Post on 10-Mar-2019
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Umum Kualitas Semen Segar Sapi Bali Selama Penelitian
Semen segar yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen segar hasil
penampungan sebanyak 10 kali dalam 5 minggu yang berasal dari 5 ekor pejantan
yang berumur 4 tahun, secara umum meliputi warna, konsistensi, volume, pH,
konsentrasi, motilitas, viabilitas, abnormalitas dan keutuhan membran plasma
semen segar yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kualitas Semen Segar Sapi Bali
Parameter Semen Min Mean Max Standar
Deviasi
Makroskopis
Warna - Putih susu - -
Konsistensi - Sedang - -
Volume (ml) 2,80 4,53 7,20 1,02
pH 6,40 6,50 6,80 0.12
Mikroskopis
Konsentrasi (×106 sel/ml) 647,00 1.091,00 1.461,00 190,48
Motilitas Massa (+) 2,00*) 2,00*) 2,00*) 0,00*)
Motilitas Individu (%) 35,00 67,60 75,00 6,64
Viabilitas (%) 43,00 71,00 86,00 7,30
Abnormalitas Primer (%) 0,00 1,08 2,86 0,65
Abnormalitas Sekunder (%) 0,85 3,64 7,98 1,30
Keutuhan Membran Plasma (%) 37,85 61,15 83,65 9,95 *) penilaian dipindahkan dalam angka (+ = 1, ++ = 2, +++ = 3)
Hasil evaluasi kualitas semen yang diperoleh menunjukkan semen
berwarna putih susu dan berkonsistensi sedang, sesuai dengan pendapat
Susilawati (2013) yang menyatakan bahwa semen segar berwarna kekuningan
atau putih susu. Volume semen hasil pengamatan memiliki rata-rata 4,53 ± 1,02
ml, sesuai dengan pernyataaan Toelihere (1981), yang menyatakan bahwa sapi
menghasilkan volume yang bervariasi antara 1,0 sampai 15,0 ml. Konsentrasi
rata-rata 1.091,00×106 ± 190,48×10
6 sel/ml, hasil tersebut sesuai dengan pendapat
Toelihere (1981) bahwa semen dengan konsistensi sedang memiliki konsentrasi
1000 - 2000 juta atau lebih sel spermatozoa/ml. Rata-rata pH dalam penelitian ini
diperoleh data 6,50 ± 0,12, hal ini sesuai dengan pendapat Susilawati (2013) yang
menyatakan bahwa nilai pH semen bervariasi dengan kisaran sekitar 6,4 – 6,8.
Hasil penelitian menujukkan nilai rata-rata motilitas massa dan motilitas
individu dari 5 pejantan tersebut adalah 2,00 ± 0,00 dan 67,60% ± 6,64%.
Motilitas dari kelompok umur tersebut masih dalam kisaran normal. Sesuai
dengan pendapat Stout (2012) yang menyatakan bahwa semen segar sapi pejantan
saat di ejakulasi memiliki motilitas dengan rata-rata: motilitas 79,9% - 48,7%,
motilitas progresif 58,4% - 34,4%, ditambahkan dengan pendapat Feradis (2010)
yang menyatakan bahwa semen dinyatakan kurang baik apabila persentase
motilitasnya dibawah 40%, keutuhan membran plasma 61,15 ± 9,95%, prosentase
viabilitas 71,00 ± 7,30%, prosentase abnormalitas 4,72 ± 1,95%, Menurut
Toelihere (1981) kualitas semen segar yang baik memiliki abnormalitas kurang
dari 15%
Pengaruh Frekuensi Penampungan Semen terhadap Kualitas Semen Segar
Hasil pemeriksaan semen segar yang diamati dengan menggunakan 5 ekor
pejantan Sapi Bali (Bos javanicus) dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Pemeriksaan Semen Segar Sapi Bali dengan Frekuensi Penampungan
yang Berbeda.
Parameter yang diamati Interval Penampungan Nilai P
3 4
Volume (ml) 4,39 ± 1,11 4,67 ± 1,00 0,3461
Motilitas (%) 68,20 ± 0,06 67,00 ± 0,07 0,5286
Konsentrasi(×106 ml) 1116,92 ± 193,08 1065,84 ± 188,24 0,3483
Abnormalitas Primer (%) 1,01 ± 0,01 1,12 ± 0,01 0,4371
Abnormalitas Sekunder (%) 3,53 ± 0,01 3,76 ± 0,01 0,5316
Viabilitas (%) 68,68 ± 0,08b 73,92 ± 0,06
a 0,0097
Estimasi Breeding Unit 273,28 ± 56,94 265,64 ± 62,23 0,6527 a, b
superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya beda nyata (P < 0,05).
Volume
Volume semen hasil pengamatan berkisar antara 1 - 8 ml dengan rata-rata
pada penampungan 3 hari sebesar 4,39 ± 1,11 ml dan penampungan 4 hari sebesar
4,67 ± 1,00 ml. Hasil analisa statistik volume semen antar indvidu (ulangan)
menunjukkan bahwa volume semen segar pada bangsa Sapi Bali (Bos javanicus)
dengan perlakuan jarak penampungan yang berbeda memberikan pengaruh tidak
berbeda nyata (P>0,05). Metode koleksi semen dan frekuensi ejakulasi pejantan
yang relatif sama tidak menyebabkan perbedaan volume semen yang dihasilkan,
karena perbedaan perlakuan sangat kecil pengaruhnya. Sumeidiana et al (2007)
menyatakan bahwa metode koleksi dan frekuensi ejakulasi pejantan yang relatif
sama tidak menyebabkan perbedaan volume semen yang dihasilkan, ejakulasi 2
kali sehari setiap 2 - 4 hari mampu menghasilkan volume semen yang optimal.
Motilitas
Rata-rata motilitas yang diperoleh pada penampungan 3 hari sebesar 68,2
± 0,06% dan 4 hari sebesar 67,0 ± 0,07%, hal ini menjelaskan bahwa motilitas
spermatozoa masih dalam kisaran normal. Dari hasil ini dapat diartikan bahwa
pengaruh antara interval koleksi 3 hari dengan koleksi 4 hari sangat kecil,
sehingga hasil yang diperoleh yaitu tidak berbeda nyata (P>0,05). Tidak adanya
perbedaan dari hasil evaluasi ini kemungkinan karena perlakuan memiliki
perngaruh yang sangat kecil pada saat proses spermatogenesis, sehingga interval
koleksi tidak memiliki pengaruh terhadap motilitas spermatozoa. Hal ini sesuai
dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa motilitas sperma lebih
banyak dipengaruhi oleh proses metabolisme didalam ekor sperma, yang berasal
dari pemecahan fruktosa sebagai sumber energi.
Konsentrasi
Rata-rata konsentrasi yang diperoleh dari hasil pengamatan penampungan
3 hari yaitu sebesar 1116,92 ± 193,08 × 106/ml dan penampungan 4 hari sebesar
1065,84 ± 188,24 × 106/ml. Hasil analisa statistik konsentrasi semen segar tidak
menunjukan adanya perbedaan (P>0,05). Jarak penampungan 3 dan 4 hari tidak
berpengaruh terhadap proses spermatogenesis, (Sumeidiana et al., 2007)
menyatakan bahwa, konsentrasi spermatozoa yang relatif sama mungkin
disebabkan oleh adaptasi dengan lingkungan, frekuensi ejakulasi, metode koleksi
semen sehingga konsentrasi sperma yang dihasilkan juga tidak berbeda.
Ditambahkan dengan pernyataan Toelihere (1981) yang menjelaskan bahwa
produksi spermatozoa adalah suatu proses yang berkesinambungan dan tidak
dipengaruhi oleh frekuensi ejakulasi, secara teoritik seharusnya tidak ada batas
pemakaian pejantan.
Viabilitas dan Abnormalitas
Rata-rata nilai viabilitas pada pengamatan semen sega Sapi Bali (Bos
javanicus) dengan jarak penampungan 3 hari sebesar 68,68 ± 0,08% dan
penampungan 4 hari sebesar 73,92 ± 0,06%. Hasil analisa statistik viabilitas pada
pengamatan dengan perlakuan jarak penampungan yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05), hal ini dipengaruhi oleh faktor penanganan terlalu
lamanya proses evaluasi dengan jarak setelah semen diejakulasikan, karena pada
dasarnya daya hidup sperma diluar tubuh hanya bisa bertahan beberapa jam, hal
ini sesuai dengan pendapat Sugiarti et al. (2004), yang menyatakan bahwa seiring
dengan bertambahnya waktu akan terjadi penurunan jumlah substrat, penurunan
pH, pertumbuhan bakteri, yang akan menimbulkan efek mematikan terhadap
sperma.
Rata-rata abnormalitas primer pada pengamatan semen segar Sapi Bali
(Bos javanicus) dengan jarak penampungan 3 hari sebesar 1,01 ± 0,01% dan
penampungan 4 hari sebesar 1,12 ± 0,01%. Abnormalitas sekunder dengan
penampungan 3 hari memiliki rata-rata 3,53 ± 0,01% dan penampungan 4 hari
sebesar 3,76 ± 0,01%. Hasil analisa statistik abnormalitas primer dan abnormalitas
sekunder pada pengamatan dengan perlakuan jarak penampungan yang berbeda
tidak menjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Abnormalitas sperma lebih
banyak dipengaruhi oleh kondisi dan proses spermatogenesis pada masing-masing
individu, hal lain yang menyebabkan abnormalitas sekunder sebagian besar
disebabkan oleh kesalahan preparasi sehingga menyebabkan tingginya prosentase
(Arifiantini et al., 2006). Jumlah spermatozoa yang abnormal pada spermatozoa
Sapi Bali ini termasuk sedikit, hal ini disebabkan ternak yang digunakan
merupakan sapi yang telah terlatih untuk ditampung semennya, selain itu juga
sistem manajemen pakan dan handling terhadap spermatozoa sudah baik.
Breeding Unit
Breeding unit merupakan jumlah straw yang dapat dihasilkan setiap kali
proses penampungan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai estimasi
breeding unit yang dihasilkan pada jarak penampungan 3 hari sebesar 273.28 ±
56.94 jumlah straw dan jarak penampungan 4 hari sebesar 265.64 ± 62.23 jumlah
straw. Hasil analisa statistik estimasi breeding unit pada pengamatan dengan
perlakuan jarak penampungan yang berbeda tidak menunjukan perbedaan yang
nyata (P>0,05), hal ini disebabkan perlakuan jarak penampungan tidak memiliki
frekuensi yang terlalu lama sehingga tidak berpengaruh terhadap konsentrasi dan
volume yang dihasilkan pada saat penampungan (Sukhla, 2011). Breeding unit
erat kaitanya dengan konsentrasi dan volume semen sehingga apabila tidak
terdapat perbedaan pada volume dan konsentrasi secara otomatis juga tidak
berpengaruh terhadap estimasi breeding unit yang dihasilkan.
19
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah interval
koleksi 3 hari dengan interval 4 hari secara umum dapat meningkatkan
viabilitas spermatozoa pada semen segar Sapi Bali.
B. Saran
Penampungan semen dengan interval jarak 3 hari dan 4 hari tidak
mengakibatkan perbedaan kualitas semen yang dihasilkan, sehingga layak
digunakan sebagai semen beku. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut
terkait dengan perbedaan interval jarak penampungan 3 hari dan 4 hari dalam
waktu yang lama dan terus menerus untuk mengetahui perbedaan yang ada.
20
DAFTAR PUSTAKA
Affandhy, L., A Rasyid, dan N. H Krishna. 2010. Pengaruh Perbaikan Manajemen
Pemeliharaan Pedet Sapi Potong Terhadap Kinerja Reproduksi Induk Pasca
beranak (Studi Kasus Pada Sapi Induk PO Di Usaha Ternak Rakyat
Kabupaten Pati Jawa Tengah) (Effect of Improved Management on Ongole
Grade Calves Rearing on.” Seminar Nasional Tekhnologi Peternakan dan
Veteriner: 40–46.
Afianti, F., Herdis dan S. Syahruddin. 2013. Pembibitan Ternak dengan
Inseminasi Buatan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ahmed, K.U., M.R. Islam. M.K.U. Talukder. Z. Rahman. M.M. Hossain and
M.M.U. Bhuiyan. 2014. Influence of breed, age and collection interval on
semen quality of a dairy bulls in Bangladesh. Bangladesh Research
Publications Journal. 10: 275 - 282
Aminasari, P. D. 2009. Pengaruh Umur Pejantan Terhadap Kualitas Semen Beku
Sapi Limousin. Universitas Brawijaya, Malang.
Annisa. N., T. Susilawati., dan N. Isnaini. 2015. Kualitas Semen Segar dan
Produksi Semen Beku Sapi Simmental pada Umur yang Berbeda. Bagian
Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Ari, U. C., C. L. Necdet. Y. Savas. K. Recai and O. Yavuz. 2011. Effects of
semen collection interval on fresh and frozen semen parameters in tushin
rams. Bulletin of the Veterinary Institute in Pulawy. 55: 67 - 70.
Arifiantini, R. I., T. Wresdiyati dan E.F. Retnani. 2006. Pengujian morfologi
spermatozoa sapi Bali (Bos sondaicus) menggunakan pewarnaan williams.
Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 31: 105–110.
Campbell, J. R. dan J. F. Lasey. 1985. The Science of Animals That Serve
Humanity. 3rd ed. McGraw Hill Book Company, New York.
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung.
Graha, N. 2005. Recovery Rate dan Longivitas Pasca Thawing Semen Beku Sapi
FH (Frisian Holstein) Menggunakan Berbagai Bahan Pengencer. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Gunawan., D. Pamungkas dan L. Affandy. 1998. Sapi Bali Potensi, Produktivitas
dan Nilai Ekonomi. Kanisius. Yogyakarta.
Gunawan, M., F. Afiati, E.M. Kaiin, S. Said dan B. Tappa. 2004. Pengaruh media
pengencer terhadap kualitas spermatozoa beku sapi PO. Dalam: Prosiding
Seminar Nasional Peternakan dan veteriner. hal. 61–66.
Hardjosubroto, W. dan J. M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Jakarta: PT
Gramedi Widiasarana Indonesia.
21
Hawk, P. B., B. L. Oscar and W. H. Summer Son. 1965. Practical Phisiologycal
Chemistry. Mc. Graw Hill Book Compagni. New York. Toronto London.
pp. 1077-1103.
Ismaya. 2014. Boteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan Kerbau. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Kusnadi, U. 2008. Inovasi Teknologi Peternakan dalam Sistem Integrasi Tanaman
Ternak untuk Menunjang Swasembada Daging Sapi. Pengembangan Inovasi
Pertanian 1(3): 189–205.
Mahmud, A. T. B. A. 2014. Evaluasi Kemurnian Genetik Sapi Bali di Kabupaten
Barru Menggunakan DNA Penciri Mikrosatelit Lokus Inra035.
Melita, D., Adam dan D. Mulyadi. 2014. Pengaruh umur pejantan dan frekuensi
ejakulasi terhadap kualitas spermatozoa Sapi Aceh. Jurnal Medika
Veterinaria. 8: 15–19.
Mukminat, A., S. Suharyatib., Siswanto. 2011. Pengaruh Penambahan Berbagai
Sumber Karbohidrat pada Pengencer Skim Kuning Telur Terhadap Kualitas
Semen Beku Sapi Bali: 87–92.
Narato. 2009. Teknik Pengawetan dan Pewarnaan Sperma. Jakarta.
Partodihardjo. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara Sumber Widya.
Jakarta.
Priyanto. L., R. I. Arifiantini., T. L. Yusuf. 2015. Deteksi Kerusakan DNA
Spermatozoa Semen Segar dan Semen Beku Sapi Menggunakan Pewarnaan
Toluidine Blue. 16 (1) : 48–55.
Rice, V. A. 1956. Breeding and Improvement of Animals. McGraw – Hill Book
Company, New York.
Salisbury, G. W. dan N. L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan
Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Shukla, M. K. 2011. Applied Veterinary Andrology and Frozen Semen
Technology. New India Publishing Agency. New Delhi, India.
Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Stout. Michael A. 2004. Comparison of Epididymal and Ejaculated Sperm
Collected the Same Holstein Bulls. Desertation. University of Louisiana
Lafayette.
Sugiarti, T., E. Triwulanningsih, P. Situmorang, R.G. Sianturi dan D.A.
Kusumaningrum. 2004. Penggunaan katalase dalam produksi semen dingin
sapi. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. hal. 215–220.
22
Sumeidiana, I., S. Wuwuh, dan E. Mawarti. 2007. Volume Semen dan
Konsentrasi Sperma Sapi Simmental, Limousin dan Brahman di Balai
Inseminasi Buatan Ungaran. Universitas Diponegoro Semarang.
Susilawati, T. 2013. Pedoman Inseminasi Buatan pada Ternak. Universitas
Brawijaya Press. Malang.
Talib, C. K. Entwistle., A. Siregar., S. Budiarti-Turner and D. Lindsay. 1991.
Survey of population and production dynamics of bali cattle and existing
breeding programs in indonesia. ACIAR Proceedings No. 110 (printed
version published in 2003.
Talib, C. 2002. Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit Dan Peluang
Pengembangannya. Bogor. Wartazoa 12 (3): 100–107.
Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.
23
23
Lampiran 1. Identitas Ternak dan foto ternak.
Nama
Pejantan
Kode
Pejantan
Tanggal lahir Bobot
Badan (kg)
Lingkar
Skrotum
(cm)
Body
Condition
Score
(BCS)
Bedugul 11293 31 Desember 2012 656 29,5 4,25
Grogak 11292 22 Desember 2012 618 27,25 4,25
Penebel 11291 12 Juni 2012 655 27,25 4,25
Sapta 11288 16 Mei 2012 698 25,5 4,25
Tanjung 11289 1 Juni 2012 572 27,25 4,25
Nama Pejantan Foto
Bedugul
Grogak
Penebel
24
Sapta
Tanjung
25
Lampiran 2. Abnormalitas Spermatozoa
Abnormalitas Foto
Abnormalitas Sekunder / Abnormalitas
pada ekor
Abnormalitas Primer / Abnormalitas
pada kepala
26
Lampiran 3. Viabilitas Spermatozoa
Viabilitas Foto
Sperma Hidup
Sperma Mati