Post on 05-Feb-2018
i
JURNAL ILMIAH
PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist)
VOL. 6, NO. 1, MEI AGUSTUS 2011
TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER)
Penanggung Jawab:
Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes.
Redaktur:
Riyanto Suprawihadi, SKM, M.Kes.
Penyunting Editor:
Drg. Ngena Ria, M.Kes.
Nelson Tanjung, SKM, M.Kes
Desain Grafis & Fotografer:
Yusrawati Hasibuan, SKM, M.Kes.
Dra. Safrida, MS
Hamdan Syah Alam, S.Kom.
Sekretariat:
Drg. Herlinawati Daulay, M.Kes.
Sri Utami, SST, S.Pd, M.Kes.
Mardan Ginting, S.Si, M.Kes.
Rina Doriana Pasaribu, SKM
Susi Adrianelly, SKM
Alamat Redaksi:
Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5
Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan
Telp: 061-8368633
Fax: 061-8368644
DAFTAR ISI Editorial
Analisis Faktor Penyebab Ketergantungan Pemakaian Narkoba Pada Penderita di Panti Rehabilitasi Sibolangit Tahun 2010 oleh Mardan Ginting, Zuraidah Nasution, Ngena Ria ........... 16 Perilaku Masyarakat (Pemilik Anjing) terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kecamatan Tuntungan Kota Medan Tahun 2010 oleh Suprapto, Irma Erlina, Nelson Tanjung.......... 714 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidaklengkapan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) Pada Ibu Hamil di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009 oleh Rina Doriana Pasaribu ................................. 1520 Pengetahuan dan Persepsi Bidan terhadap Stigma dan Diskriminasi pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Medan Tahun 2010 oleh Bebaskita br Ginting, Samsider Sitorus, Efendi Sianturi ............................................. 2126 Analisa Jenis Leukosit Pada Penderita Tuberculosis Paru di Balai Laboratorium Kesehatan Medan oleh Azhar Johan dan Nelma .......................................................... 2731 Gambaran Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Pada Masa Kehamilan, Persalinan dan Nifas Ibu Melahirkan di Kabupaten Simalungun Tahun 2010 oleh Yusliana Nainggolan, Dame Evalina Simangunsong, dan Risnawati Tanjung ....... 3245 FaktorFaktor yang Berhubungan Dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Menyusui di Rumah Sakit Umum Bahagia Medan Tahun 2010 oleh Susy Adrianelly Simaremare ....... 4652 Pengaruh Perbaikan Postur Kerja Dalam Upaya Pencegahan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah Pada Perawat di Instalasi Perawatan Intensif Dewasa RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010 oleh Netty Panjaitan, Mariaty Silalahi, dan Ch. Ready Sitorus ....................................... 5359
ISSN 1907-3046
Hubungan Antara Faktor Pengetahuan dan Sikap Pus terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Desa Invaliden Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi oleh Masrah dan Rosmayani Silitonga .................................. 6064 Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan yang Mengandung Sukrosa dengan OHI-S pada Siswa Siswi Kelas X A SMA Pencawan Medan Tuntungan Tahun 2010 oleh Netty Jojor Aritonang ..................................................... 6568 Perbedaan Prevalensi Karies pada Murid Kelas
III SDN 101816 Pancur Batu dengan SDN
060868 Krakatau Medan yang Memiliki UKGS
Tahun 2011 oleh Rawati Siregar .................. 6972
Hubungan Penggunaan Baby Walker dengan
Kecepatan Bayi Berjalan di Kelurahan Cengkeh
Turi Kecamatan Binjai Utara Tahun 2010 oleh
Elizawarda .................................................... 7378
Gambaran Pengetahuan Remaja tentang
Bahaya Perokok Pasif di SMA Sri Langkat
Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2011
oleh Fatmasari dan Ismajadi ....................... 7983
Pengaruh Promosi Kesehatan tentang Bahaya
Merokok oleh Peer Educator terhadap
Perubahan Perilaku Merokok pada Remaja
oleh Marina br Karo, Makmur Jaya Meliala,
dan Maju Sembiring.................................... 8487
Efektivitas Ekstrak Daun Mindi (Melia
azedarach L.) Dalam Membunuh Nyamuk Culex
oleh Haesti Sembiring .................................. 8894
Efek Ekstrak Herba Pegagan (Centellae herba)
Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli oleh Nelson Tanjung ................................... 95-98
Hubungan Citra Tubuh dengan Aktifitas Fisik dan
Asupan Energi Siswa SMP yang obes dan tidak
Obes di Kota Lubuk Pakam oleh Ginta Siahaan,
Novriani Tarigan, Harifin Togap Sinaga ..... 99-106
PENGANTAR REDAKSI
Jurnal PANNMED merupakan salah satu wadah untuk menampung hasil penelitian Dosen Politeknik
Kemenkes Medan.
Jurnal PANNMED Edisi Mei Agustus 2011 Vol. 6 No. 1 yang terbit kali ini menerbitkan sebanyak 17
Judul Penelitian.
Redaksi mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Direktur atas supportnya sehingga Jurnal ini dapat terbit 2. Dosen-dosen yang telah mengirimkan tulisan hasil penelitiannya dan semoga dengan terbitnya jurnal
ini dapat memberi semangat kepada dosen yang lain untuk berkreasi menulis hasil penelitian sehingga
bisa diterbitkan ke Jurnal Pannmed ini.
Akhir kata, kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar jurnal ini dapat menjadi jurnal yang
berkualitas seperti harapan kita bersama.
Redaksi
1
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KETERGANTUNGAN
PEMAKAIAN NARKOBA PADA PENDERITA DI PANTI REHABILITASI
SIBOLANGIT TAHUN 2010
Mardan Ginting, Zuraidah Nasution, Ngena Ria Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
Abstrak
Penggunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lain (NAPZA) atau yang lebih dikenal dengan
istilah NARKOBA (Narkotika dan Obat-obat berbahaya) kini semakin menjadi dilema dan telah mencapai
proporsi yang meresahkan. Pemakaian Narkoba telah menyentuh semua elemen masyarakat, yang paling
mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa kalangan pelajar maupun mahasiswa yang merupakan generasi
penerus bangsa telah menjadi korban ketergantungan Narkoba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor penyebab ketergantungan pemakaian Narkoba pada penderita di Panti Rehabilitasi. Metodologi
penelitian menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui faktor penyebab ketergantungan
pemakaian Narkoba pada penderita dilakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner sebagai
panduan wawancara. Teknik pengambilan sampel dengan total sampling yang dilakukan pada seluruh
penderita di Panti Rehabilitasi Al Kamal Sibolangit yang dapat dan telah diperbolehkan untuk dilakukan
wawancara berjumlah 39 orang. Dari hasil penelitian karakteristik pengguna narkoba yang mengikuti
program rehabilitasi persentase tertinggi pada kelompok umur 22-38 tahun yaitu 76.9%. Persentase
pendidikan responden lebih banyak dengan pendidikan perguruan tinggi (23.1%) dan pekerjaan terutama
pelajar/ mahasiswa (33.3%). Faktor-faktor penyebab ketergantungan narkoba yang paling dominan adalah :
faktor individu, terutama seluruh responden mempunyai kebiasaan merokok (100%), faktor keluarga,
terutama disebabkan karena responden selalu memiliki uang yang lebih/ banyak (92.3%) dan selalu terjadi
konflik dalam keluarga (82.1%), faktor teman/ lingkungan, terutama karena diajak/ dirayu oleh teman
(66.7%), faktor ketidaktahuan, terutama karena coba-coba (82.1%) dan untuk mendapatkan perasaan tenang
dan gembira (82.1%). Penyalahgunaan narkoba akan memberikan pengaruh yang dianggap menyenangkan
bagi pemakai, namun hanyalah bersifat sementara karena kebutuhan menggunakan sulit dihentikan dan
menimbulkan efek ketergantungan, bila tidak menggunakan akan menimbulkan penderitaan fisik maupun
jiwa pemakai. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan efek terhadap kesehatan dikarenakan narkoba
memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat juga daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual
(kebiasaan) yang sangat tinggi sehingga bila seseorang sudah memulai menggunakan akan sulit untuk
melepas dan menjadi ketergantungan.
Kata kunci : Penyebab Ketergantungan, Pemakaian Narkoba
PENDAHULUAN
Penggunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika
dan Zat Adiktif lain (NAPZA) atau yang lebih dikenal
dengan istilah NARKOBA (Narkotika dan Obat-obat
berbahaya) kini semakin menjadi dilema dan telah
mencapai proporsi yang meresahkan. Pemakaian narkoba
telah menyentuh semua elemen masyarakat, yang paling
mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa kalangan
pelajar maupun mahasiswa yang merupakan generasi
penerus bangsa telah menjadi korban ketergantungan
narkoba. Tahun 1997, Indonesia sudah termasuk salah satu
negara yang menjadi sasaran utama peredaran dan berada
pada daftar negara-negara yang tingkat peredarannya
sangat tinggi. Cepatnya peredaran narkoba, baik di dunia
maupun di Indonesia sangat menggiurkan orang untuk
terlibat menjadi pengedar karena dapat mendatangkan
untung yang besar. Oleh karena itu gencarnya peredaran
sangat sulit dibendung. Dalam jangka waktu 30 tahun,
jumlah pemakai naik 150 kali lipat. Pada tahun 1970
jumlah pemakai Narkoba diperkirakan 130.000 orang dan
pada akhir tahun 2000, jumlahnya menjadi lebih dari 2 juta
orang.
Pemakaian narkoba telah mempengaruhi
pelbagai kelompok umur dan golongan penduduk. Banyak
hal yang telah dilakukan dalam memerangi narkoba
khususnya di Indonesia, namun peredaran dan korbannya
semakin bertambah yang meliputi semua tahapan umur
(anak, remaja, dewasa) dan meluas ke semua sektor
lingkungan kehidupan (individu, keluarga, sekolah dan
masyarakat), bahkan tidak mengenal tingkat sosio
ekonomi, sehingga banyak menimbulkan implikasi yang
tidak diinginkan di masyarakat seperti merusak hubungan
kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar,
menurunkan produktivitas kerja yang menyebabkan karir
hancur, ketidakmampuan membedakan hal yang baik atau
2
buruk, perilaku anti sosial, gangguan kesehatan secara fisik
maupun mental, mempertinggi angka kriminalitas dan
kecelakaan lalu lintas bahkan mengakibatkan kematian.
Terjadinya perubahan gaya hidup yang didukung
dengan semakin meluasnya perdagangan narkoba,
memungkinkan seseorang terlibat ketergantungan narkoba.
Ketergantungan ini merupakan kondisi yang diakibatkan
karena penyalahgunaan pemakaian dengan dosis yang
berlebihan. Setiap tanggal 26 Juni telah ditetapkan dan
diperingati sebagai Hari Anti Narkoba Internasional
dengan salah satu kegiatannya kampanye anti narkoba
secala luas, tetapi khususnya di Indonesia jumlah pemakai
terus meningkat. Fenomena penyalahgunaan narkoba
bagaikan gunung es yang tampak di permukaan lebih kecil
dibandingkan dengan yang tidak tampak. Menurut data
dari Badan Narkotika Nasional (BNN) jumlah pemakai
narkoba di Indonesia tahun 2009 telah mencapai 3,6 juta
orang yang diantaranya 1,1 juta orang adalah golongan
pelajar. Untuk daearah Sumatera Utara diperoleh data
bahwa 60% pemakai narkoba adalah usia sekolah 6-25
tahun. Penyalahgunaan narkoba setiap saat mengancam
lewat rayuan, bujukan, ajakan maupun paksaan. Usaha
untuk mengatasi permasalahan penyalahgunaan narkoba
merupakan hal yang tidak mudah dilakukan.
Jalur distribusi narkoba ke dan dari Indonesia
memperlihatkan sebuah jaringan peredaran gelap yang
semakin meluas. Peredaran bukan lagi sebagai daerah
transit, tetapi sudah merupakan daerah tujuan dan produksi.
Upaya pencegahan meluasnya pemakaian narkoba sudah
menjadi target pemerintah. Beberapa langkah yang telah
ditempuh untuk merangkul dan mencegah pemakaian
telah dilakukan, mulai dari pedekatan individu/ kelompok
pelajar dan mahasiswa, peningkatan peran orang tua dalam
mengawasi perkembangan perilaku anak, peran sekolah/
guru yang mengontrol prestasi belajar dan kedisiplinan
siswa, peran masyarakat, peran aparat penegak hukum/
kepolisian dan pihak lain yang dapat menyentuh berbagai
kalangan yang memungkinkan dapat mencegah
penyalahgunaan narkoba.
Dari beberapa kepustakaan, pecandu narkoba
memiliki berbagai alasan yang menjadi penyebab
penyalahgunaan. Secara umum, situasi rumah dan
kebersamaan yang kurang harmonis dalam keluarga ikut
berpengaruh. Sebagai kompensasi, suasana rumah yang
dianggap tidak menjadi tempat yang aman baginya, korban
mencari kesenangan sendiri di luar rumah. Selain itu,
pecandu juga mengaku terjebak narkoba karena faktor
teman agar dapat diterima dalam lingkungan pergaulan.
Secara sekilas, penyalahgunaan narkoba memang
memberikan pengaruh yang menyenangkan bagi si
pemakai. Namun, kesenangan itu hanya bersifat sesaat dan
sementara. Seolah-olah hidup penuh kesenangan
dan kebahagiaan, tetapi kenyataannya pemakai akan
terjebak dalam ketergantungan dan sulit untuk
menghentikannya dan menimbulkan penderitaan fisik
maupun jiwa dan berpengaruh buruk bagi si pemakai
dalam pendidikan/ pekerjaan, keluarga maupun
masyarakat.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah survey rancangan
cross sectional yang bersifat deskriptif untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan faktor penyebab
ketergantungan pemakaian narkoba pada Penderita di Panti
Rehabilitasi Al Kamal Sibolangit Tahun 2010. Populasi
berjumlah 51 orang dengan sampel penelitian berjumlah
39 orang, dikarenakan beberapa penghuni panti
rehabilitasi masih belum dapat diajak berkomunikasi
secara normal dan belum diizinkan oleh pihak panti untuk
ikut sebagai responden.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang
diberikan kepada penghuni panti rehabilitasi. Hasil
kuesioner yang telah diisi, dianalisis peneliti untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab ketergantungan
narkoba, kemudian data disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Karakteristik Penderita di Panti Rehabilitasi Al
Kamal Sibolangit
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Penderita di Panti
Rehabilitasi Sibolangit Karakteristik Responden N
(orang)
Persentase
(%)
1. Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
2. Umur
- 17 21 tahun
- 22 38 tahun
- 39 53 tahun
3. Pendidikan
- SD
- SMP
- SMU
- Akademi
- Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan
- Tidak bekerja - Pelajar/ Mahasiswa - Wiraswasta - Supir - Pegawai Negeri/ ABRI - Pegawai Swasta
39
0
3
30
6
5
4
4
2
9
4
13
11
1
4
6
100
0
7.7
76.9
15.4
12.9
10.3
10.3
5.1
23.1
10.3
33.3
28.2
2.6
10.3
15.3
Dari Tabel 1 Karakteristik pengguna narkoba
yang mengikuti program rehabilitasi dilihat dari jenis
kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan. Pada penelitian
ini seluruh responden dengan jenis kelamin laki-laki. Panti
rehabilitasi Al Kamal pada mulanya memang menerima
penderita dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan,
tetapi pada kenyataannya yang datang mengikuti program
rehabilitasi seluruhnya jenis kelamin laki-laki. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1990) diperoleh
bahwa pengguna narkoba terutama adalah berjenis kelamin
3
laki-laki (90%). Pada penelitian ini dari 39 orang
responden, persentase tertinggi pada kelompok umur 22-38
tahun yaitu 76.9%. Persentase pendidikan responden lebih
banyak dengan pendidikan perguruan tinggi (23.1%) dan
pekerjaan terutama pelajar/ mahasiswa (33.3%). Dari hasil
penelitian diperoleh bahwa pengguna narkoba lebih
bervariasi dan telah meluas pada berbagai golongan usia,
jenjang pendidikan dan pekerjaan, bahkan yang menjadi
korban selain pejabat dan eksekutif juga dari Pegawai
Negeri/ ABRI, wiraswasta dan terutama pada kalangan
pelajar/ mahasiswa. Menurut Roesli Thaib (2003), dari
800.000-2.000.000 populasi Indonesia terutama
masyarakat usia produktif telah terjerat oleh
ketergantungan narkoba yang tersebar pada berbagai
tingkat sosio ekonomi sehingga banyak menimbulkan
implikasi negatif, antara lain kriminalitas, kerugian
ekonomi dan pemutusan hubungan kerja. Berdasarkan
hasil penelitian Badan Koordinasi Narakoba Daerah
(BKND) Jawa Barat, hampir 90% yang menjadi korban
dan sasaran pengedar narkoba adalah remaja. Remaja
memang rentan terhadap bujukan dan rayuan para
pengedar narkoba. Sifat remaja yang dinamis, enerjik dan
cenderung suka mengambil resiko, seringkali
dimanfaatkan sehingga terjerumus tindakan kriminalitas.
Gambaran Distribusi Pengalaman Penderita dalam
Penyalahgunaan Narkoba
Pada Tabel 2 terlihat pengguna narkoba yang
mengikuti program rehabilitasi lebih banyak menyatakan
bahwa relatif masih belum lama (kurang dari satu tahun)
menggunakan narkoba yaitu 35.9%. Dari hasil penelitian,
seluruh responden menyatakan bila menggunakan narkoba
akan timbul perasaan bahagia dan bersemangat, demikian
sebaliknya bila tidak mengkonsumsi narkoba akan merasa
kelelahan, mual/ muntah, kedinginan/ menggigil, sakit
kepala dan tidak bisa tidur. Dalam bidang kedokteran,
jenis narkotika bila digunakan dengan baik dan benar dapat
menyembuhkan banyak penyakit dan mengakhiri
penderitaan pasien, seperti sebagai obat bius pada kasus
pembedahan, obat bagi penderita gangguan jiwa maupun
penderita stres, sebagai pereda rasa sakit dan masih
banyak kasus yang lain. Pada kenyataannya saat ini
pemakaian narkotika, psikotropika maupun bahan adiktif
lainnya menjadi berkonotasi negatif dan disalahgunakan.
Pemakaian narkoba jenis narkotika memiliki daya adiksi
(ketagihan) yang sangat berat dengan daya toleran
(penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat
tinggi. Dari ketiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan
pengguna narkoba sangat sulit untuk lepas dari
ketergantungan.
Tabel 2. Gambaran Distribusi Pengalaman Penderita
dalam Penyalahgunaan Narkoba di Panti
Rehabilitasi Al Kamal Sibolangit
Pengalaman Penderita Panti Rehabilitasi
Jumlah dan Persentase
N Persentase (%)
1. Lama/ waktu telah menggunakan narkoba - < 1 tahun
- 1 tahun
- 1 5 tahun - 6 10 tahun
- 11 15 tahun
- 16 20 tahun - > 22 tahun
2. Hal yang dirasakan setelah menggunakan
narkoba : gembira dan bersemangat
3. Hal yang dirasakan bila tidak menggunakan narkoba : kelelahan, mual/
muntah, kedinginan/ menggigil, sakit
kepala, tidak bisa tidur
14
3
5 8
7
1 1
39
39
35.9
7.7
12.8 20.5
17.9
2.6 2.6
100
100
Faktor-faktor Penyebab Ketergantungan Pemakaian Narkoba
Tabel 3. Faktor Individu sebagai Penyebab Ketergantungan Pemakaian Narkoba pada Penderita di Panti Rehabilitasi Al
Kamal Sibolangit
No. Penyebab Ketergantungan Narkoba N Persentase
1. Mempunyai kebiasaan merokok 39 100
2. Mempunyai kebiasaan minum alkohol 23 59
3. Suka kebebasan 26 66.7
4. Suka mencari perhatian/ sensasi dengan orang lain 23 59
5. Mempunyai hubungan yang tidak harmonis (mempunyai masalah)
dengan orang lain
23 59
6. Selama mengikuti pendidikan (saat masih sekolah/ kuliah) selalu
berusaha mendapat nilai baik dan bersungguh-sungguh
30 76.9
7. Dalam melakukan pekerjaan/ kegiatan yang telah menjadi tanggung
jawab, selalu berusaha melakukannya dengan baik
31 79.5
8. Rajin beribadah 12 30.8
4
Dari Tabel 3 diperoleh hasil penelitian yang
menunjukkan adanya profil karakter individu yang
cenderung untuk menjadi pengguna narkoba yaitu
mempunyai kebiasaan merokok, suka minum alkohol, suka
kebebasan dan suka mencari sensasi/ perhatian orang lain
dan memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan orang
lain. Dari data dapat dilihat, seluruh penderita mempunyai
kebiasaan merokok (100%). Menurut Subagyo
Partodiharjo (2007) proses menjadi pecandu hanya
bermula dari kebiasaan merokok. Rokok disebutkan
sebagai jembatan emas menuju narkoba. Dari hasil
penelitian diperoleh lebih dari separuh responden (59%)
adalah peminum alkohol. Sebagian besar masyarakat
tentunya telah memahami bahwa efek alkohol secara
medis dapat menimbulkan dampak yang negatif. Efek
alkohol selain menyebabkan ketagihan juga dapat
menimbulkan gangguan fungsi berfikir, berperasaan dan
berperilaku. Sifat adiktif alkohol tanpa disadari orang yang
meminumnya akan menambah takaran/ dosis sampai pada
dosis intoksikasi (mabuk). Majelis Ulama Indonesia (MUI)
telah mengeluarkan fatwa bahwa setetes alkohol saja
dalam minuman hukumnya sudah haram tetapi
kenyataannya masih banyak juga terjebak dengan
kebiasaan minum alkohol. Dari data juga terlihat bahwa
59% responden mempunyai hubungan yang tidak
harmonis (bermasalah) dengan orang lain. Adanya
hubungan (interaksi) dan masalah dengan orang lain
tentunya akan menjadi beban bagi seseorang. Subagyo
Partodiharjo (2007) menyatakan bahwa bila seseorang
mempunyai hubungan yang tidak harmonis (masalah)
dengan orang lain dapat menimbulkan rasa kesal dan
kecewa yang pada akhirnya orang tersebut akan mencari
pelampiasan. Dalam hal ini responden menyatakan dengan
menggunakan narkoba dapat menyebabkan fikiran menjadi
tenang dan timbul rasa damai.
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa
pengguna narkoba bervariasi, bukan saja berasal dari
individu yang berantakan, tetapi juga pada individu yang
kualitas tanggungjawab baik, terlihat bahwa lebih dari
separuh responden berasal dari individu yang bersungguh-
sungguh dalam pendidikan maupun pekerjaan yang telah
menjadi tanggungjawabnya. Dari hasil penelitian diperoleh
hanya 30.8% responden menyatakan rajin beribadah.
Moore (1990) dalam penelitiannya berkesimpulan bahwa
orang yang tidak mempunyai komitmen agama akan
beresiko 4 kali lebih besar terlibat dalam penyalahgunaan
dan ketergantungan narkoba. Demikian juga untuk
rehabilitasi bagi penderita yang menggunakan narkoba,
dari penelitian yang dilakukan Cancerellaro (1982) terapi
keagamaan (bersandar pada Tuhan) membawa hasil yang
jauh lebih baik dari pada terapi medik-psikiatrik.
Pada Tabel 4 terlihat lebih dari separuh
responden mengalami hubungan yang tidak harmonis
dengan orang tua/ keluarga. Lingkungan keluarga yang
tidak baik menempati urutan pertama sebagai penyebab
anak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Latar
belakang keluarga yang tidak kondusif yaitu tidak adanya
interaksi dan komunikasi antar anggota keluarga menjadi
alasan anak untuk mencari kompensasi ketenangan di luar
rumah dengan melakukan hal-hal yang negatif termasuk
menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Hawari (2009)
menyatakan bahwa adanya hubungan/ komunikasi yang
buruk antara anak dengan orang tua dapat disebabkan
karena orang tua/ keluarga yang terlalu sibuk sehingga
akan menimbulkan kesalahpahaman. Kurangnya rasa
kasih sayang akibat kesibukan orang tua/ keluarga dengan
pekerjaan maupun kegiatannya masing-masing menjadi
peluang seseorang mencari pelarian dengan cara
menggunakan narkoba. Selain itu orang tua juga sering
berpendapat dengan memberikan uang yang lebih sudah
dianggap memberi perhatian, padahal karena diketahui
anak/ seseorang yang mempunyai uang lebih akan menjadi
incaran pengedar narkoba yang memungkinkan untuk
menjadi konsumen/ pemakai tetap. Menurut Nugroho
Djajoesman (1999), konflik horizontal dalam keluarga
terjadi karena orang tua yang kurang bijaksana dalam
menghadapi anak sehingga anak merasa kurang mendapat
perhatian, merasa tidak dihargai dan disudutkan. Konflik
dalam keluarga dapat mendorong anggota keluarga merasa
frustrasi sehingga terjebak memilih narkoba sebagai solusi.
Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa ada 25.9%
responden menggunakan narkoba didorong karena meniru
anggota keluarga yang telah lebih dahulu menggunakan.
Menurut Anggadewi Moesono (2003), resiko menjadi
pengguna narkoba terutama adalah karena modelling atau
mencontoh orang tua atau anggota keluarga yang
menggunakan narkoba.
Erwin Pohe (2002) menyatakan untuk mencegah
bahaya narkoba dimulai dengan hidup dalam kedamaian
yang harmonis serta membangun kerohanian dalam
keluarga. Perhatian dan kasih sayang sangat diperlukan
seorang anak untuk dapat tumbuh secara benar dan sesuai
dengan ajaran agama.
Tabel 4. Faktor Keluarga sebagai Penyebab Ketergantungan Pemakaian Narkoba pada Penderita di Panti Rehabilitasi Al
Kamal Sibolangit
No. Penyebab Ketergantungan Narkoba N Persentase
1. Kurang mendapat perhatian/ kasih sayang dari orang tua/ anggota keluarga 29 74.4
2. Merasa tidak dihargai/ selalu dianggap salah di keluarga 27 69.2
3. Sikap orang tua/ anggota keluarga selalu menekan dan menyudutkan 21 53.8
4. Dalam keluarga (orang tua/ keluarga) selalu sibuk. 31 79.5
5. Sering terjadi konflik/ pertengkaran dalam keluarga 32 82.1
6. Selalu memiliki uang dalam jumlah yang lebih/ banyak 36 92.3
7. Komunikasi antar anggota keluarga baik 8 20.5
8. Ada anggota keluarga yang menggunakan narkoba 10 25.6
5
Tabel 5. Faktor Teman/ Lingkungan Pergaulan sebagai Penyebab Ketergantungan Pemakaian Narkoba pada Penderita di
Panti Rehabilitasi Al Kamal Sibolangit
No. Penyebab Ketergantungan Narkoba N Persentase
1. Menggunakan narkoba diajak/ dibujuk rayu teman 26 66.7
2. Menggunakan narkoba karena meniru teman 20 51.3
3. Menggunakan narkoba agar dapat diterima dalam kelompok pergaulan 22 56.4
4. Menggunakan narkoba karena rasa setiakawan/ senasib sepenanggungan 21 53.8
5. Menggunakan narkoba karena ingin dianggap lebih hebat/ lebih dewasa dibanding
teman
11 28.2
6. Menggunakan narkoba karena dipaksa teman/ dengan ancaman 6 15.4
7. Menggunakan narkoba diawali karena dijebak teman (melalui makanan/ minuman,
permen, dll yang mengandung narkoba)
11 28.2
8. Memakai narkoba karena mudah mendapatkannya 25 64.1
Pada Tabel 5 terlihat lebih dari separuh
responden menggunakan narkoba karena diajak/ dibujuk
teman, meniru teman, agar diterima dalam kelompok
pergaulan dan karena rasa kesetiakawanan/ senasib
sepenanggungan. Joan Rais (1983) menyatakan adanya
kondisi lingkungan global merupakan hal yang tersulit
dalam daur kehidupan. Menurut Anggadewi Moesono
(2003), faktor teman merupakan predictor yang paling kuat
bagi pengguna narkoba. Seseorang akan mudah tergelincir
pada kegagalan hidup, bila berada pada lingkungan
pergaulan yang negatif. Terutama pada kaum remaja,
rentannya kondisi kepribadian dan emosi yang labil sangat
berpotensi untuk mudah dipengaruhi oleh orang lain.
Banyaknya jumlah pengguna narkoba di kalangan remaja
Indonesia perlu ditangani secara serius oleh seluruh lapisan
masyarakat untuk menghindari The Lost Generation
(generasi yang hilang). Sejak tahun1980 Presiden Reagen
di Amerika Serikat telah menciptakan strategi
penangkalan secara intensif dengan kampanye Just Say No.
Reagen menyatakan dengan menciptakan suatu norma
menentang pengguna narkoba merupakan salah satu cara
yang jitu untuk mencegah meluasnya penyalahgunaan
narkoba. Dari hasil penelitian, 64.1% responden
menyatakan memakai narkoba karena mudah
mendapatkannya. Dalam kenyataanya sindikat pengedar
narkoba memiliki strategi marketing yang berkembang dari
waktu ke waktu.
Saat ini setiap pelosok negeri telah terjamah oleh
para pengedar sehingga jumlah pemakai terus bertambah.
Pada Tabel 5 diketahui 82.1% menggunakan
narkoba diawali karena faktor ketidaktahuan sehingga
ingin coba-coba. Kalau narkoba berakibat buruk, mengapa
penggunanya terus meningkat? Juga, kalau narkoba
berbahaya mengapa orang tidak takut mengonsumsinya?
Responden menyatakan sebelumnya belum memahami
dampak negatif yang ditimbulkan akibat pemakaian. Dasar
dari seluruh alasan penyebab penyalahgunaan narkoba
adalah ketidaktahuan. Ketidaktahuan tersebut
dimungkinkan akibat sosialisasi tentang penggunaan
narkoba yang belum tersebar secara meluas. Menurut
Nugroho Djajoesman (1999) motif ingin tahu
mengakibatkan seseorang mencoba sesuatau yang belum
atau kurang diketahui dampak negatifnya. Responden
menyatakan menggunakan narkoba karena ingin
mengetahui rasa dan membuktikan kenikmatannya
(71.8%), mendapatkan perasaan tenang dan gembira
(82.1%), mempunyai semangat dan enerjik (69.2%) dan
ingin tampil prima dan percaya diri (51.3%). Responden
menyatakan sebelumnya tidak mengetahui kenikmatan
yang diperoleh dari menggunakan narkoba hanya
kenikmatan sesaat dan menimbulkan khayalan yang
membuat orang terbelenggu dalam keinginan untuk terus
merasakan kenikmatan dan akhirnya tidak dapat terlepas
dari ketagihan. Selain itu sebagian besar dari responden
(69.2%) beralasan menggunakan narkoba karena ingin
menghilangkan stres/ frustrasi/ tekanan batin, untuk
menghalau rasa sakit pada anggota tubuh (51.3%)
dan dianggap sebagai cara mudah melangsingkan tubuh
(20.5%). Pengedar narkoba sangat pandai memasarkan
narkoba. Bujukan dengan menawarkan narkoba sebagai
food supplement dan pil sehat menyebabkan orang tergiur
untuk menggunakannya. Penyalahgunaan narkoba bagi
kalangan tertentu terutama para artis maupun ibu rumah
tangga yang berbadan gemuk narkoba digunakan untuk
melangsingkan tubuh. Penggunaan narkoba pada
umumnya dapat menghilangkan nafsu makan, sekaligus
karena lebih bersemangat dan menambah aktivitas fisik
sehingga dapat menurunkan berat badan, dalam hal ini
pemakai memikirkan efek yang ditimbulkan.
KESIMPULAN
1. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor-faktor
penyebab ketergantungan narkoba yang paling
dominan adalah :
- Faktor Individu, terutama seluruh responden
mempunyai kebiasaan merokok (100%)
- Faktor Keluarga, terutama disebabkan karena
responden selalu memiliki uang yang lebih/ banyak
(92.3%) dan selalu terjadi konflik dalam keluarga
(82.1%).
- Faktor Teman/ lingkungan, terutama karena diajak/
dirayu oleh teman (66.7%)
- Faktor Ketidaktahuan, terutama karena coba-coba
(82.1%) dan untuk mendapatkan perasaan tenang
dan gembira (82.1%).
2. Penyalahgunaan narkoba akan memberikan pengaruh
yang dianggap menyenangkan bagi pemakai, namun
6
kesenangan itu hanyalah bersifat sementara karena
kebutuhan menggunakan sulit dihentikan dan
menimbulkan efek ketergantungan; bila tidak
menggunakan akan menimbulkan penderitaan fisik
maupun jiwa pemakai.
3. Untuk mencegah penyebaran dan peningkatan jumlah
pengguna narkoba dibutuhkan peran serta seluruh
lapisan, yang dimulai dari diri sendiri, orang tua,
lingkungan sekolah, aparat pemerintah, tokoh
masyarakat dan pemuka agama.
4. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan efek buruk
terhadap kesehatan seseorang dikarenakan narkoba
memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat
juga daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual
(kebiasaan) yang sangat tinggi sehingga bila seseorang
sudah memulai menggunakan akan sulit untuk melepas
dan menjadi ketergantungan. Satu-satunya cara agar
tidak terjerumus dalam narkoba adalah dengan cara
jangan pernah mencoba menggunakan narkoba.
SARAN
1. Agar para orang tua senantiasa mengawasi
perkembangan perilaku anak dan meningkatkan
komunikasi, perhatian juga kasih sayang dengan
menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga,
terlebih lagi orang tua hendaknya mengajak dan
mendidik anak untuk menguatkan spiritual keagamaan.
2. Kepada pemerintah
a. Agar dapat memutus mata rantai jaringan dan
peredaran narkoba agar tidak semakain meluas
korban yang terkena. Hendaknya lebih ditingkatkan
pengawasan terhadap tempat-tempat yang
memungkinkan dilakukannya transaksi jual beli
narkoba.
b. Hendaknya pemerintah lebih memfasilitasi upaya
pencegahan penyalahgunaan narkoba melalui
kegiatan promotif dan pereventif dengan
melakukan pelatihan, dialog interaktif, kampanye
anti narkoba maupun penyuluhan tentang
pengenalan terhadap masalah narkoba pada
kelompok masyarakat agar masyarakat mengetahui
seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk
menggunakannya.
3. Peran sekolah sangat mendukung pencegahan
penyalahgunaan narkoba. Sangat diharapkan
pengawasan terhadap siswa dengan melaksanakan
peraturan dan tata tertib sekolah secara konsisten. Guru
diharapkan selain mendidik juga mengamati dan
mengawasi perilaku, prestasi dan perkembangan siswa
agar siswa tidak terjerumus dalam penyalahgunaan
narkoba.
4. Bagi masyarakat, diharapkan peranannya dalam
mencegah meluasnya penggunaan narkoba dengan
melaporkan ke pihak barwajib bila dilingkungannya
diketahui terjadi penyalahgunaan narkoba. Tokoh
masyarakat/ organisasi pemuda sedapat mungkin
merangkul pemuda/ remaja untuk melakukan kegiatan-
kegiatan yang positif.
5. Untuk keluarga yang anggota keluarganya terlibat
penyalahgunaan narkoba dituntut kerjasamanya untuk
bisa menerima keberadaan penderita narkoba dan
mendukung upaya kesembuhan dari ketergantungan
melalui rehabilitasi.
KEPUSTAKAAN
Hadiman. 2003. Peran Lingkungan Pendidikan dan
Masyarakat dalam Pencegahan Bahaya Madat.
FK UI. Jakarta
Hawari, Dadang. 2003. Terapi Psikoreligius Pada
Penderita NAZA.FK UI Jakarta
________, 2009. Penyalahgunaan dan Ketergantungan
NAZA. Edisi Kedua. FK UI. Jakarta
Hikmat, Mahi. 2007. Awas Narkoba, Para Remaja
Waspadalah. PT. Grafitri Bandung
Moesono, Anggadewi. 2003. Peran Keluarga dan
Masyarakat sebagai Penangkal Penyalahgunaan
Narkoba. FK UI. Jakarta
Partodiharjo, Subagyo. 2007. Kenali Narkoba dan Musuhi
Penyalahgunaannya. PT. Gelora Aksara Pratama.
Jakarta
Sarwono. 2003. Psikologi Remaja. PT Raja Grapindo.
Jakarta
Sofyan S.2005. Remaja dan Masalahnya. Alfabeta.
Bandung
Sudirman. 2003. Rehabilitasi Klinik Korban
Penyalahgunaan NAPZA. FK UI. Jakarta
Visimedia. 2006. Rehabilitasi bagi Korban Narkoba.
Praninta Offset. Jakarta
7
PERILAKU MASYARAKAT (PEMILIK ANJING) TERHADAP
PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI KECAMATAN TUNTUNGAN
KOTA MEDAN TAHUN 2010
Suprapto, Irma Erlina, Nelson Tanjung Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak
Rabies adalah termasuk salah satu jenis penyakit yang berbahaya dan mematikan. Selama ini sudah banyak
orang dewasa dan anak-anak yang meninggal terkena virus rabies akibat digigit binatang piaraan. Binatang
yang sering menjadi penyebab penular penyakit rabies ( HPR ) adalah anjing. Menurut laporan dari Dinas
Kesehatan Kota Medan tahun 2008 kasus penyakit rabies tertinggi di Kecamatan Medan Tuntungan
sebanyak 63 kasus. Jenis penelitian ini adalah penelitian diskriptif (Survey) dengan Cross Sectional
Research. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, Sikap dan Tindakan masyarakat
(pemilik anjing) terhadap pencegahan penyakit rabies di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun
2010. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemilik anjing di Kecamatan Medan Tuntungan tahun
2010 sebanyak 156 kepala keluarga; sampel diambil sebanyak 40 % dari populasi yaitu 63 kepala keluarga
(diambil secara acak random sampling sederhana). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
Questioner dan observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara teknik manual, data disajikan dalam
bentuk tabel frekuensi. Analisa data dilakukan secara deskriptif. Hasil dari penelitian ini diperoleh perilaku,
tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat (pemilik anjing) adalah buruk terhadap pencegahan
penyakit rabies di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2010. Disarankan perlu penelitian
lanjutan untuk wilayah Kota/Kabupaten yang tinggi kasus gigitan hewan penular Rabies (HPR), Perlu
Petugas Puskesmas dan Dinas Peternakan Kecamatan bekerja sama melakukan penyuluhan tentang penyakit
Rabies dan pencegahannya sekali sebulan, Pihak Kelurahan harus menginformasikan kepada pemilik anjing
agar setiap tahun memvaksinasi rabies anjing peliharaannya ke Dinas Peternakan/ Dokter hewan
Kata kunci: Rabies, Pencegahan
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kasus Rabies di Indonesia pertama kali
dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884 pada seekor kerbau,
kemudian oleh Penning tahun 1889 pada seekor anjing,
sedangka kasus pada manusia dilaporkan oleh E.V. de Han
tahun 1894 semua kasus ini terjadi di Provinsi Jawa Barat.
Selama pendudukan Jepang situasi daerah tertular tidak
diketahui, namun setelah Perang Dunia II peta Rabies di
Indonesia berubah. Secara kronologis tahun kejadian
penyakit Rabies berturut-turut terjadi di Jawa Barat (1948),
Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953),
Sumatera Utara (1959), DI. Aceh (1970), Jambi dan
Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi
Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975),
Kalimantan Tengah (1979), Kalimantan Selatan (1983)
dan Flores (1998). (Departemen Pertanian, 1982).
Masalah penyakit rabies di daerah Propinsi
Sumatera Utara dari tahun ketahun sampai tahun 2007
ditemukan 1.936 kasus gigitan dimana 1.456 kasus
diberikan VAR (virus anti rabies) dan 5 kasus dinyatakan
positif. Kelima kasus tersebut ditemukan di Kabupaten
Deli Serdang, Simalungun, Tapanuli Utara masing-masing
1 kasus dan Kabupaten Dairi sebanyak 2 kasus. Bila
dibandingkan dengan tahun 2006, kasus gigitan anjing di
Sumatera Utara ini sudah ada penurunan, namun jika
diteruskan dengan melihat data pada tahun 2008 terjadi
kenaikan lagi jumlah gigitan anjing sebanyak 2.634 kasus,
2.040 kasus telah diberikan VAR dan 7 kasus dinyatakan
positif. Dari 7 kasus tersebut ditemukan semuanya di Kota
Medan, lalu bila dilihat pada data tahun 2009, terhitung
sampai bulan September tercatat ada 1.660 kasus gigitan
anjing dan 1.117 kasus telah diberikan VAR dan 26 kasus
dinyatakan positif, dari 26 kasus tersebut 11 kasus berasal
dari kota Medan dan 5 kasus dari Kabupaten Samosir dan
1 kasus dari Kabupaten Langkat ( Profil Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2009).
Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Medan
Tahun 2008 kasus penyakit rabies tertinggi di Kecamatan
Medan Tuntungan sebanyak 63 kasus, di Kecamatan
Amplas sebanyak 45 kasus dan Kecamatan Hevetia
sebanyak 40 kasus. Peningkatan kasus penyakit rabies
kalau ditelusuri memang dapat disebabkan oleh banyak
faktor antara lain adanya peningkatan jumlah populasi
anjing, masih rendahnya kesadaran para pemiliknya untuk
8
menjaga kesehatan hewan piaraannya dan belum
terbinanya system kewaspadaan penyakit rabies di wilayah
kecamatan. Untuk mengantisipasi berkembangnya
penyakit rabies ini, ada beberapa langkah yang dapat
ditempuh dalam rangka untuk meningkatkan peran serta
aktif masyarakat untuk pencegahan dan penanggulangan
penyakit rabies. Berdasarkan latar belakang ini maka
penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Perilaku
masyarakat ( pemilik anjing ) terhadap pencegahan
penyakit rabies di Kecamatan Medan Tuntungan Kota
Medan Tahun 2010
2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang temui
pada bab pendahuluan, maka dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut : Bagaimana Perilaku
Masyarakat (pemilik anjing) terhadap pencegahan penyakit
Rabies di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan
Tahun 2010
3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Perilaku Masyarakat (pemilik
anjing) terhadap pencegahan penyakit Rabies di
Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2010.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemilik
anjing terhadap Pencegahan penyakit Rabies di
Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun
2010.
2. Untuk mengetahui tingkat sikap masyarakat
pemilik anjing terhadap pencegahan penyakit
Rabies di Kecamatan Medan Tuntungan Kota
Medan Tahun 2010.
3. Untuk mengetahui tingkat tindakan masyarakat
pemilik anjing terhadap pencegahan penyakit
Rabies di Kecamatan Medan Tuntungan Kota
Medan Tahun 2010.
4. Manfaat penelitian
a. Bagi Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan Kota
Medan atau instansi terkait, penelitian ini dapat
dijadikan sebagai masukan untuk menyusun
langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan
Rabies.
b. Bagi masyarakat khususnya pemilik anjing dapat
mengetahui dan melaksanakan cara-cara
pencegahan dan penanggulangan penyakit Rabies.
c. Bagi pembaca untuk meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit Rabies, dan cara-
cara pencegahan dan penanggulangannya.
B. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat Survei ( Diskriptif ) yaitu
hanya melihat gambaran perilaku masyarakat (pemilik
anjing) terhadap pencegahan penyakit Rabies di
Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2010.
2. Desain Penelitian
Adapun desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Cross Sectional yaitu hanya
meneliti/melihat keadaan pada saat dilakukan
penyebaran Questioner di lokasi penelitian.
3. Populasi dan Sampel
a.. Populasi dalam penelitian ini adalah : seluruh kepala
keluarga yang memelihara anjing berdomisili di
Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun
2010 sebanyak 157 kepala keluarga.
b. Sampel dalam penelitian diambil sebanyak 63
orang kepala keluarga pemilik anjing (40 % dari
populasi) (Arikunto,S, 2002).
Penentuan sampel menggunakan cara simple
random sampling dengan pembagian proporsional
berdasarkan data kasus gigitan anjing (laporan Dinkes
Kota Medan Tahun 2009) di Kecamatan Medan
Tuntungan sebagai berikut :
1. Kel. Simpang Selayang : 13 KK 2. Kel. Kemenangan Tani : 10 KK 3. Kel. Tanjung Selamet : 10 KK 4. Kel. Mangga : 20 KK 5. Kel. Simalingkar B : 10 KK
-----------------------------------------------------
Total : 63 KK.
4. Analisa data Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara manual.
Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan analisis data dilakukan dengan cara diskriptif
dengan menggunakan teori-teori yang berhubungan
dengan permasalahan yang ditemukan.
.
5. Kerangka Konsep
Variabelbebas Variabel terikat
Perilaku Masy.
(Pemilik-Anjing) Pencegahan
- Pengetahuan Penyakit
- Sikap Rabies
- Tindakan
6. Definisi Operasional
a. Perilaku masyarakat (pemililik anjing)adalah gambaran
pengetahuan,sikap dan tindakan pemilik anjing
terhadap pencegahan penyakit Rabies.
9
b. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
kepala keluarga pemilik anjing terhadap Penyakit
Rabies dan Pencegahaan penyakit Rabies.
c. Sikap adalah respon atau tanggapan kepala keluarga
pemilik anjing terhadap pencegahan penyakit Rabies.
d. Tindakan adalah upaya yang dilakukan kepala keluarga
pemilik anjing dalam memelihara, mengandangkan,
memberi makan, memvaksinasi, menjaga kebersihan
anjing dan mencegah penularan Rabies dari anjing
yang dipelihara.
e. Pencegahan penyakit Rabies adalah segala tindakan
yang dilakukan kepala keluarga pemilik anjing untuk
mencegah terjadinya gigitan anjing peliharaan terhadap
penularan penyakit Rabies kepada manusia.
7. Aspek Pengukuran :
a. Untuk menilai Pengetahuan.
1. Tingkat Pengetahuan Baik jika mendapat
total nilai skor : >75% -100%
2. Tingkat Pengetahuan Sedang jika
mendapat total nilai skor : 60 % - 75 %
3. Tingkat Pengetahuan Buruk jika men
dapat total nilai skor : < 60 %
Cara menilai jawaban aspek pengetahuan adalah
sebagai berikut :
Jumlah pertanyaan ada sebanyak 10 (sepuluh ) soal
dengan 4 option jawaban (a, b, c dan d)
Jika menjawab a diberi nilai = 1
Jika menjawab b diberi nilai = 2
Jika menjawab c diberi nilai = 3
Jika menjawab d diberi nilai = 0
b. Untuk menilai Sikap.
1. Sikap Baik jika mendapat total nilai
skor : >75% - 100%
2. Sikap Sedang mendapat total nilai
skor : 60 % - 75 %
3. Sikap Buruk jika mendapat total nilai
skor : < 60 %
Cara menilai jawaban aspek Sikap adalah sebagai
berikut :
Jumlah pertanyaan ada sebanyak 10 (sepuluh) soal
dengan 4 pilihan jawaban (TS, KS, S dan S)
Jika menjawab TS diberi nilai = 0
Jika menjawab KS diberi nilai = 1
Jika menjawab S diberi nilai = 2
Jika menjawab SS diberi nilai = 3
c. Untuk menilai Tindakan
1. Tindakan Baik jika mendapat total nilai
skor : >75% -100%
2. Tindakan Sedang jika mendapat total
nilai skor : 60% - 75 %
3. Tindakan Buruk jika mendapat total
nilai skor : < 60 % (Arikunto,S,2002)
Cara menilai jawaban aspek Tindakan adalah sebagai
berikut :
Jumlah pertanyaan ada sebanyak 5 (lima ) soal dengan
4 option jawaban ( a, b, c dan d )
Jika menjawab a diberi nilai = 1
Jika menjawab b diberi nilai = 2
Jika menjawab c diberi nilai = 3
Jika menjawab d diberi nilai = 0
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.
1.1. Data Geografis
Luas wilayah Kecamatan Medan Tuntungan adalah : 21,58
Km2.
Wilayah Kecamatan terletak 12 m diatas permukaan air
laut.
Batas wilayah Kecamatan Medan Tuntungan adalah :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan
Selayang dan Johor
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli
Serdang.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli
Serdang.
Jarak wilayah Kecamatan Medan Tuntungan ke kota
Medan : 18 Km.
Kecamatan Medan Tuntungan terdiri dari 9 kelurahan
yaitu :
1. Kelurahan Baru Ladang Bambu
2. Kelurahan Sidomulyo
3. Kelurahan Laucih
4. Kelurahan Namu Gajah
5. Kelurahan Kemenangan Tani
6. Kelurahan Simalingkar B
7. Kelurahan Simpang Selayang.
8. Kelurahan Tanjung Selamat.
9. Kelurahan Mangga.
1.2. Data Demografi.
1.2.1. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Medan
Tuntungan pada tahun 2009 dapat dilihat pada tabel
diabawah ini :
Tabel 1. Jlh Penduduk Kecamatan Medan Tuntungan
Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Kelurahan
Pada Tahun 2009
No. Kelurahan Jenis kelamin
Jlh Lk Pr
1. Baru Ladang Bambu 1483 1308 2791
2. Sidomulyo 707 920 1627
3. Lau Cih 777 744 1521
4. Namu Gajah 786 813 1599
5. Kemenangan Tani 1627 1715 3342
6. Simalingkar B 2176 2365 4541
7. Simpang Selayang 7580 7550 15130
8. Tanjung Selamat 4533 4563 9096
9. Mangga 14042 15202 29244
Jumlah 33711 35180 68891
(Sumber : Kantor Kecamatan Medan Tuntungan, Tahun 2010 ).
10
1.2.2. Mata Pencaharian
Tabel 2. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk menurut
Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan
Tahun 2009 No. Kelurahan Mata Pencaharian
PNS Swasta ABRI Petani Peda-
gang
Pensiu
nan
Wira
swasta
1. Baru Ladang Bambu 106 619 16 - 26 - 160
2. Sidomulyo 42 215 15 - 24 - 149
3. Lau Cih 39 87 15 54 67 10 200
4. Nam u Gajah 79 357 6 27 45 13 459
5. Kemenangan Tani 664 305 18 89 411 49 319
6. Simalingkar B 59 207 13 1727 62 31 -
7. Simpang Selayang 714 2156 19 630 95 37 108
8. Tanjung Selamat 398 1867 296 37 679 69 118
9. Mangga 1688 2016 192 24 705 118 167
Jumlah 3789 7832 590 2588 2114 327 1680
(Sumber : Kantor Kecamatan Medan Tuntungan, Tahun 2010).
2. Hasil Penelitian
2.1.Jenis kelamin
Jenis kelamin kepala keluarga pemilik anjing
yang diteliti sebagai responden adalah dapat dilihat pada
tabel 3 diabawah ini.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi jenis kelamin kepala
keluarga pemilik anjing di Kecamatan Medan
Tuntungan Tahun 2010
No. Jenis Kelamin Jumlah %
1. Laki-Laki 52 82,54
2. Perempuan 11 17,46
Jumlah 63 100,00
Pada Tabel 3 diatas terlihat bahwa jenis kelamin laki-
laki yang paling banyak pada kepala keluarga pemilik
anjing di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010 yaitu
52 kepala keluarga ( 82,54 % )
2.2. Umur
Umur Kepala Keluarga Pemilik Anjing yang diteliti
sebagai responden untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel dibawah ini.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kelompok Umur Kepala
Keluarga Pemilik Anjing di Kecamatan Medan
Tuntungan Tahun 2010
No. Kelompok Umur Jumlah %
1. 21 30 2 3,20
2. 31 40 18 28,60
3. 41 50 23 36,50
4. 51 60 14 22,20
5. 61 70 6 9,50
Jumlah 63 100,00
Berdasarkan pada Tabel 4 diatas, terlihat bahwa
kelompok umur kepala keluarga pemilik anjing di
Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010 yang terbanyak
pada kelompok umur 41 50 tahun yaitu 23 KK ( 36,50
% ).
2.3. Pendidikan
Pendidikan Kepala Keluarga pemilik anjing yang
menjadi responden dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Kepala
Keluarga Pemilik Anjing di Kecamatan Medan
Tuntungan Tahun 2010
No. Tingkat
Pendidikan
Jumlah %
1. Tidak Tamat SD - -
2. Tamat SD 6 9,50
3. Tamat SLTP 2 3,20
4. Tamat SLTA 29 46,00
5. Akademi / PT 26 41,30
Jumlah 63 100,00
Berdasarkan pada Tabel 5 diatas, terlihat bahwa tingkat
pendidikan Kepala Keluarga pemilik anjing di Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2010 yang terbanyak adalah
SLTAsebanyak 29 KK ( 46,00% ), dan yang terendah adalah
Tamat SLTP sebanyak 2 KK ( 3,20 % ).
2.4. Pendapatan / Penghasilan
Pendapatan / Penghasilan Kepala Keluarga Pemilik Anjing
yang ditelitisebagai responden dapat dilihat padaTabel 6
dibawah ini :
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Penghasilan Kepala
Keluarga Pemilik Anjing di Kecamatan Medan
Tuntungan Tahun 2010 No. Penghasilan / Bln (Rp) Jlh % Jumlah %
1. < 965.000,- 2 3,20 2 3,20
2. 965,000 s-d 1.500.000,- 24 38,10 24 38,10
3. > 1.500.000,- 37 58,70 37 58,70
Jumlah 63 100,00 63 100,00
Berdasarkan Tabel 6 diatas, terlihat bahwa
penghasilan Kepala Keluarga Pemilik Anjing di
Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010 terbanyak
berpenghasilan > Rp. 1,500,000,- sebanyak 37 KK (58,70
%)
2.5. Pekerjaan
Pekerjaan Kepala Keluarga Pemilik Anjing yang
diteliti sebagai Responden dapat dilihat pada Tabel 7
dibawah ini:
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Kepala Keluarga
Pemilik Anjing di Kecamatan Medan Tuntungan
Tahun 2010.
No. Pekerjaan Jumlah %
1. PNS / ABRI 14 22,20
2. Pegawai Swasta 7 11,10
3. Petani 7 11,10
4. Wiraswasta 33 52,40
5. Pensiunan 2 3,20
Jumlah 63 100,00
Berdasarkan Tabel 7 diatas, terlihat bahwa
pekerjaan Kepala Keluarga Pemilik Anjing di
Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010 terbanyak
adalah Wiraswasta sebanyak 33 KK (52,40 % ), dan yang
terendah adalah Pegawai Swasta dan Petani sebanyak
7KK ( 11,10 % ).
11
2.6. Pengetahuan
Pengetahuan Kepala Keluarga pemilik anjing
terhadap pencegahan penyakit Rabies di Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 8
dibawah ini :
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan
Pemilik Anjing terhadap pencegahan Penyakit
Rabies di Kecamatan MedanTuntungan Tahun
2010
No. Tingkat Pengetahuan Jlh %
1. Baik 18 28,57
2. Sedang 18 28,57
3. Buruk 27 42,86
Jumlah 63 100,00
Berdasarkan Tabel 8 diatas, terlihat bahwa
Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga Pemilik Anjing
terhadap pencegahan penyakit Rabies di Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2010 adalah Buruk sebanyak
27 KK ( 42,86 % ).
2.7. Sikap
Sikap Kepala Keluarga pemilik anjing
terhadap pencegahan penyakit Rabies di Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 9
di bawah ini :
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Tingkat Sikap Pemilik
Anjing terhadap pencegahan penyakit Rabies di
Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010
No. Tingkat Sikap Jumlah %
1. Baik 3 4,76
2. Sedang 20 31,75
3. Buruk 40 63,49
Jumlah 63 100,00
Berdasarkan Tabel 9 diatas, terlihat bahwa
Tingkat Sikap Kepala Keluarga Pemilik Anjing
terhadap pencegahan penyakit Rabies di Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2010 terbanyak adalah Buruk
sebanyak 40 KK (63,49 %).
2.8. Tindakan
Tindakan Kepala Keluarga pemilik anjing
terhadap pencegahan penyakit Rabies di Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 10
di bawah ini :
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Pemilik
Anjing terhadap pencegahan penyakit Rabies di
Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010
No. Tingkat Tindakan Jumlah %
1. Baik 0 0
2. Sedang 6 9,52
3. Buruk 57 90,48
Jumlah 63 100,00
Berdasarkan Tabel 10 diatas, terlihat bahwa
Tingkat Tindakan Kepala Keluarga Pemilik Anjing
terhadap pencegahan penyakit Rabies di Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2010 terbanyak adalah Buruk
sebanyak 57 KK (90,48 %).
3. Pembahasan
Dalam rangka merubah pegetahuan, sikap dan
tindakan individu, kelompok dan masyarakat perlu adanya
intervensi atau tindakan-tindakan yang dapat memberi
dampak besar terhadap perubahan perilkau, disamping
dapat diterima dan layak dilaksanakan oleh masyarakat
sebagai suatu kegiatan yang berhasil guna dan berdaya
guna.
3.1. Pengetahuan Responden Terhadap Pencegahan
Penyakit Rabies.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003)
didalam domain kognitif (pengetahuan) mempunyai 6
(enam) tingkatan yaitu : (1) Tahu, (2) Memahami
(3)Aplikasi, (4)Analisis, (5) Sintesis, (6) Evaluasi.
Pengetahuan responden tentang pencegahan
penyakit Rabies adalah untuk mengetahui sejauh mana
responden mengetahui tentang adanya penyakit Rabies,
dan sampai sejauhmana responden mengetahui cara-cara
pencegahannya sehingga penyakit tersebut dapat dihindari.
Penanggulangan dapat dilakukan dengan cara
pencegahan dan pemberantasan hewan penular rabies
(HPR) dengan melakukan vaksinasi terhadap anjing,
kucing, kera, mengurangi jumlah populasi anjing liar atau
anjing tak bertuan dengan jalan pembunuhan dan
pencegahan perkembangbiakan, menangkap dan
melaksanakan observasi hewan yang menggigit orang
selama 10 14 hari.
Terhadap hewan yang mati selama observasi atau
yang dibunuh, harus diambil specimen untuk dikirimkan
ke laboratorium terdekat untuk didiagnosis. Mengawasi
dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan
sebangsanya; membunuh atau mengurung selama 4
(empat) bulan anjing, kucing penderita Rabies; menanam
hewan yang mati karena Rabies sekurang-kurangnya 1
(satu) meter atau dibakar dan melarang keras pembuangan
bangkai.
Hasil penelitian pada tabel 9 menunjukkan bahwa
dari 63 responden, 27 KK (42,86 %) pengetahuan
responden terhadap pencegahan penyakit Rabies masih
tergolong dalam kategori buruk dan 18 KK (28,57 %)
pengetahuan responden tergolong kategori sedang / baik.
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sapura (2003) di
Kabupaten Lampung Selatan bahwa 53,5 % responden
mempunyai pengetahuan kurang, dan begitu juga pada
hasil penelitian Imelda Eka Shinta (2005) di Kota
Palangkaraya bahwa 53,5 % responden berpengetahuan
kurang terhadap penyakit Rabies. Hal ini menunjukkan
bahwa responden masih banyak yang belum memperoleh
informasi tentang Rabies. Sesuai dengan tingkat
12
pengetahuan, bahwa tingkat paling rendah adalah tahu,
seseorang yang pernah mendengar tentang Rabies diartikan
mengingat kembali informasi tersebut. Hal ini sebagai
acuan, sehingga tangkat tahu dapat dikategorikan sebagai
tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Tingkatan tahu
dikatakan paling rendah karena seseorang akan mampu
memahami Aplikasi-Analisis-Sintesis dan melakukan
Evaluasi apabilaorang tersebut memiliki pengetahuan.
Seseorang dikatakan mampu memahami tentang
Rabies apabila orang tersebut mampu menjelaskan secara
benar tentang Rabies, menginterpretasikan tentang Rabies
secara benar. Karena sebagian besar responden belum
mengetahui tentang Rabies tentunya belum mampu
menjelaskan secara benar bagaimana Rabies tersebut.
Berdasarkan pendapat Patriani yang dikutip oleh
Cendrawirda (2003) menyatakan bahwa pendidikan
berkaitan erat dengan penerimaan seseorang terhadap suatu
pengetahuan termasuk dalam hal ini pengetahuan tentang
Rabies dan menurut penelitianyang dilakukan oleh
Widyana (2005) bahwa responden dengan tingkat
pengetahuan yang kurang merupakan faktor resiko
terhadap terjadinya penyakit Rabies.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden pendidikannya menengah ke atas
dan hal ini kemungkinan berkaitan dengan pengetahuan
yang dimiliki. Disamping itu sebagian besar responden
memiliki umur yang produktif (20 50) tahun seperti pada
tabel 5. Orang-orang yang umurnya dalam kategori
produktif biasanya masih mempunyai daya nalar yang
cukup sehingga pengetahuan responden tergolong dalam
kategori cukup. Oleh sebab itu untuk meningkatkan
pengetahuan responden, petugas Puskesmas bekerjasama
dengan Petugas Peternakan Kecamatan perlu tetap
melakukan penyuluhan tentang pencegahan dan
penanggulangan kasus Rabies secara secara berkala (sekali
dalam sebulan).
Peningkatan kasus Rabies di masyarakat
berkaitan erat dengan pengetahuan masyarakat tentang
penyakit Rabies, peningkatan populasi anjing peliharaan,
cara pencegahan dan penanggulangan penyakit Rabies.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang Rabies dapat
mengurangi tingginya kasus penyakit Rabies.
3.2. Sikap Responden Terhadap Pencegahan Penyakit
Rabies.
Notoatmodjo (2003) menyatakan Sikap
merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial, dalam hal ini terhadap
pencegahan dan penanggulangan penyakit Rabies.
Hasil penelitian pada Tabel 10 menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang
buruk yaitu 40 KK (63,49 %) terhadap pencegahan
penyakit Rabies, sedangkan sikap responden dengan sikap
yang sedang yaitu 20 KK (31,75 %). Jika dibandingkan
dengan hasil penelitian Sapura (2003) di Kabupaten
Lampung Selatan 51,2 % responden memiliki sikap
kurang, dan begitu juga hasil penelitian Imelda Eka Shinta
(2005) di Kota Palangkaraya bahwa 51,2 % responden
memiliki sikap kurang terhadap penyakit Rabies. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mempunyai sikap negatif
(tidak menerima) tentang pencegahan dan penanggulangan
penyakit Rabies.
Sesuai dengan pendapat Allport yang dikutip
oleh Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 (tiga) komponen pokok yaitu :
(1) Kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek, (2)
Kehidupan emosional terhadap suatu objek, (3)
Kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini
secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Keyakinan masyarakat terhadap terjadinya kasus Rabies
yang ditularkan melalui gigitan anjing dipengaruhi oleh
karakter individu dalam melakukan evaluasi. Penyakit
Rabies di masyarakat akan terjadi jika sikap masyarakat
terhadap kondisi tersebut tidak mendukung kearah
pencegahan dan penanggulangan.
Menurut Sumarmo (2002) bahwa sikap
masyarakat yang kurang mendukung dalam pencegahan
penyakit Rabies serta tidak menerima anjuran tentang
penanggulangan Rabies sangat erat kaitannya untuk
menjadi faktor resiko terhadap kejadian penyakit Rabies.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian kecil responden memiliki sikap baik. Terjadinya
penyakit Rabies bukan karena mempunyai sikap baik saja,
tetapi karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan tindakan.
Namun sikap ini mendukung masyarakat lebih mudah
untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan
penyakit Rabies. Oleh sebab itu agar masyarakat mau
melakukan pencegahan dan penanggulangan penyakit
Rabies, maka pihak Kelurahan maupun Puskesmas perlu
memberikan informasi mengenai penyakit Rabies.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
manifestasi sikap masyarakat terhadap penyakit Rabies
tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap masyarakat
secara nyata merupakan reaksi yang emosional untuk
berperilaku. Kemungkinan terjadinya penyakit Rabies ini
ditentukan oleh sikap masyarakat dalam merespons
keadaan lingkungan.
3.3. Tindakan Responden Terhadap Pencegahan
Penyakit Rabies.
Tindakan responden terhadap pencegahan
penyakit Rabies adalah merupakan bentuk nyata sudah
atau belum dilaksanakannya kegiatan untuk kesehatan
berupa tindakan tentang pencegahan penyakit Rabies
dalam kehidupan sehari-hari.
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan
menurut Notoatmodjo (2003), yaitu : (1) Persepsi yaitu
mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil, (2) Respons terpimpin yaitu
dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar,
(3) Mekanisme yaitu apabila seseorang telah dapat
melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, (4) Adaptasi yaitu
tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya
13
tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
Hasil penelitian pada Tabel 11 menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki tindakan yang
buruk yaitu 57 KK ( 90,48 % )terhadap pencegahan
penyakit Rabies, sedangkan responden yang memiliki
tindakan sedang yaitu 6 KK ( 9,52 % ). Jika dibandingkan
dengan hasil penelitian Sapura (2003) di Kabupaten
Lampung Selatan,bahwa 20,9 % responden mencuci luka
digigit anjing, 41,9 % responden memberi antiseptik di
rumah, 18,6 % responden membiarkan anjing lari, 11,6 %
responden membunuh anjing dan 13,9 % responden
mengobservasi anjing yang telah menggigit orang. Begitu
juga dengan hasil penelitian dari Imelda Eka Sinhta (2005)
di Kota Palangkaraya hampir sama. Hal ini menunjukkan
bahwa responden belum melakukan tindakan untuk
pencegahan penyakit Rabies dengan cara memvaksinasi
anjing setiap tahun, mengandangkan anjing dengan baik
dan menjaga kesehatan anjing serta memberi makan
anjingnya dengan makanan yang baik.
Menurut Depkes RI (2000) menyatakan bahwa
cara utama penanggulangan penyakit Rabies adalah
dengan melakukan tindakan Pencegahan dan
Pemberantasan hewan penular rabies (HPR) dengan
melakukan vaksinasi terhadap anjing, kucing, kera,
mengurangi jumlah populasi anjing liar atau anjing tak
bertuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan
perkembang biakan, menangkap dan melaksanakan
observasi hewan yang menggigit orang selama 10 14
hari. Terhadap hewan yang mati selama observasi atau
yang dibunuh, harus diambil specimen untuk dikirimkan
ke laboratorium terdekat untuk didiagnosis. Mengawasi
dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan
sebangsanya; membunuh atau mengurung selama 4
(empat) bulan anjing, kucing penderita Rabies; menanam
hewan yang mati karena Rabies sekurang-kurangnya 1
(satu) meter atau dibakar dan melarang keras pembuangan
bangkai.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian responden belum memiliki kesadaran terhadap
pencegahan penyakit Rabies, masih banyak responden
tidak memvaksinasi anjingnya secara rutin setiap tahun,
tidak memberi makan anjingnya dengan makanan yang
baik (masih memberi sisa-sisa makanan), anjing masih
dibiarkan berkeliaran dan tidak dikandangkan dengan baik,
kebersihan anjing belum terawat dengan baik dan anjing
dilepas dan tidak dipasang brangus atau brongsong anjing
seperti yang dinformasikan oleh Petugas Peternakan
Kecamatan atau Puskesmas. Oleh sebab itu disamping
Kelurahan, Prtugas Puskesmas dan Petugas Peternakan
Kecamatan mau mengajak masyarakat, pihak-pihak
tertentu juga harus ikut serta dalam memberikan informasi
mengenai pencegahan penyakit Rabies seperti organisasi
sosial (LKMD, PKK dan sebagainya). Dan pihak
Kelurahan juga mau mengajak masyarakat agar setiap
memelihara anjing harus melapor kepada Lurah/ petugas
Peternakan Kecamatan/ Dinas Peternakan, dan membuat
kandang anjing, memvaksinasi Rabies anjingnya ke
petugas Peternakan Kecamatan/ Dinas Peternakan, atau
Dokter Hewan secara rutin setiap tahun serta jika njing
keluar dari kandang memasangkan brangus/ brongsong
anjing, menjaga kesehatan anjing, memberi makanan
khusus anjing dan menjaga kebersihan anjing dengan baik.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
diatas dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1.1. Perilaku masyarakat (pemilik anjing) terhadap
pencegahan penyakit Rabies di Kecamatan Medan
Tuntungan dikategorikan masih buruk.
1.2. Tingkat pengetahuan masyarakat (pemilik anjing)
terhadap pencegahan penyakit Rabies di
Kecammatan Medan Tuntungan sebagian besar
buruk.
1.3. Sikap masyarakat (pemilik anjing) terhadap
pencegahan penyakit Rabies di Kecamatan Medan
Tuntungan sebagian besar buruk.
1.4. Tindakan masyarakat (pemilik anjing) terhadap
pencegahan penyakit Rabies di Kecamatan Medan
Tuntungan sebagian besar buruk.
2. Saran
2.1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan wilayah
yang lebih luas seperti Kota / Kabupaten yang tinggi
kasus gigitan hewan penular Rabies (HPR).
2.2. Perlu Petugas Puskesmas dan Petugas Peternakan
Kecamatan bekerja sama melaksanakan penyuluhan
tentang pencegahan penyakit Rabies kepada
masyarakat (pemilik anjing) minimal sekali sebulan.
2.3. Pihak Kelurahan harus menginformasikan kepada
masyarakat (pemilik anjing) agar memvaksinasi
Rabies anjingnya secara rutin setiap tahun di Dinas
Peternakan/ Dokter Hewan.
2.4. Peran serta masyarakat dan Organisasi Sosial
(LKMD, PKK dan sebagainya) turut memberikan
informasi kepada masyarakat (pemilik anjing) untuk
melaporkan anjing peliharaannya, mengandangkan
anjingnya, atau memasang brangus/brongsong,
memberi makan anjing dengan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan kesehatan anjing
peliharaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,S, 2002, Prosedur Penelitian Suatu
pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta
Dep.Kes.RI, Dep.Pertanian RI, Mendagri, 1978,
Keputusan bersama Nomor:
279A/Menkes/SK/VIII/1978; No:143 Tahun
1978 Tentang Peningkatan Pemberantasan dan Penanggulangan Rabies, Jakarta
Dep.Kes.RI, 1999, Visi dan Misi Departemen Kesehatan
Indonesia Sehat 2010, Jakarta.
----------------, 2000, Petunjuk Perencanaan dan
Penatalaksanaan kasus gigitan hewan tersangka/ Rabies di Indonesia, Jakarta
14
----------------, 2003, Petunjuk Pemberantasan
Rabies di Indonesia, Jakarta.
----------------, 2004, Sistem Kesehatan Nasional,
Jakarta.
Dep.Kes.RI, 2009, Pedoman Pelaksanaan Program
Penanggulangan Rabies di Indonesia, Depkes
RI, Direktorat Jenderal PP&PL , Jakarta.
Dep.Pertanian RI,1982, Keputusan Menteri Pertanian
RI No.363/Kpts/Um/5/1982 Tentang Pedoman
Khusus Pencegahan dan Pemberantasan Rabies, Jakarta.
Dinkes Prov.Sum.Utara, 2009, Profil Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2009, Medan.
Dinkes Kota Medan, 2009, Profil Kesehatan Kota
Medan Tahun 2009, Medan
Imelda Eka Sintha, 2005, Upaya penanganan kasus
gigitan hewan penular Rabies oleh masyarakat
di Kota Palangka Raya.
Jawetz F, dkk, 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Salemba
Medica, Jakarta.
Notoatmojo, Soekidjo, 2005, Ilmu Kesehatan
Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
________, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan,
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Oswari O, 2003, Penyakit dan Penanggulangannya,
FKUI, Jakarta.
Sapura, 2003, Upaya penanganan kasus kasus
gigitan hewan penular Rabies oleh masyarakat
di Kabupaten Lampung Tengah.
Soedarto, 2004, Sinopsis Virologi Kedokteran, UNAIR,
Surabaya
15
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKLENGKAPAN IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) PADA IBU HAMIL
DI DESA KLUMPANG KAMPUNG KECAMATAN HAMPARAN PERAK
KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2009
Rina Doriana Pasaribu Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak
Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan
terhadap infeksi tetanus (Idanati, 2005). Imunisasi Tetanus Toxoid, merupakan pemberian vaksin yang
sangat aman untuk wanita hamil dan tidak berbahaya pada janin. Dengan Angka Kematian Ibu akibat
infeksi nifas sebesar 12%, dan Angka Kematian Bayi akibat Tetanus Neonatorum sebesar 9,8% dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi Tetanus Toxoid pada masa kehamilan. Penelitian ini bersifat
deskriptif analitik dengan metode pendekatan Cross Sectional yang menggunakan data primer dan
data sekunder. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Sampling Jenuh kemudian data diolah
dengan menggunakan uji statistik Chi-Square. Berdasarkan hasil tabel distribusi frekuensi dari 83
orang responden, jumlah ibu hamil yang tidak mendapatkan imunisasi TT sebanyak 32 orang
(38,55%), mayoritas berpengetahuan kurang sebanyak 22 orang (68,75%). Berdasarkan pendidikan
mayoritas responden dengan pendidikan dasar sebanyak 19 orang (59,37%). Berdasarkan pekerjaan
mayoritas responden dengan status bekerja sebanyak 18 orang (56,25%). Mayoritas responden
memiliki jarak tempat tinggal yang jauh dengan tempat pelayanan sebanyak 22 orang (68,75%).
Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 0,05 maka diperoleh ada
hubungan pengetahuan, pendidikan, jarak tempat tinggal dan tempat pelayanan kesehatan dengan
ketidaklengkapan imunisasi TT, dan tidak ada hubungan pekerjaan ibu dengan ketidaklengkapan
imunisasi TT. Dari empat variabel yang diteliti ternyata yang memiliki hubungan hanya tiga variabel,
yaitu pengetahuan, pendidikan, jarak tempat tinggal dan tempat pelayanan kesehatan, dan variabel
pekerjaan tidak memiliki hubungan dengan ketidaklengkapan imunisasi TT Ibu hamil..
Kata kunci: Ibu Hamil, Ketidaklengkapan Imunisasi TT
PENDAHULUAN
Latar Belakang Angka kematian Ibu bersama dengan Angka
Kematian Bayi menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Pada tahun 2005 angka kematian maternal di Negara maju adalah 9 per 100.000 kelahiran hidup dan di negara berkembang mencapai 450 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian maternal di Indonesia sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup menempati urutan ke-12 dari 18 negara di ASEAN dan SEARO (World Health Statistics, 2008).
Menurut Survei Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Budihardja, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI, AKI disebabkan oleh perdarahan sebesar 30%, preeklamsi sebesar 25%, dan infeksi masa nifas sebesar 12% (Budihardja, 2009).. Diperkirakan 15.000-30.000 wanita yang tidak terimunisasi TT diseluruh dunia meninggal setiap tahun
karena terinfeksi clostridium tetani pasca partus (Matsum, 2008).
Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik estimasi Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab tingginya AKB adalah infeksi pada masa neonatus sebesar 24% (tetanus neonatorum 12,5%, pneumonia 7,5%, sepsis 4%) menempati urutan ketiga setelah BBLR dan asfiksia (Depkes, 2007).
Diperkirakan 50.000 bayi di seluruh dunia meninggal setiap tahun karena ibu hamil tidak mendapatkan imunisasi TT pada masa hamil (Matsum, 2008). Berdasarkan Incidence Series Immunization, kasus tetanus banyak dijumpai di sejumlah Negara tropis dan Negara berkembang yang masih memiliki kondisi kesehatan yang rendah. Data Organisasi Kesehatan dunia WHO menunjukkan kematian akibat tetanus di Negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding Negara maju (Depkes, 2007).
Pada tahun 2007 jumlah kasus tetanus neonatorum diantara 8 negara ASEAN, angka tertinggi terjadi di Filipina dan Indonesia (141 kasus). Menurut Dadi, Sekertaris Jendral Depkes RI tahun 2002, bahwa
16
9,8% dari sekitar 184.000 bayi baru lahir yang meninggal setiap tahun disebabkan oleh tetanus neonatorum (Dadi, 2002). Sedangkan di Provinsi Sumatera Utara jumlah kasus tetanus neonatorum yang dilaporkan pada tahun 2007 adalah 17 kasus dan 3 kasus diantaranya terjadi di Kabupaten Deli Serdang (Dinkes Sumatera Utara, 2007).
Di Sumatera Utara tahun 2008 dari jumlah ibu hamil yang terdapat di Sumatera Utara sebesar 350.485 yang mengikuti TT1 sebanyak 171.676 (49,0%), TT2 sebanyak 155.284 (44,30%), TT3 sebanyak 90.720 (25,88%), TT4 sebanyak 74.882 (21,36%), dan TT5 sebanyak 63.642 (18,16%) (Dinkes Sumatera Utara, 2008). Di Kota Medan dari jumlah Ibu hamil 56.511 yang mengikuti TT1 sebanyak 9.086 (16,1%), TT2 sebanyak 7.938 (14,0%), TT3 sebanyak 5.154 (9,1%), TT4 sebanyak 4.622 (8,2%), TT5 sebanyak 3.773 (6,7%) (Dinkes Sumatera Utara, 2008). Di Deli Serdang dari jumlah ibu hamil sebanyak 43.805 yang mengikuti TT1 sebanyak 22.270 (50,8%) dan TT2 sebanyak 21.605 (49,3%), TT3 sebanyak 15.190 (34,7%), TT4 sebanyak 12.344 (28,2%), TT5 sebanyak 10.291 (23,5%) (Dinkes Sumatera Utara, 2008).
Dari Survei pendahuluan Di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, didapati bahwa dari jumlah ibu hamil pada tahun 2008 sebanyak 145 orang, yang mengikuti TT1 sebanyak 80 orang (55.17%), TT2 sebanyak 65 orang (44.82%), TT3 sebanyak 57 orang (39,3), TT4 sebanyak 40 orang (27,6), TT5 sebanyak 26 orang (17,9). Dari data tentang pemberian imunisasi TT di atas perlu diadakan penelitian untuk megetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Ibu hamil.
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi Ketidaklengkapan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Ibu Hamil di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009?.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketidaklengkapan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Ibu Hamil di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009.
Metode Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional-survey dengan meneliti variabel independen dan variabel dependen secara bersamaan. Penelitian ini dilakukan di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang dengan berbagai pertimbangan, yaitu : Banyaknya ibu hamil di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang yang tidak mendapatkan Imunisasi TT secara lengkap dan Belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi Ketidaklengkapan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT). Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2009 s/d Agustus 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang berada di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Periode Juni 2009 sebanyak 83orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan sampel jenuh yaitu dilakukan dengan mengambil total populasi untuk dijadikan sampel. Jenis dan sumber data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jenis dan sumber data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah data primer dan datasekunder. Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Analisis Data Univariat Analisis data univariat ini digunakan untuk mendapatkan distribusi frekuensi atau besarnya proporsi dari variabel independen dan variabel dependen sehingga dapat diketahui variasi dari masing-masing variabel (Notoatmodjo, 2005). b. Analisis Data Bivariat Analisis data bivariat ini digunakan untuk mengerti bagaimana hubungan variable bebas dengan variable terikat, dengan menggunakan uji statistik chi-square. Hipotesis pada derajat kemaknaan 0,05 atau = 0,05 dengan derajat kepercayaan 95% (Budiarto, 2007). Adapun rumus chi-square yang digunakan adalah
sebagai berikut: X2 =
E
E0 2
Dimana: X2
= Chi-square O = nilai hasil observasi E = nilai yang diharapkan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Data Univariat Analisis data univariat digunakan untuk melihat
distribusi frekuensi dari variabel dependen dan variabel independen, yaitu : Tabel Distribusi Responden mengenai Ketidaklengkapan Imunisasi TT Ibu Hamil di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009
No Ketidaklengkapan Imunisasi TT
Frekuensi %
1. Tidak Lengkap 32 38,55 2. Lengkap 51 61,45
Jumlah 83 100
Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Hamil Di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009
No Pengetahuan Frekuensi %
1. Baik 22 26,50 2. Cukup 24 28,92 3. Kurang 37 44,58
Jumlah 83 100
17
Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Ibu Hamil di Desa Klumpang Kampung Kecamatan
Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009
No Pendidikan Frekuensi %
1. Dasar 33 39,76
2. Menengah 30 36,14
3. Tinggi 20 24,10
Jumlah 83 100
Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu
Hamil di Desa Klumpang Kampung Kecamatan
Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009
No Pekerjaan Frekuensi %
1. Tidak Bekerja 44 53,01
2. Bekerja 39 46,99
Jumlah 83 100
Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tempat
Tinggal dengan Tempat Pelayanan Kesehatan Di Desa
Klumpang Kampung Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009
No Jarak Tempat Tinggal
Dengan Tempat
Pelayanan Kesehatan
Frekuensi %
1. Jauh 34 40,96
2. Sedang 26 31,33
3. Dekat 23 27,71
Jumlah 83 100
Analisa Data Bivariat
Analisa data bivariat digunakan untuk melihat
kemaknaan hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen yang dilakukan dengan uji statistik
Chi-Square (X)
Tabel Hubungan Ketidaklengkapan Imunisasi TT Ibu Hamil dengan Tingkat Pengetahuan Ibu di Desa Klumpang
Kampung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009
No Pengetahuan
Status Imunisasi TT Ibu Hamil Total
X
Hitung
X
Tabel Tidak Lengkap Lengkap
f % f % f %
15,15
5,991 1. Baik 2 6,25 20 39,22 22 26,50
2. Cukup 8 25 16 31,37 24 28,92
3. Kurang 22 68,75 15 29,41 37 44,58
Total 32 100 51 100 83 100
Tabel Hubungan Ketidaklengkapan Imunisasi TT Ibu Hamil dengan Pendidikan Ibu di Desa Klumpang Kampung
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009
No Pendidikan
Status Imunisasi TT Ibu Hamil Total
X
Hitung
X
Tabel Tidak Lengkap Lengkap
f % F % f %
14,56
5,991
1. Dasar 19 59,37 14 27,45 33 39,76
2. Menengah 12 37,50 18 35,29 30 36,14
3. Tinggi 1 3,13 19 37,25 20 24,10
Total 32 100 51 100 83 100
Tabel Hubungan Ketidaklengkapan Imunisasi TT Ibu Hamil dengan Pekerjaan Ibu di Desa Klumpang Kampung
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009
No Pekerjaan
Status Imunisasi TT Ibu Hamil Total
X
Hitung
X
Tabel Tidak Lengkap Lengkap
f % F % f %
1,79
3,841 1. Tidak Bekerja 14 43,75 30 58,83 44 53,01
2. Bekerja 18 56,25 21 41,17 39 46,99
Total 32 100 51 100 83 100
18
Tabel Hubungan Ketidaklengkapan Imunisasi TT Ibu Hamil dengan Jarak Tempat Tinggal dan Tempat Pelayanan
Kesehatan di Desa Klumpang Kampung Kecamatan Hfmparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009
No
Jarak Tempat Tinggal
Dengan Tempat
Pelayanan Kesehatan
Status Imunisasi TT Ibu Hamil Total X Hitung X Tabel
Tidak Lengkap Lengkap
f % f % f %
17,61
5 ,991 1. Jauh 22 68,75 12 23,53 34 40,96
2. Sedang 7 21,88 19 37,26 26 31,33
3. Dekat 3 9,37 20 39,21 23 27,71
Total 32 100 51 100 83 100
Berdasarkan uji stastistik Chi-Square (X)
memperlihatkan adanya hubungan pengetahuan ibu
dengan ketidaklengkapan imunisasi TT pada ibu
hamil dengan = 0,05, maka diperoleh nilai df
= 2 dan hasil X Hitung = 15,15, dan hasil X Tabel
= 5,991, berarti X Hitung > X Tabel (15,15 > 5,991).
Hal tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2005) bahhwa
pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah manusia
melakukan penginderaan dan pengamatan terhadap
suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan komponen yang sangat penting untuk
membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan
diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menemukan
rasa percaya diri, sehingga dikatakan bahwa
pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Syahrul salah satu faktor yang
menyebabkan ibu tidak lengkap mendapat imunisasi
TT adalah faktor pengetahuan tentang imunisasi
tersebut. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa
terdapat kaitan antara pengetahuan ibu dengan angka
drop out imunisasi TT pada ibu hamil. Hasil penelitian
m