Semen Tara

37
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Minilink Backhaul Minilink backhaul adalah suatu teknologi microwave yang dikembangkan dan digunakan untuk pengiriman data dari suatu titik ke titik yang lain. Teknologi minilink dapat diimplementasikan pada jaringan yang besar dan mendukung layanan full ip based dengan kapasitas yang besar hingga mencapai 1Gbps. Pada tugas akhir ini produk minilink yang digunakan adalah Minilink TN. Gambar 2.1 Minilink TN Keuntungan lain dengan penggunaan teknologi Minilink adalah efisiensi biaya. Seiring bertambahnya kapasitas yang dibutuhkan oleh jaringan, maka kapasitas yang digunakan untuk hubungan backhaul juga akan

description

ghghg

Transcript of Semen Tara

Page 1: Semen Tara

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Minilink Backhaul

Minilink backhaul adalah suatu teknologi microwave yang dikembangkan

dan digunakan untuk pengiriman data dari suatu titik ke titik yang lain. Teknologi

minilink dapat diimplementasikan pada jaringan yang besar dan mendukung

layanan full ip based dengan kapasitas yang besar hingga mencapai 1Gbps. Pada

tugas akhir ini produk minilink yang digunakan adalah Minilink TN.

Gambar 2.1 Minilink TN

Keuntungan lain dengan penggunaan teknologi Minilink adalah efisiensi

biaya. Seiring bertambahnya kapasitas yang dibutuhkan oleh jaringan, maka

kapasitas yang digunakan untuk hubungan backhaul juga akan bertambah besar,

dengan teknologi minilink ini kapasitas dapat ditingkatkan sesuai dengan

kebutuhkan hingga 1Gbps. Teknologi SDH dan ATM juga memungkinkan untuk

diterapkan pada teknologi backhaul minilink ini.

Page 2: Semen Tara

2.2 Definisi Backhaul

Backhaul adalah suatu jalur atau link yang menghubungkan dari suatu

Base Station (BS) ke suatu Core Network (CN) untuk mengambil trafik dari BS

tersebut dan dihubungkan ke CN.

Ada beberapa jenis cara yang dapat digunakan sebagai link backhaul

seperti microwave, E1, dll. Akan tetapi yang akan kita bahas pada tugas akhir ini

adalah backhaul dengan menggunakan Minilink TN. Adapun keuntungan yang

didapatkan bila menggunakan Minilink TN adalah:

1. High Throughput (up to 1Gbps).

2. Memiliki QoS yang tinggi.

3. Mendukung teknik diversitas untuk pengirim dan penerima.

4. Mendukung komunikasi backhaul pada teknologi 2G, 3G, 4G (LTE).

Backhaul yang digunakan dalam suatu perancangan memiliki beberapa

topologi jaringan, seperti ring, star, dan mesh. Pada perancangan jaringan

backhaul untuk mendukung jaringan LTE ini menggunakan topologi jaringan

ring. Alasannya karena topologi jaringan ring memiliki efisiensi link apabila ada

suatu link yang rusak dan topologi jaringan yang paling umum digunakan untuk

jaringan backhaul adalah ring.

Gambar 2.3 Topologi Jaringan Backhaul

2.3 Propagasi LOS dan NLOS

Page 3: Semen Tara

Dalam kondisi LOS, sinyal berjalan secara langsung dan tanpa penghalang

dari pengirim ke penerima. Tapi dalam kondisi NLOS, sinyal tiba di penerima

melalui pantulan, scaterring dan difraksi.

Sinyal yang tiba di penerima bisa terdiri dari beberapa komponen yaitu

direct path, multiple reflected path, scattered energy dan diffracted propagation

path. Sinyal-sinyal ini memiliki delay, atenuasi, polarisasi dan stabilitas yang

berbeda terutama dibandingkan dengan sinyal direct path.

Pada Tugas Akhir ini, perencanaan jaringan Minilink TN sebagai backhaul

menggunakan propagasi LOS dalam mentransmisikan pancaran sinyal.

Gambar 2.4 Propagasi LOS

2.3.1 Perhitungan Propagasi LOS

Hubungan komunikasi untuk jaringan Minilink TN pada tugas akhir ini

menggunakan LOS (Line of Sight). Berikut adalah parameter yang diperhitungkan

untuk memenuhi kebutuhan perencanaan jaringan backhaul:

2.3.1.1 Free Space Loss (FSL)

Parameter ini digunakan untuk mendapatkan nilai rugi-rugi lintasan pada

suatu jaringan komunikasi. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mencari

nilai dari FSL:

Lp = 92,44 + 20 Log FGHz + 20 Log Dkm

Dimana :

Frekuensi : Frekuensi yang digunakan (GHz)

D : Jarak antara pengirim dan penerima (km)

Page 4: Semen Tara

Lp : Total pathloss

2.3.1.2 Tinggi antena

Untuk mendapatkan tinggi antena, kita membutuhkan beberapa parameter

tambahan. Seperti tinggi permukaan, fresnel zone dan faktor kelengkungan bumi.

1. Tinggi permukaan

Permukaan laut merupakan acuan suatu tinggi antena yang ingin

diterapkan. Tinggi permukaan ini dapat dilihat dari kontur kota

Bandung menggunakan software Atoll. Tinggi antena dapat diperoleh

dari suatu nilai parameter kelengkungan bumi, tinggi bukit (obstacle)

antara pengirim dan penerima, dan jari-jari fresnel yang akan

digunakan. Berikut adalah persamaan yang dapat menggambarkan

nilai dari tinggi antena:

Htot = H + Hc + R (2.1)

Dimana : H = Faktor kelengkungan bumi

Hc = Tinggi Obstacle antara pengirim dan penerima

R = Jari-jari fresnel yang digunakan

T = Total tinggi di atas permukaan laut

Nilai dari H atau faktor dari kelengkungan bumi didapat dari

persamaan (2.3)

(2.2)

Dimana : d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle

d2 = Jarak dari penerima ke obstacle

Nilai dari R untuk menentukan total tinggi diatas permukaan laut

didapat dari persamaan (2.3)

Page 5: Semen Tara

2. Fresnel zone

Fresnel zone adalah daerah pada suatu lintasan pada suatu

transmisis gelombang yang digambarkan berbentuk elips dan

menunjukan inerferensi gelombang RF jika terdapat blocking.

Gambar 2.5 Fresnel Zone

Nilai nilai jari-jari fresnel zone dapat diperoleh dari persamaan (2.3) :

(2.3)

Dimana : d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle

d2 = Jarak dari penerima ke obstacle

F = Frekuensi yang digunakan

(2.4)

Dimana : h1 = Tinggi daratan di pengirim

h2 = Tinggi daratan di penerima

d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle

d2 = Jarak dari penerima ke obstacle

Page 6: Semen Tara

hx = Tinggi antenna di pengirim dan penerima

Dengan menggunakan persamaan aljabar matematika dari persamaan (2.4)

dapat diperoleh nilai tinggi antena (hx) yang diperlukan untuk merancang suatu

jaringan backhaul.

2.3.1.3 Transmitted Power dan Received Power

Transmitted power digunakan untuk mendapatkan nilai daya pancar yang

dikirim oleh suatu pengirim di jaringan backhaul Minilink. Dalam proses

perancangan jaringan backhaul Minilink kali ini, digunakan transmitted power

sebesar 30 dBm sesuai dengan spesifikasi perangkat yang digunakan yaitu

StarMax 4100 Base Station.

Received power digunakan untuk mendapatkan nilai daya yang dapat

diterima oleh pemancar di jaringan backhaul Minilink. Untuk mendapatkan nilai

received power, butuh beberapa parameter tambahan yang diperlukan seperti, gain

antena, loss kabel, fading margin dan free space loss. Nilai dari received power

didapatkan dari persamaan dibawah ini:

(2.5)

Dimana : Ptx = Daya yang dikirimkan di antena pengirim

FM = Daya tambahan yang disediakan untuk mengatasi

Loss akibat fading.

Gtx = Penguatan di antena pengirim

Grx = Penguatan di antena penerima

Lka = Loss akibat kabel dari radio base station ke antena

pengirim

Lkb = Loss akibat kabel dari radio base station ke antena

penerima

Lp = Loss propagasi (FSL)

Page 7: Semen Tara

2.4 Perencanaan Jaringan LTE

Perencanaan jaringan LTE dilakukan dengan dua pendekatan yaitu

berdasarkan kapasitas dan berdasarkan daerah cakupan yang nantinya digunakan

sebagai parameter dalam menentukan jumlah site yang dibutuhkan agar dapat

mengcover seluruh wilayah Bandung. Berikut persamaan yang digunakan dalam

menentukan jumlah site.

Kebutuhan jumlah site Omni-directional :

(2.6)

Kebutuhan jumlah site Sektoral 120o

(2.7)

Luas sel :

(2.8)

Radius sel sectoral 120o :

(2.9)

2.4.1 Perencanaan Jaringan Berdasarkan Kapasitas

Dalam perencanaan jaringan berdasarkan kapasitas, estimasi jumlah site

yang dibutuhkan pada suatu wilayah layanan diperoleh dengan terlebih dahulu

menghitung network throughput dan cell capacity dari wilayah layanan. Network

throughput merupakan total throughput demand yang dibutuhkan untuk dapat

melayani seluruh user pada wilayah layanan. Cell capacity merupakan kapasitas

sistem dari sebuah cell.

Page 8: Semen Tara

Network throughput diperoleh dari data statistik jumlah penduduk dan

service model pada tabel dan persamaan-pesamaan berikut.

Tabel 2.3 Data statistik jumlah penduduk dan penetrasi

Tahun 2013

Populasi penduduk 2685820

Penetrasi seluler 87,6%

Penetrasi LTE 21,5%

Market share operator X 62%

Persamaan faktor pertumbuhan penduduk :

(2.10)

Dengan :

Pn = jumlah penduduk tahun ke-n

GF = faktor pertumbuhan penduduk

Po = jumlah penduduk tahum ke-0 (2013)

Persamaan total target user :

(2.11)

Dengan : Pn = jumlah penduduk tahun ke-n

A = jumlah penduduk usia produktif/penetrasi pengguna seluler

B = market share operator X

C = penetrasi user LTE operator X

Tabel 2.4 Service Model

Traffic

Parameters

Uplink Downlink

Bearer

Rate

Session

Time

Session

Duty

Ratio

BLERBearer

Rate

Session

Time

Session

Duty

Ratio

BLER

VoIP 26.9 80 0.4 1% 26.9 80 0.4 1%

Page 9: Semen Tara

Signaling 15.63 7 0.2 1% 15.63 7 0.2 1%

Browsing 62.53 1800 0.05 1% 250.11 1800 0.05 1%

FTP 140.69 600 1 1% 750.34 600 1 1%

Persamaan throughput per service :

(2.12)

Persamaan single user throughput :

(2.13)

Dengan nilai peak to average ratio :

Tabel 2.5 Peak to Average in Environment

Morphology Dense Urban Urban

Peak To Average

Ratio40% 20%

Persamaan network throughput :

(2.14)

Cell capacity diperoleh dari spesifikasi sistem LTE dan dengan menggunakan

persamaan berikut:

(2.15)

Dengan :

CRC = 24

168 = jumlah resource element (RE) dalam 1 msfaktor pertumbuhan penduduk

Po = jumlah penduduk tahum ke-0 (2013)

2.6.2 Perencanaan Jaringan Berdasarkan Daerah Cakupan

Page 10: Semen Tara

Estimasi kebutuhan site pada suatu wilayah layanan dengan metode daerah

cakupan dilakukan dengan memperhatikan kemampuan suatu perangkat jaringan

dalam menjangkau wilayah layanan tersebut. Kondisi propagasi gelombang dari

pemancar menuju penerima tidak terlepas dari pengaruh berbagai redaman yang

muncul akibat kondisi lintasan yang dilalui gelombang.

Redaman lintasan atau pathloss tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, di

antaranya adalah frekuensi kerja sistem, jarak antara pemancar dan penerima, dan

kondisi terrain yang dilalui oleh gelombang. Redaman lintasan inilah yang

nantinya akan memberikan informasi mengenai jarak jangkau dari perangkat

jaringan yang direncanakan.

Untuk mengetahui redaman lintasan tersebut, perencana perlu melakukan

perhitungan link budget dari sistem jaringan yang direncanakan dengan

mempertimbangkan sensitivitas suatu penerima dalam menerima gelombang yang

dipancarkan. Sensitifitas penerima ditentukan berdasarkan tipe modulasi terburuk

yang akan dijamin disisi user equipment (UE). Hasil dari perhitungan ini

kemudian disebut sebagai Maximum Allowed PathLoss (MAPL).

Perhitungan MAPL diperlukan untuk menentukan nilai redaman

maksimum dari propagasi gelombang yang masih diizinkan agar eNobeB dan UE

masih dapat berkomunikasi dengan baik pada daerah cakupannya. Tabel (2.5)

berikut menunjukkan spesifikasi perangkat jaringan LTE.

Tabel 2.6 Parameter link budget LTE

Components Parameter Unit Downlink Components Parameter Unit Uplink

eNode B Transmit Power dBm 43 UE TX Power/RB dBm 23

eNodeB Gain dBi 18 UE Antenna Gain dB 0

Feeder Loss dB 2 Feeder Loss UE TX dB 0

Thermal Noise dBm -174 Thermal Noise dBm -174

UE Noise Figure dB 7 eNB Noise Figure dB 2.2

SINR dB -5 SINR dB -7

System Bandwidth dB 69.5424 System Bandwidth dB 69.5424

TMA Insertion Loss dB 0.5 eNodeB Gain dBi 18

UE Antenna Gain dB 0 Feeder Loss dB 2

Page 11: Semen Tara

Body Loss dB 3 Body Loss dB 3

Penetration Loss dB 12 Penetration Loss dB 12

Fading Margin dB 5 Fading Margin dB 4

Interference Margin dB 10 Interference Margin dB 3

Dari tadbel (2.6) dapat kita peroleh nilai Effective Isotropic Radiated Power

(EIRP) dan receiver sensitivity.

Persamaan EIRP :

(2.16)

Dimana :

= UE TX power UL / eNodeB transmiter BS DL

eNodeB gain

feeder loss UE TX UL / Feeder loss DL

Persamaan receiver sensitivity :

(2.17)

(2.18)

Dari persamaan (2.15),(2.16) dan (2.17) dan tabel (2.6) dapat diperoleh nilai

MAPL dengan persamaan di bawah ini :

(2.19)

2.7 Stanford University Interim (SUI)

Page 12: Semen Tara

Pada perencanaan ini menggunakan model propagasi SUI. Model ini

merupakan propagasi yang dikembangkan untuk frekuensi di bawah 11 GHz.

Model ini didefinisikan untuk pita frekuensi 2.5 – 2.7 GHz.

Berdasarkan terrain, model SUI membagi 3 jenis, yaitu :

1. Tipe A : path loss terbesar yaitu perbukitan dengan densitas pepohonan

sedang sampai tinggi.

2. Tipe B : path loss pertengahan antara tipe A dan C.

3. Tipe C : path loss terkecil yaitu terrain rata dengan pepohonan jarang.

Tabel 2.7 Terrain tipe SUI

Model ParameterTerrain type

A

Terrain type

B

Terrain type

C

A 4.6 4 3.6

B 0.0075 0.0065 0.005

C 12.6 17.1 20

Perhitungan jarak jangkau maksimum dari suatu perangkat jaringan

dengan menggunakan SUI model ini dapat dilakukan dengan menggunakan

persamaan berikut :

(2.20)

Dimana :

f = Frekuensi

a(Hb) = Faktor koreksi tinggi antena eNodeB

a(Hr) = Faktor koreksi tinggi antena UE

d = Jarak antara eNodeB dan UE

Hb = Tinggi antena eNodeB

Hr = Tinggi antena UE

Untuk memperoleh besar faktor koreksi a(Hb) dan a(Hr) pada persamaan

(2.20) dan persamaan (2.21). Dapat diperoleh dengan persamaan berikut,dengan

subtitusi nilai parameter terrain pada tabel (2.7)

Page 13: Semen Tara

(2.21)

(2.22)

Setelah memperoleh jarak jangkau maksimum (d) dari eNodeB ke UE atau

sebaliknya dengan persamaan dapat pula diperoleh luas sel dengan persamaan:

(2.23)

Estimasi jumlah sel berdasarkan daerah cakupan dapat diperoleh dengan

persamaan:

(2.24)

Page 14: Semen Tara

BAB III

PERANCANGAN JARINGAN

3.1 Tahapan Perancangan Jaringan

Dalam melakukan perencanaan jaringan telekomunikasi, tentu diperlukan

adanya tahapan yang jelas dan sistematis agar perencanaan jaringan tersebut dapat

berjalan dengan baik. Secara garis besar, perencanaan jaringan meliputi tahapan-

tahapan sebagai berikut, yaitu penentuan dan analisis kondisi daerah layanan,

analisis LTE dimensioning berdasarkan kapasitas sistem dan daerah cakupan

wilayah, kebutuhan perancangan jaringan LTE, analisis perancangan jaringan

backhaul Minilink, penentuan jaringan backhaul Minilink dan visualisasi hasil

perancangan.

LTE dimensioning dibagi manjadi 2 bagian, yaitu berdasarkan kapasitas

dan daerah cakupan wilayah. Dimensioning berdasarkan kapasitas melalui tahapan

klasifikasi service model dan estimasi jumlah user, perhitungan single user dan

network throughput dan penentuan jumlah site. Dimensioning berdasarkan daerah

cakupan wilayah melalui tahapan klasifikasi daerah layanan, perhitungan link

budget, dan penentuan jumlah site.

Gambar berikut menunjukkan diagram alir dari tahapan perencanaan

tersebut.

Page 15: Semen Tara

Gambar 3.1 Diagram Perancangan Jaringan

Page 16: Semen Tara

3.2 Analisis Kondisi Wilayah

Perencanaan ini dilakukan di Wilayah Kota Bandung. Kota Bandung

terletak antara 107° Bujur Timur dan 6° 55´ Lintang Selatan. Dengan jumlah

populasi penduduk sekitar 2.685.820 jiwa. Kota ini secara geografis terletak di

tengah – tengah provinsi Jawa Barat sebagai ibu kota provinsi. Kota Bandung

terletak pada ketinggian ±768m diatas permukaan laut rata-rata (mean sea level),

dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian selatan.

Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 di atas permukaan laut, sedangkan di

bagian selatan adalah ±675 di atas permukaan laut.

Perancangan jaringan LTE dan jaringan backhaul Minilink di Kota

Bandung akan dilaksanakan pada daerah perkotaan yang dikategorikan sebagai

wilayah urban. Sesuai hasil pengamatan wilayah perancangan, disimpulkan

bahwa kota Bandung tergolong dalam kategori urban dimana kepadatan

penduduk yang cukup tinggi.

Gambar 3.2 Peta Kota Bandung

Page 17: Semen Tara

3.3 Perancangan Jaringan LTE

Perhitungan jumlah site yang dibutuhkan dapat didekati dengan

menggunakan dua metode, yaitu berdasarkan kapasitas dan berdasarkan daerah

cakupan. Metode berdasarkan kapasitas menjelaskan jumlah site yang diperlukan

dalam memenuhi kebutuhan trafik berdasarkan kapasitas sistem yang akan

dirancang. Sedangkan metode berdasarkan daerah cakupan menjelaskan jumlah

site yang diperlukan berdasarkan kemampuan coverage sistem.

3.3.1 Perancangan Jaringan Berdasarkan Kapasitas

Dalam perencanaan jaringan ini estimasi jumlah user diambil dari jumlah

penduduk kota Bandung tahun 2013 sebanyak 2.685.820 jiwa. Berdasarkan

kenaikan jumlah penduduk setiap tahun, dapat diperoleh growth of factor sebesar

1,5%. Growth of Factor adalah suatu nilai persentase kenaikan jumlah suatu

penduduk. Dengan menggunakan persamaan (2.10) diperoleh jumlah penduduk

bandung pada tahun 2018 sebesar 3.261.432 jiwa.

Setelah melakukan perhitungan forecast jumlah penduduk tahun 2018, dilakukan

perhitungan jumlah user LTE operator X tahun 2018 dengan memperhitungkan

nilai penetrasi seluler, penetrasi LTE dan market share operator X pada tabel 2.3

yang disubtitusi pada persamaan (2.11)

3.3.1.1 Klasifikasi Service Model

Service model yang digunakan dalam proses perancangan jaringan ini

adalah layanan VoIP, signaling, FTP dan browsing dengan spesifikasi sesuai

dengan tabel 2.4. Dari layanan yang digunakan tersebut, perlu dilakukan

perhitungan throughput per layanan dengan menggunakan persamaan (2.12)

Page 18: Semen Tara

sehingga diproleh nilai throughput uplink dan downlink untuk tiap layanan sesuai

pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Throughput per Layanan

Traffic

Parameters

UL DL

Throughput Throughput

VoIP 869.5 869.5

Signaling 22.1 22.1

Browsing 5684.5 22737.3

FTP 85266.7 454751.5

Total 91842.8 22737.30

Setelah mendapatkan nilai throughput per layanan, dilakukan perhitungan single

user throughput dengan menggunakan persamaan (2.13). Dalam perhitungan

single user throughput membutuh beberapa parameter seperti BHSA dan

penetration ratio seperti pada tabel (3.2).

Tabel 3.2 Traffic Model untuk Various Environment

User Behavior

Dense Urban Urban

Penetration

RatioBHSA

Penetration

RatioBHSA

VoIP 100% 1.4 100% 1.3

Signaling 40% 5 30% 4

Browsing 100% 0.6 100% 0.4

FTP 20% 0.3 20% 0.2

Sehingga diperoleh nilai single user throughput sebagai berikut:

Dengan melakukan perhitungan yang sama seperti diatas, akan didapatkan nilai

total single user throughput seperti pada tabel 3.3

Page 19: Semen Tara

Tabel 3.3 Total single user throughput

Traffic ParametersUrban

UL DL

VoIP 0.377 0.377

Signaling 0.009 0.009

Browsing 0.758 3.032

FTP 1.137 6.063

Total single user throughput 2.280 9.481

3.3.1.2 Network Throughput

Network throughput merupakan kebutuhan throughput yang dibangkitkan

pada suatu daerah layanan. Perhitungan Network throughput dihitung dengan

menggunakan persamaan (2.14)

Dengan melakukan perhitungan yang sama untuk arah uplink, akan didapatkan

network throughput seperti pada tabel 3.4

Tabel 3.4 Network Throughput

ItemUrban

UL (Kbit) DL (Kbit)

Total Target User 99582

Network Throughput 227091 944095

3.3.1.3 Menentukan jumlah site

Sebelum menentukan jumlah site telebih dahulu dilakukan perhitungan

cell capacity dengan persamaan (2.13), (2.14), kemudian hasil perhitungan cell

capacity dan network troughput disubtitusi ke persamaan (2.7) untuk memperoleh

Page 20: Semen Tara

jumlah site dengan pendekatan sektoral sehingga diperoleh hasil sperti pada tabel

3.5 :

Tabel 3.5 Total site calculation

ItemUrban

UL (Kbit) DL (Kbit)

Total Target User 99582

Network Throughput 227091 944095

Cell Capacity 21599976 6479976

Number of Site 3.50 48.56

3.3.2 Perancangan Jaringan Berdasarkan Daerah Cakupan

Etimasi kebutuhan site pada suatu wilayah layanan dengan metode daerah

cakupan dilakukan dengan memperhatikan kemampuan suatu perangkat jaringan

dalam menjangkau wilayah layanan yang direncanakan. Kondisi propagasi

gelombang dari pemancar menuju penerima tidak terlepas dari pengaruh berbagai

redaman yang muncul akibat kondisi lintasan yang dilalui gelombang. Redaman

lintasan atau path loss tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya adalah

frekuensi kerja sistem, jarak antara pemancar dan penerima, dan kondisi terrain

yang dilalui oleh gelombang. Redaman lintasan inilah yang nantinya akan

memberikan informasi mengenai jarak jangkau dari perangkat jaringan yang

direncanakan.

Untuk mengetahui redaman lintasan tersebut, perencana perlu melakukan

perhitungan link budget dari sistem jaringan yang direncanakan dengan

mempertimbangkan sensitivitas suatu penerima dalam menerima gelombang yang

dipancarkan. Hasil dari perhitungan ini kemudian disebut sebagai system gain.

Sensitivitas penerima ini ditentukan berdasarkan tipe modulasi terburuk yang

akan dijamin di sisi UE.

3.3.2.1 Perhitungan MAPL

Page 21: Semen Tara

Perhitungan MAPL diperlukan untuk menentukan nilai redaman

maksimum dari propagasi gelombang yang masih diizinkan agar eNode B dan UE

masih dapat berkomunikasi dengan baik pada daerah cakupannya.

Tabel 2.6 menunjukkan nilai yang digunakan pada setiap parameter yang

memberikan pengaruh terhadap kondisi propagasi dari gelombang yang

dipancarkan oleh eNode B. Dengan menggunakan nilai dari paramater-parameter

tersebut, maka MAPL dari perangkat jaringan yang direncanakan dapat diketahui.

Sehingga, jarak jangkau perangkat pun dapat diketahui. Berdasarkan data-

data pada Tabel 2.6 tersebut, maka proses perhitungan MAPL dari perangkat

jaringan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung nilai EIRP dengan

persamaan (2.16) dan receiver sensitivity dengan persamaan (2.17) dan (2.18),

kemudian disubstitusikan ke perhitungan MAPL dengan persamaan (2.19).

Perhitungan pada sisi Uplink (UL) yaitu perhitungan dengan arah propagasi UE-

eNode B :

1. Perhitungan Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) UL

` EIRP = 23 + 18– 0 = 41 dBm

2. Perhitungan Receiver sensitivity

Receiver sensitivity = (-174) + 2.2 + (-7) + 69.5424 = - 109.26 dBm

3. Perhitungan Maximum Allowed PathLoss (MAPL) UL

MAPL = 41 dBm – (-109.26) dBm – 3 – 0 – 12 – 4 – 3 = 128.26 dB

Perhitungan pada sisi downlink (DL), yaitu perhitungan dengan arah propagasi

eNode B-UE:

1. Perhitungan Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) DL

2. Perhitungan Receiver sensitivity

Receiver sensitivity = (-174) + 5 + (-5) + 69.5424= - 104.46 dBm

3. Perhitungan Maximum Allowed PathLoss (MAPL) DL

MAPL = 59 dBm – (-104.46) dBm – 3 – 0,5 – 12 – 5 – 10 = 132.96

dB

Page 22: Semen Tara

3.3.2.2 Perhitungan Jarak Jangkau

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa jarak maksimum yang

mampu dijangkau oleh perangkat jaringan ditentukan berbagai hal. Beberapa

parameter yang memberikan pengaruh telah dihitung pada subbab sebelumnya.

Parameter lain yang memberikan pengaruh terhadap jarak jangkau tersebut adalah

frekuensi kerja yang digunakan dan kondisi kontur dari wilayah layanan yang

direpresentasikan oleh suatu model propagasi. Dalam tugas akhir ini model

propagasi yang digunakan yaitu SUI model dengan tipe terrain B, dengan

pertimbangan wilayah perencanaan yang memiliki kontur rata dan memiliki

sedikit pepohonan dan bangunan yang tinggi.

Perhitungan jarak jangkau maksimum dari suatu perangkat jaringan

dengan menggunakan SUI model ini dapat dilakukan dengan menggunakan

persamaan (2.20) dengan terlebih dahulu memperhitungkan faktor koreksi tinggi

antena BS dan SS.

Menghitung faktor koreksi tinggi antena BS dengan persamaan (2.21) dengan

parameter a, b, dan c pada tabel 2.7 :

Menghitung faktor koreksi tinggi antena SS dengan persamaan (2.22) :

Dari hasil perhitungan diatas dapat diperoleh radius (d) dengan persamaan (2.20) :

151.5 = (-7.366) + 91.482 + [41.675 * (1 + log d)] + 1.3493151.5 = 85.4653 + [41.675 * (1+log d)]66.0347 = 41.675 * (1 + log d)

Page 23: Semen Tara

1 + log d = 1.584Log d = 1.584 – 1= 0.584d = 100.584 d = 3.84 km3.4 Perancangan Jaringan Backhaul Minilink

Dalam proses perancangan jaringan backhaul Minilink, dibutuhkan

penyesuaian dengan kapasitas jaringan LTE di kota bandung. Berdasarkan

perhitungan pada tabel 3.5 didapatkan bahwa kebutuhan throughput untuk

jaringan LTE di kota bandung adalah sebesar 944095 Kbit =944.095 Mbit.

3.4.1 Spesifikasi Perangkat Minilink

Pada perangkat Minilink yang digunakan yaitu Minilink backhaul TN

dengan kapasitas sebesar 1Gbps. Berdasarkan analisa perancangan jaringan pada

LTE, didapatkan bahwa kebutuhan network throughput adalah sebesar 944.095

Mbit. Sehingga jumlah hop yang dibutuhkan dalam proses perancangan backhaul

Minilink adalah sebanyak 10 hop backhaul.

3.4.2 Tinggi Antena

Perhitungan tinggi antena pada jaringan backhaul Minilink dapat didapat

dari persamaan (2.4). Salah satu contoh perhitungan site yang disimulasikan

adalah hop 14-26. Langkah - langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

3.4.2.1 Perhitungan Tinggi Antena Site 14-26

Berdasarkan persamaan (2.1), dapat menentukan tinggi satu antena yang

akan dirancang. Pada tinggi antenna backhaul dari site 14 ke site 26, perlu

dilakukan perhitungan beberapa parameter, seperti faktor kelengkungan bumi,

jari-jari Fresnel Zone yang akan digunakan dll. Berikut adalah langkah

perhitungan agar dapat menghasilkan tinggi antenna site 14 ke site 26 :

1. Faktor Kelengkungan bumi

Page 24: Semen Tara

Menggunakan persamaan (2.2) didapatkan faktor kelengkungan bumi

untuk site 14-26 adalah sebagai berikut:

m

2. Jari-jari Fresnel Zone

Menggunakan persamaan (2.3) didapatkan faktor kelengkungan bumi :

3. Perhitungan Tinggi Antena

Dalam menentukan tinggi antena, pertama ditetapkan jarak dari

transmitter ke obstacle dan receiver ke obstacle. Berikut adalah contoh gambar

penempatan site :

Gambar 3.3 Contoh Simulasi Penempatan Site

Dari gambar tersebut, dapat diperoleh parameter-parameter penting dalam

penentuan tinggi antena yaitu :

d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle, d1 =2.2 Km

Page 25: Semen Tara

d2 = Jarak dari penerima ke obstacle, d2 = 2 Km

Ho = Tinggi obstacle yang paling tinggi, Ho = 22 m

h1 = Tinggi daratan di pengirim, h1 = 15 m

h2 = Tinggi daratan di penerima, h2 = 17 m

Selanjutnya perhitungan total ketinggian diatas permukaan laut menggunakan

persamaan (2.1) :

Dan melaui persamaan (2.4) diperoleh tinggi antena yang akan dipasang.

Sehingga hasil akhir yang didapatkan berupa tinggi antena yang akan diinstalasi

(hx) adalah 36m pada site 14 dan 26.

Adapun perhitungan keseluruhan mengenai tinggi antena tiap site akan

dibahas lebih lanjut pada Bab 4 (Analisis dan Simulasi).

3.4.3 Received Signal Level (RSL)

Setelah didapatkan tinggi antena pada satu site, maka dapat diketahui daya

pada penerima sehingga dapat dijaga agar tetap berada diatas batas ambang daya

terima (received sensitivity) yaitu -101 dBm.

Beberapa parameter yang diketahui pada perhitungan RSL yaitu :

1. Daya kirim (Power Transmitter) = 30 dBm

2. Gain Antena pengirim dan penerima identik = 10 dB

3. Fading Margin = 28.91 dBm

4. Sensitivitas penerima = -101 dB

5. Loss feeder pada masing-masing site pengirim dan penerima, tergantung

ketinggian antena. Yang dipakai adalah 0.2 dB/m

6. Free Space Loss, yaitu loss pada propagasi yang dipengaruhi oleh jarak

antar site (R) dan frekuensi operasi Minilink yaitu 3.5 GHz.

Page 26: Semen Tara

Langkah menghitung daya di penerima yaitu :

1. Perhitungan Loss feeder pada site pengirim dan penerima, karena

antenanya identik maka didapatkan :

2. Perhitungan Free Space Loss, yaitu :

3. Selanjutnya melakukan perhitungan daya terima menggunakan

persamaaan dibawah ini :

Didapatkan kesimpulan bahwa daya terima sebesar

(RX Sensitivity) sehingga link budget dapat diterapkan pada perencanaan ini.