Post on 01-Feb-2018
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 1
2.1 Fisik
2.1.1 Geografis
Secara geografis, wilayah Provinsi Irian Jaya Barat terletak dibawah
katulistiwa, antara 00 25’ – 4
0 18’ Lintang Selatan dan 124
0 0’-132
0 0’ Bujur Timur
dengan batas – batas administratif wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Samudera Pasifik
Sebelah Barat : Laut Seram Provinsi Maluku
Sebelah Selatan : Laut Banda Provinsi Maluku
Sebelah Timur : Provinsi Papua
Secara administratif, Provinsi Irian Jaya Barat terdiri dari 8 Kabupaten dan 1
Kota. Luas wilayah Provinsi Irian Jaya Barat adalah 115.363,50 km2, dimana
Kabupaten Teluk Bintuni merupakan daerah yang terluas yaitu 18.658 km2,
sedangkan Kota Sorong merupakan daerah dengan luas terkecil, yaitu 1.105 km2.
Gambar 2.1 : Peta Letak Geografis Provinsi Irian Jaya Barat
Samudera Pasifik
Laut Seram
Laut Banda
Provinsi Papua
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 2
Luas masing–masing Kabupaten/Kota dan Jumlah distrik serta kampung di
Provinsi Irian Jaya Barat adalah sebagaimana terdapat pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 : Luas Wilayah dan Jumlah Distrik Se-Kabupaten/Kota
Jumlah No Kabupaten/Kota
Luas
Km2 Distrik Kampung Kelurahan
1 Manokwari 14.448,50 29 414 9
2 Teluk Bintuni 18.658,00 11 95 2
3 Teluk Wondama 4.996,00 7 56 -
4 Kaimana 18.500,00 7 81 1
5 Fakfak 14.32,00 9 103 5
6 Sorong Selatan 13.265,00 14 214 3
7 Sorong 18.170,00 12 105 5
8 Kota Sorong 1.105,00 5 - 22
9 Raja Ampat 11.901,00 10 85 -
Total 115.363,50 104 1153 47
Sumber: Irian Jaya Barat Dalam Angka Tahun 2006
Jumlah kampung dan kelurahan sebagaimana disajikan dalam tabel di atas,
yaitu sebanyak 1153 Kampung dan 47 Kelurahan. Sebaran kampung dan kelurahan
berdasarkan topografinya : 33,45% berada di pesisir, 15,17% berada di daerah aliran
sungai, 25% berada di lereng/punggung bukit dan 26,38% berada di dataran.
2.1.2. Iklim
Provinsi Irian Jaya Barat sebagai bagian dari pulau Papua terletak di Selatan
garis khatulistiwa yang dipengaruhi dengan iklim tropis sepanjang tahun. Hasil
pencatatan suhu udara pada stasiun yang berada di kabupaten/kota se-Provinsi Irian
Jaya Barat Tahun 2005 menunjukkan bahwa suhu rata-rata tertinggi di Kabupaten
Sorong dan Kota Sorong yaitu sebesar 27,70 ºC.
Kelembaban udara hampir merata di seluruh wilayah yakni sebesar 83,6-85
persen dimana angka terendah adalah Kabupaten Manokwari dan tertinggi di
Kabupaten Fakfak. Tekanan udara rata-rata tertinggi terjadi di Kabupaten Sorong dan
Kota Sorong sebesar 1.010,7 mbs.
Curah hujan sepanjang Tahun 2005 di beberapa wilayah di Provinsi Irian Jaya
Barat tercatat bahwa curah hujan tertinggi berada di Kabupaten Fakfak yaitu sebesar
3.209 mm, sedangkan yang terendah terjadi di Kabupaten Kaimana yang hanya
mencapai 127 mm.
2.1.3 Geologi dan Fisiografi
Pulau Papua dalam proses pembentukan tektonik lempeng, secara umum erat
kaitannya dengan posisi Indonesia dalam teori kulit bumi yang diapit oleh berbagai
formasi lempeng dari berbagai arah. Posisinya terletak di ujung paling selatan dari
lempeng Eurasia yang bergerak dari arah Barat Daya khatulistiwa kemudian
bertumbukan dengan lempeng Indo-Australia dan Pasifik di bagian Utara Pulau
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 3
Papua. Kecepatan tumbukan kedua lempeng ini diperkirakan antara 7 - 11 cm per
tahunnya akan tetapi implikasi lanjutannya sangat luar biasa seperti yang pernah
terjadi pada tahun 1996 lalu, yaitu peristiwa Tsunami di Pantai Utara Papua yang
berdampak pada Pesisir Utara Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Manokwari.
Akibat interaksi kedua lempeng kerak bumi tersebut banyak terjadi lipatan
(pegunungan) dan patahan di daerah Papua. Bentukan patahan-patahan ini yang
menimbulkan daerah atau wilayah-wilayah yang berpotensi gempa. Secara
keseluruhan jumlah gempa bumi yang dirasakan di Papua selama tahun 2004
sebanyak 45 kali, lebih banyak dirasakan bila dibandingkan tahun sebelumnya hanya
11 kali.
Topografi wilayah Kepala Burung yang menjadi wilayah Provinsi Irian Jaya
Barat sangat bervariasi dari datar sampai bergunung – gunung dengan puncak –
puncak yang tinggi, dimana daerah lembah – lembah yang datar tersebar di sekitar
Teluk Bintuni, Isim, Prafi, Warsamson, Wosimi dan Teluk Arguni. Sementara
kelompok pegunungan dengan puncaknya yang mencapai 3000 m dpl, antara lain
Pegunungan Arfak, Pegunungan Tamrauw, Pegunungan Kumawa, Pegunungan
Fakfak dan Pegunungan Wondiboi.
Berdasarkan data Topografi dan Kemiringan Lahan, lebih dari 50% lahan di
Provinsi Irian Jaya Barat memiki prosentase kemiringan lahan lebih dari 40% atau
dikategorikan sangat curam. Dari total luas lahan, hanya 2.524.944 Ha yang potensial
dikembangkan sebagai areal permukiman.
Tabel 2.2 : Topografi Luas Kemiringan Lahan
No. Jenis Lahan Prosentase
Kemiringan (%) Luas (Ha)
1. Bergelombang 3 – 15 2.524.944
2. Curam 16 – 40 2.795.754
3. Sangat Curam >40 5.556.300
Sumber : Profil Daerah Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005
2.1.4. Ekologi
Pulau New Guinea secara administratif terbagi dalam dua wilayah, yaitu
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbagi kedalam Provinsi
Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat dan Negara Papua New Guinea. Sebagai pulau
tropis yang terbesar di dunia, Pulau New Guinea memiliki keragaman dan keunikan
ekosistem yang mengagumkan, termasuk glasier dan ekosistem alpine, hutan
berkabut, hutan hujan dataran rendah, padang rumput, hutan Mangrove, terumbu
karang dan hamparan rumput laut. Banyak spesies yang ada di New Guinea memiliki
status endemik atau secara alamiah tidak dapat ditemukan di tempat lain. Secara
keseluruhan, pulau New Guinea memiliki sedikitnya 500.000 jenis flora dan fauna.
Dari jumlah tersebut, diduga sekitar 20.000 sampai 25.000 jenis tanaman hidup di
wilayah Propinsi Papua dan Irian Jaya Barat.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 4
Ekosistem berkelas dunia yang ada di wilayah ini adalah ekosistem Mangrove
yang luas (260.000 Ha) di Teluk Bintuni yang merupakan salah satu yang terpenting
di dunia dan ekosistem Terumbu Karang di Raja Ampat yang sangat kaya
keanekaragaman hayatinya.
2.2. Kependudukan
Dari hasil perhitungan berdasarkan Sensus Penduduk, laju pertumbuhan
penduduk Provinsi Irian Jaya Barat selama tiga dasawarsa terakhir selalu meningkat.
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk tahun 1971-1980, 1980-1990 dan 1990- 2000
berturut-turut adalah 2,78%, 3,12% dan 4,01%. Pada tahun 1971 jumlah penduduk
tercatat sebanyak 221.457 jiwa, tahun 1980 meningkat menjadi 283.493 jiwa, dan
pada tahun 1990 jumlah penduduk menjadi 385.509 jiwa. Pada tahun 2000 jumlahnya
menjadi 571.107 jiwa. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk ini diperkirakan akan
terus berlangsung mengingat aktivitas kegiatan ekonomi dan pemekaran wilayah yang
ada saat ini.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2005 jumlah penduduk
tercatat sebesar 651.958 jiwa., terdiri dari 343. 920 jiwa penduduk laki-laki dan
308.038 jiwa penduduk perempuan. Bila dibandingkan dengan luas wilayah, maka
kepadatan penduduk 6 jiwa per km dengan rata-rata 4 anggota setiap rumah tangga.
Dari persebaran penduduk, Kota Sorong mempunyai kepadatan penduduk yang
sangat mencolok dibandingkan dengan kabupaten lainnya yakni 137 jiwa per km² dan
yang paling sedikit adalah Kabupaten Kaimana 2 jiwa per km².
Tabel 2.3 : Jumlah dan Kepadatan Penduduk per km² dan per Rumah Tangga
Menurut Kabupaten/Kota
Jumlah
Kepadatan
Penduduk
Kabupaten/Kota
Luas
Wilayah
Penduduk Rumah
tangga
Per km² Per Rumah
tangga
Fakfak 14.320 59.773 14.943 4 4
Kaimana 18.500 37.649 9.412 2 4
Teluk Wondama 4.996 20.698 5.174 4 4
Teluk Bintuni 18.658 48.079 12.020 3 4
Manokwari 14.448,50 154.421 38.605 11 4
Sorong Selatan 13.265 55.001 11.000 4 5
Kabupaten Sorong 18.170 88.259 22.065 5 4
Raja Ampat 11.901 37.018 9.254 3 4
Sorong 1.105 151.060 37.765 137 4
Total 115.363,50 651.958 162.990 6 4
Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat 2006
2.3. Tenaga Kerja
Permasalahan mengenai ketenagakerjaan selalu menjadi pokok masalah yang
dihadapi daerah, apalagi bagi Provinsi Irian Jaya Barat sebagai provinsi baru.
Persoalan utama ketenagakerjaan adalah masih rendahnya penyediaan lapangan kerja
dan minimnya tenaga terampil yang dibutuhkan oleh pasar kerja, akibat tingkat
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 5
pendidikan yang rendah. Sementara itu, terjadi pergeseran pekerjaan dari sektor
tradisional menjadi modern terjadi di Provinsi Irian Jaya Barat juga menjadi persoalan
yang harus dihadapi Provinsi Irian Jaya Barat saat ini. Secara keseluruhan alih
pekerjaan dan program pembangunan ekonomi ini belum didukung sepenuhnya oleh
kualitas sumber daya manusia yang memadai, sehingga masih terjadi pengangguran di
seluruh wilayah.
a. Usia Kerja
Data usia kerja, yakni penduduk berusia 15 tahun ke atas disebut penduduk
usia kerja Tahun 2005 mencapai 405.747 (63%) dari total jumlah penduduk. Untuk
penduduk usia kerja yang tertinggi terkonsentrasi di kelompok umur 25-29 tahun
yaitu sebesar 61.968 orang. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kota/kabupaten,
Kabupaten Manokwari jumlah penduduk usia kerja paling banyak dibandingkan kota
lainnya, yaitu sebanyak 98.413 orang. Kemudian terbanyak kedua adalah Kota
Sorong, sebanyak 86.274 orang.
Dari total Angkatan Kerja di Provinsi Irian Jaya Barat yang paling tinggi ada
di Kabupaten Manokwari, sebesar 46.312 orang (24,07%) untuk laki-laki dan
sebanyak 25.917 orang (25,90%) untuk perempuan.
b. Penduduk Bekerja Menurut Usia Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk bekerja paling banyak merupakan
tamatan SD ke bawah, yaitu sebesar 69,21%. Bahkan untuk perempuan yang bekerja
yang berpendidikan SD ke bawah sangat tinggi, yaitu sebesar 82%. Penduduk yang
bekerja dengan pendidikan S1 ke atas hanya 2,1%. Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas Sumber Daya Manusia Irian Jaya Barat sangat rendah dan sulit memperoleh
kesempatan dan bersaing untuk mendapatkan pekerjaan di sektor-sektor modern.
c. Pengangguran
Pengangguran meliputi empat kelompok, yakni penduduk yang sedang
mencari pekerjaan; mempersiapkan suatu usaha; merasa tidak mungkin mendapat
pekerjaan; sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Berdasarkan data BPS
Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006, total jumlah pengangguran di Provinsi Irian
Jaya Barat sebesar 32.583 orang, yang terdiri dari 13.333 laki-laki dan 19.250
perempuan.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 6
Gambar 2.2 : Persentase Penduduk Yang Bekerja Dirinci Menurut Tingkat
Pendidikan dan Jenis Kelamin di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
SD
Kebawah
SLTP
SMU & SMK
D1 / II / III
S1 Keatas
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006
2.4 Pemberdayaan Perempuan
Kesetaraan dan Keadilan Gender sudah menjadi isu yang sangat penting dan
sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga
seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut.
Perempuan merupakan sumberdaya pembangunan yang cukup besar. Partisipasi aktif
perempuan dalam setiap proses pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan
pembangunan. Kurang berperannya kaum perempuan, akan memperlambat proses
pembangunan atau bahkan perempuan dapat menjadi beban pembangunan itu sendiri.
Kenyataannya dalam aspek pembangunan, tidak hanya di propinsi Irian Jaya
Barat saja, perempuan kurang dapat berperan aktif. Hal ini disebabkan karena kondisi
dan posisi perempuan yang kurang menguntungkan dibanding laki-laki, baik dalam
lingkup keluarga maupun lingkungan sosial yang lebih luas. Nilai adat yang belum
berpihak pada perempuan adalah salah satu kendala bagi kemajuan perempuan di
Irian Jaya Barat. Akibatnya peluang dan kesempatan perempuan masih sangat terbatas
dalam mengakses dan mengontrol sumber daya pembangunan, juga rendahnya tingkat
pendidikan. Dari data BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006, terlihat bahwa
perempuan yang bekerja dengan tingkat pendidikan SD kebawah adalah paling
banyak, sebesar 82%. Ini menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pendidikan
perempuan di Provinsi Irian Jaya Barat.
2.5 Sosial Budaya
2.5.1. Kesehatan
Tingkat kesehatan masyarakat di wilayah ini tergolong terendah dibandingkan
dengan wilayah lainnya di Indonesia. Tingginya angka kemiskinan merupakan faktor
penyebab rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Paling serius dari risiko kesehatan
tersebut adalah angka kesakitan yang tinggi, seperti penyakit menular dan penyakit
yang berhubungan dengan sanitasi, seperti malaria, tuberkulosis, dan diare.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 7
Disamping malaria dan tuberkulosis yang ditemukan secara luas di banyak
wilayah, ancaman HIV/AIDS menyebar di seluruh bagian wilayah ini. Perkiraan
jumlah tingkat infeksi di Papua pada umumnya mungkin merupakan yang tertinggi di
Indonesia, akibat kombinasi faktor-faktor yang terkait dengan rendahnya tingkat
kesehatan dan pendidikan, prevalensi norma dan praktek sosial serta jumlah pekerja
yang berpindah-pindah.
Tabel 2.4 : Fasilitas Sarana Kesehatan di Provinsi Irian Jaya Barat
Menurut Jenis Kepemilikan
No. Jenis Sarana Jumlah (Unit)
1. Balai Pengobatan (Klinik) 76
Puskesmas Induk 78
Puskesmas Pembantu 297
2.
Puskesmas Keliling (darat & laut) 74
Rumah Sakit Umum Kelas C 4
Rumah Sakit Umum Angkatan Darat 2
Rumah Sakit Umum Angkatan Laut 2
3.
Rumah Sakit Umum Swasta 12
Sarana Alat Kesehatan Apotek 41
Sarana Alat Kesehatan Pedagang Besar Farmasi (PBF) 10
Sarana Alat Kesehatan Gudang Farmasi 9
4.
Sarana Alat Kesehatan Jumlah Klinik KB 196
Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006
2.5.2 Kemiskinan
BPS Provinsi Irian Jaya Barat telah melakukan berbagai studi untuk
menentukan kriteria rumah tangga miskin di Provinsi Irian Jaya Barat. Definisi
Rumah tangga miskin dalam hal ini adalah rumah tangga yang memenuhi 9 atau lebih
dari 14 variabel yang telah ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
rumah tangga miskin di Provinsi Irian Jaya Barat sebesar 128.156 atau 75,4% dari
170.049 rumah tangga.
Jumlah rumah tangga miskin terbanyak berada di Kabupaten Manokwari
(43.773 rumah tangga) dan terendah berada di Kabupaten Teluk Wondama (3.778
rumah tangga).
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 8
SMTP (18.3%)
SMTA Kejuruan
(4.87%)
SMTA (12.23%)
S1 (1.83%)
D3 (0.6%)
D1/D2 (0.6%)
SD (35.88%)
Tidak Tamat SD
(19.6%)
Tidak/Belum
pernah sekolah,
(6.05%)
Tabel 2.5 : Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Miskin di Provinsi Irian Jaya
Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005/2006
Kabupaten/Kota
Jumlah Rumah
Tangga
Jumlah Rumah
Tangga Miskin
% Rumah
Tangga Miskin
Fakfak 15.272 11.379 74.51
Kaimana 9.311 6.978 74.94
Teluk Wondama 4.052 3.778 93.24
Teluk Bintuni 9.406 8.980 95.47
Manokwari 56.160 43.773 77.94
Sorong Selatan 12.719 11.856 93.21
Sorong 18.647 15.802 84.74
Raja Ampat 6.823 6.259 91.73
Kota Sorong 37.659 19.351 51.38
Irian Jaya Barat 170.049 128.156 75.36
Sumber : BPS 2005 IJB
2.5.3 Pendidikan
a. Tingkat Pendidikan Penduduk
Mayoritas tingkat pendidikan penduduk Provinsi Irian Jaya Barat masih
tergolong rendah. Hal ini tercermin dari komposisi persentase pendidikan tertinggi
yang ditamatkan oleh penduduk di Irian Jaya Barat terbanyak adalah Sekolah Dasar
sebanyak 35,88%. Sedangkan masyarakat yang sama sekali tidak berpendidikan dan
yang tidak tamat SD masih cukup besar persentasenya.
Gambar 2.3 : Persentase Pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk
Berumur 10 Tahun Keatas di Provinsi Irian Jaya Barat Pada
Tahun 2004
Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 9
b. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Tingkatan atau Level IPM dapat menggambarkan serta menyatakan kemajuan
suatu daerah relatif terhadap daerah lain. IPM mencakup aspek pembangunan manusia
meliputi Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Rata-Rata Lama Sekolah dan
Rata-rata Pengeluaran Riil. IPM bisa juga memberikan gambaran komprehensif
mengenai upaya pembangunan yang dilakukan khususnya dampak kinerja
pembangunan manusia.
Dibandingkan provinsi lain di Indonesia, peringkat IPM Provinsi Irian Jaya
Barat adalah berada pada urutan 30 dari 33 provinsi pada Tahun 2004, sedangkan bila
dilihat berdasarkan peringkat kinerja, Provinsi Irian Jaya Barat menunjukkan kinerja
pencapaian pembangunan manusia semakin membaik, hal ini terlihat dari hampir
seluruh kabupaten/kota di Provinsi Irian Jaya Barat menunjukkan adanya kemajuan
yang ditunjukkan oleh IPM yang meningkat.
Status IPM Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005 adalah 64,8 meningkat dari
63,7 pada tahun 2004. Peningkatan tersebut tidak berpengaruh pada status
pembangunan manusia yang tetap pada tingkatan menengah bawah baik Tahun 2004
maupun Tahun 2005.
Tabel 2.6 : Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Irian Jaya
Barat Tahun 2004-2005
IPM Peringkat Provinsi/Kab
di Nasional
Provinsi/Kabupaten/Kota
2004 2005 2004 2005
Fakfak 67,5 67,7 247 264
Kaimana 65,8 66,9 315 304
Teluk Wondama 58,8 60,1 426 423
Teluk Bintuni 59,8 60,0 422 424
Manokwari 60,7 60,9 414 420
Sorong Selatan 61,9 63,1 404 404
Sorong 64,6 65,5 352 354
Raja Ampat 59,8 60,9 421 419
Kota Sorong 73,9 74,3 38 41
Irian Jaya Barat 63,7 64,8 30 30
Sumber: BPS Pusat Tahun 2006
2.5.4 Nilai Adat dan Hak Ulayat
Pada garis besarnya penguasaan tanah di Papua cukup dominan ditangan
masyarakat adat. Dalam penguasaan tanah adat, esensi pokoknya menunjukan adanya
pertalian hidup antara masyarakat adat dengan tanah. Kekuasaan penguasa adat
demikian berpengaruh dan menentukan, sehingga masyarakat adat hanya dapat
memanfaatkan tanah yang sifatnya sementara atau sewaktu-waktu dapat diambil
kembali oleh penguasa adat.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 10
Kita harus memahami masalah pertanahan dan masa depan. Persepsi mengenai tanah
di Papua adalah bahwa
• Setiap anak yang belum lahir mempunyai hak atas tanah yang telah dijual.
Cara berpikir ini masih sulit diterima oleh pendatang.
• Tidak ada istilah jual beli tanah. Yang ada, silakan boleh pakai, tapi jika tidak
digunakan lagi, tanah harus diserahkan ke masyarakat adat.
Oleh karena itu, harus ada penyelesaian hak ulayat dulu dengan jaminan hukum
yang pasti, sehingga masyarakat bisa terlibat dalam pembangunan. Hal yang paling
urgent perlu dilakukan adalah mengatasi bagaimana membuat hak pengelolaan tanah
ulayat. Permen Agraria 1999, memberikan pengakuan terhadap hak ulayat, tapi tidak
pernah diberlakukan. Jadi Permenag itu tidak cukup, Permenag perlu ditingkatkan
menjadi PP atau UU. Terkait dengan persoalan Tata Ruang, harus ada jaminan
kepastian hukum dulu untuk masyarakat serta sesuai dengan apa yang mereka
pikirkan.
2.6 Politik
Perkembangan politik di Provinsi Irian Jaya Barat pasca pelantikan gubernur
dan wakil gubernur definitif hasil Pilkada Tahun 2006 menunjukan dimulainya suatu
babak baru kehidupan demokrasi yang dinamis dimasa depan. Dengan modal
demokrasi seperi ini diharapkan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang timbul.
Walaupun masih terdapat berbagai kendalah tetapi dengan mengedepankan peran
semua elemen masyarakat pemecahan masalah tetap dapat dicapai. Disamping itu
kegiatan yang menjurus kepada separatis sedikit demi sedikit untuk ditiadakan dengan
pendekatan yang berbasis masyarakat.
Kondisi politik yang sedang berjalan ini perlu dijaga dan ditumbuhkembangkan
yang dimulai dari lapisan bawah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
disegala bidang kehidupan dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan didalam
pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Dengan telah
definitifnya provinsi, maka organisasi politik dan kemasyarakatan mulai membentuk
dan membenahi dirinya dalam rangka menampung dan mewadahi aspirasi politik dan
pemberdayaan masyarakat. Kondisi politik untuk mendatang cukup baik dengan
melibatkan partisipasi masyarakat dengan menjalin adanya komunikasi dan
koordinasi politik dan memantapkan budaya politik serta wawasan kebangsaaan yang
dimulai dari lapisan bawah dalam berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian adanya kelembagaan yang terkonsolidasi dengan baik
merupakan indikasi pemerintah mendatang akan memiliki kapasitas dalam
melaksanakan agenda demokrasi di Provinsi Irian Jaya Barat. Keberhasilan demokrasi
tersebut akan menopang pilar politik di Provinsi Irian Jaya Barat dengan berbagai
kegiatan pemerintahan dapat dilaksanakan serta semua aturan akan dapat dipatuhi
untuk memperkuat sendi-sendi berbangsa dan bernegara.
Ada 3 (tiga) Lembaga formal yang bertanggung jawab terhadap kebijakan politik
yaitu Lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Keberadaan Lembaga – lembaga
formal ini di Provinsi Irian Jaya Barat dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 11
Tabel 2.7 : Lembaga - Lembaga Formal di Provinsi Irian Jaya Barat
No. Nama Lembaga Jumlah
1. Legislatif 4
2. Eksekutif 4
Yudikatif :
a. Kejaksaan Negeri 4
b. Pengadilan Negeri Kelas I b 2
3.
c. Pengadilan Kelas Ib 1
Sumber : Profil Daerah Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005
2.7 Keamananan dan Ketertiban Wilayah
Kondisi Provinsi Irian Jaya Barat akan bervariasi, kemajemukan suku menonjol
serta pola tradisional yang cukup kuat, memerlukan sistem keamanan dan ketertiban
wilayah yang khusus pula. Penanganan keamananan dan ketertiban masyarakat baik
di kota, pesisir, pedalaman. Sehingga apa yang dilaksanakan tidak saling benturan
tetapi keamanan dan ketertiban tetap terpelihara. Dengan tertangani berbagai masalah
keamanan dan ketertiban wilayah dengan baik dan tidak menimbulkan gejolak maka
merupakan modal dasar dalam pembangunan pemerintahan dan pembinaan
kemansyarakatan, sehingga mewujudkan keamanan dan ketertiban wilayah yang
berbasis kepada rakyat sangat diperlukan untuk ikut rasa memiliki wilayah dan rasa
tanggung jawab bersama.
Untuk lebih memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah untuk dapat
diaktifkan kepolisian daerah (Polda) persiapan serta lembaga penegakan hukum
lainnya. Keamanan dan ketertiban wilayah yang kondusif karena adanya kerja sama
dan koordinasi yang mantap maka pembangunan di segala bidang kehidupan dapat
dilaksanakan. Semua elemen masyarakat mempunyai tanggung jawab bersama
terhadap keamanan dan ketertiban wilayah, ini perlu dipacu secara terus menerus
sehingga cegah dini (early warning) dapat dilaksanakan oleh masyarakat yang paling
bawah untuk ditindaklanjuti.
2.8 Sumber Daya Alam
2.8.1 Pertambangan
Secara geologis wilayah ini dimungkinkan adanya potensi mineral yang
berlimpah. Penyebaran mineral tidak merata karena tidak meratanya penyebaran jenis
batuan. Dengan mengetahui informasi geologi, diperkirakan mineral tersebar di
wilayah ini, namun belum dapat ditentukan besaran secara kuantitatif mengenai
cadangan mineral tersebut secara pasti.
Jenis pertambangan dan energi yang terdapat di Provinsi Irian Jaya Barat yang
telah dan dan akan segera diekploitasi terdiri dari Minyak dan Gas Bumi, terdapat di
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 12
wilayah Kabupaten Sorong, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten-Kabupaten
lainnya di Provinsi Irian Jaya Barat termasuk Gas Bumi (LNG Tangguh) yang akan
segera melakukan produksi di Kabupaten Teluk Bintuni.
Potensi bahan tambang yang siap dieksploitasi antara lain batu bara, emas,
uranium, senk dan tembaga serta batu kapur, granit dan pasir kuarsa. Potensi minyak
dan gas alam terdapat di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Teluk Bintuni. Potensi ini
yang terbesar adalah di Distrik Merdey, Aranday dan Babo dengan Cadangan Minyak
Bumi sebesar 20 TB dan Gas Bumi (LNG) 14 TCF. Potensi minyak yang terdapat di
Kabupaten Sorong dan Teluk Bintuni merupakan komoditas unggulan Provinsi Irian
Jaya Barat yang saat ini sedang dieksploitasi. Selain itu terdapat potensi terpendam
lainnya yang telah diekspolitasi namun belum dieksporasi dalam waktu dekat seperti
bahan galian Nikel di Kabupaten Raja Ampat dan dan Mangan di Kabupaten Fakfak
dan Kabupaten Kaimana.
Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi tahun 2006, Provinsi Irian
Jaya Barat memiliki potensi tambang yang tersebar di kabupaten/kota se provinsi Irian
Jaya Barat. Potensi tambang antara lain :
1. Manokwari
Bahan Galian Strategis : Timah, Senk dan Tembaga, Emas.
Bahan Galian Golongan C : Batu Gamping, Lempung, Pasir Batu, Granit, Pasir
Kuarsa, Diorit, Batu Gunung Api.
2. Teluk Bintuni
Bahan Galian Strategis : Minyak dan Gas Bumi, Batubara, Mika
3. Teluk Wondama: Mika, Batu Gamping
4. Raja Ampat: Cobalt, Tembaga, Nikel, Mangan, Batubara, Fosfat
5. Sorong Selatan
Minyak & Gas bumi, Batu gamping, Emas, Pospat, Zink, Marmer dan Bahan
Baku Semen
6. Kabupaten Sorong
Tembaga, Emas, Tanah Hitam, Batubara, Kromit
7. Fakfak
Mangan, Pasir Kuarsa, Batu gamping, Emas, Batubara.
2.8.2 Kehutanan
Luas kawasan hutan di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005 tercatat seluas
9.769.686,81 Ha. Berdasarkan fungsinya, hutan di Provinsi Irian Jaya Barat terdiri
dari Hutan Produksi, Hutan Produksi tetap, Hutan Produksi Konversi, Hutan
PPA/KSA, Hutan Lindung dan Areal Penggunaan Lain.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 13
Gambar 2.4 Pembagian Areal Hutan Menurut Fungsinya
Hutan Produksi
Tetap
1,866,280
(19%)
Hutan Produksi
1,847,243
(19%)
Hutan
PPA/KSA
1,751,648
(18%)
Hutan Lindung
1,648,277
(17%)
Areal
Penggunaaan
Lain 342,087
(4%)
Hutan Produksi
Konversi
2,314,144
(23%)
Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006
Pengelolaan hutan dilakukan melalui Hak Penguasaan Hutan (HPH) dan
Hutan Tanaman Industri (HTI). Berdasarkan data Dinas Provinsi Irian Jaya Barat
Tahun 2006, Jumlah HPH dan HTI di Provinsi Irian Jaya Barat adalah 29
perusahaan, dan 6 perusahaan diantaranya berstatus tidak aktif. Jatah Produksi
Tahunan yakni Luas total penebangan sebesar 64.707 Ha dengan jumlah volume
produksi per tahun sebesar 1.456.065 m³. Jenis kayu yang diproduksi di Provinsi
Irian Jaya Barat adalah Merbau, Matoa, Nyatoh, Pulai, Mersawa, Resak, Medang,
Bitangur, Gaharu dan non kayu seperti rotan, damar, kulit masohi, kulit lawang dan
lain-lain, dengan negara-negara tujuan ekspor antara lain Jepang, Malaysia dan Korea.
Potensi kayu terbesar di Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Fakfak, Kabupaten
Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Kaimana.
Sementara untuk kepentingan konservasi di Provinsi Irian Jaya Barat, data
tentang kawasan konservasi yang telah ditetapkan terdiri dari 4 kawasan yaitu Cagar
Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Wisata, dan Taman Nasional. Sebanyak 16 Cagar
Alam terdapat di Provinsi Irian Jaya Barat dengan total luas kawasan seluas
1.808.482 Ha, sedangkan Suaka Marga Satwa ada 3 Kawasan dengan total seluruh
kawasan Marga Satwa seluas 65.170,53 Ha.
2.8.3 Perikanan
Potensi perikanan di Provinsi Irian Jaya Barat cukup besar dan beraneka ragam
terutama ikan permukaan dan ikan dasar. Perikanan memberikan andil terbesar dalam
ekspor di Provinsi Irian Jaya Barat yang dihasilkan oleh Ikan Beku Campuran, yakni
sebesar 65,4% dan Udang Beku 27,2%. Bagi nelayan, pemanfaatan sumberdaya
perikanan bermuara pada peningkatan pendapatan nelayan serta penerimaan devisa
negara.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 14
Tabel 2.8 Jenis, Lokasi Penyebaran Hasil Perikanan Provinsi Irian Jaya
Barat tahun 2003
No Jenis Ikan Lokasi Penyebaran
1. Ikan Tuna
2. Ikan Pelagis
3. Teripang
4. Bialola
5. Udang Lobster
6. Udang, kepiting dan Sirip Hiu
Sorong, Waigeo Utara,
Waigeo Selatan, Kepulauan
Raja Ampat, Teluk Bintuni,
Fakfak dan Kaimana.
Sumber : Badan Pusat Statistik Papua Tahun 2003
Beberapa perusahaan perikanan yang beroperasi dalam wilayah Provinsi Irian
Jaya Barat menurut jenis komoditi dan negara tujuan ekspor dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.9 Perusahaan Perikanan yang beroperasi menurut Jenis Komoditi
dan Negara Tujuan Ekspor di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun
2003
No Eksport Komoditi Negara
Tujuan
1 PT. Citra Raja Ampat Canning
2 PT. Mutiara
3 PT. WIF
4 PT. Jerman Aru
5 PT. Bintuni Mina Karya Argo
6 PT. Inter Galaxi Delta Fisheries
7 PT. Alsum Prakarsa Co
8 PT. Avona Mina Lestari
Ikan Tuna,
Udang, Lobster,
Bialola dan
Teripang
Jepang,
Korea,
Philipina dan
Malaysia
Sumber : Badan Pusat Statistik Papua Tahun 2003
Tabel 2.10 Nilai Produksi Perikanan Laut menurut Jenis Ikan Di Provinsi
Irian Jaya Barat Tahun 2003
Jenis Ikan Produksi (Ton) Persentase (%)
Ikan 164.074.190 25,65
Hewan Kulit Keras 473.064.000 73,95
Hewan Kulit Lunak 2.488.900 0,40
Jumlah 639.627.090 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Papua Tahun 2003
Tabel di atas menggambarkan bahwa nilai produksi perikanan terbesar di
Provinsi Irian Jaya Barat disumbangkan oleh hewan laut yang berkulit keras, seperti
kepiting dan udang yakni sebesar 473.064.000 ton atau 73,95%. Jumlah ini
memberikan indikasi bahwa potensi udang dan kepiting di Provinsi Irian Jaya Barat
cukup besar.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 15
2.9 Perekonomian Wilayah
Perekonomian wilayah menggambarkan indikasi makro ekonomi yang
digunakan dalam menyusun rencana pengembangan ekonomi suatu daerah dan
mengukur keberhasilan pembangunan yang telah dilaksanakan. Informasi mengenai
gambaran makro ekonomi daerah digambarkan oleh data pendapatan regional. Dari
data ini, dapat diketahui tingkat pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan per kapita,
struktur perekonomian daerah, tingkat inflasi dan deflasi.
2.9.1 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan hasil kegiatan ekonomi
dari seluruh unit ekonomi yang dihasilkan suatu daerah tanpa mengikutkan faktor-
faktor produksi. Penyajian data PDRB terdiri dari dua jenis yaitu 1) PDRB Atas Dasar
Harga Berlaku, yakni jumlah nilai barang dan jasa/pendapatan/pengeluaran yang
dinilai sesuai dengan harga berlaku pada tahun bersangkutan. 2) PDRB Atas Harga
Konstan, yakni jumlah nilai barang dan jasa/pendapatan/pengeluaran yang dinilai atas
harga tetap (konstan) pada tahun tertentu/harga dasar (Tahun 2000).
Perekonomian Provinsi Irian Jaya Barat selama tahun 2005 menunjukkan
pertumbuhan positif apabila dibandingkan pada tahun 2004. Pada tahun 2005,
besaran PDRB (dengan Migas) Atas Dasar Harga Berlaku yang tercipta adalah
sebesar 7,9 trilliun rupiah, mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang sebesar 6,57
trilliun rupiah. Sejak tahun dasar 2000, besaran nilai tersebut selalu meningkat setiap
tahunnya. Sampai tahun 2005, perkembangan nilai tambah PDRB tersebut telah
mencapai hampir dua kali lipat dari tahun 2000. Sedangkan perkembangan PDRB
Atas Harga Konstan Tahun 2000 sebesar 5,3 Triliun rupiah mengalami peningkatan
dari tahun 2004 yang besarnya 4,97 Triliun rupiah. Sejak tahun dasar 2000 sampai
pada tahun 2005, nilai PDRB Atas Harga Konstan 2000 telah berkembang 1,3 kali
lipat.
Analisa PDRB tanpa Migas dilakukan dengan mengeliminir Sub sektor
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta Sektor Industri Pengolahan dengan Sub
Sektor Pengolahan Gas dan Minyak Bumi. Hal ini dilakukan, mengingat hasil migas
yang dihasilkan oleh daerah-daerah Provinsi di Indonesia secara nasional sangat
berpengaruh terhadap nilai Produk Domestik Brutto. Dari hasil perhitungan yang
dilakukan oleh BPS Provinsi Irian Jaya Barat, nampak bahwa pertumbuhan ekonomi
riil Provinsi Irian Jaya Barat adalah sebesar 6,74%, lebih melambat bila
dibandingkan Tahun 2004 yang mencapai 7,39%.
Besarnya sumbangan Migas terhadap pembentukan perekonomian Provinsi
Irian Jaya Barat hingga melebihi 20% tentu saja sangat mempengaruhi perekonomian
Provinsi Irian Jaya Barat secara menyeluruh. Selisih antara PDRB Provinsi Irian Jaya
Barat Tanpa Migas dan Dengan Migas berdasarkan Harga Berlaku mencapai 1 Triliun
setiap tahunnya.
Apabila mengamati pertumbuhan PDRB sektoral Provinsi Irian Jaya Barat dari
sektor-sektor yang membentuk pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian Jaya Barat, maka
dapat diketahui bahwa sektor yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 16
tahun 2005 adalah sektor-sektor Jasa yaitu sebesar 13,19% yang mengalami
peningkatan dari tahun 2004 yang hanya 7,6%. Pertumbuhan tertinggi kedua setelah
Sektor Jasa-Jasa adalah Sektor Angkutan dan Komunikasi sebesar 12,75% meningkat
dari tahun 2004 yang hanya sebesar 10,13%. Sementara di urutan ketiga tertinggi
adalah Sektor Bangunan yaitu 12,33% lebih tinggi dari tahun 2004 yang hanya
sebesar 6,26%. Dari kesembilan sektor di atas, hanya sektor Pertanian, Industri
Pengolahan dan Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan yang pertumbuhan
ekonominya melambat pada tahun 2005.
Gambar 2.5 Perkembangan PDRB (Dengan Migas)
Tahun 2000-2005
0
50
100
150
200
250
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Perkembangan PDRB
(dalam%)
ADH Berlaku
ADH Konstan 2000
Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006
Tabel 2.11
Pertumbuhan PDRB Provinsi Irian Jaya Barat
(Tanpa Migas) Tahun 2000-2005
Tahun ADH Berlaku ADH Konstan
2001 9,49 3,34
2002 10,69 5,07
2003 15,83 7,68
2004 18,38 7,39
2005 20,17 6,74
Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006
2.9.2 Pertumbuhan PDRB Perkapita
PDRB Perkapita merupakan salah satu indikator ekonomi yang dapat
digunakan untuk membandingkan tingkat kemakmuran suatu daerah dengan daerah
lainnya. PDRB Perkapita diperoleh dari hasil pembagian besaran nilai PDRB atas
dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun pada tahun yang
bersangkutan. Jadi besaran PDRB Perkapita sangat tergantung dari besaran PDRB
yang terbentuk dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
Nilai PDRB Perkapita Provinsi Irian Jaya Barat yang dihasilkan sebesar 12,29
Juta Rupiah, mengalami peningkatan sebesar 14,16% dari tahun 2004 yang hanya
sebesar 10,77 Juta Rupiah. Selama kurun waktu lima tahun, sejak tahun 2000 nilai
PDRB Perkapita Provinsi Irian Jaya Barat terus mengalami pertumbuhan yang
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 17
melambat tahun 2004. Tingginya angka PDRB per kapita jelas bukan mencerminkan
tingkat kemakmuran penduduk Provinsi Irian Jaya Barat mengingat tingginya angka
kemiskinan penduduk di wilayah ini.
2.9.3 Pertumbuhan Tenaga Kerja
Secara umum, pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang ditunjukkan dengan
tingkat pertumbuhan PDRB senantiasa akan diukur dengan tingkat pertumbuhan
tenaga kerjanya. Begitu pun yang terjadi apabila kita mengamati tingkat pertumbuhan
tersebut melalui sektor-sektor yang membentuknya.
Namun apabila dicermati secara mendalam, justru yang terjadi adalah
pertumbuhan tenaga kerja bertolak belakang dengan pertumbuhan PDRB. Sungguh
merupakan fenomena yang sangat unik. Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian
Jaya Barat yang tinggi ternyata tidak diimbangi oleh pertumbuhan sektor tenaga kerja.
Bila pertumbuhan PDRB didominasi oleh sektor-sektor Jasa, Angkutan dan
Komunikasi serta Sektor Bangunan (masing-masing sebesar 13,19%, 12,75% dan
12,33%), namun pertumbuhan tenaga kerja didominasi oleh sektor Pertanian, Jasa dan
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran masing-masing 71,07%, 8,51% dan 8,47%.
Tingginya pertumbuhan PDRB pada sektor Jasa sebesar 13,19% ternyata
hanya diimbangi oleh jumlah tenaga kerja sebesar 8,51% saja. Begitu pula dengan
sektor PDRB lainnya yang cukup mendominasi pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian
Jaya Barat seperti Sektor Angkutan dan Komunikasi yang mendominasi sebesar
12,75% hanya diimbangi oleh jumlah tenaga kerja sebesar 4,33% dan juga Sektor
Bangunan yang mendominasi sebesar 12,33% ternyata hanya diimbangi oleh jumlah
tenaga kerja sebesar 3,41%. Di sisi lain, tingginya jumlah tenaga kerja tanpa
diimbangi oleh tersedianya lapangan usaha yang membentuk pertumbuhan ekonomi
justru akan mengakibatkan jumlah pengangguran pada sektor pertanian sebesar 71,1%
sementara pertumbuhan ekonomi (PDRB) sektor Pertanian hanya sebesar 2,1%
sungguh sangat ironis untuk perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian
Jaya Barat ke depan.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 18
Gambar 2.6 Persentase PDRB dan Mata Pencaharian Menurut Sektor
Ekonomi di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
PDRB
TENAGA KERJA
Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006
2.9.4 Struktur Perekonomian Daerah
Struktur perekonomian suatu daerah sangat dipengaruhi oleh besarnya
sumbangan atau peranan masing-masing sektor ekonomi dalam membentuk nilai
tambah PDRB. Dari struktur perekonomian tersebut diketahui corak perekonomian
daerah ini. Sektor Pertanian di Provinsi Irian Jaya Barat didominasi dari Sektor
Kehutanan dan Perikanan mampu memberikan sumbangan nilai tambah yang besar
bagi perekonomiannya. Hasil di Sektor Pertanian sangat besar pengaruhnya tehadap
penciptaan nilai tambah PDRB Provinsi Irian Jaya Barat, walaupun sejak tahun 2001
peranannya terus mengalami penurunan hingga 27,24% pada Tahun 2005
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 19
Berikut ini adalah tabel mengenai kontribusi 9 sektor ekonomi terhadap PDRB
Provinsi Irian Jaya Barat.
Gambar 2.7 Kontribusi Masing-Masing Sektor Ekonomi Terhadap PDRB
Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005
2.10 Keuangan Daerah
Peranan keuangan daerah dalam pembangunan adalah sangat vital. Daerah
otonomi yang ideal memiliki ciri utama yaitu harus memiliki kewenangan dan
kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, dan menggunakan
keuangan sendiri yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerahnya. Struktur Anggaran pendapatan daerah Provinsi Irian Jaya Barat terdiri dari
Dana DAU, Dana Dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus dan Dana Reboisasi, dan
Dana Otonomi Khusus dimana jumlah DAU masih mendominasi.
Besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Irian Jaya Barat
menunjukkan bahwa ketergantungan kepada bantuan pusat masih sangat besar dan
belum sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Optimalisasi sumber-sumber PAD perlu
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan daerah. Dalam hal ini Provinsi Irian Jaya
Barat dituntut agar dapat memperluas sumber atau obyek pendapatan baru. Sebagai
daerah otonom justru seharusnya PAD khususnya pajak dan retribusi daerah harus
menjadi bagian sumber keuangan terbesar.
Pertamb. &
Penggalian
19%Industri Pengolahan
19%
Listrik & Air Bersih
0%
Bangunan
7%
Perdag, Hotel &
Restoran
10%
Pertanian
29%Angkutan &
Komunikasi
6%
Keuangan,
Persew aan & Jasa
Perusahaan
2%
Jasa - jasa
8%
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 20
2.11 Transportasi dan Komunikasi
a. Transportasi Darat
Saat ini, perhubungan antar wilayah Kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat
secara efektif melalui hubungan udara dan kapal laut. Perhubungan darat, kendatipun
masih sangat terbatas sampai dengan Tahun 2006. Status serta kondisi beberapa ruas
jalan yang terdapat di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat sebagai berikut:
1. Jalur Manokwari - Maruni - Prafi - Kebar - Snopy - Ayawasi - Kambuaya -
Klamono-Sorong dengan status Jalan Nasional sepanjang 546 Km, dengan
kondisi 144 Km aspal, 332 Km kerikil dan 70 Km belum terbangun.
2. Manokwari - Maruni - Oransbari - Ransiki - Mameh - Bintuni yang
merupakan kombinasi ruas Nasional dan Provinsi sepanjang 253,4 Km telah
terbangun dengan kondisi 140 Km aspal, tanah 113,4 Km.
3. Ruas Mameh-Windesi- Ambaruni-Rasie dan Wasior dengan status jalan
Nasional dan Provinsi sepanjang 346 km dalam kondisi kerikil 14 Km, tanah
20 Km dan belum terbangun 312 km.
4. Windesi- Bourof- Wondama- Tanggaruni dan Kaimana sepanjang 181 km
berstatus Nasional dan Provinsi sepanjang 181 km dengan kondisi 17,6 aspal,
23,4 kerikil, 20 km tanah dan belum terbangun 150 km.
5. Bourof- Bufer- Bomberay dan Fakfak dengan status Nasional dan Provinsi
sepanjang 311 Km terdiri dari 52,5 km aspal, 87,5 jalan kerikil, jalan tanah 21
km, serta 150 km belum terbangun.
6. Kambuaya - Teminabuan berstatus Jalan Provinsi sepanjang 54 km dengan
kondisi 33 km aspal, kerikil 21 km.
7. Sorong - Makbon - Mega - Sausapor merupakan Jalan berstatus Provinsi
sepanjang 138 km dengan kondisi 36 km aspal, 45 km kerikil, belum
terbangun sepanjang 57 km.
8. Aimas – Seget sepanjang 116 Km berstatus Jalan Provinsi dengan kondisi 86
km jalan kerikil, 16 km jalan tanah dan belum terbangun 14 Km.
9. Susumuk - Kamundan - Bintuni merupakan Jalan Provinsi sepanjang 225 km
dengan kondisi 20 km jalan kerikil, belum terbangun sepanjang 205 km.
10. Fakfak- Siboru merupakan Jalan Provinsi sepanjang 38,8 km dengan kondisi
25 Km aspal, tanah 13,8 km. Fakfak - Kokas berstatus Provinsi sepanjang 44
km dengan kondisi 100 % aspal.
Secara umum kondisi jaringan jalan di kota/kabupaten di Provinsi Irian Jaya
Barat masih memprihatinkan. Jaringan hanya berada di sekitar kota/kabupaten lama
yaitu Sorong, Manokwari, dan Fakfak. Lemahnya interaksi antar wilayah di Provinsi
Irian Jaya Barat menjadi penyebab belum terbentuknya ekonomi regional. Hubungan
antar kota/kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat sekarang ini sebagian besar dilayani
oleh transportasi laut dan udara. Penggunaan moda transportasi udara meliputi
wilayah tengah (pedalaman) kepala burung yang sebagian besar masih terdiri dari
hutan. Sementara moda transportasi sungai meliputi wilayah pedalaman dengan aliran
sungai besar. Sementara moda transportasi penyeberangan meliputi wilayah yang
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 21
memiliki pelabuhan. Jaringan transportasi darat yang ada saat ini di Kabupaten
memanfaatkan jalan logging HPH, disamping sebagian diantaranya dibangun dengan
dana pemerintah setiap tahun.
Klasifikasi jalan berdasarkan statusnya ditinjau berkaitan dengan rencana
pengembangan jaringan jalan lintas batas administrasi. Berdasarkan status dan
wewenang pembinaan jalan, sistem jaringan jalan dikelompokkan sebagai berikut: 1)
Jalan Negara/Nasional, yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh
pemerintah pusat. 2) Jalan Kota, yaitu jalan umum (jalan kota termasuk jalan lokal
dalam kota) yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah kota atau kabupaten. 3)
Jalan Provinsi, yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah
Provinsi. 4) Jalan Khusus, yaitu jalan perumahan teratur yang belum diserahkan
kepada pemerintah kota yang pembinaannya dilakukan oleh swasta/pengembang.
Data mengenai panjang jalan dan jembatan di Provinsi Irian Jaya Barat dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.12 : Panjang Jalan Menurut Tingkat Pemerintahan yang Berwenang
di Provinsi Irian Jaya Barat
Status Jalan (Km) No. Kabupaten/Kota
Negara Provinsi Kabupaten
Total
(Km)
1 Kabupaten Fakfak 0 263 209,00 472
2 Kabupaten Sorong 90 121 0 211
3 Kabupaten Manokwari 237 86 706 1029
4 Kota Sorong 18 17 200,20 235,20
Total 345 487 1115,20 1974,20
Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006
Tabel 2.13 : Panjang Jalan Menurut Tingkat Permukaan di Provinsi Irian
Jaya Barat
Jenis Permukaan (Km)
No. Kabupaten/kota Aspal Diperkeras Tanah Lainnya
Total
(Km)
1 Kabupaten Fakfak 198 154 113 7 472
2 Kab. Sorong 62 129 20 0 211
3 Kab. Manokwari 439 346 243 1 1029
4 Kota Sorong 170,28 19,10 45,12 0,7 235
Total 869,28 648,10 421,12 8,7 1947,20
Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006
Tabel 2.14 : Panjang Jembatan Menurut Jenis di Provinsi Irian Jaya Barat
Status Jembatan (M) No. Kabupaten/kota
Beton Baja Kayu Total (M)
1 Kabupaten Fakfak 1.039,5 479 552 2.170,5
2 Kabupaten Sorong 739 877 621 2.237
3 Kabupaten Manokwari 177,5 1.454,5 495 2.127
4 Kota Sorong 15 530 0 545
Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 22
Banyaknya kendaraan di Provinsi Irian Jaya Barat tahun 2005 tercatat sebanyak
51.031 unit. Jumlah paling banyak adalah kendaraan sepeda motor sebanyak 39.190
unit. Kemudian mobil penumpang sebanyak 9697 unit. Data lengkap mengenai
jumlah kendaraan di Wilayah Kepala Burung dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.15 : Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis di Provinsi Irian
Jaya Barat
Status Mobil (Unit)
No. Kabupaten/kota Mobil
Penumpang
Mobil
Barang
Mobil
Bus
Sepeda
Motor
Total
(Unit)
1 Kabupaten Fakfak 3.254 154 15 1.992 2.653
2 Kabupaten Sorong 3.569 1.216 95 4.222 5.190
3 Kabupaten Manokwari 1.584 684 18 4.998 6.302
4 Kota Sorong 1.290 628 18 8.444 10.380
Total 9697 1.998 146 39.190 51.031
Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006
b. Transportasi Udara
Dalam bidang perhubungan udara, lapangan terbang Rendani Manokwari telah
dapat didarati oleh pesawat Boeing 737-200 dengan kondisi komersial, beserta
Domine Eduard Osok di Sorong. Lapangan Utarum Kaimana, dapat didarati oleh
Fokker 28 dengan kondisi komersial, Torea Fakfak dengan Twin Otter dan DASH 8
dengan kondisi komersial. Yang lainnya seperti : Babo, Bimtuni, Kebar, Anggi,
Kambuaya, Teminabuan, Ayawasi, Inanwatan, Mayado, Merdey dan Minyambo dapat
didarati oleh pesawat jenis Twin Otter dengan kondisi Perintis.
c. Transportasi Laut
Pelabuhan Manokwari, Sorong, Fakfak, Kaimana secara teratur telah disinggahi
oleh kapal penumpang yang dioperasikan oleh PT Pelni. Selebihnya seperti
Teminabuan, Bintuni, Wasior, Saonek dilayani oleh kapal perintis secara terjadwal
dan belum dapat disinggahi oleh kapal penumpang sebagaimana tersebut diatas.
Fungsi angkutan laut dan sungai juga menonjol di semua kabupaten karena letaknya
di pesisir pantai. Bahkan untuk Kabupaten Raja Ampat sangat didominasi oleh
angkutan laut.
Pengembangan prasarana regional selama ini dititikberatkan pada
pengembangan transportasi jalur laut dan darat berdasarkan hubungan fungsional
(hubungan eksternal, antar pusat, pusat dan wilayah belakang). Pengembangan
transportasi laut baik dari sisi frekuensi pelayanan dan kapasitas pelabuhannya
berperan penting dalam menciptakan pertumbuhan wilayah mengingat terbatasnya
pengembangan wilayah daratan. Rendahnya aksesibilitas dari dan ke tiap bagian
wilayah Provinsi Irian Jaya Barat ini selain karena faktor kesulitan geografis adalah
karena permintaan/demand aktual dan permintaan potensial terhadap transportasi
juga masih sangat terbatas.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 23
Gambar 2.8 Sebaran Infrastruktur Jaringan Jalan, Transportasi Udara dan
Transportasi Laut di Provinsi Irian Jaya Barat
Sumber : Dinas PU Provinsi Irian Jaya Barat
2.12 Ketersediaan Sarana
Dalam bidang infrastruktur dasar, rata-rata semua kabupaten mengalami
keterbatasan, terutama terkait dengan perhubungan, telekomunikasi, energi,
pemukiman. Jaringan sarana perhubungan praktis belum efektif menyentuh kampung
dan daerah terisolir, belum efektifnya integrasi ekonomi antar wilayah karena
perhubungan yang buruk, ketidak teraturan jadwal penerbangan dan perhubungan
perintis, belum terkaitnya kawasan pemukiman kampung dengan sarana perhubungan
utama. Pendek kata, infrastruktur dalam wilayah Irian Jaya Barat masih belum
memadai, sementara hubungan ke wilayah lain diluar Provinsi sudah baik dan teratur
jadwalnya.
Kualitas prasarana dasar termasuk penyediaan perumahan di semua kabupaten
di Provinsi Irian Jaya Barat menunjukan bahwa tingkat ketersediaannya masih rendah.
Berbeda dengan pemukiman transmigrasi yang telah tertata dengan baik prasarana
dasarnya, kampung yang dimukimi oleh penduduk asli Papua belumlah demikian.
Pada pemukiman penduduk asli, ketersediaan perumahan, program pembangunan
perumahan dalam rangka pemukiman kembali penduduk dapat dikatakan tidak
seluruhnya berhasil.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 24
2.13 Aparatur Pemerintahan
Dengan adanya pemekaran kabupaten induk Manokawari, Fakfak dan Sorong
maka terjadi pembagian aparatur pemerintahan, pembagian dana pembangunan, dana
rutin dan lain sebagainya menyebabkan masalah baru terutama masalah kapasitas
aparatur pemerintahan yakni bagaimana meningkatkan kapasitas aparatur
pemerintahan agar mampu melaksanakan pelayanan sebaik-baiknya kepada publik
dan materi-materi pelatihan apa saja yang diberikan dalam rangka peningkatan
kapasitas pemerintah daerah.
Dalam konteks Provinsi Irian Jaya Barat yang mayoritas masyarakatnya
merupakan penduduk yang miskin dan berpegang kuat pada adat masih memerlukan
banyak tenaga penyuluhan yang kreatif memberi pemahaman kepada masyarakat
bagaimana hidup sehat dan lingkungan hygienis, memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Tenaga penyuluh diperlukan di berbagai dinas seperti Dinas Kesehatan,
Pendidikan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan Dinas Kependudukan. Selain
itu, peningkatan kapasitas
Satu kelemahan program yang dijalankan adalah proses penerjemahan kebijakan
ke tingkat lapangan. Proses pendampingan harus betul-betul intensif dilakukan. Jadi
harus dilakukan 1) Monitoring Partisipasi dan Evaluasi 2) Pendampingan yang
intensif (harus ada atas-bawah yang mau menjembatani) 3) Partisipasi, melibatkan
pihak-pihak yang tidak ikut dalam proses-proses tersebut.
Tabel 2.16 : Banyaknya Pegawai Negeri Sipil Daerah menurut Tamatan
Pendidikan Tahun 2004
Tingkat Pendidikan
Unit Kerja SD
SLT
P SLTA Diploma S1 S2 S3 Jumlah
I. Pemda IJB - 4 158 91 110 4 - 367
II. Pemda Kabupaten/Kota
1. Fakfak 90 92 1605 775 649 53 - 3264
2. Sorong 144 207 2302 1153 964 59 - 4829
3. Manokwari 182 204 2773 1158 1050 23 - 5390
4. Kaimana 6 17 307 147 98 2 - 577
5. Sorong Selatan 4 22 439 267 213 6 - 951
6. Raja Ampat 4 21 373 174 175 3 - 750
7. T. Bintuni 9 11 347 100 138 4 - 609
8. T. Wondama - 24 226 91 125 3 - 509
9. Kota Sorong 41 71 1164 799 770 16 - 2861
Jumlah 480 673 9852 4755 4292 173 - 20107
Sumber: Irian Jaya Barat dalam Angka 2006
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 25
Tabel 2.17 : Jumlah Aparatur Pemerintah di Provinsi Irian Jaya Barat
No. Aparatur Golongan/Eselon Jumlah
1. PNS Golongan I 533
2. PNS Golongan II 8.514
3. PNS Golongan III 9.341
4. PNS Golongan IV 1.781
T O T A L 20.169
Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006
Tabel 2.18 : Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah di Lingkungan Pemerintah
Provinsi, Kabupaten dan Kota Dirinci Menurut Usia Keadaan
Agustus 2004
Usia
18 – 20 21 – 25 26 – 30 31 – 35 36 – 40 41 – 45
I. Pemda IJB
II. Pemda Kab/Kota
1. Fak fak 2 108 381 565 717 540
2. Sorong 2 145 501 894 1430 861
3. Manokwari 1 99 481 978 1253 937
4. Kaimana 6 56 68 66 23 -
5. Sorong Selatan 3 24 80 63 32 1
6. Raja Ampat 3 46 79 57 18 -
7. T. Bintuni 5 24 62 44 15 -
8. T. Wondama 6 28 54 33 29 -
9. Kota Sorong 8 99 308 482 734 517
Jumlah 36 629 2015 3186 4266 2874
Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006
2.14 Hukum dan Kelembagaan
Dalam pembangunan hukum di Provinsi Irian Jaya Barat tetap akan mengacu
kepada RPJM Nasional. Pembangunan Sistim dan Politik Hukum menjadi pedoman
bagi program pembangunan yang akan dilaksanakan dalam bidang hukum. Melalui
pembenahan sistim dan politik hukum maka akan diciptakan sistim hukum mnasional
yang adil, konsekuen dan tidak diskriminatif serta mampu menjamin konsistensi
peraturan perundang-undangan di semua tingkatan di Indonesia termasuk Provinsi
Irian Jaya Barat.
Pembangunan hukum akan diarahkan pada :
• Penataan kembali subtansi hukum melalui peninjauan dan penbataan
kembali peraturan daerah
• Melakukan pembenahan struktur hukum dan sekaligus memberikan
penghargaan dan pengakuan secara kongkrit atas hukum adat di Provinsi
Irian Jaya Barat
• Meningkatkan budaya hukum
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 26
Untuk itu, program pokok yang akan dilaksanakan adalah :
• Evaluasi secara menyeluruh peraturan daerah
• Peningkatan program legislasi daerah
• Penataan kembali regulasi dan peraturan daerah
• Perumusan pola perencanaan kelembagaan hukum
• Peningkatan kualitas aparat penegak hukum
• Peningkatan kompetensi aparat hukum
• Peningkatan kesadaran hukum
Dalam bidang kelembagaan, sasaran yang akan kita tuju adalah terwujudnya
tatanan birokrasi yang bersih dan berwibawa serta membangun kapsitas kelembagaan
agar mampu melaksanakan visi dan misi organisasi serta TUPOKSI-nya.
Untuk itu kebijakan yang akan ditempuh adalah peningkatan kualitas SDM,
penyusunan produk kelembagaan, melakukan penataan kelembagaan serta
penyusunan sistim rekrutmen aparatur dan reward and punishment.
2.15 Daya Saing Wilayah
Daya saing didefinisikan sebagai suatu kapasitas tertentu yang dimiliki dan
mengungguli lainnya untuk suatu kondisi tertentu. Dengan demikian jelas bahwa
kemampuan untuk bersaing merupakan kunci bagi tercapainya kemajuan. Daya saing
yang tinggi akan mampu membuat posisi yang lebih baik sehingga setiap waktu dapat
mengatasi berbagai tantangan serta mampu memanfaatkan peluang. Daya saing, yang
pada awalnya merupakan terminologi yang dikenal dalam dunia ekonomi khususnya
perusahaan, kini menjadi relevan dalam kebijakan publik. Ini berarti daya saing
menjadi penting untuk diwujudkan oleh lembaga pemerintahan dalam suatu wilayah
administrasi.
Bagi daerah, pengembangan daya saing itu mencakup sektor publik tetapi juga
dikalangan masyarakat madani serta dunia usaha. Dengan paradigma desentralisasi,
kini masing-masing kabupaten akan saling bersaing menjadikan wilayahnya unggul
dan otonomisasi akan menjadi realistis.
Oleh sebab itu, platform pembangunan dimasing-masing daerah sangat penting
karena akan menjadi acuan untuk mengembangkan daya saing masing-masing
Daerah. Dalam hal ini berbagai hal yang menjadi inti pokok mengembangkan daya
saing daerah adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas pelaksanaan otonomi daerah
2. Kemampuan kelembagaan.
3. Kewenangan regulasi yang efektif di tingkat daerah. 4. Kualitas managemen wilayah
5. Pembangunan infrastruktur.
6. Tata Ruang 7. Pembangunan SDM
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 27
2.16 Permasalahan Pembangunan
2.16.1 Keterisoliran Wilayah (Kampung dan Distrik)
Sebagai satuan terkecil dari struktur kewilayahan, kampung memegang peranan
penting dalam menampung aspirasi penduduk lokal di Tanah Papua. Dari kampung
berawal berbagai aspirasi penduduk lokal mengenai kebutuhan pembangunan.
Aspirasi tersebut kemudian dapat diangkat menjadi suatu isu dan kebutuhan
pembangunan di tingkat distrik. Namun demikian permasalahan yang dihadapi oleh
sebagian besar distrik dan kampung di Provinsi Irian Jaya Barat adalah keterisolasian
wilayah. Hal ini disebabkan karena kondisi topografi di wilayah Provinsi Irian Jaya
Barat sangat khas dengan daerah pegunungan, bukit, karst dan juga rawa.
Wilayah kampung dan distrik yang banyak berada di daerah bukit, rawa dan
pesisir, belum terhubung dengan moda transportasi yang memadai. Jalan darat belum
banyak terbangun, sedangkan jalur perhubungan laut difasilitasi oleh pelayaran kapal
perintis dan juga perahu-perahu kecil dengan motor tempel. Namun demikian hal ini
pun belum memenuhi demand dari penduduk lokal karena adanya ketidakteraturan
jadwal pelayaran akibat kapasitas muat yang kurang dari demand kebutuhan
angkutan.
Selain sulitnya akses menuju kampung dan distrik, sarana perhubungan dan
telekomunikasi pun masih minim. Sebagian besar kampung dan distrik belum
memiliki akses terhadap saluran telepon, listrik dan energi. Hal ini memperkuat
kondisi keterisoliran wilayah. Demi tujuan pemerataan pembangunan di wilayah
Provinsi Irian Jaya Barat maka membuka ketersoliran kampung dan distrik agar
terhubung dan terintegrasi dengan pusat pertumbuhan di kota perlu dilakukan. Hal ini
dapat dilakukan melalui pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan darat dan
sarana telekomunikasi yang dapat menghubungkan pusat pertumbuhan dengan daerah
hinterland-nya atau daerah-daerah yang terisolir. Selain itu juga peningkatan
pelayanan transportasi laut yang menghubungkan kampung-kampung di wilayah
pesisir dengan distriknya perlu dilakukan sebagai alternatif yang dapat menjawab
keterbatasan akses akibat kondisi topografi tersebut.
a) Kualitas Permukiman yang Tidak Memadai bagi Penduduk Asli Papua
Kebanyakan dari penduduk asli Papua menetap dan hidup di kampung-kampung
jauh dari jangkauan pelayanan pemerintah. khususnya untuk kampung-kampung yang
berada di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat, terletak di daerah pesisir dan
pegunungan. Kampung yang terletak di wilayah pesisir merupakan wujud
permukiman nelayan yang memiliki prasana dasar yang sangat minim. Keberadaan
sarana sanitasi dan air bersih umumnya berada dalam kondisi yang tidak layak secara
kesehatan. Sehingga sub-standarisasi telah menjadi kondisi yang umum di sejumlah
kampung-kampung di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat. Demikian pula halnya
dengan kondisi permukiman di kampung yang terletak di daerah pegunungan.
b) Pola pembangunan yang belum sesuai dengan nilai lokal
Berbagai pola pembangunan yang selama ini diterapkan oleh Pemerintah Pusat
untuk pembangunan di daerah tidak semuanya dapat diimplementasikan sesuai
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 28
dengan kondisi daerah. Sebagai contoh konsep desa yang ada di pulau Jawa dengan
kepemimpinan Kepala Desa yang digaji oleh Pemerintah tidak tepat
diimplementasikan di Papua, karena di Papua telah berkembang satuan komunitas
yang dikelompokkan dan diikat berdasarkan nilai dan norma adat/kekerabatan sosial.
Komunitas ini dipimpin oleh tokoh adat yang dihormati dan dipilih secara hukum
adat. Aturan-aturan hukum dalam komunitas ini didasarkan pada norma adat yang
diajarkan secara turun-menurun oleh nenek moyang mereka. Di dalam aturan tersebut
juga termasuk tata cara mengelola sumber daya alam yang menjadi sumber
penghidupan bagi mereka. Adanya dualisme kepemimpinan di tingkat kampung ini
telah menimbulkan konflik sosial diantara penduduk lokal yang tentunya dapat
menghambat proses pembangunan.
Dengan adanya kewenangan pemerintah daerah untuk membangun daerahnya
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik lokal, maka diharapkan Pemerintah Provinsi
dan Daerah dapat mewujudkan pola-pola pembangunan yang sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan lokal.
2.16.2 Terbatasnya Kapasitas Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia merupakan masalah utama di Papua khususnya di
Provinsi Irian Jaya Barat. Terbatasnya kapasitas sumber daya manusia di Provinsi ini
akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan dari masyarakat lokal. Dalam
bidang pendidikan, tingkat melek huruf orang dewasa yang paling rendah di
Indonesia, yaitu sebanyak 74,4% (Indonesia Human Development Report 2004).
Berdasarkan hasil serangkaian lokakarya Perencanaan Pembangunan Provinsi
yang dilakukan di seluruh Kabupaten/Kota di Irian Jaya Barat (Tahun 2005),
disimpulkan bahwa penyebab persoalan rendahnya tingkat pendidikan di Provinsi
Irian Jaya Barat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain adalah:
• Ketidakefisienan anggaran untuk pendidikan.
• Jarak antara sekolah yang dibangun dengan desa-desa/permukiman sangat
jauh dan medan yang berat.
• Kualitas pendidikan bermutu rendah.
• Keterbatasan ekonomi orang tua.
• Anak-anak diperlukan untuk membantu kegiatan keluarga dan desa,
akibatnya pada saat musim panen mereka lebih banyak diperlukan
tenaganya untuk membantu orang tuanya dan meninggalkan sekolah.
• Sistem pendidikan tidak menjawab kebutuhan dan keadaan lokal.
• Guru-guru yang ditempatkan di pedalaman menghadapi banyak hambatan
yang kompleks dan kurangnya pelatihan untuk guru-guru.
• Fasilitas perumahan bagi guru di daerah pedesaan tidak mencukupi dan
terkadang tidak ada.
• Guru memiliki komitmen yang rendah, akibat status yang rendah dari
profesi guru selain kondisi kerja yang kurang baik.
• Kurikulum pendidikan yang terpusat dan sistem penyampaiannya yang
ditentukan oleh pemerintah pusat dalam banyak hal kurang relevan dengan
murid di Irian Jaya Barat.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 29
Pada bidang kesehatan, faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan di Irian Jaya Barat adalah sebagai berikut :
• Tingkat pengetahuan masyarakat akan kesehatan rendah (terkait dengan
pendidikan yang rendah dan minimnya informasi)
• Jangkauan layanan kesehatan sangat terbatas. (Terkait dengan medan yang
berat dan kondisi transportasi serta komunikasi tidak memungkinkan. Banyak
daerah yang tidak terakses oleh pelayanan kesehatan yakni puskesmas
keliling)
• Frekuensi tenaga medis yang datang ke wilayah terpencil sangat terbatas
karena faktor tingginya biaya transportasi (Harga BBM).
• Tidak ada atau minimnya sarana perumahan bagi tenaga medis.
Alokasi anggaran untuk bidang kesehatan saat ini diprioritaskan untuk
penyediaan sarana dan prasarana fisik (’pengobatan’) seperti penyediaan obat-obatan,
gudang obat dan bangunan puskesmas. Belum ada informasi yang jelas mengenai
berapa alokasi anggaran untuk program-program penyuluhan (terkait dengan
’pencegahan’). Berkaitan dengan upaya-upaya perbaikan tingkat kesehatan
masyarakat , maka upaya-upaya perbaikan tingkat kesehatan dititikberatkan pada :
• Peningkatan pelayanan kesehatan untuk dapat menurunkan angka kematian
bayi dan meningkatkan usia harapan hidup.
• Peningkatan efisiensi anggaran bidang kesehatan.
• Pendekatan spasial dalam pelayanan kesehatan
• Penyuluhan mengenai sanitasi dan lingkungan (Pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan).
2.16.3 Rendahnya Daya Saing Pengusaha Lokal.
Kegiatan ekonomi di wilayah ini didominasi kegiatan investasi yang bergerak
dalam kegiatan ekstraksi sumber daya alam. Biasanya kegiatan investasi ini dimotori
oleh para perusahaan asing yang bekerja sama dengan perusahaan nasional, lokal
maupun pemerintah. Sifat dari kegiatan ini adalah padat modal dan memerlukan
bantuan peralatan dan teknologi tinggi. Konsekuensinya kebutuhan SDM yang dapat
terlibat dalam kegiatan tersebut haruslah SDM yang memiliki kualitas yang baik dan
menguasai teknologi atau ketrampilan khusus. Namun di sisi lain rendahnya kualitas
SDM penduduk asli papua menyebabkan pengusaha lokal kalah bersaing dengan
pengusaha dari luar daerah untuk mendapatkan proyek-proyek yang mendukung
kegiatan investasi tersebut. Hal ini diantaranya disebabkan oleh adanya keterbatasan
kapasitas, kelembagaan, budaya dan jaringan usaha dari pengusaha lokal.
Berdasarkan hal tersebut pengusaha lokal Papua cenderung mengantungkan
sumber kegiatannya kepada kegiatan program/proyek dari Pemerintah. Hasil kajian
selama ini menunjukkan bahwa pengusaha lokal Papua banyak berperan dalam bidang
perdagangan guna memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah dalam nilai transaksi
yang terbatas (kurang dari Rp. 1 Milyar). Jasa kontraktual pun masih kecil dan
terbatas pada pekerjaan yang membutuhkan syarat teknis yang ringan.
Selain itu kebijakan untuk menggerakkan kelompok usaha lokal Papua masih
menggunakan pola konvensional yaitu memberikan jatah pekerjaan atau arahan yang
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 30
sifatnya captive policy yang sengaja diperuntukkan untuk pengusaha lokal, dengan
kata lain penentuan pemberian pekerjaan tidak didasarkan pada persyaratan bisnis
profesional. Lambatnya pertumbuhan dunia usaha lokal dipicu juga oleh tidak
jelasnya pola penanganan yang dikembangkan selama ini dan juga praktek KKN yang
marak dilakukan.
Jika hal tersebut terus berlangsung dan tidak terdapat kebijakan yang dapat
meningkatkan kapasitas pengusaha lokal agar memiliki daya saing yang tinggi, maka
lambat laun keberadaan pengusaha lokal asli Papua akan tereduksi, hal ini tentunya
akan menghambat proses dan inisiatif pengembangan ekonomi lokal bagi
kesejahteraan masyarakat asli Papua.
2.16.4 Tingginya Angka Kemiskinan
Berdasarkan data BPS, prosentase kemiskinan di Provinsi Irian Jaya Barat
mencapai 75,4% dari seluruh total penduduk. Penduduk miskin tersebut umumnya
bermukim di kampung yang hanya mengandalkan pola hidup subsisten dan
tradisional. Pada dasarnya penyebab kemiskinan adalah persoalan multi-dimensi
yang membentuk suatu lingkaran kemiskinan. Persoalan ini berawal dari rendahnya
tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, kurangnya lapangan kerja, dan kondisi
permukiman yang tak layak, keterisolasian sehingga dapat menurunkan produktivitas
kerja. Semua persoalan tersebut berujung pada rendahnya pendapatan masyarakat,
kecilnya laju pertumbuhan ekonomi dan tingginya tingkat pengangguran.
Berdasarkan hal tersebut upaya pemberdayaan masyarakat, pembinaan
komunitas adat terpencil, rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi masyarakat
marginal terutama ditingkat kampung perlu dilakukan dan diprioritaskan guna
menjawab permasalahan kemiskinan. Khusus untuk wilayah Provinsi Irian Jaya Barat,
pendekatan secara kultural perlu dilakukan walaupun memerlukan pendanaan yang
cukup tinggi dan waktu yang lama.
2.16.5 Pertumbuhan Wilayah yang Tidak Merata
Salah satu pemicu pertumbuhan wilayah adalah kegiatan perekonomian yang
dinamis. Adanya faktor supply dan demand dari kegiatan perekonomian akan
memunculkan berbagai eksternalitas bagi pertumbuhan wilayah. Selama ini
pertumbuhan wilayah di Irian Jaya Barat terbatas pada wilayah-wilayah tempat
kegiatan investasi ekstraksi sumber daya alam berlangsung. Sebagai contoh Kota
Sorong, yang sejak dahulu merupakan pusat kota eksploitasi minyak bumi, telah
berkembang menjadi kota yang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap jika
dibandingkan dengan kota-kota lain di Provinsi ini. Hal ini dapat dipahami karena
dalam kegiatan eksploitasinya berbagai perusahaan tersebut telah berkontribusi untuk
membangun infrastruktur yang diperlukan.
Selain itu wilayah yang cepat tumbuh adalah wilayah yang merupakan ibu kota
kabupaten, seperti Manokwari dan Sorong. Di wilayah tersebut terletak pusat kegiatan
pemerintahan dan usaha yang menjadi pemicu pertumbuhan wilayah. Namun
demikian wilayah hinterland dari pusat-pusat pertumbuhan tersebut belum
berkembang akibat dari sulitnya akses yang menghubungkan ke pusat pertumbuhan,
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 31
mengingat kondisi topografis dan geografis yang membatasi ruang gerak
pembangunan infrastruktur wilayah.
Berdasarkan hal tersebut, suatu strategi untuk memeratakan pertumbuhan di
wilayah ini perlu diimplementasikan kedalam suatu tindakan nyata. Penyebaran Pusat
Pertumbuhan atau Diversified Growth Strategy dengan maksud menyebarkan
pertumbuhan baik dalam konteks wilayah maupun sektor kegiatan dapat dijadikan
acuan untuk mendorong pengembangan wilayah.
Dengan mempertimbangkan kendala ekosistem dan juga peluang ekonomi
wilayah, maka pendekatan eco-region dapat menjadi acuan untuk mendorong
program sektoral di wilayah ini. Berdasarkan hal tersebut program-program spesifik
dapat muncul menurut kondisi eco-region seperti pegunungan, daerah pedalaman,
pesisir, dataran rendah dan kepulauan. Prioritas program tersebut perlu disesuaikan
dengan keunggulan dan kapasitas yang tersedia di wilayah masing-masing.
Saat ini di kelima wilayah eco-region tersebut, telah berkembang kegiatan
ekonomi masyarakat lokal namun skalanya masih kecil dan sifatnya masih sub-
sisten/tradisional. Komunitas masyarakat tersebut kebanyakan merupakan penduduk
asli Papua yang telah bermukim sejak lama dengan kondisi kesejahteraan yang masih
minim. Dengan membangun infrastruktur sesuai kebutuhan maka interaksi dan
integrasi sektoral dan regional akan dapat terwujud.
2.16.6 Ketidakseimbangan Struktur Ekonomi Wilayah
Struktur perekonomian yang membentuk PDRB di Provinsi Irian Jaya Barat
masih didominasi dari sektor atau industri yang sifatnya ekstraktif terhadap sumber
daya alam seperti pertambangan dan MIGAS, perikanan, dan kehutanan. Padahal
produktivitas tenaga kerja pada sektor-sektor tersebut sangat rendah jika
dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor jasa atau pertambangan dan
industri.
Tantangan di wilayah ini adalah mayoritas penduduk asli di wilayah ini masih
memiliki pola subsisten yang sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk dapat
bertahan hidup. Walaupun sebagian lainnya bermata pencaharian petani. Namun
demikian kontribusi di sektor pertanian yang menjadi tumpuan penghidupan bagi
kebanyakan masyarakat lokal sangat rendah jika dibandingkan dengan sektor
pertambangan dan MIGAS. Dari struktur PDRB tersebut dapat diindikasikan bahwa
pertumbuhan sektor modern tidak banyak menghasilkan nilai tambah bagi
pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 32
Gambar 2.9 Daerah Bomberay: Potensial
untuk dikembangkan sebagai peternakan
skala besar
a) Pertanian:
• Minimnya (terbatasnya) lahan dan keterbatasan pembukaan lahan baru
sehingga perlu dikembangkan kawasan-kawasan sentra produksi.
• Minimnya tenaga-tenaga penyuluh.
• Tingginya biaya produksi.
• Hasil produksi belum berskala ekonomi
• Produksi petani yang masih subsisten dengan kepemilikan faktor produksi
yang terbatas.
• Minimnya infrastruktur dasar (jaringan jalan), terutama pada kawasan sentra-
sentra produksi sehingga penyediaan jaringan jalan dari dan ke kawasan sentra
produksi harus segera diwujudkan.
• Adanya masalah pertanahan dan hak ulayat
b) Perikanan :
• Terbatasnya SDM perikanan (skill)
• Minimnya alat tangkap yang memadai
• Skala produksi yang masih kecil baik untuk perikanan tangkap maupun
budidaya.
• Minimnya upaya pembinaan
• Minimnya prasarana dan sarana
• Pemasaran produk baru terbatas pada perdagangan antar pulau.
• Minimnya data dasar, seperti jumlah nelayan, produksi nelayan.
• Sentra produksi perikanan jauh dari pasar nasional.
Berbagai permasalahan yang menjadi
ketidakseimbangan struktur ekonomi
wilayah tersebut berawal dari
permasalahan umum sektor
perekonomian rakyat seperti pertanian,
perkebunan dan perikanan serta sektor
penunjangnya yakni perhubungan
secara lengkap diuraikan dibawah ini:
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 33
Gambar 2.10
Perkebunan Kelapa Sawit di Prafi
• Belum tersedianya bibit tanaman perkebunan yang terjamin kualitas.
• Status kepemilikan lahan oleh masyarakat adat seringkali menghambat
pengembangan perkebunan besar.
Jenis komoditi perkebunan yang diusahakan oleh masyarakat dan swasta di
Provinsi Irian Jaya Barat antara lain : kopi, pala, cengkeh, kelapa dan lain sebagainya,
termasuk produk ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti minyak
kelapa rakyat, kopi olahan dan pala olahan yang tersebar di Kabupaten/Kota di
Provinsi Irian Jaya Barat. Secara keseluruhan luas areal tanaman perkebunan ini pada
tahun 2003 sebesar 26.578 Ha dengan rata-rata produksi per tahun 4,81 kw/ha.
Komoditas yang memiliki luas panen terbesar adalah kelapa (52,35%) sementara kopi
dan cengkeh yang merupakan komoditas ekspor hanya 5,99% selain itu komoditas
lainnya adalah pala, coklat dan karet yang terdapat di Kabupaten Fakfak, Kaimana
dan Teluk Bintuni. Selain komoditas tersebut juga terdapat komoditas Kelapa Sawit
yang terdapat di Distrik Prafi dan Distrik Masni Kabupaten Manokwari dengan luas
lahan sebesar 10.000 Ha yang dikelolah oleh PTP Nusantara II yang sudah memasuki
tahap Produksi. Sedangkan di Distrik Babo Kabupaten Teluk Bintuni telah dibangun
Kebun Inti Kelapa Sawit oleh PT. Farita Majutama dan Kebun Kakao seluas 5000 Ha
oleh PT Nusa Irian Indah dan sisa lahan yang belum dimanfaatkan 159.500 Ha.
2.16.7 Kurang efektifnya Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Irian Jaya Barat kaya akan sumber daya alam baik berupa hutan, mineral,
minyak dan gas bumi, maupun perairan (hasil laut). Berbagai prakarsa pembangunan
dalam mengelola sumber daya tersebut telah menghasilkan dampak yang luas secara
ekonomi, ekologis dan sosial-budaya di wilayah Irian Jaya Barat. Dampak positif
secara makro diantaranya adalah meningkatnya penerimaan devisa negara dari hasil
pemanfaatan sumber daya alam hutan, mineral dan perairan, selain itu juga terjadi
perubahan pada masyarakat terutama dalam peningkatan kesejahteraan akibat
pembangunan di berbagai sektor.
Namun implikasi negatif yang harus dikendalikan adalah penurunan kualitas
lingkungan. Akses masyarakat lokal terhadap sumber daya alam dibatasi oleh
kemampuan mereka dalam mengolah dan memanfaatkan hasil alam. Adanya
pergeseran paradigma dalam era desentralisasi, yang kemudian diikuti oleh
c) Perkebunan :
• Minimnya pabrik pengolah sehingga
banyak produk mentah terbuang
• Rendahnya kemampuan produksi
sehingga tidak menjamin kontinuitas
produksi, sehingga diperlukan upaya
peningkatan produksi dan pengawetan
produk.
• Adanya wabah serangan hama PBK
yang sangat merugikan petani
perkebunan rakyat.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 34
diberlakukannya otonomi daerah, merupakan suatu komitmen untuk memperbaiki
pola pembangunan di daerah. Era desentralisasi, memunculkan paradigma baru
dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Daerah
dimungkinkan untuk mengembangkan kemampuan pengelolaan sumber daya alam
berdasarkan prinsip otonomi. Namun desentralisasi yang semula diharapkan
tampaknya belum mampu menjamin pengelolaan SDA secara adil dan bijaksana.
Persoalan pengelolaan SDA pada dasarnya adalah bagaimana pengelolaan SDA
dapat memberdayakan masyarakat lokal dan bagaimana dengan kearifan lokal (local
wisdom)-nya. Pada SDA yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) seperti pada
pertambangan, persoalannya adalah bagaimana mengatasi SDA terseut sebelum habis,
masyarakatnya tidak miskin. Sedangkan pada SDA yang dapat diperbaharui, yang
harus dipertimbangkan adalah daya dukung (carrying capacity) SDA. Daya dukung
ini penting untuk diketahui, agar SDA dikelola secara berkelanjutan.
2.16.8 Minimnya Akses Masyarakat terhadap Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang terdapat di wilayah ini diantaranya adalah sumber daya
hutan, bahan tambang, minyak dan gas bumi dan perikanan. Kegiatan eksploitasi
sumber daya alam tersebut lebih banyak dilakukan dalam skala besar oleh para
investor. Sementara penduduk asli yang masih memiliki pola hidup subsisten hanya
dapat mengakses sebagian kecil dari sumber daya alam tersebut untuk kehidupannya.
Selain memberikan tambahan pendapatan bagi pemerintah untuk kebutuhan
pembangunan wilayah, kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh
investor masih menyisakan permasalahan dalam bidang lingkungan dan juga belum
memberikan manfaat optimal kepada penduduk asli. Padahal penduduk setempat yang
sudah lama mendiami tanahnya telah memiliki cara-cara sendiri dalam mengelola
sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Kebijakan pemanfaatan
sumber daya alam yang kurang melibatkan penduduk asli dalam proses kegiatannya
telah melemahkan potensi mereka dalam menjaga lingkungan.
Dunia usaha dengan teknologi yang moderen mampu memanfaatkan sumber
daya alam dan dapat menjangkau wilayah yang cukup luas. Sedangkan penduduk
setempat dan masyarakat pada umumnya masih terbatas sehingga mereka pada
akhirnya mengalami keterbatasan. Dengan demikian tidak dapat dihindari jika masih
terdapat penduduk miskin di sekitar sentra-sentra produksi sumber daya alam yang
berlimpah.
2.16.9 Minimnya Sarana dan Prasarana Publik
Secara umum kondisi sarana dan prasarana publik di wilayah Provinsi Irian Jaya
Barat masih jauh dari kondisi optimum, kecuali untuk wilayah di tiga kabupaten induk
yaitu Sorong, Manokwari dan Fakfak. Prasarana publik tersebut meliputi sarana
perhubungan, air bersih, perumahan dan permukiman, energi, telekomunikasi, serta
sarana peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Minimnya pengadaan prasarana dasar di wilayah ini disebabkan karena adanya
keterbatasan dalam pembangunannya. Sebagai contoh moda transportasi yang ada
saat ini dalam menghubungkan wilayah antar-kabupaten/kota, sangat tergantung dari
kondisi topografis di wilayah ini, yaitu transportasi laut (karena daerah yang
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 35
berkembang di wilayah ini adalah daerah pesisir), dan transportasi udara. Sedangkan
transportasi darat hanya dapat menjangkau daerah-daerah di dalam kota atau
kabupaten. Pelayanan transportasi laut dan udara pun masih kurang efektif akibat
belum teraturnya jadwal kapal dan jadwal penerbangan.
Selain itu ketersediaan prasarana dasar seperti air bersih, sanitasi, energi dan
telekomunikasi di tingkat kampung masih belum memadai, terutama di kampung-
kampung permukiman penduduk asli. Hal ini berbeda dengan kondisi di kampung
atau daerah permukiman transmigrasi. Hal ini disebabkan karena penyediaan
prasarana dasar masih menggunakan pola klasik yang didasarkan pada kriteria jumlah
penduduk, padahal untuk kondisi di wilayah ini kriteria tersebut tidak cocok untuk
diterapkan. Distribusi penduduk asli yang mendiami kampung-kampung di Provinsi
Irian Jaya Barat memiliki karakteristik yang menyebar, sehingga kriteria jumlah
penduduk seringkali tidak dapat dipenuhi untuk membangun prasarana dasar di
tingkat kampung. Akibatnya pelayanan tidak dapat dilaksanakan dengan baik
ditingkat kampung.
2.16.10 Lemahnya Kapasitas Kelembagaan Publik
Secara administratif, Provinsi Irian Jaya Barat meliputi 8 Kabupaten dan 1 Kota.
Awalnya jumlah kabupaten dan kota di wilayah ini hanya meliputi 3 kabupaten induk
yang kemudian dimekarkan. Dengan kondisi yang masih sangat serba baru baik
kabupaten maupun Provinsi, maka dapat dipahami bahwa kapasitas kelembagaan
publik yang melaksanakan tugas-tugas pemerintah untuk melakukan pembangunan di
daerah masih sangat lemah.
Berbagai masalah yang selama ini telah berhasil didokumentasikan diantaranya
adalah struktur organisasi yang tidak tepat, keterampilan sumber daya manusia yang
tidak memadai, praktik-praktik manajemen yang buruk dan kurangnya sumber daya
finansial dan mekanisme kontrol finansial. Tambahan lagi, unit pemerintah daerah
punya pengalamanan yang minim dengan kewenangan independen dan tanggung
jawab yang lebih besar, ditambah dengan sikap yang kondusif terhadap praktik-
praktik yang tidak efisien dan terhadap korupsi telah lama terbentuk.
Selain itu kapasitas kelembagaan ditingkat distrik kurang diberdayakan untuk
melaksanakan pelayan publik/teknis, kecuali pelayanan kesehatan melalui puskesmas
dan klinik. Pemerintah daerah sendiri tidak pernah melaksanakan paradigma
pembangunan yang terdesentralisasi secara konsisten dan mempertahankan
kekuasaan. Dilihat dari struktur organisasi pemerintah daerah masih nampak adanya
bentuk yang disebut piramide terbalik, dimana dari segi alokasi tenaga dan dana, unit
perumusan kebijakan menjadi terbesar/tergemuk dan unit-unit pelayanan di tingkat
distrik dan kampung justru terlemah/terkecil. Berdasarkan hal tersebut peningkatan
kapasitas kelembagaan publik di Provinsi Irian Jaya Barat merupakan salah satu target
utama guna melaksanakan program pembangunan yang berkelanjutan di wilayah ini.
2.17 Isu dan Kebutuhan Pembangunan
2.17.1 Pembangunan Manusia
Konsep pembangunan manusia sangat luas, mencakup hampir semua aspek
kehidupan manusia - mulai dari kebebasan menyampaikan pendapat, kesetaraan
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 36
jender, kesempatan memperoleh pekerjaan, gizi anak, hingga kemampuan untuk
membaca dan menulis bagi orang dewasa. Konsep tersebut menempatkan manusia
sebagai pusat dari keseluruhan proses pembangunan. Dalam analisa pembangunan
manusia digunakan suatu tolok ukur khusus yang disusun oleh UNDP yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator tingkat kemiskinan non-ekonomi.
IPM ini merupakan ukuran yang menggabungkan ukuran tingkat pendapatan, usia
harapan hidup dan pendidikan terakhir. Secara global, IPM yang disusun UNDP di
New York tahun 2001 memberi Indonesia skor 68 dari 100 dan menempatkan
Indonesia pada peringkat 102 di dunia dalam hal pembangunan manusia.
Permasalahan mengenai rendahnya kualitas SDM yang tercakup didalamnya
adalah rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, maka pembangunan manusia
menjadi syarat mutlak bagi Provinsi Irian Jaya Barat untuk dapat mengejar
ketertinggalannya dengan Provinsi lain dan juga untuk mensejahterakan
masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas
masyarakat dalam dua hal pokok yaitu pendidikan dan kesehatan.
Kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia merupakan persoalan pokok yang
dihadapi dalam pembangunan di wilayah ini. Terdapat perbedaan yang mencolok
dalam hal kapasitas di kalangan penduduk asli dengan bukan penduduk asli.
Kehidupan modern pertama kali datang di Tanah Papua terlebih dahulu di Provinsi
Irian Jaya Barat. Eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi oleh NNGPM Belanda dan
kemudian dilanjutkan oleh PT Pertamina dan Kontraktor Bagi Hasil (Petromer Trend,
Santa Fe, dan lain lain) dan saat ini perusahaan Gas Bumi oleh BP Tangguh, dan
perusahaan kehutanan dan perikanan yang secara intensif dilakukan di Provinsi Irian
Jaya Barat. Tambahan nilai modern ini belum mampu mengubah kondisi sosial
ekonomi penduduk asli dan tetap saja hidup dalam keterisolasian dan subsisten.
Penyebabnya adalah kapasitas yang tidak berkembang dan tidak dikembangkan.
Tidak adanya atau sangat minimnya akses pendidikan menghambat perkembangan
kapasitas penduduk asli. Hal ini mengakibatkan sangat minimnya penduduk asli yang
dapat berpartisipasi dalam perekonomian dan pembangunan.
Gambar 2.11 Pembagunan SDM menjadi
syarat mutlak dalam mengatasi tantangan
ketertinggalan daerah ini.
Berdasarkan data yang diperoleh, angka
partisipasi dalam bidang pendidikan bagi
penduduk asli menunjukkan variasi antar
wilayah. Angka partisipasi dalam bidang
pendidikan pada umumnya cukup
rendah, disamping pola pendidikan yang
tidak tepat serta mutu pendidikan yang
rendah menyebabkan komunitas
penduduk asli Papua tetap saja tertinggal.
Sarana pendidikan di Provinsi Irian Jaya
Barat dari mulai TK sampai Perguruan
tinggi telah lengkap di perkotaan, namun
masih kurang di pedesaan. Begitu pula
dengan angka partisipasi pendidikan
formal di pedesaan masih rendah
dibandingkan di perkotaan.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 37
Berdasarkan data, sarana pendidikan secara kuantitas terlengkap terdapat di
Kabupaten Manokwari. Sedangkan jumlah fasilitas pendidikan terendah adalah Raja
Ampat dan Teluk Wondama. Angka partisipasi pendidikan menempatkan Provinsi
Irian Jaya Barat di deretan bawah di tingkat nasional dan menggambarkan situasi
pembangunan yang jauh lebih serius daripada angka PDRB perkapita yang tinggi.
Tabel 2.19 : Banyaknya Sarana Pendidikan di Provinsi Irian Jaya Barat dirinci
menurut Jenisnya per Kabupaten/Kota
SLTA Perguruan Tinggi
No. Kabupaten/Kota TK SD SLT
P Umu
m
Kejurua
n Negeri Swasta
1. Fakfak 30 87 13 5 3 1 0
2. Sorong 47 111 17 3 1 0 1
3. Manokwari 32 164 27 12 2 2 3
4. Kaimana 8 67 10 4 4 0 2
5. Sorong Selatan 1 109 16 4 1 1 1
6. Raja Ampat 2 79 17 2 0 0 0
7. Teluk Bintuni 6 63 14 4 0 0 1
8. Teluk Wondama 1 42 4 1 0 0 0
9. Kota Sorong 35 66 22 15 7 1 13
T o t a l 162 788 140 50 18 5 21
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator tingkat kemiskinan non-
ekonomi, menunjukkan kendati PDRB Per kapita Provinsi Irian Jaya Barat termasuk
yang tinggi pada level nasional, namun secara indikator kemiskinan Non Ekonomi di
tingkat Nasional, yakni Peringkat IPM, menempati deretan urutan rendah di
Indonesia. Ini menunjukkan bahwa pendapatan dari sumber daya alam Provinsi Irian
Jaya Barat belum diinvestasikan dengan memadai untuk memperbaiki kondisi
kehidupan bagi masyarakatnya.
2.17.2 Pengakuan Hak Dasar
Pengertian hak-hak dasar jika merujuk pada Deklarasi Universal terhadap Hak
Asasi Manusia yang disepakati tahun 1949, menyangkut beberapa jenis hak yaitu hak-
hak sipil, politik, ekonomis, sosial dan budaya. Pada tahun 1986 lahir Deklarasi PBB
mengenai Hak atas Pembangunan yang tidak hanya meliputi hak-hak tersebut saja
tetapi juga menjamin kesediaan kesehatan, gizi dan pendidikan dengan standar yang
baik. Bagi masyarakat Papua, yang sangat menjunjung tinggi adat tanah leluhurnya,
pengakuan hak-hak dasar terhadap masyarakat Papua belum lengkap jika tidak diikuti
dengan pengakuan terhadap hak adat mereka. Beberapa hasil penelitian menyatakan
bahwa sebagian besar masyarakat Papua percaya bahwa adat merupakan hal yang
penting untuk memahami dan menyelesaikan masalah-masalah di Papua, mereka juga
memandang bahwa adat merupakan warisan leluhur dan panduan hidup di dunia yang
dapat menjamin kesejahteraan sosial dan keadilan.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 38
Adat telah menjadi wahana utama bagi masyarakat Papua untuk
mengekspresikan identitas lokal guna menyatakan kembali hak-hak dasar mereka
yang telah diabaikan sejak lama dimasa lalu, dan guna memobilisasi anggota
masyarakat untuk mengatasi tantangan dari luar. Tantangan ini meliputi eksploitasi
sumber daya alam yang dilakukan oleh Pemerintah dan perusahaan swasta, kegagalan
pemerintah dalam mengakui hak tanah adat dan dan pengabaian terhadap hak-hak
dasarnya di masa lalu.
Namun demikian upaya pengakuan hak dasar orang Papua di Provinsi Irian Jaya
Barat, masih memiliki beberapa kendala. Kendala-kendalanya antara lain adalah:
• Belum adanya ‘jembatan’ antara hukum nasional dan hukum adat.
• Adanya ketidakjelasan struktur/kepemimpinan masyarakat adat.
• Adanya ketidakjelasan batas dan dasar klaim tanah ulayat.
2.17.3 Pengembangan Ekonomi Rakyat
Sektor dominan pembentuk PDRB Provinsi Irian Jaya Barat adalah
pertambangan dan pertanian. Namun sektor-sektor yang memberikan kontribusi besar
tersebut nyatanya tidak selalu membentuk tata kaitan ekonomi dengan sektor
pertanian yang diusahakan masyarakat. Industri pengolahan cenderung berskala besar
yang diusahakan oleh korporasi.
Di lain pihak, produk pertanian rakyat merupakan bahan baku yang
membutuhkan proses penambahan nilai melalui sektor sekunder dan mampu
menggerakkan multiplier effect sektor pertanian. Strategi proses penambahan nilai
sektor primer dalam skala kecil dan menengah merupakan salah satu alternatif untuk
menggerakkan pertumbuhan wilayah pedalaman. Untuk itu diperlukan suatu upaya
yang dapat meningkatkan nilai tambah kegiatan ekonomi bagi masyarakat lokal
Gambar 2.12
Pekerjaan tradisional masyarakat asli:
Menokok Sagu
2.17.4 Penyediaan Prasarana Dasar
Minimnya ketersediaan prasarana dasar
yang memadai tidak hanya membatasi peluang
bagi mata pencaharian potensial, akan tetapi
juga memberikan hambatan serius untuk
meningkatkan akses masyarakat pada layanan
kesehatan dan pendidikan selain komunikasi
dengan pemerintah dan pasar di luar.
Berdasarkan hal tersebut, penyediaan
prasarana dasar atau infrastruktur wilayah
sebaiknya ditekankan pada peningkatan kapasitas prasarana kota dan pengembangan
wilayah pinggiran terutama yang mendukung kelancaran arus barang dan jasa,
peningkatan daya tarik investasi dan juga mendukung kegiatan perekonomian lokal.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 39
Gambar 2.13 Kondisi Jalur transportasi
darat Manokwari-Bintuni
Gambar 2.14 Faktor topografis yang
berat menjadi kendala dalam perwujudan
integrasi wilayah ini.
masyarakat di daerah pedalaman tetap terisolir dari dunia informasi dan kesulitan
dalam meningkatan taraf hidupnya.
3. Pola sebaran penduduk terpencar dan terpencil terpisah oleh medan topografi yang
berat.
Program pembangunan Trans Irian Jaya Barat menjadi relevan dalam masa
datang untuk keperluan integreasi antar wilayah dimaksud. Sehubungan dengan hal
tersebut, Gubernur Provinsi Irian Jaya Barat beserta seluruh kepala daerah masing-
masing kabupaten/kota di Provinsi Irian Jaya Barat telah menandatangani Nota
kesepakatan Tahun 2004 pembangunan jalan yang disebut dengan jalan Trans Irian
Jaya Barat untuk memenuhi tuntutan pembangunan mencakup kecepatan dan
ketepatan pelayanan di berbagai sektor pembangunan (Fisik dan Non Fisik). Dana
yang dialokasikan untuk pembangunan jalan tersebut bersumber dari dana Otsus,
Dana Sektoral dan Dana APBD. Pembangunan ruas jalan Trans Irian Jaya Barat
adalah sebagai berikut :
Seksi I : Ruas jalan yang menghubungkan Manokwari, Sorong Selatan,
Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, dimana Pemerintah
Kabupaten manokwari, Sorong Selatan, Kabupaten Sorong dan
Beberapa fakta yang terkait dengan
perwujudan integrasi wilayah adalah:
1. Faktor topografis, tipe kontur yang
perbedaannya sangat tajam antara
pegunungan dan lembah
2. Rasio antara luas wilayah dengan
panjang jalan yang tersedia sangat
tidak sebanding, mengakibatkan
wilayah permukiman yang terisolir
akan tetap terisolir menyebabkan
2.17.5 Integrasi Wilayah
Kendala utama dalam rangka
percepatan pembangunan masyarakat di
Papua adalah keterisolasian disebabkan
oleh terbatasnya sarana dan prasarana
transportasi, terutama transportasi darat
yaitu jalan dan jembatan. Integrasi
wilayah oleh sarana transportasi darat
akan meningkatkan interaksi wilayah.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 40
Kota Sorong meningkatkan ruas jalan Sorong-(42 km)-Klamono
(129 km)-Ayamaru- (47 Km)Kumurkek- (50 km)-Kebar.
Sebagian besar pembangunan telah dilakukan (70%). Namun,
kondisi jalan sebagian masih buruk.
Seksi II : Ruas jalan yang menghubungkan Kabupaten Manokwari, Teluk
Bintuni, Teluk Wondama, Fakfak, Kaimana membangun ruas
jalan :
a. Manokwari-(25 km)-Maruni-(50,7 km)-Oransbari-(36,6 km)-
Ransiki-(48)-Mameh-(89 Km)-Bintuni.
b. Ruas jalan Mameh-(115 Km)-Windesi-(181 Km)-Tandia-(9
Km) Rasiei.
c. Ruas jalan Windesi-(40 Km)-Bourof-(76 Km)-Bomberai-
(161 km)-Fakfak.
d. Ruas jalan Bourof –(120 Km)-Kaimana.
Dalam penentuan trasse jalan belum didahului dengan studi kelayakan yang
detail, sehingga pada saat pembangunan di ruas-ruas tertentu, banyak mengalami
kendala misalnya tersendat-sendatnya pembangunan jalan akibat melewati dataran
rawa yang membutuhkan biaya konstruksi yang sangat mahal. Cukup dilematis antara
pemilihan alternatif dalam integrasi wilayah antara darat dan kombinasi darat-laut-
udara. Integrasi melalui darat akan menimbulkan berkurangnya luasan kawasan
lindung. Sedangkan integrasi melalui kombinasi darat-laut-udara, dinilai kurang
fleksibel dan sangat terbatas. Oleh karena itu pembangunan jalan diupayakan
semaksimal mungkin dengan cara :
• Berada di luar kawasan cagar alam baik yang direncanakan maupun yang
sudah ditetapkan.
• Pembangunan jalan logging oleh HPH sebaiknya terintegrasi dengan jalan
trans.
• Pembangunan jalan yang melalui kawasan lindung harus memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan.
• Pengawasan yang ketat terhadap kontraktor pembebasan untuk menjamin agar
pekerjaan sesuai dengan yang telah direncanakan.
2.17.6 Penyebaran dan Pemerataan Pertumbuhan
Selama dekade terakhir dinamika pembangunan di Provinsi Irian Jaya Barat,
yang merupakan wilayah jurisdiksi Provinsi Irian Jaya Barat, sangatlah pesat. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah proyek-proyek di berbagai sektor antara
lain sektor kehutanan, perikanan dan pertambangan yang mulai beroperasi di wilayah
tersebut. Salah satu diantaranya adalah mega proyek LNG Tangguh milik Beyond
Petroleum (BP) di Teluk Bintuni. Di sisi lain, wilayah Kepala Burung merupakan
wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keanekaragaman hayati yang
unik yang tidak terdapat di tempat lain sehingga perlu dilindungi keberadaannya.
Salah satu aset lingkungan yang penting dan mendapat perhatian internasional adalah
kawasan hutan bakau di Teluk Bintuni yang merupakan hutan bakau terluas kedua di
Asia Tenggara (426.000 Ha).
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 41
Belajar dari pengalaman sebelumnya (dalam hal ini kasus Freeport di Timika),
disadari oleh semua pihak bahwa sangatlah penting mencegah pemusatan
pertumbuhan di kawasan di mana terdapat investasi berskala besar yang mana kondisi
alamnya sangat sensitif seperti wilayah Teluk Bintuni. Disamping itu pula, pelajaran
yang diperoleh disini adalah perlunya pengembangan wilayah Kepala Burung dengan
menggunakan prinsip penyebaran pusat pertumbuhan serta diversifikasi sektor usaha.
Cara ini akan dapat menjawab kebutuhan pembangunan yang ”equitable” serta
menghadirkan opsi lain yang sifatnya sektoral. Dengan demikian tidak semata-mata
tergantung pada bidang gas alam saja. Penyebaran pusat pertumbuhan serta
pengembangan sektor lain juga akan dapat memperbaiki serta memperkuat struktur
ekonomi yang cenderung berisifat monosektor.
Sebagai suatu pendekatan pembangunan, perlu dipastikan bahwa Penyebaran
Pusat Pertumbuhan menjadi program prioritas pada tingkat lokal baik Provinsi
maupun Kabupaten/Kota.
2.17.7 Pelestarian Lingkungan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Seperti yang banyak terjadi di wilayah lain di Indonesia, pemanfaatan sumber
daya alam cenderung dilakukan secara eksploitatif tanpa memperhatikan
keberlanjutan dan daya dukung lingkungan disekitarnya.
Gambar 2.15 Aktivitas logging yang
Intensif dapat mengancam kelestarian
Lingkungan.
• Merancang sistem dan pola pengelolaan hutan dan kepentingan masyarakat adat
di Provinsi Irian Jaya Barat untuk mendapatkan bentuk pengelolaan hutan
berbasis masyarakat dengan penerapan sistem silvikultur yang menjamin
keberlanjutan sumber daya alam di Irian Jaya Barat.
• Mengefektifkan peraturan pengelolaan sumber daya alam.
• Melakukan kegiatan peningkatan kapasitas anggota legislatif dan eksekutif
mengenai permasalahan sumber daya hutan, tambang-mineral dan perairan
untuk mendapatkan pemahaman yang maju sesuai perkembangan perundang-
undangan.
Berdasarkan uraian tersebut maka beberapa
kebutuhan yang diperlukan untuk
memperbaiki sistem pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan di wilayah Irian
Jaya Barat demi mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan adalah sebagai berikut:
• Memastikan adanya dukungan regulasi
yang efektif dalam pengelolaan
sumber daya alam hutan, mineral-
tambang dan perairan di Provinsi Irian
Jaya Barat.
K o n d i s i U m u m
RPJMD Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 – 2011
II - 42
2.17.8 Pengembangan Kelembagaan
Sebagai provinsi baru, Provinsi Irian Jaya Barat terbentuk pada era otonomi
fase konsolidasi dan tuntutan terhadap manifestasi prinsip ‘Good Governance’.
Sebagai provinsi baru, peranan aparatur menjadi penting Sebagai provinsi baru,
Provinsi Irian Jaya Barat terbentuk pada era otonomi fase konsolidasi tahun 2006.
Salah satu faktor kunci dalam ‘Good Governance’ adalah kapasitas pemerintah
daerah. Masalah berkaitan dengan kemampuan pemda dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam Pemberdayaan aparatur, harus disesuaikan dengan kebutuhan lokal,
meskipun sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) yang ditentukan oleh pemerintah
pusat. Dari pengalaman di beberapa provinsi di Indonesia, masalah pemberdayaan
aparatur : dalam penyusunan struktur dan penempatan personil ada subjektivitas
dalam pemilihan personil, tidak mempertimbangkan ‘the right man on the right place’,
proses pembentukan struktur tidak diikuti dengan ‘Job analysis’ yang tepat. Jadi
Provinsi Irian Jaya Barat dapat belajar banyak dari provinsi lain mengenai penataan
struktur organisasi, penempatan personil, belajar dari kasus-kasus yang sudah diteliti
di provinsi lain. Dari domain-domain tadi, maka sebagai provinsi baru, peran aparatur
sangat penting, bagaimana capacity buiding/pemberdayaan lembaga-lembaga yang
ada dan keterkaitan sinergi antara lembaga-lembaga itu, mengingat Provinsi Irian Jaya
Barat menghadapi tantangan situasi yang berat dan serba kontras. SDA sebagian besar
masih potensi, riil belum diolah. Misalnya, disini ada Multinational Cooperation high
tech seperti BP Tangguh atau Petro China yang padat modal, tapi masih ada food
gathering complex belum sampai taraf subsisten. Oleh karena itu tantangan yang
harus dihadapi terutama oleh pemberintah daerah dalam pelayanan publik adalah
bagaimana menghadapi masalah masyarakat golongan ini.
Guna merumuskan bentuk dan mekanisme kelembagaan pembangunan yang
efektif dan sesuai dengan karakteristik wilayah Irian Jaya Barat, beberapa hal berikut
perlu dilakukan sebagai pra-syarat dasar pengembangan kelembagaannya.
• Desentralisasi struktur dan kapasitas pemerintahan dari segi dana, dan tenaga
ke arah distrik dan kampung.
• Mengembangkan kapasitas dari pemerintah provinsi dan kabupaten baru
dalam perencanaan, pemograman, penganggaran dan penyediaan pelayanan.
• Mengalokasikan sebagian besar dana pembangunan pada tingkat yang
berwenang atau paling kompeten dalam memberikan pelayanan publik.
• Meningkatkan kemampuan DPRD (kapasitas dan instrumen) dalam
menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan.
• Mengembangkan kapasitas pengelolaan dari organisasi-organisasi
kemasyarakatan.
• Memperkuat/menambah kemitraan dan kerjasama antara pemerintah dengan
lembaga CSO yang berkompeten dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan
pelayanan publik.