Gerakan Zapatista
Embed Size (px)
Transcript of Gerakan Zapatista

Zapatista
Gerakan politik dan kebudayaan menentang neo-liberalisme
“Sekarang jelaslah bahwa perbedaan antara Zapatista dengan organisasi politik
lainnya bukan terletak pada senjata atau topeng-topeng ski. Yang membuat kami
berbeda adalah dasar politik kami. Organisasi-organisasi politik, entah partai
kanan, tengah, kiri, entah populis, atau revolusioner, berupaya meraih
kekuasaan... satu sama lain mendeklarasikan diri sebagai pimpinan kita dan
mereka minta kita mengikuti dan mendukung mereka dalam memegang
kekuasaan... satu sama lain berjanji akan membenahi masa depan kita sampai
puas.
Kami tidaklah demikian. Kami tidak ingin orang lain, entah itu kanan, tengah atau
kiri memutuskan nasib kami. Kami ingin berperan serta langsung dalam putusan-
putusan yang mempengaruhi kami, untuk mengontrol mereka yang memerintah
kami, tanpa menghiraukan afiliasi politik mereka, dan mewajibkan mereka untuk
“memerintah dengan patuh”. Kami tidak berjuang untuk merebut kekuasaan,
kami berjuang untuk demokrasi, kebebasan dan keadilan. Dasar politik kami
adalah yang paling radikal di Meksiko, begitu radikal sampai-sampai semua
spektrum politik tradisional mencela kami dan menyingkir begitu saja dari igauan
kami. Bukan persenjataan yang membuat kami radikal, melainkan praktik politik
baru yang kami ajukan dan kami benamkan dalam diri ribuan lelaki dan
perempuan di Meksiko dan seluruh dunia: konstruksi sebuah praktik politik yang
tidak bertujuan merebut kekuasaan namun mengorganisir masyarakat.”1
1 Subcomandante Marcos, bayang tak berwajah hlm 291-293 (terjemahan), Insist Press, Yogyakarta, 2002

Pendahuluan
Gerakan Zapatista yang berkembang di negara Meksiko bagian tenggara,
tepatnya di wilayah Chiapas, merupakan gerakan sosial yang bertujuan politis
namun juga dalam kesempatan yang sama mengimplementasikan nilai-nilai
kebudayaan setempat pada pencapaian demokrasi adil yang mereka inginkan.
Pertama sebagaimana simpulan Neil Harvey2 bahwa tujuan gerakan Zapatista
bukan hendak menihilkan negara, namun menggeser “perimbangan kekuatan ke
arah gerakan-gerakan demokratis rakyat, dan karenanya mengisolir lalu akhirnya
memupuskan tendensi anti demokratis” yang ada dalam partai berkuasa PRI,
negara, dan masyarakat selebihnya. Lebih lanjut kita dapat mencermati tulisan
Subcomandante Marcos, tokoh intelektual nan fenomenal dari gerakan Zapatista
ini, pada abstraksi yang telah saya paparkan dimuka. Meskipun tujuan gerakan
ini memiliki orientasi politik namun Zapatista bukanlah gerakan perlawanan yang
bercita-cita hendak memisahkan diri dari negara meksiko dan membentuk
negara sendiri atau bahkan menggulingkan kekuasaan politik yang hingga saat
ini berkuasa. Mereka hanya menginginkan pemerintahan yang adil, jujur lepas
dari praktik korupsi yang semakin menggurita dan mencerminkan nilai-nilai
demkokrasi yang sepenuhnya berpihak pada rakyat. Khususnya dalam hal ini,
masyarakat adat di Chiapas yang berkat adanya Globalisasi, pasar bebas dan
NAFTA mereka harus dipaksa kehilangan tanah tempat tinggal mereka dengan
2 Subcomandante Marcos, Atas dan bawah: Topeng dan keheningan komunike-komunike
Zapatista melawan neo-liberalisme, Terjemahan Ronny Agustinus, Resist Book, Yogyakarta,
2005

jargon kapitalisme “agar lebih kondusif bagi pasar.” Tindakan ini diambil secara
sepihak oleh Presiden Carlos Salinas de Gortari semenjak negara Meksiko
masuk sebagai anggota NAFTA, ia mengubah system kepemilikan tanah di
Meksiko dengan mengamandemen pasal 27 UUD 1917 yang isinya menjamin
keberadaan ejido atau tanah komunal masyarakat tanpa bisa diganggu gugat.
Dengan amandemen ini berarti tanah komunal sekarang bebas diperjualbelikan,
sehingga masyarakat adat yang tadinya memiliki tanah tersebut dengan mudah
dapat digusur.3 Bagi Zapatista dan masyarakat Meksiko, tanah sangat penting
artinya. Karena disitulah letak keberadaan suatu negara-bangsa. Juga jati diri
masyarakat negara tersebut. Dengan adanya pasar bebas yang mengizinkan
tanah-tanah tersebut digarap oleh kaum pemodal, dikeruk keuntungannya untuk
kepentingan bisnis pihak swasta semata sementara rakyat Chiapas terus
terjungkal dalam kompleksitas yang miris maka tak ada lagi jati diri sebuah
bangsa disana. Inilah yang hendak diperjuangkan oleh Zapatista dengan
Subcomandante Marcos sebagai tokoh gerakan yang mampu menyedot
perhatian dunia. Beliau pulalah yang mengubah, untuk pertama kalinya dalam
sebuah gerakan perlawanan, struktur organisasi EZLN atau tentara pembebasan
nasional Zapatista yang cenderung hirarkhis militer dengan melibatkan
masyarakat adat yang mereka bela selama ini sebagai pihak kontrol dan
pengambil keputusan dalam setiap gerakan-gerakan yang dilancarkan Zapatista.
Sebab Marcos menilai bahwa masyarakat adat Chiapas pada dasarnya memiliki
orientasi politiknya sendiri sehingga ia berpendapat bahwa struktur militer 3 Lihat Andrew reding, “The Next Mexican Revolution”, World Policy Journal, musim gugur 1996;
Gerardo Nebia, “Globalization and the crisis of the PRI: Mexico’s rulling party fragmenting”, World
Socialist Web site, 8 April 1999, http://www.wsws.org/articles/1999/apr1999/mex-a08.shtml

modern mereka tidak boleh terlalu membayangi akar budaya masyarakat adat
dan komunitas dengan menyertakannya dalam gerakan yang membela kaum itu
sendiri. Oleh karena itu, disetiap wilayah yang telah dikuasai oleh Zapatista dan
EZLN, dalam pelaksanaan Kotapraja Otonom, komunitas-komunitas Zapatista
terus berkesperimen dengan bentuk pemerintahan swakelola yang paling tepat.
Antara lain dengan memisahkan sistem komando militer dari proses
pengambilan keputusan di desa dan komunitas. Pada perkembangannya, tata
demokrasi seperti inilah yang nantinya oleh EZLN dirangkum dalam “memerintah
dengan patuh.”4 Tidak hanya itu, perlawanan yang sebelumnya dilancarkan lebih
banyak menggunakan kekuatan militer atau kontak senjata dengan tentara
federal pemerintahan Meksiko, saat ini diubah oleh Subcomandante Marcos
menjadi perang kata-kata. Dimana ia banyak menulis Esai-esai, komunike-
komunike, cerpen dan bahkan sajak tentang gerakan Zapatista, tentang neo-
liberalisme dan tentang hal-hal lainnya yang berkaitan dengan perlawanan yang
sedang ia gencarkan. Dikemudian hari masyarakat dunia banyak terpaku pada
gerakan Zapatista justru setelah membaca tulisan-tulisan Marcos yang begitu
memukau. Karena menurut Marcos, kata adalah senjata yang bisa lebih
mematikan ketimbang bom.5
Dalam konteks aktual, apa yang terjadi di Meksiko pada saat ini juga
terjadi di negara kita Indonesia. Semua sistem dan pranata sosial yang ada telah
digerus habis-habisan oleh gelombang Globalisasi yang semakin merugikan
bangsa kita. Banyak dari BUMN kita yang diprivatisasi demi mewujudkan 4 Subcomandante Marcos, atas dan bawah: topeng dan keheningan komunike-komunike
Zapatista melawan neo-liberalisme, Yogyakarta, Resist Book, 20055 Bayang tak berwajah hlm 134-139

reformasi pasar ala sistem kapitalisme, kekayaan-kekayaan hayati yang kita
miliki sudah habis-habisan digerus oleh para konglomerat tanpa sesenpun dapat
dinikmati oleh rakyat, belum lagi proses korupsi yang semakin membabi buta di
kalangan DPR/MPR RI sehingga menambah daftar kesulitan yang mesti
ditanggung oleh rakyat jelata. Dalam hal ini sebagai masyarakat kita terpecah ke
dalam situasi yang anomik. Lalu, apakah kita mesti melakukan perlawanan
seperti gerakan Zapatista ini ? kalaupun perlu, saya mesti ingatkan bahwa
gerakan perlawanan yang dilancarkan Zapatista bukan untuk menggulingkan
kekuasaan, mengambil alih kekuasaan, mendirikan negara baru diatas negara
yang telah ada atau bahkan berusaha melepaskan diri dari negara kesatuannya.
Bukan! Melainkan mengharapkan sebuah tatanan pemerintahan yang
demokratis, jujur dan adil. Tepatnya lebih kepada tata cara penyelenggaraan
negara. Bukan, seperti yang banyak terjadi di Indonesia, memaksakan idealisme
kita tanpa peduli kelompok, komunitas atau golongan lain yang berbeda
pandangan seolah-olah bahwa idealismenyalah yang paling tepat untuk
direalisasikan. Zapatista telah menunjukan bahwa ia membela kaum adat tanpa
berusaha merecoki kebudayaan masyarakat itu. Bahkan memberikan
kesempatan pada kebudayaan tersebut untuk menentukan nasib mereka sendiri.
sama halnya di Indonesia, yang terbilang negara multikultural, dalam
perlawanan kita kesampingkan perbedaan-perbadaan primordial yang melekat
dalam diri kita. Namun tatkala dihadapkan pada wacana perubahan, kita tidak
boleh memaksakan kehendak dan pemikiran kita sendiri tanpa mengetengahkan
pandangan dan gagasan-gagasan yang lainnya.

Secara ringkas, paper ini terdiri dari judul yang memuat rumusan tema,
kemudian seperti yang telah dipaparkan saya tulis sebuah abstraksi yang
memuat kata-kata subcomandante Marcos mengenai gagasan gerakan
Zapatista itu sendiri, lalu terdiri pula pendahuluan kemudian diteruskan kepada
Bab I saya coba menuliskan profil Subcomandante Marcos yang namanya
banyak didengungkan oleh sekalian pengamat gerakan sosial, meskipun tidak
banyak yang diketahui tentang sosok Marcos. Bahkan tak jarang banyak
kesimpangsiuran mengenai siapakah Marcos sebenarnya ? lalu pada Bab II
saya akan menuliskan mengenai Zapatista dan pencapaian demokrasi pada
masyarakat adat di Chiapas pembahasan menitik berat pada sejarah dan
pembahasan salah satu komunike Zapatista yang, konon, katanya sempat
menggegerkan ranah dunia intelektual. Kemudian akhirnya diteruskan pada
rangkuman yang memuat point-point penting dalam pemaparan yang telah
dijabarkan pada bab-bab sebelumnya dan ditutup dengan daftar kepustakaan
serta referensi sumber-sumber paper ini.
1. Profil Subcomandante Marcos
Tidak banyak yang diketahui oleh media tentang siapa sebenarnya
Subcomandante Marcos, karena paras beliau selalu terbalut dalam topeng ski
dan cangklong tembakau sebagai ciri khas dirinya yang turut membedakan
dengan ikon gerakan sosial lainnya. Dalam beberapa penyelidikan, baik dari
pihak independen semacam jurnalis, pengamat maupun pihak intelijen

pemerintah Meksiko. Menyebutkan bahwa Subcomandante Marcos kurang lebih
pada tahun 1983 dalam pergerakan sayap militer EZLN berpangkat kapten dan
bernama Zakarias yang kemudian oleh atasannya Comandante Elisa dinaikkan
pangkatnya menjadi Subcomandante dengan nama perang “Marcos.”6 Namun
pada tahun 1995 pemerintahan Presiden zedillo memampang sebuah foto
seorang pria berjanggut yang diklaim pemerintah tersebut sebagai
Subcomandante Marcos “sesungguhnya”. Menurut pemerintah, Marcos adalah
Rafael Sebastian Guillen Vicente, mantan profesor kelahiran Tamaulipas. Ia
masuk sekolah Jesuit sebelum mengambil gelar doktor filsafat di UNAM pada
awal 1980-an Guillen lantas mengajar di Universidad Autonoma Metropolitana
(UAM), kampus Xochimilico, Mexico City, “magnet bagi seniman subversif, calon
pejuang gerilya dan pemikir-pemikir politik berlidah tajam.” Kata Ilan stavans,
pakar sastra dan budaya Amerika Latin, Guillen dikenal atas “intelektualitasnya
yang tajam dan pembicaraan panjangnya yang menular.” Gaya penulisan
disertasi Guillen punya kemiripan mencolok dengan komunike-komunike Marcos.
Stavans sendiri adalah mahasiswa UAM saat Guillen masih mengajar di sana.
Gaya sastra Marcos, menurutnya, “penuh poskriptum dan bobot serta referensi
dari atas bawah,” cocok dengan “kuliah posmo dan omongan melantur
halusinatif waktu itu di Xochimilico.”7
Melihat semua bukti yang ada tampaknya klaim pemerintah itu dapat
dibilang tepat. Karena belakangan, banyak pengamat yang sering
mengaitkannya dengan Rafael Sebastian Guillen Vicente. Meski Marcos sendiri 6 Bayang tak berwajah, op cit7 Subcomandante Marcos, Atas dan bawah: Topeng dan keheningan komunike-komunike
Zapatista melawan neo-liberalisme, op cit

sebenarnya berkelit dari klaim tersebut, tapi terlepas dari benar atau tidaknya
dalam wawancara dengan Gabriel Garcia Marquez, Marcos menjawab tidak
penting dirinya adalah si A atau B. Yang terjadi disini adalah, lanjutnya, apakah
Subcomandante Marcos sekarang dan bukan siapa dia dulunya8. Marcos
menganggap dirinya sudah bukan lagi sosok nyata melainkan sebuah lambang
(perhatikan pemakaian kata apa dan siapa dalam jawabannya). Menurut Michael
Mc Caughan Marcos adalah jembatan krusial antara Meksiko “sungguhan” (adat
istiadat dan identitas komunal) dengan Meksiko “imajiner” (Kartu kredit, pabrik-
pabrik dan film Hollywood). Buah pena Marcos dapat menjangkau semua
segmen masyarakat mulai profesof Sosiologi, buruh, sampai anak-anak kecil.
2. Zapatista dan pencapaian demokrasi di Meksiko Tenggara
2. 1. Zapata, Zapatisme dan Zapatista9
Dengan robohnya tembok Berlin dan blok Soviet, kapitalisme seolah kalap.
IMF dan World Bank menggencarkan langkah-langkah “reformasi pasar” ke
seluruh dunia. Hanya pasar bebaslah yang memungkinkan manusia
mendorong penuh potensi individualnya untuk menyejahterakan diri. Hanya
pasar bebaslah, menurut mereka, yang memungkinkan kekayaan
didistribusikan atau “dikucurkan” ke seluruh pelosok bumi. Tapi impian
makroekonomi ini seperti biasa bertabrakan dengan kenyataan riil. Dengan
bergabungnya Meksiko ke dalam NAFTA justru malah menyengsarakan para
8 Subcomandante Marcos, Atas dan Bawah, op cit9 Subcomandante Marcos, Atas dan Bawah, op cit

petani adat di Chiapas. Karena, seperti yang telah dipaparkan dalam
pendahuluan, pemerintah Meksiko, yang kala itu dipimpin oleh presiden
Carlos Salinas de Gortari, diharuskan mengubah sistem kepemilikan
tanahnya dengan mengamandemen pasal 27UUD 1917 itu. pasal inilah inti
dari reforma agraria Emiliano Zapata yang diperjuangkan selama Revolusi
1910-1920 (perjuangan yang meminta korban sekitar satu juta jiwa). Selain
menghapus reforma agraria, langkah-langkah pro-pasar Salinas lainnya
secara tipikal mencakup liberalisasi dan privatisasi. Delapan persen BUMN
dijual pada swasta. Agribisnis-agribisnis raksasa kini bisa membuka ladang
dengan sesuka hatinya ditambah liberalisasi pasar akhirnya memangkas
berbagai macam subsidi primer sehingga berdampak pada daya beli
masyarakat Meksiko akan kebutuhannya. Masyarakat Meksiko semakin
tenggelam dalam kemiskinan yang komplek. Apalagi ditambah dengan
sarana dan prasarana penting semacam pendidikan dan kesehatan banyak
yang terbengkalai begitu saja. Padahal menurut survei, daerah Chiapas
merupakan salah satu bagian di Meksiko Tenggara yang kekayaan alamnya
cukup menjanjikan. Namun justru diimbangi dengan angka kemiskinan yang
juga cukup mengerikan.
Maka pada malam 31 Desember 1993, saat para pembesar bersulang
merayakan datangnya Tahun baru serta NAFTA, tiba kabar bahwa
Sekelompok gerilyawan yang menamakan diri tentara Pembebasan Nasional
Zapatista (Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional atau EZLN) menyerbu
keluar dari persembunyiannya dihutan lacandon dan menduduki 6 kota besar

di negara bagian itu. dari balaikota San Cristobal de las Casas mereka
memfaks deklarasi perangnya ke Istana Presiden dan kantor-kantor berita
diseluruh dunia. Tak hanya itu, EZLN pun turut mengundang pusat-pusat
HAM, LSM dan Palang Merah Internasional untuk turut mengontrol perang
mereka dan mengantisipasi pelanggaran HAM yang mungkin terjadi. Tujuan
pemberontakan ini pada dasarnya kesejahteraan masyarakat Meksiko
khususnya di Chiapas. Mereka mengkritisi gerakan perlawanan lain di
Meksiko yang menginginkan dipenuhinya tujuan-tujuan mereka dengan
merebut kekuasaan yang bersandar pada atas nama rakyat, entah lewat
senjata atau pemilu. Karena bagi EZLN tidak peduli siapa pemimpin dan
afiliasi politiknya, yang jelas rakyat sipil mendapatkan semua hak-haknya
secara adil dan demokratis.
Ditengah kecamuk perlawanan, masyarakat Meksiko yang tergugah oleh
gerakan EZLN bangkit menggelar demo terbesar yang pernah ada, agar
diadakan gencatan senjata antara pemerintah federal dengan EZLN.
Semenjak itulah EZLN mengganti bentuk perlawanan mereka dari senjata
menjadi kata-kata. Dan dalam hal ini, Subcomandante Insurgente Marcos,
sebagai juru bicara dan tokoh intelektual gerakan EZLN, menggebrak ranah
politik, juga sastra, dengan prosa-prosa dan komunike-komunikenya yang di
edarkan di setiap surat kabar di Meksiko. Beliau pulalah yang menyebarkan
gagasan mengenai Zapatista ke seluruh dunia. Zapatista yang secara harfiah
berarti pengikut Zapata, diambil dari salah satu tokoh revolusi meksiko awal
abad 20 Emiliano Zapata. Meskipun disamping itu ada 4 orang tokoh lainnya

namun Cuma Zapata yang mencerminkan seorang revolusioner. Ia menulis
manifesto politik berjudul Plan de Alaya, dalam manifestonya itu Zapata
menyerukan redistribusi lahan milik tuan-tuan tanah secara bertingkat,
tunjangan bagi janda dan anak-anak yatim yang suami atau ayahnya
terbunuh selama Revolusi. Meskipun sempat jadi bahan tertawaan, karena
manifestonya dipenuhi kesalahan ejaan dan pengulangan-pengulangan
(Zapata nyaris buta huruf) namun oleh sebagian aktivis sosialis sayap kiri
radikal macam Antonio Diaz soto y Gama dan Luiz Mendez gagasan Zapata
disebarluaskan dan dikembangkan kedalam bentuk tulisan yang lebih jauh.
inilah persamaan antara Zapatisme di pegunugan Morales awal abad 20
dengan Zapatisme tahun 1993 di kerumunan hutan lebat Lacandon di
Chiapas. Sama-sama menginginkan hak utama atas warga masyarakatnya
yaitu lahan atau tanah. Atau dapat pula ditarik kesimpulan hak masyarakat
atas kekayaan alamnya sendiri. Serta keadilan yang dapat dinikmati oleh
segenap rakyatnya tanpa terkecuali.
2. 2. komunike Zapatista, Dunia: tujuh pemikiran di bulan Mei 200310
Diantara banyak komunike-komunike yang diusung oleh Subcomandante
Marcos saya lebih memilih yang satu ini. karena padasarnya komunike-
komunike Zapatista ala Marcos membahas masalah yang sama. Yaitu
tentang ketidak adilan pemerintah yang telah dikuasai oleh sistem neo-
liberalisme skala internasional dan memeperbincangkan letak martabat
10 Diambil dari majalah Meksiko Rebeldia, lihat Subcomandante Marcos, Atas dan bawah, op cit

manusia diantara gempitanya mesin-mesin industri. Dalam tujuh pemikirian
dibulan Mei, Marcos mengawalinya dengan Teori. Letak teori dalam sebuah
gerakan sosial-politik amat jelas. Ia membedakan antara seorang teoritikus
yang pasti juga seorang intelektual namun seorang intelektual belum tentu
teoritikus. Lebih lanjut ia mengkritisi kaum intelektual yang menghasilkan
konsep di balik meja dengan asumsi-asumsi untukmencapai perubahan yang
cenderung asal-asalan dan menilai suatu gerakan sosial dengan satu sudut
pandang yang dangkal. Marcos menulis : “kami yakin sebuah gerakan harus
menghasilkan refleksi teoritisnya sendiri (catat:bukan apologinya). Dengan
begitu ia bisa memasukkan apa yang muskil dalam teori belakang meja,
yakni praktik transformatif gerakan tersebut. kami lebih suka menyimak dan
membahas dengan orang-orang yang meng-analisa dan merefleksikannya
secara teoritis di dalam dan bersama gerakan dan organisasi, bukan
diluarnya atau yang lebih parah diantara pundaknya.” Pemikiran yang kedua
adalah mengenai Negara-bangsa dan polis. Marcos sering sekali
membicarakan hal ini, khususnya negara-bangsa, dalam hal ini Marcos
tampaknya ingin mempertanyakan letak negara-bangsa yang akhirnya
semakin hilang dengan masuknya globalisasi dan rezim pasar bebas. Marcos
menulis: “Globalisasi artinya membuat dunia ini mendunia, tidak ditandai
hanya oleh revolusi teknologi digital. Desain internasionalis yang serba uang
menemukan perangkat dan kondisi untuk menghancurkan rintangan-
rintangan yang menghalangi dalam melaksanakan kerjanya: menaklukan
seisi planet dengan logikanya. Salah satu rintangan tersebut –perbatasan

dan negara bangsa –menderita dan sedang menderita gempuran perang
dunia (yang keempat).” Pemikiran yang ketiga adalah Politik. Marcos
menulis bahwa tampaknya tak ada lagi cita-cita politik saat ini yang mau
mengemban masa depan negara ke arah yang lebih baik. Ia menulis:”bila
negara-bangsa dulu punya kemampuan “melihat jauh ke depan” dan
memproyeksikan kondisi-kondisi yang diperlukan bagi modal untuk
berkembang biak in crescendo, dan turut menolongnya menangani krisis-
krisis periodik, penghancuran dasar-dasar fundamentalnya itu
menghalanginya merampungkan tugas tersebut.” lebih jauh Marcos menulis:
“bila uang adalah dinamit, maka para politisi adalah “reserse” penghancuran
ini (penghancuran negara-bangsa). Pemikiran keempat adalah Perang.
Marcos dengan terang menulis: “dalam tekanan posmodern masyarakat
kekuasaan, perang adalah dipan.katarsis maut dan kehancuran
menenangkan, tapi tidak menyembuhkan. Krisis-krisis masa kini jauh lebih
buruk ketimbang masa lalu, dan karenanya, solusi radikal yang ditawarkan
kekuasaan buatnya, perang, jauh lebih parah ketimbang di zaman
sebelumnya.” Marcos lagi-lagi meng-kritisi sikap pemerintah yang cenderung
melakukan tindakan represif secara sepihak ke pada golongan yang
menentangnya demi memuluskan jalannya neo-liberalisme. Pemikiran kelima
adalah Budaya. Dengan melenggangnya duo globalisasi dan pasar bebas,
jati diri sebuah negara-bangsa seolah tergerus. Masyarakat Meksiko
cenderung dihadapkan pada sebuah Meksiko “imajinasi” yang instan dan
jauh dari segala hal cerminan masyarakat Meksiko itu sendiri. Dalam

tulisannya: “budaya adalah salah satu dari sekian hal yang menjaga agar
Negara-Bangsa terus bernafas. Pengenyahan budaya akan menjadi coup d’
grace. Tak seorangpun akan menghadiri pemakamannya, bukan karena
kurang pengetahuan, tapi karena “rating.” Pemikiran keenam adalah
Manifesto dan Demonstrasi. Dalam hal ini marcos menulis bahwa perang
abad dua puluh satu, lebih diwarnai oleh keadaan sepihak Amerika beserta
sekutunya untuk membumikan paham globalisasi dan kapitalisme di negara-
negara tersebut. Maka tak jarang Manifesto-manifestonya menguatkan
segala hal peperangan yang diinginkan oleh Amerika. Meskipun akan banyak
protes dan demonstrasi, tapi, menurut Marcos itu tidak akan cukup
menghentikan dominasi negara semacam Amerika sebab kita membutuhkan
yang namanya Perlawanan. Menurut Marcos perlawanan lah yang
dibutuhkan untuk menanggapi kesewenangan-kesewenangan yang terjadi.
Tapi penolakan itu bukan penolakan untuk tidak berpolitik melainkan
penolakan terhadap cara mereka (para penguasa) berpolitik. Dalam
tulisannya: “banyak patung boleh bertumbangan, tapi bila kebulatan tekad
dijaga dan dikukuhkan selama bergenerasi-generasi, kemenangan
perlawanan itu mungkin. Tidak akan ada tanggal pasti, tidak akan ada pula
parade-parade menjemukan, tapi kejatuhan yang telah diramalkan dari
sebuah aparatus –yang membelokkan mesinnya sendiri ke dalam proyek
tatanan baru –akan berakhir rampung. Aku tidak mengkhotbahkan harapan
kososng, tapi mengingat sekelumit sejarah dunia, dan ditiap negara, secuil
sejarah nasional. kami akan menang, bukan karena itu takdir kami, atau

karena begitulah yang ditulis dalam perpustakaan pemberontak atau
revolusioner kita masing-masing, tapi karena kami bekerja dan berjuang
untuk itu.” selanjutnya menurut Marcos, maka dari itulah kita seyogyanya
memberikan sedikit rasa hormat kepada mereka yang sedang melawan dan
berjuang dari ketertindasan.
3. Rangkuman
Perjalanan gerakan sosial-politik semacam Zapatista ini cukup menarik.
Karena memiliki tendensi tujuan politis namun akar budaya setempat, dalam
menentukan arah gerakan perlawanan ini, juga cukup kental. Berbeda dengan
gerakan perlawanan lainnya, yang biasanya berniat merebut kekuasaan yang
telah memerintah kemudian menentukan aturan mereka sendiri terhadap
wilayah-wilayah yang telah dikuasainya. Zapatista justru tidak begitu, EZLN
hanya bertugas membersihkan daerah yang telah dikuasai pemerintah kemudian
Gerakan Zapatista ini membiarkan masyarakat yang telah terbebaskan tersebut
mengatur otonomi masyarakatnya sesuai akar budaya yang telah mereka miliki.
Tanpa mencampurinya sedikitpun. Tugas EZLN hanya melindungi masyarakat
sipil yang dipaksa menuruti autran-aturan pemerintah yang merugikan mereka.
Yang kedua, gerakan Zapatista ini, juga melakukan perlawanan tidak
hanya pada kontak senjata semata namun juga melalui kata-kata. Jika ditarik
lebih luas yaitu perang opini dan pemikiran. Meski banyak pula kritik yang

dilontarkan, baik kepada Zapatista maupun secara personal kepada
Subcaomandante Marcos itu sendiri tapi pada akhirnya Zapatista, mau tidak
mau, diakui sebagai gerakan yang tidak hanya barbarian namun juga intelektual.
Buktinya, pada tanggal 21 Maret 2001 EZLN resmi memasuki ibukota untuk
bertemu kongres dengan ratusan ribu orang dari segala penjuru Meksiko dan
dunia menyambut rombongan karavan EZLN di alun-alun Meksiko City. Kejadian
ini dirayakan oleh pers sebagai tonggak sejarah gerakan akar rumput.
Kritik saya terhadap gerakan Zapatista ini adalah sebenarnya pada posisi
marcos itu sendiri sebagai tokoh intelektual di balik gerakan ini. Konsep
mengenai Zapatista, merubah perlawanan dari senjata dengan kata-kata dan
orang yang berani membalik struktur hirarkhis-militer EZLN dengan menyertakan
komunitas adat Chiapas sebagai pemegang komandonya adalah Marcos itu
sendiri. Dan tampaknya dalam gerakan ini tak ada lagi yang memiliki daya pikir
seperti Marcos. Dengan kata lain sosok Marcos baik pada gerakan Zapatista
maupun EZLN punya pengaruh yang luar biasa besar. Karena gerakan zapatista
ini jadi begitu populer berkat komunike-komunike Marcos yang tajam. Sehingga
kaitan antara Marcos dengan Zapatista seperti dua hal yang tak pernah
terpisahkan. Apalagi ditambah pengakuan Marcos bahwa dirinya bukan lagi
sosok nyata melainkan lambang, hal tersebut dapat berdampak pada alur
perjuangan Zapatista. Tanpa adanya Marcos, bisa jadi Zapatista hanyalah
sebuah gerakan perlawanan biasa seperti pada negara-negara miskin lainnya.
Karena lambang sebuah gerakan merupakan salah satu spirit perjuangan
gerakan tersebut terus ada. Jika, misalnya, Marcos mesti wafat lalu siapakah

yang dapat meneruskan kata-kata, komunike-komunike, esai-esai dan dongeng-
dongeng seputar neo-liberalisme dengan begitu memukau ? Meski Zapatista
banyak dibayangi oleh kaum “universitas” namun tampaknya belum terlihat satu
pun yang mampu membawakan gagasan-gagasannya se cemerlang Marcos.
4. sumber rujukan
1. Subcomandante Marcos, bayang tak berwajah (terjemahan), Insist Press,
Yogyakarta, 2002
2. Subcomandante Marcos, atas dan bawah: topeng dan keheningan komunike-
komunike Zapatista melawan neo-liberalisme (terjemahan Ronny Agustinus),
Yogyakarta, Resist Book, 2005
3.Subcomandante Marcos, Kata adalah senjata (terjemahan Ronny Agustinus),
Yogyakarta, Resist Book, 2005