GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE -...

38
39 BAB IV GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE Pada bab ini akan dikaji mengenai beberapa aspek penting berkaitan dengan skripsi yang berjudul ”Gerakan Separatisme Bougainville di Papua New Guinea Tahun 1975-1992”. Aspek-aspek tersebut penulis bagi menjadi beberapa subjudul yang dimulai dari sejarah berdirinya negara Papua New Guinea, keadaan demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville dan upaya penyelesaiannya hingga dampak gerakan separatisme Bougainville pada aspek politik dan ekonomi. Paparan mengenai aspek-aspek tersebut diperoleh melalui studi literatur yang penulis uraikan sebagai berikut: 4.1 Sejarah Berdirinya Negara Papua New Guinea Papua New Guinea (PNG) merupakan salah satu wilayah di kawasan Pasifik Selatan, yang awalnya dijajah oleh bangsa Eropa. Sebagai suatu wilayah kesatuan, PNG awalnya terbentuk dari wilayah yang dijajah oleh negara-negara yang berbeda. PNG yang luas wilayahnya separuh dari pulau Irian dan pulau- pulau di sekitarnya, tahun 1884 Jerman secara resmi melaksanakan pemerintahan di wilayah timur laut dan tahun 1899, Pemerintah Jerman secara langsung melaksanakan kekuasaan kolonial dan menyatakan wilayah tersebut sebagai “New Guinea Jerman”. Kekuasaan di Pulau tersebut di ikuti pula oleh Belanda yang menguasai wilayah barat pulau tersebut yang sekarang menjadi wilayah Indonesia, sedangkan Inggris menguasai daerah pantai Selatan New Guinea. Di

Transcript of GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE -...

Page 1: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

39

BAB IV

GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE

Pada bab ini akan dikaji mengenai beberapa aspek penting berkaitan

dengan skripsi yang berjudul ”Gerakan Separatisme Bougainville di Papua New

Guinea Tahun 1975-1992”. Aspek-aspek tersebut penulis bagi menjadi beberapa

subjudul yang dimulai dari sejarah berdirinya negara Papua New Guinea, keadaan

demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville dan upaya

penyelesaiannya hingga dampak gerakan separatisme Bougainville pada aspek

politik dan ekonomi. Paparan mengenai aspek-aspek tersebut diperoleh melalui

studi literatur yang penulis uraikan sebagai berikut:

4.1 Sejarah Berdirinya Negara Papua New Guinea

Papua New Guinea (PNG) merupakan salah satu wilayah di kawasan

Pasifik Selatan, yang awalnya dijajah oleh bangsa Eropa. Sebagai suatu wilayah

kesatuan, PNG awalnya terbentuk dari wilayah yang dijajah oleh negara-negara

yang berbeda. PNG yang luas wilayahnya separuh dari pulau Irian dan pulau-

pulau di sekitarnya, tahun 1884 Jerman secara resmi melaksanakan pemerintahan

di wilayah timur laut dan tahun 1899, Pemerintah Jerman secara langsung

melaksanakan kekuasaan kolonial dan menyatakan wilayah tersebut sebagai “New

Guinea Jerman”. Kekuasaan di Pulau tersebut di ikuti pula oleh Belanda yang

menguasai wilayah barat pulau tersebut yang sekarang menjadi wilayah

Indonesia, sedangkan Inggris menguasai daerah pantai Selatan New Guinea. Di

Page 2: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

40

daerah tersebut Inggris kemudian mendirikan British Protectorat pada tahun

1884.

Pada tahun 1886, Australia menduduki wilayah Irian Timur dan

menyebutnya sebagai Teritory of Papua dan pemerintah kolonial Australia secara

resmi dimulai pada tahun 1906, sedangkan wilayah kekuasaan Inggris yang

meliputi bagian selatan pulau Irian Timur tersebut dikukuhkan menjadi British

New Guinea. Di lain pihak, Jerman menguasai daerah timur laut pada tahun 1884

kemudian diperluas meliputi pulau-pulau di sekitarnya termasuk Buka dan

Bougainville.

Pada Perang Dunia II, Jerman kalah sehingga wilayah kekuasaan Jerman

di sana, menjadi wilayah mandat teritori atas keputusan Persatuan Bangsa-Bangsa

(PBB). Pada tanggal 3 Desember 1946 PBB menyetujui dibentuknya suatu sistem

perwalian internasional bagi administrasi New Guinea, yang berlanjut dengan

diberlakukannya The Papua and New Guinea Act pada tahun 1949. Akta ini

menyetujui bahwa wilayah yang disebut sebagai Trust Teritory of New Guinea

yang pengurusannya diserahkan kepada Australia dan British New Guinea yang

dikuasai Inggris yang kemudian digabung ke dalam Trust Teritory of Papua di

bawah kekuasaan Australia. Kedua daerah tersebut, Trust Teritory of Papua dan

Trust Teritory of New Guinea kemudian digabung di bawah administrasi

Pemerintah Australia menjadi Teritory Papua of New Guinea atau teritori Papua

dan New Guinea (Edgard, 1964).

Page 3: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

41

Gambar 1: Peta Sejarah Wilayah Kekuasaan Belanda, Inggris, dan Jerman di Papua New Guinea.

Sumber : (Edgar, 1964:251).

Selama berada di bawah mandat Australia, di daerah teritori pada tahun

1951 dibentuk administrasi pemerintah (Dewan Legislatif), sebuah badan

peradilan, badan pelayanan umum dan sebuah sistem pemerintahan lokal. House

of Assembly juga dibentuk pada tahun 1963 untuk menggantikan Dewan

Legislatif. Dengan kemenangan Partai Buruh Australia pimpinan Gough Whitlam

maka terbuka peluang bagi PNG untuk menjadi merdeka. Pada tahun 1972,nama

wilayah mandat Australia tersebut diganti menjadi Papua New Guinea.

Kondisi Politik pada tahun 1972 di Australia memberikan pengaruh

terhadap kelangsungan pemerintahan di Papua New Guinea, Whitlam salah satu

tokoh politik dari partai Buruh berjanji dalam kampanyenya akan memberikan

kemerdekaan bagi PNG bila memenangkan pemilu. Janji tersebut dipenuhi

Whitlam yang kemudian mempersiapkan infrastruktur politik yang diperlukan

bagi kemerdekaan PNG, termasuk memberikan kesempatan untuk membentuk

suatu pemisahan sendiri. Pada tahun 16 September 1975 akhirnya PNG merdeka.

Page 4: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

42

Sejarah penyatuan antara PNG yang sebelumnya bagian British New

Guinea dan Bougainville adalah bagian dari kekuasaan Jerman, mempengaruhi

pola penjajahan yang berbeda antara penjajahan Inggris dengan Jerman. Sejarah

penyatuan wilayah PNG dan Bougainville tersebut dapatlah dimengerti mengapa

terjadi pergolakan-pergolakan di PNG yang mengarah pada pemisahan diri. Akan

tetapi hal itu bukanlah satu-satunya sebab mengapa daerah seperti Bougainville

berusaha untuk memisahkan diri.

4.2 Keadaan Demografi Papua New Guinea

Secara geografis, PNG terletak pada 1410 Bujur Timur dan 10 Lintang

Utara 120 Lintang Selatan, dan memiliki luas 461.690 Km2.

Gambar 2: Peta Wilayah Negara Papua New Guinea Setelah Merdeka Sumber : https://id38.securedata.net/sweetmarias/papuanewguinea.gif.

Penduduk PNG terdiri atas bermacam-macam suku dan budaya, sekitar 91

% dapat digolongkan sebagai suku bangsa Melanesia termasuk orang-orang

Papua, yang selalu meneybut diri mereka sebagai etnik Papua, 1% Eropa sebagian

besar orang Australia dan sisanya terdiri atas rumpun Mikronesia, Polinesia, Cina

Page 5: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

43

dan lain-lain. Penduduk tersebar tidak merata di daerah-daerah pedesaan dan

terkonsentrasi di kota-kota seperti Port Moresby, Lae, Rabaul, Madang, Wewak,

Boroko, Arawa, Kieta dan Panguna (Hamid, 1996:67). Ini disebabkan

meningkatnya urbanisasi sehingga penduduk terpusat pada kota-kota tertentu.

Sebelum dijajah oleh Jerman dan Australia, PNG terdiri atas desa-desa yang

berdiri sendiri tanpa ada kekuatan politik dominan yang menyatukan desa-desa

tersebut. Keadaan berubah ketika orang-orang Eropa berdatangan untuk

berdagang, mencari tambang emas dan tembaga. Dengan demikian, tumbuhlah

daerah-daerah yang padat penduduknya karena pengelolaan yang dilakukan oleh

orang-orang asing tersebut.

Sejak saat itu di PNG berkembang kota-kota kecil yang dikelola dan

diperintah oleh kongsi dagang asing. Banyak dari penduduk pribumi yang

meninggalkan kebunnya dan menjadi buruh orang-orang asing. Pada tahun 1966,

pertumbuhan penduduk yang tinggal di kota-kota kecil sekitar 5% dan kemudian

meningkat menjadi 10%. Tingginya tingkat urbanisasi menimbulkan berbagai

masalah, diantaranya masalah pengangguran, perumahan, meningkatnya

kriminalitas, dan kesenjangan sosial antara kaum pendatang dengan penduduk

pribumi (Lam, 1989:1-3).

Bentuk topografi wilayah PNG terdiri dari gunung-gunung yang berjajar

dari timur hingga ke barat (Papua Barat), sehingga menimbulkan hambatan

komunikasi dan transportasi antar daerah. Keadaan ini menyebabkan tersebarnya

penduduk secara terpisah jauh ke dalam kelompok-kelompok. Setiap suku

memiliki bahasa serta budaya yang berbeda antara satu suku dengan suku yang

Page 6: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

44

lainnya dan hanya beberapa wilayah yang dapat menggunakan bahasa inggris dan

pidgin yang merupakan bahasa nasional. Hal-hal tersebut akhirnya menimbulkan

masalah, seperti masalah integrasi nasional.

4.3 Gerakan Separatisme Bougainville dan Upaya Penyelesaiannya

Pada tahun 1934, dilakukan penelitian oleh ahli geologi dari Australia dan

perusahaan pertambangan Conzino Rio Tinto yang merupakan perusahaan dari

Australia mengenai sumber daya alam di wilayah Arawa yang merupakan salah

satu bagian wilayah Bougainville. Hasil penelitian memperlihatkan adanya emas

dan tembaga. Pada tahun 1964 dibuka perusahaan pertambangan oleh anak cabang

Perusahaan Conzino Rio Tinto yaitu Bougainville Copper Limited (BCL),

khususnya dalam hal tambang tembaga dan pengoperasiannya dilakukan pada

tahun 1972 dengan luas wilayah sekitar 9000 km2. Dibukanya pertambangan

tersebut, mengambil wilayah milik rakyat Bougainville dan hanya sebagian

pemilik tanah yang mendapat kompensasi dari pertambangan (Claxton, 1998:8).

Pada tanggal 1 Juni 1975, Majelis Provinsi Bougainville mengadakan

pemungutan suara bahwa provinsi tersebut harus memisahkan diri dari PNG.

Pemungutan suara tersebut berkaitan dengan tidak berhasilnya negosiasi yang

dilakukan oleh para pemimpin Bougainville dengan pemerintahan Somare

mengenai peningkatan pembayaran royalti bagi provinsi yang ditarik melalui

perjanjian perpajakan yang diubah antara pemerintah PNG dan BCL atau

perusahaan pertambangan di Bougainville. Usaha pemisahan diri Bougainville

Page 7: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

45

terealisasikan pada tanggal 1 September 1975 dengan menyatakan kemerdekaan

Bougainville.

Ketua Majelis Provinsi Alexis Sarei memimpin pemungutan suara

tersebut. Reaksi pertama dari pemerintah justru menyatakan bahwa pemisahan diri

hanyalah taktik untuk memperoleh pembayaran royalti yang lebih besar (dalam

http://www.hartford-hwp.com/archives/24/047.html) tetapi Leo Hannet yang

merupakan salah seorang perencana bagi pemerintahan Provinsi Bougainville

dalam siarannya menegaskan bahwa pemisahan diri adalah satu-satunya alternatif

untuk mengelola kekayaan mineral di wilayahnya. Sementara itu, John Momis

yang menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Provinsi mengundurkan diri dari

parlemen dan bergabung dengan tokoh Bougainville lainnya yaitu Serei, Hannet

dan Momis yang kemudian menjadi inti dari gerakan pemisahan diri wilayah

Bougainville.

Bulan Januari 1976, situasi di Bougainville tidak kondusif. Sekitar 300

penduduk Bougainville menyerang fasilitas umum dan pegawai pemerintah.

Bangunan dan kendaraan dihancurkan tetapi tidak ada korban jiwa atau cedera

(Hamid, 1996:97). Situasi yang terjadi pada tahun 1976 dapat diatasi dengan

dilaksanakannya perundingan antara pihak Bougainville dengan pemerintah

melalui Bougainville Agreement. Salah satu isinya adalah dilaksanakannya sistem

pemerintah provinsi yang otonom dengan nama Provinsi Solomon Utara yang

berada dalam negara PNG. Upaya tersebut sebelumnya dituangkan dalan rencana

Michael Somare dalam menerapkan sistem desentralisasi di PNG.

Page 8: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

46

Ancaman terhadap integritas negara kebangsaan PNG yang ditimbulkan

oleh gerakan separatis Bougainville mulai muncul pada tahun 1976. Gerakan

tersebut mereda setelah pemerintah memberikan semacam otonomi terhadap

wilayah yang kaya tembaga itu. Pemberian otonomi ini ditandai dengan

pengangkatan Theodore Miriung sebagai Menteri Utama Bougainville. Mantan

hakim PNG ini sebelumnya dikenal sebagai penasihat hukum tokoh separatis

dalam melakukan perundingan dengan Pemerintah PNG.

Di wilayah Bougainville, terbentuk sekelompok komunitas bisnis yang

memperoleh manfaat dari kehadiran perusahaan pertambangan tembaga. Provinsi

ini pun menjadi salah satu wilayah terkaya di PNG yang memiliki fasilitas-

fasilitas modern. Namun perundingan tersebut tidak dapat bertahan lama, ini

dibuktikan dengan adanya usaha untuk memisahkan diri kembali oleh

Bougainville pada tahun 1977.

Pertentangan juga sering timbul antara pemerintah provinsi dan

pemerintah pusat dalam mengontrol alokasi sumber-sumber yang langka. Jika

pemerintah pusat dapat mengontrol, pemerintah dapat mengalokasikan kembali

sumber-sumber dari daerah yang lebih baik. Ketidakseimbangan pembagian

kekayaan antara pihak pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat menjadi

penyebab lain terjadinya gerakan pemisahan diri. Begitu juga dengan

diterapkannya sistem desentralisasi tidak menyelesaikan masalah Bougainville.

Ketika di bawah pimpinan Perdana Mentri Julius Chan pada tahun 1981,

dilakukan perundingan antara pemerintah PNG dengan Bougainville Copper

Limited dalam mengkaji ulang kesepakatan yang telah dibuat pada tahun 1974.

Page 9: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

47

Dalam perundingan tersebut tidak mencapai kesepakatan yang berarti karena hasil

kesepakatan tersebut akan ditinjau kembali setelah tujuh tahun kemudian. Ketika

masa tujuh tahun peninjauan kembali akan berakhir di tahun 1988, proses tersebut

tidak berlangsung karena terjadi pertikaian diantara para pemilik tanah yang

meningkat menjadi suatu kerusuhan pada bulan November 1988.

Pada tahun 1988, terjadi kerusuhan yang besar di Bougainville. Konflik ini

terjadi karena adanya pertikaian dari kelompok para pemilik tanah di Panguna

yang tergabung dalam Panguna Landowners Association (PLA), sehingga

kelompok ini terpecah menjadi dua. Kelompok pertama adalah para pemilik tanah

dari generasi tua yang dipandang sebagai pemegang hak atas tanah adat milik

kelompok mereka. Mereka adalah kelompok kecil yang melakukan transaksi

dengan Bougainville Copper Limited, ketika perusahaan tersebut akan

melaksanakan kegiatan penambangan di Panguna. Sebagian besar dari mereka

telah menjadi kaya karena keuntungan yang diperoleh dari BCL tidak

didistribusikan kepada para ahli waris yang juga berhak atas tanah tersebut.

Kelompok yang kedua adalah generasi muda Panguna yang merupakan

ahli waris dari tanah-tanah yang dipergunakan untuk pertambangan. Mereka

merupakan kelompok terbesar dalam asosiasi tersebut, tetapi tidak memperoleh

bagian keuntungan dari pertambangan. Kemudian mereka membentuk New

Landowners Executive (NLE) yang dipimpin oleh Francis Ona. Mereka menuntut

agar BCL mengakui keberadaan mereka dan mengklaim hak-hak mereka (Dorney,

1990:122-123). Dorney juga mengungkapkan bahwa Francis Ona pada mulanya

tidak mempunyai maksud untuk memisahkan diri. Tetapi sebagai generasi muda

Page 10: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

48

dan ahli waris dari para pemilik tanah, mereka tidak memperoleh keuntungan

sedikitpun dari adanya pertambangan tersebut.

Di lain pihak, BCL yang merasa telah membayar kepada para pemilik

tanah tidak ingin memenuhi tuntutan mereka. Selain tuntutan atas hak tanah waris,

Ona juga menuntut uang sejumlah 10 Milyar Kina (kira-kira 16 milyar Dollar

Australia) sebagai kompensasi dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh

perusahaan tersebut (Hamid, 1996:114). Pada bulan November 1988 diadakan

pertemuan umum yang membicarakan hasil penelitian konsultan lingkungan

hidup dari Selandia Baru terhadap lingkungan yang rusak di sekitar

pertambangan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kerusakan

lingkungan bukan disebabkan oleh pertambangan tetapi oleh wabah penyakit yang

sedang melanda seperti yang dialami oleh daerah lainnya di PNG. Francis Ona

dan kelompok militan lainnya merasa kecewa dengan hasil penelitian tersebut

kemudian mereka meninggalkan tempat perundingan.

Sejak diumumkannya hasil penelitian tersebut pada akhir November 1988,

Ona dan kelompoknya mengadakan sabotase terhadap kegiatan pertambangan di

Panguna berupa peledakan tenaga listrik yang digunakan oleh pertambangan dan

sarana umum milik pemerintah. Tidak dipenuhinya kompensasi yang dituntut oleh

pemberontak menyebabkan Francis Ona dan pasukannya meningkatkan aksi

sabotase. Francis Ona juga mengatakan akan berjuang terus untuk membebaskan

rakyat dari Papua New Guinea (R.J May. Bougainville Crisis the Pasific Review,

Vol.3 No.2 :176).

Page 11: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

49

Berbagai kerusuhan lainnya terus terjadi di Bougainville yang dilakukan

oleh para pemilik tanah militan yang tidak puas terhadap BCL. Tuntutan Ona

yang tidak mendapat perhatian dari pihak pemerintah dan BCL, menyebabkan

kelompok tersebut mengadakan kekerasan terhadap pihak pertambangan, dan

menimbulkan kekhawatiran terhadap keselamatan para pekerja tambang terutama

yang berasal dari Provinsi New Britain Timur sehingga menyebabkan munculnya

kerusuhan etnis antara penduduk Bougainville dengan penduduk daratan tinggi.

Upaya pemerintah dalam mengatasi kerusuhan tersebut adalah dengan

dikirimkannya pasukan dari kepolisian.

Secara tidak langsung, Ona sebenarnya mendapat simpati dari pimpinan

emerintahan provinsi Joseph Kabui. Kabui sendiri adalah orang Bougainville yang

saat itu berusia sekitar 35 tahun. Sebagaimana generasi muda Bougainville yang

lainnya, ia tumbuh dalam suasana yang penuh kebencian. Oleh karena itulah,

ketika Ona dan kelompoknya mengadakan sabotase terhadap kegiatan

pertambangan sebagai sikap atas aksi protes mereka, Kabui justru

mempersalahkan pihak BCL yang tidak memenuhi tuntutan mereka. Peristiwa

kerusuhan Bougainville yang dipimpin oleh Francis Ona menjadi jalan lebih

besarnya konflik yang terjadi di Bougainville bagi pemerintahan pusat PNG,

sehingga akhirnya mengarah pada gerakan pemisahan diri dari pemerintahan

PNG.

Pada tahun 1987 terjadi serangan bersenjata terhadap pertambangan

tembaga yang dijalankan perusahaan Australia (BCL), karena tuntutan rakyat

pemilik tanah untuk memperoleh ganti rugi tidak dipenuhi. Untuk menumpas

Page 12: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

50

'pemberontakan' itu, pemerintah di Port Moresby mengirimkan sekitar 2.000

tentara ke Bougainville, namun tidak berhasil menghentikan kekacauan dan BCL

yang telah beroperasi sejak 1972, sebagai akibatnya pada tahun 1989 menutup

pertambangan karena adanya sabotase dari BRA.

Sementara pihak militer yang dikirim oleh pemerintah untuk menertibkan

situasi dan menangkap Francis Ona mengalami kesulitan. Selain mendapat

simpati dari rakyat Bougainville, kaum militan Bougainville juga mempunyai

kemampuan untuk menyerang posisi-posisi militer dan mengadakan sabotase

terhadap fasilitas pemerintah. Tidak ada laporan resmi mengenai kerugian yang di

alami pemerintah, namun surat kabar menuliskan bahwa akibat dari sabotase dan

serangan dari kaum militan diperkirakan kerugian sebesar 1,2 juta Dollar

disamping kerusakan toko-toko dan gedung-gedung di pusat perdagangan Arawa

(Kompas,1989 dan Fasifik Island Montly, 1989:10-11). Dari sabotase tersebut

mengakibatkan kegiatan produksi pertambangan berhenti selama lebih dari 48

jam. Sabotase tersebut diantaranya peledakan tiang listrik yang merupakan

pemasok aliran listrik untuk kegiatan penambangan. Dengan terhentinya kegiatan

penambangan tersebut sekitar 1.000 ton tembaga dan 180 kg emas tidak dapat

diolah (Kompas, 18 April 1989).

R. J May (1993:58) mengungkapkan bahwa pada bulan April 1989,

Francis Ona mengirimkan surat kepada para politisi PNG yang isinya Francis Ona

memproklamasikan Bougainville sebagai “Republik” yang terpisah dengan PNG,

serta menamakan kelompoknya sebagai Bougainville Revolutionary Army (BRA).

Pihak BRA berhasil menutup pelayanan-pelayanan pemerintah pusat maupun

Page 13: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

51

pemerintah provinsi terutama pelayanan kesehatan, pendidikan dan fasilitas-

fasilitas administrasi. Mereka juga berhasil mengacaukan kehidupan bisnis di

Bougainville. Pertambangan Panguna ditutup pada bulan Mei 1989 sehingga

mengakibatkan lumpuhnya pertambangan yang berakibat pada dihentikannya

pelayanan kapal udara dan kapal laut.

Pada bulan April 1989, Pemerintah PNG mengumumkan wilayah

Bougainville sebagai wilayah darurat, dan Kepala Polisi Tohian memimpin

wilayah tersebut untuk mengamankan Bougainville. Namun, pada pertengahan

Januari 1990 kekerasan meningkat di PNG. Pihak BRA meningkatkan

serangannya terhadap pos polisi, penjara dan beberapa tempat lainnya. Serangan

tersebut juga dilakukan oleh para pemberontak dengan menyerang penjara

Kuveris yang terdapat di provinsi tersebut. Dalam aksi tersebut 6 orang dan 11

orang luka-luka, aksi melibatkan sekitar 70-100 orang pemberontak. Keseluruhan

jumlah korban sejak pecahnya konflik bulan November 1988 sebanyak 59 orang

tewas (Pelita, 8 Januari 1990).

Pada tanggal 2 Maret 1990 diadakan gencatan senjata antara pihak

pemerintah Bougainville dengan pihak BRA. Pasukan pemerintah harus

meninggalkan Bougainville dua minggu setelah gencatan senjata tersebut

ditandatangani, sehingga pasukan tentara Papua New Guinea ditarik dari

Bougainville. Pada akhir Maret 1990 tidak ada personil pemerintah pusat di

wilayah tersebut, sementara pasukan perdamaian internasional yang terdiri atas

wakil-wakil dari Sekretariat Commonwealth Kanada, Swedia dan Belanda tiba di

Bougainville.

Page 14: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

52

Surat kabar Pelita (1990) dan Suara Pembaharuan (1990) mengungkapkan

bahwa sebagian pasukan BRA yang dipimpin oleh Sam Kuona akan tetap

dipersenjatai untuk menangani pihak-pihak yang melanggar perjanjian tersebut

dan tambang tembaga yang ditutup akan dibuka kembali tetapi dibawah

pengawasan Pemerintah Provinsi Bougainville, BRA juga menuntut pembagian

keuntungan dari hasil tambang. Perjanjian antara kedua belah pihak tidak

berlangsung dengan baik karena pasukan pemerintah dan pasukan BRA kembali

terlibat.

Sementara itu, Woolfrod (1990:227) menguraikan upaya lain yang

dilakukan pemerintah dalam memulihkan keamanan dan ketertiban di

Bougainville agar pihak BRA tidak berhubungan dengan pihak luar, maka

pemerintah Papua New Guinea mengadakan blokade militer sejauh radius 80 Km

di perairan Bougainville. Blokade ini membuat Bougainville terkucil dari dunia

luar dan mengalami kekurangan pasokan bahan makanan, bahan bakar, dan obat-

obatan. Blokade yang dilakukan pemerintah tersebut mendapat kecaman dari

Uskup Bougainville, Gregory Sinkei yang mengatakan bahwa tindakan

pemerintah PNG akan “membantai” orang-orang yang tak berdosa. Pihak Gereja

sangat menyesalkan tindakan pemerintah PNG, tetapi Perdana Mentri Namaliu

justru menuduh bahwa pihak BRA sebagai pihak yang bertanggung jawab

terhadap merosotnya kesehatan penduduk dan terjadinya masalah sosial di

Bougainville.

Upaya untuk memproklamirkan kemerdekaan Bougainville dinyatakan

kembali oleh pihak BRA pada tanggal 17 Mei 1990 dengan menyatakan

Page 15: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

53

kemerdekaan lepas dari PNG dan menamakan negaranya sebagai “Republik

Meekamui” (R. J. May, 1993:62). Pimpinan pemberontak Francis Ona diangkat

menjadi Presiden dan pimpinan militer BRA, sedangkan Sam Kuona menjadi

Mentri Pertahanan. Mereka meminta dukungan internasional kepada semua

perwakilan negara asing yang ada di Port Moresby melalui faksimili. Tetapi tidak

berhasil memperoleh dukungan dari satu negara pun. Sebaliknya pemerintah PNG

menyatakan bahwa deklarasi semacam itu mencerminkan ketidakseriusan kaum

militan untuk mengadakan negosiasi dengan pemerintah nasional

(Hamid,1992:102).

Pada tahun 1990, seluruh pasukan pemerintah ditarik dari Bougainville

tetapi blokade atas pulau kaya tembaga itu tetap dilakukan. Sebagai akibat

ditariknya pasukan pemerintah, maka para pemberontak dibawah pimpinan BRA

semakin leluasa untuk melakukan aksinya. Puncak kejengkelan pemerintah Port

Moresby menghadapi gerakan separatis Bougainville ini tidak dapat dibendung

ketika pemimpin pemerintahan otonomi Theodore Miriung dibunuh oleh

seseorang yang tak diketahui identitasnya pada bulan April 1996. Para

pemberontak menuduh tentara yang dikirim pemerintah Port Moresby yang

membunuh Miriung (http://www. hamline. edu/ apakabar / basisdata / 1997/04/

11/0115.html).

Selama awal tahun 1990 sampai awal 1991, diadakan perundingan antara

pihak BRA dan pemerintah nasional. Pihak BRA dipimpin oleh Josep Kabui dan

tiga Mentri Provinsi yaitu John Zale, Pendeta Gregory Sinkei, dan Lembias

Mangesu. Sedangkan pihak pemerintah dipimpin oleh Mentri Luar Negeri

Page 16: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

54

Michael Somare dan stafnya William Bill Dihm, Mentri Kehakiman Bernard

Narakobi dan stafnya Pomat Paliau dan sekretaris dari kantor Perdana Mentri Paul

Bengo. Perundingan dihadiri oleh dua pengamat internasional yaitu Dich

Etheridge dari Kanada dan Tony Brown dari Selandia Baru. Perundingan pertama

yang berlangsung di Kapal Angkatan Laut Selandia Baru, HMNZS Endeavour

menghasilkan beberapa ketentuan pokok yaitu pemerintah berjanji untuk

memulihkan semua sarana pemerintahan di Bougainville termasuk pengiriman

bahan bakar dan obat-obatan. Pihak BRA berjanji untuk menangguhkan niat

mereka untuk menjadi negara merdeka, dan kedua belah pihak berjanji untuk

mengadakan perundingan lanjutan.

Perundingan pertama tersebut tidak dibahas mengenai keamanan sehingga

terjadi perselisihan pendapat mengenai siapa yang akan menangani keamanan

wilayah Bougainville. Menurut media massa Kompas (1990), Pemerintah PNG

ingin mengirimkan kembali polisi ke Bougainville untuk melindungi pegawai

pemerintah dan untuk memulihkan keamanan, sedangkan pihak BRA berpendapat

bahwa mereka mampu menjaga keamanan dan tidak memerlukan bantuan

pemerintah pusat. Pada tanggal 6 Agustus 1990, pemerintah PNG mulai

melakukan perbaikan fasilitas penting di Bougainville, pasokan obat-obatan

dilakukan dari Rabaul menuju Arawa ibukota Bougainville. Dari persetujuan yang

dicapai antara pemerintah PNG dengan pihak BRA, segala kegiatan dipulihkan

kembali dalam masa 3 pekan yang kemudian akan disusul dengan pembukaan

kembali sekolah-sekolah, restorasi sarana komunikasi dan pengerahan kembali

kaum muda Bougainville bekerja di perkebunan.

Page 17: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

55

Pada tanggal 23 Januari 1991, dilakukan upaya perundingan kedua yang

dilaksanakan di Honiara ibukota negara Kepulauan Solomon dan menghasilkan

Deklarasi Honiara. Deklarasi tersebut mengupayakan perdamaian dari kedua

belah pihak antara pihak pemerintah PNG dengan pihak Bougainville yang

diwakili oleh BRA. Dalam ketentuan Deklarasi Honiara juga disebutkan bahwa

pemerintah tidak akan mengirim kembali tentara ke Bougainville, sedangkan

BRA setuju untuk membubarkan diri dan meletakkan senjata dan menyerahkan

tawanannya masing-masing. Selain itu, perbaikan sarana umum dan kestabilan

keamanan dilaksanakan oleh kedua belah pihak diawasi oleh tim pengawas

selama 36 bulan yang terdiri dari para tentara negara-negara seperti Australia,

Selandia Baru, Kanada, Fiji, Vanuatu dan Kepulauan Solomon (Kompas, 1991).

Dalam deklarasi Honiara disebutkan bahwa BRA akan mendapatkan

pengampunan dan memiliki kekebalan hukum.

Selain itu, Deklarasi Honiara juga menyatakan bahwa proses perdamaian

akan berlangsung selama 3 tahun dan akan dibagi dalam dua tahap. Tahap

pertama, yaitu berupa pemulihan sarana penting seperti bidang kesehatan dan

pendidikan. Tahap kedua, akan dibentuk badan otoritas hukum di Bougainville

yang akan mengarah pada pemberian otonomi yang luas terhadap Bougainville.

Proses perdamaian tersebut akan ditinjau kembali selama 6 bulan sekali dan jika

terjadi sabotase dari salah satu pihak, maka proses tersebut akan dihentikan.

Dalam hal kompensasi pertambangan, pada bulan April Pemerintah PNG mulai

melakukan perundingan mengenai ganti rugi yang akan dibayarkan kepada para

pemilik tanah dan pemerintah provinsi. Hasil perundingan tersebut menyebutkan

Page 18: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

56

kesepakatan bahwa pemerintah akan memberi fasilitas yang besar kepada pemilik

tanah dan pemerintah provinsi berupa separuh dari 19,1 % yang merupakan hak

pemerintah Papua New Guinea yang berasal dari pertambangan, peningkatan

keuntungan, dan pembayaran ganti rugi sebesar $300.000.000 Australia terhadap

pelayanan sosial dan infrastruktur (Jackson, Pasific View Point. Vol 30, 1989:86-

93).

4.4. Dampak Gerakan Separatis Bougainville

4.4.1 Politik

Masalah Bougainville adalah salah satu dari sekian banyak masalah

integrasi nasional yang dihadapi oleh pemerintah PNG. Topografi PNG sangat

tidak menunjang pada pembukaan suatu negara kesatuan yang berdaulat. Wilayah

PNG yang luas merupakan daerah pegunungan yang sulit untuk dijangkau dan

belum berkembangnya jaringan transportasi yang menghubungkan wilayah-

wilayah terpencil, kiranya menyulitkan komunikasi diantara penduduk PNG.

Dalam wilayah yang luas ini terdapat 700 suku yang tersebar di seluruh wilayah

PNG, disamping beragamnya bahasa diantara suku-suku tersebut yang terbesar

diantaranya bahasa Pidgin dan Motu.

Tersebarnya penduduk menurut suku, ditambah dengan sulitnya mereka

berhubungan satu dengan lainnya menyebabkan sulitnya pemerintah

mengorganisir rakyatnya yang belum tersentuh oleh lembaga-lembaga modern.

Sebaliknya, masing-masing suku lebih taat pada pemimpin lokal yang dianggap

dapat memenuhi aspirasinya, sehingga lebih menguatkan sikap primordial

Page 19: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

57

diantara masing-masing suku tersebut. Selama hampir tiga abad menguasai PNG,

pemerintah kolonial Australia tidak pernah membina integrasi di kalangan suku-

suku yang tersebar di wilayah ini. Satu-satunya lembaga bersifat nasional yang

dibentuk pemerintah Australia pada masa kolonial adalah Angkatan Bersenjata

Papua New Guinea yang didirikan sejak berakhirnya Perang Dunia II, sebagai

bagian dari Angkatan Bersenjata Australia. Sementara lembaga-lembaga nasional

lainnya seperti Parlemen Nasional, baru dibentuk sekitar tiga tahun menjelang

kemerdekaan PNG pada tahun 1975 melalui lahirnya pemimpin-pemimpin PNG

yang berwawasan nasional seperti Somare, Julius Chan, Joseph Kabui dan lain-

lain.

Masalah sulitnya mengorganisir rakyat seperti di Bougainville sehingga

menyebabkan para pemimpin menerapkan sistem desentralisasi melalui

pemerintahan provinsi. Penerapan ini muncul bersamaan dengan berkembangnya

masalah Bougainville. Sistem ini dimaksudkan agar rakyat dapat ikut serta dalam

pemerintahan menurut cara-cara yang mereka terapkan secara tradisional.

Sehingga tidak mengherankan bila semenjak kemerdekaan, PNG dihadapi oleh

masalah pemisahan diri, seperti gerakan yang dilakukan oleh suku Tolai di

Kepulauan Gazelle dan Papua Besena yang berlanjut pada gerakan pemisahan diri

di Bougainville.

Pada awal kemerdekaan, Perdana Mentri Somare membuat kebijakan

politik dengan menerapkan upaya desentralisasi yang diharapkan mampu

mengatasi masalah gerakan pemisahan diri di Bougainville. Axline

mengungkapkan bahwa :

Page 20: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

58

Budaya yang bervariasi, perkembangan ekonomi yang tidak sama, perbedaan suku dan loyalitas primordial sering menghasilkan tekanan-tekanan tersebut mengarah pada pembentukan desentralisasi. Walaupun tekanan politik pada dasarnya berasal dari tuntutan untuk memisahkan diri. Banyak negara-negara harus menyediakan pelayanan khusus dan otonomi regional bagi suku minoritas. Desentralisasi dipandang sebagai penahan terhadap tuntutan daerah bagi kestabilan, terutama dalam kondisi sosial yang heterogen seperti yang terdapat di negara-negara dunia ketiga. (W. Andrew Axline “Police Implementation In Papua New Guinea: Decentralitation and Redistribution”. Journal of Commonwealth and Comparative Politic. Vol XXV. No.1. March 1988:74).

Pernyataan di atas secara khusus tepat bagi Papua New Guinea dimana

substansi desentralisasi berlangsung sejak kemerdekaan pada bulan September

1975. PNG mengalami kesulitan dalam komunikasi dan memiliki populasi dengan

budaya yang berbeda. Desentralisasi membawa pada suatu pembentukan lagi

pemerintah provinsi. Beberapa sumber hukum seperti konstitusi, perjanjian

Bougainville tahun 1976, dan hukum organik bagi pemerintah provinsi

merupakan ketentuan yang memperkuat posisi pemerintah provinsi. Hukum

organik menyatakan adanya kekuasaan legislatif di provinsi dan khususnya

mengenai masalah keuangan provinsi. Hal tersebut telah meletakkan kerangka

kerja bagi pemerintah provinsi untuk dapat menjalankan berbagai aktifitas dengan

lebih baik. Tetapi banyak provinsi yang belum mampu, sehingga timbul persoalan

yang harus diputuskan melalui konsultasi antara pemimpin provinsi dengan

pemerintah pusat.

Desentralisasi yang diterapkan tersebut telah diterima secara mendasar

sebagaimana harapan setiap orang dari berbagai provinsi. Seluruh provinsi

menjalankan pemerintahan provinsi yang sementara dan akan diberikan

pemerintah provinsi yang penuh setelah diadakan pemilihan majelis provinsi.

Page 21: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

59

Tetapi pemerintah mengubah kebijakan yang seragam dalam mendelegasikan staf

dan fungsi departemen provinsi yang telah berdiri memikul tanggung jawab dan

kontrol terhadap keuangan, perbaikan dan program peningkatan desa. Jabatan dan

pegawai dari departemen pendidikan urusan provinsi, industri, pengembangan

bisnis, dan pekerjaan nasional akan dipindahkan sejak 1 Januari 1978, sedangkan

Departemen Kesehatan dan informasi sejak 1 Juli 1978 (Axline “Police

Implementation In Papua New Guinea: Decentralitation and Redistribution”.

Journal of Commonwealth and Comparative Politic. Vol XXV.No1.March

1988:76).

Sejak diberlakukannya desentralisasi, terdapat persaingan diantara

pemimpin Bougainville di pemerintahan provinsi untuk duduk sebagai anggota

parlemen yang bertujuan dalam mengatur pengelolaan kekayaan daerahnya,

sehingga terjadi persaingan untuk duduk sebagai anggota parlemen nasional

ataupun pimpinan pemerintahan provinsi. Tokoh-tokoh seperti Momis, Hannet

dan Serei yang merupakan tokoh-tokoh pemisahan diri mulai bersaing secara

politik. Momis menjadi anggota parlemen pada tahun 1977, sementara Hannet dan

Serei saling bersaing memperebutkan jabatan pimpinan pemerintahan provinsi.

Dalam mengkaji dampak gerakan separatis Bougainville, mengarah pada

masalah integrasi yang dialami oleh Pemerintah PNG, kemudian masalah

integrasi ini mengarah pada disintegrasi politik. Masyarakat Bougainville

diketahui bukan berasal dari daerah asal yang sama dengan penduduk PNG

lainnya. Mereka akhirnya mendiami daerah Bougainville baik di pedalaman

maupun di sekitar pantai. Integrasi yang intensif antara penduduk Bougainville

Page 22: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

60

tersebut menciptakan suatu budaya yang spesifik yang menjadi ciri masyarakat

Bougainville. Walaupun tidak terdapat budaya yang melingkupi seluruh wilayah

Bougainville, tetapi budaya tersebut berbeda dengan penduduk PNG lainnya.

Diantara ciri-ciri yang ada tersebut di atas, ciri-ciri yang sangat menonjol

yang membedakan masyarakat Bougainville dengan penduduk PNG lainnya yaitu

dalam hal warna kulit. Orang Bougainville mempunyai warna kulit yang sangat

hitam, sedangkan penduduk PNG lainnya mempunyai warna kulit agak merah.

Perbedaan inilah yang menjadikan masyarakat Bougainville merasa diri mereka

bukan bagian dari penduduk PNG. Bougainville tidak memiliki hubungan

emosional dengan penduduk PNG lainnya.

Pengalaman penjajahan Bougainville dengan PNG juga berbeda.

Penyatuan mereka menjadi satu kesatuan, mereka anggap sebagai penyatuan yang

salah. Bougainville sendiri merasa mempunyai kedekatan dan hubungan

emosional dengan penduduk kepulauan Solomon. Hal ini terbentuk dari

komunikasi melalui perdagangan antar pulau Bougainville dengan kepulauan

Solomon. Migrasi tersebut sudah sejak lama terjadi, sehingga masyarakat

Bougainville merasa menjadi bagian dari Kepulauan Solomon. Dengan melihat

pada pengalaman penjajahan yang berbeda tersebut dapat dilihat bahwa rasa

bersatu dan saling memiliki tidak terbentuk sejak awal.

Sejak adanya perusahaan pertambangan Conzino Rio Tinto yang

merupakan salah satu perusahaan milik Australia, tentu saja masalah separatis

Bougainville berpengaruh besar terhadap kepentingan Australia di PNG. Dibalik

kepentingan ekonomis, nampaknya Pemerintah Australia juga melihat separatisme

Page 23: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

61

di Bougainville dapat membahayakan kepentingan strategisnya di PNG.

Pemerintah Australia mengkhawatirkan bahwa kerusuhan di Bougainville dapat

membawa kemungkinan masuknya kekuatan-kekuatan asing yang dapat

mengganggu keamanan wilayahnya.

Menyadari pentingnya PNG dalam kepentingan strategisnya, Australia

sangat berkenan membantu pemerintah PNG dalam rangka mengatasi keadaan di

Bougainville. Ketika di Bougainville terjadi teror dan kerusuhan akhir tahun 1988,

sebagai akibatnya Australia meningkatkan bantuan keuangannya kepada

Angkatan Bersenjata Papua New Guinea dalam bentuk obat-obatan, dan sebagai

biaya latihan bagi militer dan paramiliter yang ditugaskan di Bougainville.

Selanjutnya, ketika kerusuhan memburuk, meskipun menolak untuk terlibat secara

dalam di PNG, namun Mentri Luar Negeri Gareth Evans menyatakan bahwa

Australia sangat sensitif bila permohonan untuk terlibat diajukan oleh pemerintah

“negara-negara sahabat”. Oleh karena itu pulalah Australia memenuhi permintaan

pemerintah PNG untuk mengirim empat buah helikopter untuk mengevakuasi

tentara PNG yang terluka dan warga negara Australia. Meskipun secara resmi

pengiriman helikopter tersebut untuk evakuasi, namun helikopter yang dikirim

adalah jenis heli tempur yang mampu mengangkut pasukan dan mengirimkan

bantuan logistik (Suara Karya, 8 Desember 1988). Dengan demikian, hubungan

yang dibentuk antara Australia dengan pemerintah PNG atas dasar kepentingan

politik yang mengarah pada hubungan kerjasama kedua belah pihak.

Sebagai akibat dari konflik antara Bougainville yang berada di Provinsi

Solomon Utara dan pemerintah PNG menyebabkan hubungan dengan negara

Page 24: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

62

Pulau Solomon Selatan terganggu. (R. J. May 1993:68) mengungkapkan sejak

terjadinya konflik Bougainville mengakibatkan hubungan dengan negara tetangga

terganggu khususnya dengan Pulau Solomon yang berbatasan langsung dengan

provinsi Solomon Utara. May juga menguraikan bahwa telah terjadi bantuan

militer dalam pengadaan persenjataan yang digunakan oleh gerakan separatis

Bougainville “ …attempts to prevent the movement of people, supplies and

weapons. There were even suggestions that the Solomon Island government was

providing covert support to the BRA…(May, 1993:68-69). Hal tersebut tentu saja

mengakibatkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara.

Negara Solomon bisa saja membantu Bougainville karena secara

geografis wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Negara Solomon. Selain

karena letak geografis, jika dilihat secara ciri-ciri fisik dimana rakyat Solomon

Utara lebih hitam pekat dan keriting sama dengan ciri-ciri fisik orang-orang dari

negara Solomon dan jika dibandingkan dengan ciri-ciri fisik orang PNG. Selain

itu pula, perbedaan sejarah kolonial dimana wilayah PNG berada dibawah mandat

teritori Australia sedangkan wilayah Solomon berada dibawah mandat teritori

Jerman. Namun sejak berakhirnya Perang Dunia II, wilayah Bougainville masuk

pada daerah mandat Australia.

Dalam hal ini sangat mungkin Kepulauan Solomon turut merasakan

dampak dari konflik antara gerakan separatis Bougainville dengan pemerintah

PNG. Dalam konflik tersebut, Kepulauan Solomon yang berbatasan langsung

dengan Bougainville bukan tidak mungkin bersimpati terhadap pasukan BRA.

Selain karena rakyat Bougainville satu wilayah dengan Kepulauan Solomon tetapi

Page 25: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

63

juga karena kepentingan ekonomis dimana Bougainville jika masuk menjadi

wilayah kesatuan Kepulauan Solomon akan meningkatkan pendapatan dari

adanya pertambangan tersebut. Selain itu, salah satu akibat yang dirasakan oleh

negara-negara tetangga akan memunculkan instabilitas dan gangguan keamanan

di wilayah perbatasan seperti perbatasan antara Irian Barat (Indonesia) dengan

PNG atau dengan Kepulauan Solomon. Menurut Premdas (1987:100), situasi

tersebut akan dirasakan oleh negara-negara tetangga dan bukan tidak mungkin

negara-negara tetangga pada akhirnya akan bereaksi.

Konflik yang terus berkepanjangan antara pemerintah dengan BRA, di

suatu sisi mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah dalam

menyelesaikan konflik Bougainville, selain karena kondisi politik di PNG sering

berubah-ubah karena sejak kemerdekaan tidak ada satu pun partai di PNG yang

memenangkan suara mayoritas. Oleh karena itu, kabinet terbentuk berdasarkan

koalisi diantara partai-partai politik. Sehingga menyebabkan seringnya suatu

pemerintahan di PNG jatuh akibat mosi tidak percaya. Salah satu dampak politik

dari adanya gerakan pemberontakan Bougainville pada tahun 1988 dibawah

kepemimpinan pemerintah Namaliu terjadi mosi tidak percaya karena masalah

Bougainville tidak teratasi dengan cepat dan menimbulkan kerusuhan.

R. J May menguraikan sejak PNGDF (Papua New Guinea Defence Force)

berupaya secara militer menyelesaikan konflik yang terjadi pada tahun 1989,

masyarakat berharap banyak bahwa konflik tersebut dapat diselesaikan. Namun

pada kenyataannya, konflik Bougainville menjadi lebih luas. Selain operasi

penyelesaian konflik di Bougainville yang ditangani oleh PNGDF, upaya militer

Page 26: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

64

tersebut menghabiskan dana yang cukup besar. Tidak hanya kegagalan secara

militer tetapi upaya pemerintah dalam mengatasi gerakan separatis Bougainville

berakibat pada krisis kepercayaan rakyat PNG terhadap situasi politik di

pemerintah pusat dan kecaman dari negara-negara luar. May (1993:70)

berpendapat upaya militer yang cukup keras terhadap BRA mengakibatkan

terjadinya pro dan kontra pada kalangan elite politik terjadi keberpihakan elite

politik terhadap BRA dari pada PNGDF (Papua New Guinea Defence Force).

Kemampuan PNG dalam mengatur kebijakan politik tentu saja masih

dalam taraf berkembang. PNG yang baru merdeka tahun 1975, masih memerlukan

perjalanan yang panjang dalam mengatur pemerintahan yang stabil secara politik

dan ekonomi. Sistem pemerintahan yang digunakan mengadopsi sistem

pemerintahan Australia walaupun tidak secara keseluruhan. Tetapi hal ini

memberikan pengaruh terhadap pola kebijakan, khususnya dalam mengatasi

masalah separatis Bougainville. Upaya militer yang dilakukan oleh pemerintah

tidak terlepas dari pengaruh pola-pola yang diterapkan militer Australia.

Sebelumnya, PNGDF (Papua New Guinea Defence Force) terbentuk sejak

Australia ikut serta dalam Perang Dunia II. Dalam pasukan Australia dilibatkan

pasukan PNG sehingga pola-pola kemiliteran sudah terserap sejak PNG belum

merdeka. Hubungan pasukan militer dengan Australia didukung oleh bantuan

Australia dalam pengembangan dan pendidikan militer. Sejak PNG merdeka,

bantuan dana sudah mengalir ke kas negara (Woolford, 1990:229).

Gerakan separatis Bougainville ini mengakibatkan krisis politik di PNG.

Hal yang menarik dalam melihat elite politik dan para pemimpin militer adalah

Page 27: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

65

sikap para pemimpin militer yang tidak berupaya untuk mengambil jalan tengah,

yaitu mengambil alih pemerintahan. Meski memperoleh dukungan luas, Brigjen

Jerry Singirok masih tetap konsisten menghormati sistem politik PNG yang

mengakui supremasi sipil atas militer dalam kehidupan politik di dalam negeri.

Tradisi militer PNG yang mengikuti negara pelindungnya Australia agaknya

membuat mereka mampu menahan diri. Hal lain yang membuat pemimpin militer

dari PNG yaitu Sinirok masih tetap konsisten adalah pertimbangan bahwa gerakan

militer tidak akan diterima oleh Australia maupun Selandia Baru sebagai negara

tetangga yang menjadi tumpuan perekonomian PNG.

Kondisi politik yang berkembang antara tahun 1975 sampai tahun 1992

dipengaruhi oleh masalah yang dihadapi PNG sebagai negara muda yang baru

merdeka. Tidak mengherankan apabila sejak awal kemerdekaan sering terjadi

konflik-konflik di berbagai daerah yang menyatakan ingin lepas dari PNG.

Struktur pemerintahan yang dibangun dan kondisi politik yang masih belum stabil

mempengaruhi kondisi keamanan di berbagai daerah di PNG. Proses politik yang

masih berkembang tersebut mempengaruhi terhadap kebijakan pemerintah dalam

menangani masalah Bougainville.

Seringnya terjadi pergantian Perdana Mentri sebagai akibat dari mosi tidak

percaya oleh koalisi politik mempengaruhi upaya pemerintah dalam mengatasi

masalah di Bougainville. Seperti pada masa pemerintahan Perdana Mentri Julius

Chan dan Rabbie Namaliu yang turun sebagai akibat dari mosi tidak percaya,

karena upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di Bougainville

menggunakan cara-cara militer. Sementara itu kebijakan yang dilakukan Julius

Page 28: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

66

Chan mendapat tanggapan menolak cara-cara militer. Masalah yang berkembang

di PNG tidak hanya masalah separatis tetapi pemerintah menghadapi masalah

perbatasan dengan Indonesia. Hal tersebut mempengaruhi kebijakan pemerintah

dalam menyelesaikan masalah di Bougainville.

4.4.2 Ekonomi

Masalah pembangunan ekonomi di PNG mulai ditangani lebih teratur oleh

pemerintah pusat sebagai pengelola pada tahun 1962. Bank Dunia dipercaya untuk

melakukan penelitian menangani sumber-sumber alam di PNG dan bagaimana

menggunakan sumber-sumber tersebut seperti meningkatkan hasil kopi, kopra,

karet, teh, dan hasil-hasil hutan.

PNG mempunyai kekayaan alam seperti sumber-sumber mineral terutama

tembaga dan emas, perikanan, perkebunan dan kehutanan. PNG merupakan

negara agraris, karena sebagian besar penduduknya hidup dari bercocok tanam

berupa coklat, kopi, teh, kopra dan karet. Sumber daya alam yang terbesar adalah

tembaga dan emas, yang menyumbang sekitar 60% ekspor PNG. Pada tahun

1989, ekspor PNG telah mencapai AS$1,4 milyar. Penambangan terbesar terdapat

di Bougainville. Di provinsi bagian barat juga dilakukan penambangan di OK

Tedi, yang selain tembaga juga terdapat penambangan emas. Selain itu, gas alam

serta minyak dihasilkan di Teluk Papua. Hutan PNG merupakan kekayaan alam

yang penting pula, karena menghasilkan kayu-kayu berkualitas tinggi. Sedangkan

laut di wilayah ini sangat banyak mengandung ikan sehingga hasilnya diekspor ke

negara lain (Lam, 1989:22-23 dan Hamid, 1996:72).

Page 29: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

67

Untuk mengatur pembangunan ekonomi, pemerintah PNG membuat

rencana pembangunan setelah lima tahun yang dibuat pada tahun 1968. Program

ini dimaksudkan untuk mengarahkan pembangunan ekonomi, sosial, termasuk

peningkatan penduduk asli dalam segala bidang. Karena tidak mencapai sasaran,

pada tahun 1973 sampai tahun 1976, tercatat 44% penduduk PNG masih

melakukan kegiatan secara barter (Tim peneliti PDE dan FE UGM, 1984).

Hamid (1992:73) mengungkapkan bahwa pembangunan ekonomi PNG

sangat lamban bahkan cenderung stagnan. Hal tersebut dikarenakan ada dua faktor

yang menyebabkan lambannya pertumbuhan ekonomi di PNG. Pertama, sulitnya

mengeksploitasi sumber-sumber alam yang terletak di daerah-daerah pegunungan

sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk membangun infrastruktur

perekonomian tersebut. Kedua, sering terjadinya pertikaian mengenai masalah

tanah dan pembagian keuntungan antara para pemilik tanah dengan pemerintah.

PNG mendapat kemerdekaan dari Australia pada tahun 1975 sehingga

hubungan dengan Australia masih cukup erat. Hal ini terlihat dalam bantuan yang

diberikan Australia serta beberapa konsep kebijakan yang ditiru seperti penentuan

upah minimum. Sejak PNG merdeka, pemerintah mulai menyusun rencana

pembangunan ekonominya. Pada awalnya, pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan

utama pembangunan tahun 1972, namun tujuan pembangunan tersebut berubah

sehingga dibuatlah delapan tujuan yaitu:

1. Penguasaan kegiatan ekonomi oleh bangsa Papua New Guinea sendiri.

2. Distribusi hasil pertumbuhan ekonomi yang merata.

3. Desentralisasi kegiatan ekonomi, perencanaan serta pengeluaran pemerintah.

Page 30: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

68

4. Usaha lebih menitikberatkan pada small scale.

5. Mengurangi ketergantungan pada luar negeri (self rellant).

6. Menaikkan kemampuan membiayai pengeluaran pemerintah dengan sumber-

sumber dari dalam negeri.

7. Meningkatkan partisipasi/peranan wanita dalam kegiatan ekonomi dan sosial.

8. Pengawasan pemerintah dalam kegiatan ekonomi agar sejalan dengan tujuan

pembangunan (Sumber: Tim peneliti PDE dan FE UGM, 1984).

Penyusunan rencana 8 tujuan pembangunan tersebut, dilaksanakan oleh

Komite Perencanaan Nasional (The National Planning Committee). Pada waktu

tujuan ini dirumuskan PNG sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup

pesat yang didorong oleh sektor pertambangan (tembaga) sehingga pertumbuhan

ekonomi yang cepat tidak dirumuskan dalam tujuan pembangunan tersebut. Untuk

mencapai tujuan tersebut, PNG bekerja sama dengan negara-negara tetangga yang

berada dalam kawasan Pasifik, tidak terkecuali dengan Australia dan Selandia

Baru. Besarnya bantuan dari kedua negara tersebut dilihat dari adanya

kepentingan terhadap kawasan di Pasifik ini.

Ditetapkannya delapan tujuan PNG berharap dapat lebih percaya diri dan

mandiri dalam membangun ekonomi. Keinginan untuk tidak bergantung terhadap

Australia memang ada tetapi sulit untuk dihindarkan. Kesulitan itu diantaranya

adalah kekurangan modal. Karena modal dan tenaga terampil merupakan fasilitas

mendasar bagi pembangunan ekonomi. Dalam sektor moneter, sekitar 88%

dikuasai perusahan-perusahaan asing, 80% oleh Australia. Pemilikan industri

lokal oleh investor Australia sekitar 55-60%, usaha kopi 20-25 %, kopra 80%,

Page 31: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

69

produksi teh hampir 90% dikuasai oleh investor asing, sedangkan karet hampir

seluruhnya dimiliki oleh investor asing, dengan adanya penguasaan dari pihak

asing, maka pengusaha dalam negeri sulit untuk bersaing (Tim peneliti PDE dan

FE UGM, 1984).

Tujuan-tujuan pembangunan yang ditetapkan oleh Pemerintah PNG tidak

sepenuhnya konsisten dengan usaha untuk mencapai pertunbuhan ekonomi yang

cepat. Salah satu contohnya adalah tujuan pertama yaitu untuk mengusahakan

tercapainya kontrol ekonomi di tanagn masyarakat dan pemerintah PNG sendiri

akan membatasi digunakannya tenaga-tenaga ahli asing dan mengurangi modal

luar negeri, padahal kedua aspek ini jelas masih dibutuhkan oleh PNG untuk

mempercepat pembangunan nasional.

Gerakan separatis yang terjadi di PNG menimbulkan dampak ekonomi

yang cukup besar, selain karena sejak tahun 1991 bantuan ekonomi yang

diberikan oleh Australia berkurang. Dalam bukunya Tim peneliti PDE dan FE

UGM (1984) diungkapkan bahwa sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 1985

bantuan Australia diperkirakan berkisar antara US $200 juta sampai US $250 juta

per tahun sehingga bantuan per kapita yang diperoleh PNG dari Australia rata-rata

US $80. Maka tidak mengherankan bahwa gerakan separatis di Bougainville

memberikan dampak besar terhadap pendapatan PNG. Selain karena

ketergantungan PNG terhadap Australia, sejak awal menimbulkan masalah

tersendiri bagi pemerintah PNG dalam menghentikan ketergantungan secara

ekonomi. Di suatu sisi, PNG belum mampu untuk mengatur kehidupan ekonomi

namun di sisi lain kestabilan politik dan keamanan masih jauh dari harapan PNG.

Page 32: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

70

Bantuan dari luar negeri menjadi solusi pertama dalam menstabilkan

perekonomian di PNG tetapi bantuan tersebut tidak hanya menguntungkan salah

satu pihak saja. Australia sebagai contohnya, perusahaan-perusahaan milik

Australia yang berada di PNG memberikan devisa yang besar terhadap

pemerintahan Australia. Dengan adanya kepentingan ekonomi tersebut Australia

menjadi donator utama bagi PNG. Bantuan Australia terhadap PNG dapat dilihat

pada Tabel 1.1 berikut. Bantuan Australia terhadap PNG lebih besar dari pada

bantuan Australia terhadap negara-negara lain di Pasifik Selatan.

Tabel 4.1

Bantuan Luar Negeri Australia di Kawasan Pasifik Selatan tahun 1977

Negara Bantuan (Ribuan $) Kepulauan Cook 341 Fiji 7.067 Guam Kiribati 1.686 Nauru 1 New Hebrirdes (Vanuatu) 928 Niue 1 Kepulauan Norfolk 144

Papua New Guinea 250.162 Kepulauan Solomon 1.949 Tonga 2.397 US Trust Territory 26 Tuvalu 409 Samoa Barat 4.333

Kawasan yang tidak teralokasi 1.530 Jumlah 270.832

Sumber: Debrecency, (Litbang dan FE UGM,1984)

Kepentingan Australia tersebut cukup beralasan sehingga pemerintah

Australia ikut campur dalam masalah gerakan separatis di Bougainville. Hal ini

terlihat dalam artikel Bob Aiken, seperti uraian berikut:

Page 33: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

71

…Bougainville is the site of a giant a copper mine, closed by the war, owned on Canberra to halt military by the Anglo-Australian Corporation CRA/RTZ. There are a number of major Australian-owned enterprises in PNG. The Australian governmet has supplied nearly $200 million in military aid to Port Moresby since 1988. Terjemahan:

…Bougainville adalah sebuah wilayah yang mempunyai tambang tembaga yang besar, berada dekat dengan konflik, dimiliki oleh Canberra sebuah perusahaan CRA/RTZ milik Anglo-Australia. Terdapat sejumlah perusahaan besar yang dimiliki oleh Australia di PNG. Pemerintah Australia telah memberikan bantuan kurang lebih $200 juta dalam bantuan militer terhadap Port Moresby sejak 1988. (Bob Aiken, 1998), Bougainville Premier Killed As Independence Fight Heats Up. (Tersedia) Online:http ://www.hartford-hwp.com/archives/24/049.html.(9 Juni 2007). Pembangunan ekonomi PNG dapat dikatakan sangat lamban, bahkan

cenderung stagnan. Sekalipun Gross Domestic Product (GDP) PNG pada tahun

1989 telah mencapai US$2,7 milyar, namun tingkat pertumbuhan ekonomi rata-

rata justru berada pada angka -3%. Masalah tersebut dikarenakan sulitnya

mengeksploitasi sumber-sumber alam yang terletak di daerah-daerah pegunungan

yang curam sehingga membutuhkan biaya besar untuk membangun infrastruktur

perekonomian tersebut. Oleh karena itu, pembangunan pertambangan sering

dilakukan oleh pihak asing. Dengan sering terjadinya pertikaian di Bougainville

mengenai masalah tanah dan pembagian keuntungan antara para pemilik tanah

dengan pemerintah mengakibatkan tingkat pengangguran yang tinggi.

Masalah yang terjadi di Bougainville, manajemen dan buruh tambang

hanya dikuasai oleh orang-orang Australia dan buruh dari Provinsi New Britain

Timur. Sedangkan penduduk setempat yang dipekerjakan relatif sedikit, namun

kerusakan yang diakibatkan oleh penambangan tersebut justru diserahkan kepada

penduduk setempat yaitu para pemilik tanah. Oleh karena itu, pemimpin

Page 34: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

72

pemberontakan Francis Ona menganggap bahwa kompensasi atas kerusakan

lingkungan demi masa depan generasi muda Bougainville yang dilanjutkan

dengan usulan peningkatan jumlah saham bagi pemilik tanah di perusahaan

pertambangan tersebut.

Kompensasi yang diberikan pertambangan hanya kepada para pemilik

tanah yang diakui dan terdaftar di perusahaan pertambangan. Salah satu perjanjian

antara perusahaan pertambangan dan asosiasi para pemilik tanah yang menuntut

hak para pemilik tanah terhadap adanya pertambangan tersebut. Perusahaan

mengklaim bahwa hanya terdapat 850 para pemilik tanah yang terdaftar atas surat

resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah, dan 5.000 orang lainnya tidak

mempunyai hak dan salah satunya Francis Ona (http://www.hartford-

hwp.com/archives/24/163.html).

Sementara itu, terjadinya pergolakan di salah satu wilayah Papua New

Guinea menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Masalah

separatisme Bougainville yang sudah mewarnai kehidupan politik PNG sejak

September 1975 dan muncul lagi pada tahun 1984 mempunyai akar permasalahan

yang sama dengan gerakan Francis Ona pada tahun 1988. Separatisme yang

dilakukan oleh kaum pemuda militan pimpinan Ona pada tahun 1988 ini,

meskipun tidak mempunyai hubungan dengan para pemimpin gerakan separatis

yang lalu tetapi tetap mempermasalahkan kepentingan ekonomi.

Sebagai daerah yang kaya dan menjadi daerah penghasil tanaman industri

terbesar di PNG seperti kopi, coklat dan kelapa, Bougainville menjadi daerah

tujuan para pencari kerja bagi sebagian besar penduduk PNG. Kehadiran para

Page 35: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

73

pekerja dari luar Bougainville tersebut menjadi masalah baru di Bougainville.

Pertambangan yang ada telah mengambil tanah-tanah milik adat penduduk

setempat. Sedangkan bagi penduduk Bougainville sendiri mereka memiliki ikatan

spiritual dengan tanah mereka dan tidak pernah menjual tanah-tanah mereka pada

orang lain.

Peraturan pertambangan yang dibuat oleh pemerintah dianggap telah

merugikan rakyat disebabkan karena pemerintah menggunakan hukum yang

berasal dari Barat (Australia) yang menganggap kandungan mineral yang ada di

dalam tanah menjadi hak milik negara. Peraturan tersebut bertentangan dengan

hukum adat setempat. Meski rakyat menentang pengambilalihan tanah dan

kehadiran pertambangan tetapi pertambangan tersebut tetap didirikan.

Masalah pemisahan diri Bougainville merupakan implikasi dari besarnya

kepentingan ekonomi Pemerintah PNG yang mengabaikan kepentingan

masyarakat setempat. Hamid (1992:117) mengungkapkan bahwa sebagai provinsi

yang kaya akan biji besi, penduduk Bougainville sebagai pemilik tanah hanya

menikmati uang hasil sewa tanah. Sementara keuntungan terbesar dari eksploitasi

ini jatuh ke tangan perusahaan BCL yang merupakan cabang perusahaan Conzino

Rio Tinto yang berpusat di Australia, dan menyumbang 45% dari ekspor PNG

serta memasukkan sekitar 20% devisa pemerintah PNG. Jika melihat akar

permasalahannya, gerakan separatis Bougainville hanya menginginkan pembagian

keuntungan dan keadilan ekonomi atas pertambangan yang ada di Bougainville,

karena tuntutan tersebut tidak dilaksanakan oleh pemerintah maka gerakan

Page 36: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

74

separatis Bougainville mengarah pada konflik politik dimana pada awalnya ini

merupakan konflik ekonomi saja.

Dampak negatif dari pertambangan tersebut sangat dirasakan oleh

penduduk di sekitar pertambangan. Penggusuran rumah-rumah penduduk,

terdesaknya penduduk oleh para pendatang, pengaruh budaya asing yang merusak

norma-norma dan perusakan lingkungan oleh pertambangan. Melihat kondisi

seperti itu, Bougainville menuntut perbaikan sosial dan ekonomi dengan menuntut

pembagian hasil keuntungan pertambangan.

Pemerintah dan BCL menolak tuntutan Bougainville. Akibat penolakan

tersebut penduduk Bougainville merasa kecewa oleh kebijakan yang dijalankan

pemerintah. Kemudian, mereka melakukan perlawanan terhadap pemerintah

dalam bentuk perusakan terhadap fasilitas pemerintah dan melakukan protes.

Pertentangan seperti ini disebabkan adanya pluralisme ekonomi dalam kehidupan

perekonomian mereka yang dicirikan dengan tidak adanya kehendak bersama

yang dapat diterima. Masyarakat Bougainville tidak dapat menerima kebijakan

ekonomi yang dibuat oleh pemerintah, sedangkan pemerintah sendiri kurang

mampu mengantisipasi tuntutan yang dilakukan oleh Bougainville. Hal ini juga

disebabkan tuntutan mereka tidak sama dengan daerah-daerah lainnya. Oleh

karena itu, pemerintah memandang tidak perlu memenuhi tuntutan mereka.

Akibatnya perlawanan BRA terhadap pemerintah sulit dihindari,

Bougainville sebagai wilayah yang letaknya paling jauh dari pusat pemerintahan

yaitu sekitar 600 Km2 dari Port Moresby ibukota PNG, Bougainville memiliki

potensi yang paling besar untuk tidak tunduk kepada pemerintahan pusat. Hal ini

Page 37: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

75

berkaitan dengan integrasi wilayah, dimana wilayah yang jauh dari pusat kontrol

terhadap wilayah tersebut semakin lemah. Akan tetapi sebagai negara yang

berdaulat, PNG merasa perlu untuk menetapkan peraturan yang dimiliki

pemerintah terhadap daerah Bouganiville. Sedangkan Bougainville sendiri

mempunyai keinginan untuk mengatur urusan domestik mereka sendiri.

Secara De Jure pemerintah memenuhi tuntutan Bougainville untuk

memperoleh otonomi yang besar. Akan tetapi dalam prakteknya (de facto)

otonomi yang besar tersebut tidak pernah dilakukan, ini sangat dirasakan oleh

Bougainville. Oleh karena itu, BRA terus memperjuangkan hak otonomi yang

besar tersebut. Francis Ona sendiri yang merupakan pemimpin BRA, dalam

tuntutannya tidak hanya mengenai masalah otonomi, tetapi juga menyangkut

masalah kerusakan lingkungan dan tuntutan ganti rugi atas kerusakan yang

diakibatkan dari pertambangan. Akan tetapi tuntutan tersebut berkembang

menjadi tuntutan untuk memisahkan diri akibat diabaikan oleh pemerintah.

Pemisahan diri tersebut sangat ditentang oleh pemerintah. Tetapi Ona tidak

mundur bahkan meningkatkan aksinya menjadi sabotase terhadap pertambangan.

Sabotase tersebut menimbulkan banyak korban jiwa.

Dampak yang ditimbulkan dari konflik antara pemerintah PNG dengan

gerakan separatis Bougianville terhadap aspek ekonomi cukup besar.

Bougainville sebagai wilayah yang kaya akan tambang menjadi pemasok utama

dalam pendapatan negara. Sejak terjadi kerusuhan dan konflik yang

berkepanjangan mengakibatkan pendapatan negara berkurang bahkan harus

mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengatasi masalah Bougainville

Page 38: GERAKAN SEPARATISME BOUGAINVILLE - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_034612_bab_iv_ok.pdf · demografi Papua New Guinea, gerakan separatisme Bougainville

76

khususnya dalam pengeluaran dana militer. Selain itu, rakyat Bougainville

kehilangan pekerjaan karena sarana pemerintah rusak sebagai akibat dari

kerusuhan yang berkepanjangan. Pada tahun 1989, sejak ditutupnya pertambangan

mengakibatkan 2.000 tenaga kerja dinonaktifkan. Tidak hanya sarana dan

prasarana tetapi juga perkebunan yang ada ditutup dan mengakibatkan kerugian

yang cukup besar.

Pemerintah PNG berupaya untuk memperbaiki sarana dan prasarana guna

menstabilkan pendapatan ekonomi rakyat Bougainville. Selain itu, dampak

dilakukannya blokade terhadap wilayah Bougainville menyebabkan lumpuhnya

pembangunan dan alur perekonomian di Bougainville. Pemerintah PNG melarang

adanya hubungan baik keluar maupun kedalam Bougainville. Situasi tersebut

memperburuk keadaan masyarakat, dengan tidak adanya pasokan bahan makanan,

bahan bakar, dan obat-obatan yang menimbulkan kesehatan masyarakat

terganggu. Don Woolford (1990:227) mengungkapkan bahwa akibat dari blokade

yang dilakukan pemerintah menimbulkan korban jiwa sekitar 200 tentara PNG

telah gugur, dan sekitar 10.000 penduduk Bougainville meninggal dunia, yang

kebanyakan meninggal karena sakit menular dan busung lapar akibat dari blokade

tersebut.