 6%
3 Kategori besar > 100 - 110 ton/bln
± Rp 2980/kg Rp 1580/kg 100–110 ton/bln
industri pengolahan
kadar air 6%
4 Industri pengolahan Rp 7500/kg Rp 2300-2500/kg
1000-3000 ton/bln
Luar negeri Jawa
Hati dan kulit rotan
Margin pemasaran yang terbesar adalah industri pengolahan yang berperan
sebagai mata rantai atas dalam jaringan pemasaran. Nilai rentabilitas yang
tinggi dari industri pengolahan di tambah dengan kapasitas produksi yang
tinggi, mengakibatkan rentabilitas total yang dinikmati oleh industri berada
sangat jauh dibanding level di bawahnya. Sedangkan antar pedagang
pengumpul margin pemasaran dan rentabilitas lebih banyak dipengaruhi oleh
arah distribusi dari barang yang dikirimkan. Barang-barang yang dikirimkan ke
Banjarmasin memberikan nilai rentabilitas yang tinggi Seperti halnya karet,
rentabilitas produk rotan juga secara total masih lebih banyak dinikmati oleh
pedagang pengumpul/industri pengolahan
3.3. Margin Pemasaran Komoditas Gemor
Berikut ditampilkan margin pemasaran komoditas gemor di tingkat petani:
Tabel 5. Margin pemasaran komoditas gemor di tingkat petani
No Desa Margin
pemasaran Rentabilitas Rata-rata volume
tiap panen Periode panen dalam setahun
1 Keruing/Kasongan Rp 1770,6/kg Rp 1729,4/kg 1.142 kg/panen 6-7 kali panen
2 Sebangau Mulya/P.Pisau Rp 1080/kg Rp 2420/kg 360 kg/panen 5 kali panen
3 Paduran Sebangau/P.Pisau Rp 760/kg Rp 1740/kg 1120 kg/thn 5 kali pemanenan
Rentablitas produk gemor adalah hampir merata antar desa penghasil gemor.
Perbedaan lebih disebabkan rata-rata kemampuan panen di antara petani. Ke
tiga desa tersebut merupakan salah satu daerah penghasil gemor yang
keberadaannya cukup terbatas.
Berikut ditampilkan margin pemasaran komoditas gemor di tingkat pedagang
pengumpul:
Tabel 6. Margin pemasaran komoditas gemor di tingkat pedagang pengumpul
No Klasifikasi Pedagang Margin
pemasaran Rentabilitas kapasitas Tujuan
Pengiriman Keterangan
1 Pedagang level 1 ± Rp 3500/kg Rp 700-900/kg 5-7,5 ton per bulan
Kabupaten setempat
-
2 Pedagang level 2 ± Rp 4000-4070/kg
Rp 500-930/kg 10-12 ton per bulan
Sampit Banjarmasin
-
3 Pedagang level 3 Rp 6000 Rp 1500-2000/kg
50-75 ton perbulan
Surabaya
Kesulitan dalam pengumpulan data, karena tertutupnya manajemen perusahaan
dari pedagang pengumpul level 2 mengakibatkan margin pemasaran dan
rentabilitas pedagang level 3 tidak ditemukan. Walaupun secara angka
rantabilitas pedagang pengumpul lebih kecil dari petani, akan tetapi secara
totalitas rentabilitas lebih banyak dinikmati pedagang pengumpul.
4. Permasalahan-permasalahan di Tingkat Petani dan Pelaku Pasar
Pada dasarnya permasalahan di tingkat petani untuk semua komoditas relatif
sama, di mana permasalahan yang paling mendasar adalah bahwa harga produk
dinilai petani terlalu murah, karena perbandingannya adalah senantiasa
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kalau dilihat dari pendapatan petani, maka
usaha karet, rotan dan gemor tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
petani. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, penduduk desa umumnya
mempunyai usaha lain seperti beternak kecil-kecilan, nelayan, penyadap getah
pantung, peramu galam, dan buruh
Lahan yang budidaya yang tidak luas serta produktivitas yang rendah persatuan
luas juga menjadi permasalahan utama petani. Biaya yang cukup mahal dalam
pengolahan lahan menjadi kendala petani yang notabene sebagian besar
kekurangan modal dalam mengembangkan usahanya.
Jangkauan pasar yang relatif jauh juga mengakibatkan turunnya rentabilitas
yang bisa dirasakan petani akibat biaya transportasi yang secara tidak langsung
dibebankan oleh pedagang pengumpul kepada petani.
Musim juga mempengaruhi kemampuan petani dalam memproduksi ke tiga
komoditas tersebut. Khusus gemor yang tergantung dengan alam, jarak
pemanenan yang semakin jauh dan potensi jumlah dan besarannya semakin
menurun menjadi permasalahan yang mana peramu/pencari gemor tidak dapat
mengatasinya. Kondisi iklim yang ekstrim juga berpengaruh terhadap
perkembangan ke tiga komoditas. Kebakaran atau banjir yang timbul sebagai
akibat kondisi iklim yang ekstrim serta ditunjang oleh kerusakan lingkungan,
merupakan ancaman bagi para petani dalam melaksanakan aktivitasnya
Permasalahan di tingkat pedagang pengumpul umumnya berkisar pada kasus
transportasi, keamanan dan masih banyaknya pungutan liar yang terjadi baik di
lokasi penampungan maupun dalam pengiriman barang. Pengumpulan barang
yang masih tergantung pada akses sungai menuju ke desa mempengaruhi
lamanya waktu pengumpulan barang. Biaya transportasi yang cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya harga bahan bakar juga menjadi
kendala utama di tingkat pedagang pengumpul.
Khusus untuk gemor, adanya bawang subtitusi yang berasal dari luar
Kalimantan dan harganya sangat kompetitif mempengaruhi lesunya
perdagangan gemor, selain dari kuantitas dan kualitas barang masuk gemor
yang cenderung menurun dari tahun ke tahun.
Kontinuitas produksi gemor yang semakin menurun akibat terbatasnya daerah
penghasil gemor ditambah adanya barang subtitusi yang berasal dari luar
Kalimantan, mengakibatkan beberapa pengumpul besar cukup kesulitan dan
sebagian ada yang menutup usahanya dalam pengumpulan gemor. Kasus yang
sama juga terjadi pada rotan dengan adanya barang pengganti lain berupa rotan
sintetis.
Terbentuknya pasar yang tidak sempurna dari ketiga komoditas karet rotan dan
gemor menciptakan suatu sistem pemasaran di mana pihak yang berada pada
level atas dalam jaringan pemasaran yang bertindak sebagai penentu dari harga
komoditas tersebut. Hal ini yang mengakibatkan harga menjadi sukar dikontrol
5. Struktur Pasar Komoditas Produk Rotan, Karet dan Gemor
Tingkat produsen sebagai sumber penghasil dari produk karet, rotan dan gemor
terutama tersebar di desa-desa dan kecamatan. Berdasarkan pengamatan, tidak
ada kelembagaan di tingkat petani yang berperan mengatur pemasaran,
sehingga posisi petani dalam level pasar adalah rendah atau tidak mempunyai
posisi tawar yang baik.
Pada tingkat produsen pengelolaan kebun rotan dan karet masih bersifat alami,
di mana kebun dibiarkan berkembang sendiri secara alami dengan sedikit input
pengelolaan di dalamnya. Selain memungut rotan dari kebun, para petani juga
terkadang mengambil rotan dari dalam hutan. Khusus untuk gemor, sampai
sekarang belum ada tindakan pembudidayaan dari petani dan masih tergantung
pada gemor dari dalam hutan. Sistem bagi hasil merupakan suatu sistem
pemanenan yang banyak dipakai oleh masyarakat.
Kategori pedagang pengumpul karet pada penelitian ini terdiri dari pedagang
pengumpul yang terdapat di dalam desa, pedagang pengumpul yang datang
dari desa terdekat, pedagang pengumpul dari kecamatan, pedagang pengumpul
dari kabupaten. Pedagang pengumpul kecil umumnya terdapat di desa dan
kecamatan, sedangkan pedagang pengumpul besar umumya berada di
kabupaten atau kecamatan. Pedagang pengumpul besar mempunyai kaki
tangan yang bergerak ke desa-desa atau kecamatan untuk membeli langsung
barang ke petani. Khusus untuk gemor, beberapa pedagang pengumpul
umumnya memberikan pinjaman uang dulu sebelum pemanenan serta
menanggung biaya pemanenan. Selanjutnya hasil panen akan dijual kepada
pedagang pengumpul dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran
umum.
Elemen berikutnya yang menempati struktur pasar komoditas karet adalah
industri pengolahan. Terdapat 5 pabrik pengolahan rotan di Banjarmasin, 2
pabrik di Sampit, 1 pabrik masing-masing terdapat di Kapuas dan Buntok.
Rencananya di tahun mendatang, Gubernur Kalimantan Tengah tengah
mencanangkan pembangunan 2 buah pabrik di Kalimantan Tengah yakni
masing-masing 1 pabrik di Pulang Pisau dan Buntok.
Sedangkan pabrik pengolahan rotan 4 pabrik terdapat di Banjarmasin, 2 pabrik
di Sampit. Untuk komoditas gemor, satu-satunya pabrik terdapat di
Banjarmasin, di mana gemor diolah menjadi bubuk gemor dengan bahan
campuran tempurung kelapa dan tapioka.
6. Peluang untuk peningkatan hubungan pasar antar petani dengan pelaku pasar
Terdapat beberapa peluang untuk meningkatkan hubungan pasar agar margin
pendapatan petani meningkat, di antaranya adalah sebagai berikut:
6.1. Memperpendek mata rantai jaringan pasar
Pemutusan mata rantai jaringan pasar dapat dilakukan apabila para petani
sudah siap memerankan dirinya seperti pedagang. Kontinuitas jumlah dan
kualitas produk menjadi modal utama untuk dapat memperpendek mata
rantai jaringan pasar. Potensi yang dimiliki hampir seluruh petani dengan
adanya kelompok tani yang ada dapat difasilitasi menjadi suatu lembaga
ekonomi pedesaan yang mampu memasarkan produknya langsung ke
industri pengolahan. Berdasarkan jaringan pasar yang terjadi, peluang
kelompok tani dalam memperpendek jaringan asar dapat dilakukan. Melalui
proses pemberdayaan yang benar, sistematis disertai upaya pendampingan
yang kontinue maka akan terbentuk kelompok yang akan melaksanakan
sistem kebersamaan ekonomi pengelolaan kebun dan usaha lain mereka.
Sistem kebersamaan ekonomi berdasarkan manajemen kemitraan merupakan
sistem yang dapat ditawarkan untuk membangun kebersamaan ekonomi dari
para petani. Sistem kebersamaan ekonomi berdasarkan manajemen
kemitraan adalah suatu bentuk pendekatan pemberdayaan terhadap petani
melalui 2 aspek yakni pemberdayaan potensi dan pemberdayaan
kelembagaan.
6.2. Peningkatan harga jual
Peningkatan harga jual memerlukan intervensi dari pihak pemerintah dalam
pelaksanaannya. Melalui fasilitasi dari instansi pemerintahan terkait seperti
Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan Dinas Kehutanan diharapkan
dapat membentuk sistem tata niaga (melalui lembaga koperasi atau unit
usaha masyarakat). Peran Badan seperti Dewan Perwakilan Rakyat juga
dituntut untuk mengatasi permasalahan rendahnya nilai jual dari produk
yang dihasilkan petani. Berbagai masukan dari pakar, pengamat dan
organisasi masyarakat atau para stakeholder baik dalam bentuk dialogis
ataupun paparan-paparan di media cetak atau elektronik sangat diharapkan
dapat menciptakan opini publik untuk secara sadar dan bersama-sama
memperbaiki pendapatan petani lewat peningkatan harga jualBerdasarkan
margin pemasaran dan retabilitas yang didapat dalam penelitian ini, peluang
peningkatan harga jual di tingkat petani dapat dilakukan. Selain itu petani
juga dituntut untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan agar
bernilai jual tinggi.
6.3. Peningkatan kuantitas, kualitas dan kontinuitas produk yang
dihasilkan
Peningkatan kuantitas, kualitas da kontinuitas produk yang dihasilkan harus
diiringi dengan penguasaan ilmu dan teknologi baik menyangkut budidaya,
pemanenan dan teknologi pasca panen. Optimalisasi pemanfaatan kelompok
tani yang telah terbentuk dapat menjadi modal dasar untuk pengembangan
usaha menjadi lebih baik. Pembentukan kelompok yang melaksanakan
sistem kebersamaan ekonomi berdasarkan ekonomi kemitraan seperti yang
dikemukakan di atas dapat meningkatkan pengembangan usaha ke arah
yang lebih baik. Sistem kebersamaan ekonomi berdasarkan manajemen
kemitraan ini telah terbukti berhasil diterapkan pada petani perkebunan
kelapa sawit PIR-BUN Ophir, Pasaman dan beberapa PIR-Trans lainnya
(Anonim, 2003).
6.4. Pembangunan industri pengolahan di kota sekitar sumber penghasil komoditas
Pembangunan industri pengolahan memang suatu tindakan yang cukup
dilematis. Permasalahan sering muncul dengan berdirinya industri
pengolahan terutama masalah lingkungan. Berdasarkan informasi yang
didapatkan di lapangan industri pengolahan kerap berdampak negative
terhadap lingkungan. Sebagai contoh industri pengolahan karet yang sering
bermasalah dalam pencemaran bau dan air limbah yang dikeluarkan. Akan
tetapi di sisi lain secara teoritis keberadaan pabrik pengolahan sangat
membantu bagi peningkatan harga dengan memperpendek jarak angkut
dalam pemasaran. Berdasarkan informasi yang didapat jarak yang jauh
berkaitan dengan biaya transport dan keamanan dalam pemasaran. Agar
mekanisme tersebut bisa berjalan sesuai skenario pembangunan industri
yang benar, maka perlu pengawasan dan kontrol dari stakeholder dalam
pelaksanaannya. Bila hal tersebut berjalan lancar, maka akan terbentuk harga
jual yang kompetitif. Selain itu dengan berdirinya pabrik akan berdampak
positif dengan penyerapan tenaga kerja
7. Analisis SWOT komoditas Karet, Rotan dan Gemor
Berikut deskripsi menyangkut analisis SWOT ke tiga komoditas
7.1. Karet
MATRIK ANALISIS SWOT UNTUK KOMODITAS KARET
KARET
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. Terdapat beberapa lokasi sebagai contoh tempat penanaman karet
2. Air cukup tersedia 3. Topografi relatif datar 4. KTK tanah tinggi 5. Kesesuaian tempat tumbuh berdasarkan pH dan
KTK yang dapat ditolerir tanaman 6. Tersedianya lahan yang cukup luas 7. Terdapatnya kelembagaan kelompok tani
1. pH rendah 2. kandungan pirit 3. Adanya potensi sulfat masam 4. Sering tergenang (banjir) 5. Muka air tanah tinggi 6. Kurangnya teknologi budidaya, pemasaran
dan pengolahan produk 7. Kurangnya modal masyarakat 8. Rantai perdagangan yang panjang dan jarak
yang produsen dan industri relatif jauh 9. Kelembagaan yang terbentuk atas dasar
keproyekan pemerintah 10. Rentabilitas rendah yang didapatkan petani
Peluang (O) SO-Strategi WO-Strategi
1. Besarnya minat masyarakat 2. Baiknya pasar produk karet 3. Kebutuhan akan karet yang belum
tergantikan oleh karet sintetis 4. Industri pengolahan terbuka menerima
bahan olahan 5. Baik sebagai tindakan diversifikasi usaha
1. Membuat plot penanaman karet tambahan di beberapa lokasi untuk uji jenis tanaman karet
2. Melakukan perluasan usaha karet pada daerah-daerah yang telah teruji
3. Menjalin hubungan pasar langsung ke industri melalui kelompok tani yang ada sebagai lembaga ekonomi tingkat produsen
1. Mengatur tata air / drainase/sistem tabat 2. Pengembangan sistem penanaman yang
mempraktekan kearifan budaya lokal seperti sistem tukungan
3. Meningkatkan SDM masyarakat 4. Penguatan kelembagaan kelompok tani yang
ada menjadi suatu kelembagaan yang kuat
dan jenis tanaman 6. Keterkaitan dengan program perkebunan
dan kehutanan 7. Berkembangnya kearifan lokal dalam
pengolahan tanah
4. Meningkatkan produktifitas kebun karet dan alternatif pemanfaatan lahan secara bersama dengan komoditas lain pada fase-fase tertentu
5. Mensinergis program kegiatan pemerintah dengan aktifitas peningkatan produktivitas kelompok tani
melalui sistem kebersamaan ekonomi berdasarkan manajemen kemitraan
5. Intervensi dari pihak pemerintah dan stakeholder dalam upaya meningkatkan nilai jual produk karet masyarakat.
6. Pembangunan industri pengolahan
Tantangan (T) ST-Strategi WT-Strategi
1. Kualitas produk yang tinggi 2. Kebutuhan karet alam yang
meningkat 3. Luasnya lahan kurang produktif
dari aspek pertanian yang belum terolah
1. Penggunaan bibit unggul dan bibit lokal dengan menyesuaikan dengan kondisi habitat tumbuh
2. Memberdayakan pemerintah setempat (Tk I, TkII), pusat dalam pengembangan dan pengelolaan karet
3. Mengembangkan koordinasi pengelolaan kebun karet berbasis masyarakat
1. Mengkaji dan Menerapkan teknologi yang adaftif dan ramah lingkungan
2. Memberikan penyuluhan, fasilitasi dan pendampingan dalam aspek budidaya, teknologi pasca panen dan pemasaran
3. Kemudahan peminjaman dana pengembangan usaha kelompok
4. Melakukan monitoring dan evaluasi (MONEV)
7.2. Rotan
MATRIK ANALISIS SWOT UNTUK KOMODITAS ROTAN
ROTAN
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. Masyarakat sudah berpengalaman dalam budidaya
2. Habitat mendukung untuk pertumbuhan rotan 3. Low input dalam pembudidayaan 4. Topografi relatif datar 5. KTK tanah tinggi 6. Kesesuaian tempat tumbuh berdasarkan pH dan
KTK yang dapat ditolerir tanaman 7. Tersedianya lahan yang cukup luas 8. Terdapatnya kelembagaan kelompok tani
1. Pengaruh salin dan sering tergenang (banjir) 2. Muka air tanah tinggi 3. Kurangnya teknologi budidaya, pemasaran dan
teknologi pasca panen 4. Terdapatnya barang pengganti berupa rotan sintetis 5. Kurangnya modal masyarakat 6. Jarak angkut yang jauh sehingga transport mahal 7. Rantai perdagangan yang panjang 8. Kelembagaan yang terbentuk atas dasar keproyekan
pemerintah 9. Rentabilitas rendah yang didapatkan petani
Peluang (O) SO-Strategi WO-Strategi
1. Industri pengolahan terbuka menerima rotan dengan harga kompetitif
2. Berkembangnya kearifan lokal dalam pengolahan kerajinan rotan
3. Katingan sebagai sentra produksi rotan
1. Menjalin hubungan pasar langsung ke industri melalui kelompok tani yang ada sebagai lembaga ekonomi tingkat produsen
2. Meningkatkan produktifitas kebun rotan dan alternatif pemanfaatan lahan secara bersama dengan komoditas lain pada fase-fase tertentu
3. Mensinergis program kegiatan pemerintah dengan aktifitas peningkatan produktivitas kelompok tani
4. Mengoptimalkan penerapan kearifan lokal dalam pengolahan kerajinan rotan yang didukung stakeholder
1. Pembudidayaan rotan pada daerah-daerah yang jauh dari pengaruh salin (tipe luapan B)
2. Meningkatkan SDM masyarakat 3. Penguatan kelembagaan kelompok tani yang ada
menjadi suatu kelembagaan yang kuat melalui sistem kebersamaan ekonomi berdasarkan manajemen kemitraan
4. Intervensi dari pihak pemerintah dan stakeholder dalam upaya meningkatkan nilai jual produk karet masyarakat.
5. Pembangunan industri pengolahan
Tantangan (T) ST-Strategi WT-Strategi
1. Kualitas produk yang tinggi dan kadar air yang rendah
2. Peningkatan daya saing penjualan produk rotan
3. Kebutuhan lahan pemukiman meningkat
4. Luasnya lahan kurang produktif dari aspek pertanian yang belum terolah
1. Perlakuan terhadap rotan agar meningkatkan harga jual
2. Meningkatkan kreasi olah produk rotan 3. Memberdayakan pemerintah setempat (Tk I, TkII),
pusat dalam pengembangan dan pengelolaan rotan
4. Mengembangkan koordinasi pengelolaan kebun rotan berbasis masyarakat
1. Mengkaji dan Menerapkan teknologi yang adaftif dan ramah lingkungan
2. Memberikan penyuluhan, fasilitasi dan pendampingan dalam aspek budidaya, teknologi pasca panen dan pemasaran
3. Kemudahan peminjaman dana pengembangan usaha kelompok
4. Melakukan monitoring dan evaluasi (MONEV)
7.3. Gemor
MATRIK ANALISIS SWOT UNTUK KOMODITAS GEMOR
Gemor
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. Merupakan pekerjaan masyarakat secara turun temurun
2. Pemanenan dengan teknologi sederhana 3. Tersedia di alam dan bisa langsung dipungut 4. Topografi relatif datar 5. Jenis tanaman lokal setempat dan sudah teruji
kesesuaiannya 6. Terdapatnya kelembagaan kelompok tani
1. Jumlah pohon yang bisa dipanen semakin sedikit
2. Jarak memungut semakin jauh 3. Belum dibudidayakan secara intensif 4. Terdapatnya barang pengganti 5. Kurangnya modal masyarakat 6. Rantai perdagangan banyak dikendalikan oleh
penyedia dana terutama dalam penentuan harga
7. Kelembagaan yang terbentuk atas dasar keproyekan pemerintah
8. Rentabilitas rendah yang didapatkan peramu 9. Jumlah industri terbatas
Peluang (O) SO-Strategi WO-Strategi
1. Industri pengolahan dan pengumpul di kabupaten dan provinsi terbuka menerima gemor dengan harga lebih tinggi
2. Permintaan gemor yang stabil dan cenderung meningkat
1. Menjalin hubungan pasar langsung ke industri melalui kelompok tani yang ada sebagai lembaga ekonomi tingkat produsen
2. Meningkatkan produktifitas hasil gemor
1. Pembudidayaan gemor pada daerah-daerah yang menjadi habitat alami gemor (tipe luapan A dan B)
2. Pengaturan sistem pemanenan dan harus disepakati agar hasilnya lestari
3. Meningkatkan SDM masyarakat 4. Penguatan kelembagaan kelompok tani yang
ada menjadi suatu kelembagaan yang kuat melalui sistem kebersamaan ekonomi berdasarkan manajemen kemitraan
5. Intervensi dari pihak pemerintah dan stakeholder dalam upaya meningkatkan nilai jual produk gemor masyarakat.
6. Pembangunan industri pengolahan
Tantangan (T) ST-Strategi WT-Strategi
1. Gemor kualitas baik 2. Luasnya lahan kurang produktif dari
aspek pertanian yang belum terolah untuk dapat dikembangkan gemor
1. Perlakuan terhadap gemor agar meningkatkan harga jual
2. Meningkatkan kreasi olah produk rotan 3. Memberdayakan pemerintah setempat (Tk I, TkII),
pusat dalam pengembangan dan pengelolaan rotan
4. Mengembangkan koordinasi pengelolaan gemor berbasis masyarakat
1. Mengkaji dan Menerapkan teknologi yang adaftif dan ramah lingkungan
2. Memberikan penyuluhan, fasilitasi dan pendampingan dalam aspek budidaya, teknologi pasca panen dan pemasaran
3. Kemudahan peminjaman dana pengembangan usaha kelompok
4. Melakukan monitoring dan evaluasi (MONEV)
IX. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan mengenai studi market
pemasaran rotan, karet dan gemor, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Jaringan pemasaran produk karet, rotan dan gemor terdiri dari beberapa level, di
mana level produsen terletak di desa-desa Kalimantan Tengah dan aliran produk
mengalir ke industri yang terdapat di Kalimantan Tengah dan Banjarmasin
2. Margin pemasaran produk karet, rotan dan gemor baik di tingkat petani, pedagang
pengumpul adalah berbeda menurut lokasi dan arah distribusi komoditas
3. Sebagian besar masyarakat belum secara intensif mengelola kebun dan cednderung
dibiarkan berkembang secara alami. Sementara produk yang dihasilkan relatif
sedikit mendapatkan perlakuan
4. Permasalahan di tingkat petani berkisar pada rendahnya produktivitas, harga
komoditas rendah, terkendala biaya, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang rendah dan belum berperannya kelompok tani yang ada dalam membantu
pemasaran produk
5. Permasalahan pedagang pengumpul adalah transportasi, keamanan, aliran barang
yang kurang lancar dan khusus untuk gemor dan rotan adalah adanya barang
subtitusi
6. Peluang untuk meningkatkan pendapatan petani di antaranya adalah
memperpendek rantai pemasaran, optimalisasi peran kelembagaan yang ada,
peningkatan harga jual dan peningkatan kuantitas, kualitas dan kontinuitas produk
yang dihasilkan melalui penguasaan ilmu dan teknologi menyangkut budidaya,
pemanenan danteknologi pasca panen, serta tersedianya industri pengolahan yang
bisa menampung hasil petani dengan harga yang kompetitif.
Referensi
Achadiat, A., I. Tjitradjaja, Suhardi dan M.A. Safitri. 1998. Laporan Diskusi Perumusan Konsep Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Pengelolaan Hutan di Indonesia. Program Penelitian dan Pengembangan Antropologi Ekologi. Program Studi Antropologi. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta. 16 p.
Anonim, 2003. Pemberdayaan Petani Melalui Sistem Kebersamaan Ekonomi
Berdasarkan Manajemen Kemitraan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.
Daniel, M., Darmawati dan Nieldalina. 2005. PRA. Participatory Rural Appraisal.
Pendekatan Efektif mendukung Penerapan Penyuluhan Partisipatif dalam Upaya percepatan Pembangunan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. 163 p.
Darusman, D. dan Widada. 2004. Konservasi dalam Perspektif Ekonomi
Pembangunan. Bogor Departemen Pertanian, 2006. Peraturan Menteri Pertanian No.33/
Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Departemen Pertanian, 2006. Keputusan Menteri Pertanian No. 490/Kpts/OT.
160/8/2006 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pelaksanaan Program Revitalisasi Perkebunan. Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Djamin, Zulkarnain, 1993. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Indonesia. Jakarta Djogo, T, Sunaryo, D.Suharjito dan M.Sirati. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam
Pengembangan Agroforestri. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. Eray, Clive et. al, 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Indonesia. Jakarta Pranadji, T. 2003. Reformasi Kelembagaan Untuk Kemandirian Perekonomian
Pedesaan. Kajian Pada Kasus Agribisnis Padi Sawah. Makalah disampaikan
pada Workshop Pengembangan Metodologi Penelitian Kelembagaan pada Puslitbang Pertanian, pada tanggal 25 – 27 Februari 2003. Bogor. 33 p.
Setyarso, A. 2001. Aktualisasi Nilai dan Manfaat Sosial Ekonomi GN-RHL Melalui
Pemberdayaan Masyarakat. Dalam : A.P. Tampubolon, T.S. Hadi, K. Budiningsih. D. Rahmanady dan T.W. Yuwati. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil-Hasil Penelitian BPPHT-IBT. Prospek dan Tantangan GN-RHL Pada Era Otonomi Daerah. Banjarbaru. Pp. 92 – 107.
Sudjana, 1992. Metode Statistika. Tarsito. Bandung Tempo Interaktif, 2007. Kalimantan Tengah Bangun Dua Pabrik Karet.
www.yahoo.com/search/tempo/ 27 September 2007
Lampiran foto dokumentasi
Salah satu daerah sampel penelitian
Aliran lateks dari pohon karet yang telah disadap
Rotan yang tumbuh di kebun masyarakat
Produk gemor dalam proses pengeringan
Getah karet sesudah proses penyadapan
Proses pengumpulan data dari penduduk Lampiran beberapa alamat perusahaan:
1. PT . Sampit: Jl.Ketapang Hilir, Sampit Kalimantan Tengah
Telp. (0531) 21104 (hunting line 5) Fax: (0531) 23322, 24160 Kontak person: 081349028608 Industri karet dan Rotan Pemilik: Kodrat Syukur
2. Penampung Gemor di Sampit: Jl Ketapang Hilir Sampit Kontak person: Ibu Lasmini
3. PT. Insan Bonafide: Jl. Barito Hulu No.28, Jl. A.Yani Km.1 No. 25 A-B Kontak person: 0511 4365781 Industri karet
4. PT. Sega Utama, Landasan Ulin Banjarbaru Kontak person: Linda 0511 4705833 Industri rotan 5. PT. Hok Tong: Jl. Bariot Hulu No.43, Telp 0511 3353437, 4365928
Pemilik: Amin Tanurjaya Industri karet
6. PT. Katingan Jaya Mandiri: Jl. Kasongan-Pangkaraya km.16 7. PT. Karya Sejati: Jl. Murung Keramat RT 4 No.1
Pemilik: Trisno Jaya 8. Pt. Bumi Asri Pasaman : Jl. Baru Buntok No.68 Desa Danau Sadar, Buntok, telp. 0525
22491 fax: 0525 22825 Industri karet