ISSN 1907-767X

52

Transcript of ISSN 1907-767X

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Perikanan
J. Kelautan. Nas Vol.8 No. 3 Hal. 101-142 Desember 2013 ISSN 1907-767X
KATA PENGANTAR
Jurnal Kelautan Nasional (JKN) adalah jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan
Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan
dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas terbitnya JKN Volume 8, No. 3, dengan baik.
Artikel yang diterbitkan dalam Jurnal edisi kali ini sebanyak 5 (lima) artikel yang meliputi:
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal
Perikanan (VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan; Teknologi Buoy untuk Observasi
In-Situ Perairan Sekitar Rumpon; Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20
GT di Palabuhanratu; Teknologi Pengkayaan Unsur-unsur N, P, Fe pada Rumput Laut Gracilaria
verrucosa; dan Analisis Computational Fluid Dynamic (CFD) dalam Perancangan Turbin Arus
Laut Sumbu Vertikal (Vertical Axis Ocean Current Turbine, VAOCT).
Artikel yang terdapat dalam JKN pada edisi ini diharapkan mampu menambah khasanah informasi
di bidang teknologi kelautan dan perikanan Indonesia. Kami sangat mengharapkan saran dan kritik
untuk perbaikan penyusunan jurnal ini ke depan. Semoga jurnal ini bermanfaat bagi pengembangan
dan kemajuan teknologi kelautan dan perikanan di Indonesia.
Redaksi
DAFTAR ISI
Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (VMS) untuk Pembangunan Perikanan
Berkelanjutan
Integration Between Electronic Fishing Log Book Systems with Vessel Monitoring
System for Sustainable Fisheries Development
Hadhi Nugroho, Agus Sufyan dan Rudhy Akhwady ..............................................
101
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
The Buoy Technology for In-Situ Observation of Water Parameter Around Fish
Aggregating Device
Handy Chandra ..........................................................................................................
Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20 GT di
Palabuhanratu
Stability Analysis for 20 GT Fishing Vessel Operational Design in Palabuhanratu
Daud S. A. Sianturi dan Sofiyan M. Permana……………………………………..
120
Teknologi Pengkayaan Unsur-unsur N, P, Fe pada Rumput Laut Gracilaria
verrucosa
Enrichment Technology of N, P, Fe Elements to Seaweed Gracilaria verrucosa
Eka Rosyida, Enang H. Surawidjaja, Sugeng H. Suseno dan Eddy Supriyono ...
127
Analisis Computational Fluid Dynamic (CFD) dalam Perancangan Turbin Arus
Laut Sumbu Vertikal (Vertical Axis Ocean Current Turbine, VAOCT)
Analysis of Computational Fluid Dynamic (CFD) on Vertical Axis Ocean Current
Turbine (VAOCT) Design
Sapto Nugroho.............................................................................................................
135
PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN
VESSEL MONITORING SYSTEM FOR SUSTAINABLE FISHERIES DEVELOPMENT
Hadhi Nugroho, Agus Sufyan dan Rudhy Akhwady Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi
Kelautan dan Perikanan (P3TKP) - KKP telah
mengembangkan perangkat keras elektronik log
book penangkapan ikan (ELPI) berbasis GPRS,
dengan fungsi utama untuk input data tangkapan
ikan secara elektronik. Alat ini juga dilengkapi
dengan fitur rekam jejak kapal yang diprogram untuk
mengirimkan data posisi koordinat setiap periode
tertentu secara otomatis. Data rekam jejak kapal ini
dapat diintegrasikan dengan sistem pemantauan
kapal perikanan atau VMS yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal PSDKP - KKP. Penelitian ini
bertujuan untuk mengintegrasikan sistem ELPI
dengan sistem VMS offline. Penelitian ini terdiri dari
beberapa tahap, yaitu perancangan perangkat lunak
pada ELPI untuk mencatat rekam jejak kapal secara
otomatis setiap 30 menit, perancangan perangkat
lunak untuk integrasi sistem ELPI dengan VMS,
serta pengujian di lapangan. Uji coba pengiriman
data ELPI dibagi ke dalam dua server yaitu server
P3TKP dan server VMS offline yang ada di PSDKP.
Pada uji coba, data posisi koordinat berhasil terkirim
ke server P3TKP dan server PSDKP setiap 30 menit
secara otomatis, di mana data rekam jejak kapal
tersebut dapat terlihat pada peta yang berada di
perairan selatan Jawa Barat. Dengan terintegrasinya
kedua sistem ini diharapkan dapat memperkuat
pengumpulan data posisi kapal ikan khususnya kapal
di bawah ukuran 30 GT.
Kata kunci: ELPI, VMS, integrasi, rekam jejak
kapal, kapal perikanan
Fisheries (P3TKP) – KKP has developed hardware
of electronic fishing log book (ELPI) with the
primary function for input the catch fish data
electronically. It is also equipped with vessel
tracking feature programmed to submit coordinate
position data any definite period automatically. This
vessel tracking data can be integrated with the
Vessel Monitoring Systems run by the Directorate
General of PSDKP - KKP. This research is aimed at
integrating ELPI with the offline system of VMS.
Research is composed of several stages, namely
design software on recordings ELPI for noting ship
automatically every 30 minutes, to design software
systems integration ELPI with VMS, and testing in
the field. Trial data transmission ELPI is divided
into two servers namely server P3TKP and server
VMS offline in PSDKP. On trial, data position
coordinate successfully sent to server P3TKP and
server PSDKP every 30 minutes automatically, on
which the vessel tracking data of it can be seen on a
map of the sea in the southern West Java. With the
integration of these two systems is expected to
strengthen collection the vessel fishing position data
especially under capacity of 30 GT.
Keywords: ELPI, VMS, integration, vessel tracking,
fishing vessel
RUMPON
AROUND FISH AGGREGATING DEVICE
apung Tuna di Wakatobi (2013). Pada tulisan ini
dilakukan kajian secara teknis dan teoritis untuk
PLUTO buoy has already been tested in seaweed
culture area (Wakatobi) in 2010, pond
(Pekalongan), fishing port estuary in Pekalongan
and Tuna sea cage in Wakatobi (2013). This paper
describes technical and theoritical aspect to install
buoy in waters around FAD (fish aggregating
ditempatkan di perairan sekitar rumpon. Paper ini
mencoba menilai aspek teknologi observasi in-situ
dengan memanfaatkan buoy untuk memahami relasi
penangkapan ikan di sekitar rumpon dengan
parameter lingkungan perairan. Menurut literatur
kajian ini masih jarang dilakukan dan mungkin
belum pernah dilakukan, khususnya untuk
pemantauan perairan sekitar rumpon dengan data
secara menerus. Hasilnya adalah buoy perlu
dilengkapi dengan sensor suhu, salinitas, oksigen
terlarut, keasaman, klorofil-a, dan arus. Pemasangan
pada rumpon cukup diikat saja, dan tidak mengubah
perilaku dan kebiasaan nelayan dalam memasang
rumpon.
keasaman, dan klorofil-a
undertanding relationship of fishing catch around
FAD with water parameter measurement was
assessed. According to references, this study is
rarely conducted and probably never been done,
especially with continuous data of measurement.
Result showed that it need temperature, saliniity,
DO, pH, chlorophyll-a and current sensors to be
equipped on board. The installation of buoy is by
tied it up, and do not change habits and cultures of
fishermen.
3. ANALISIS STABILITAS TERHADAP OPERASIONAL DESAIN KAPAL IKAN 20
GT DI PALABUHANRATU
STABILITY ANALYSIS FOR 20 GT FISHING VESSEL OPERATIONAL DESIGN IN
PALABUHANRATU
Stabilitas merupakan salah satu aspek keselamatan
dari sebuah desain kapal. Penelitian ini dilakukan di
Palabuhanratu menggunakan desain kapal ikan
berukuran 20 GT. Pada penelitian ini dilakukan
analisis stabilitas pada 5 kondisi pembebanan kapal
sehingga menghasilkan kapal yang baik sesuai
standarisasi yang telah ditetapkan. Analisis stabilitas
yang digunakan untuk mendapatkan lengan penegak
GZ dilakukan dengan bantuan perangkat lunak untuk
periode oleng menggunakan rumus International
Maritime Organization (IMO) dan untuk mengetahui
tinggi gelombang menggunakan rumus angkatan laut
Jerman. Dari hasil penelitian menunjukkan kelima
kondisi pembebanan yang terjadi di kapal memiliki
stabilitas yang baik sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan oleh International Maritime Organization
(IMO), periode oleng yang terjadi pada kapal
berdasarkan kelima kondisi pembebanan berkisar
2,47-3,04 detik dan tinggi gelombang maksimal
yang diterima oleh kapal sebesar 1,41 m dengan
panjang gelombang sebesar 15,2 m.
Kata kunci: stabilitas, 20 GT, Palabuhanratu
Stability is one of the safety aspects of a ship
design. This research was carried out at
Palabuhanratu by using 20 GT fishing vessel design.
This research investigated stability analysis for five
ship loading conditions in order to produce a good
ship with appropriate standardization which has
been established. Stability analysis, which is used to
obtain righting lever GZ, is conducted by the use of
software, whereas the rolling period is calculated
using the International Maritime Organization
(IMO) formula and the calculation of wave height is
carried out using German’s navy formula. The result
of research showed that the five loading conditions
that occur in ship have good stability in accordance
with International Maritime Organization (IMO)
criteria. The rolling period of the fifth loading
conditions varied between 2,47 seconds and 3,03
seconds, whilst the maximum wave height of the
ship is 1,41 m together with wavelength of 15,2 m.
Keywords: stability, 20 GT, Palabuhanratu
4. TEKNOLOGI PENGKAYAAN UNSUR-UNSUR N, P, FE PADA RUMPUT LAUT
Gracilaria verrucosa
ENRICHMENT TECHNOLOGY OF N, P, FE ELEMENTS TO SEAWEED Gracilaria
verrucosa
Eka Rosyida, Enang H. Surawidjaja, Sugeng H. Suseno dan Eddy Supriyono Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji respon
pertumbuhan Gracilaria verrucosa melalui teknologi
pengkayaan N,P dan Fe sebagai unsur hara makro
dan mikro ke dalam media budidaya. Metode
penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu
tanpa pengkayaan nutrien/non-enriched (A),
pengkayaan N+P+Fe (D). Hasil penelitian
menunjukkan pengkayaan N+P+Fe memberi
pengaruh yang lebih tinggi terhadap pertumbuhan
G. verrucosa dan berbeda secara signifikan dengan
perlakuan lainnya (p<0.05). Disamping itu, klorofil
dan konsentrasi N, P, Fe pada rumput laut juga
terdeteksi lebih tinggi pada perlakuan tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan teknologi
pengkayaan dengan menggunakan kombinasi unsur
hara makro (N,P) dan mikro (Fe) dalam budidaya G.
verrucosa dapat meningkatkan pertumbuhan secara
signifikan sehingga dapat dipertimbangkan untuk
diaplikasikan dalam budidaya rumput laut tersebut.
Meskipun secara umum kadar dan karakteristik
physico-kimia agar lebih baik pada perlakuan
pengkayaan N+P, namun kadar agar dan gel
strengthnya tidak berbeda dengan perlakuan
pengkayaan N+P+Fe.
kadar agar, physico-kimia agar
of Gracilaria verrucosa after enrichment of N, P
and Fe nutrients to the cultivation medium. The
experiment was a complete randomized design with
four treatments and in triplicate : non-enriched (A);
enriched with N (B); enriched with N+P (C); and
enriched with N+P+Fe (D). The results showed
N+P+Fe treatment affect significantly higher on
growth of G. verrucosa and significantly different
compare to others (p<0.05). In addition, the
seaweed chlorophyll content and N,P,Fe tissue
retained were also high in those treatment. Hence,
enrichment technology with the application of both
macro (N, P) and micro (Fe) elements would become
considerable to the massive culture of seaweed.
Eventhough in general the yield and properties of
agar revealed a good performance in N+P
treatment,however,the agar content and gel strength
was not different with N+P+Fe treatment.
Keywords: enrichment, growth, chlorophyll, agar
yield, physico-chemistry of agar
PERANCANGAN TURBIN ARUS LAUT SUMBU VERTIKAL (VERTICAL AXIS
OCEAN CURRENT TURBINE, VAOCT)
OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DESIGN
R. Bambang Adhitya Nugraha, Nico Prayogo, Muljowidodo Kartidjo dan Sapto Nugroho
Indonesia di masa mendatang akan menghadapi
krisis energi konvensional dalam hal kaitannya
dengan peningkatan kapasitas kebutuhan, pasokan
yang terus menurun, harga tinggi dan permasalahan
lingkungan yang ditimbulkan. Potensi energi laut
Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan dapat
menjadi salah satu sumber energi alternatif yang
bersih, dapat diandalkan dan terbarukan. Untuk
dapat memanen energi yang dihasilkan dari arus laut
tersebut, Pusat Pengkajian dan Perekayasaan
In the future, Indonesia will face a crisis of
conventional energy with respect to increasing in
demands, supply continues to fall, high price and
environmental problems posed. Indonesia has huge
potential in ocean energy, which can be used as one
of the alternative energy source as it is clean,
reliable and renewable. To be able to harvest the
energy generated from ocean currents, Research and
Development Center for Marine and Fisheries
Technology (RDCMFT), Agency for Marine and
Teknologi Kelautan dan Perikanan (P3TKP)-
Balitbang KP merancang dan mengembangkan twin
series vertical turbin tipe drag release yang
diharapkan dapat berputar pada putaran rendah.
Studi lanjutan tentang bentuk blade-nozzle-guide
vane serta kombinasi di antara ketiganya menjadi
fokus utama agar dapat menghasilkan target output
sebesar 10 kW.
Tenaga Arus Laut (PLTAL), Computational Fluid
Dynamic (CFD), gaya seret dan torsi
Fisheries Research and Development (AMFRD)
designed and developed a twin series vertical type
twin drag release that is expected can rotate at low
speed. Further study on shape of blade-nozzle guide
vane and its vary combination become the main
focus in order to produce a target output of 10 kW.
Keywords: twin series turbine, Ocean Current
Power Plant, Computational Fluid Dynamic (CFD),
drag force and torque
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan 101
INTEGRASI SISTEM ELEKTRONIK LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN (ELPI)
DENGAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN (VMS) UNTUK
PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN
MONITORING SYSTEM FOR SUSTAINABLE FISHERIES DEVELOPMENT
Hadhi Nugroho, Agus Sufyan dan Rudhy Akhwady
Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Jl. Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta
Email: [email protected], [email protected], dan [email protected]
Diterima tanggal: 7 Juni 2013, diterima setelah perbaikan: 30 Oktober 2013, disetujui tanggal: 2 Desember 2013
ABSTRAK
Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan (P3TKP) - KKP telah mengembangkan
perangkat keras elektronik log book penangkapan ikan (ELPI) berbasis GPRS, dengan fungsi utama untuk input data
tangkapan ikan secara elektronik. Alat ini juga dilengkapi dengan fitur rekam jejak kapal yang diprogram untuk
mengirimkan data posisi koordinat setiap periode tertentu secara otomatis. Data rekam jejak kapal ini dapat
diintegrasikan dengan sistem pemantauan kapal perikanan atau VMS yang dikelola oleh Direktorat Jenderal PSDKP -
KKP. Penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan sistem ELPI dengan sistem VMS offline. Penelitian ini terdiri
dari beberapa tahap, yaitu perancangan perangkat lunak pada ELPI untuk mencatat rekam jejak kapal secara otomatis
setiap 30 menit, perancangan perangkat lunak untuk integrasi sistem ELPI dengan VMS, serta pengujian di lapangan.
Uji coba pengiriman data ELPI dibagi ke dalam dua server yaitu server P3TKP dan server VMS offline yang ada di
PSDKP. Pada uji coba, data posisi koordinat berhasil terkirim ke server P3TKP dan server PSDKP setiap 30 menit
secara otomatis, di mana data rekam jejak kapal tersebut dapat terlihat pada peta yang berada di perairan selatan Jawa
Barat. Dengan terintegrasinya kedua sistem ini diharapkan dapat memperkuat pengumpulan data posisi kapal ikan
khususnya kapal di bawah ukuran 30 GT.
Kata kunci: ELPI, VMS, integrasi, rekam jejak kapal, kapal perikanan
ABSTRACT
Research and Development Centre for Marine and Fisheries (P3TKP) – KKP has developed hardware of electronic
fishing log book (ELPI) with the primary function for input the catch fish data electronically. It is also equipped with
vessel tracking feature programmed to submit coordinate position data any definite period automatically. This vessel
tracking data can be integrated with the Vessel Monitoring Systems run by the Directorate General of PSDKP - KKP.
This research is aimed at integrating ELPI with the offline system of VMS. Research is composed of several stages,
namely design software on recordings ELPI for noting ship automatically every 30 minutes, to design software systems
integration ELPI with VMS, and testing in the field. Trial data transmission ELPI is divided into two servers namely
server P3TKP and server VMS offline in PSDKP. On trial, data position coordinate successfully sent to server P3TKP
and server PSDKP every 30 minutes automatically, on which the vessel tracking data of it can be seen on a map of the
sea in the southern West Java. With the integration of these two systems is expected to strengthen collection the vessel
fishing position data especially under capacity of 30 GT.
Keywords: ELPI, VMS, integration, vessel tracking, fishing vessel
PENDAHULUAN
data perikanan yang akurat terkait dengan kegiatan
penangkapan ikan. Salah satu cara untuk
memperoleh data penangkapan ikan yang akurat
adalah menggunakan log book harian penangkapan
ikan yang disyaratkan Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap (DJPT), Kementerian Kelautan
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan
102
banyak mengalami kendala seperti data yang diisi
tidak lengkap / kurang valid / tidak masuk akal,
kesadaran pelaku usaha penangkapan ikan masih
rendah, kesulitan dalam pengisian form log book
karena banyaknya data yang harus diisikan
(Marzuki, 2011).
Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan
dan Perikanan (P3TKP), Badan Penelitian dan
Pengembanagn Kelautan dan Perikanan (Balitbang
KP), KKP berhasil mengembangkan perangkat
Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI)
berbasis GPRS (General Packet Radio Service).
ELPI merupakan perangkat keras elektronik
dengan jumlah kolom yang diisikan lebih sedikit
sehingga proses input menjadi lebih mudah, cepat,
dan akurat.
terkait dengan jarak jangkauan sinyalnya, yaitu
hanya sekitar 5-10 mil saja dari pantai (Marzuki,
2011).
panjang 23 cm, lebar 15 cm, dan tebal 7 cm.
Bagian utama alat ini adalah LCD (Liquid Crystal
Display) layar sentuh berukuran 7 inch untuk
melakukan input data dan menampilkan tulisan,
antena GPS (Global Positioning System), serta
adaptor. Alat ini juga dilengkapi dengan sensor
oseanografi berupa sensor suhu, yang dapat
dipasang jika akan digunakan untuk mengukur
suhu permukaan laut.
dengan fitur rekam jejak kapal (vessel tracking).
Fitur ini dibuat agar ELPI bisa mengirimkan data
koordinat kapal setiap periode tertentu secara
otomatis. Pengaturan periode pengiriman data
posisi tersebut dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan. Fitur rekam jejak kapal pada ELPI
memiliki beberapa fungsi, yaitu:
Dapat digunakan sebagai validasi data lokasi
penangkapan ikan yang diinputkan melalui
ELPI.
selanjutnya dapat diintegrasikan dengan sistem
VMS (Vessel Monitoring System) yang dikelola
oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) - KKP.
VMS atau sistem pemantauan kapal perikanan
merupakan salah satu bentuk sistem pemantauan
untuk mendukung pengawasan di bidang
penangkapan dan atau pengangkutan ikan, dengan
menggunakan satelit dan peralatan pemancar
(transmitter) VMS yang ditempatkan pada kapal
perikanan guna mempermudah pengawasan dan
pemantauan terhadap kegiatan / aktivitas kapal
perikanan (Direktorat Jenderal Pengawasan
2002), yaitu:
dipasang di kapal perikanan untuk
menunjukkan posisi kapal.
wahana untuk mentransmisikan informasi
Fisheries Monitoring Center (FMC).
pusat pemantauan untuk menerima,
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan 103
Prinsip kerja VMS secara umum diawali dari
transmitter yang mengirimkan data posisi kapal
setiap periode tertentu melalui sistem satelit.
Gambar 2. Prinsip kerja VMS
Figure 2. VMS working mechanism
Sumber:
http://ec.europa.eu/fisheries/cfp/control/technologies/vm
s/index_en.htm
mengirimkan ke pusat pengolahan data satelit,dan
kemudian data posisi kapal yang telah diolah
disampaikan ke FMC (Kusuma, 2009). Jika ada
indikasi terjadi IUU Fishing, maka FMC akan
menghubungi pihak patroli untuk dilakukan
penindakan. Prinsip kerja VMS dapat dilihat pada
Gambar 2.
penggunaannya mulai tahun 2003 dan telah
dikembangkan beberapa kali. Untuk
Center (FMC), serta dilakukan pemasangan
transmiter VMS pada kapal-kapal perikanan.
Hingga akhir tahun 2011, tercatat ± 4201 unit
transmitter VMS online terpasang dengan rata-rata
keaktifan 2122 unit, dan 1500 unit transmitter
VMS offline terpasang dengan rata-rata keaktifan
970 unit. Data VMS yang diperoleh dapat
digunakan untuk menganalisis tingkat kepatuhan
kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan
Indonesia terhadap ketentuan mengenai wilayah
penangkapan, alat dan metoda penangkapan,
pendaratan hasil tangkapan, dan lain sebagainya.
(Republik Indonesia, 2012).
kapal perikanan saat ini diatur dengan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
10/PERMEN-KP/2013 tentang Sistem Pemantauan
mewajibkan kapal perikanan berukuran di atas 30
GT yang beroperasi di perairan Indonesia atau di
laut lepas wajib memasang transmitter VMS
online dengan pengiriman data posisi kapal tiap 1
(satu) jam secara terus-menerus.
dan Perikanan Nomor 10/PERMEN-KP/2013,
PER.5/MEN/2007. Berdasarkan peraturan menteri
dari 2 jenis, yaitu VMS online yang diwajibkan
untuk kapal perikanan berukuran di atas 60 GT dan
VMS offline yang diwajibkan untuk kapal
perikanan berukuran 30 - 60 GT. Pada VMS
offline, pengiriman data menggunakan teknologi
GPRS, yang akan mengirimkan data rekam jejak
kapal perikanan bila mendapatkan sinyal GPRS.
Bila tidak mendapat sinyal GPRS, data akan
otomatis disimpan di data logger perangkat
transmitter VMS dan akan dikirimkan secara
otomatis ke server VMS offline bila terdapat
sinyal GPRS.
bersinerginya antara VMS offline dan ELPI dalam
mencatat data posisi kapal perikanan selama
beroperasi di tengah laut. Penelitian ini bertujuan
untuk mengintegrasikan sistem ELPI dengan
sistem VMS offline yang dikelola Ditjen PSDKP.
Dengan adanya integrasi ini, diharapkan dapat
diperoleh data yang lengkap berupa data
penangkapan ikan dan data posisi kapal perikanan,
sehingga dapat digunakan untuk mengelola sumber
daya perikanan yang berkelanjutan.
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan
104
1. Perancangan perangkat lunak untuk
mencatat rekam jejak kapal.
3. Pengujian di lapangan
Otomatis
lunak pada ELPI untuk mencatat rekam jejak kapal
yang bisa di-setting akan mengirim data setiap 30
menit sekali secara otomatis. Data rekam jejak
kapal tersebut berisikan: waktu, posisi koordinat,
kecepatan kapal, dan arah kapal (heading).
Langkah-langkah dalam proses perancangan ini
ditunjukkan pada Gambar 3. Perancangan
perangkat lunak ini menggunakan bahasa
pemrograman C++ untuk Qt framework.
Gambar 3. Diagram alir rutin pengiriman paket data
VMS
arah heading kapal. Data koordinat GPS tersebut
kemudian dijadikan referensi penghitungan arah
heading kapal di periode VMS berikutnya.
Kemudian dilakukan pembangkitan paket data
VMS. Paket data VMS tersebut kemudian
disimpan di file log data harian dan file pending
transmit data. Paket data VMS tersebut kemudian
dikirim ke server ELPI dan server VMS di
PSDKP.
Pada proses ini, dilakukan perancangan agar data
rekam jejak kapal dari perangkat ELPI dapat
terkirim dan ditampilkan di web server VMS di
PSDKP. Web server PSDKP dapat menerima dan
membaca data tersebut, lalu menampilkan data
tersebut di situs web PSDKP. Langkah-langkah
dalam proses perancangan ini ditunjukkan pada
Gambar 4.
server VMS - PSDKP
PSDKP server
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan 105
Langkah-langkah pada Gambar 4 dapat dijelaskan
sebagai berikut. Isi file pending transmit VMS
akan disimpan ke buffer memori paket data.
Perangkat ELPI akan melakukan setup koneksi ke
server VMS di PSDKP. Setelah berhasil
melakukan koneksi dengan server VMS di
PSDKP, paket data VMS kemudian dikirim ke
server tersebut. Paket data VMS tersebut kemudian
diterima di server PSDKP untuk kemudian
ditampilkan di situs web PSDKP.
Agar paket data VMS dari ELPI bisa diterima oleh
server PSDKP, maka format data pada ELPI yang
dikirim ke server PSDKP harus sesuai dengan
format data server PSDKP. Format data tersebut
adalah sebagai berikut.
format data tersebut adalah sebagai berikut:
GPRMC merupakan informasi minimal yang
direkomendasikan untuk pelacakan.
perangkat transmitter VMS yang diberikan oleh
Ditjen PSDKP.
perangkat mengirim data.
artinya data valid, V artinya data invalid.
Longitude merupakan data koordinat lintang.
N_atau_S merupakan nama lintang, jika N
berarti lintang utara, jika S berarti lintang
selatan.
E_atau_W merupakan nama bujur, jika E
berarti bujur timur, jika W berarti bujur barat.
SpeedString merupakan data kecepatan kapal
dalam satuan knots.
kapal dalam satuan derajat.
perangkat mengirim data.
0,,0000 menunjukkan checksum.
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Prosedur
pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Peralatan ELPI dipasang di atas kapal
perikanan
ID 130013
menit secara otomatis.
akan tersimpan di dalam data logger ELPI.
Pemantauan rekam jejak kapal dapat
dilakukan melalui web
dilakukan melalui web FMC PSDKP:
http://vmsoffline.psdkp.kkp.go.id.
dilakukan dengan memplotkan data posisi
rekam jejak kapal ke dalam peta
Validasi dilakukan dengan menganalisis data
rekam jejak kapal yang ada di web P3TKP
dan Pusdal PSDKP
HASIL DAN PEMBAHASAN
perikanan yang terpasang ELPI menunjukkan
adanya jalur lintasan keberadaan kapal sesuai
dengan koordinat GPS. Untuk membedakan jalur
lintasan tiap kapal yang tercatat, maka setiap kapal
yang terpasang ELPI diberikan nomor ID kapal
pada saat registrasi awal. Data ID kapal tersebut
akan terlihat pada webserver.
koordinat alat yang diuji coba pada kapal
perikanan yang berpangkalan di PPN Palabuhan
Ratu. Data rekam jejak kapal tersebut merupakan
contoh sebagian data rekam jejak kapal yang
diterima di sisi server P3TKP, serta ditampilkan
dengan bantuan aplikasi Googlemap. Data rekam
jejak kapal tersebut terlihat di perairan Samudra
Hindia bagian selatan Jawa Barat.
Gambar 6 memperlihatkan tampilan data posisi
koordinat alat yang diuji coba di salah satu kapal
perikanan yang berpangkalan di PPN Palabuhan
Ratu dan diterima di sisi server PSDKP. Data
rekam jejak kapal tersebut terlihat dari perairan
Samudra Hindia ke PPN Pelabuhan Ratu.
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan
106
coba ELPI dilihat dengan Googlemap
Figure5. Display of vessel tracking data during the trial
ELPI seen with Googlemap
koordinat yang dikirim oleh alat ELPI.
Gambar 7 dan Gambar 8 memperlihatkan data
yang dikirimkan selama pengujian di lapangan.
Data yang ditandai garis warna merah pada
Gambar 7 dan Gambar 8 memperlihatkan data
waktu dan koordinat yang diterima database server
P3TKP selama uji coba. Gambar 7 merupakan
tampilan data mentah yang dikirim dari ELPI ke
web server P3TKP. Data mentah tersebut memiliki
format dan kode tententu.
Gambar 6. Tampilan data rekam jejak kapal di server PSDKP
Figure 6. Display of vessel tracking data in PSDKP server
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan 107
Gambar 7. Tampilan data mentah pengujian ELPI di PPN Palabuhan Ratu pada web server P3TKP
Figure 7. Display of raw data from trial ELPI in PPN Palabuhan Ratu at P3TKP web server
Gambar 8. Tampilan data pengujian ELPI di PPN Pelabuhan Ratu
Figure 8. Display of trial ELPI data in PPN Palabuhan Ratu at P3TKP web server
Vol. 8, No. 3, Desember 2013 JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan
108
merah tertulis data mentah sebagai berikut:
130013,10,VMS,031113,091858,813.621741,S,10
406.974534,E,3.77,72.19,031113,161537,,,,,,,,,,,,,,,,
,,,,,,,,,,,*CB
tersebut adalah sebagai berikut:
• 10 adalah kode bahwa paket data tersebut
adalah data VMS.
VMS, sumber data dari modul GPS, dengan
format ddmmyy, dalam waktu GMT
(Greenwich Mean Time). Jadi, 031113 berarti 3
November 2013 GMT.
VMS, sumber data dari modul GPS, dengan
format hhmmss, dalam waktu GMT. Jadi,
091858 berarti pukul 09:18:58 GMT.
• 813.621741 adalah data koordinat lintang
dalam format derajat dan menit
(dddmm.mmmmmm). 813.621741 berarti 8
derajat lintang, 13,621741 detik.
• S adalah data nama lintang. Jika S berarti ada di
lintang selatan, jika N berarti ada di lintang
utara.
(dddmm.mmmmmm). 10406.974534 berarti
• E adalah data nama bujur. Jika E berarti ada di
bujur timur, jika W berarti ada di bujur barat.
• 3.77 adalah data kecepatan kapal dalam satuan
knots.
satuan derajat.
VMS, sumber data dari RTC (Real Time Clock)
pada modul layar sentuh ELPI, dengan format
ddmmyy. Jadi, 031113 berarti 3 November
2013.
VMS, sumber data dari RTC (Real Time Clock)
pada modul layar sentuh ELPI, dengan format
hhmmss. Jadi, 161537 berarti pukul 16:15:37.
• *CB adalah kode paket data
Data mentah tersebut kemudian diolah di sisi
server untuk dapat ditampilkan menjadi informasi
yang berarti di situs web P3TKP.
Untuk koordinat, yang masih menggunakan format
dddmm.mmmmmm akan dikonversi terlebih
rumus:
Hasilnya ditambah tanda minus (-) untuk lintang
selatan dan bujur barat, serta tidak ditambah tanda
minus (-) untuk lintang utara dan bujur timur.
Contoh perhitungan:
konversi koordinat dalam format ddd.dddddd
adalah:
hasil konversi tersebut menjadi -8,22703.
Gambar 8 memperlihatkan data uji coba yang di
terima di sisi web server P3TKP. Data tersebut
terekam oleh ELPI dan disimpan di data logger
pada tanggal 3 November 2013 dan dikirim ke
server secara otomatis pada tanggal 7 November
2013. Data yang ditampilkan di web P3TKP
tersebut masih menggunakan format waktu 0
GMT. Sebagai contoh, data yang dilingkari garis
merah adalah:
November 2013
yang dikelola oleh Ditjen PSDKP-KKP. Hasilnya
bisa dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 memperlihatkan data rekam jejak kapal
yang dikirimkan ke server VMS offline PSDKP.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan 109
Gambar 9. Tampilan data ELPI di server PSDKP pada pengujian di PPN Palabuhan Ratu
Figure 9. Display of ELPI data in PSDKP server from the trial at PPN Palabuhan Ratu
Data yang dikirimkan oleh alat ELPI ke web server
PSDKP merupakan data yang juga dikirimkan ke
server P3TKP yang ditunjukkan pada Gambar 7
dan Gambar 8. Terdapat perbedaan sedikit antara
data yang ditampilkan di web P3TKP dan web
PSDKP. Di web PSDKP, format waktu yang
digunakan adalah +7 GMT (Waktu Indonesia
Barat).
garis merah adalah:
November 2013
ELPI ke dalam sistem VMS offline yang ada di
PSDKP dapat diketahui dengan terlihatnya data
yang dikirimkan oleh ELPI ke dalam sistem VMS
offline melalui server yang ada.
Selain pengiriman data rekam jejak kapal,
pengiriman data hasil tangkapan sesuai dengan
daftar yang termuat dalam log book penangkapan
ikan manual dilakukan melalui integrasi kedua
server, yakni server P3TKP dan VMS yang ada di
PSDKP. Hasil integrasi ini dapat digunakan untuk
validasi data hasil penangkapan ikan, sehingga
membantu proses pengelolaan sumber daya
perikanan yang berkelanjutan.
rekam jejak kapal perikanan dengan data hasil
tangkapan ikan, sehingga dapat membantu proses
pengelolaan sumber daya perikanan yang
berkelanjutan.
KESIMPULAN
book penangkapan ikan secara elektronik
dapat berfungsi sekaligus untuk pemantauan
kapal perikanan dengan mengintegrasikan ke
dalam VMS yang dikelola Ditjen PSDKP.
2. Dengan proses integrasi tersebut, data rekam
jejak kapal yang dihasilkan ELPI dapat
ditampilkan di web server PSDKP.
3. Data yang ditampilkan di web P3TKP
menggunakan format waktu 0 GMT,
Vol. 8, No. 3, Desember 2013 JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Integrasi Sistem Elektronik Log Book Penangkapan Ikan (ELPI) dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(VMS) untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan
110
(Waktu Indonesia Barat).
diharapkan dapat memperkuat pengumpulan
hasil tangkapan ikan, sehingga dapat
membantu proses pengelolaan sumber daya
perikanan yang berkelanjutan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan
dan Perikanan (P3TKP), Balitbang KP, KKP atas
dukungan dananya sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan dengan baik, serta kepada Direktorat
Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan,
proses integrasi ELPI dengan VMS.
DAFTAR PUSTAKA
standar VMS online. Jakarta:Kementerian
The what, why, and how. Paper presented in:
Sub-Regional Fisheries Commission
ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/005/y4447e/y444
pengelolaan sumberdaya perikanan: Konsep
dan penggunaannya. VMS dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan. Jakarta:
Marzuki, M.I. (2011). Membangun elektronik
logbook perikanan untuk menunjang
sustainable development technology in
Perekayasaan Teknologi Kelautan dan
Kelautan dan Perikanan nomor
Kelautan dan Perikanan nomor
PER.18/MEN/2010 tentang log book
Kelautan dan Perikanan nomor
PER.50/MEN/2012 tentang rencana aksi
nasional pencegahan dan penanggulangan
tahun 2012-2016. Jakarta.
Kelautan dan Perikanan Nomor
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
111
THE BUOY TECHNOLOGY FOR IN-SITU OBSERVATION OF WATER PARAMETER AROUND
FISH AGGREGATING DEVICE
Handy Chandra Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan (P3TKP)
Badan Penelitian dan Pengembangan KP, KKP. Jl. Pasir Putih 1, Ancol, 14430, Indonesia
e-mail: [email protected]
Diterima tanggal: 21 Juli 2014, diterima setelah perbaikan: 7 November 2014, disetujui tanggal: 2 Desember 2014
ABSTRAK
Aplikasi pemanfaatan buoy PLUTO sudah berhasil diujikan di perairan budidaya rumput laut (Wakatobi) tahun 2010,
tambak (Pekalongan), muara pelabuhan perikanan Pekalongan dan keramba jaring apung Tuna di Wakatobi (2013).
Pada tulisan ini dilakukan kajian secara teknis dan teoritis untuk ditempatkan di perairan sekitar rumpon. Paper ini
mencoba menilai aspek teknologi observasi in-situ dengan memanfaatkan buoy untuk memahami relasi penangkapan
ikan di sekitar rumpon dengan parameter lingkungan perairan. Menurut literatur kajian ini masih jarang dilakukan dan
mungkin belum pernah dilakukan, khususnya untuk pemantauan perairan sekitar rumpon dengan data secara menerus.
Hasilnya adalah buoy perlu dilengkapi dengan sensor suhu, salinitas, oksigen terlarut, keasaman, klorofil-a, dan arus.
Pemasangan pada rumpon cukup diikat saja, dan tidak mengubah perilaku dan kebiasaan nelayan dalam memasang
rumpon.
Kata kunci: rumpon, suhu, salinitas, oksigen terlarut, keasaman, dan klorofil-a.
ABSTRACT
PLUTO buoy has already been tested in seaweed culture area (Wakatobi) in 2010, pond (Pekalongan), fishing port
estuary in Pekalongan and Tuna sea cage in Wakatobi (2013). This paper describes technical and theoritical aspect to
install buoy in waters around FAD (fish aggregating device). The technology of in-situ observation for undertanding
relationship of fishing catch around FAD with water parameter measurement was assessed. According to references,
this study is rarely conducted and probably never been done, especially with continuous data of measurement. Result
showed that it need temperature, saliniity, DO, pH, chlorophyll-a and current sensors to be equipped on board. The
installation of buoy is by tied it up, and do not change habits and cultures of fishermen.
Keywords: Fish Aggregating Device (FAD), temperature, salinity, DO, pH, chlorophyll-a.
PENDAHULUAN
(Wakatobi) (Chandra, 2012), dilanjutkan dengan
implementasi pada tahun 2013 di tambak
(Pekalongan), muara pelabuhan perikanan
(Wakatobi). Namun demikian, untuk aplikasi
lainnya, masih belum dilakukan. Hal menarik jika
aplikasi buoy PLUTO dicoba untuk diaplikasikan
pada perairan-perairan lain.
untuk kepentingan konservasi serta penghematan
energi (Purbayanto et al., 2010). Karena
pertimbangan kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) – mulai dari Rp. 500,- pada tahun 1990-an,
kemudian naik menjadi Rp. 2.500,- ; kemudian
menjadi Rp.4.500,- ; lalu menjadi Rp. 6.000,- pada
tahun 2012 – mengakibatkan penggunaan rumpon
(FAD, fish aggregating device) semakin marak di
Indonesia, dimana salah satu tujuannya adalah
untuk efisiensi pemakaian solar kapal nelayan.
Di Sorong (Papua Barat) pemasangan rumpon bisa
menghemat pemakaian BBM sampai 50%
(Baskoro et al., 2011).
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
112
pengendalian tingkah laku ikan melalui pemikatan
(attraction) dan kemudian di tangkap (Purbayanto
et al., 2010). Rumpon, yang dikenal secara
internasional sebagai FAD (fish aggregating
device), merupakan salah satu alat bantu
penangkapan yang berfungsi untuk memikat ikan
agar berkumpul di suatu daerah penangkapan di
lautan (Musbir, 2009; Dempster & Taquet, 2004).
Lihat gambar 1, contoh sistem rumpon di laut
dangkal dan gambar 2, contoh rumpon di selatan
samudera Hindia, untuk laut dalam.
Gambar 1. Rumpon laut dangkal (Baskoro et al., 2011).
Figure 1.Shallow water FAD (fish aggregating device)
(Baskoro et al., 2011)
arena makan dan dimakan, dimulai dengan
tumbuhnya bakteri dan mikroalga ketika rumpon
dipasang (Baskoro et al., 2011). Hewan-hewan
kecil akan menarik ikan-ikan pelagis kecil dan
selanjutnya ikan-ikan pelagis besar akan
memangsa ikan-ikan pelagis kecil. Rumpon juga
memberikan tempat untuk berlindung bagi ikan,
baik berlindung dari arus yang kuat maupun dari
pemangsanya (Purbayanto et al., 2010;
Musbir, 2009). Secara teknis konstruksi rumpon
umumnya terdiri dari empat (4) bagian, pertama
pengapung (buoy), kedua pemikat (attractor),
ketiga tali pengapung (mooring line), dan terakhir
adalah pemberat (jangkar). Karena definisi rumpon
sebagai alat bantu pengumpulan ikan atau
gerombolan ikan, maka terumbu karang buatan
(artificial reef) dan keramba jaring apung (KJA)
juga dapat dianggap sebagai rumpon (Baskoro et
al., 2011).
yang di jangkar (moored) (Gates et al., 1996)
Figure 2.The moored raft type of FAD for deep sea
water (Gates et al , 1996)
Rumpon untuk penangkapan tuna di Samudera
Atlantik menunjukkan relasi yang positif antara
kelimpahan tuna dengan mikronekton dan salinitas
yang rendah di sekitar pulau Martinique, Amerika
Tengah (Doray et al., 2009). Lihat Gambar 3. Tuna
yang bermigrasi secara temporer tidak tertarik
dengan adanya FAD jika kondisi lingkungan dan
kesuburan perairan tidak mendukungnya.
salinitas, oksigen terlarut yang dihubungkan
dengan kedalaman (depth), serta konsentrasi
chlorophyll-a di permukaan laut.
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
113
dengan logaritmik Chlorophyll-A berdasarkan data
satelit (Doray, 2009).
with logaritmic Chlorophyll-a based on satelite data
(Doray, 2009).
Musbir (2009) menggunakan parameter suhu,
kecepatan arus, dan kelimpahan fitoplankton
dibandingkan dengan hasil tangkapan kapal purse
seine pada area rumpon. Lihat Gambar 4. Hasilnya
menunjukkan korelasi positif antara jumlah hasil
tangkapan dengan kelimpahan fitoplankton.
Selatan, tentang hubungan parameter oseanografi
dengan hasil tangkapan ikan di area sekitar rumpon
(Musbir, 2009).
Sulawesi, about relationship of oceanography
parameter with fish capture around FAD
(Musbir, 2009).
24%, Kembung 23%, Tembang 21%, Selar 13%,
Tongkol 9%, lainnya 10%. Musbir (2009) juga
menyatakan bahwa pada kecepatan arus di atas
0,5 m/detik sulit ditemukan ikan pelagis kecil
sekitar rumpon. Hal ini sejalan dengan sifat-sifat
tingkah laku ikan yang mencari tempat berlindung
(Purbayanto et al., 2010), namun jika arus terlalu
kuat maka ikan akan pergi.
Teknologi observasi laut in-situ sudah berkembang
dengan baik di dunia, bahkan di Indonesia.
Indonesia dan Amerika Serikat telah menempatkan
puluhan TAO buoy di Samudera Pasifik dan
Hindia untuk memantau dan meneliti korelasi
cuaca di dunia dengan suhu permukaan samudera
(Pandoe & Djamaluddin, 2009). Indonesia juga
telah mengembangkan buoy untuk memantau
tsunami dengan nama Ina-TEWS buoy. Lihat
Gambar 5.
situ (Pandoe & Djamaluddin, 2009).
monitoring tool (Pandoe & Djamaluddin, 2009)
Untuk aplikasi pemantauan perairan laut secara in-
situ, juga telah dikembangkan INAGOOS-buoy
dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
yang bekerjasama dengan IPB tahun 2007-2009
(Mbay & Rahmania, 2010). Kesulitan utama
pemantauan in-situ dengan menggunakan buoy
adalah vandalisme dan kegagalan rekayasa (bocor
Vol. 8, No. 3, Desember 2013 JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
114
INAGOOS buoy.
atas, telah dikembangkan buoy PLUTO, oleh Pusat
Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan
dan Perikanan (P3TKP) – Badan Litbang Kelautan
dan Perikanan, KKP, pada tahun 2010 untuk
pemantauan kualitas perairan secara in-situ di
wilayah budidaya rumput laut di Wakatobi,
Sulawesi Tenggara (Chandra, 2012). Lihat Gambar
6. Hasilnya berupa data menerus (continue) selama
7 bulan dengan parameter suhu, salinitas, oksigen
terlarut (DO) dan tingkat keasaman (pH). Lihat
Gambar 7. Buoy PLUTO generasi pertama ini
belum memiliki sistem telemetri, sehingga data
harus diunggah secara manual memakai USB yang
dikoneksikan ke laptop.
di Wakatobi (Chandra, 2012).
termoniTOr) in Wakatobi (Chandra, 2012).
Informasi ilmiah tentang hubungan antara variabel
oseanografi dengan keberadaan dan kelimpahan
ikan di sekitar rumpon masih sangat terbatas
(Musbir, 2009). Namun, diketahui secara umum
bahwa faktor oseanografi dan kesuburan perairan
pasti berpengaruh terhadap jumlah ikan di sekitar
rumpon (Doray et al., 2008 dalam Musbir, 2009;
Doray et al., 2009). Ketersediaan teknologi
observasi in-situ dan sedikit inovasi dapat
menjawab permasalahan dan berusaha dicarikan
solusinya, mengenai kurangnya data oseanografi di
sekitar rumpon yang dinyatakan Musbir (2009).
Gambar 7. Data suhu, salinitas, DO, dan pH hasil
pencatatan in-situ dari buoy PLUTO di Wakatobi
(Chandra, 2012).
in-situ measurement from buoy PLUTO in Wakatobi
(Chandra, 2012).
penangkapan ikan di sekitar rumpon (FAD) dengan
parameter lingkungan perairan. Menurut Musbir
(2009), masih jarang dilakukan dan mungkin
belum pernah dilakukan, khususnya untuk
pemantauan perairan sekitar rumpon dengan data
secara menerus (continue).
BAHAN DAN METODE
hasil evaluasi implementasi perekayasaan buoy
PLUTO pada tahun 2010 dan 2013, ditambahkan
kajian referensi terkait, serta teknologi survey dan
instrumentasi terkini.
berikut:
4. Eksplorasi tiap kemungkinan.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
115
dua, dst) yang semakin baik dan sempurna.
HASIL DAN PEMBAHASAN
telah berhasil menyempurnakan buoy PLUTO, dari
generasi pertama (2010) yang belum memiliki
sistem telemetri, menjadi punya sistem telemetri.
Buoy PLUTO ini ditempatkan di Pekalongan (Jawa
Tengah) dan Wakatobi (Sulawesi Tenggara).
Sistem telemetrinya mampu mengukur parameter
suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), dan derajat
keasaman (pH). Hasil sistem telemetri inovasi ini
dapat dilihat pada Gambar 8.
3.1. Identifikasi Masalah
perairan di sekitar rumpon adalah agar dapat
diperoleh data secara menerus, adalah biaya
operasional kapal yang mahal dan waktu melaut
yang tergantung cuaca. Selain itu, pengukuran
memakai penginderaan jauh terbatas hanya suhu
permukaan laut (SPL), salinitas dan klorofil-a yang
juga dari permukaan laut saja, bukan di kolom air
(Simbolon et al., 2013; Minnet, 2009; McClain,
2009; Lagerloef, 2009). Selanjutnya, sering juga
terjadi perbedaan hasil pengukuran. Sebagai
contoh, perbedaan hasil pengukuran suhu
permukaan laut di lapangan (in-situ) dan ex-situ
(citra satelit) di perairan Mentawai rata-rata
sebesar 1 0 C pada bulan Maret dan Mei 2007
(Simbolon et al., 2013). Perbedaan ini umumnya
disebabkan karena pengaruh atmosfer seperti uap
air dan awan. Pengaruh awan dapat menurunkan
suhu pengukuran SPL (suhu permukaan laut)
sampai 1,5 0 C dibandingkan suhu pengukuran
in-situ (Gaol, 2003 dalam Simbolon et al., 2013).
Telah diketahui secara umum, bahwa proses
pengambilan data oleh sensor penginderaan jauh
seperti citra satelit tidak akan mungkin lepas dari
pengaruh awan. Semakin banyak kandungan awan,
maka akan semakin kecil wilayah yang dapat
dideteksi kandungan klorofil dan sebaran suhunya,
demikian pula sebaliknya (Simbolon et al., 2013).
Dengan penjelasan di atas, maka pengukuran in-
situ adalah mutlak diperlukan agar hasil penelitian
dapat lebih presisi dan berkualitas. Suhu yang
dideteksi oleh satelit adalah suhu yang berasal dari
radiasi balik pada permukaan laut (skin sea surface
temperatur), sedangkan suhu aktual kolom air
adalah suhu pada lapisan beberapa centimeter di
bawah permukaan laut (bulk sea surface
temperature).
Untuk menyelesaikan masalah di atas adalah
dengan memakai teknologi buoy, dengan kriteria
sebagai berikut:
klorofil-a.
(on-line).
5. Instalasi mudah dan tidak perlu kapal
khusus.
menyesuaikan angin monsoon, yang
membawa fenomena upwelling dan
Desember-Februari (Gordon, 2005).
Alternatif disain buoy yang bisa dipakai adalah
buoy Ina-TEWS, buoy INAGOOS, dan buoy
PLUTO. Dari hasil yang sudah diperoleh berupa
uji lapangan dan kriteria untuk solusi masalah,
maka buoy PLUTO lebih teruji, lebih mobile, dan
tidak memerlukan kapal khusus untuk instalasinya,
dibanding yang lain (Chandra, 2012;
Mbay & Rahmania, 2010; Pandoe & Djamaluddin,
2009). Dengan demikian, teknologi pemantauan
perairan secara in-situ dengan menggunakan buoy
PLUTO yang dikembangkan P3TKP, Balitbang
KP-KKP adalah solusi tukar pikiran kilat untuk
masalah yang teridentifikasi diatas.
situ di Pekalongan, dengan sistem web (on-line).
Figure 8. Data of temperature, salinity, DO, the result
of recording in Pekalongan, by using web system
( on-line)
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
116
Berdasarkan pengalaman penulis, nelayan di
Pelabuhanratu - Jawa Barat, Pekalongan – Jawa
Tengah, Bitung – Sulawesi Utara, Kendari dan
Wakatobi – Sulawesi Tenggara, Makassar –
sudah sering menggunakan rumpon untuk
memudahkan penangkapan ikan. Di Palabuhanratu,
pembuatan jangkar sampai bersifat massal (lihat
Gambar 9). Di Pekalongan – Jawa Tengah, rumpon
memiliki pengapung yang besar dan dibawa
dengan kapal ukuran 30 GT, lihat Gambar 10.
Umumnya disain rumpon dapat dilihat seperti pada
Gambar 1.
(attractor). Keempat bagian ini tidak dapat
dipisahkan karena merupakan satu kesatuan sistem
rumpon.
aqua, di Palabuhanratu tahun 2013.
Figure 9.The achor size for FAD, compared with Aqua
bottle, at Palabuhanratu, 2013.
30 GT di Pekalongan, Jawa Tengah.
Figure 10.The size of floater for FAD, onboard 30 GT
fishing vessel in Pekalongan.
penelitian tentang sebaran ikan di daerah sekitar
rumpon di wilayah Perancis Polinesia, terdapat
3 bagian ikan bedasarkan sebaran kedalaman.
Lihat gambar 11. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa observasi in-situ di kolom air perlu
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
meningkatkan efisiensi penangkapan ikan, seperti
terbukti hasil penelitian Josse et al. (2000) dengan
hasil tangkapan nelayan di Tahiti.
Gambar 11. Sebaran ikan berdasarkan kedalaman,
menggunakan echosounder SIMRAD EK500. Tipologi
penggerombolan ikan di sekitar rumpon di Tahiti, (a)
“deep scaterred fish”, (b) “intermediate scaterred fish”,
(c) “shallow schooling fish” (Josse et al., 2000).
Figure 11.The fishes distribution based on depth, by
using SIMRAD EK500 echosounder. Tipology of fish
aggregation around FAD in Tahiti, (a)deep scaterred
fish, (b)intermediate scaterred fish, (c)shallow
schooling fish (Josse et al. , 2000).
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
117
Konsep/Prototipe
adaptif dengan penguasaan teknologi dan
kebiasaan nelayan. Pembuatan buoy PLUTO tidak
mengalami perubahan besar (significant), karena
hanya perlu dikait atau diikat dengan rumpon dari
nelayan pada tali tambatannya (mooring line).
Lihat Gambar 12.
diukur terkait dengan rumpon adalah suhu
(Gordon, 2005; Doray et al., 2009; Musbir, 2009;
Simbolon et al., 2013), arus (Gordon, 2005;
Musbir, 2009), salinitas (Gordon, 2005; Doray et
al., 2009), oksigen terlarut (DO) (Sidabutar, 2012;
Doray et al., 2009), dan klorofil a (Sidabutar,
2012; Doray et al., 2009; Simbolon et al., 2013).
Arus laut juga diketahui mempengaruhi
kelimpahan ikan di area rumpon. Ketika kecepatan
arus semakin kuat akan mengharuskan ikan
menggunakan energi yang besar untuk tetap berada
di rumpon.
perairan in-situ di area rumpon, dengan memanfaatkan
buoy PLUTO.
parameter measurement around rumpon area, by using
buoy PLUTO.
efisien pada kondisi arus lemah. Pada kecepatan di
atas 0,5 m/detik sulit ditemukan ikan pelagis kecil
di sekitar rumpon (Musbir, 2009). Selain itu, arus
lintas Indonesia (ITF, Indonesian Throuhflow)
termasuk kencang, khususnya yang melintasi selat
Makassar (Gordon, 2005).
parameter perairan di area rumpon dapat
menggunakan buoy PLUTO yang dikaitkan dengan
rumpon, seperti pada Gambar 12. Semua sensor
dan alat untuk pengukuran parameter-parameter
penting, seperti suhu, salinitas, DO, arus, dan
klorofil-a dapat di tempatkan pada buoy PLUTO.
Jika diperlukan, untuk akurasi yang lebih baik,
dapat ditambahkan dengan sensor cuaca seperti
angin, curah hujan dan suhu udara. Pengiriman
data dapat dilakukan dengan menggunakan
jaringan telepon GSM (contoh Simpati, XL, atau
Mentari), atau jaringan satelit (Iridium).
Pengukuran dapat dilakukan setiap 5 menit,
atau 10 menit, atau 15 menit sesuai dengan
kebutuhan.
memuaskan. Data yang diperoleh secara telemetri
menunjukkan penjelasan kenapa di kolam
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan
tidak ada ikan yang dapat hidup. Lihat Gambar 13.
Gambar 13. Parameter DO (warna biru), parameter
salinitas (warna jingga), parameter suhu (warna hijau)
dari telemetri buoy PLUTO.
parameter (violet color), temperature parameter (green
color) from buoy PLUTO’s telemetry.
Jangkar
(Anchor)
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
118
terlarut (DO) adalah nol (0), dan salinitas
fluktuasinya cukup tinggi. Nilai dua parameter ini
berubah saat terjadi pasang air laut, sekitar jam 12
sampai 16 di siang hari.
Data dari buoy PLUTO di Wakatobi juga
menunjukkan hasil yang bagus, dimana nilai
parameter-parameter perairan yang diukur relatif
sama dengan yang dilakukan Tadjuddah et al.,
(2013). Nilai parameter temperatur sekitar
24-31 0 C, salinitas 30-33 ppt, DO > 3,5 ppm, dan
nilai pH 7,8-8.
KESIMPULAN DAN SARAN
dilakukan, maka dapat disimpulkan hasil sebagai
berikut:
dilakukan untuk meningkatakan efisiensi
penangkapan ikan berdasarkan pola
parameter lingkungan perairan.
suhu, salinitas, arus, DO, pH dan
kesuburan perairan (klorofil a). Serta dapat
ditambahkan sensor cuaca jika dibutuhkan.
c. Teknologi buoy PLUTO adalah pilihan
yang positif untuk aplikasi observasi in-
situ perairan sekitar rumpon.
adalah, perlunya uji implementasi buoy PLUTO
yang dapat dilakukan pada tahun 2014 dan
hasilnya dapat dipakai pada tahun 2015. Dukungan
institusi dan kerjasama dengan nelayan sangat
menentukan keberlanjutan pemanfaatan buoy
Chandra, H. (2012). Perekayasaan buoy pluto
untuk memantau kualitas perairan
Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Jurnal
Kelautan Nasional, 7(3), 166-174.
aggregating device (FAD) research: gaps
in current knowledge and future directions
for ecological studies. Reviews in Fish
Biology and Fisheries, 14(1), 21-42.
Gates, P., Cusack, P., & Watt, P. (1996). South
Pacific Commision fish aggregating device
(fad) manual. Volume II, rigging deep-
water fad moorings. Copyright South
Pacific Commision 1996, Noumea, New
Caledonia.
Josse E., & Reynal L. (2009). The
Influence of the environment on the
variability of monthly tuna biomass aroung
a moored, fish aggregating device. ICES
Journal of Marine Science, 66(6): 1410-
1416.
Indonesian seas and their throughflow.
Oceanography, 18(4), 14-27.
Typology and behaviour of tuna
aggregations around fish agregating
Polynesia. Aquatic Living Resources
salinity measurement. In J. H. Steele, S. A.
Thorpe, & K. K. Turekian (Eds.),
Measurement Techniques, Platforms and
ocean sciences (2 nd
buoy pantai untuk mendukung kegiatan
perikanan budidaya di Kepulauan Seribu.
Jurnal Kelautan Nasional, 5(3), 175-187.
McClain, CR. (2009). Satellite Remote Sensing:
Ocean Colour. In J. H. Steele, S. A.
Thorpe, & K. K. Turekian (Eds.),
Measurement Techniques, Platforms and
ocean sciences (2 nd
Thorpe, & K. K. Turekian (Eds.),
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013
Teknologi Buoy untuk Observasi In-Situ Perairan Sekitar Rumpon
119
ocean sciences (2 nd
oseanografi dengan penangkapan ikan
Flores, Sulawesi Selatan. Prosiding
Indonesian Tsunami Buoy Development
Purbayanto, A., Riyanto, M., & Fitri, ADP.
(2010). Fisiologi dan tingkah laku ikan
pada perikanan tangkap. Bogor,
Kampus IPB Taman Kencana.
Jakarta. Prosiding Seminar Nasional
Perikanan Indonesia 13-14 November
upwelling sebagai indikator daerah
Mentawai. Jurnal Teknologi dan
Institut Pertanian Bogor.
Wiyono, ES. (2013). Parameter biologi
ikan kerapu (epinephelus sp.) Hasil
tangkapan di perairan Taman Nasional
Wakatobi, Sulawesi Tenggara Indonesia.
Jurnal Teknologi dan Manajemen
Vol. 8, No. 3, Desember 2013 JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20 GT di Palabuhanratu
120
DI PALABUHANRATU
IN PALABUHANRATU
Daud S.A. Sianturi dan Sofiyan M. Permana Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP, KKP,
Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta, 14430
e-mail: [email protected]
Diterima tanggal: 7 Mei 2013, diterima setelah perbaikan: 14 November 2013, disetujui tanggal:2 Desember 2013.
ABSTRAK
Stabilitas merupakan salah satu aspek keselamatan dari sebuah desain kapal. Penelitian ini dilakukan di Palabuhanratu
menggunakan desain kapal ikan berukuran 20 GT. Pada penelitian ini dilakukan analisis stabilitas pada 5 kondisi
pembebanan kapal sehingga menghasilkan kapal yang baik sesuai standarisasi yang telah ditetapkan. Analisis stabilitas
yang digunakan untuk mendapatkan lengan penegak GZ dilakukan dengan bantuan perangkat lunak untuk periode
oleng menggunakan rumus International Maritime Organization (IMO) dan untuk mengetahui tinggi gelombang
menggunakan rumus angkatan laut Jerman. Dari hasil penelitian menunjukkan kelima kondisi pembebanan yang terjadi
di kapal memiliki stabilitas yang baik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh International Maritime
Organization (IMO), periode oleng yang terjadi pada kapal berdasarkan kelima kondisi pembebanan berkisar 2,47-3,04
detik dan tinggi gelombang maksimal yang diterima oleh kapal sebesar 1,41 m dengan panjang gelombang sebesar 15,2
m.
ABSTRACT
Stability is one of the safety aspects of a ship design. This research was carried out at Palabuhanratu by using 20 GT
fishing vessel design. This research investigated stability analysis for five ship loading conditions in order to produce a
good ship with appropriate standardization which has been established. Stability analysis, which is used to obtain
righting lever GZ, is conducted by the use of software, whereas the rolling period is calculated using the International
Maritime Organization (IMO) formula and the calculation of wave height is carried out using German’s navy formula.
The result of research showed that the five loading conditions that occur in ship have good stability in accordance with
International Maritime Organization (IMO) criteria. The rolling period of the fifth loading conditions varied between
2,47 seconds and 3,03 seconds, whilst the maximum wave height of the ship is 1,41 m together with wavelength of 15,2
m.
PENDAHULUAN
dunia dan negara yang sebagian besar wilayahnya
terdiri dari laut. Usaha perikanan di laut menjadi
tulang punggung perekonomian bagi Indonesia.
Untuk menunjang hasil perikanan di laut
dibutuhkan kapal ikan yang handal dalam aspek
keselamatan para nelayan di atas kapal. Untuk itu
diperlukan kapal ikan yang dirancang sesuai
dengan persyaratan stabilitas yang berlaku, dalam
hal ini mengikuti standar keselamatan yang
ditetapkan oleh International Maritime
mengabaikan aspek stabilitas, yang merupakan
aspek yang sangat penting dalam keselamatan
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013
Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20 GT di Palabuhanratu
121
memiliki sudut oleng yang kecil.
Pada Penelitian ini didesain sebuah kapal ikan
dengan ukuran 20 GT untuk wilayah
Palabuhanratu, Jawa Barat. Dengan ukuran GT
yang lebih kecil dari 30 GT sedangkan posisi
Palabuhanratu yang terletak di selatan Pulau Jawa
memungkinkan hasil stabilitas kapal ikan harus
baik akibat hantaman gelombang laut Samudera
Hindia.
motion) yang diakibatkan adanya gaya dari luar
maupun dari dalam kapal itu sendiri. Gerakan itu
antara lain, gerak lambung atau surging motion
(gerakan kapal ke arah depan dan belakang kapal),
gerak lenggang atau swaying motion (gerakan
kapal ke arah samping), gerak lonjak atau heaving
motion (gerakan kapal pada arah tegak) , gerak
oleng atau rolling motion ( gerak kapal dengan
sumbu putar yang membujur kapal dan melalui
titik berat kapal), gerak angguk atau pitching
motion (gerak kapal dengan sumbu putar yang
melintang kapal dan melalui titik berat kapal), dan
gerak joli atau yawing motion (gerak rotasi kapal
di atas gelombang dengan sumbu putar garis tegak
yang kira-kira melalui titik berat kapal) (Soegiono
et al.,2006)
adalah gerak oleng atau rolling motion, sering
juga disebut sebagai stabilitas melintang dari
kapal. Gerakan ini sangat beresiko terhadap
keselamatan kapal. Jika sebuah kapal tidak
memiliki stabilitas yang baik, dapat membuat
kapal terbalik atau tenggelam.
vertikal) terhadap besarnya muatan yang diangkut
kapal, dimana nilai KG ini berpengaruh pada
kestabilan kapal (Marjoni et al., 2010).
Adanya perubahan displacement akibat modifikasi
palka ikan pada kapal akan berpengaruh pada
stabilitas kapal berupa perubahan nilai GM (Hadi
et al., 2012 ). Adapun GM merupakan jarak titik
gravitasi ke titik metasentra secara melintang
kapal.
besar rasio lebar dan tinggi kapal maka semakin
baik stabilitas kapal, semakin besar rasio lambung
timbul dan lebar kapal maka semakin baik
stabilitas kapal (Paroka et al., 2012)
Pada penelitian ini dilakukan analisa stabilitas
statis dan dinamis dari kapal ikan untuk
mengetahui nilai GZ sebagai acuan penentuan
stabilitas yang baik, penentuan periode oleng dan
tinggi gelombang yang mampu diterima kapal.
Analisa dilakukan dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak dan rumus perhitungan.
BAHAN DAN METODE
adalah jenis kapal ikan 20 GT dengan ukuran
utama (principal dimensions) terlihat pada
Tabel 1.
Table 1. Principal dimensions of ship
Data Kapal Ukuran
pembagian 5 kondisi pembebanan yang terjadi di
kapal yaitu:
cadangan kelistrikan, baling-baling, poros
Pada kondisi ini kapasitas tangki bahan bakar
kiri (0%), tangki bahan bakar kanan (0%),
tangki air tawar (0%), ruang muat 1 (0%),
ruang muat 2 (0%), dan ruang muat 3 (0%).
2. Kapal berangkat menuju fishing ground
Pada kondisi ini kapasitas tangki bahan bakar
kiri (100%), tangki bahan bakar kanan
(100%), tangki air tawar (100%), ruang muat
Vol. 8, No. 3, Desember 2013 JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20 GT di Palabuhanratu
122
3 (30%).
hasil tangkapan 50 %.
tangki air tawar (70%), ruang muat 1 (50%),
ruang muat 2 (50%), dan ruang muat 3 (50%).
4. Kapal beroperasi di fishing ground dengan
hasil tangkapan 100 %.
tangki air tawar (50%), ruang muat 1 (100%),
ruang muat 2 (100%), dan ruang muat 3
(100%) .
hasil tangkapan 0 %.
tangki air tawar (30%), ruang muat 1 (0%),
ruang muat 2 (0%), dan ruang muat 3 (0%).
Untuk posisi dari tangki bahan bakar kiri, tangki
bahan bakar kanan, tangki air tawar, ruang muat
1, ruang muat 2, dan ruang muat 3 dapat dilihat
pada Gambar 1.
Tahapan selanjutnya melakukan analisis stabilitas
dengan bantuan perangkat lunak untuk
mendapatkan nilai lengan penegak (GZ) dan nilai
luasan kurva untuk 5 kondisi yang telah
ditetapkan.
disesuaikan dengan kriteria umum stabilitas kapal
ikan yang dikeluarkan oleh International
Maritime Organization (IMO, 2002),
diperlihatkan pada Tabel 2.
Kriteria Nilai Kriteria IMO
GZ max pada sudut 30 0 atau lebih ≥ 0,2 m
sudut GZ max ≥ 25 deg
GM0 ≥ 0,150 m
kapal ikan 20 GT ini. Penentuan periode oleng
kapal akan menggunakan rumus yang ditetapkan
oleh International Maritime Organization (IMO),
seperti di bawah ini:
= Periode oleng (detik)
rumus yang telah ditetapkan oleh angkatan laut
Jerman (Biran et al., 2013):
(2)
dimana:
20 GT dengan ukuran utama sesuai dengan
Tabel 1, dimana keadaan kapal bebas mengalami
trim dan menggunakan massa jenis air laut
sebesar 1,025 tonne/m 3 . posisi-posisi distribusi
pembebanan tangki air tawar, tangki bahan bakar
kiri, tangki bahan bakar kanan, ruang muat 1,
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013
Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20 GT di Palabuhanratu
123
ruang muat 2, dan ruang muat 3 dapat dilihat pada
Gambar 1 serta persentase kapasitas disesuaikan
dengan 5 kondisi yang telah ditetapkan.
Tabel 3. Nilai kriteria stabilitas kapal ikan untuk 5 kondisi yang berbeda
Table 3. Fishing vessel stability criteria value for 5 different conditions
Kriteria Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Kondisi 4 Kondisi 5
0 0 – 30
0 0 – 40
30 0 – 40
0 7,852 6,598 5,704 6,522 7,428
GZ max pada sudut 30 0 atau lebih 1,086 0,845 0,716 0,860 1
sudut GZ max 70 80 80 80 70
GM0 1,572 1,297 1,038 1,116 1,497
Dari Tabel 3 diperlihatkan nilai untuk berbagai
kondisi sesuai dengan kriteria IMO dan dapat
dilihat nilai KG, GZ dan GM memiliki nilai yang
berbeda pada tiap kondisi pembebanan yang
terjadi di kapal, akan tetapi memiliki bentuk
grafik stabilitas statis yang hampir sama (Gambar
2).
semula setelah terjadinya oleng, sedangkan pada
grafik GZ bernilai negatif (kapal tidak memiliki
momen pengembali pada saat kapal oleng) terjadi
setelah sudut 180 0 pada kondisi 1 sampai 5.
Bentuk dari grafik GZ tergantung pada bentuk
lambung dan besaran komposisi muatan
(Gudmundsson, 2009). Untuk lengan penegak
maksimum (GZmax) yang terjadi di kapal memiliki
nilai yang berbeda dan terjadi pada sudut tertentu
pada kondisi 1 sampai kondisi 5, nilai maksimum
GZ yang terjadi adalah stabilitas maksimum yang
terjadi di kapal.
memiliki nilai MG yang positif dimana titik
metacentra (M) berada di atas titik gravity (G), ini
memperlihatkan stabilitas yang terjadi pada kapal
baik. Nilai KG memiliki besaran yang berbeda
pada kondisi 1 sampai 5, hal ini disebabkan
perbedaan komposisi pembebanan pada tiap
kondisi.
kapal ketika sedang bergerak (khususnya pada
saat oleng). Sebuah energi pada kemiringan
sebuah kapal pada sudut tertentu diperlukan untuk
menetralkan momen stabilitas statis
dinamis yang merupakan luasan di bawah grafik
lengan penegak (GZ) sampai sudut kemiringan
tertentu, pada ujung grafik stabilitas dinamis akan
mempunyai garis singgung yang sejajar sumbu
absis hal ini terjadi pada saat grafik stabilitas statis
menyentuh nol. Bentuk grafik stabilitas dinamis
pada kelima kondisi hampir sama, yang
membedakan adalah nilai dari grafik stabilitas
dinamis pada tiap kondisi, hal ini disebabkan oleh
perbedaan berat muatan tiap kondisi. Begitu juga
yang telah dilakukan oleh Prasetyo et al. (2012)
bahwa stabilitas dinamis dipengaruhi oleh lengan
pengembali.
disesuaikan dengan kriteria stabilitas menurut
IMO yang dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai-nilai
kelima kondisi telah terpenuhi sesuai kriteria yang
ditetapkan IMO, ini membuktikan kapal dapat
kembali ke posisi semula setelah terjadi oleng
akibat adanya gaya yang terjadi pada kapal.
Dengan menggunakan persamaan 1 maka nilai
periode oleng yang dihasilkan pada kondisi kapal
muatan kosong sebesar 2,47 detik; untuk kondisi
kapal berangkat menuju fishing ground sebesar
2,72 detik; untuk kondisi kapal beroperasi di
fishing ground dengan hasil tangkapan 50%
sebesar 3,04 detik; untuk kondisi kapal beroperasi
di fishing ground dengan hasil tangkapan 100%
sebesar 2,93 detik; dan untuk kondisi kapal
meninggalkan fishing ground dengan hasil
tangkapan 100% sebesar 2,53 detik.
Vol. 8, No. 3, Desember 2013 JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20 GT di Palabuhanratu
124
Gambar 2. Kurva stabilitas statis dan dinamis pada berbagai kondisi
Figure 2. Static and dynamic stability curve for different conditions
Menurut Bhattacharyya (1978) standar periode
oleng yang terjadi pada kapal ikan adalah 5,5-7,0
detik. Standar ini disesuaikan kenyamanan kru di
atas kapal. Nilai kurang dari 5,5 menyebabkan
kapal menjadi kaku, menyentak-nyentak dan
berimbas pada ketidaknyamanan kru di atas kapal
(Fahrum, 2006), sedangkan nilai melebihi 7,0
akan membahayakan stabilitas kapal, maksudnya
adalah, pada saat kapal oleng, waktu momen
pengembalian yang lama akan sangat berbahaya
bagi kapal ketika terjadi gaya luar susulan secara
beruntun dan kapal dapat terbalik. Pada penelitian
GZ maks.
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
G Z
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
G Z
Stabilitas
statis
stabilitas
dinamis
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
G Z
hasil tangkapan 50 %
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
G Z
hasil tangkapan 100 %
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
G Z
hasil tangkapan 100 %
Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20 GT di Palabuhanratu
125
detik. Bila dibandingkan dengan kriteria
Bhattacaryya (1978) maka dapat disimpulkan
bahwa kapal ikan tersebut tidak stabil dan dapat
mengancam keselamatan kapal. Kondisi ini dapat
diatasi dengan penambahan sirip lunas/bilge keel
pada bagian bawah kapal.
menggunakan persamaan 2.
sebesar 15,2 m (diambil panjang dari deck kapal)
maka dihasilkan tinggi gelombang sebesar 1,41 m,
dimana kapal diasumsikan mengalami gelombang
sinusoidal. Dari hasil tersebut dapat diartikan
bahwa, dengan tinggi gelombang di atas 1,41 m
akan memberikan resiko yang besar terhadap
kestabilan kapal.
kapal ikan 20 GT di Palabuhanratu dimana
kondisi stabilitas statis memenuhi kriteria
IMO, tetapi karakteristik dinamis (stabilitas
rolling) tidak memenuhi kriteria periode
rolling yang aman dan nyaman sesuai kriteria
Bhattacaryya.
dimana titik metacentra (M) berada di atas
titik gravity (G), hal ini memperlihatkan
kondisi stabilitas statis yang terjadi pada
kapal adalah baik sesuai dengan kriteria IMO.
3. Menurut referensi Bhattacaryya 1978 nilai
periode oleng minimal adalah 5 detik
sedangkan yang terjadi pada kapal dengan
kelima kondisi pembebanan berkisar 2,47–
3,04 detik. Artinya periode rolling/oleng kapal
ikan lebih rendah sekitar 40% dari persyaratan
minimal sehingga kapal tersebut tidak
nyaman. Untuk mengatasinya, antara lain,
dapat dilakukan dengan perubahan
direkomendasikan.
oleh kapal sebesar 1,41 m dengan panjang
gelombang sebesar 15,2 m sehingga dapat
memperhitungkan resiko yang diterima kapal
akibat gelombang tinggi.
nilai periode oleng sesuai dengan kriteria yang
diharapkan.
Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan
dan Perikanan atas dana APBN yang digunakan
untuk kegiatan riset kajian rancangan kapal ikan
20 GT .
DAFTAR PUSTAKA
Elsevier.
keselamatan operasional kapal pole and
line pada gelombang beam seas.
Unpublished doctoral dissertation. Institut
related to small fishing vessel stability.
Roma: FAO Fisheries and Aquaculture
Technical Paper.
performance kapal ikan tradisional KM.
Rizky Mina Abadi dengan adanya
modifikasi palka ikan berinsulasi
International Maritime Organization. (2002).
ships covered by IMO Instruments. London:
IMO Publication.
seine di Pelabuhan Perikanan Pantai
Lampulo Kota Banda Aceh Nanggroe Aceh
Darussalam. Jurnal Marine Fisheries, 1 (2),
113 – 122.
pole and line KM Aldeis di Pelabuhan
Vol. 8, No. 3, Desember 2013 JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20 GT di Palabuhanratu
126
Tropis, 7 (1), 21-26.
Haswar. (2012). Pengaruh karakteristik
Inovasi Teknologi Kelautan. Surabaya,
(2012). Analisa stabilitas dinamis ecogreen
barge pada operasi towing. Jurnal Teknik
POMITS, 1(1), 1-6
bangunan kapal 2. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
perkapalan (4 th
ed.). Surabaya: Airlangga
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013
Teknologi Pengkayaan Unsur-unsur N, P, Fe pada Rumput Laut Gracilaria verrucosa
127
PADA RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa
ENRICHMENT TECHNOLOGY OF N, P, Fe ELEMENTS TO SEAWEE Gracilaria verrucosa
Eka Rosyida 1 , Enang H. Surawidjaja
1 , Sugeng H. Suseno
2 dan Eddy Supriyono
Kampus IPB Dramaga, Bogor, Indonesia
e-mail : [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]
Diterima tanggal: 19 Mei 2014, diterima setelah perbaikan: 20 November 2014, disetujui tanggal: 2 Desember 2014
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji respon pertumbuhan Gracilaria verrucosa melalui teknologi pengkayaan N,P
dan Fe sebagai unsur hara makro dan mikro ke dalam media budidaya. Metode penelitian menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu tanpa pengkayaan nutrien/non-enriched (A),
pengkayaan N (B), pengkayaan N+P (C) dan pengkayaan N+P+Fe (D). Hasil penelitian menunjukkan pengkayaan
N+P+Fe memberi pengaruh yang lebih tinggi terhadap pertumbuhan G. verrucosa dan berbeda secara signifikan
dengan perlakuan lainnya (p<0.05). Disamping itu, klorofil dan konsentrasi N, P, Fe pada rumput laut juga terdeteksi
lebih tinggi pada perlakuan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan teknologi pengkayaan dengan menggunakan
kombinasi unsur hara makro (N,P) dan mikro (Fe) dalam budidaya G. verrucosa dapat meningkatkan pertumbuhan
secara signifikan sehingga dapat dipertimbangkan untuk diaplikasikan dalam budidaya rumput laut tersebut. Meskipun
secara umum kadar dan karakteristik physico-kimia agar lebih baik pada perlakuan pengkayaan N+P, namun kadar agar
dan gel strengthnya tidak berbeda dengan perlakuan pengkayaan N+P+Fe.
Kata kunci: pengkayaan, pertumbuhan, klorofil, kadar agar, physico-kimia agar
ABSTRACT
This study was aimed to assess the growth response of Gracilaria verrucosa after enrichment of N, P and Fe nutrients
to the cultivation medium. The experiment was a complete randomized design with four treatments and in triplicate :
non-enriched (A); enriched with N (B); enriched with N+P (C); and enriched with N+P+Fe (D). The results showed
N+P+Fe treatment affect significantly higher on growth of G. verrucosa and significantly different compare to others
(p<0.05). In addition, the seaweed chlorophyll content and N,P,Fe tissue retained were also high in those treatment.
Hence, enrichment technology with the application of both macro (N, P) and micro (Fe) elements would become
considerable to the massive culture of seaweed. Eventhough in general the yield and properties of agar revealed a good
performance in N+P treatment,however,the agar content and gel strength was not different with N+P+Fe treatment.
Keywords: enrichment, growth, chlorophyll, agar yield, physico-chemistry of agar
PENDAHULUAN
yang sangat penting untuk berbagai industri,
misalnya industri makanan, kertas, obat-obatan,
dll. Kualitas alga merah ini selain ditekankan pada
kandungan agar, juga dilihat dari kekuatan gel agar
(agar gel strength) sesuai aplikasi dan
penggunaannya secara komersial.
pertumbuhan, reproduksi dan biokimia dari rumput
laut adalah nutrien (Macler, 1986; Cole dan
Sheath, 1990; Lobban dan Harrison, 1997),
disamping faktor cahaya, pergerakan arus dan
salinitas. De Boer (1981) menegaskan inorganic
nutrien yang terdapat diperairan merupakan faktor
pembatas yang sangat penting dalam produktivitas
rumput laut. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis
yang menunjukkan ada sekitar 56 unsur nutrien
yang terdapat dalam jaringan rumput laut tersebut.
Teknologi Pengkayaan Unsur-unsur N, P, Fe pada Rumput Laut Gracilaria verrucosa
128
penelitian teknologi pengkayaan nutrien untuk
meningkatkan perumbuhan dan produksi
berkembang cukup luas, dimana hasil budidaya
dipengaruhi oleh kondisi yang bervariasi, seperti
sumber air, iklim terutama terkait cahaya
matahari/hujan, dll. Kondisi lingkungan yang
berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya
di Indonesia menyebabkan kualitas agar yang
diperoleh dan harga dipasaran berbeda pula.
Penerapan sistem budidaya rumput laut umumnya
hanya mengandalkan air yang tersedia yang
berada disekitar tambak, sementara pada sebagian
pembudidaya ada pula yang menambahkan
Nitrogen (N) atau N+P (phosphate)/NPK (kalium)
untuk meningkatkan pertumbuhan Gracilaria.
pernah diaplikasikan dalam budidaya Gracilaria,
sedangkan unsur ini diketahui juga penting dalam
pertumbuhan sel alga merah tersebut (Liu et al.,
2000; Kakita dan Kamishima, 2007). Fe
merupakan diantara unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh semua alga, dan secara umum berfungsi
membantu aktivasi kerja enzim (De Boer, 1981).
Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji respon pertumbuhan G. verrucosa
melalui teknologi pengkayaan N,P dan Fe sebagai
unsur hara makro and mikro ke dalam media
budidaya. Hasil panen yang berasal dari perlakuan
pengkayaan yang berbeda diharapkan dapat
memberi gambaran tentang kualitas rumput laut
dan agar yang dihasilkan.
Gracilaria verrucosa
Budidaya dilakukan di Balai Pengembangan
Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Desa
Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar, Karawang,
Jawa Barat. Media budidaya adalah wadah persegi
berukuran 2x1,5x0,80 (m) terbuat dari bambu
dilapisi terpal plastik berwarna biru. Untuk
menjamin adanya sinar matahari dan menghindari
jatuhnya air hujan ke media budidaya, pada sekitar
1,5 m di atas media ditempatkan atap plastik
bening transparan. Pada tiap wadah dipelihara
rumput laut sebanyak 15 kg dengan volume air
mencapai 1,5 m 3 . Sumber air berasal dari saluran
yang digunakan untuk mengairi tambak di sekitar
Balai.
penggantian air dilakukan setiap 3 hari sekali
(Truno, 1988) sebesar 50% dari air media. Sebagai
sumber N adalah Urea (46% N), P adalah SP (36%
P2O5) dan Fe adalah FeCl3.6H2O. Sebelum dan
setelah periode budidaya, dilakukan pengukuran
terhadap parameter kualitas air meliputi salinitas,
suhu, oksigen terlarut (DO), dan pH, serta
pengukuran terhadap kandungan N,P, dan Fe
dalam air media dan jaringan thallus rumput laut.
Penelitian pengkayaan ini merupakan bagian dari
penelitian yang berkelanjutan, dimana data yang
diinginkan adalah data pertumbuhan optimum
untuk kemudian dibuat perlakuan lanjutan. Oleh
sebab itu, penelitian ini dilakukan selama 2 minggu
dengan pertimbangan rumput laut dapat mencapai
pertumbuhan maksimumnya pada fase 2-3 minggu
apabila budidaya dilakukan di bak terkontrol. Hal
ini mengacu pada hasil-hasil penelitian
sebelumnya, dimana Gracilaria sp. yang diberi
urea dan TSP atau yang memanfaatkan limbah
ekskresi udang pertumbuhannya meningkat di 2-3
minggu pertama, dan kemudian terus menurun
hingga akhir penelitian (Patadjai, 1993; Marinho-
Soriano et al. 2002; Sakdiah, 2009). Penelitian
menggunakan konsentrasi nutrien yang terpilih
pada percobaan pendahuluan, yaitu masing-masing
N=50 ppm, P=5 ppm dan Fe=2 ppm. Setelah 2
minggu pemeliharaan, rumput laut dipanen dan di
timbang. Rumput laut segar diambil sebanyak
masing-masing 50 g untuk tiap perlakuan untuk
keperluan analisis klorofil, serta kandungan N,P,Fe
thallus. Selanjutnya, sisa dari rumput laut
dikeringkan untuk kemudian dianalisa kandungan
agar dan karakteristik physico-kimia agarnya.
2.2. Rancangan Percobaan
dengan 4 perlakuan dan masing-masing dibuat 3
ulangan, yaitu tanpa pengkayaan nutrien (A),
pengkayaan N (B), pengkayaan N+P (C) dan
pengkayaan N+P+Fe (D) ke dalam air media
budidaya.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013
Teknologi Pengkayaan Unsur-unsur N, P, Fe pada Rumput Laut Gracilaria verrucosa
129
Growth Rate = DGR), perhitungan dilakukan
berdasar Lignell et al. (1987) dalam Villanueva et
al. (2009) sebagai berikut :
- 1] x 100
sampel rumput laut seberat 0,5 g (berat basah),
ditiriskan, lalu dilumatkan dengan
mortar/penumbuknya dalam buffer solution
sel. Hasil ekstraksi dituang ke dalam tabung
centrifuge hingga 10 ml lalu di-centrifuge selama
20 menit pada 2500 rpm sehingga menghasilkan
larutan yang mengandung pellet. Pellet kemudian
direndam kembali di dalam 5 ml aceton 80%
(reagen analis) dan diaduk dengan homogenizer
untuk mengekstraksi klorofil. Sample kemudian di-
centrifuge kembali selama 20 menit pada 2500
rpm, lalu dibaca pada absorbance 664 nm untuk
klorofil dan 710 nm larutan blanko.
Uji terhadap N dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer pada kisaran 0,1 sampai 2,0 mg/L
dengan menggunakan metode brusin dengan alat
spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm.
Sedangkan penentuan kadar phosfat dengan
metode spektrofotometer secara asam askorbat
(SNI 06-6989.31-2005) pada kisaran kadar 0,0 mg
P/L sampai dengan 1,0 mg P/L. Untuk pengukuran
Fe secara fotometris dengan sistem warna
mengikuti hukum Beer pada panjang gelombang
510 nm.
50 g rumput laut kering, dan direndam dalam
larutan kaporit 0,25 % selama 3 x 24 jam, dibilas
dan dibersihkan, lalu direndam air tawar selama 3
jam. Sesudah itu, rumput laut direndam H2SO4 0,1
% selama 15 menit dan dicuci sampai bersih, lalu
direndam air tawar kembali selama 15 menit.
Selanjutnya, rumput laut dimasak dengan aquadest
sebanyak 1500 mL, disaring dan dituang ke dalam
baki dan dikeringkan. Agar yang telah kering
kemudian ditimbang. Kandungan agar dalam
rumput laut kering (rendemen/yield) dihitung
setelah di ekstraksi :
(b/v), dipanaskan selama 10 menit sambil diaduk.
Larutan panas dimasukkan ke dalam cetakan
berdiameter 3 cm dengan tinggi 4 cm. Larutan agar
dibiarkan membentuk gel selama semalam.
Pengukuran dilakukan dengan alat texture analyser
dengan probe seluas 0,9123 cm 2 . Sampel
diletakkan di bawah probe dan dibawah penekanan
beban 97 g. Tinggi kurva diukur dengan
menggunakan jangka sorong.
dengan konsentrasi 1,5 % dipanaskan dalam bak
air mendidih sambil di aduk secara teratur sampai
suhu mencapai 75 o C, kemudian nilai viscositas
dapat diketahui dengan pembacaan pada skala 1
sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah 1 menit
putaran penuh 2 kali untuk spindle no.1.
Uji kadar abu (AOAC, 2000) dilakukan dengan
memasukkan sampel seberat 2-3 g ke dalam
cawan kering yang telah diketahui bobotnya,
kemudian dipijarkan dalam tanur 600 o C sampai
diperoleh abu berwarna keputihan.Cawan dan abu
dimasukkan ke dalam desikator dan di timbang beratnya setelah dingin. Cawan dan abu
dimasukkan ke dalam tanur selama 30 menit dan
dimasukkan dalam desikator. Setelah dingin
ditimbang kembali, dan perlakuan terus diulang hingga diperoleh berat abu yang konstan. Kadar
abu ditentukan berdasarkan rumus:
ditambahkan 10 mL BaCl2 10% di atas pemanas
air selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring
dengan kertas saring whattman 1 lalu dicuci
dengan akuades mendidih hingga bebas klorida.
Vol. 8, No. 3, Desember 2013 JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Teknologi Pengkayaan Unsur-unsur N, P, Fe pada Rumput Laut Gracilaria verrucosa
130
diabukan pada suhu 1000 o C. Abu didinginkan
dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan
kadar sulfat adalah:
dibagi massa atom relative
memasukkan sampel 5 g ke dalam cawan yang
telah dikeringkan dalam oven 100-102 o C selama
15 menit dan telah diketahui bobotnya. Sampel
dalam cawan dikeringkan selama 6 - 16 jam
(suhu 100-102 o C). Cawan kemudian dipindahkan
ke dalam desikator sampai bobotnya tetap
kemudian ditimbang kembali. Kadar air (%)
diperoleh dari:
(oneway anova, p < 0.05), dilanjutkan dengan
posthoc Fisher (LSD) menggunakan program
MS Excel dan SPSS. Hubungan antar parameter
dianalisis menggunakan pearson correlation.
pertumbuhan G. verrucosa pada penelitian ini
(p<0.05). Laju pertumbuhan rumput laut dapat
mencapai hingga 3.23±0.18 % perhari setelah
dibudidaya dalam bak-bak terkontrol (Gambar 1).
Posthoc comparison menunjukkan bahwa