Post on 09-Aug-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT
PENDIDIKAN AGAMA ANAK
( Deskriptif Tentang Pendidikan Agama Anak Berdasarkan Fungsi Sosial
Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Bamjarsari, Kota
Surakarta )
SKRIPSI
Disusun Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi
Oleh :
INDIRA PRAMITA
D0304045
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SURAKARTA
2011
MOTTO
Nasehat itu seperti salju, semakin lembut ia jatuh, semakin lama ia bertahan, dan
semakin dalam merasuk kedalam pikiran. (Kahlil Gibran)
Pengalaman membuat aku mampu untuk mengenal sebuah kesalahan bilamana aku melakukannya lagi dan lagi.
(Indira Pramita)
Jangan takut akan hidup, percayalah bahwa hidup amatlah berharga, dan kepercayaanmu akan membantu menciptakan kenyataan.
(Jalaludin Rumi)
Cinta membuat jalan keras menjadi lunak dan membalikkan kegelapan menjadi cahaya, serta kehormatan yang berada di hadapan jiwa mengalahkannya dari
gairah dan keinginannya.
(Kahlil Gibran)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk:
Mama dan Papiku yang tidak henti-hentinya memberikan dos dan motivasi agar cepat terselesainya skripsi ini
Tito Iswara, SE dan Dwi Nuryanti, SE, kakak dan kakak iparku yang selalu memberi dorongan agar aku menjadi orang yang bisa menjadi banggaan
orang tua
Galih Handoko, A.md “Si Tonggoz” makasih buat doa dan supportnya, akhirnya aku jadi sarjana nie, jangan ngejek lagi yaaa….
Wibi “Ndutz” Putra Pratama makasih sudah mau menjadi tempat untuk berbagi keluh kesah, saran dan kritik mu yang selalu menjadi pembelajaran
buat aku…
Teman-teman dan Almamater tercinta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamiin. Atas ijin Allah SWT sehigga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini tahap demi tahap. Tidak ada kata yang pantas
selain memanjatkan syukur kehadirat-Nya. Tidak lupa pula shalawat kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa kita tunggu syafaatnya hingga akhir
zaman. Sungguh semua ini semata-mata untuk mendapatkan mardhatillah.
Karya sederhana ini berjudul:
“FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENDIDIKAN AGAMA ANAK” (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta)
Skripsi ini merupakan sebagian kecil yang dapat digali oleh penulis
untuk memaparkan mengenai fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam
meningkatkan pemahaman keagamaan dalam realitas kehidupan sehari-hari
kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota
Surakarta. Semoga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang
mengambil tema yang sama.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih
kami haturkan kepada:
1. Prof. Drs. Pawito, Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta.
2. Dr. Bagus Haryono, M. Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP UNS
Surakarta.
3. Drs. Jefta Leibo, SU selaku Pembimbing Akademik selama penulis
berada di bangku kuliah.
4. Prof. Dr. RB. Soemanto, MA selaku Pembimbing Skripsi. Terima
kasih untuk kesabaran Bapak dalam membimbing dan mengarahkan
penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Seluruh staf pengajar Jurusan Sosiologi FISIP UNS atas ilmu yang
telah penulis dapatkan dari Bapak/Ibu sekalian.
6. Seluruh staf Kelurahan Sumber yang telah memberikan ijin penelitian
untuk skripsi penulis.
7. Para pengajar TPA dan Pengurus Masjid Rohmah di Kelurahan
Sumber yang telah memberikan informasi dalam penyelesaian skripsi
ini.
8. Bambang Warsono beserta Mis Irianti, orang tua yang tidak pernah
lelah, dengan kesabaran dan ketulusan hati memanjatkan doa dan
memberikan seluruh fasilitas demi terciptanya karya sederhana ini.
9. Tito Iswara, SE dan Dwi Nuryanti, SE untuk support dan doanya.
10. Galih Handoko, Amd yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi penulis baik dalam bentuk moril maupun materiil.
11. Wibi Putra Pratama, anak sekolahan yang mau mendengarkan segala
keluh kesah dan memberikan semangat penulis disaat sedang tidak
bergairah dalam membuat karya ini.
12. Kawan-kawan Sosiologi angkatan 2004, semoga kita dipertemukan
lagi di forum yang lain.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih
buat semuanya.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa depan,
demi terciptanya masyarakat adil-makmur yang diridhoi Allah SWT. Semoga
dapat menjadi sumbangan referensi bagi ilmu pengetahuan.
Surakarta, Januari 2011
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK Indira Pramita, D0304045, FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Agama mengandung manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia yang menganutnya, walaupun masih banyak didapati orang-orang yang tidak mepedulikan kehidupannya. Mereka cenderung melakukan hal-hal yang menyenangkan dirinya tanpa memikirkan orang lain walau perbuatannya itu merugikan orang lain. Keluarga sebagai institusi sosial terkecil merupakan fondasi untuk membangun kehidupan sosial/bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Keluarga juga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk mengenal nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungannya. Peran penting keluarga dalam memberikan pemahaman keagamaan tentu sangatlah besar bagi sang anak. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan pemahaman keagamaan dalam realitas kehidupan sehari-hari kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model analisis interaktif. Teknik pengambilan informan menggunakan purposive sampling. Dari masing-masing teknik tersebut secara berurutan didapatkan sasaran penelitian, anak-anak usia 7-15 tahun di wilayah Kelurahan Sumber, orang tua dari anak-anak tersebut, dan pihak lain yang terkait dengan peningkatan religiusitas anak. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dokumentasi. Proses validitas data dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pada dasarnya keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan religiusitas anak. Keluarga (orang tua) juga sangat efektif didalam memberikan contoh perilaku tentang pemahamaan keagamaan seperti dengan mengajarkan sholat atau mengikutsertakan anak dalam kegiatan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) misalnya. Selain itu, ada faktor eksternal maupun internal yang menjadikan kendala orang tua dalam memberikan pemahaman keagamaan.
ABSTRACT Indira Pramita, D0304045, FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Religion contains a huge benefit in human life which following, although there are still many people who are found not care for his life. They tend to do things that please him without thinking of others even though his actions were harming someone else. The smallest of the family as a social institution is the foundation for building social / societal extensively for the better. Family is also the first and foremost a place for children to know the values prevailing in its environment. Family have an important role in providing religious understanding necessarily for the kids.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
This study aims to explain the social function of families especially parents in improving religious understanding in the reality of everyday life to children in the area of Village Resources, District Banjarsari, Surakarta. This study uses qualitative research methods with interactive analysis model. Retrieval techniques informants using purposive sampling. From each of these techniques sequentially obtained goals of this study, children aged 7-15 years in the Village of sources, parents of these children, and other parties associated with increased religiosity of children. Data collection techniques using in-depth interviews, observation, and documentation. Data validation process by comparing the observed data with data from interviews, and comparing the results of interviews with the contents of a document related. Results of research indicated that family basically has a very important role in the increased religiosity of children. Family (parents) are also very effective in providing examples of the behavior of religious comprehension. like to teach the prayers or to include children in the activities of Al-Quran Education Park (TPA) for example. In addition, there are external and internal factors that make the constraints of parents in providing religious understanding.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
MOTTO ...................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN....................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 8
E. Tinjauan Pustaka ................................................................ 8
F. Landasan Teori ................................................................... 12
G. Kerangka Pemikiran ........................................................... 23
H. Metodologi Penelitian ........................................................ 26
1. Lokasi Penelitian .......................................................... 26
2. Jenis Penelitian ............................................................. 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Sumber Data ................................................................. 26
4. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 27
5. Teknik Pengambilan Sampel ................................................. 28
6. Validitas Data ........................................................................ 30
7. Teknik Analisa Data .............................................................. 31
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Keadaaan Geografis .................................................................... 34
1. Letak Daerah ........................................................................ 34
2. Batas Wilayah ....................................................................... 35
3. Luas Wilayah ........................................................................ 35
B. Keadaan Penduduk ..................................................................... 36
1. Jumlah Penduduk .................................................................. 36
2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur .... 36
3. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ............. 38
4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian................ 39
5. Komposisi Penduduk Menurut Agama ................................. 41
6. Penduduk WNI Keturunan dan WNA .................................. 42
7. Sarana dan Prasarana ............................................................ 43
C. Kondisi Kelurahan Sumber dan Kegiatan Keagamaannya ......... 45
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sosialisasi Nilai Agama dari Orang Tua Kepada Anak ............. 51
B. Pengaruh Religiusitas dari Orang Tua Kepada Anak ................ 76
C. Kendala-kendala yang dihadapi Orang Tua dalam Memberi
Teladan Bagi Anaknya ............................................................... 101
BAB IV PENUTUP
A. ..........................................................................................Kesim
pulan .......................................................................................... 120
B. ...........................................................................................Saran
................................................................................................... 123
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 125
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel I. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ....................................... 37
Tabel II. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ................................................ 38
Tabel III. Penduduk Menurut Mata Pencaharian .................................................. 40
Tabel IV. Penduduk Menurut Agama ................................................................... 41
Tabel V. Penduduk WNA dan WNI Keturunan ................................................... 42
Tabel VI. Daftar Kategori Informan ...................................................................... 51
Tabel VII. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut
Pandang Orang Tua ............................................................................... 60 Tabel VIII. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut
Pandang Tokoh Masyarakat .................................................................. 65 Tabel IX. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut
Pandang Anak ....................................................................................... 71 Tabel X. Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Orang Tua .......................... 82 Tabel XI. Matrik Fungsi Religi dalam Sudut Pandang Tokoh Masyarakat ......... 89 Tabel XII. Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Anak .................................. 97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel XIII. Matrik Kendala Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua .. 106 Tabel XIV. Matrik Kendala-Kendala yang dihadapi Tokoh Masyarakat
dalam Memberi Teladan Bagi Anak .................................................... 109
Tabel XV. Matrik Fungsi Sosial Keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak ... 116
DAFTAR BAGAN
Bagan I. Model Analisis Interaktif ................................................................... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Agama mengandung manfaat yang begitu besar dalam kehidupan
manusia yang menganutnya, tetapi masih banyak didapati orang-orang
yang tidak mempedulikan kehidupannya. Mereka cenderung untuk
melakukan hal-hal yang membuat dirinya senang tanpa memikrkan orang
lain sekalipun ia sudah menggangu kepentingan orang lain tersebut. Ini
dapat dilihat dari masih banyaknya tindakan-tindakan kriminal yang ada
dalam masyarakat yang tidak sedikit melibatkan orang-orang yang
beragama.
Lembaga agama merupakan sistem keyakinan dan praktek
keagamaan penting dari masyarakat yang telah dibakukan dan dirumuskan
serta yang dianut secara luas dan dipandang sebagai perlu dan benar.
Asosiasi agama merupakan kelompok orang yang terorganisasi yang
secara bersama-sama menganut keyakinan dan menjalankan praktek suatu
agama. Agama atau religi dapat didefinisikan sebuah sistem keyakinan dan
praktek sebagai sarana bagi sekelompok orang untuk menafsirkan dan
menaggapi apa yang mereka rasakan sebagai pengada adikodrati
(supranatural) dan kudus. (Johnstone, 1975, hal.20)
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
” Ada empat indikator kebahagiaan keluarga seseorang, yaitu ketika ia
memiliki istri/suami yang saleh, anak-anak yang shaleh, sahabat-sahabat
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang shaleh, dan rizki yang ada dekat dengan keluarganya” (HR. Ad-
Daelami dari Ali bin Abi Thalib ra). Hadits tersebut dapat dimaknai bahwa
sebuah keluarga dapat bahagia penuh kasih sayang manakala anggota
keluarganya bapak/ibu, anak, sahabat dan yang terkait dengannya saleh
penuh keberkahan. Keluarga yang seperti inilah yang akan mampu
melahirkan karakter bangsa yang mandiri.
Keluarga sebagai institusi sosial terkecil, merupakan fondasi dan
investasi awal untuk membangun kehidupan sosial dan kehidupan
bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Sebab, di dalam keluarga
internalisasi nilai-nilai dan norma-norma sosial jauh lebih efektif
dilakukan ketimbang melalui institusi lainnya di luar keluarga. Lembaga
yang paling ampuh dalam proses internalisasi prinsip-prinsip tersebut
adalah keluarga. Melalui keteladanan dan pembiasaan dalam keluarga,
segala prinsip itu dapat ditanamkan. Keteladanan dan pembiasaan ini
merupakan metode utama dalam pembentukan karakter anak, terutama
dalam keluarga.
Di keluargalah kali pertama anak-anak mendapat pengalaman
langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari
melalui latihan fisik, sosial, mental, emosional dan spritual. Karena anak
ketika baru lahir tidak memiliki tata cara dan kebiasaan (kebudayaan) yang
begitu saja terjadi sendiri secara turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, oleh karena itu harus dikondisikan suatu hubungan
yang harmonis antara anak dengan agen lain (orang tua dan anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keluarga lain) dan lingkungan yang mendukungnya baik dalam keluarga
atau lingkungan yang lebih luas.
Keluarga merupakan unsur sentral dalam ajaran Islam. Sebab unit
keluarga memang merupakan sendi utama masyarakat. Atas landasan unit-
unit keluarga yang sehat akan berdiri tegak bangunan masyarakat yang
sehat.
Keluarga adalah sebuah institusi yang minimal memiliki fungsi-
fungsi sebagai berikut. 1) Fungsi religius, yaitu keluarga memberikan
pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya; 2) Fungsi afektif,
yakni keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan; 3)
Fungsi sosial, keluarga memberikan prestise dan status kepada semua
anggotanya; 4) Fungsi edukatif, keluarga memberikan pendidikan kepada
anak-anaknya; 5) Fungsi protektif, keluarga melindungi anggota-
anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis, dan psiko-sosial; dan 6) Fungsi
rekreatif, yaitu bahwa keluarga merupakan wadah rekreasi bagi
anggotanya.
Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan
agama (value transmitter). Artinya, keluarga merupakan tempat pertama
dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nilai-nilai yang
berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sangat sepele, seperti
menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai pada hal-hal yang sifatnya
sangat rumit, seperti interpretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tentang berbagai interaksi manusia. Suatu keluarga akan menjadi kokoh,
bilamana keenam fungsi yang disebutkan tadi berjalan harmonis.
Sebaliknya, bila pelaksanaan fungsi-fungsi di atas mengalami hambatan
akan terjadi krisis keluarga. Keluarga juga akan mengalami konflik, bila
fungsi-fungsi itu tidak berjalan secara memadai. Misalnya, jika fungsi
edukatif tidak berjalan efektif maka kemungkinan hubungan anak dan
orangtua akan mengalami ketidakteraturan (disorder).
Pendidikan sangat penting bagi perkembangan psikologi dan
tingkah laku anak. Orang tua yang tidak memberikan pendidikan yang
benar kepada anaknya, dan tidak mendidiknya dengan sopan santun serta
akhlak yang mulia, tidak akan memetik hasil, kecuali seorang anak yang
berperilaku berani dan bermusuhan dengan orang tuanya. Perkembangan
manusia secara psikis terjadi perubahan-perubahan dalam diri seseorang
untuk tercapainya kepribadian yang sempurna.
Sebagai penerus utama nilai-nilai, dalam lingkungan keluarga juga
berlangsung mekanisme pemilihan tokoh identifikasi. Anak meniru pola
perilaku orang dewasa di dalam keluarga. Yang ditiru dapat berupa
perilaku, gaya bicara atau sifat-sifat khasnya. Ditinjau dari perspektif
gender, keluarga merupakan laboratorium dimana sejak anak dilahirkan ia
belajar dan mengenal perilaku yang terkait pada gender seseorang (gender
related behavior). Karena keluarga merupakan lembaga pendidikan
pertama dan utama bagi seorang individu, maka nilai-nilai agama dan
prinsip-prinsip moral harus di mulai dari rumah. Nilai-nilai agama berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keadilan, kejujuran, kebenaran, keberanian mengatakan yang benar,
penghargaan dan penghormatan kepada sesama manusia, nilai-nilai
persamaan, persaudaraan dan kebebasan hendaknya ditanamkan sejak usia
dini. Dalam konteks ini orang tua, ayah dan ibu memiliki peran yang amat
penting untuk mengajarkan anak-anaknya rasa saling mengasihi,
kepedulian, keindahan, kebersihan, ketertiban, dan kedisiplinan.
Maksud dan tujuan orang tua adalah mereka ingin membekali
anak-anaknya dengan kepandaian secara rohani atau spiritual sehingga
diharapkan tingkah laku anak-anak mereka akan menjadi baik dan sesuai
dengan norma-norma dalam masyarakat serta mempunyai tingkat
moralitas yang tinggi.
Menurut Moeslim Abdurrahman (1997), kita mungkin berasumsi
bahwa penanaman dasar-dasar pendidikan agama sebagai kerangka
pembentukan watak dan sikap kepribadian, telah dilaksanakan dengan
intensif pada tingkat dasar yang mungkin diteruskan pada tingkat
menengah dan perguruan tinggi. Namun di tingkat mana pun, sebaiknya
pendidikan agama harus lebih berorientasi untuk menumbuhkan wawasan
keagamaan dalam kaitan dengan membangun intelektualitas keagamaan
(religius intelectual building).
Peran lembaga pendidikan. Dalam paradigma baru, pendidikan
agama-agama lebih ditekankan kepada moral improvement. Bila dalam
paradigma lama, metode pengembangan misi agama lebih bersifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
emosional dan sering kurang jujur melihat agama-agama lain, maka dalam
paradigma baru yang perlu dikembangkan adalah metode kebijaksanaan
(hikmah, wisdom), keteladanan (mauizhah hasanah), dan dialog (jadal bil
ahsan). Karena itu, pemaksaan, indoktrinasi, dan debat tidak mendapat
tempat dalam paradigma baru ini.
Agama merupakan elemen dasar perkembangan anak. Harus
dipahami pula bahwa untuk mengajarkan agama pada tingkat dini
dibutuhkan banyak metode. Orang tua harus sedapat mungkin aktif
menggali informasi serta menerapkan metode pengajaran agama yang
sudah teruji. Dalam mengajarkan sesuatu kepada anak, kita harus
menyertakan hati, telinga dan mata. Orang tua harus memberikan contoh
yang nyata, bukan sekadar nasihat atau perintah. anak-anak memerlukan
keteladanan agar nilai yang hendak disampaikan menjadi lebih bermakna.
Menjadi orang tua yang baik dan bijak bukanlah suatu hal yang
mudah. Dibutuhkan kesabaran dan toleransi yang tinggi agar kita dapat
mengembangkan potensi putra-putri kita dengan lebih baik. Terlebih saat
ini banyak orang tua yang sibuk mencari nafkah bagi keluarga, sehingga
menyebabkan anak-anak sering kurang mendapatkan perhatian dan
penasuhan serius dari orang tuanya. Bagi keluarga muslim, mendidik anak
bukanlah semata-mata dorongan alami dan kodrati melainkan suatu
kewajiban orang tua terhadap anak dan merupakan sarana untuk
mewujudkan generasi yang tangguh dan kuat. Selain itu, dalam Islam anak
merupakan titipan dari Allah SWT yang nantinya orang tua akan dimintai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pertanggungan jawab oleh Allah SWT di akhirat kelak. Membiasakan
anak sejak usia dini untuk mengetahui dan melaksanakan berbagai
aktivitas keagamaan tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan
kenyamanan emosi, fisik dan spiritual anak, jika orang tua dapat
memfasilitasi ketiganya, maka proses pembelajaran agama akan berjalan
dengan baik.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
“ Bagaimana fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam
meningkatkan pemahaman keagamaan didalam realitas kehidupan sehari-
hari kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber ? “
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain:
Menjelaskan fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam
meningkatkan pemahaman keagaman dalam realitas kehidupan sehari-hari
kepada anak di Kelurahan Sumber.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap :
· Bagi Keluarga khususnya orang tua, diharapakan dapat menjadi contoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
teladan bagi anak khususnya dalam memberikan pemahaman religiusitas
secara mendalam agar terbentuk perilaku yang baik sesuai dengan ajaran
agama.
· Bagi Pembaca,
Dapat memberikan pengetahuan dan wacana yang baru mengenai
pemahaman religiusitas pada anak, sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menyikapi dan mengatasinya.
· Bagi Penulis,
Karya ini semakin melatih kepekaan penulis dalam menemukan
permasalahan sosial dalam masyarakat khususnya dalam suatu keluarga
terutama fungsi sosial orang tua dalam meningkatkan religiusitas anak
agar tercermin baik dalam realitas kehidupan sehari-hari baik di
lingkungan formal maupun informal.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Lembaga dalam arti sosiologi adalah suatu sistem norma untuk
mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang
penting, atau secara formal dapat disebut sebagai sekumpulan kebiasaan
dan tata kelakuan pada suatu kegiatan pokok manusia. (Horton & Hunt,
1999:244)
Lembaga tidak mempunyai anggota tetapi mempunyai pengikut,
dimana pengikut ini bergabung menjadi satu yang disebut asosiasi.
Asosiasi adalah kelompok orang yang terorganisir yang mengejar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
beberapa tujuan bersama. (Horton & Hurt, 1999:263)
Setiap lembaga mempunyai asosiasinya dan melalui asosiasi itulah
norma-norma lembaga dilaksanakan. Dalam kaitannya dengan Fungsi
Sosial keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak, keluarga sebagai
lembaganya dan Orang Tua serta Anak sebagai asosiasinya yang
terorganisir dan menjalankan tugasnya masing-masing.
Dalam Jurnal Internasional, penelitian mengenai tingkat
pendidikan agama anak yang pernah dilakukan oleh Allison James,
Thomas Nigel dan Woodhead Martin (2005). Dengan judul Method of
Teaching Religion in Children (Metode Pengajaran Agama untuk Anak).
Penelitian ini membahas mengenai metode mengajarkan agama pada anak.
Penelitian tersebut dilakukan oleh tiga komunitas di Negara Inggris yang
menganalisis penelitian Pendidikan agama sebenarnya telah dimulai sejak
anak lahir bahkan sejak anak dalam kandungan. Anak usia balita atau 0-5
tahun belum termasuk usia sekolah. Dengan demikian ia lebih banyak
bersama dan berinteraksi di lingkungan keluarga terutama orang tuanya.
Maka orang tua adalah segala-galanya bagi anak. Oleh karena itu, setiap
orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan agama bukanlah
sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih ketrampilan anak
dalam melaksanakan ibadah. pendidikan agama menyangkut manusia
seutuhnya. Agar agama itu dalam tumbuh dalam jiwa anak dan dapat
dipahami nantinya, maka harus ditanamkan semenjak kelahiran bayi.
Dengan demikian, ada metode-metode tertentu yang harus diterapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam mengajarkan agama pada anak. Adapun metode yang dimaksud
adalah semua cara yang dilakukan dalam upaya mendidik. Mengajar
adalah termasuk upaya mendidik metode mengajarkan agama pada anak
(balita). Selanjutnya adalah metode percakapan dalam hal ini perlu
dipahami bahwa objeknya adalah anak balita. Anak pada umumnya mulai
pandai berbicara pada umur dua tahun. Meskipun pada dasarnya bayi yang
berumur satu tahun pun sudah dapat diajak berinteraksi dengan bahasa
isyarat. Oleh karena itu, dianjurkan ketika anak mulai pandai bercakap,
diajarkan kata-kata yang baik dan benar. (Allison James, Thomas Nigel
dan Woodhead Martin Volume 20, Issue 2, April 2005)
Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga
lainnya berkembang karena kebudayaan yang makin kompleks menjadikan
lembaga-lembaga itu penting. Keluarga mempunyai suatu sistem norma
dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas penting.
Selain itu Keluarga juga merupakan salah satu tempat untuk proses
sosialisasi atau menyebarkan fungsi-fungsi sosial bagi anggotanya.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang dianggap penting dalam
perkembangan kepribadian seseorang. Melalui sosialisai seseorang akan
dapat memahami pola kehidupan kelompoknya. Dan dengan sosialisasi
seseorang dapat diterima dalam kelompoknya.
Keluarga merupakan kelompok primer (primary group) yang
pertama dari seseorang anak dan dari situlah perkembangan kepribadian
bermula. Ketika anak sudah cukup umur untuk memasuki kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
primer lain di luar keluarga, pondasi dasar kepribadiannya sudah
ditanamkan secara kuat. Jenis kepribadiannya sudah diarahkan dan
terbentuk. Dengan demikian hal tersebut telah menegaskan bahwa
keluarga adalah faktor penentu utama bagi sosialisasi anak.
Definisi agama dalam sosiologi adalah definisi yang empiris yaitu
definisi menurut pengalaman yang kongkret sekitar agama yang
dikumpulkan dari masa lampau maupun kejadian sekarang.
Religi atau agama merupakan sebuah sistem keyakinan dan praktek
sebagai sarana bagi sekelompok orang untuk menafsirkan dan menanggapi
apa yang mereka rasakan sebagai pengada adikodrati (supranatural) dan
kudus (Johnstone 1975:20)
Lain halnya dengan Joachim Wach yang melihat agama dari tiga
unsure pengertian, yaitu : pertama unsur teoritis-nya, bahwa agama adalah
suatu sistem kepercayaan, kedua unsur praktis-nya, yang berupa sistem
kaidah yang mengikat penganutnya, ketiga unsur sosiologis-nya, bahwa
agama mempuyai sistem perhubungan dan interaksi sosial. Apabila salah
satu unsur tidak terdapat maka orang tidak dapat bicara tentang agama,
tetapi hanya kecenderungan religius. (Hendropuspito, 2000:34-35)
Kehadiran anak di dunia ini merupakan amanah ilahi.
Kehadirannya bisa menjadi penoreh bahagia bagi keluarga, pun sebaliknya
anak bisa menjadi bebean keluarganya di dunia maupun di akherat.
Memenuhi hak-haknya merupakan perintah Allah SWT. Agar bisa
memenuhi hak-hak anak dengan baik, salah satu cara efektif adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memperdalam ilmu agama bagi orang tua.
Untuk bisa memenuhi hak-hak anak secara optimal, hal itu
dibutuhkan kesadaran tinggi meluruskan niat dan menyempurnakan
ikhtiar. Tanpa kesadaran tinggi, orang tua bisa tergelincir melanggar hak-
hak anak. Selain itu, dibutuhkan akhlak mulia dalam mengiringi kewajiban
pemenuhan hak-hak anak seperti sikap sabar, penyayang, bijaksana,
pantang menyerah, optimis, selalu berdoa kepada Allah SWT dn lainnya.
Pasalanya, banyak ujian dan godaan selama pemenuhan hak-hak anak
tersebut. Selama anak masih belum bisa mandiri, selama itu pula masih
ada tanggung jawab orang tua untuk memenuhi hak anaknya khususnya
hak atas kebutuhan hidup.
Disamping itu, ilmu agama tidak hanya didalami para orang tua,
namun juga anak-anak mereka. Anak perlu dididik soal hak dan
kewajibannya sebagai anak sehingga ada keseimbangan di pemenuhannya.
F. LANDASAN TEORI
Pendekatan Weber
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana
dalam penelitian kualitatif teori dibatasi pada pengertian suatu pernyataan
sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari
data dan diuji secara empiris. Dapat dikatakan bahwa teori dalam metode
ini berfungsi untuk membantu menghubungkan antara peneliti dan data
yang dibutuhkan dalam hal pengumpulan dan proses analisa data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tujuan penelitian ini adalah ingin menggambarkan keteladanan
orang tua dalam mensosialisasikan dan memberikan pemahaman nilai-nilai
agama yang ditujukan untuk anaknya dengan menggunakan salah satu
paradigma dari buku karangan George Ritzer, yaitu paradigma definisi
sosial yang diambil dari karya Weber.
Paradigma definisi soial dipiliih dalam penelitian ini didasarkan
pada pemahaman peneliti bahwasanya tindakan untuk menentukan atau
memilih dan menerapkan proses sosialisasi nilai-nilai agama adalah
sebuah tindakan sosial yang dilakukan oleh sekelompok orang tua kepada
anak-anaknya.
Tindakan sosial yang dimaksudkan disini adalah tindakan individu
sepanjang tindakannya itu mempunyai makna dan arti subyektif bagi
dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. (Ritzer, 1985 : 48)
Tindakan tersebut mempunyai makna atau arti subyektif yaitu
menentukan dan memilih strategi yang tepat untuk mensosialisasikan
nilai-nilai agama pada anak di wilayah Kelurahan Sumber. Dalam strategi
ini juga melibatkan orang lain yaitu : pekerja di Kelurahan, pengajar TPA
masjid Rohmah yang terletak di Sumber.
Penelitian ini mengacu pada disiplin ilmu sosiologi. Sosiologi
menurut Pitirin Sorokin didefinisikan sebagi suatu ilmu yang mempelajari:
1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara macam gejala-gejala sosial
(misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral
hukum dengan ekonomi, gerakan masyarakat dalm politik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagainya).
2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-
gejala non sosial (misalnya gejala geografis, biologis dan sebagainya).
3. Ciri-ciri semua jenis gejala sosial (Soekanto,1990:21).
Secara umum obyek kajian sosiologi adalah masyarakat yang
dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari
hubungan antar manusia dalam masyarakat. Mac Iver dan Page menjelaskan
bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari
wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongannya,
dari pengawasan dan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia.
Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu
berubah (Soekanto, 1990:26).
Secara definitif Max weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu
yang berusaha menafsirkan dan memahami (interpretative understanding)
tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan
kausal. Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasarnya, pertama, konsep
tindakn sosial, kedua, konsep tentang penafsiran dan pemahaman.
Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian
teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi
atau simpatik reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri (Ritzer,
2002:53-54).
Melalui rasionalitas sebagai konsep dasar Max weber melakukan
klasifikasi mengenai tipe-tipe tindakan social:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Rasionalitas instrumental (Zwerk Rasionalitas)
Tingkat rasionalitas yang tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan
yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang
dipergunakan untuk mencapainya. Sesudah tindakan itu dilaksanakan
orang dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan
dengan tujuan yang akan dicapai.
2. Rasionalitas yang berorientasi nilai (werkrasionalitas)
Dibandingkan dengan rasionalitas instrumental, sifat rasionalitas yang
berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan
obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan sudah ada dalam
hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau
merupakan nilai akhir baginya.
3. Tindakan tradisional
Tindakn tradisional merupakan tipe tindakn sosial yang bersifat non
rasional. Weber melihat bahwa tipe tindakan ini sedang hilang karena
meningkatnya rasionalitas instrumental.
4. Tindakan afektif
Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa
refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar (Johnson. 1986 : 219-
222).
Selain konsep tindakan sosial, Weber juga mengemukakan konsep
tentang antar hubungan sosial (social relationship). Ia mendefinisikannya
sebagai tindakan beberapa orang actor yang berbeda-beda sejauh tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
itu mengandung makna dan dihubungkan serta diarahkan kepada orang
lain.
Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan soial itu Weber
mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi,
yaitu :
1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna yang
subyektif, meliputi tindakan nyata.
2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat
subyektif.
3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan
yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara
diam-diam.
4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa
individu.
5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada
orang lain. (Ritzer, 1985:45)
Ada tiga teori yang termasuk ke dalam paradigma definisi sosial ini
yaitu teori aksi, teori interaksi simbolik dan fenomenologi. Di dalam
penelitian ini, peneliti mengambil teori aksi. Dalam teori aksi terdapat
beberapa asumsi fundamental yang dikemukakan oleh Hinkle dengan
merujuk karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons, sebagai berikut :
1. Tindakan manusia mucul dari kesadarannya sendiri sebagi subyek dan
dari situasi eksternal dalam posisinya sebagi obyek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu, jadi tindakan manusia bukan merupakan tujuan.
3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik prosedur, metode
serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan
tersebut.
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang
tidak dapat diubah dengan sendirinya.
5. Manusia memilih untuk menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan
yang akan, sedang, dan yang telah dilakukan.
6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan
timbul pada saat pengambilan keputusan.
7. Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik
penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi,
sympathetic reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri.
(Ritzer, 1985:53)
Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan
karakteristik sebagai berikut :
1. Adanya individu selaku aktor.
2. Aktor dipandang sebagaipemburu tujuan-tujuan tertentu.
3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat, serta teknik untuk mencapai
tujuannya.
4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat
membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan
oleh individu. Misalnya tradisi.
5. Aktor berada dibawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan
berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan
menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.
(Ritzer, 1985:56-57)
Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma
mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai
tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau
alat tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan
ini oleh Parsons disebut sebagai voluntarisme Singkatnya voluntarisme
adalah :
Kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan
cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka
mencapai tujuannya. (Ritzer, 1985:87).
Konsep voluntarisme Parsons inilah yang menempatkan Teori Aksi
kedalam paradigma definisi sosial. Aktor menurut konsep voluntarisme ini
adalah pelaku akif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan
memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai
kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih
berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi
dan norma serta situasi penting lainnya kesemuanya kebebasan aktor.
Tetapi selain itu aktor adalah manusia yang aktif, kreatif, dan evaluatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kesimpulan utama yang dapat diambil adalah bahwa :
Tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam
pengambilan keputusan subyektif tentang sarana dan cara untuk mencapai
tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuanya itu dibatasi
kemungkinan-kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk
norma-norma, ide-ide dan nilai sosial. (Ritzer, 1985:58)
Didalam menghadapi situasi yang bersifat kendala baginya itu,
aktor mempunyai sesuatu didalam dirinya berupa kemauan bebas.
Jika kita terapkan teori aksi dalam penelitian dapat dilihat bahwa
tindakan sosial tercermin dalam proses sosialisasi pemahaman nilai-nilai
agama pada anak yang diberikan oleh orang tua, dimana mereka harus
dapat memilih startegi atau cara yang tepat dan sesuai yang digunakan
untuk mencapai tujuan ini.
TEORI SOSIALISASI KELUARGA
Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak
menerima pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah
mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak
mulai dari “ruang hampa”(Hery Noer Aly, 2000). Sekolah menerima anak
setelah melalui berbagai pengalaman dan sikap serta memperoleh banyak
pola tingkah laku dan keterampilan yang diperolehnya dari lembaga
keluarga. Keluarga menjadi tempat berlangsungnya sosialisasi yang
berfungsi dalam pembentukan kepribadian sebagai makhluk individu,
makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk keagamaan. Jika anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengalami atau selalu menyaksikan praktek keagamaan yang baik, teratur
dan disiplin dalam rumah tangganya, maka anak akan senang meniru dan
menjadikan hal itu sebagai adat kebiasan dalam hidupnya, sehingga akan
dapat membentuknya sebagai makhluk yang taat beragama. Dengan
demikian, agama tidak hanya dipelajari dan diketahui saja, tetapi juga
dihayati dan diamalkan dengan konsisten (Imam Barnadib, 1983).
Keluarga memegang peranan penting dalam meletakkan
pengetahuan dasar keagaman kepada anak–anaknya. Untuk melaksanakan
hal itu, terdapat cara–cara praktis yang harus digunakan untuk menemukan
semangat keagamaan pada diri anak, yaitu : (a) memberikan teladan yang
baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang
teguh kepada ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam
waktu tertentu, (b) membiasakan mereka melaksanakan syiar-syiar agama
semenjak kecil sehingga pelaksanaan itu menjadi kebiasaaan yang
mendarah daging, dan mereka melakukannya dengan kemauan sendiri dan
merasa tentram sebab mereka melaksanakannya, (c) menyiapkan suasana
agama dan spritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada, (d)
membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan
memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhlukNya untuk
menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungan-
nya, (e) menggaklakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama
dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya dalam berbagai macam bentuk
dan cara (Ibid, 1992).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Fungsi Sosial keluarga sangat penting dalam memberikan
pemahaman agama kepada anak dengan cara orang tua wajib mendidik
anak-anaknya mengenal dan mengamalkan akhlak-akhlak terpuji kepada
yang berhak, baik akhlak kepada Allah SWT, nabi, dan rasul Allah SWT,
orang tua, hingga tumbuhan, dan binatang.
Dalam kaitannya dengan pendidikan anak dalam keluarga, dapat
memberikan implikasi-implikasi sebagai berikut : Anak memiliki
pengetahuan dasar-dasar keagamaan. Kenyataan membuktikan bahwa
anak-anak yang semasa kecilnya terbiasa dengan kehidupan keagamaan
dalam keluarga, akan memberikan pengaruh positif terhadap
perkembangan kepribadian anak pada fase-fase selanjutnya. Oleh karena
itu, sejak dini anak seharusnya dibiasakan dalam praktek-praktek ibadah
dalam rumah tangga seperti ikut shalat jamaah bersama dengan orang tua
atau ikut serta ke mesjid untuk menjalankan ibadah, mendengarkan
khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan religius lainnya.
Hal ini sangat penting, sebab anak yang tidak terbiasa dalam keluarganya
dengan pengetahuan dan praktek-praktek keagamaan maka setelah dewasa
mereka tidak memiliki perhatian terhadap kehidupan keagamaan
(Hasbullah, 1999). Pentingnya keluarga dalam proses sosialisasi menjadi
jelas jika dampaknya dibandingkan dengan dampak dari pengaruh yang
lain. Oleh karena itu pernyataan tesebut telah menegaskan bahwa keluarga
adalah faktor penentu utama bagi sosialisasi anak.
TEORI AGAMA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Definisi agama dalam sosiologi adalah definisi yang empiris yaitu
definisi menurut pengalaman kongkret sekitar agama yang dikumpulkan
dari masa lampau maupun kejadian sekarang
Hendropuspito mendefinisikan agama sebagai suatu jenis sistem
sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada
kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakannya
untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas
umumnya.
Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus
diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut
mengingat bahwa Pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk
dibentuk dan anak didik masih banyak berada dibawah pengaruh
lingkungan rumah tangga. Mengingat arti startegis lembaga keluarga
tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu
harus dimulai dari suatu keluarga oleh orang tua.
Pendidikan agama dan spiritual termasuk termasuk bidang-bidang
pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap
anak-anaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan
kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-
anak. Demikian pula, memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama
dan nilai-nilai budaya agama yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat
menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang benar.
Inti pendidikan agama sesungguhnya adalah penanaman iman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kedalam jiwa anak , untuk pelaksanaan hal itu secara maksimal hanya
dapat dilaksanakan dalam rumah tangga. Harun Nasution menyebutkan
bahwa pendidikan agama, dalam arti pendidikan dasar dan konsep agama
adalah pendidikan moral. Pendidikan budi pekerti luhur yang berdasarkan
agama inilah yang harus dimulai oleh orang tua di lingkungan keluarga.
Disinilah harus dimulai pembinaan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam
diri anak. Lingkungan keluargalah yang dapat membina pendidikan ini,
karena anak usia dini lebih banyak berada di lingkungan keluarga daripada
di luar, karena perilaku beragama seorang anak bergantung pada
penerimaan nilai-nilai agama melalui sosialisasi yang ada pada lingkungan
keluarga terutama fungsi sosial orang tua. (Harun Nasution, 1995:70)
G. KERANGKA PEMIKIRAN
Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus
diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut
mengingat bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk
dibentuk dan anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh
lingkungan rumah tangga. Mengingat arti strategis lembaga keluarga
tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu
harus dimulai dari rumah tangga oleh orang tua.
Sosialisasi ini meninjau peranan keluarga dalam membentuk
kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak
mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan pribadinya.
Perubahan masyarakat telah mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi sosial
keluarga. Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan itu antara lain
ialah: Fungsi Pendidikan, Fungsi Keagamaan, Fungsi rekreasi, Fungsi
Perlindungan.
Pada hakikatnya orang tua dalam keluarga memiliki banyak peran,
namun yang terpenting adalah mengetahui maksud mengaplikasikannya,
bukan hanya mengetahuinya saja. Guna mengetahui pengetahuan orang
tua terkait dengan fungsi keluarga, maka peneliti melakukan kroscek
dengan informan lain yang berasal dari kategori yang sama, yakni dari
kategori orang tua, maka informan tersebut menambahkan bahwa keluarga
juga memiliki peranan yakni memberikan perlindungan kepada anak dari
setiap bahaya. Selain itu keluarga juga berkewajiban memberikan kasih
sayang dan menumbuhkan rasa saling asih, asah dan asuh.
Fungsi-fungsi tersebut harus terwujud agar keluarga yang
terbentuk bisa menjadi sebuah keluarga yang harmonis. Artinya keluarga
yang tahan banting terhadap setiap permasalahan yang dihadapi oleh
keluarga. Ini ditentukan oleh kesigapan keluarga dalam menghadapi
masalah. Keluargalah yang menjadi kontrol bagi anggota keluarganya
sehingga peran orang tua sangat penting, dan ajaran agama menjadi salah
satu pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.
Sebuah kendala merupakan hal yang mampu menyeimbangkan
kemampuan serta proses pelaksanaan. Kendala mampu memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nyawa pada sebuah proses perbaikan. Bayangkan saja kalau hidup ini tidak
pernah ada hal yang sulit, pastinya kehidupan akan terasa hambar. Selain
itu manusia tidak akan memikirkan suatu hal dalam memecahkan masalah
tersebut. Kendala juga menjadikan manusia berkreasi dalam memilih jalan
keluar mana yang paling dilpilih dalamm mengatasi sebuah permasalahan.
Begitu juga dengan permasalahan orang tua dalam memberikan teladan
kepada anaknya. Pastinya ada beberapa hambatan yang menghadang
dalam memberikan pembelajaran agama kepada anak. Alurnya sebagai
berikut :
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Sumber, Surakarta dengan
Pendidikan
Agama Anak
Sosialisasi Nilai
Agama Orang Tua
Kepada Anak
Pengaruh
Religiusitas
Kendala-
kendala yang
dihadapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
alamat Jl. Kahuripan Utama No. 8, dengan alasan di lokasi ini sangat
strategis untuk memudahkan peneliti mendapatkan data yang diinginkan.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang
mempunyai tujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu atau untuk menentukan
frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan
tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Sesuai
dengan tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan keteladanan orang tua
dalam memberikan pemahaman agama kepada anak.
Penelitian ini tidak mempersoalkan jalinan hubungan antar
variabel yang ada, tidak dimksudkan untuk menarik generalisasi yang
menjelskan variabel anteseden yang menyebabkan suatu gejala atau
kenyataan sosial, tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian
pada hipotesis, tidak dimaksudkan untuk membangun dan
mengembangkan perbendaharaan teori.
3. Sumber Data
Sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu :
a. Data Primer
Data Primer, yaitu data yang didapat dari sumber pertama baik dari
individu maupun perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil
pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data primer
yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang akan
dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan.
b. Data Sekunder
Data Sekunder, adalah merupakan data primer yang telah diolah
lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer
atau oleh pihak lain, misal dalam bentuk tabel atau diagram .
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara (interview)
Peneliti menggunakan teknik wawancara dalam pengumpulan data.
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah teknik
wawancara mendalam (indepth interview). Dengan demikian
wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open ended”
dan mengarah pada kedalaman informasi. Hal ini dilakukan guna
menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang
sangat bermanfaat untuk menjadi dasar pada penggalian informasi
secara lebih jauh dan mendalam. Dalam hal ini subjek yang diteliti
posisinya lebih berperan sebagai informan daripada sebagai responden.
(HB. Sutopo, 2002 : 59). Wawancara ini dilakukan dalam waktu dan
kondisi yang paling tepat guna mendapatkan kejelasan tentang fungsi-
fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan
religiusitas kepada anak.
b. Pengamatan (Observasi)
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
langsung di lapangan (di Kelurahan Sumber) untuk mengumpulkan
bahan keterangan tentang fungsi sosial keluarga terutama orang tua
dalam memberikan pemahaman keagamaan kepada anak.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder dengan
cara melihat kembali berbagai literatur, foto, dokumentasi yang relevan
dengan penelitian ini.
5. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan
menggunakan teknik tertentu. Sampel yang akan diambil menyesuaikan
dengan kebutuhan peneliti selama di lapangan guna memperoleh data
yang selengkapnya.
Dalam penelitian kualitatif sampel bukan mewakili populasi
sebagaimana dalam penelitian kuantitaif, tetapi sampel berfungsi untuk
menggali berbagai informasi penting.
Dalam memilih sampel yang lebih utama adalah menentukan sampel
yang sevariatif mungkin dan berikutnya dapat dipilih lagi memperluas
dan menambah informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga
dapat sering mengisi.
Teknik Pengambilan Sampel Menurut Lexy J. Moleong (2005 : 224)
dalam penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor
kontekstual. Jadi, maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring
sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bangunannya (construction). Tujuannya adalah untuk merinci
kekhususan yang ada dalam ramuan konteks unik. Maksud kedua dari
sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari
rancangan dan teori yang muncul.
Oleh karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka
pengambilan sampel dilakukan secara selektif dengan menggunakan
pertimbangan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan serta tujuan
penelitian (Lindayani 2005 : 46). Oleh sebab itu, pada penelitian
kualitatif tidak ada sample acak, tetapi sample yang bertujuan (purposive
sampling) (Lexy J. Moleong 2005 : 224). Dalam purposive sampling ini
peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui
permasalahan secara lengkap dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber
data.
Beberapa pedoman yang perlu dipertimbangkan dalam
mempergunakan cara ini adalah :
1. Pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian.
2. Jumlah dan ukuran sampel tidak dipersoalkan.
3. Unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria tertentu
yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. (Sukandarrumidi,
2002 : 65)
Pada penelitian ini akan menggunakan informan untuk
pengambilan data yang diperlukan dengan kriterianya adalah :
1. Anak usia sekitar 7-15 tahun yang bertempat tinggal di wilayah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kelurahan Sumber.
2. Orang tua dari anak tersebut yang bertempat tinggal di wilayah
Kelurahan Sumber.
3. Pihak Luar yang juga berperan dalam memberikan pemahaman
keagamaan.
6. Validitas Data
Dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang diperoleh
peneliti benar-benar terjadi di lapangan. Untuk menguji validitas data
peneliti menggunakan metode trianggulasi dimana untuk mendapatkan
data tidak hanya diambil dari satu sumber data saja melainkan beberapa
sumber. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memenfatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik validitas data
yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain.
Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif. Hal tersebut akan
dicapai dengan jalan :
a. Membandingkan data hasil wawancara
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan. (Moleong, 1995 : 178)
7. Teknik Analisa Data
Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif artinya data yang
dihimpun dan disusun secara sistematis kemudian diinterpretasikan,
dianalisa sehingga dapat menjelaskan pengertian dan pemahaman
tentang gejala yang diteliti. Menurut Miles & Huberman, ada tiga
komponen pokok dalam tahap analisis data, yaitu :
a. Reduksi Data
Komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi,
pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote.
Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang
kerangka kerja konseptual, melakukan pemilihan kasus, penyusunan
pertanyan penelitian, dan juga waktu menentukan cara pengumpulan
data yang akan digunakan. Dengan kata lain reduksi data adalah bagian
dari proses analisis yang mempertegas, memeperpendek, membuat
fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data
sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.
b. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dapat dilakukan.
Sajian data merupakan komponen analisis kedua yang penting
sehingga kegiatan perencanaan kolom dalam bentuk matriks bagi data
kualitatif dalam bentuknya yang khusus sudah membawa peneliti
memasuki daerah analisis penelitian. Kedalaman dan kemantapan hasil
analisis sangat ditentukan oleh kelengkapan sajian datanya.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan simpulan dilakukan setelah proses pengumpulan data
benar-benar selesai. Dan hasil kesimpulan tersebut perlu diverifikasi
agar cukup mantap dan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.
Verifikasi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengulangan-
pengulangan dengan cepat dengan tujuan untuk pemantapan,
penelusuran data kembali. Dapat juga dilakukan dengan diskusi atau
memeriksa antar teman, bila dilakukan secara kelompok untuk
mengembangkan ketelitian. Pada dasarnya makna data harus diuji
validitasnya supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan lebih
bisa dipercaya.
Berikut akan digambarkan diagram model analisis data yang
digunakan yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(HB. Sutopo, 2002 : 96)
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/
Verivikasi
Sajian Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada
anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mengenal hubungan sosial
pertama-tama dalam lingkungan keluarga. Adanya interaksi anggota keluarga
yang satu dengan keluarga yang lain menyebabkan seorang anak menyadari akan
dirinya bahwa ia berfungsi sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial.
Dengan lokasi penelitian di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota
Surakarta. Pemilihan lokasi ini atas pertimbangan bahwa didalam wilayah
penelitian ini terdapat penerapan pendidikan keluarga, khususnya dalam
pendidikan, akhlak yang harus dibina dari kecil dengan pembiasaan-pembiasaan
dan contoh teladan dari keluarga terutama kedua orang tua. Dalam bab ini akan
diberikan gambaran umum Kelurahan Sumber sebagai lokasi penelitian.
A. Keadaan Geografis
1. Letak Daerah
Kelurahan Sumber salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan
Banjarsari. Letaknya sanagt strategis karena berdekatan dengan pusat
pemerintahan dan perdagangan di Kota Surakarta. Kelurahan Sumber
berada di sebelah timur pusat pemerintahan Kota Surakarta dan di sebelah
selatan pusat pemerintahan Kecamatan Banjarsari.
2. Batas Wilayah
Secara administratif, wilayah Kelurahan Sumber berbatasan
dengan:
a. Sebelah Utara : Kelurahan Banyuanyar
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Kerten
c. Sebelah Barat : Desa Baturan, Colomadu
d. Sebelah Timur : Kelurahan Nusukan
3. Luas Wilayah
Luas wilayah Kelurahan Sumber adalah 13.330 Ha, yang terdiri
atas 75 Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Sedangkan dalam
waktu wilayah ini terdapat beberapa kampung yang meliputi:
a. Kampung Jetis
b. Kampung Trakilan
c. Kampung Krajan
d. Kampung Bregan
e. Kampung Jambalan
f. Kampung Sumber Baru
g. Kampung Pajajaran
h. Kampung Kahuripan
i. Kampung Kutai
B. Keadaan Penduduk
1. Jumlah Penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jumlah keseluruhan penduduk di Kelurahan Sumber adalah 16.538
jiwa, meliputi 8.180 jiwa laki-laki dan 8.358 jiwa perempuan dari jumlah
keseluruhan penduduk yang meliputi 4.300 kepala keluarga (KK).
2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur
Dengan melihat komposisi penduduk dalam bagian ini, maka dapat
diketahui dalam golongan manakah sebagaian besar masyarakat Kelurahan
Sumber. Secara garis besar, komposisi penduduk menurut umur
dikelompokkan dalam 3 kategori:
a. Usia muda/ angkatan belum produktif, yaitu usia 0-14 tahun
b. Usia dewasa/ angkatan kerja produktif, yaitu usia 15-59 tahun
c. Usia tua/ angkatan tidak produktif, yaitu 60 tahun keatas
Secara lebih jelasnya komposisi penduduk menurut umur
dijelaskan dalam tabel di bawah ini:
Tabel. I Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
No Kelompok
Umur
Laki-laki Perempuan Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-39
40-49
50-59
60 +
412
660
645
639
664
884
1617
1158
847
654
406
607
599
606
720
885
1580
1357
790
808
818
1267
1244
1245
1384
1769
3197
2515
1637
1462
Jumlah 8180 8358 16538
Sumber : Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kategori penduduk usia
belum produktif adalah 3.329 jiwa dan kategori usia tidak produktif
sebesar adalah penduduk usia produktif sebesar 11.747 jiwa. Jadi dapat
dinyatakan bahwa sebagaian besar penduduk Kelurahan Sumber termasuk
dalam angkatan kerja produktif kondisi ini akan sangat berpenagruh dalam
perkembangan wilayah itu sendiri.
3. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendidikan merupakan suatu prosess dimana seorang individu
dapat memahami dan memberikan makna dalam kehidupan social serta
dinamika sosial yang ada dalam masyarakat. Untuk mengetahui tingkat
pendidikan pendidikan penduduk di Kelurahan Sumber, dapat kita lihat
dalam tabel dibawah ini:
Tabel. II
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tidak sekolah
Belum tamat SD
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat Akademi/ PT
1.521
1.216
261
2.626
2.481
4.986
2.629
9,67
7,73
1,66
16,70
15,78
31,71
16,72
Jumlah 15.720 100
Sumber : Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagaian besar
penduduk Kelurahan Sumber masih dalam tingkat pendidikan yang
rendah. Tingkat pendidikan rendah ini dihitung dari jumlah keseluruhan
penduduk yang tamat SD sampai dengan tidak sekolah sebanyak 5.624
jiwa atau 35,76%. Sedangkan jumlah penduduk yang termasuk dalam
tingkat pendidikan menengah yaitu tamat SLTP sampai dengan tamat
SLTA 7.467 jiwa atau 47,49%. Di sisi lain dapat dikatakan bahwa jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penduduk Keseluruhan Sumber yang termasuk dalam pendidikan tinggi
atau tamat Akademi / PT adalah rendah, yaitu 2.629 jiwa atau 16,72%.
4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Dengan lokasinya yang berada di pusat Kota Surakarta, maka dapat
dipastikan bahwa penduduk Kelurahan Sumber tidak ada yang mempunyai
pekerjaan sebagai nelayan. Mata pencaharian penduduk Kelurahan
Sumber terbagi dalam berbagai pekerjaan seperti pengusaha, petani, buruh,
pedagang, pengangkutan, pegawai negeri, maupun pensiunan. Tetapi
sebagian besar penduduk Kelurahan Sumber tercatat sebagai golongan
lain-lain. Untuk memperjelasnya, dapat dilihat dalam tabel penggolongan
penduduk sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel III Penduduk Menurut Mata Pencaharian
(Dihitung berdasarkan penduduk berumur 10 tahun keatas)
No Mata Pencaharian Jumlah %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Petani Sendiri
Buruh Tani
Nelayan
Pengusaha
Buruh Industri
Buruh Bangunan
Pedagang
Pengangkutan
Peg. Negeri (sipil/ABRI)
Pensiunan
Lain-lain
37
91
-
204
1.009
579
610
210
743
449
10.521
0,26
0,63
-
1,41
6,99
4,01
4,22
1,45
5,14
3,11
72,80
Jumlah 14.453 100
Sumber: Laporan Monografi Dinamis, Keluran Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008
Dari data di atas dapat diketahui bahwa penduduk yang tercatat
golongan lain-lain yaitu sebesar 10.521 atau 72,80%. Golongan lain-lain
ini adalah mereka yang mempunyai pekerjaan tidak tetap dan mereka yang
mempunyai pekerjaan di luar seperti apa yang disebutkan dalam tabel di
atas. Sedangkan penduduk dengan mata pencaharian di luar golongan lain-
lain terbagi secara merata dan jumlah masing-masing pekerjaannya sangat
kecil. Hal ini dapat dilihat dalam jumlah penduduk dengan mata
pencaharian sebagai pengusaha adalah 204 jiwa atau 1,41% atau penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan mata pencaharian sebagai petani sendiri hanya sebesar 37 jiwa
0,26%.
5. Komposisi penduduk Menurut Agama
Agama merupakan hal paling pokok dan mendasar serta menjadi
hak asasi yang paling asasi bagi manusia. Agama dijadikan pedoman
moral dan tingkah laku dalam kehidupan manusia. Perbedaan agama yang
menimbulkan keserasian dslam masyarakat adalah selalu diharapkan setiap
anggota-anggotanya. Dikelurahan Sumber, jumlah dari masing –masing
pemeluk agama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel. IV
Penduduk Menurut Agama
No Agama Jumlah %
1.
2.
3.
4.
5.
Islam
Kristen Katholik
Kristen Protestan
Budha
Hindu
13.235
1.135
2.153
5
10
80,03
6,87
13,02
0,30
0,60
Jumlah 16.538 100
Sumber: Laporan Monografi Dinamis, kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, blan September 2008
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas agama penduduk
Kelurahan Sumber adalah Islam yaitu berjumlah 13.235 jiwa atau 80,03%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dari jumlah keseluruhan penduduk. Penganut agama Kristen katholik
berjumlah 1.136 jiwa atau 6,87%, sedang jumlah penganut agama yang
terkecil adalah penagnut agama Budha yaitu 5 jiwa atau hanya 0, 30%.
Sedangkan sampai saat ini penganut agama Konghucu, masih dimasukkan
dalam Kategori agama budha.
6. Penduduk WNI Keturunan dan WNA
Pengakuan adanya warga keturunan sebagai WNI, dalam
masyarakat Indonesia masih sangat sulit dan membingungkan. Terkadang
seorang warga keturunan masih dianggap orang asing (WNA) dan bukan
merupakan bagian dari warga negara Indonesia. WNA adalah mereka yang
berwarga negara asing dan belum mengalami naturalisasi, meninggalkan
status kewarganegaraannya dan menjadi WNI. Secara terperinci, penduduk
WNA dan WNI keturunan di Kelurahan Sumber dapat kita lihat dalam
tabel dibawah ini:
Tabel. V
Penduduk WNA dan WNI Keturunan
No Kewarganegaraan Laki-laki Perempuan Jumlah
1. WNI Keturunan 8.180 8.358 16.538
2. WNA - - -
Sumber: Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa warga Kelurahan Sumber
tidak ada yang berketurunan Warga Negara Asing (WNA). Seluruh
penduduk Kelurahan Sumber tergolong dalam Warga Negara Indonesia
dan beretnik jawa yang berjumlah 16.538 jiwa atau 4.300KK.
7. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana merupakan salah satu bagian yang vital
dalam membantu pertumbuhan masyarakat di suatu wilayah tertentu.
Dalam bagian ini akan dikemukakan adanya sarana dan prasarana
kampung yang meliputi sarana pendidikan dan peribadatan serta prasarana
organisasi sosial.
Terdapat empat buah sarana pendidikan di dalam wilayah
Kelurahan Sumber yaitu Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, dengan perincian:
a. Enam buah Taman Kanak-kanak
b. Tujuh buah Sekolah Dasar
c. Empat buah Sekolah Menengah Pertama
d. Lima buah Sekolah Menengah Atas
Sedangkan sarana peribadatan dibagi dalam:
a. Dua puluh buah masjid
b. Satu buah musholla
c. Tujuh buah gereja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sedangkan sarana olah raga/ kesenian kebudayaan dan social dibagi
dalam:
a. Sembilan buah jembatan
Sedangkan sarana komunikasi dibagi dalam:
a. Tiga jenis sarana komunikasi
b. Seribu tujuh ratus buah sarana komunikasi
Sedangkan sarana kesehatan dibagi dalam:
a. Enam buah klinik KB
b. Tujuh belas buah posyandu
c. Satu buah puskesmas
d. Sembilan orang dokter praktek
Dari sarana yang tersebut diatas juga didukung oleh adanya prasarana
organisasi sosial sebagai wadah penyuluhan aspirasi masyarakat.
Prasarana organisasi sosial dibagi atas:
a. Karang Taruna
b. Kelompok PKK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Dasa Wisma
d. Panti Laras
C. Kondisi Kelurahan Sumber dan Kegiatan Keagamaannya
Banyaknya penduduk yang beragama islam di wilayah Kelurahan
Sumber yaitu 13.235 jiwa atau 80,03% dari jumlah penduduk keseluruhan
yaitu 16.538 jiwa menjadikan wilayah Kelurahan Sumber sebagai wilayah
yang bernafaskan agama islam. Dalam hal ini Secara sosiologis agama tidak
hanya dipahami sebagai suatu sistem kepercayaan terhadap dunia adikodrati
yang bersifat ilahi (belief system) yang bersifat pribadi, namun juga berkaitan
dengan nilai-nilai, norma-norma, institusi-institusi, perilaku-perilaku, ritual-
ritual dan simbol-simbol yang bersifat sosial. Sampai tingkat tertentu, agama
berkaitan erat dengan konstruksi sosial dan budaya yang merupakan refleksi
dari tatanan kehidupan masyarakat yang mendukungnya.
Di wilayah Kelurahan Sumber ini pendidikan agama terhadap anak
dalam keluarga sangat di tekankan ketika masih muda. Hal tersebut mengingat
bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk dibentuk dan
anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh lingkungan rumah tangga.
Mengingat arti strategis lembaga keluarga tersebut, maka pendidikan agama
yang merupakan pendidikan dasar itu harus dimulai dari keluarga oleh orang
tua.
Pendidikan didalam keluarga adalah pendidikan fundamental atau
dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Pendidikan agama merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pendidikan yang pertama dan utama yang sangat dibutuhkan bagi anak.
Dimana hal tersebut secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan
perkembangan anak. Sedangkan pendidikan agama pada anak keluarga
rnuslim merupakan awal pembentukan kepribadian, baik atau buruk
kepribadian anak tergantung pada pendidikan serta lingkungan yang
mengasuhnya. Oleh karena itu, sebagai keluarga muslim, orang tua
mempunyai kewajiban memberikan pendidikan dan bimbingan kepada anak.
Mengingat pentingnya pendidikan agama, maka orang tua harus mempunyai
pengetahuan yang cukup dalam menegakkan pilar-pilar pendidikan agama
dalam keluarga.
Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan
yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya.
Pendidikan agama dan spiritual ini bcrarti membangkitkan kekuatan dan
kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada kanak-kanak. Demikian
pula, memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai
budaya Islam yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat menolongnya
kepada pengembangan sikap agama yang betul. Bagaimanapun sederhananya
pendidikan agama yang diberikan di rumah, itu akan berguna bagi anak dalam
memberi nilai pada teori-teori pengetahuan yang kelak akan diterimanya di
sekolah. Inilah tujuan atau kegunaan pertama pendidikan agama dalam
keluarga.
Oleh karena itu, peranan pendidikan (khususnya pendidikan agama)
memainkan peranan pokok yang sepatutnya dijalankan oleh setiap keluarga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terhadap anggota-anggotanya. Lembaga-lembaga lain dalam masyarakat,
seperti lembaga polilik, ekonomi dan lain-lain, tidak dapat memegang dan
menggantikan peranan ini. Lembaga-lembaga lain mungkin dapat membantu
keluarga dalam tindakan pendidikan, akan tetapi tidak berarti dapat
menggantikannya, kecuali dalam keadaan-keadaan luar biasa (Hasan
Langgulung, 1995).
Keluarga memegang peranan penting dalam meletakkan pengetahuan
dasar keagaman kepada anak- anaknya. Untuk melaksanakan hal itu, terdapat
cara-cara praktis yang harus digunakan untuk menemukan semangat
keagamaan pada diri anak, yaitu :
Ø Memberikan teladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman
kepada Allah dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dalam
bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu
Ø Membiasakan mereka melaksanakan syiar-syiar agama semenjak kecil
sehingga pelaksanaan itu menjadi kebiasaaan yang mendarah daging, dan
mereka melakukannya dengan Kemauan sendiri dan merasa tentram sebab
mereka melaksanakannya
Ø Menyiapkan suasana agama dan spritual yann; sesuai di rumah di mana
mereka berada
Ø Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan
memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhluk-Nya untuk
menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungan-
Nya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ø Menggalakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama dan
kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya dalam berbagai macam bentuk dan
cara (Ibid, 1992).
Bekal pendidikan agama yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga
akan memberinya kemampuan untuk mengarnbil haluan di tengah-tengah
kemajuan yang demikian pesat. Kelurahan Sumber yang juga merupakan
wilayah keluarga muslim merupakan keluarga-keluarga yang mempunyai
tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik generasi-generasinya
untuk mampu terhindar dari berbagai bentuk tindakan yang menyimpang.
Pembentukan kepribadian anak sangat erat kaitannya dengan
pembinaan iman dan akhlak. Secara umum para pakar kejiwaan berpendapat
bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan
mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Kepribadian terbentuk melalui
semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserap dalam pertumbuhannya,
terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Apabila nilai-nilai agama
banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, tingkah laku
orang tersebut akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama, Di
sinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa
pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Oleh sebab itu, keterlibatan orang
tua (baca: keluarga) dalam penanaman nilai-nilai dasar keagamaan bagi anak
semakin diperlukan (Zakiah Darajat, 1993).
Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam keluarga merupakan
sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius. Banyak sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengaruh-pengaruh pendidikan agama Islam terhadap perkembangan anak,
yaitu seperti perubahan kepribadian anak, menjadi baik dan mulia, serta
mereka mengetahui tata cara bergaul dengan sesama dengan mengaplikasikan
etika-etika yang mereka pelajari dari pelajaran di pengajian pondok pesantren
dan lembaga-lembaga agama Islam lainnya. Pembinaan anak secara terencana
seperti yang disebutkan di atas, akan memudahkan orang tua untuk mancapai
keberhasilan pendidikan yang diharapkan. Pengaruh yang sangat penting dan
utama ialah meacerdaskan kehidupan bangsa serta menshalihkan kehidupan
bangsa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Keluarga adalah sebuah lingkungan yang sangat kental akan kekerabatan
serta nilai-nilai sosial. Lewat keluarga kita mulai mengenal kebiasaan, aturan dan
semua hal yang berkaitan dengan hubungan bermasyarakat. Keluarga juga dapat
dikatakan sebagai sebuah lembaga yang mengajarkan banyak hal kepada manusia.
Pendidikan dasar terjadi dan kita peroleh lewat agama. Keluarga merupakan
tempat kita bersosialisasi awal dan ini menjadi dasar bagi internalisasi nilai-nilai
masyarakat. Kita dapat mengetahui tentang agama, norma serta nilai-nilai yang
berkembang di dalam masyarakat.
Namun terkadang apa yang kita pikirkan tentang keluarga memiliki
perbedaan dalam kenyataannya. Keluarga harusnya menjadi benteng bagi segala
hal yang dapat merusak moral serta akhlak seseorang terutama bagi anak yang
masih rentan terhadap semua hal yang masuk kepikirannya. Realita di lapangan
menunjukkan ada hal yang reda dalam hal pengoptimalan fungsi keluarga.
Keluarga harusnya menjadi filter bagi semua hal yang masuk dalam otak anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Untuk itu, penelitian ini berusaha mengungkap tentang bagaimana fungsi
sosial keluarga dalam memberikan pemahaman anak tentang keagamaan.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Kota
Surakarta. Adapun informan dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa
kategori. Berikut ini adalah rincian informan dalam penelitian ini:
Tabel VI Daftar Kategori Informan
No Kategori Informan
1 Orang Tua Orang Tua
2 Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat setempat
3 Anak Anak
Pembedaan atau penggolongan kategori dilakukan untuk memudahkan
dalam hal analisa serta pengkroscekan data dari pada informan. Pemilihan jenis
kategori informan dalam penelitian ini dikarenakan pada kehidupan sosial
mencakup ketiga kategori tersebut. Apalagi ketika dihubungkan dengan fungsi
sosial keluarga terhadap tingkat religiusitas anak. Peneliti tidak hanya mengajukan
pertanyaan dan observasi terhadap orang tua saja tetapi pada tokoh masyarakat
dan anak.
Berikut ini adalah uraian yang lebih rinci tentang penelitian ini. Penelitian
ini dibagi menjadi beberapa subpembahasan. Penyajian dan analisis penelitian ini
diuraikan dalam bagian berikut ini.
A. Sosialisasi Nilai Agama dari Orang Tua Kepada Anak
50
51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hidup dalam masyarakat pastinya mengalami sebuah interaksi dengan
orang lain. Dengan berinteraksi tersebut, maka dapat memperbaiki persepsi
kita terhadap sesuatu. Hidup di suatu lingkungan sosial yang menuntut agar
beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dengan lingkungan keluarga.
Perlu ada sosialisasi yang digunakan sebagai media perantara antara manusia
satu dengan yang lainnya. Sosialisasi juga merupakan hal yang tidak dapat
kita hindari dalam berinteraksi dengan orang lain.
Sosialisasi merupakan sebuah jalan untuk bisa meneruskan atau
memperkenalkan sebuah informasi kepada orang yang belum tahu tentang hal
tersebut. Sosialisasi wajib hukumnya ketika kita hidup bermasyarakat. Ketika
seseorang melakukan sosialisasi dengan baik maka pada akhirnya dapat
melakukan pendekatan yang baik dengan orang lain sehingga tingkat
kekerabatan dengan orang tersebut juga akan baik pula.
Sosialisasi ini meninjau peranan keluarga dalam membentuk
kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak
mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai
dalam masyarakat dalam rangka perkembangan pribadinya. Perubahan
masyarakat telah mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi sosial keluarga.
Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan itu antara lain ialah:
1. Fungsi Pendidikan
Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi pendidikan.
Fungsi pendidikan keluarga ini telah mengalami banyak perubahan. Secara
informal fungsi pendidikan keluarga masih tetap penting, namun secara
52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
formal fungsi pendidikan itu telah diambil alih oleh sekolah. Proses
pendidikan di sekolah menjadi makin lama (dari taman kanak-kanak
hingga perguruan tinggi) dan pengaruhnya menjadi makin penting.
2. Fungsi Rekreasi
Dalam keluarga merupakan medan rekreasi bagi anggota-
anggotanya. Sekarang pusat-pusat rekreasi di luar keluarga, seperti:
bioskop, panggung sirkus, lapangan olahraga, kebun binatang, taman-
taman, night club, dan sebagainya tentunya lebih menarik. Demikian pula
rekreasi dalam kelompok sebaya menjadi makin penting bagi anak-anak.
Perubahan tersebut menimbulkan dua macam akibat, yaitu:
a) Jenis-jenis rekreasi yang dialami oleh anggota-anggota keluarga
menjadi lebih bervariasi.
b) Anggota-anggota keluarga lebih cenderung mencari hiburan diluar
keluarga.
3. Fungsi keagamaan
Dahulu keluarga merupakan pusat pendidikan, upacara, dan
ibadah agama bagi para anggotanya di samping peranan yang dilakukan
oleh institut agama. Pendidikan agama erat kaitannya dengan pembinaan
akhlak, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pembinaan akhlak dalam
pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh
53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama.
Sehingga keutamaan-keutamaan akhlak dalam masyarakat islam adalah
akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama, sehingga seorang
muslim tidak sempurna agamanya sampai akhlaknya menjadi baik.
Para filosof pendidikan Islam sepakat bahwa pembinaan akhlak
adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan pendidikan Islam adalah
mendidik jiwa dan akhlak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
M. Athiyah Al-Abrasyi bahwa: maksud dari pendidikan dan pengajaran
bukan hanya memberikan segala ilmu yang belum ketahui oleh anak, akan
tetapi maksudnya ialah untuk memberikan pendidikan akhlak dan
mendidik jiwa mereka dengan cara menanamkan rasa fadhilah
(keutamaan), memberikan kebiasaan-kebiasaan agar mereka berlaku
sopan, dan mempersiapkan mereka untuk dapat menjalani kehidupan yang
suci dengan keikhlasan dan kejujuran.
Banyak metode yang dilakukan oleh orang tua dalam
melaksanakan pembinaan akhlak anak. Pertama-pertama harus dimulai
dari orang tua sebagai pendidik ia harus berusaha untuk memberikan
contoh yang baik kepada anak, baik dalam perbuatan maupun perkataan.
Membiasakan anak untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan syariat
agama.
4. Fungsi Perlindungan
Dahulu keluarga berfungsi memberikan perlindungan, baik fisik
maupun sosial, kepada para anggotanya. Sekarang banyak fungsi
54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perlindungan dan perawatan ini telah diambil oleh badan-badan sosial,
seperti perawatan untuk anak-anak cacat tubuh dan mental, anak yatim
piatu, anak-anak nakal, orang-orang lanjut usia, perusahaan asuransi dan
lain sebagainya.
Perubahan sosial telah mempengaruhi perubahan keluarga, dari
keluarga tradisional ke keluarga modern. Keluarga tradisional pada umumnya
memiliki lebih banyak anak daripada keluarga modern di kota. Keluarga
tradisional merupakan kesatuan produksi sedangkan keluarga modern
terutama adalah kesatuan konsumsi. Dalam keluarga tradisional kekuasaan
ayah sangat besar, sedangkan keluarga modern lebih bersifat demokratik.
Dalam keluarga tradisional kedudukan wanita terutama di dalam rumah,
sedangkan dalam keluarga modern sebagian wanita bekerja di luar rumah
tangga. Dalam keluarga tradisional perpisahan keluarga terutama disebabkan
oleh kematian, sedangkan dalam keluarga modern banyak perpisahan keluarga
yang disebabkan oleh perceraian.
Dalam lingkungan keluarga ada tiga tujuan sosialisasi, yaitu: orang tua
mengajarkan kepada anaknya tentang penguasaan diri, nilai-nilai dan peranan-
peranan sosial.
a) Penguasaan Diri
Masyarakat menuntut penguasaan diri pada anggota-anggotanya.
Proses mengajar anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang
tua melatih anak untuk memelihara kebersihan dirinya. Ini merupakan
tuntutan sosial pertama yang dialami oleh anak untuk latihan penguasaan
55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diri. Tuntutan penguasaan ini berkembang, dari yang bersifat fisik kepada
penguasaan diri secara emosional. Anak harus belajar menahan
kemarahannya terhadap orang tua atau saudara-saudaranya. Tuntutan
sosial yang menuntut agar anak menguasai diri merupakan pelajaran yang
berat bagi anak.
b) Nilai-nilai
Bersamaan dengan latihan penguasaan diri ini kepadac anak
diajarkan nilai-nilai. Sambil melatih anak menguasai diri agar
permainannya dapat dipinjam kepada teman-temannya, kepadanya
diajarkan nilai kerja sama. Sambil mengajarkan anak menguasai diri agar
tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan rumah,
kepadanya diajarkan tentang nilai sukses dalam pekerjaan. Penelitian-
penelitian menunjukkan, bahwa nilai-nilai dasar dalam diri seseorang
terbentuk pada usia enam tahun. Penelitian juga menunjukkan, bahwa
keluarga memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai itu.
c) Peranan-Peranan Sosial
Mempelajari peranan-peranan sosial itu terjadi melalui interaksi
sosial dalam keluarga. Setelah dalam diri anak berkembang kesadaran diri
sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain, dia mulai
mempelajari peranan-peranan sosial yang sesuai dengan gambaran tentang
dirinya. Dia mempelajari peranannya sebagai seorang anak, sebagai
saudara (kakak atau adik), sebagai laki-laki atau perempuan, dan
sebagainya. Proses mempelajari peranan-peranan sosial ini kemudian
56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dilanjutkan di lingkungan kelompok sebaya, sekolah, perkumpulan-
perkumpulan dan sebagainya.
Terkait dengan sosialisasi dalam keluarga, maka data hasil penelitian
dapat dibagi menurut kategori informan sebagai berikut:
1) Orang Tua
Sosialisasi adalah hal yang selalu lakukan selama kita hidup. Hal ini
seperti yang diutarakan oleh informan yang memiliki 2 orang anak yang
telah duduk di kelas I dan masih balita, Ibu Ariani (29 th) terkait dengan
sosialisasi seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut penuturan
beliau di teras rumahnya.
“Memang benar kita perlu bersosialisasi dengan orang lain untuk bisa mengembangkan pemikian saya. Terkait dengan sosilasasi dengan anak, saya berusaha sedini mungkin menjalin kedekatan dengan anak-anak saya. Saya yang mengurus anak saya dari lahir sampai sekarang sekolah di kelas I. Ini saya lakukan agar anak mengetahui dan merasa dekat dengan orang tua termasuk kepada saya. Saya mulai memberikan pengarahan kepada anak saya mulai dengan ajaran agama, sopan santun dan cara berperilaku dengan orang lain terutama orang tua. Ya saya kira pendidikan tersebut dilakukan sedini mungkin untuk menumbuhkan kepribadian yang baik”. (Wawancara, 17 April 2009) Ketika ditanya lebih dalam lagi tentang cara-cara yang dipakai oleh
beliau dalam memberikan pendidikan tersebut, maka beliau menjelaskan
bahwa ada banyak hal yang dapat dilakukan. Antara lain dengan
memberikan contoh secara langsung, mengobrol sambil memberikan
arahan kepada anak dan tentunya memberikan penilaian tentang perilaku
anak. Ini dapat diartikan dengan evaluasi terhadap perilaku anak.
57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Evaluasi ini dengan tujuan meminimalkan potensi untuk masalah
komunikasi dan konflik, orang tua juga bisa memberikan gambaran
kepada anak tentang tindakan mana yang benar dan mana yang kurang
benar. Ini berarti bahwa sebelum orang tua menunjuk perilaku mana yang
benar dan kurang benar, maka orang tua harus bisa menjelaskan secara
detail kenapa bisa dikatakan benar dan kurang benar yang tentunya harus
memiliki alasan yang kuat pula. Meskipun ini kedengarannya cukup
sederhana, orang tua dan anak berinteraksi dengan mengobrol, namun
pada hakikatnya ini mempunyai arti penting bagi perkembangan
psikologis sang anak.
Dan waktu ditanya langkah mana yang paling bagus atau ideal dalam
memberikan teladan dan sosialisasi agama kepada anak, beliau lebih
memilih dengan memberikan contoh secara langsung kepada anak. Ini
juga dapat dijadikan bukti bahwa orang tua mampu melaksanakan apa
yang mereka arahkan kepada anak, oleh karena itu ank juga akan ebih
percaya kepada orang tuanya dan menganggap orang tua sebagai panutan
yang baik bagi mereka.
Sebuah pengakuan yang meluncur dari seorang bapak yang sangat
mengkhawatirkan anaknya terkait dengan pergaulan serta ancaman bagi
anak-anak. Sebuah kekhawatiran yang memang menjadi momok bagi
setiap orang tua karena perkembangan jaman dan canggihnya alat
komunikasi yang bisa diakses dengan mudah dan murah. Berikut penutran
Bapak Supadi (44 th) kepada peneliti:
58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
”Akhir-akhir ini anak saya sering bermain sampai larut malam bersama teman-temannya, katanya ke warnet. Dan orang-orang mengatakan bahwa di internet anak-anak sering melihat hal yang kurang pantas Mbak, jadi saya juga sempat khawatir jika anak saya masuk dalam aliran yang tidak berujung pangkal”. (Wawancara 17 April 2009)
Berikut ini adalah gambaran hasil penelitian di atas yang peneliti
sajikan dalam sebuah matrik.
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel X Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua
No Sub Masalah Hasil Penelitian
1 Isi Sosialisasi a. Ajaran agama
ini menjadi hal yang pertama kali disosialisasikan kepada anak agar kepribadian anak bias terbentuk
dengan baik dan dibentengi oleh ajaran agama.
b. Sopan santun/ tata karma
Ini diberikan sebagai modal untuk berinteraksi dengan orang lain di dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Kasih sayang
kasih sayang diberikan untuk menumbuhkan kebersamaan dan saling memiliki antar anggota
keluarga, termasuk antara orang tua dan anak.
2 Cara Sosialisasi a. Memberikan contoh langsung kepada anak
ini sangat efektif untuk memberikan contoh bagi anak sekaligus pembuktian tentang apa yang telah
dikatakan oleh orang tua.
b. Berkumpul dengan anggota keluarga dan memberikan arahan. Ini semacam curhat dengan orang tua.
Anak akan lebih terbuka kepada orang tua ketika kegiatan ini seiring dilakukan dan dapat
menumbuhkan rasa saling percaya dengan anggota keluarga.
c. Memberikan penilaian tentang perbuatan dari sang anak. Ini dapat dikatakan sebagai media evaluasi
60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
antara anak dan orang tua. Orang tua akan melakukan penilaian terhadap perilaku anak, apakah
sesuai dengan nilai, norma dan ajaran agama atau bahkan sebaliknya.
Sumber: Hasil Wawancara
61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Tokoh Masyarakat
Jika dikaji dari sudut pandang dari tokoh masyarakat, maka Bapak
Rofik Anwar (35 th) menandaskan bahwa ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh orang tua dalam memberikan teladan kepada anak, salah
satunya melalui kegiatan sosialisasi dengan sang anak. Berikut ini
wawancara yang dilakukan pada 15 April 2009 yang lalu:
”Rasa kasih sayang, tolong menolong dan agama dapat dilakukan dengan beberapa cara. Antara lain melakukan sholat berjamaah, sharing dengan anggota keluarga untuk mengatahui permaalahan-permasalahan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga. Dari itu maka akan dianalisa dan dicari kesalahan sehingga dapat diketahui jalan keluar dari permasalahan tersebut apa. Orang tua dapat memberikan contoh dan teladan bagi sang anak dan itu wajib dilakukan, ya untuk menghindarkan diri anak dari hal-hal yang kurang baik bagi anak. Ya kalau anak-anaknya telah dewasa maka orang tua diusahakan menyediakan buku-buku tentang agama sehingga anak bisa melakukan pembuktian terhadap apa yang telah diucapkan oleh orang tuanya menurut ajaran agamanya”. (Wawancara, 15 April 2009)
Cara sama yang dianggap paling efektif dalam memberikan teladan
bagi anak adalah dengan memberikan contoh secara langsung kepada
anak. Ini merupakan langkah yang paling sederhana dan mudah untuk
dilakukan oleh orang tua. Namun ini kadang kala tidak dapat dilakukan
dengan beberapa alasan. Ini muncul dari pengakuan salah satu informan
yang berasal dari kategori anak. Perasaan anak sangat peka terhadap
semua hal yang menimpa dirinya sehingga orang tua diharapkan mampu
menjaga perasaan anak.
62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia bersifat
primer dan fundamental. Keluarga pada hakikatnya merupakan wadah
pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih
berada dalam bimbingan dan tanggung jawab orang tuanya. Berikut ini
tanggapan salah satu tokoh masyarakat yang ada Kelurahan Sumber,
Bapak Suhali (42 th) tentang peran keluarga berkaitan dengan anak.
“Keluarga menurut saya ya punya peranan penting. Yang paling penting adalah peran memberikan contoh kepada anaknya. Tapi peran yang lain juga penting mbak, tapi menurut saya yang terpenting adalah itu”. (Wawancara, 15 April 2009)
Ketika orang tua melakukan sesuatu yang kemudian ditiru anak, maka
tidak menutup kemungkinan apa yang ditiru anak adalah sesuatu yang
buruk. Bagaimana itu bisa terjadi? Anak adalah peniru yang baik, apalagi
anak di bawah usia 3 tahun. Dia akan meniru semua yang dilihat tanpa
menyeleksinya. Manakala apa yang dilihat anak adalah ucapan yang tidak
baik, perbuatan yang kasar, sikap yang sombong, maka anakpun akan
meniru demikian. Jika itu yang terjadi maka dapat dikatakan pendidik
telah memberikan teladan yang buruk bagi anak.
Terkait dengan fungsi sosial, keluarga memegang peranan penting
dalam hal keteladanan kepada anak. Hal ini sesuai dengan peribahasa
“buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Hal ini juga bisa bermakna bahwa
sikap serta tingkah laku anak tergantung pada orang tua yang memberikan
contoh. Ketika orang tua memberikan contoh yang baik, maka anak juga
akan mencontoh sikap yang baik tersebut. Namun jika orang tua
63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memberikan teladan yang buruk maka hampir bisa dipastikan akan
semakin tepat dicontoh oleh sang anak. Hal ini sesuai dengan penuturan
dari salah satu informan, Bapak Suhali (42 Th).
“..Ya Mbak…kulo nggih radi ngati-ati pas menehi conto kagem anak kulo. Nopo meneh, sak niki kathah godaan ingkang saged dipun contoh bocah-bocah. Salah satunggaling coro, kulo mlebetaken putro kulo teng TPA mesjid mriki (..Iya Mbak…Saya juga agak hati-hati ketika memberikan contoh untuk anak saya. Apalagi sekarang ini banyak godaan yang bisa dicontoh anak-anak. Salah satu cara, saya memasukkan anak saya di TPA masjid sini)”. (Wawancara, 15 April 2009)
64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel XI Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Tokoh Masyarakat
No Sub Masalah Hasil Penelitian
1 Isi sosialisasi a. Rasa kasih sayang dan saling tolong menolong terhadap sesama
b. Ajaran agama
c. Tata cara berperilaku dan berinteraksi dngan orang lain baik di dalam lingkup
keluarga atau lingkup masyarakat
2 Cara bersosialisasi
tentang ajaran agama
a. Berkumpul dengan anggota keluarga sambil berbincang-bincang dan sharing,
jadi ini dilakukan sesering mungkin untuk menumbuhkan sikap keterbukaan
dengan anggota keluarga terutama orang tua
b. Sholat berjamaah di rumah secara rutin
c. Sholat berjamaah ini dilakukan sebagai aplikasi dari ajaan-ajaran agama yang
disampaikan oleh orang tua kepada anak. Anak terkadang menginginkan hal
yang kongkret yakni tindakan nyata, bukan hanya doktrin-doktrin yang sering
didengarkan anak-anak. Ketika ada pembuktian maka menjadi salah satu nilai
plus dari ajaran tersebut. Dan inilah yang dicoba oleh orang tua dalam
memberikan teladan bagi anak-anaknya.
d. Menyediakan buku-buku tentang agama untuk anak. Buku-buku agama akan
65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengimbangi terhadap apa yang mereka dengar dengan apa yang mereka baca.
Sehingga niat untuk tetap belajar mencari kebenaran akan selalu ada.
Sumber: Hasil Penelitian
66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Anak
Sosialisasi adalah proses pewarisan nilai, artinya dalam sosialisasi
ini dapat digunakan sebagai media penyiaran informasi tentang fungsi
keluarga, khususnya dalam aspek religiusitas. Ajaran agama dapat
diberikan orang tua melalui dua macam yakni sosialisasi dan pendidikan.
Namun cara yang paling sederhana dan mengena adalah cara yang
pertama, yakni sosialisasi.
Anak menuturkan sosialisasi yang diberikan orang tuanya terkait
dengan aspek religiusitas. Berikut hasil wawancara dengan Imron (7 th).
”Ya ibu selalu memberikan kasih sayang kepada saya, tapi kalau bapak agak jarang soalnya bapak kerja. Ibu selalu menanyakan tentang kegiatan saya di sekolah, ya saya ceritakan semuanya. Pokoknya ibu baik banget sama saya. (Wawancara, 16 April 2009)
Faktor kesibukan menjadi hal yang sulit dihilangkan. Orang tua
memiliki kegiatan sendiri, dan hal itu bisa berimbas bagi keharmonisan
keluarga. Fakta di atas menujukkan bahwa seorang anak merasa kurang
perhatian karena bapaknya terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun hal
itu sedikit tertutupi dengan perhatian sang ibu dalam mendidik dan
memberikan kasih sayang kepada buah hati.
Sebagai langkah guna pengkroscekan data di atas, maka peneliti
melakukan wawancara dengan salah orang anak di Kelurahan Sumber,
Budi (15).
”Orang tua saya sangat ketat mengawasi saya Mbak. Saya dilarang bemain setelah pulang sekolah sebelum meminta ijin kepada ibu. Di rumah selalu diterapkan kegiatan sholat berjamaah, setelah itu salaman. Kata bapak itu untuk meningkatkan keakraban. Tapi saya
67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
juga gak tahu persis, tapi sebagai anak saya harus mematuhi perintah orang tua asalkan itu baik untuk saya”. (Wawancara, 16 April 2009)
Pengaruh kebudayaan dari luar memang sulit dibendung. Untuk
mengantisipasi hal tersebut maka harus dimulai dari rumah. Selama ini
generasi muda banyak jadi korban mode karena kurangnya pendidikan
moral religi dalam keluarga. Sehingga jangan hanya menyalahkan anak
yang terlalu menjadi korban mode. Karena di rumah orang tua jarang
membina anaknya dalam penyaringan kebudayaan barat.
Sebaiknya orang tua sejak dini memberikan nasihat dan teladan
bagi anaknya bagaimana seorang muslim/ muslimah berpakaian baik dan
seperti apa kebudayaan yang ada di Indonesia. Orang tua perlu
memberikan contoh yang baik, tidak hanya sekedar omongan belaka.
Mendidik anak harus diiringi kekuatan akhlak yang baik dari para orang
tua. Sebab jika tidak, akan memperlemah atau menimbulkan kekecewaan
dan konflik batin dalam diri anak. Bagaimana pun juga, anak akan melihat
sikap dan perilaku kedua orang tuanya. Kegigihan orang tua dengan serius
akan memberi suri teladan bagi anak-anaknya, ini adalah pendidikan yang
tidak ternilai.
Sekali lagi, orang tua adalah orang pertama yang akan dijadikan
contoh hidup bagi anak-anaknya. Mengapa terkadang nasihat-nasihat
orang tua terhadap anak-anaknya tidak pernah dituruti? Bukan berarti
nasihat itu buruk, tetapi ada hal lain yang patut dievaluasi. Kemungkinan
besar, anak tahu sifat orang tuanya. Tetapi ada ketidaksesuaian antara apa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang diucapkan dengan apa yang dilakukan. Oleh karena itu dari awal
orang tua harus memberikan contoh yang baik dan hati-hati dalam
bersikap serta bertingkah laku.
Sosialiasasi yang dilakukan dalam sebuah keluarga merupakan
harga mati bagi pendidikan anak. Sosialisasi yang dilakukan keluarga ini
memiliki intensitas yang bereda-beda berikut ini adalah penuturan dari
Budi (15 th):
”Saya lebih sering diberikan arahan oleh ibu bila dibanding dengan bapak. Ibu selalu ada ketika saya butuhkan. Tapi saya juga tetap menghormati bapak, bapak juga memberikan arahan kepada saya. Bapak membimbing saya ketika saya mengalami masalah, namun bila ditanya lebih sering mana saya berhubungan, maka saya akan menjawab ibu”. (Wawancara 16 April 2009)
Namun hal berbeda dituturkan oleh informan lain yang juga berasal
dari kategori anak. Berikut ini adalah jawaban dari Imron (7 th) kepada
peneliti:
”Saya sangat sayang bapak dan ibu. Bapak dan ibu sangat baik, Sangay menyayangi saya. Kalau saya salah saya tidak dimarahi tetapi malah diberitahu mana yang salah dan hal yang benar. Bapak dan ibu sering banget memberitahu saya seperti itu”. (Wawancara 16 April 2009)
Sehubungan dengan sosialiasasi ajaran agama, pastinya ada hal-hal
yang disosialisasikan. Berikut ini yang disampaikan oleh Imron (7 th)
kepada peneliti:
”Ya kalau tentang agama yak bapak dan ibu mengajarkan kepada saya tentang cara sholat. Saya sering bertanya kepada kenapa bapak selalu sholat. Akhirnya saya dijelaskan panjang lebar tentang sholat. Dan mulai saat itu saya juga dharapkan bisa ikut sholat bersama dengan bapak dan ibu”. (Wawancara 16 April 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dan selanjutnya Imron juga menjelaskan tentang cara lain yang
digunakan orag tua dalam memberikan pemahaman tentang ajaran agama.
Berikut ini adalah penjelasan dari anak berumur 7 tahun tersebut:
”Saya sering diajak bermain dan ngobrol dengan bapak dan ibu di teras rumah. Bapak dan ibu sering memberi saya nasihat bagaimana saya harus bersikap dengan orang lain terutama dengan orang yang lebih tua, bagaimana caranya bertingkah laku. Bapak dan ibu juga mengajarkan saya untuk selalu menolong orang yang kesusahan. Pokoknya banyak deh Mbak”. (Wawancara 16 April 2009)
Sedangkan Budi, anak berusia 15 tahun menuturkan hal-hal yang
disosialisasikan oleh orang tua kepada dirinya:
”Ya kalau dulu orang tua pernah memberikan pengetahuan tentang bagaimana caranya sholat, tata cara puasa, cara bertutur dengan orang lain dan banyak sekali tata krama yang harus dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat. Dulu pas saya kecil juga diajari tentang materi pelajaran dan berhitung. Namun Semarang gak lagi saya dapatkan. Mungkin karena saya sudah besar ya Mbak”. (Wawancara 16 April 2009)
Hasil penelitian di atas dapat disajikan dalam matrik di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel XII Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Anak
No Sub Masalah Hasil Penelitian 1 Isi sosialisasi dari
keluarga 1) Cinta dan kasih sayang terhadap keluarga dan sesama. Ini dilakukan agar anak mempunyai
jiwa saling menyayangi dengan orang lain terutama bagi anggota keluarganya.
2) Ajaran agama antara lain tentang tata cara sholat dan berdoa. Ini berhubungna Sang Pencipta
sehingga tata caranya tidak boleh salah sedari kecil anak harus ditanamkan sikap suka
bersyukur salah satunya dengan sholat dan berdoa.
3) Pengetahuan umum dan berhitung. Sosialisasi ini kebanyakan dilakukan ketika anak masih
kecil dan memerlukan banyak bimbingan, namun ketika anak sudah dewasa sosialisasi ini
juga bisa tetap dilakukan.
2 Cara bersosialisasi 1) Orang tua memberi arahan kepada anak. ini dilakukan ketika orang tua melihat perilaku yang
baik dan tidak baik. Orang tua akan menjelaskan dari sisi positif dan negatifnya.
2) Melakukan ngobrol bareng antara anak dan orang tua. Kegiatan sharing ini dilakukan untuk
menguatkan pengetahuan anak tentang aspek-aspek religiusitas dalam keluarga. Selain itu
kegiatan ini dapat menjalin kedekatan antara anak dan orang tua. Semakin sering keluarga
melakukan sharing maka kedekatan emosional orang tua dan anak akan semakin tebal.
Sumber: Hasil Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Uraian di atas bila dikaitkan dengan teori aksi dari Weber adalah
tindakan afektif. Ini meyangkut tentang tingkah laku anak-anak yang
dirasa kurang baik karena bertentangan dengan nilai dan norma yang ada
di masyarakat. Anak-anak hanya meniru tindakan dari orang lain dan
orang tuanya meskipun apa yang ditirunya kurang baik. Orang tua juga
belum bisa mengatasi permasalahan tersebut karena salah satu sebab
adalah perbuatan orang tua yang salah dan dicontoh oleh sang anak.
Namun tindakan yang dilakukan oleh anak tidak sepenuhnya adalah
tindakan afektif, tetapi ada pula yang masih sesuai dengan norma dan nilai
yang berlaku. Ini adalah sedikit gambaran tentang perbuatan anak. Ketika
dibandingkan dengan perbuatan orang tua, maka terjadi sebaliknya. Orang
tua cenderung melakukan suatu dengan pertimbangan yang matang dan
didasarkan kepada nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.
Sehingga masuk dalam kategori tindakan rasional berorientasi nilai.
Hampir semua perbuatan yang dilakukan oleh orang tua itu didasarkan
pada norma meskipun ada beberapa perbuatan yang dilakukan oleh orang
tua bertentangan dengan nilai dan norma, salah satunya adalah merokok di
depan anaknya.
Ini adalah contoh yang kurang bagus bagi perkembangan anak. Contoh
yang diberikan oleh orang tua karena perbuatan itu mudah ditiru oleh anak
dan akhirnya menjadi kebiasaan bagi anak. Padahal kita tahu bahwa
merokok dapat berdampak buruk bagi manusia terutama masalah
kesehatan. Orang tua diharapkan mampu memberikan contoh yang baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kepada anak. Sebenarnya orang tua boleh merokok, namun etikanya
jangan dilakukan di depan anak-anaknya terutama anak laki-laki. Bisa jadi
ini adalah alasan kenapa anak melakukan perbuatan menyimpang. Salah
satunya karena orang tua juga melakukan perbuatan yang menyimpang
dari nilai dan norma di masyarakat.
Kasus lain tentang keteladanan orang tua dalam hal ajaran agama juga
sesuai dengan teori aksi Weber yang tindakan rasional yang berorientasi
nilai (werkrational action) yakni setiap tindakan yang dilakukan oleh
setiap orang selalu dilandasi oleh nilai yakni batasan benar atau salah.
Dikatakan demikian karena orang tua berusaha mendidik anak-anaknya
agar mereka memiliki kepribadian yang baik dan dapat hidup sejahtera.
Yang menjadi nilai di sini adalah peran dari orang tua. Peran orang tua
dalam keluarga adalah sebagai pendidik dan pemberi perlindungan dan
masih banyak lagi peran atau fungsi keluarga yang lain. Yang jelas ketika
seseorang melakukan sesuatu pastinya ada dasar di balik pelaksanaannya,
sehingga esensi dari pelaksanaan tindakan ada yakni dasar dan tujuan yang
jelas, sehingga target yang dicapai pun juga akan tepat sasaran dan lebih
efektif.
Nilai dalam kehidupan sosial masyarakat sangat penting karena akan
menjadi patokan apakah sesuatu yang dilakukannya itu adalah benar atau
salah. Nilai ini adalah hasil dari interaksi dengan orang lain, dan dari situ
dapat lahir aturan-aturan yang membatasi seseorang untuk melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sesuatu salah satunya adalah tindakan untuk memberikan pendidikan
agama kepada anak-anaknya.
Dari hasil wawancara di atas maka hampir sama setiap jawaban yang
diberikan oleh setiap informan dengan pertanyaan yang sama. Ini
membuktikan bahwa semuanya telah menyadari apa yang melekat dalam
dirinya sehingga mereka dapat melaksanakan apa yang seharusnya
dilakukan. Dan tugas selanjutnya adalah melaksanakan peran-perannya
tersebut dalam kehidupan keluarganya masing-masing.
Hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa memang ajaran agama haru
diberikan kepada anak sedini mungkin agar dijadikan sebagai penerang
hidup sang anak menjalani hidup. Tetapi anak juga harus diawasi dan
diberikan arahan agar mampu menjalankan roda kehidupan ini dengan
baik.
Ada persamaan yang diutarakan oleh ketiga kategori informan di atas.
Yakni hal-hal yang perlu disosialisasikan serta cara yang bagaimana yang
dilakukan untuk melakukan sosialisasi dengan orang lain. Hal yang perlu
disosialisasikan antara lain rasa kasih sayang, ajaran agama, tata krama dan
sopan santun terhadap orang lain terutama pada orang tua.
Adapun jalan atau cara yang ditempuh oleh orang tua dalam
melakukan sosialisasi tentang hal di atas kepada anak dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain dengan pemberian teladan atau contoh dari orang
tua, pelaksanaan ngobrol bareng atau bisa dikatakan sharing untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengetahui tentang apa saja yang telah dilakukan anak dan menilai apakah
yang dilakukan oleh anak benar atau kurang benar.
Cara-cara tersebut tidak dapat dilakukan secara bersama-sama, oleh
karena itu perlu ada pemilihan metode atau cara tersebut. Mana yang paling
mudah dilakukan itulah yang akan dilakukan. Hal ini terkait dengan asumsi
dasar yang dikemukakan oleh Hinkle di mana dalam bertindak atau
berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dan oleh sebab itu dalam
bertindak manusia manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta
perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.
Sehubungan dengan sosialisasi tentang ajaran agama di atas, maka
menurut Soekanto maka sosialisasi ini dapat masuk dalam kategori sosialisasi
primer, yakni sosialisasi yang terjadi pada anak yang masih kecil atau usianya
sangat muda. Hal ini dilakukan untuk mengenalkan lingkungan sosialnya pada
anak dan merupakan proses berlangsungnya kepribadian anak. Kegiatan ini
mayoritas dilakukan dalam sebuah keluarga, dan proses ini berlangsung secara
bertahap dan berkesinambungan.
Sosialisasi primer ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa
keingintahuan pada anak tentang suatu hal. Sehingga anak akan merasa
terangsang dan mulai menerapkan karena rasa penasaran anak akan semakin
besar ketika tidak anak cepat terlaksana. Salah satu yang menjadi bahan dari
sosialisasi orang tua kepada anak adalah kasih sayang. Kasih sayang tidak
akan ditemukan di tempat lain kecuali di dalam sebuah keluarga yang
harmonis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Pengaruh Religiusitas Orang Tua Kepada Anak
Keluarga adalah bagian terkecil dalam masyarakat. Fungsi keluarga
meliputi fungsi religi, fungsi afektif, fungsi sosial, fungsi edukatif dan fungsi
protektif. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengulas lebih jauh tentang
fungsi sosial dari keluarga yang berkaitan dengan keteladanan orang tua dalam
memberikan pemahaman keagaamaan kepada anak. Sedangkan wilayah yang
dijadikan sebagai tempat penelitian adalah Kelurahan Sumber, Kecamatan
Banjarsari, Kota Surakarta.
Keluarga juga biasa disebut sebagai nuclear family merupakan bagian
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas bapak, ibu dan anak. Ayah dan ibu
secara ideal tidak terpisahkan dan bahu-membahu dalam menangani anak
dalam hal mendidik dan mengurus anak. Anak tidak hanya menjadi tanggung
jawab ibu, tetapi ayah juga mempunyai kewajiban mendidik dan memberi
contoh kepada anaknya. Peran kedua orang tua sangat penting dan saling
mendukung. Berikut ini adalah hasil penelitian yang penulis bagi sesuai
dengan kategori informan.
1. Orang Tua
Keluarga yang merupakan kesatuan terkecil dalam sebuah
masyarakat tetapi menempati posisi yang primer dan fundamental. Artinya
keluargalah yang menjadi dasar anak dalam bertingkah laku apalagi kalau
sudah merambah ke lingkungan sosial masyarakat. Keluarga memiliki
peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang
anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memilik peran yang sangat penting bagi kelangsungan hidup anak. Berikut
ini adalah pendapat salah satu orang tua Bapak Supadi (44 th) tentang
peran keluarga:
“Saya rasa fungsi keluarga ya fungsi regenerasi, fungsi perlindungan, fungsi pendidikan, fungsi sosial. Saya rasa masih banyak fungsi-fungsi keluarga yang lain, tapi saya cuma ingat yang ini”. (Wawanacara, 17 April 2009)
Pada hakikatnya orang tua dalam keluarga memiliki banyak peran,
namun yang terpenting adalah mengetahui maksud mengaplikasikannya,
bukan hanya mengetahuinya saja. Guna mengetahui pengetahuan orang
tua terkait dengan fungsi keluarga, maka peneliti melakukan kroscek
dengan informan lain yang berasal dari kategori yang sama, yakni dari
kategori orang tua, maka informan tersebut menambahkan bahwa keluarga
juga memiliki peranan yakni memberikan perlindungan kepada anak dari
setiap bahaya. Selain itu keluarga juga berkewajiban memberikan kasih
sayang dan menumbuhkan rasa saling asih, asah dan asuh.
Fungsi-fungsi tersebut harus terwujud agar keluarga yang
terbentuk bisa menjadi sebuah keluarga yang harmonis. Artinya keluarga
yang tahan banting terhadap setiap permasalahan yang dihadapi oleh
keluarga. Ini ditentukan oleh kesigapan keluarga dalam menghadapi
masalah. Keluargalah yang menjadi kontrol bagi anggota keluarganya
sehingga peran orang tua sangat penting, dan ajaran agama menjadi salah
satu pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Fungsi Pendidikan
Pemberian ajaran agama yang dilakukan oleh orang tua kepada
anaknya dapat ditempuh dalam cara, antara lain dengan pendidikan
dan sosialisasi yang bagus. Kedua cara tersebut dilakukan dengan
disesuaikan dengan konteks yang ada. Kalaupun memerlukan hal yang
lebih formil baru penyampaian ajaran agama dilakukan melalui
pendidikan formal. Namun selama masih bisa dilakukan di dalam
keluarga hal itu bisa diberikan oleh orang tua.
Orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan
kepada anaknya, dan ini menjadi modal awal bagi pengetahuan anak
dalam bertingkah laku. Anak dapat menerapkan apa yang telah didapat
dari orang tua dalam kehidupannya sehari-hari. Anak juga akan
beraktualisasi dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat, dan
pendidikan orang tua akan sangat membantunya.
b. Fungsi Afeksi
Peran orang tua tidak hanya memberikan kasih sayang kepada
anaknya, melainkan memberikan perlindungan dari apapun yang bisa
membahayakan anak. Fungsi tersebutlah yang orang-orang sebut
sebagai fungsi afeksi. Keluarga adalah tempat anak mengeluarkan
keluh kesah dan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga
keluarga dalam hal ini adalah orang tua dijadikan tempat anak
bercerita. Dari situ orang tua mengetahui bahwa psikologis anak
tertekan, jadi peran orang tua di sini memberikan arahan, semangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
serta perlindungan anak dari rasa takut, sedih dan hal-hal yang
membahayakan baik secara fisik maupun psikis.
c. Fungsi Agama
Orang tua dianggap orang yang paling berpengaruh dan
berkewajiban dalam memberikan pendidikan kepada anak, termasuk
dalam bidang agama. Orang tua harus bisa mendidik anaknya untuk
menjadikan anak yang bersangkutan menjadi anak yang baik. Keluarga
yang gagal dalam memberi kasih sayang dan cinta, serta perhatian
akan memupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan
kepada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga tidak dapat
menciptakan suasana pendidikan, maka ini akan menyebabkan anak-
anak terperosok atau tersesat lainnya. Hal ini sesuai dengan penuturan
Bapak Supadi (44 th).
“Sekarang ini saya lebih selektif dalam mendidik anak. Kami sekeluarga sudah terbiasa mengungkapkan rasa sayang kepada anak, salah satunya dengan mencium tangan sebelum berangkat kerja atau kuliah. Kami ingin menanamkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap keluarga. Ini kami lakukan sebelum saya dikaruniai anak. Selain dengan cara tersebut, kami sekeluarga juga selalu melakukan sholat berjamaah agar menumbuhkan kecintaan anak terhadap Sang Pencipta. Saya mengakui bahwa pendidikan agama yang saya berikan kepada anak masih sangat kurang, jadi saat memasukkan anak saat ke TPA dekat rumah”. (Wawancara, 17 April 2009)
TPA dijadikan salah satu tempat yang dirasa mampu menutup
kekurangtahuan orang tua tentang masalah agama. TPA adalah salah
satu tempat yang diserbu oleh para orang tua ketika ingin memberikan
tambahan pengetahuan tentang agama. Dan kegiatan ini cukup efektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam menanamkan moral yang baik keada anak. Ajaran agama yang
diberikan orang tua mungkin kurang banyak dan detail, maka dari itu,
di TPA akan lebih banyak digali oleh sang anak kepada para ustad dan
ustadzahnya.
Berikut ini adalah pengakuan dari salah orang tua terkait
dengan keterkaitan TPA dengan upaya pemberian ajaran agama.
”Saya setuju dengan keberadaan TPA dalam memberikan tambahan pengetahuan agama kepada anak. Saya juga memasukkan anak saya ke TPA. Jadi kalau pagi sampai siang saya dan suami memberikan pengetahuan agama dan non-agama, dan pada sore hari sampai maghrib, anak saya menimba ilmu agama di TPA”. (Wawancara, 17 April 2009)
Sebuah pembelajaran yang baik tentang perilaku saling tolong-
menolong bagi sesama makhluk Tuhan. Di setiap agama pastinya juga
mengajarkan hal yang sama karena pada hakikatnya mengajarkan
kebaikan. Orang tua juga mengajarkan kepada anak-anaknya agar
menjalin kerja sama dengan orang lain karena manusia adalah makhluk
sosial. Berikut ini adalah penjelasan dari seorang ibu rumah tangga
yang secara langsung mengasuh serta mendidik anaknya dari kecil
sampai sekarang.
”Saya selalu mengajarkan nilai-nilai agama sejak dini kepada anak-anak saya. Banyak sekali ajaran-ajaran agama yang harus disampaikan kepada sang anak, tetapi saya selektif dalam memberikan pemahaman tersebut. Ya saya menyesuaikan dengan psikologis anak saya. Anak-anak saya ajarkan tentang makna kerja sama di lingkungan masyarakat karena manusia tidak bisa hidup dan bertindak sendiri tetapi memerlukan bantuan orang lain”. (Wawancara, 17 April 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pemberian ajaran agama sejak dini juga mempengaruhi
psikologis anak. Ini terjadi karena jika pondasi kuat maka bangunan
juga akan kuat, begitu juga dengan moral anak. Jika pondasinya dalam
hal ini adalah ajaran agamanya kuat, maka sebagian besar anak akan
memiliki moral yang baik pula. Untuk lebih jelasnya, maka dapat
dilihat pada matrik di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel VII Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Orang Tua
No Sub masalah Hasil Penelitian
1 Peran keluarga a. Keluarga memiliki peran mendidik anak sehingga bermoral baik yang akhirnya berimbas pada
kehidupannya di masyarakat
b. Keluarga memiliki fungsi pemberi kasih sayang. Kasih sayang di sini tidak harus ditunjukkan
dalam bentuk mencium anak tetapi juga memberikan pemahaman tentang hal yang baik dan
tidak baik.
c. Keluarga memiliki fungsi sosial di antara orang tua memberikan arahan bagaimana
berperilaku di dalam kehidupan bermasyarakat yang baik.
d. Keluarga pada hakikatnya juga memiliki fungsi perlindungan dari segala macam bahaya yang
dihadapi oleh anggota keluarganya termasuk sang anak.
e. Fungsi lain dari keluarga adalah fungi regenerasi. Dalam fungsi ini keluarga digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagai media dalam melestarikan keluarganya dan penerus dalam kehidupan.
2 Religiusitas dalam
keluarga
a. Agama dijadikan sebagai pedoman hidup, namun agama tidak dapat menjadi patokan apakah
anak tersebut memiliki budi pekerti yang luhur, karena sekarang ini orang tua yang kadang kala
mempunyai dasar agama yang kuat mampu melakukan hal yang salah
b. Orang tua memberikan pendidikan agama di rumah dan sebagai tambahan memasukkan
anaknya ke TPA agar bisa lebih mendalami agama dengan para ulama dan kyai
c. Orang tua memberikan pendidikan agama, salah satunya lewat sholat berjamaah diteruskan
dengan salaman dan berdoa bersama.
d. Orang tua memberikan pendidikan agama kepada anaknya sedini mungkin, karena ini menjadi
dasar dalam masa depannya
Sumber : Hasil Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Tokoh Masyarakat
Fungsi keluarga salah satunya adalah fungsi pendidikan. Fungsi ini
diharapkan mampu menjadi dasar bagi anak dalam menjalani kehidupan di
lingkungan masyarakat. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan
salah seorang tokoh masyarakat yang juga menjadi imam masjid di
lingkungan Kelurahan Sumber.
“Agama sangat diperlukan bagi anak dalam menjalankan roda kehidupan. Jadi saya menekankan kepada anak saya untuk tetap memegang teguh ajaran agamanya karena itu adalah salah satu modal dia hidup. Kalau masalah kenikmatan duniawi dapat dikejar, namun untuk kenikmatan akherati tidak segampang meraih duniawi. Perlu keikhlasan untuk mencapainya”. (Wawancara, 15 April 2009)
Pendapat yang saling melengkapi di atas mampu menunjukkan
bahwa keluarga memiliki peranan yang sangat banyak dan penting. Fungsi
pendidikan, fungsi kasih sayang, fungsi sosial, fungsi perlindungan, fungsi
regenerasi dan masih banyak lagi fungsi-fungsi yang lain.
Berkaitan dengan nilai-nilai agama yang diajarkan orang tua
kepada sang anak, maka Rofik Anwar memberikan penjelasan tentang hal
itu.
”Ada beberapa hal yang haru diajarkan oleh orang tua kepada anaknya. Setiap orang tua harus bisa mengajarkan itu. Hal itu adalah rasa saling menghargai dan toleransi dengan orang lain karena kita diciptakan dalam posisi yang sama dengan orang lain, tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah. Oleh karena itu saya selalu menekankan kepada anak saya untuk bisa menghargai orang lain. Kalau kita ingin dihargai oleh orang lain, maka kita juga harus menghargai orang lain pula”. (Wawancara, 15 April 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keselektifan orang tua dalam memberikan pendidikan dalam
mendidik anak perlu dilakukan, salah sedikit saja anak akan sulit keluar
dari jalan yang salah tersebut. Selain itu anak akan lebih cepat menerima
contoh yang kurang baik daripada contoh yang baik. Itulah yang menjadi
kekhawatiran dari salah satu tokoh masyarakat terkait dengan pendidikan
bagi anak-anak terutama anak pada usia dini. Berikut kutipan wawancara
dengan Bapak Suhali (42 th) terkait dengan hal di atas.
”Anak-anak sekarang sudah masuk pada dalam lingkaran yang tidak ada ujung pangkalnya. Orang tua yang harus membimbing anak tersebut untuk kembali ke jalan yang lurus. Pemberian teladan serta pendidikan agama perlu diberikan kepada anak agar mereka bisa lebih menghargai hidup. Ini saya katakan karena saya sering menjumpai anak-anak sini yang sering nongkrong di perempatan jalan dan terkadang sambil minum minuman keras. Dari pengamatan saya, mereka adalah anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis, artinya ada masalah dengan keluarga. Oleh karena itu orang tua harus peka dalam memberikan pendidikan kepada anak. Saya pikir pemberian pengetahuan tentang agama sangat simpel dilakukan dengan memberikan gambaran kepada anak tentang agama, salah satunya dengan sholat berjamaah. Dengan itu maka juga dapat menumbuhkan kedekatan emosional lebih tajam kepada orang tua”. (Wawancara, 15 April 2009)
TPA merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh oleh orang tua
dalam memberikan pendidikan tentang agama kepada anaknya. Dengan
TPA anak bisa mendapatkan nilai-nilai agama yang lebih banyak
didapatkan bila dibandingkan dari orang tua. Tapi bukan berarti apa yang
dilakukan atau diberikan oleh orang tua tentang pendidikan agama sedikit,
namun di dalam TPA anak akan lebih bisa menggali lebih dalam lagi
karena belajar bersama ustadz dan ustadzah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keluarga juga bisa memberikan pendidikan agama karena agama
dijadikan sebagai pedoman hidup, apalagi Negara Indonesia adalah negara
yang memberikan hak kepada setiap warga negaranya untuk memeluk
agama sesuai dengan agama serta keyakinan tanpa ada paksaan. Ini telah
termuat jelas di UUD 1945 yang telah diamandemen pada pasal 29.
Penerapan agama tersebut paling sederhana adalah dalam keluarga.
Dengan agama kita dapat menyeimbangkan kepentingan materiil dan
spirituil sehingga hati akan terasa lebih nyaman.
Fungsi religi dalam keluarga menjadikan keluarga sebagai bentuk
akhlak serta moral bagi anak-anaknya. Selain itu didasarkan pula pada
alasan bahwa lewat keluarga sosialisasi awal pada anak dimulai. Orang
pertama yang berinteraksi dengan anak adalah pihak keluarga, sehingga
keluarga dijadikan sebagai peletak dasar pendidikan agama bagi anak.
Pendidikan agama merupakan dasar bagi kehidupan anak yang
bersangkutan. Ajaran agama akan dijadikan pedoman hidup karena lewat
agama seseorang dapat mengerti apakah yang dilakukannya itu benar atau
salah. Agama yang menentukan apakah kehidupannya bisa sesuai jalur
atau tidak. Berikut ini penuturan dari Rofik Anwar (35 th), salah satu
informan yang berhasil ditemui peneliti di kediamannya.
“Ya benar bila dikatakan agama menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya. Ibarat kehidupan kita yang gelap gulita tanpa listrik, pasti kita akan menyalakan lilin sebagai sumber cahaya yang menerangi rumah. Begitu juga dengan agama. Agama menjadi penerang dalam kehidupan manusia sehingga akan tahu apa yang baik untuknya dan mana yang tidak baik untuknya”. (Wawancara, 15 April 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Agama dijadikan sebagai pedoman hidup seperti halnya Pancasila
dan UUD 1945 dalam Negara Indonesia. Bedanya penerapan agama
berbeda-beda sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing
orang, namun untuk pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila mengatur
bagaimana pelaksanaannya dan punya satu ketentuan yang dijalankan
orang yang satu dengan yang lain.
Fungsi religi adalah salah satu fungsi keluarga yang menonjol di
keluarga terutama yang ditujukan kepada anak kecil. Karena anak-anak
membutuhkan dasar pelaksanaan dari perilakunya baik di dalam keluarga
atau pun di lingkungan lainnya. Berikut ini adalah penjelasan dari tokoh
masyarakat yang ada di Kelurahan Sumber, Suhali (42 th) seusai mengajar
TPA.
”Saya kira fungsi keluarga yang berhubungan dengan fungsi agama yang melekat ada keluarga dapat ditunjukkan dengan mengajarkan anak tentang ajaran agama, kemudian mengaplikasikan dengan perbuatan, jadi anak mampu mencocokkan antara teori dengan realita yang ada. Kan kita tahu sendiri kalau anak itu suka mencoba serta mencari sesuatu yang menurutnya ada yang aneh”. (Wawancara, 15 April 2009)
Penjelasan dari salah satu informan di atas menjelaskan bahwa
tingkat religiusitas seseorang dapat dilihat dalam segi ajaran agama,
perilaku dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun ada hal lain
yang belum dijelaskan dari penjelasan informan di atas. Oleh karena itu
perlu diberikan penjelasan tentang tingkat religiusitas seseorang. Untuk itu
salah reponden, yakni Bapak Supadi tentang tingkat religiusitas yang dapat
dilihat orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
”Tingkat religiusitas itu ya dapat dinilai dari tingkat keimanan seseorang. Iman di sini artinya ya percaya terhadap sesuatu, contohnya Alloh. Kalau memang orang itu seorang muslim yang punya tingkat religiusitasnya tinggi, maka dia akan percaya atau beriman bahwa Alloh itu memang ada”. (Wawancara, 17 April 2009)
Uraian di atas menjelaskan bahwa tingkat religiusitas tidak hanya
dilihat dari banyaknya ajaran yang dia tahu, tetapi juga mencakup tentang
aplikasi dari ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang
sederhana adalah cara bertingkah laku pada orang yang lebih tua. Setiap
agama mengaajarkan kepada setiap umatnya untuk selalu menghargai
orang lain, termasuk menghormati orang tua. Artinya seseorang harus
selalu menghormati orang lain, termasuk di terhadap orang tua. Ketika
anak diberikan ajaran agama tentang hal menghormati orang yang lebih
tua, maka anak akan mulai memikirkan apakah tindakan dari orang tua
sesuai dengan apa yang mereka ajarkan kepada dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel VIII Matrik Fungsi Religi dalam Sudut Pandang Tokoh Masyarakat
No Sub Masalah Hasil Penelitian
1 Peran Keluarga a. Peran keluarga:
1) pemberi kasih sayang
2) pendidikan dasar tentang agama
2 Religiusitas Keluarga a. Agama menjadi patokan apakah anak itu memiliki kepribadian yang baik atau tidak, meski kadang
meleset tapi ini dapat dijadikan patokan.
b. Orang tua adalah pihak yang harus bertanggugjawab terhadap moralitas anaknya, dibantu dengan
tempat-tempat yang memerikan pendidikan agama kepada anak-anak seperti TPA yang memberikan
pendidikan agama sekaligus, pendidikan tentang akhlak
c. Dengan sholat berjamaah maka akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang kuat,
sekaligus mengajarkan tentang agama kepada anak
d. Pendidikan diberikan oleh orang tua jadi ada keterikatan dengan orang tua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Tingkat religiusitas seseorang dapat dilihat dari aspek iman, tingkah laku dan realita di lapangan.
Sumber: Hasil Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Anak
Anak adalah penerus kehidupan serta generasi penerus dalam
mengisi kemerdekaan. Dalam kaitannya dengan Fungsi Religi dalam
keluarga, tentulah anak sebagai objek dari sosialisasi dan segala hal yang
diajarkan oleh orang tuanya. Maka dari itu, dalam penelitian ini, peneliti
mengambil anak sebagai salah satu kategori informan. Anak dapat
dijadikan tolak ukur terhadap apa yang telah diajarkan oleh orang tuanya,
dan tentunya yang berkaitan dengan tingkat religiusitas anak.
Oleh karena itu, maka peneliti melakukan tanya jawab dengan
salah satu informan yang berasal dari kategori anak-anak. Dan berikut ini
adalah jawaban dari Budi (15 th) ketika ditanya tentang peran orang tua
terhadap perkembangan dirinya.
“Bapak dan ibu selalu memberi kasih sayang kepada saya. Bapak dan ibu juga selalu mengajarkan kepada saya tentang sholat dan doa-doa. Ibu juga selalu menjaga saya, apalagi kalau hujan. Saya selalu takut sama petir, jadi ibu mendekap saya”. (Wawancara, 16 April 2009)
Jawaban dari informan di atas menandakan bahwa orang tua juga
mempunyai peranan dalam menjaga serta membimbing anaknya untuk
bisa melewati proses hidup. Oarng tua tidak hanya berperan dalam
memberikan pengetahuan tetapi juga perlindungan kepada anak.
Sama halnya dengan apa yang dikatakan oleh salah seorang
informan di atas, oarng tua telah memperlihatkan kewajibannya dalam
mendidik buah hatinya. Berikut ini adalah ungkapan dari Imron (7 th)
yang disampaikan kepada peneliti di rumahnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Saya sangat sayang kepada Bapak dan Ibu karena mereka juga sangat sangat sayang kepada saya. Saya diberikan kasih sayang, perlindungan ketika takut, dan orang tua selalu membimbing saya pas saya salah. Pokoknya mereka baik banget mbak..” (Wawancara, 16 April 2009)
Dari hasil wawancara dapat kita ketahui bahwa peran orang tua dalam
keluarga antara lain fungsi kasih sayang, pemberi perlindungan, dan tentu
saja peran religiusitas dalam menghadapi hidup. Namun dalam penelitian
ini peneliti akan lebih mengulas lebih dalam Fungsi Religi.
Terkait dengan nilai-nilai religiusitas anak yang diajarkan oleh orang
tuanya, maka salah satu informan yang masih di bawah umur ini
memberikan jawabannya sebagai berikut .
“Ya kalau nilai-nilai agama, orang tua juga memberikan Mbak. Orang tua terutama Bapak selalu mengajak saya untuk sholat berjamaah baik di masjid ataupun di rumah. Ibu juga begitu, ibu juga banyak memberikan nasihat kepada saya”. (Wawancara, 16 April 2009)
Nilai-nilai agama diberikan oleh orang tua kepada anaknya dalam
beberapa bentuk, ada yang dilakukan secara langsung ataupun dengan cara
tidak langsung. Berikut ini adalah jawaban dari salah satu informan ketika
ditanya tentang nilai-nilai religiusitas yang diajarkan oleh orang tuanya.
”Saya sedari kecil sudah diajarkan oleh orang tua saya, terutama ibu tentang nilai-nilai agama yang saya anut. Ibu selalu memberikan penjelasan tentang hal-hal yang dilakukan dalam hidup di dalam masyarakat. Saya diajarkan untuk saling tolong menolong, katanya dalam Al Qur’an juga mengatur tentang itu. Tapi saya juga tidak tahu surat apa dan ayat apa. pokoknya saya nurut sama ibu saya”. (Wawancara, 16 April 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berbeda dengan pengakuan dari inforan sebelumnya, Budi (15 th)
menuturkan hal yang berbeda. Berikut ini adalah jawaban dari Budi ketika
ditanya ajaran agama yang diberikan oleh orang tuanya.
”Saya jarang sekali diberikan ajaran agama dari orang tuaya karena bapak ibu sangat sibuk dengan urusan kantor. Terkadang kalau ingin bercerita dengan orang tua tentang sekolah, saya sering kecewa karena kalau pulang bapak dan ibu langsung tidur. Makanya saya mencari kesibukan sendiri di luar. Ya terkadang saya juga menyadari kalau salah memilih orang tetapi teman-teman mampu saya jadikan tempat bercerita”. (Wawancara, 16 April 2009)
Terjadi perbedaan perlakuan orang tua kepada anak-anaknya. Satu
informan merasakan bahwa orang tua telah memberikan pengetahuan
tentang hal-hal yang berhuungan dengan religiusitas tetapi yang satunya
merasa kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya, termasuk ajaran
tentang agama yang dianut. Ini membuktikan bahwa setiap hal ditentukan
oleh intensitas berinteraksi antara orang tua dan anak. Semakin sering
tatap muka anak dengan orang tua, maka akan semakin kental kedekatan
emosional dan tentunya kepatuhan kepada orang tua.
Hal yang lebih memperlihatkan tingkat religiusitas seseorang
adalah intensitas orang terebut melakukan sembahyang / peribadatan.
Keluarga muslim sebisa mungkin mengajak anak untuk melaksanakan
sholat secara berjamaah. Ini adalah pendidikan agama yang paling penting,
karena ini dapat memupuk keimanan sang anak serta menumbuhkan rasa
persaudaraan di antara anggota keluarga.
Berikut ini adalah pengakuan dari Budi (15 th) terkait dengan
kebiasaan sholat berjamaah yang dilakukan bersama keluarganya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
”Dulu memang keluarga kami selalu melakukan kegiatan sholat berjamaah, namun ya sekarang sudah mempunyai kesibukan masing-masing jadi ya terkadang masih dikerjakan, kadang tidak. Orang tua saya juga tidak begitu ketat mengawasi apakah saya sholat atau tidak, jadi ya saya agak bebas, kadang ya tidak sholat”. (Wawancara, 16 April 2009)
Berbeda dengan jawaban responden di atas, maka responden yang
juga berasal dari kategori anak justru mengatakan hal yang sebaliknya.
Berikut ini adalah pengakuan polos dari Imron, bocah berusia 7 tahun
kepada peneliti.
”Mbak kalau ke rumah saya pasti senang banget, di depan rumah ada tulisan arab gede banget, trus di ruang tamu juga ada tulisan arab tapi lebih kecil. Oya hampir lupa, kalau Mbak ke rumah saya harus ketuk pintu dan bilang assalamu’alaikum lho ya”. (Wawancara, 16 April 2009)
Sebuah hal yang berbeda terungkap dalam kehidupan 2 orang
responden dalam penelitian ini. Yang satu bisa dibilang berasal dari
keluarga yang tingkat religiusitasnya tinggi, namun di sisi lain juga ada
yang berasal dari keluarga yang memiliki tingkat religiusitas yang tidak
begitu tinggi. Sebelumnya telah kita ungkap juga dalam wawancara-
wawancara yang dilakukan kepada para responden dalam penelitian ini.
Mereka mengemukakan bahwa tingkat religiusitas seseorang dapat dilihat
dari sisi iman, tingkah laku dan realita di lapangan.
Agama merupakan sesuatu yang abstrak karena itu berhubungan
dengan interaksi seseorang dengan Tuhan, Sang Pencipta alam semesta.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa salah satu hal yang dapat
diukur dari agama atau religiusitas adalah lewat sisi keimanan. Seseorang
yang beragama, maka dia akan mengakui bahwa dia percaya bahwa Tuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
itu ada walaupun abstrak. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Hendropuspito dimana agama merupakan sejenis sistem sosial di mana
para penganutnya mengakui hal-hal non-empiris, salah satunya adanya
Tuhan.
Hal ini juga sesuai dengan teori tentang agama yang mengatakan
bahwa pendidikan agama menjadi dasar yang harus diberikan kepada anak
sejak dini keika masih muda. Karena pada saat masih kanak-kanak
pengawasan serta mampu menumbuhkan kesadaran anak tentang arti
penting agama. Hal ini diperkuat karena anak baru melakukan interaksi
dengan anggota keluarga, sehingga masih belum terhegemoni terhadap
budaya-budaya asing serta perilaku-perilaku orang lain yang dapat
mempengaruhi kejiwaan anak.
Anak-anak belum mengetahui lebih dalam tentang apa yang
mereka lakukan dan terkadang hal yang kurang baik dilakukan tanpa
berpikir panjang. Tugas orang tua adalah mengingatkan serta memberikan
contoh yang benar sehingga sang anak juga akan sadar, akhirnya
meninggalkan hal yang kurang baik. Inilah fungsi dari keluarga yakni
sebagai fungsi edukatif, yakni keluarga memberikan pendidikan kepada
anak tentang apa yang benar dan apa yang kurang benar. Ada banyak jalan
yang dapat dilakukan oleh para orang tua dalam memberikan pendidikan
kepada anaknya. Salah satunya adalah seperti penuturan dari Imron (7)
yang masih duduk di kelas II SD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
”Saya dimasukkan ibu ke TPA. Saya diajarkan sholat, membaca Al-Qur’an”. (Wawancara, 16 April 2009)
TPA menjadi salah satu cara yang ditempuh orang tua agar
anaknya lebih banyak memperoleh ilmu agama. TPA dinilai sebagai cara
yang cukup jitu dalam menyelesaikan masalah moral anak dan
pengetahuan tentang agama. Memang pada umumnya dengan
memasukkan anak ke dalam TPA, itu membuat anak lebih terkontrol
dalam bersikap dan tentu saja mempengaruhi moral anak yang
bersangkutan karena sang anak dianggap telah mengetahui ukuran baik
dan buruk melalui ajaran TPA yang dierikan oleh ustadz dan ustadzah.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini peneliti gambarkan dalam matrik
di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel IX Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Anak
No Sub Masalah Hasil Penelitian
1 Peran keluarga a. orang tua memiliki peran membimbing, di mana orang tua wajib membimbing anak apalagi ketika
sedang mengalami masalah.
b. Orang tua mempunyai peran melindungi anak pada apapun yang mengancam. Dalam masalah ini
dicontohkan dengan perlindungan orang tua kepada anak ketika turun hujan yang disertai petir
c. Orang tua juga memiliki peran memberi kasih sayang kepada anak. Ini dilakukan karena anak belum
mengetahui apapun di dunia ini. Ketika anak diberikan kasih sayang ini sejak bayi maka ini akan
membuat kedekatan anak dengan orang tua semakin tebal.
2 Fungsi Religi
orangtua kepada
anak
a. Orang tua memiliki peran dalam mengajarkan nilai-nilai agama keada anak sedari kecil.
b. Pemberian nilai-nilai agama dapat dilakukan dengan pelaksanaan sholat berjamaah, berkumpul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan keluarga sambil memberikan ajaran agamanya.
c. Orang tua juga bisa memasukkan anaknya ke TPA sebagai media dalam memberikan pengetahuan
tentang agama yang lebih banyak.
d. Anak yang mendapatkan pengetahuan agama dari orang tua sejak kecil memiliki intensitas
kepatuhan yang lebih bila dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan pengetahuan
tentang agama dari orang tuanya.
e. Anak belajar agama pertama kali dari orang tua
f. Perilaku orang tua menjadi bukti dari tingkat religiusitas orang tua
g. Anak akan mulai meninggalkan kegiatan-kegiatan yang bersifat agamis karena kurang pengawasan
dan perhatian dari orang tua.
Sumber: Hasil Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari hasil tabulasi di atas yang diwujudkan dalam bentuk ketiga matrik
dapat dilihat bahwa terdapat persamaan persepsi dari informan yang berasal
dari kategori orang tua dan masyarakat. Keduanya telah mengakui bahwa
keluarga memiliki peran yang penting dalam menggiring anaknya menuju
kehidupan yang sejahtera. Salah satunya dengan memberikan pengetahuan
tentang agama. Mereka juga megakui bahwa agama memegang peranan
penting dalam membentuk kepribadian anak, sehingga alangkah lebih baiknya
orang tua memberikan pendidikan agama sedini mungkin.
Artinya ketika dari kecil anak sudah diberi pendidikan agama, maka
kecil kemungkinan anak tersebut akan melakukan kesalahan-kesalahan fatal.
Meskipun anak juga memiliki keterbatasan dalam berperilaku, namun paling
tidak ajaran agama dapat membentengi anak tersebut melakukan kesalahan.
Oleh karena orang tua dan masyarakat sepakat kalau keluarga yang harus
bertanggungjawab memberikan pendidikan dasar tentang agama.
Uraian tersebut kemudian dikembalikan kepada objek dari kegiatan
tersebut, yakni sang anak. Anak pun juga mengakui bahwa orang tuanya telah
melakukan fungsi atau peran orang tua dalam keluarga. Salah satunya dengan
memberikan kasih sayang dan perlindungan. Anak mereka terlindungi dan
menimbulkan rasa kasih sayangnya kepada orang tua. Ini juga menjadikan
hubungan antara orang tua dan anak menjadi lebih dekat.
a. Cara orang tua dalam mendidik anak mengakibatkan beberapa perilaku
yang menjadi respon anak terhadap apa yang dia lakukan. Berikut ini
adalah reaksi anak terhadap apa yang dia lakukan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jika di dalam lingkungan keluarganya, misalnya anak itu sering
ditertawakan dan diejek apabila tidak berhasil melakukan sesuatu, maka
tidak sadar ia akan selalu berhati-hati melakukan sesuatu. Dia akan
menjadi orang yang selalu diliputi oleh keragu-raguan.
b. Jika di dalam lingkungan keluarganya seorang anak selalu dianggap dan
dikatakan bahwa dia masih kecil dan karena itu belum dapat melakukan
sesuatu, kemungkinan besar anak itu akan menjadi orang yang selalu
merasa kecil, tidak berdaya, tidak sanggup mengerjakan sesuatu. Ia akan
berkembang menjadi orang yang bersifat masa bodoh, atau kurang
mempunyai perasaan harga diri.
c. Sebaliknya, jika anak itu dibesarkan dan dididik oleh orang tua atau
lingkungan keluarga yang mengetahui akan kehendaknya dan berdasarkan
kasih sayang ia akan tumbuh menjadi anak yang tenang dan mudah
menyesuaikan diri terhadap orang tua dan anggota keluarga lainnya, serta
terhadap teman-temannya.
Tindakan rasional berorientasi nilai diterapkan dalam kegiatan ini.
Orang tua memberikan pendidikan, perlindungan, kasih sayang dan banyak
hal karena mereka mengakui bahwa pendidikan anak menjadi tanggung
jawabnya terutama pendidikan dasar karena ini akan menentukan apakah anak
termasuk menjadi anak yang baik atau malah sebaliknya. Tindakan rasional
berorientasi nilai ini merupakan landasan yang bagus dalam bertindak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Kendala-Kendala yang dihadapi Orang Tua dalam Memberi Teladan
Bagi Anaknya
Kendala ialah situasi ataupun kondisi yang sangat berpengaruh dalam
mencari solusi atau mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah
tertentu yang secara langsung mengulur waktu penyelesaian. Adapun kendala
yang sering terjadi ialah mengangkut target waktu pelaksanaan, masalah
finansial, masalah tenaga atau para pelaku yang terkait. Setiap kendala yang
dihadapi tentu saja ada jalan keluarnya atau ada cara untuk penyelesaiannya,
seperti halnya kedua masalah yaitu berhasil atau gagal dalam pencapaian
tujuan selalu menentukan hasil akhirnya serta kedua hal tersebut tidak bisa
dipungkiri keberadaannya.
Kendala adalah media atau sarana agar sesuatu itu dinamis. Dinamis
dalam artian ada penyeimbang antara kemudahan dan kesulitan, sehingga
dalam pengelolaan juga menemui masalah-masalah. Ibarat kehidupan yang
tidak pernah ada kesulitan rasanya hambar, namun ketika ada masalah maka
akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Sebuah kendala merupakan hal yang mampu menyeimbangkan
kemampuan serta proses pelaksanaan. Kendala mampu memberikan nyawa
pada sebuah proses perbaikan. Bayangkan saja kalau hidup ini tidak pernah
ada hal yang sulit, pastinya kehidupan akan terasa hambar. Selain itu manusia
tidak akan memikirkan suatu hal dalam memecahkan masalah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kendala juga menjadikan manusia berkreasi dalam memilih jalan keluar mana
yang paling dilpilih dalamm mengatasi sebuah permasalahan.
Begitu juga dengan permasalahan orang tua dalam memberikan
teladan kepada anaknya. Pastinya ada beberapa hambatan yang menghadang
dalam memberikan pembelajaran hidup kepada anak. Berikut ini adalah
kendala atau hambatan yang dihadapi orang tua dalam mendidik dan
memberikan contoh kepada anak.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam pribadi
seseorang. Salah satu yang menjadi kendala bagi pemberian teladan dari anak
lebih menyukai proses belajar melalui media komunikasi daripada dengan
orang tua secara langsung. Inilah yang menjadi kendala tersebut dalam
pemberian keteladanan orang tua kepada anak.
Faktor internal lainnya adalah pengetahuan orang tua kadang
melakukan perbuatan yang salah di depan anak-anak. Ini menjadi salah satu
contoh yang kurang bagus dalam memberikan teladan atau contoh bagi anak.
Apalagi anak memiliki ingatan yang lebih kuat daripada orang tua. Ini menjadi
kesalahan yang cukup besar ketika orang tua melakukan kesalahan atau
perbuatan yang kurang baik di depan anak-anaknya. Inilah yang menjadi salah
satu kendala kenapa pemberian teladan kepada anak mengalami kendala.
Anak akan merasa bahwa orang tuanya tidak pantas menjadi teladan
bagi dirinya karena telah berbuat salah. Anak bisa menganalogikan semua
perbuatan orang tuanya dan menganggap bahwa semua yang dilakukan orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tuanya adalah salah. Meskipun tidak semua perbuatan orang tua salah, namun
anak kadang berpikir seperti itu.
Tidak dapat disalahkan ketika ada kejadian seperti itu. Manusia kadang
melakukan kesalahan, namun hal itu tidak bisa dijadikan sebagai pemakluman
dan alasan seseorang melakukan kesalahan. Anak juga tidak bisa disalahkan
karena pemikiran mereka terkadang kurang bisa menganalisa sesuatu dan
langsung menyimpulkan.
Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan Ibu Ariyani (29 th)
terkait masalah di atas.
”Pernah kejadian suami saya merokok di depan anak saya yang laki-laki. Ketika itu anak saya kelas 6 SD, dan ketika masu ke SMP anak saya mulai merokok. Dan ketika diingatkan oleh suami saya untuk tidak merokok, namun anak saya tidak mau menghiraukan perkataan bapaknya dengan alasan melihat bapaknya merokok”.
(Wawancara, 17 April 2009)
Dari hasil wawancara ibu tadi juga merasa kalau suaminya juga salah,
namun semuanya bukan kesalahan total dari suaminya. Namun ibu tadi tidak
terlalu membela serta menyalahkan suaminya karena telah terbiasa merokok di
rumah. Salahnya ketika anaknya tahu serta melihatnya. Itu yang menyebabkan
anak merasa bahwa semua hal yang dilakukan oleh orang tuanya salah.
Media massa dan alat komunikasi tidak bisa terlepas dari
perkembangan jaman yang tidak kenal waktu siang dan malam. Arus
globalisasi mengharuskan kita untuk cepat dan cekatan dalam mengikuti
perkembangannya dan kalau tidak mau dikatakan ketinggalan jaman, maka
harus bisa mengikuti arus yang telah mengalir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sebagai contoh yang dikemukakan oleh Ibu Ariani (29 th), seorang
ibu rumah tangga tentang hal itu.
“Suatu saat saya merasa bingung ketika anak saya berusaha membantah perintah saya untuk tidak menonton TV pada saat jam belajar. Pada saat itu pas maghrib ada tanyakan film kartun di salah satu stasiun televisi swasta. Anak saya tetap tidak mau belajar tetapi malah menonton tv. Saya menyayangkan kenapa penanyangan acara seperti itu di saat jam belajar anak. Media masa juga sangat berdampak bagi perkembangan anak, termasuk tidak mau belajar seperti anak saya”.
(Wawancara, 17 April 2009) Sebuah wacana yang menarik tentang dampak dari dunia hiburan
dalam hal ini televisi. Televisi mampu mengubah cara berfikir anak yang
mana kewajiban yang harus dilakukan diabaikan tetapi hal yang kurang
perlu malah dikerjakan. Sebuah evaluasi perlu dilakukan mengingat anak
sangat rentan terhadap informasi-informasi dari televisi, terutama yang
dampak buruk bagi psikis mereka. Orang tua harus selektif juga terhadap
faktor media komunikasi yang masuk ke anak. Orang tua harusnya
mendampingi anak saat menonton televisi dan melakukan pemilihan acara
mana yang baik untuk anak dan mana yang kurang baik untuk anak.
Anak-anak lebih menyukai hal-hal yang sebenarnya kurang
bermanfaat bagi mereka, namun realitanya itu adalah hal yang sangat
menyenangkan bagi mereka. Moralitas anak dalam mengindahkan perintah
dari orang tua inilah yang membuat anak menjadi lebih sulit diatur. Anak
memiliki tingkat ketertarikan yang lebih terhadap hal yang baru. Mereka
menilai kalau belajar sudah biasa tetapi kalau menonton televisi hanya
dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Inilah yang menjadi curahan hati dari seorang ibu rumah tangga
yang akhirnya meninggalkan pekerjaan di kantornya untuk mendidik
anaknya.
”Demi anak saya, ya tidak apa-apa saya meninggalkan pekerjaan saya sebelumnya. Ini saya lakukan karena bapaknya tidak memiliki waktu yang cukup untuk memberikan teladan bagi anak, jadi ya harus ada yang ngalah dan akhirnya saya yang harus mengalah dan tidak bekerja. Daripada anak saya tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup, ya lebih baik saya mengalah untuk mengurus di rumah dan meninggalkan pekerjaan saya.
(Wawancara, 17 April 2009)
Dari kategori anak juga mengutarakan hal yang sama. Anak juga
merasa kalau bapaknya jarang berinteraksi dengan anak dan inilah yang
menjadi salah kendala dalam memberikan keteladanan orang tua kepada
sang anak. Berikut ini adalah pengakuan dari Imron ketika ditanya apakah
bapaknya sering mengajaknya jalan-jalan dan memberikan contoh kepada
dirinya.
”Ya kalau bapak jarang mengajarkan sesuatu kepada saya. Ibulah yang lebih sering memberitahu saya tentang sesuatu. Pinginnya ya sama bapak dan ibu tapi kalau sama ibu juga tidak apa-apa, lha wong bapak juga cari uang”.
(Wawancara, 16 April 2009) Perbedaan telah terlihat di sini antara peran bapak dan ibu dalam
hal mendidik anak. Karena alasan waktu bekerja, maka tugas mendidik
anak yang melekat kepada bapak dialihkan kepada sang ibu. Seharusnya
bapak dan ibu memiliki porsi masing-masing dalam mendidik anak
walaupun dengan alasan apapun.
Hasil penelitan ini dapat dilihat dari matrik di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel XIII Matrik Kendala Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua
No Kendala Hasil Penelitian
1 Faktor Internal a. Kendala yang paling berat adalah kemajuan teknologi yang kemudian
berimbas pada alat komunikasi seperti TV, HP, PS dll
b. Waktu yang kurang karena kesibukan dari orang tua
c. Lingkungan yang kebanyakan berasal dari keluarga yang kurang harmonis
2 Faktor Eksternal d. Mentalitas anak yang sudah terhegemoni doktrin dan budaya dari luar
termasuk budaya barat
Sumber: Hasil Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu.
Faktor inilah yang menjadi salah satu faktor yang paling kuat dalam
mempengaruhi pemikiran seseorang, termasuk pada anak yang notabene
masih rentan terhadap hal yang mereka temui. Faktor eksternal yang
dimaksud adalah faktor eksternal yang menjadi kendala bagi orang tua
untuk memberikan teladan bagi anak-anaknya. Faktor eksternal yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
Sebagian besar orang tua adalah pekerja keras, jadi agak sedikit
sulit untuk dapat meluangkan waktu untuk melakukan sosialisasi dengan
anggota keluarga yang lain. Faktor waktu adalah salah satu yang menjadi
kendala bagi kegiatan sosialisasi dengan anak. Orang tua yang bekerja
tentunya memiliki waktu yang terbatas untuk melakukan sosialisasi
dengan anak terkait dengan ajaran agama. Padahal intensitas bertemu
dengan anak sangat terbatas, maka kemungkinan besar tingkat kedekatan
anak dengan orang tua juga tidak begitu kental.
Orang tua yang dimaksud di atas adalah mayoritas bapak. Bapak
lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor dan menyerahkan
tanggung jawab mendidik anak kepada ibu. Padahal porsi orang tua dalam
hal ini bapak dan ibu sangat beda. Dalam hal memberikan contoh, maka
sosok bapak sangatlah diperlukan karena sebagai kepala keluarga haruslah
memberikan contoh kepada anggota keluarganya, termasuk pada anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Inilah yang menjadi salah satu masalah, ketika tugas mendidik
anak diserahkan sepenuhnya kepada ibu, sedangkan ibu juga memiliki
tugas yang lain. Idealnya bapak dan ibu memiliki porsi masing-masing
dalam mendidik anak, namun karena jam terbang ibu dalam melakukan
tatap muka dengan anak lebih banyak daripada oleh bapaknya, maka
tanggungjawab tersebut sebagian besar diserahkan kepada ibu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel XIV
Matrik Kendala-Kendala yang dihadapi Tokoh Masyarakat dalam Memberi Teladan Bagi Anaknya
No Kendala Hasil Penelitian
1 Faktor Internal Faktor internal ini meliputi moralitas dari anak yang kini telah mulai
terhegemoni budaya asig yang asuk ke Indonesia. Masyarakat Indonesia
harusnya bisa menyaring mana yang baik kita tiru dan mana yang tidak bisa
kita tiru
2 Faktor Eksternal a. Lingkungan yang kurang baik bagi anak
b. Waktu yang sangat terbatas karena orang tua iuk dengan pekerjaannya
c. Arus globalisasi yang membuat anak-anak mengadopsi budaya yang
yang terkadang tidak cocok dengan budaya ketimuran kita.
Sumber: Hasil Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil matrik di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua faktor
yang menjadi kendala pemberian teladan dari orang tua kepada anaknya,
yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri atas
mentalitas dari anak terebut, sedangkan faktor ekternal terdiri atas
lingkungan, media massa dan alat komunikasi, terbatasnya waktu orang
tua dan yang terakhir adalah faktor orang tua yang berperilaku kurang baik
di depan sang anak.
Guna menjaga sang anak dari perbuatan-perbuatan yang kurang
baik tersebut, maka jalan yang haru ditempuh orang tua adalah semakin
memperketat kontrol kepada anak, apalagi anak yang mulai memasuki fase
remaja. Memberi pengarahan kepada anak yang telah memasuki usia
remaja lebih sulit daripada anak-anak yang masih kecil, karena remaja
telah mampu mencari alibi dan pembenaran dari setiap perbuatan yang
dilakukannya meskipun perbuatannya kurang benar. Namun itulah sebuah
realita dan tidak akan bisa diputar kembali. Sekali anak jatuh dalam duna
hitam, maka akan sulit untuk keluar. Oleh karena itu lebih baik mencegah
daripada mengobati.
Kendala ini adalah sebagai gambaran pula terhadap proses
pemberian contoh atau teladan bagi anak tentang perilaku mana yang
benar dan mana yang kurang benar. Kendala diharapkan bisa diantisipasi
oleh orang tua dan tentunya juga oleh sang anak. Kendala bahkan bisa
dijadikan sebagai pemacu orang tua agar lebih teliti dalam memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
contoh bagi anak dan semoga tidak akan terjadi kesalahan-kesalahan yang
sama.
Ini juga dapat dijadikan refleksi diri bagi orang tua dan anak.
Belum tentu yang bersalah adalah anak, dan belum tentu juga yang
bersalah adalah orang tua. Kadang ada faktor lain yang berasal dari luar
orang tua dan anak, namun mereka tidak menyadari. Dan kini waktunya
bukan untuk saling menyalahkan tetapi mencari jalan keluar yuang terbaik
dari setiap kendala-kendala tersebut.
Faktor internal pertama yang menjadi kendala atau hambatan dari
orang tua dalam memberikan teladan bagi anak adalah mentalitas anak
yang sudah terdoktrin oleh budaya luar yang kurang cocok dengan
kepribadian anak. Anak lebih menyukai hal-hal yang baru karena dianggap
ketinggalan jaman ketika tetap mempertahankan kebiasaan yang dilakukan
atas arahan orang tua karena hal itu tidak sejalan dengan perkembangan
jaman. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan Budi (15 th) terkait
pendapat di atas:
”Saya juga bingung Mbak. Soalnya ketika bergaul dengan teman-teman saya harus menyesuaikan diri dengan mereka. Ya Mbak tahu sendiri sekarang ini serba canggih. Sering maen internet bersama teman-teman dan buka situs-situs yang sebenarnya kurang bagus. Tapi yo gimana lagi teman-teman bilang itu adalah pendidikan. Ya akhirnya saya juga ikut mereka” (Wawancara, 16 April 2009)
Sebuah kesadaran yang seharusnya memberikan semangat bagi
sang anak untuk memperbaiki hidupnya, namun hal itu menjadi sebuah
dilema. Di satu sisi teman-teman satu komunitas juga melakukan hal itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan satu sisi sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang kurang
tepat.
Butuh waktu bagi sang anak untuk berproses serta menemukan jati
dirinya yang kemudian akan membawa sang anak ke dalam kehidupan
yang lebih baik. Sekuat apapun orang tua melarang, namun anak belu
tergugah kesadarannya maka hal itu akan sia-sia saja. Begitu pula ketika
anak sadar tetapi orang tua tidak mendukung maka juga tidak akan baik.
Sehingga perlu keseimbangan antara anak dan orang tua dalam
menghadapi sebuah masalah.
Lingkungan adalah tempat dimana kita melakukan sosialisasi serta
berinteraksi dengan orang lain. Lingkungan sangat kuat dalam
mempengaruhi pemikiran seseorang termasuk anak-anak. Anak-anak
menjadi korban yang mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang
mendukung perkembangan anan.
Sebut saja ketika anak sering berkumpul dengan orang-orang yang
memiliki kecenderungan untuk berbuat sesuatu yang kurang baik.
Lingkungan ini laksana pupuk yang diberikan kepada tanaman sehingga
tanaman tersebut dapat tumbuh subur. Itu dianalogikan antara lingkungan
dan otak manusia. Ketika manusia diberikan doktrin-doktrin yang kurang
benar, maka otak anak akan tertarik untuk melakukan hal yang sama
dengan doktrin tersebut. Apalagi anak belum memiliki analisa sebelum
bertindak. Sifat kekanak-kanakan masih melekat pada sangat anak, apalagi
sewaktu mereka belum melalui masa pubertas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berikut ini adalah penuturan dari Budi (15 th) tentang faktor
lingkungan yang mempengaruhi tingkah laku dirinya.
”Dulu saya itu pendiam Mbak, tetapi setelah itu saya diajak teman saya untuk main ke tempat nongkrongnya. Setelah itu kehidupan saya berubah. Sekarang Mbak bisa lihat sendiri kalau saya jadi cerewet gini. Saya sering tidak pulang ke rumah tetapi menginap di tempat teman saya. Orang tua juga biasa saja, jadi yo saya tenang-tenang saja”. (Wawancara, 16 April 2009)
Penuturan yang blak-blakan keluar dari salah satu informan dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan sangat kuat untuk
mempengaruhi seseorang. Anak yang pendiam saja bisa berubah, apalagi
orang yang sudah memiliki masalah. Anak-anak memasuki lingkungan
yang kurang bagus untuk perkembangannya dimaksudkan sebagai jalan
untuk berganti suasana. Namun ternyata itu tidak bagus bagi
perkembangan fisik dan psikisnya.
Dikatakan fisik karena dengan banyak keluar rumah di waktu
malam hari membuat pertahanan tubuhnya akan melemah dan akhirnya
mudah sakit. Dan bila dikatakan tidak baik untuk psikisnya adalah
sebagian besar lingkungan yang dijadikan sebagai tempat pelarian adalah
lingkungan yang tidak baik seperti yang dituturkan oleh Budi di atas.
Keluar malam sebenarnya adalah kegiatan yang biasa dilakukan,
namun di lihat dulu kita keluar dan dengan alasan apa. Semua hal harus di
analisa terlebih dahulu sebelum mengatakan baik atau tidaknya. Karena
untuk urusan menilai maka kita harus cermat dalam menentukan penilaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan apa yang harus dilakukan sebagai jalan penyelesaian dari
permasalahan yang ada.
Orang tua harus berhati-hati ketika berperilaku di depan karena
anak yang usianya masih kecil memiliki daya ingat yang sangat kuat,
sehingga setiap perilaku orang tuanya selalu diingat dan bahkan bisa
ditiru. Tidak akan ada masalah ketika yang dicontoh anak yag
bersangkutan adalah perilaku yang baik, tetapi kalau sebaliknya akan
membuat anak terdoktrin perilaku yang kurang tepat tersebut.
Hal ini senada apa yang dikatakan Budi (15 th) tentang perilakunya
dianggap kurang baik. Meskipun dia menyadari hal yang kurang benar
tersebut, namun dia belum bisa meninggalkan kebiasaannya tersebut.
Berikut penuturan darinya terkait soal di atas:
”Saya pernah melihat bapak pulang malam. Ya saya rasa kurang baik karena ibu sendirian di rumah. Ya berhubung teman-teman saya suka nongkrong, jadi yang aya ikut-ikutan. Pas pulang pernah saya ditanya bapak dari mana. Ya saya dimarahi karena pulang malam. Tapi saya tidak membela diri, namun di hati kecil saya ingin berontak. Lha wong bapak saja boleh pulang malam, kenapa saya tidak”. (Wawancara, 16 April 2009) Ini adalah sedikit gambaran kenapa kita harus berhati-hati
berperilaku di depan anak-anak, apalagi anak-anak yang mulai memasuki
usia remaja seperti halnya Budi. Karena itu dapat menjadikan pemicu
kenapa anak melakukan tindakan menyimpang. Meskipun Budi belum
tentu melakukan perbuatan yang menyimpang dalam arti kata kriminal,
namun orang-orang berpersepsi bahwa kegiatan di malam hari tidak baik
dan memiliki makna negatif. Kita hidup di masyarakat jadi harus menaati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nilai dan norma yang berlaku. Apalagi yang melakukan kegiatan di malam
hari adalah anak-anak, sedikit mungkin kegiatan tersebut dikurangi dan
akhirnya dihentikan.
Namun ini bukan menjadi kesalahan dari Budi karena meniru
perilaku bapaknya yang kurang benar, namun karena kontrol keluarga juga
di rasa kurang. Keluarga harus mengontrol semua kegiatan anaknya baik
di rumah ataupun di sekolah. Ini dilakukan untuk menjaga anak dari
perbuatan-perbuatan yang dapat merusak diri anak tersebut.
Apalagi sekarang ini narkoba sudah mulai menjangkiti anak-anak
yang memasuki usia remaja. Ketika kontrol orang tua lemah, maka akan
membuat anak memasuki dunia hitam tersebut. Semakin kontrol orang tua
kepada anak, maka kemungkinan anak melakukan perbuatan menyimpang
juga akan semakin kecil.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari matrik di bawah ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel XV Matrik Fungsi Sosial Keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak
Peran/ Sudut Pandang
Religiusitas Anak Orang Tua Tokoh Masyarakat
Peran Sosialisasi Peran Sosialisasi
Peran Sosial Pemberian pengarahan
kepada anak dari orang tua
tentang nilai-nilai tentang
bagaimana berhubungan
dengan orang lain. Selain
itu orang tua juga harus
memberikan contoh kepada
anak tentang hal-hal yang
baik dan melarang anak
melakukan perbuatan yang
tidak baik.
Peran Sosial Dengan pemberian pengarahan,
pemberian contoh kepada anak. Ini
dilakukan untuk mengurangi
tingkat pelanggaran norma dari
anak serta memberikan teladan
kepada anak tentang perilaku
mana yang sesuai dengan norma
yang ada. Ketika anak mengetahui
bahwa suatu hal itu salah, maka
anak akan berusaha menjauhinya.
Religiusitas anak dapat dilihat dari beberapa
perilaku:
1. kerjasama dengan orang lain. Di dalam ajaran
agama selalu di ajarkan untuk saling
bekerjasama dengan orang lain.
2. saling tolong menolong antar sesama manusia
karena setiap agama mengajarkan hal-hal
yang baik.
3. cara berperilaku yang baik, apalagi dengan
orang yang lebih tua, jadi harus menghormati
orang lain.
Peran
regenerasi
Fungsi regenerasi ini
dijadikan salah satu tujuan
seseorang membina sebuah
Peran
regenerasi
Fungsi regenerasi bukan menjadi
salah satu fungsi keluarga yang
tidak terlalu vital. Meski tidak
Fungsi regenerasi ini banyak digali anak lewat
alat komunikasi yang sekarang ini marak
diakses. Dengan internet, pemuda banyak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keluarga vital, namun fungsi regenerasi ini
tidak dapat dipisahkan dari fungsi
keluarga yang lain. Karena fungsi
keluarga yang satu dan yang lain
saling berkaitan dan mendukung.
menyalahgunakan hal itu untuk hal-hal yang
bersifat negatif. Oleh karena itu perlu
pendidikan seksual kepada anak yang
dipadukan dengan ajaran agama yang dianut.
Peran
Religiusitas
Dengan memberikan
pengarahan serta contoh
lewat sholat berjamaah dan
berbicara santai dengan
anggota keluarga dengan
memasukkan unsur agama
dengan
Peran
Religiusitas
Pendidikan agama pertama kali
didapat anak dari keluarga, namun
terkadang itu saja masih kurang.
Oleh karena itu, masyarakat juga
mempunyai peran dalam
memberikan pendidikan agama,
salah satunya dengan pengadaan
TPA (Taman Pendidikan Al-
Qur’an). Lewat TPA anak bisa
menimba dari ustad dan ustadzah
yang lebih mengetahui hal yang
berhubungan dengan agama bila
dibandingkan dengan orang
tuanya.
1. Sholat berjamaah. Ini dapat dijadikan sebagai
ukuran apakah anak mempunyai tingkat
religiusitas yang tinggi atau tidak
2. mematuhi perintah dari orang tua karena
setiap anak harus patuh terhadap perintah
orang tua dan tentunya orang tua akan
melakukan yang teraik untuk anaknya.
3. melakukan ibadah-ibadah lain seperti memaa
Al-Qur’an, mengikuti siraman rohani dan
tidak lupa berusaha menjalankan perintah-
NYA dan menjauhi larangan-NYA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Peran
mendidik
Keluarga adalah
lingkungan yang pertama
kali anak temui dala
kehidupannya. Keluarga
harus memberikan
pendidikan yang baik. Hal
ini diwujudkan dengan
pemberian arahan dan
bimbingan kepada anak.
Peran
mendidik
Masyarakat adalah lingkungan
dimana seseorang menggali
kemampuannya. Mayarakat adalah
faktor yang sangat menentukan
kepribadian anak. Sosialisasi
dilakukan dengan pemberian
dorongan, semangat, serta
pemberian pengetahuan dan
pengalaman kepada anak sehingga
dapat mengasah kemampuan dan
ketrampilan anak.
Pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua
kepada anak akan terlihat dari perilaku anak.
Anak yang mendapat didikan yang baik dari
orang tuanya senantiasa memiliki kepribadian
yang lebih santun bila dibandingkan dengan
anak yang tidak mendapat pendidikan dari
keluarga. Ini terlihat dari perilaku anak dimana
sesuai dengan ajaran orang tua dan tidak
bertentangan dengan ajaran agama dan norma
yang berlaku. Perilaku itu dapat ditunjukkan
dengan bagaimana anak bersikap terhadap
orang yang lebih tua, menghargai orang lain,
kerjasama dan tolong menolong dengan orang
lain dll.
Sumber: Hasil Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari hasil matrikulasi di atas dapat diketahui bahwa keluarga
memiliki peran yang sangat vital dalam mempengaruhi anak, terutama
dalam hal keagamaan. Agama dianggap mampu menjadi rem bagi anak
dalam melakukan perbuatan. Agama juga dijadikan sebagai pedoman
dalam bertingkah laku.
Nilai-nilai agama yang diajarkan dari sebuah keluarga tidak hanya
terdiri atas ajaran agama yang menyangkut ibadah, namun juga berkaitan
dengan hubungannya dengan makhluk yang lain. Agama juga mengajarkan
agar setiap umat bisa menghargai, tolong menolong dan saling
bekerjasama dalam segala hal. Ini akan terwujud bila anak memahami
ajaran agama. Ajaran agama tidak hanya bisa diperoleh dari keluarga tetapi
dari lingkungan di luar keluarga, salah satunya dengan TPA. TPA
dijadikan sebagai salah satu sumber seseorang menggali ilmu agama yang
belum dia peroleh dari keluarga ataupun dari pendidikan formalnya.
Dapat dijadikan patokan ketika anak mendapatkan pendidikan yang
baik dari keluarganya, maka dapat dipastikan anak yang bersangkutan
memiliki kepribadian yang lebih baik dengan anak yang tidak
mendapatkan pendidikan agama yang baik dari orang tuanya. Maka dari
itu dianjurkan agar orang tua memberikan pendidikan agama sejak dini
sehingga dapat dijadikan pedoman bagi anak dalam bertingkah laku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam bab terakhir ini penulis menyimpulkan beberapa hal yang diperoleh
dari penelitian yang telah dilakukan. Ada beberapa fakta yang terkuak dalam
penelitian ini, dimana telah disajikan dalam bab-bab sebelumnya. Untuk
memudahkan dalam menganalisis hasil penelitian, peneliti menyajikannya dalam
beberapa sub pembahasan. Adapun kesimpulan dalam sub-sub pembahasan dalam
penelitian ini antara lain:
Pertama, keluarga memiliki beberapa peran atau fungsi yang berkaitan
dengan anak di mana salah satunya adalah fungsi religiusitas. Fungsi ini menjadi
dasar akan moralitas sang anak. Orang tua harusnya mengajarkan nilai-nilai
keagamaan/ religiusitas kepada anak sejak dini. Masyarakat sebenarnya telah
mengetahui dan orang tua berusaha untuk menjalankan peran tersebut melalui
pembiasaan sholat berjamaah dan memasukkan anaknya ke TPA.
Kedua, sosialisasi nilai-niiai agama telah dilakukan oleh orang tua antara
lain dengan memberikan contoh secara langsung.dan hal ini dinilai sangat efektif
untuk mengajarkan anak akan pengetahuan tentang agama. Ketika orang tua
kesulitan dalam memberikan ajaran agama, ada beberapa orang tua yang
memasukkan anaknya ke dalam TPA sehingga bisa bertanya kepada para ustadz
secara langsung.
Ketiga, kendala-kendala yang dihadapi orang tua dalam memberikan
teladan tentang nilai-nilai religiusitas terdiri atas dua faktor, yakni faktor intern
120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan ekstern. Faktor intern terdiri atas mentalitas anak yang sudah terdoktrin dan
terhegemoni kebudayaan asing yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya
ketimuran. Anak lebih suka dianggap gaul daripada mempertahankan kepribadian
dan kebudayaan yang sudah tertanam sebelumnya. Faktor intern yang lain adalah
kesalahan yang dilakukan oleh orang tua di depan anak-anaknya sehingga anak
berpikir semua yang dilakukan oleh orang tuanya adalah salah.
Faktor eksternal yang menjadi kendala bagi orang tua dalam memberikan
teladan bagi anak adalah faktor lingkungan, media massa, terbatasnya waktu yang
dimiliki oleh orang tua dalam memberikan pedoman bagi anak, anak pernah
melihat orang tuanya melakukan kesalahan. Faktor-faktor tersebut membuat anak
menjadi ragu akan nilai-nilai agama yang diajarkan oleh orang tuanya. Faktor
lingkungan juga sangat mempengaruhi psikis dan fisik anak.
1. Implikasi Teoritis
Dalam realita di lapangan tentang fungsi religiusitas dalam keluarga
sesuai dengan teori tindakan rasional berorientasi nilai yang dikemukakan oleh
Weber. Dimana orang tua memberikan teladan serta sosialisasi tentang agama
kepada anak karena didasarkan pada peran orang sangat penting dalam
mendidik anak.
Teori yang juga terbukti dalam penelitian ini adalah teori sosialisasi
yang dikemukakan oleh Sukanto dimar a beliau berpendapat bahwa sosialisasi
primer terjadi pada anak di usia dini dan terjadi secara bertahap. Dan ini
terbukti di lapangan di mana orang tua memberikan pendidikan religi secara
bertahap mulai dari pengetahuan dasar sampai aplikasi ajaran agama salah
satunya dengan pelaksanaan sholat berjamaah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selain itu tindakan afektif juga terbukti dari hasil penelitian. Ada orang
tua yang melakukan perbuatan yang kurang pantas untuk disaksikan oleh
anaknya. Kemungkinan onng tua kehilangan kendali dan kurang pertimbangan
ketika melaKukan perbuatan yang kurang tepat tersebut. Orang tua masih
dikendalikan oleh emosi sehingga tidak bisa menyaring perbuatan mana yang
pantas disaksikan oleh anaknya dan mana yang kurang pantas disaksikan oleh
sang anak.
2. Implikasi Metodologis
Penelitian yang dilakukan Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari
Kota Surakarta ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dimana
penelitian ini mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena social yang
diteliti.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi agar bisa menggali informasi di
lapangan. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan
pengecekan data dilakukan dengan triangulasi sumber. Hal ini dilakukan untuk
bisa terjamin keabsahan datanya.
3. Implikasi Empiris
Dari penelitian ini ada beberapa hal yang dap at diungkap, yakni:
a. Orang tua udah mengetahui perannya dalam mendidik anak dalam lingkup
keluarga.
b. Sosialiasi nilai-nilai reigiusitas dilakukan secara langsung dan dengan
memasukkan anak ke dalam TPA.
c. Orang tua member! teladan kepada anak tentang nilai-nlai religiusitas
dengan jalan melakukan sholat berjamaah di rurnah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Terkadang orang tua melakukan perbuatan yang kurang benar di depan
anak-anaknya.
e. Anak-anak mulai terdoktrin dan terhegemoni kebudayaan asing yang
kadang bertentangan dengan budaya Indonesia,
f. Faktor lingkungan, mentalitas anak, media massa menjadi kendala bagi
orang tua dalam memberikan teladan bagi anak.
B. Saran
Dalam pemberian teladan tentang nilai-nilai religiusitas dalam keluarga
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Adapun saran-saran tentang
kegiatan pemberian teladan kepada anak tentang nilai-nilai religiusitas antara lain:
1. Orang tua seharusnya mampu memilah-milah mana perbuatan yang pantas
disaksikan oleh anak dan mana yang kurang pantas disaksikan oleh anak.
2. Anak-anak hendaknya mampu membatasi kegiatan yang berhubungan dengan
budaya asing apalagi lagi melalui ilovasi dalam bidang komunikasi dan
teknologi.
3. Anak harus pandai-pandai dalam memilih teman sehingga tidak
mempengaruhi cara berfikir anak menjadi kurang bagus.