Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

54

Click here to load reader

Transcript of Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Page 1: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR

Volume 8 / No. 1, Juli 2013

Ir. Syahrozi, MT

MORFOLOGI BENTUK TAMPAK

(Studi Kasus Huma Gantung Buntoi)

dr. Nawan, M.Ked.Trop KESADARAN TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP

KINERJA PROYEK KONSTRUKSI

Ir. Hibnu Mardhani, MT

PEMANFAATAN LAHAN KOSONG DALAM KOTA

MEJADI RUANG TEBUKA HIJAU

(TAMAN TERANTANG SUKAMARA)

Yesser Priono, M.Sc

THE POTIENTALS OF TOURISM PRODUCT IN THE DEVELOPMENT OF TANGKILING

TOURISM VILLAGE IN BUKIT BATU

SUB-DISTRICT, CENTRAL KALIMANTAN

AS AN EFFORT TO SUPPORT ENVIRONMENT CONSERVATION

Subrata Aditama K.A. Uda, ST., MT

Wiwit Whindari, ST ANALISIS RUGI LABA DAN BREAK EVEN POINT

PADA PROYEK PERUMAHAN KPR WENGGA BUMI RAYA

KPR WENGGA BUMI RAYA III DI SAMPIT

Page 2: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR

Volume 8 / No. 1, Juli 2013

Ir. Syahrozi, MT

MORFOLOGI BENTUK TAMPAK

(Studi Kasus Huma Gantung Buntoi)

dr. Nawan, M.Ked.Trop KESADARAN TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP

KINERJA PROYEK KONSTRUKSI

Ir. Hibnu Mardhani, MT

PEMANFAATAN LAHAN KOSONG DALAM KOTA

MEJADI RUANG TEBUKA HIJAU

(TAMAN TERANTANG SUKAMARA)

Yesser Priono, M.Sc

THE POTIENTALS OF TOURISM PRODUCT IN THE DEVELOPMENT OF TANGKILING

TOURISM VILLAGE IN BUKIT BATU

SUB-DISTRICT, CENTRAL KALIMANTAN

AS AN EFFORT TO SUPPORT ENVIRONMENT CONSERVATION

Subrata Aditama K.A. Uda, ST., MT

Wiwit Whindari, ST ANALISIS RUGI LABA DAN BREAK EVEN POINT

PADA PROYEK PERUMAHAN KPR WENGGA BUMI RAYA

KPR WENGGA BUMI RAYA III DI SAMPIT

Page 3: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

i ISSN 1907 - 8536

JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Volume 8 / No. 1, Juli 2013 Jurnal Perspektif Arsitektur merupakan media komunikasi keilmuan dan keprofesian bidang

arsitektur. Majalah ini diterbitkan atas kerjasama Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

Palangka Raya (UNPAR) dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalimantan Tengah. Jurnal ini

terbit pada setiap bulan Juli dan Desember.

R E D A K S I

Penerbit Publisher

: Jurusan Arsitektur UNPAR

Pelindung Patron

: Dekan Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Pusat

Penanggung Jawab Chairman

: Ketua Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya

Pemimpin Redaksi Editor in Chif

: Yesser Priono, ST., M.Sc

Sekretaris Secretary

: Giris Ngini, ST

Redaksi Pelaksana Editorial Team

: Theresia Susi, ST., MT Elis Sri Rahayu, ST., MT Wijanarka, ST., MT

Dewan Redaksi Editorial Board

: Dr. Indrawan Permana Kamis, ST., MA Ir. Syahrozi, MT Ir. Doddy Soedigdo, IAI Ir. Hibnu Mardani, MT., IAI

Alamat Redaksi Editor’s Address

: Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Jl. H Timang Kampus Tunjung Nyaho Unpar Palangka Raya 73112 Telp / Fax (0536) 3226487 e-mail : [email protected]

Page 4: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 ii

JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Volume 8 / No. 1, Juli 2013

Daftar Isi

Redaksi i Daftar Isi ii Nama Penulis Judul Hal

Ir. Syahrozi, MT Morfologi Bentuk Tampak (Studi Kasus Huma Gantung Buntoi)

1 – 12

dr. nawan, M.Ked.Trop

Kesadaran Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Proyek Konstruksi

13 – 16

Ir. Hibnu Mardhani, MT

Pemanfaatan Lahan Kosong Dalam Kota

Mejadi Ruang Tebuka Hijau

(Taman Terantang Sukamara)

17 – 25

Yesser Priono, M.Sc

The Potientals Of Tourism Product In The Development Of Tangkiling Tourism Village In Bukit Batu Sub-District, Central Kalimantan As An Effort To Support Environment Conservation

26 – 36

Subrata Aditama K.A. Uda, ST., MT Wiwit Whindari, ST

Analisis Rugi Laba Dan Break Even Point Pada

Proyek Perumahan Kpr Wengga Bumi Raya

KPR Wengga Bumi Raya III di Sampit

37 – 48

Page 5: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

iii ISSN 1907 - 8536

JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Volume 8 / No. 1, Juli 2013

Dari Redaksi

Pada terbitan kali ini kami menyajikan beberapa tulisan dan beberapa penulis yang berkaitan dengan ke arsitekturan dan kajiannya serta ilmu teknik sipil dan ilmu yang bersifat universal, diantaranya adalah : Morfologi Bentuk Tampak (Studi Kasus Huma Gantung Buntoi) oleh Ir. Syahrozi, MT; Kesadaran Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Proyek Konstruksi oleh dr. nawan, M.Ked.Trop; Pemanfaatan Lahan Kosong Dalam Kota Mejadi Ruang Tebuka Hijau (Taman Terantang Sukamara) oleh Ir. Hibnu Mardhani, MT; The Potientals Of Tourism Product In The Development Of Tangkiling Tourism Village In Bukit Batu Sub-District, Central Kalimantan As An Effort To Support Environment Conservation oleh Yesser Priono, M.Sc; dan Analisis Rugi Laba Dan Break Even Point Pada Proyek Perumahan Kpr Wengga Bumi Raya KPR Wengga Bumi Raya III di Sampit oleh Subrata Aditama K.A. Uda, ST., MT dan Wiwit Whindari, ST

Kami berharap apresiasi dari tulis ini dapat semakin beragam sehingga dapat menambah khasanah pengetahuan kita dalam bidang arsitektur yang semakin maju dan tergali. Akhir kata, kami berharap agar tulisan-tulisan ilmiah ini dapat menjadi kontribusi pemikiran bagi semua kalangan. Semoga isi dan makna tulisan dapat menambah keanekaragaman wawasan dan pengetahuan.

REDAKSI

Page 6: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 1

MORFOLOGI BENTUK TAMPAK (Studi Kasus Huma Gantung Buntoi)

Ir. Syahrozi, MT1

Abstrak

Huma Gantung merupakan salah satu tipe rumah tradisional masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. Keberadaannya sudah sangat jarang ditemukan seperti kerabat tuanya, Betang. Banyak diantara bangunan-bangunan tua ini hancur karena kondisi alam (rusak), ditinggalkan penghuni, terbakar ataupun sebab lain. Sebagai peninggalan lama yang mengandung tata nilai maupun makna sejarah, sangat disayangkan apabila bangunan terlanjur hancur namun tidak sempat terekam dengan baik. Barangkali yang tersisa hanyalah cerita legenda atupun mitos dari orang-orang tua yang terkadang sangat sulit dicari pembuktiannya. Huma Gantung Buntoi di Kabupaten Pulang Pisau adalah salah satu kasus bangunan tua yang dibangun pada tahun 1870 yang lalu. Bangunan ini masih bertahan sampai sekarang meskipun sudah terjadi banyak perubahan baik denah tata ruang maupun bentuk tampak. Mengingat bangunan ini masih ada dan berfungsi serta satu-satunya yang masih ada di wilayah Kabupaten Pulang pisau dan sekitarnya maka sekiranya menjadi hal menarik apabila ditelusuri perubahan-perubahan yang terjadi minimal pada bentuk tampak bangunannya. Kata Kunci : Morfologi, bentuk, tampak, Huma Gantung, Buntoi. PENDAHULUAN Latar Belakang Huma Gantung Buntoi merupakan bangunan tua (berdiri pada 1870), satu-satunya tipe Huma Gantung yang masih bertahan sampai sekarang di wilayah Kabupaten Pulang Pisau dan sekitarnya. Keberadaanya masih kuat meskipun telah banyak mengalami perubahan oleh beberapa sebab. Menurut sejarah, pada awalnya Huma Gantung ini dihuni oleh keluarga pemimpin adat bernama Demang Singa Jalla yang menganut Hindu Kaharingan dan sangat memegang teguh pada adat dan tradisi saat itu. Sekarang Huma Gantung dihuni oleh keluarga keturunan Singa Jalla secara bergantian yang mana dari keluarga-keluarga tersebut ada yang menganut Kristen ada pula yang muslim (Islam). Perubahan kepercayaan atau agama dari penghuni yang baru dan tuntutan kebutuhan serta keadaan alam menyebabkan terjadinya perubahan denah tata ruang yang juga berdampak pula pada perubahan tampak bangunan. Sangat disayangkan apabila proses terjadinya perubahan-perubahan bentuk tampak ini tidak terekam secara runtut sehingga tata nilai dan pemaknaan di dalamnya ikut kabur dan terlalu sulit untuk ditelusuri kembali. Kiranya akan menarik apabila dilakukan penelusuran kembali proses terjadinya perubahan bentuk pada Huma Gantung Buntoi ini agar tata nilai maupun pemaknaan yang terkandung di dalamnya dapat ditangkap sebagai bahan pelajaran yang berharga.

1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya

Page 7: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

2 ISSN 1907 - 8536

Rumusan Masalah ; Dari latar belakang yang ada kirnya dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : “ Sejauh mana proses perubahan bentuk tampak yang telah terjadi pada Huma Gantung Buntoi saat ini dan seperti apa bentuk awal tampak bangunannya ?”. Tujuan : Adapun tujuan dari penelusuran bentuk awal Huma Gantung Buntoi ini adalah mencari bentuk tampak awal Huma Gantung Buntoi sekaligus menangkap tata nilai dan pemaknaan yang mungkin dapat ditangkap. Manfaat : Penelusuran bentuk awal tampak Huma Gantung Buntoi ini diharapkan akan membawa manfaat pada : 1. Perkembangan ilmu, khususnya arsitektur tradisional Dayak. 2. Didapatkan tata nilai atau unsur pemaknaan dari proses transformasi bentuk tampak yang

terjadi pada Huma Gantung Buntoi.

Metodologi : Mengingat tidak ditemukan literatur yang cukup mengenai Huma Gantung Buntoi dan sudah telah meninggalnya para sesepuh adat atau keluarga tua yang mengetahui keadaan sebenarnya, maka untuk mencari bentuk awal tampak Huma Gantung Buntoi dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mencari literatur yang berhubungan dengan masyarakat Dayak meliputi ; sistem budaya,

sistem sosial dan artifak (arsitektur). 2. Mencari nara sumber terpilih antara lain ; Bapak Dullay (pemilik rumah), Bapak Ardiles H

Jangga (sesepuh masyarakat), Bapak Liuk Laga (Koordinator Demang Adat Ngaju wilayah Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas).

3. Melakukan observasi lapangan menyangkut data fisik bangunan. 4. Menganalisa dengan melakukan perbandingan data yang ada sampai menemukan bentuk

awal tampak Huma Gantung Buntoi.

Gambar 1. Tampak Huma Gantung Buntoi.

Sumber : hasil pengamatan

Page 8: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 3

TINJAUAN LITERATUR 1. Morfologi Bentuk Morfologi berasal dari kata morphology (Inggris) yang berarti ilmu bentuk. Menurut Schulz (1988), morfologi menyangkut kualitas spasial figural dan konteks wujud pembentuk ruang yang dapat terbagi melalui pola, hirarki dan hubungan ruang satu dengan lainnya. Morfologi lebih menekankan pada pembahasan bentuk geometris sehingga untuk memberikan makna pada ungkapan ruangnya harus dikaitkan dengan nilai ruang dimana nilai ruang sangat berkaitan dengan bentuk, hubungan dan organisasi ruang yang ada. Morfologi juga memperhatikan artikulasi dan batas-batas yang memberikan perbedaan karakter lingkungan. Arsitektur menyangkut ruang (space) yang bisa dirasakan bentuk (shape) yang bisa dilihat atau disentuh. Arsitektur memerlukan pemahaman secara tiga dimensi, namun demikian dalam kajian morfologi proses transformasi atau perubahan bentuk dapat pula dijelaskan melalui bidang papar atau dua dimensi. Seperti yang dilakukan oleh Steadman (1989), yang menyebutkan bahwa proses perubahan bentuk dapat terjadi melalui beberapa sebab, antara lain : a. Perubahan Dimensi

Penampakan proses perubahan bentuk akan kelihatan nyata dalam penggambaran pada bidang papar yang terbuat dalam bentuk grid. Apabila salah satu dimensi dari grid mengalami perubahan dimensi maka akan terjadi banyak kemungkinan penampakan dari bentuk yang berbeda. Tentu saja ini berlaku pada bidang horisontal (melebar) maupun vertikal (meninggi). Perubahan serupa juga bisa terjadi dengan cara perubahan sudut dari grid ataupun pembelokan arah dari grid yang membentuk lengkungan dengan sudut tertentu. Proses yang terjadi pada bentuk suatu bangunan misalnya, tidak diikuti dengan penambahan jenis ataupun tipe bentuk dan ruang, melainkan karena dimensinya yang berubah maka akan memberikan banyak kemungkinan variasi bentuk yang berbeda.

b. Proses Rotasi dan Percerminan

Proses pemutaran dan pencerminan dari suatu bentuk pada titik atau garis tertentu dalam bidang papar, memungkinkan terjadinya perubahan bentuk. Pada benda yang memiliki denah simetris memusat, proses perubahan bentuk tidak kentara apabila dilakukan proses rotasi ataupun pencerminan. Namun sebaliknya benda atau bangunan dengan bentuk denah persegi panjang dengan tata ruang yang bebas, pemutaran ataupun pencerminan akan menghasilkan banyak kemungkinan variasi perubahan bentuk tergantung dari besar-kecilnya sudut rotasi ataupun letak garis percerminan.

c. Metode Pemotongan (pengecilan) dan Pembesaran Bentuk

Metode pemotongan (pengecilan) dan pembesaran yang dilakukan pada bidang papar terhadap sebuah bentuk menunjukkan bahwa bentuk akan mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi bila dilakukan pemotongan atau pembesaran salah satu atau keseluruhan bagian dari bentuk. Proses ini sebenarnya hampir sama dengan proses perubahan dimensi. Perbedaanya terletak pada kemungkinan pemotongan ataupun pembesaran pada bagian perbagian dari sekumpulan bentuk seperti sebuah ruang dari sekumpulan ruang dalam suatu bangunan. Sehingga dimungkinkan adanya variasi perubahan bentuk yang lebih beragam.

d. Penyusunan dan Pewarnaan Lantai Ubin Penyusunan dan perwarnaan lantai ubin dengan jenis, karakter dan warna ubin yang berbeda memungkinkan terjadinya visualisasi perubahan bentuk lantai. Perlakuan masing-masing sel

Page 9: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

4 ISSN 1907 - 8536

dalam grid lantai dalam sistem aturan susunan pemasangan yang berbeda satu sama lain juga memberikan kemungkinan variasi dari bentuk lantai dari suatu bangunan.

e. Penambahan Bentuk Lain

Suatu bentuk yang terdiri dari susunan beberapa bentuk akan nampak sebagai wujud yang tunggal. Apabila dilakukan perlakuan pada bentuk tersebut dengan penambahan dari bentuk lain di dalam salah satu bagian bentuk atau di luarnya, akan memberikan kemungkinan terjadinya perubahan bentuk yang nyata. Variasi dari perubahan bentuk yang terjadi sangat dipengaruhi oleh penempatan bentuk lain pada susunan bentuk yang ada. Misalnya penambahan satu ruang penghubung di tengah-tengah susunan dari beberapa ruang, akan menghasilkan perubahan bentuk masing-masing ruang sekaligus memungkinkan terjadinya perubahan bentuk secara keseluruhan.

f. Keragaman Tipe dan Jenis Elemen Setiap bahan dan material memiliki tipe, jenis dan karakter yang berbeda-beda. Penggunaanya pada suatu bangunan yang memiliki bentuk dan dimensi yang sama, akan memberikan kemungkinan variasi yang sangat beragam dari tampilan visualisasi bangunan. Bahkan dari bahan yang sama sekalipun, seperti bata untuk dinding, akan memungkinkan memberikan tampilan yang berbeda apabila dilakukan tata cara penyusunan lapis demi lapis yang tidak sama seperti berdiri ataupun rebah. Hal serupa juga terjadi apabila bata digantikan dengan bahan lain seperti kayu, akan memberikan tampilan karakter bangunan yang berbeda pula.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kajian mengenai morfologi tidak hanya melihat secara fisik perubahan bentuk yang terjadi akan tetapi yang lebih penting adalah terekamnya serangkaian proses terjadinya perubahan dan alasan atau makna yang mendasari adanya perubahan tersebut. Perubahan ini bisa menggambarkan adanya perubahan ide atau makna dalam sejarah. Perubahan yang terjadi dapat disebabkan karena berbagai alasan, seperti perubahan dimensi, pemotongan atau pembesaran, penambahan ruang atau bentuk, perubahan warna dan susunan serta perubahan yang diakibatkan penggunaan material dan bahan yang berbeda dari keadaan semula.

PEMBAHASAN Untuk menentukan bentuk awal dari Huma Gantung Buntoi tidak lepas dari proses terjadinya perubahan bentuk mulai dari kondisi sekarang sampai kondisi awal saat dimulainya pembangunan. Secara umum perubahan bentuk yang terjadi meliputi dua hal, pertama perubahan denah ruang dan kedua perubahan bentuk tampak bangunan. Untuk tulisan ini pembahasan difokuskan pada perubahan yang terjadi pada bentuk tampak Huma Gantung Buntoi. Morfologi Bentuk Tampak Huma Gantung Pada masa sekarang Huma Gantung Buntoi merupakan bangunan panggung tinggi dengan konstruksi kayu. Tampak visual bangunan didominasi oleh garis-garis vertikal dinding yang terbuat dari papan kayu yang dicat hijau muda. Atap memiliki bentuk pelana yang dikombinasi dengan atap miring pada bagian sayap kanan dan kiri. Penutup atap terbuat dari bahan sirap warna coklat tua. Pada bagian bawah panggung terdapat pagar kayu keliling setinggi 80 cm. Pagar ini merupakan tambahan yang dibangun pada tahun 1995 yang lalu.

Page 10: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 5

Perbaikan yang dilakukan pada tahun 1995 mencoba mengembalikan bentuk sayap kanan yang telah roboh dan mengganti sebagian besar dinding, lantai serta elemen pintu dan jendela Huma Gantung. Dinding bagian dapur yang semula terbuat dari papan kayu susun horizontal diganti dengan papan kayu baru dengan susunan vertikal. Pada tahun yang sama juga dilakukan penambahan kamar mandi dan WC (dua buah) karena adanya tuntutan kebutuhan penghuni (berdasarkan wawancara dengan Dullay). Penambahan ruang baru ini dipandang sebagai langkah perkembangan yang masih memungkinkan karena tidak menyalahi aturan zoning tata letak bangunan penunjang yang berada di sebelah hilir. Tidak terdapat perbedaan yang besar pada bentuk tampak bangunan Huma Gantung Buntoi pada tahun 1995 dengan kondisi sekarang.

Pada sekitar tahun 1980-an sayap kanan Huma Gantung pernah roboh menyebabkan bentuk bangunan terpotong sebagian. Meskipun demikian sebagian pilar tiang ulin masih bertahan untuk beberapa lama sampai dilakukan perbaikan pada tahun 1995. Berdasarkan data dari hasil penelitian mahasiswa Fakultas Teknik Udayana, Bali diperoleh gambaran sebagai berikut :

Gambar 2. Bentuk tampak Huma Gantung Buntoi saat ini.

Sumber : sket pribadi berdasarkan hasil pengamatan

Gambar 3. Tampak Huma Gantung Buntoi pada sekitar tahun 2000-1995.

Sumber : sket pribadi berdasarkan wawancara dengan Dullay.

Page 11: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

6 ISSN 1907 - 8536

Bangunan utama Huma Gantung pernah mengalami penambahan bentuk dengan munculnya bentuk rumah tambahan yang menyambung pada bagian hulu (kanan) yang disebabkan oleh

bertambahnya jumlah penghuni. Penambahan yang terjadi memiliki ketinggian lebih rendah 1 meter dari bangunan utama. Bentuk tambahan ini memiliki pintu masuk dan tangga tersendiri. Bangunan tambahan terbuat dari bahan kayu sederhana sehingga tidak bertahan lama. Tuan rumah pindah setelah rumah yang baru di sebelah hulu depan Huma Gantung selesai dibangun (berdasarkan wawancara dengan Ardiles Jangga). Perubahan bentuk yang terjadi pada Huma Gantung tidak saja memberikan bentuk visual yang berubah tetapi juga menyebabkan terjadinya pemaknaan yang berbeda pula. Penambahan ruang baru yang disertai pintu masuk dan tangga baru secara tidak langsung merubah kebiasaan lama dalam membangun, seperti diungkapkan oleh Liuk Laga yang mengatakan bahwa tangga dan pintu masuk utama rumah adat Ngaju harus satu untuk mempermudah dalam pengawasan dan penghormatan terhadap tamu. Tamu tidak harus terbagi menjadi dua (dibeda-bedakan), tetapi harus diperlakukan sama dan dikumpulkan pada ruang tamu yang besar. Pembedaan pada status golongan tamu terletak pada penempatannya dalam satu ruang akan tetapi dalam status yang sama sebagai tamu yang dapat berkumpul bersama. Adanya peninggian lantai yang berbeda pada bangunan tambahan (lebih rendah 1 meter dari bangunan utama) mencerminkan adanya hirarki ruang dan bentuk yang lebih rendah, padahal memiliki fungsi yang sama sebagai tempat tinggal. Ruang dapur baru di sebelah hulu yang sama dengan tingginya dengan ruang tidur juga dapat dianggap menyalahi aturan kebiasaan lama.

Gambar 5. Bentuk tampak Huma Gantung Buntoi pada tahun 1980-1960.

Sumber : sket pribadi berdasarkan wawancara dengan Ardiles H Jangga.

Gambar 4. Tampak Huma Gantung Buntoi pada tahun 1995-1980. Sumber : sket pribadi berdasarkan hasil laporan penelitian mahasiswa Fakultas Teknik

Udayana, Bali (1981).

Page 12: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 7

Pada bagian teras terjadi penambahan dinding di sebelah kanan dan kiri, penambahan dinding ini disebabkan karena tuntutan untuk menghindari tempias hujan, karena teras berfungsi sebagai tempat duduk bersantai. Penambahan dinding ini pada dasarnya masih bisa diterima mengingat tidak terjadi perubahan fungsi pada teras dan memiliki alasan yang jelas meskipun secara tidak langsung akan merubah bentuk tampak bangunan. Diungkapkan oleh Dulay bahwa pernah salah seorang keluarganya yang sedang mengandung jatuh sehingga perlu dipecahkan dengan menambahkan dinding ke arah tiang teras agar lebih aman. Menurut Dullay, pada sekitar tahun 1950-an Betang lama ke 3 di bagian hilir Huma Gantung terbakar hebat. Hanya sebagian kecil bahan bangunan yang masih tersisa terutama tiang ulin yang kemudian dipakai untuk memperluas bagian dapur. Tiang ulin bekas ini diletakkan pada bagian pojok belakang hulu bangunan dapur.

Kondisi lingkungan Buntoi yang belum aman pada masa lalu berpengaruh pada perwujudan bentuk Huma Gantung. Menurut Liuk Laga pagar lingkungan yang tinggi terbuat dari kayu dan bambu yang diruncingkan bagian atasnya bukanlah cerminan rasa takut dari masyarakat Buntoi

Gambar 7. Bentuk tampak Huma Gantung Buntoi pada tahun 1960-1930.

Sumber : sket pribadi berdasarkan wawancara dengan Ardiles H Jangga.

Gambar 6. Posisi tiang bekas Betang lama ke 3.

Sumber : sket pribadi berdasarkan wawancara dengan Dullay.

Tiang bakas

Page 13: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

8 ISSN 1907 - 8536

terhadap serangan musuh dari luar. Pagar ini berfungsi untuk menghambat musuh sehingga dapat dilakukan penyerangan balik karena orang Dayak tidaklah pengecut. Tinggi jendela harus sebatas pinggang agar memungkinkan orang duduk menyandar dinding tidak terkena serangan sumpit dari luar. Disamping itu untuk memberikan rasa aman yang lebih pada penghuni rumah semua sisi dari bangunan diupayakan tertutup sehingga tidak memungkinkan musuh masuk ke dalam. Hal ini menunjukkan bahwa dapur merupakan bangunan tertutup mengingat dapur ini memiliki tangga sendiri yang cukup riskan bila musuh masuk ke bangunan utama lewat bagian dapur.

Menurut Liuk Laga, pagar keliling bangunan setinggi panggung yang pernah ada di Huma Gantung Buntoi adalah bangunan baru. Pagar ini disamping berfungsi untuk menghambat serangan musuh yang akan memasuki rumah, juga berfungsi pula untuk menghindari gangguan binatang piaraan yang dibiarkan lepas di halaman, mengingat pada ruang di bawah panggung terdapat tempat penyimpanan padi atau jelai. Ruangan di bawah panggung ini juga difungsikan untk tempat kerja pande besi yang pada awalnya berada di bagia depan. Dengan demikian menunjukkan bahwa ruang di bawah panggung ini pada awalnya adalah terbuka tanpa pagar keliling. Bangunan dapur masih berupa bangunan sederhana yang terpisah dengan bangunan utama. Teras samping terbuka berfungsi sebagai penghubung antara bangunan utama dengan dapur.

Gambar 8. Bentuk tampak Huma Gantung Buntoi pada tahun 1930-1900.

Sumber : sket pribadi berdasarkan wawancara dengan Liuk Laga.

Gambar 9. Bentuk tampak Huma Gantung Buntoi pada tahun 1900-1870.

Sumber : sket pribadi berdasarkan wawancara dengan Liuk Laga..

Page 14: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 9

Pada masa Singa Jalla masih memegang jabatan sebagai kepala kampung (Demang), Huma Gantung Buntoi masih dalam masa pengembangan. Dan untuk mencari bentuk awal yang tepat dari Huma Gantung di Buntoi ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Pada masa lalu kondisi kampung Buntoi masih rawan (belum aman). Perampok dari negeri

Johor (Malaysia) dan serbuan tentara Islam Banjar serta bahaya kayau (pemenggalan kepala) masih menghantui masyarakat. Dengan demikian bentuk bangunan Huma Gantung Buntoi masih mempertimbangkan pada faktor keamanan dengan adanya pagar keliling bangunan yang tertutup.

b. Sebagai rumah seorang pemimpin yang disegani, penampilan bentuk bangunan mempunyai kesan monumental. Bangunan berbentuk panggung tinggi, megah dan agung. Citra bangunan monumental menjadi hal yang penting mengingat Huma Gantung merupakan figur rumah penguasa yang sangat dihormati, seperti yang diungkapkan oleh Mangunwijaya (1988) bahwa dalam arsitektur penghayatan citra menjadi hal penting karena menyangkut gambaran (image) seseorang untuk menangkap makna dari bentuk arsitektur bangunan tersebut. Ketinggian panggung erat hubungannya dengan usaha preventif dalam mencegah bahaya dari luar.

c. Kesan kemegahan dan keagungan bangunan Huma Gantung ditunjang oleh bentuk yang agak simetris meskipun tidak sepenuhnya simetris (konsep simetris asimetris). Konsep ini erat hubungannya dengan kepercayaan masyarakat untuk selalu menghindari sesuatu yang tepat (pas), karena hal ini dipercaya sebagai keberhentian yang tidak ada kelanjutan. Masyarakat Dayak Ngaju mengharapkan kehidupan yang berlanjut tanpa henti turun menurun sampai anak cucu.

d. Bertambahnya jumlah penghuni dengan munculnya keluarga baru (menantu) menyebabkan penambahan bentuk rumah semakin membesar. Keadaan ini dipandang sebagai langkah pengembangan dan bukannya bentuk awal dari Huma Gantung. Bentuk awal Huma Gantung Buntoi berada pada posisi pada waktu keluarga Singa Jalla belum mempunyai menantu.

e. Pada masa lalu konstruksi dinding masih menggunakan penutup kulit kayu jelutung yang digapit dengan bilah rotan. Penggunaan bahan baru seperti papan kayu adalah bentuk pengembangan, bukan bentuk awal Huma Gantung.

f. Pada masa lalu belum dikenal penggunaan cat, sehingga penampilan visual bangunan Huma Gantung Buntoi berkesan sangat alami dengan warna coklat kayu. Bangunan berkesan tertutup dengan bukaan yang minim dan berukuran kecil-kecil.

Page 15: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

10 ISSN 1907 - 8536

Skema Analisis :

Dengan memperhatikan analisa di atas dan perkembangan bentuk ruang yang terjadi pada denah awal Huma Gantung Buntoi, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk awal dari tampak Huma Gantung di Buntoi mencerminkan rumah seorang pemimpin adat yang disegani. Bangunan tampak megah dan monumental dengan bentuk panggung tinggi. Bentuk bangunan Huma Gantung tertutup pagar keliling mengingat kondisi Buntoi pada masa tersebut masih belum aman. Tampak visual bangunan berkesan alami dengan warna coklat kayu yang menyatu dengan lingkungan, penggunaan bahan warna cat belum dikenal. Dengan demikian bentuk awal dari tampak Huma Gantung di Buntoi dapat digambarkan sebagai berikut :

TAMPAK AWAL DEPAN HUMA GANTUNG BUNTOI

Penampilan Visual

- Penampilan visual bangunan Huma Gantung sangat alami belum ada sentuhan warna cat.

- Bangunan berkesan tertutup dengan bukaan minim dan berukuran kecil.

Monumental

- Sebagai rumah pemimpin yang disegani Huma Gantung memiliki bentuk yang megah, tinggi dan monumental.

- Kemegahan ditunjang oleh bentuk bangunan yang simetris asimetris.

Konstruksi

- Bangunan Huma Gantung menggunakan bahan alami (dinding kulit kayu dan atap sirap)

- Bentuk bangunan panggung.

Bentuk Awal Tampak

Huma Gantung Buntoi

Keluarga Kecil

- keluarga Singa Jalla belum memiliki keluarga menantu.

- belum terjadi perubahan dan penambahan bentuk yang berat.

Kondisi Lingkungan

- Saat tersebut kondisi lingkungan Buntoi masih belum aman.

- Bentuk bangunan tertutup

pagar keliling.

Kesimpulan

Bentuk awal Huma Gantung Buntoi mencerminkan rumah seorang pemimpin yang disegani. Bangunan tampak megah dan monumental dengan bentuk panggung tinggi yang tertutup pagar keliling. Bangunan berkesan alami dengan warna coklat kayu yang menyatu

dengan lingkungan.

Page 16: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 11

Tampak Hulu Awal Huma Gantung Buntoi

Gambar 10. Bentuk Awal Tampak huma Gantung di Buntoi.

Sumber : hasil analisa

TAMPAK AWAL BAGIAN HULU (KANAN)

TAMPAK AWAL BELAKANG

TAMPAK AWAL BAGIAN HILIR (KIRI)

Page 17: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

12 ISSN 1907 - 8536

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan mengenai proses perubahan bentuk tampak Huma Gantung Buntoi kiranya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Huma Gantung Buntoi telah mengalami perubahan bentuk tampak yang meliputi perubahan

dimensi, penambahan bentuk lain, pengurangan bentuk, perubahan elemen dan perubahan penggunanaan bahan.

2. Kemungkinan besar bentuk awal dari bangunan Huma Gantung Buntoi ini merupakan bentuk inti dari tipe Huma Gantung yang dihuni oleh satu keluarga inti yang kecil.

Saran Sebagai satu-satunya tipe Huma Gantung yang masih ada di wilayah Kabupaten Pulang Pisau dan secara fisik bangunan masih berfungsi dengan baik maka kiranya tetap dipelihara dan dijaga kelestariannya. Minimal bentuk asli diupayakan tetap terjaga meskipun fungsi karena beberapa alasan terpaksa terjadi perubahan. DAFTAR PUSTAKA Ching, Francis DK (tj. Paulus Hanoto Adjie, 1999). Arsitektur : Bentuk-Ruang dan Susunannya.

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Elbas, Lambertus (dkk, 1986). Arsitektur Tradisional Daerah Kalimantan Tengah. Depdikbud proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Jakarta.

Kampffmeyer, Hanno (1991). Die Langhauser Von Zentral – Kalimantan. Anacon-Verlag, Munchen.

Koentjaraningrat, (ed, 2002 cet-19), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Maleong, Lexy J (1999), Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Resdakarya, Bandung.

Rapoport, Amos (1969), House, Form and Culture, Prentice Hall International, London.

Schulz, Cristian Norberg, (1988), Architecture : Meaning and Place. Electa/Rizzoli, New York.

Steadman, JP (1989), Architectural Morphology. Pion Limited, 207 Brondesbury Park, London.

Waterson, Roxana (1990). The Living House, Oxford University Press, New York.

Wiranto, (1997), Pelangi Nusantara, Badan Penerbit Undip, Semarang.

Wiranto, (1997), Cakrawala Nusantara, Badan Penerbit Undip, Semarang.

Page 18: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 13

KESADARAN TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP KINERJA PROYEK KONSTRUKSI

dr. Nawan, M.Ked.Trop1

Abstrak Keselamatan dan kesehatan kerja ( k3 ) merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap Tenaga kerja. K3 merupakan bentuk perlindungan kerja dari resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. K3 merupakan serangkaian instrumen yang berdaya guna untuk melindungi tenaga kerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya yang ditimbulkan dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.Pada proyek konstruksi , kecelakaan kerja yang terjadi dapat menimbulkan kerugian terhadap pekerja dan kontraktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kecelakaan kerja tersebut dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, faktor peralatan, dan faktor lingkungan kerja. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor manusia merupakan faktor paling dominan menjadi penyebab kecelakaan kerja. Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya kesadaran pekerja akan pentingnya keselamatan kerja. Memperhatikan hal tersebut, maka faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja terhadap pekerja konstruksi dan kesadaran akan pentingnya k3 perlu dikaji agar kedepan bisa dijadikan suatu solusi untuk meningkatkan kemajuan dan kinerja dalam proyek konstruksi. Kata kunci: Keselamatan dan kesehatan kerja, konstruksi, kesadaran pekerja konstruksi PENDAHULUAN Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti tenaga kerja di bidang konstruksi (Taufikdkk, 2009). Menurut Siaoman dan Hendy (2007), konstruksi mempunyai karakteristik yangunik dan kompleks serta dapat mempertinggi angka risiko dan bahaya kecelakaan kerja. Daripengertian di atas dapat disimpulkan bahwa industri konstruksi merupakan salah satu sektorindustri yang memiliki kompleksitas kerja serta risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Program keselamatan dan kesehatan kerja sebaiknya dimulai dari tahap yang paling dasar, yaitu pembentukan budaya kesadaran akan keselamatan dan kesehatan kerja (Reason, 1997). Dan program keselamatan dan kesehatan kerja dapat berfungsi dan efektif, apabila program tersebut dapat terkomunikasikan kepada seluruh lapisan individu yang terlibat pada proyek konstruksi. Ada fenomena yang menarik yang dimiliki oleh industri konstruksi, yaitu pertama bahwa jasa

1 Staff Pengajar Fakaultas Kedokteran Universitas Palangka Raya

Page 19: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

14 ISSN 1907 - 8536

industri konstruksi merupakan sebuah industri yang memiliki resiko cukup besar, akan tetapi dapat diminimalisir dengan adanya program keselamatan dan kesehatan kerja melalui pembentukan budaya kerja yaitu salah satunya budaya keselamatan dan kesehatan kerja. Kedua, industri konstruksi merupakan sebuah industri yang tidak sekedar berorientasi pada produk jadi sebagaimana pada industri lain, akan tetapi berorientasi pada proses. Oleh karenanya dalam proses tersebut perlu diperhatikan faktor-faktor internal yang mempengaruhi kinerja perusahaan berkaitan dengan resiko yang dimiliki.

TINJAUAN PUSTAKA Secara umum industri konstruksi adalah industri yang menduduki tempat tertinggi ditinjaudari tingkat terjadinya kecelakaan kerja (Dipohusodo, 1996). H. W. Heinrich dalam bukunya The accident Prevention mengungkapkan bahwa 80% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman (unsafe act) seperti kekurangan pengetahuan, keterampilan, sikap, keletihan dan kebosanan, cara kerja manusia tidak sepadan secara ergonomik, gangguan psikologis, dan pengaruh sosial psikologis. Dan hanya 20%kecelakaan kerja disebabkan oleh kondisi yang tidak aman (unsafe). Menurut Dale S. Beach sebab- sebab kecelakaan adalah karena kondisi kimiawi, fisis atau mekanis yang membahayakan seperti penjagaan mekanis yang tidak cukup, kondisiperlengkapan atau alat-alat yang kurang baik, bentuk atau konstruksi yang membahayakan, atmosfir yang berbahaya, peralatan pelindung pribadi yang tidak cukup. Dan juga karena tindakan-tindakan perseorangan yang membahayakan seperti tidak dapat mengikuti prosedur kerja yang telah ditetapkan, permainan kasar, perkelahian, menggunakan posisi yang membahayakan, tidak dapat memakai pakaian pelindung yang disediakan, menghilangkan alat atau perlengkapan keselamatan kerja. Selain itu ada juga yang menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja adalah kelemahan sistem manajemen, kondisi-kondisi yang membahayakan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti penempatan mesin dan bahan-bahan yang mengganggu, lingkungan pekerjaan yang kurang mendukung, proses, sifat pekerjaan dan cara kerja. Dan juga tindakan yang membahayakan seperti kurangnya pengetahuan keterampilan pelaksana, cacat tubuh yang tidak kentara, keletihan dan kelesuan, serta sikap dan tingkah laku yang tidak sempurna ( Utama, 2001). Memasyarakatkan dan membudayakan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk menyadarkan masyarakat pentingnya K3 dalam tata kehidupan bermasyarakat. Kampanye nasional tentang K3 memberikan pesan khususnya masyarakat industri bahwa setiap tema yang terpasang memiliki makna dan peran besar dalam mengelola industrinya. Pola gerakan nasional membudayakan K3 dimaksudkan agar semua pihak dapat menggunakannya sebagai pedoman pokok dalam upaya pembudayaan keselamatan dan kesehatan kerja. Slamet (2012) mendefinisikan tentang keselamatan kerja. Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan.Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukanselama bekerja, karena tidak yang menginginkan terjadinya kecelakaan di dunia ini.Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimanapekerjaan itu dilaksanakan.Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut: a. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja b. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja. c. Teliti dalam bekerja d. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.

Page 20: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 15

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan instrumen yang memproteksipekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibatkecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi olehperusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaankerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upayapencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya(cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjangyang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang (Prasetyo,2009). Dalam rangka terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja pada penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, terdapat pengaturan mengenai K3 yang bersifat umum dan yang bersifat khusus untuk penyelenggaraan konstruksi yakni: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1980 tentang Keselamatan danKesehatan

Kerja Pada Konstruksi Bangunan. 3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/Men/1996 tentang SistemManajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja 4. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umummasing-

masing Nomor Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentangKeselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi.

Tingginya kecelakaan kerja yang banyak terjadi pada proyek konstruksi bisamenyebabkan dampak secara langsung terhadap perusahaan dan penyedia jasa. Makasangatlah penting adanya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi. Dampak yang terjadi berupa kerugian yang akan dialami oleh perusahaan yang tidak menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja , meskipun sudah dikeluarkan suatu peraturan perundang – undangan oleh pemerintah akibat kelalaian dalam pelaksanaan K3.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN KONSTRUKSI Kasus-kasus kecelakaan yang terjadi di luar negeri umumnya adalah metode pelaksanaan konstruksi yang kurang tepat mengakibatkan gedung runtuh yang menewaskan banyak korban. Sedangkan kasus yang terjadi di Indonesia umumnya terjadi karena lemah nya pengawasan pada proyek konstruksi. Kurang disiplin nya tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan K3 dan kurang memadainya kuantitas dan kualitas alat perlindungan diri di proyek konstruksi. Dari kasus-kasus diatas ada beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja konstruksi adalah akibat dari beberapa hal berikut: 1. Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan penggunaan metode pelaksanaan yang

kurang tepat. 2. Lemahnya pengawasan K3 3. Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatanpelindung diri 4. Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3. Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan kerja yang pada umumnya disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error baik aspek kompetensipara pelaksana maupun pemahaman arti penting penyelenggaraan K3. Hambatan pelaksanaan K3 tersebut antara lain: 1. Terbatasnya persepsi tentang K3 2. Kurang perhatian dan pengawasan 3. Ada anggapan K3 menambah biaya 4. Tanggung jawab K3 hanya pada kontraktor saja 5. Kurang aktifnya perusahaan asuransi terhadap K3.

Page 21: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

16 ISSN 1907 - 8536

Komponen K3 yang perlu perhatian di dalam sebuah proyek konstruksi adalah: 1. APD ( Helm, sepatu, masker, sarung tangan, kacamata pengaman, body protector,rompi,

safety belt, dll) tersedia dengan cukup dan kondisi baik sesuai jenis pekerjaannya. 2. Perlengkapan K3 (Bendera K3, spanduk, papan info K3, rambu, barikade, APAR,obat-obatan

P3K, poster, segitiga pengaman, jas hujan, lampu malam hari, dll) tersedia dengan cukup dan sesuai dengan jenis pekerjaan.

3. Alat Bantu kerja (Perancah, tangga, pesawat angkat angkut, alat berat, dll) dalam keadaan aman dan siap pakai.

4. Peralatan Kerja (Mesin dan perkakas) dalam keadaan baik dan aman. 5. Mobilisasi alat berat , pastikan sesuai ketentuan dan aman bagi lingkungan. 6. Safety Plant & Identifikasi bahaya yang dibuat oleh kontraktor termasuk safety morning. 7. Barak, sanitasi dan air minum pekerja yg higienis, aman dan sehat. 8. Pembayaran premi Jamsostek dan sertifikasi. 9. Penanganan emergency dan Pola Pelaksanaan SMK3 (SOP, Aturan, Pedoman).

PENUTUP Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyelenggaraan konstruksi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya kesadaran dan pengetahuan dari pekerja konstruksi Permasalahan K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakteristik demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah keteladanan pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga “the biggest owner.” Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan paradigma K3 konstruksi.

DAFTAR PUSTAKA

Dipohusodo, I. 1996a. Manajemen Proyek dan konstruksi Jilid I, Kanisius, Yogyakarta.

Prasetyo, Arbel. 2009. Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sumber:http://arbelprasetyo.blogspot.com/

Siaoman, Benny, Hendy Sanjaya. 2007. Faktor Penyebab Kecelakaan Jatuh Pada proyek Konstruksi di Surabaya. Skripsi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra. Surabaya. Available from http://digilabpatra.com

Slamet,Agus. 2012. http://agusslamet.staf.narotama.ac.id/2012/02/07/hello-world

Taufik, Adrian, dkk. 2009. Keselamatan Kerja pada Pekerja Konstruksi Bangunan di PT. Ultrajasa Yogyakarta. Available from.http://ikmuii.net46.net/download/_laporan_pendek/Hiperkes_ Ultrajasa_2009.pdf

Utama, M. W. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, UPT UNUD , Denpasar.

Page 22: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 17

PEMANFAATAN LAHAN KOSONG DALAM KOTA MEJADI RUANG TEBUKA HIJAU

(TAMAN TERANTANG SUKAMARA)

Ir. Hibnu Mardhani, MT1

Abstrak Tujuan Pemanfaatan Lahan kosong dalam kota atau penataan kembali adalah meningkatan dan memanfaatkan kawasan yang tidak optimal atau pada area dalam kota yang strategis ke arah yang lebih baik dan tertata rapi. Dengan sasaran seluruh aspek yang terkait dan berpengaruh terhadap kawasan lingkungan terutama kawasan perkotaan khususnya pada lahan kosong yang strategis sebagai wajah atau koridor kota Sukamara akan menjadi dasar untuk menyusun Penanganan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup di kawasan tersebut. PENDAHULUAN Latar Belakang Dengan lokasinya ini sampai sekarang Sukarama menjadi pusat dari jaring-jaring pertumbuhan di Daerah Sukamara. Bagi area yang dilalui jalan utama, Sukamara merupakan kota dari kabupaten baru yang baru berkembang. Masih banyak fasilitas kota yang belum memadai terbukti masih banyak lahan kosong/lahan terbengkalai yang merupakan area dalam kota. Lahan tersebut sebagian besar memiliki tata letak yang strategis dengan luasan ±9.801,198 m2, sehingga kemungkinan besar dapat dimanfaatkan/dioptimalisasikan menjadi sebuah kawasan yang berdaya guna misal taman kota/ ruang terbuka, ruang bermain umum (playground) dan masih banyak lagi. Dan pada tulisan kali ini, mengangkat penataan ruang kawasan terbengkalai di kota sukamara dengan bertitik point pada kawasan Terangang yang diapit oleh 3 jalan sekaligus. Sehingga baik untuk penataan taman bahkan landmark baru kota sukamara. Rumusan Masalah A. Visi Penanganan dan Pengembangan

Adalah meningkatan /mengoptimalkan kawasan terbengkalai ke arah yang lebih baik dan bermanfaat.

B. Rumusan Masalah a. Belum adanya identitas di kawasan Terantang b. Konsep yang akan diterapkan pada desain

Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Memanfaatkan lahan kosong yang terbengkalai menjadi lahan optimal yaitu sebuah Taman

kota / ruang terbuka. b. Memberikan Pengetahuan dan Masukan bagi Pemerintah Daerah dalam penangan suatu

kawasan terbengkalai/ kosong yang strategis.

1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya

Page 23: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

18 ISSN 1907 - 8536

c. Meningkatan fungsi kawasan bagi perekonomian BATASAN SUBSTANSI Penelitian lebih diutamakan pada penataan fasade

KARAKTERISTIK WILAYAH Identifikasi Ruang Terbuka Hijau A. Pertumbuhan RTH di Kota Sukamara RTH kota di Sukamara harus dapat memenuhi kebutuhan warga kota dengan berbagai aktifitasnya. Kepmen PU No. 387 tahun 1987, menetapkan kebutuhan RTH kota yang dibagi atas : fasilitas hijau umum 2,3 m2 / jiwa, sedang untuk penyangga lingkungan kota ( ruang hijau) 15 m2 / jiwa. RTH tersebut harus dapat memenuhi fungsi seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007, yakni fungsi kawasan penyeimbang, konservasi ekosistem dan pencipta iklim mikro (ekologis), sarana rekreasi olahraga dan pelayanan umum (ekonomis), pembibitan , penelitian (edukatif), dan keindahan lansekap kota (estetis). Semua jens RTH harus diusahakan dapat berfungsi estetis, karena secara alami manusia membutuhkan hidup dekat alam yang asri, nyaman dans sehat, sehingga terjadi siklus kehidupan penunjang fungsi ekosistem alam. Untuk itu, kelengkapan sarana infrastruktur kota (RTH) disuatu kota sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan kota itu sendiri. B. Jenis, Fungsi, dan Tujuan Pembangunan RTH

Tabel 1. Jenis, Fungsi, dan Tujuan Pembangunan RTH

JENIS RTH FUNGSI LAHAN TUJUAN KETERANGAN

TAMAN KOTA (termasuk Taman BermainAnak (balita), Taman Bunga, (Lansia)

Ekologis, Rekreatif, Estetis, Olahraga (terbatas)

Keindahan ( tajuk, tegakkan pengarah, pengaman, pengisi danpengatas), kurangi cemaran, meredam bising, perbaiki iklim, mikro, daerah resapan, penyangga system kehidupan, kenyaman

Mutlak dibutuhkan bagi kota keserasian, rekreatif aktif dan pasif, nuansa rekreatif, terjadinya keseimbangan mental psikologis dan fisik manusia, habitat, keseimbangan eka-sistem

TAMAN – OLAH RAGA, LAPANGAN

Kesehatan, Rekreasi

Kenikmatan, kesenangan, kesehatan, interaksikenyaman

Rekreasi aktif, sosialisasi mencapai prestasii, menumbuhkan kepercayaan diri

Page 24: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 19

TAMAN PEMAKAMAN (UMUM)

Pelayanan Publik (Umum), Keindahan

Pelindung, Pendukung ekosistem makam, „ventilasi‟ dan pemersatu ruang kota

Dibutuhkan seluruh anggota masyarakat, menghilangkan rasa „angker‟

TAMAN (HUTAN) KOTA / PERHUTANAN

Konservasi, Pendidikan, Produksi

Pelayanan masyarakat dan penyangga lingkungan kota, wisata, rekreasi, produksi „hasilhutan‟, iklimmikro, oksigen, ekonomi

Pelestarian , Perlindungan dan pemamfaatan plasma nulfah, keanekaragaman hayati, pendiikan, penelitian

JALUR HIJAU PENGAMAN

Keamanan Penunjang iklim mikro, thermal, estetika

Pengaman jalur lalulintas, Jalur listrik tegangan tinggi, dan lokasi berbahaya lain

Kawasan terantang ini terletak di dalam kota diapit oleh dua jalan utama yaitu jalan Cjilik Riwut dan Jalan Margasari sukamara sehingga letaknya cukup strategis. Pada kawasan studi diterapkan konsep Ruang Terbuka atau Taman Olahraga, pedestrian, ruang bermain sebagai fasilitas kota yang belum dimiliki dengan dilengkapi ruang duduk/santai, vegetasi, penerangan pada malam hari hingga fasilitas Wifi/internet gratis.

C. Identitas Tata Ruang Pola pertumbuhan kota Sukamara mengarah linear yaitu pembangunan dimulai dari jalur jalan yang terbangun dulunya hinggsaat ini. Sebagai kabupaten baru (hasil pemekaran) pertumbuhan pembangunan mulai mengarah keselatan dari embrio kota yang berada tepi sungai sehingga pada area pengembangannya masih tahap berkembang.

Lokasi Site (Taman Terantang)

Gambar 1. Lokasi Site

Page 25: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

20 ISSN 1907 - 8536

penggunaan ruang Kota Sukamara saat ini memperlihatkan bentuk yang cenderung poligonal dan cul de sac dengan pusat kotanya yang terdiri dari pasar, toko dan pelabuhan yang terletak disatu tempat. Intensitas penggunaan lahan tertinggi ada di pusat kota yaitu di sekitar pusat perdagangan tepi sungai. Pola penggunaan ruang yang ada saat ini cenderung dipengaruhi oleh bentuk dan pola jaringan jalan yang ada . Dilihat berdasarkan arah kecenderung, perkembangan pola penggunaan ruang terlihat bahwa terjadi arah perkembangan yang terkonsentrasi tikungan jalan. Di sebelah selatan selain jalan diperlebar juga telah pemda. Karena itu kota Sukamara cenderung berkembang kearah selatan. Berdasarkan pola penggunaan lahan serta potensi dan kecenderungan perkembangan fisik kota yang ada saat ini, maka arah pembangunan kota sebagai upaya membentuk kota yang semakin kompak dan memberikan pola pelayanan kepada penduduk dengan lebih baik, maka Penataan terhadap ruang terbuka atau taman dalam kota dianggap penting demi memajukan kesejahteraan masyarakat D. Identitas Lingkungan dan Fasade Identitas lingkungan suatu kota (kawasan) terbentuk dari adanya unsur-unsur ath, Landmark, nodes, districtm edges (Lynch 1960). Penggalian identitas kota dapat menggunakan parameter-parameter misal : Nilai arkeologi, Nilai kekhasan dan keunikan setempat; baik kegiatan sosial maupau ekonomi, Nilai religiositas (mesjid besar, dan tempat ibadah lainnya), Nilai Keselarasan antara lingkungan buatan dengan potensi alam yang dimiliki, Nilai Arsitektur Lokal/Tradisional hingga Nilai Kesejaarahan. Sedang Fasade dalam menghasilkan estetika pada bangunan diantaranya : Repetition and similarity (pengulangan dan kesamaan), merupakan cara paling mudah untuk digunakan dalam membentuk estetika namau tanpa kesan terlulangnya sesuatu secara teratur dan memberi kesan sesuatu yang ditaati, sesuatu yang berdisiplin, Namun irama yang konstan (sama terus menerus) dan tidak berubah dapat mengurangi daya tarik dan mutu estetika. Contrast (kontras), terdiri dari dua bentuk yang berlainan jjauh. Dalam merancang konstras dapat digunakan untuk mengubah suasana space (ruang) lingkungan. Konstras dapat dicapai melalui beberapa cara, melalui derajat intensitas warna, tekstur, bentuk, matra, gaya, struktur dan material. Konstras dapat menjadi positif bila dapat meningkatkan kesan kesatuan dan kekuatan setting yang ada. Sebaliknya kontras menjadi negai, bila menurunkan ikatan atau kesan keatuan setting lingkungan. Dan yang terakhir Complexity (keruwetan), memiliki interprestasi yang banyak dalam kaitannya dengan bentuk arsitektur yang dihasilkan. Dapat dikontrol dengan adanya satu benang merah dalam desainnya.

Gambar 2. Kondisi Eksisting

Page 26: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 21

E. Perancangan Tapak

KONSEP TERAPAN YANG DIGUNAKAN Konsep Penataan Site dan Bentukan

A. Penataan Site : Dengan Bentuk Site yang Segitiga dan diapit dua jalan utama taman dibentuk menyesuaikan site yang ada menunmbuhkan Landmark baru bagi kota dengan memasukan elemen air yang berubak

Tampak

Perancangan tapak : Penataan Site/ kawasan dengan memberikan konsep-konsep tertentu dalam site baik tata fasade, pedestrian, parkir, sirkulasi kedaraan maupun sirkulasi pejalan kaki, ruang-ruang dalam site, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan lingkungan baik buatan maupun alami menjadi satu kesatuan yang selaras dan serasi.

Parkir Kawasan/ PKL

Taman Bundaran

Hutan Kota/Jogging Track/ Taman

Landmark Elemen Air

Jalan Lingkungan

Pedestrian dalam kawasan

Rancang Tapak

Playground

Taman/ Ruang Duduk

Jalan Lingkungan

Perumahan

Gambar 3. Perancangan Tapak

Gambar 4. Konsep Penataan Site

Page 27: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

22 ISSN 1907 - 8536

B. Konsep Penataan Fasade : Penataan Fasade antara Jalan Raya dengan Kawasan dibatasi dengan Pedestrian dan Vegetasi sebagai keamanan dan keasrian kawasan

C. Konsep Penataan Pedestrian dalam Site & Vegetasi Penataan pedestrian dibuat seperti jalur dengan elemen batu, lebar 1,20 meter, berbentuk lekukan yang dinamis dengan mengelilingi site. Vegetasi yang dihadirkan diusahakan vegetasi peneduh dan vegetasi yang bermanfaat misal tanaman buah-buahan seperti kelengkeng, manggis, mangga, dan sebaginya.

D. Penataan Bangunan (Landmark) : Pada Kawasan dapat dibuat sebuah Landmark kawasan baik berupa bundaran dengan bangunan non bertingkat pada sisi gambar dapat didesain dengan menghadirkan elemen air. Elemen ini bertujuan mewujudkan kesejukan selain vegetasi peneduh yang ada. Sehingga pengunjung saat datang ke lokasi ini menjadi segar dari kejenuhan aktiftas pekerjaan dan lain sebagainya.

E. Penataan Jogging Track Penataan Jogging Track pada kawasan dibuat bebas tidak lurus atau kaku agar tidak terkesan monoton, sehingga dibentuk lekukan dan dibuat titik pertemuan baik berupa pusat pertemuan, ruang duduk atau santai dan mencapai jaringan internet.

Gambar 5. Konsep Penataan Fasade

Gambar 6. Konsep Penataan Pedestrian dalam Site & Vegetasi

Gambar 7. Penataan Bangunan (Landmark)

Gambar 8. Penataan Jogging Track

Page 28: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 23

F. Konsep Penataan Sirkulasi Sirkulasi pada umumnya mengikuti jalur kendaraan. Pada lokasi site sirkulasi kendaraan ada pada bagian selatan yang terdapat parkir kedaraan roda 4 dan roda 2 dengan kapasitas terbatas dan dapat didua fungsikan sebagai lapangan bermain sepatu roda, dll.. Dan pada khususnya. Pada bagian luar kawasan dapat diterapkan kawasan bebas parkir guna memenuhi kebutuhan parkir itu pun disesuikan pada jam.hari tertentu misal hari sabtu dan minggu. G. Konsep Penataan Pedangan Kaki Lima Untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak diperkenankan ruang untuk berjualan di dalam kawasan ini. Yang bisa diadakan sebagai ruang PKL ada pada kawasan dekat parkir atau bagian paling selatan site ini dari jalan dalam lingkungan hingga kawasan ruang terbuka parkir. konsep site pada kawasan ini mengikuti bentuk dengan kesan penerimaan terhadap tamu yang telah memasuki kawasan kota Sukamara dengan memberikan kesan membimbing tamu ke arah pusat kota dimana area ini dijadikan ruang istirahat sementara dari perjalan jauh ke kota ini sebelum ke kawasan pusat kota Sukamara atau tempat tujuan

Area Parkir

Sirkulasi Kendaraan Luar kawasan dan

Dalam kawasan

Gambar 9. Konsep Penataan Sirkulasi

Gambar 10. Konsep Penataan Pedagang Kaki Lima

Jogging Track/ Hutan Kota

Ruang Parkir dan PKL Pedestrian dalam Site

Elemen Air

Jalan Utama Ke Pusat Kota

Sebagai Landmark

Page 29: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

24 ISSN 1907 - 8536

H. Penataan Jogging Track/ Hutan Kota Secara ekonomis, dengan kondisi perekonomian yang relatif sedang dan rendah, dimungkinkan kemampuan masyarakat setempat akan hiburan dan olahraga yang minim biaya sangat diidamkan baik olahraga gratis, fasilitas wifi/ internet gratis, menoton pertunjukan gratis hingga ajang kumpul-kumpul anak muda sangatlah tinggi sehingga kawasan Jogging Track/ hutan kota memiliki multi fungsi selain sebagai tempat olah raga dan lainnya juga sebagai ruang pertunjukan atau pergelaran seni khas daerah maupun pertunjukan even-even besar lainnya.

I. Penataan Bangunan (Landmark) : Pada Kawasan dapat dibuat sebuah Landmark kawasan baik berupa bundaran dengan bangunan non bertingkat pada sisi gambar dapat didesain dengan menghadirkan elemen air. Elemen ini bertujuan mewujudkan kesejukan selain vegetasi peneduh yang ada. Sehingga pengunjung saat datang ke lokasi ini menjadi segar dari kejenuhan aktiftas pekerjaan dan lain sebagainya.

Ruang Terbuka Hijau/ Hutan

Kota

Jogging Track

Landmark

Gambar 11. Penataan Jogging Track/ Hutan Kota

Gambar 12. Penataan Bangunan (Landmark)

Page 30: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 25

DAFTAR PUSTAKA Ari, Isnu Rini D. Penggunaan Ruang Publik Oleh Remaja di Kota Malang. Jurnal Teknik Volume

VIII no. 3. Universitas Brawijaya. Malang 2001.

Budiharjo, Eko. Tata Ruang Perkotaan. Alumni Bandung 1992.

Budiharjo, Eko. Kota Berkelanjutan. Alumni Bandung 1992.

Daldjoeni, Eko. Seluk Beluk Masyarakat Kota. Alumni Bandung 1992

Hadi, Dwita dan Bakti Setiawan. Perancangan Kota Ekologi. Direktorat Jenderal Pendididkan Tinggi Depdikbud, Jakarta. 1999.

Hakim, Rustam. Unsur Perancangan dalam Arsitektur Landskap, Bumi Aksara. Jakarta, 1993.

Catanese, Anthony & Snyder, James, An Introduction to Urban Design, Harper and Row, Publisher. Ny. 1979.

Hedraningsih, Dkk., Peran, Kesan dan Pesan Bentuk-bentuk Arsitektur, Cetakan Kedua, Teknik Arsitektur, ITS, Surabaya. 1985.

Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan raya No. 13/1970, badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta 1976.

De Chiara, Joseph & Koppelmen, Lee, Planning Design Criteria, Scrippta Book Company, 1969.

Page 31: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

26 ISSN 1907 - 8536

THE POTIENTALS OF TOURISM PRODUCT IN THE DEVELOPMENT

OF TANGKILING TOURISM VILLAGE IN BUKIT BATU

SUB-DISTRICT, CENTRAL KALIMANTAN

AS AN EFFORT TO SUPPORT ENVIRONMENT CONSERVATION

Yesser Priono, M.Sc1

Abstract

Tangkiling village has been a rural area with natural, historical, cultural potentials, and local

architecture to be developed as saleable tourism products for tourists. It also serves as a river adventure tourism gate, and presently it quite highly attracts tourists’ interests in terms of Rungan-Kahayan river adventure tourism. The less-optimally exploited potentials of Tangkiling village and lower community’s awareness in rural development and environment conservation of Tangkiling tourism village surrounding have been the main problems of Tangkiling tourism village, Bukit Batu sub-district, Central Kalimantan.

This research, mainly, had 3 (three) objectives, namely, to identify (1) the potentials, condition and market of tourism products of Tangkiling tourism village, (2) to what extent the tourism product potentials of Tangkiling village had opportunity to be developed as tourism village, (3) which aspects of product development could serve as important instruments in supporting environment conservation efforts.

Results analysis showed that (1) the potentials of attractions in Tangkiling village was sufficiently attractive as indicated from relatively higher tourists’ assessment on river adventure attraction; however, the quality of amenities such as accommodation, information center, and souvenirs were considered as less sufficient; while the quality of accessibility in Tangkiling village was sufficient; the market in Tangkiling tourism village was categorized as natural in characteristics and it was for group tourism package; (2) the tourism product potentials of Tangkiling village had high opportunity to be developed as tourism village; (3) the aspects of product development capable to be important instruments in supporting environment preservation efforts involved those with environment education orientation and those with environmental friendly material usage.

Keywords: product, market, tourism village, and environment preservation. PENDAHULUAN Latar Belakang Desa wisata dinilai sangat potensial untuk dikembangkan saat ini mengingat pada tahun-tahun terakhir agrotourism dan ekowisata sangat diminati wisatawan. Desa Wisata dinilainya efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan karakter wisata desa

1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya

Page 32: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 27

yang bersangkutan. Village Tourism atau wisata pedesaan yaitu dimana wisatawan dalam rombongan kecil tinggal di atau dekat desa-desa yang tradisional bahkan terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan lingkungan setempat. (Inskeep,1991). Desa Wisata sebagai bentuk lain dari sustainable tourism yang mengeksploitasi sumber–sumber di wilayah desa mengakibatkan sedikit atau tidak sama sekali pengaruh yang berbahaya, menghasilkan peningkatan manfaat bagi daerah pedesaan yang menyangkut produktivitas desa, lapangan kerja, meningkatkan pemerataan kekayaan, perlindungan bagi lingkungan dan budaya desa dan keterlibatan penduduk setempat, serta merupakan sebuah cara yang cocok untuk mengadaptasi keyakinan dan nilai tradisional pada jaman modern merupakan konsep yang strategis dalam menjaga kelestarian lingkungan. Desa Tangkiling merupakan suatu kawasan pedesaan yang mempunyai potensi alam, sejarah, budaya dan arsitektur lokal yang dapat dikembangkan sebagai wisata yang layak jual bagi wisatawan dan juga menjadi pintu gerbang pariwisata susur sungai yang saat ini menjadi minat wisatawan yang cukup tinggi terhadap atraksi wisata susur sungai Rungan-Kahayan. Potensi desa Tangkiling yang belum termanfaatkan secara optimal dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengembangan desa dan pelestarian lingkungan kawasan desa wisata Tangkiling menjadi permasalahan pokok pada desa wisata Tangkiling Kecamatan Bukit Batu Kalimantan Tengah. Permasalahan Permasalahan pokok berkaitan dengan potensi Desa Tangkiling Kecamatan Bukit Batu Kalimantan Tengah antara lain : a) Potensi desa Tangkiling yang belum termanfaatkan secara optimal dalam mendukung upaya

pelestarian lingkungan alam dan budaya. b) Degradasi lingkungan pada desa wisata Tangkiling. c) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengembangan desa dan pelestarian lingkungan

kawasan desa wisata Tangkiling. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) untuk mengetahui potensi dan kondisi produk wisata serta pasar desa wisata Tangkiling, (2) untuk mengetahui sejauh mana potensi produk wisata desa Tangkiling memiliki peluang dalam sebagai desa wisata, (3) untuk mengetahui aspek-aspek pengembangan produk yang dapat menjadi instrument penting dalam mendukung upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya.

TINJAUAN PUSTAKA a. Desa Wisata Muliawan (2000) mengungkapkan beberapa kriteria suatu desa dapat dikembangkan sebagai desa wisata yaitu memiliki potensi produk/daya tarik yang unik dan khas yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan (sumber daya wisata alam, budaya), memiliki dukungan sumber daya manusia (SDM) lokal yang cukup memadai, adanya semangat motivasi yang kuat dari masyarakat dalam menjaga karakter yang khas dari lingkungan fisik alam pedesaan dan kehidupan budaya yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat setempat, memiliki alokasi lahan atau area Chamberlain (1993) dalam Myra P. Gunawan (1997), menjelaskan ada dua syarat bagi keberhasilan pembangunan pariwisata desa dan daerah pedesaan yaitu : 1. Bahwa masyarakatnya harus menghendaki adanya pembangunan pariwisata. 2. Bahwa daerah tujuan wisatanya harus memiliki daya tarik yang dapat memikat pasar

wisatawan yang dituju.

Page 33: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

28 ISSN 1907 - 8536

b. Pelestarian Lingkungan Berdasarkan (UU No. 23 Th 1997) Pelestarian Lingkungan adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan suatu kegiatan agar mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Adapun 5 prinsip dalam lingkungan (Thomas A. Fisher, AIA, November, 1992) : lingkungan yang sehat, efesiensi energy, material ramah lingkungan, bentuk lingkungan/tata guna lahan, desain yang baik. Menururt Mc Cool. at all, 2003 dalam menjaga kelestarian suatu objek, juga harus memperhatikan daya dukung (carrying capacity).

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian menggunakan deduktif rasionalistik, dimana penelitian deduktif adalah penelitian yang menggunakan teori atau konsep sebagai bingkai dalam penelitian. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhajir (2000) metode deduktif rasionalistik merupakan ilmu yang dibangun berdasarkan rasionalisme menekankan pada pemaknaan empiri, pemahaman intelektual dan kemampuan berargumentasi secara logis dan perlu didukung oleh data empirik yang relevan. Penelitian ini menggunakan dua metode analisis yaitu metode analisis secara kuantitatif dan metode analisis secara kualitatif. Metode analisis kuantitatif akan digunakan untuk mengukur secara matematis instrumen-instrumen skalatis, seperti dalam analisis data secara statistik deskriptif dan pengujian-pengujian khusus pada data angka/nominal. Sementara itu, metode

Gambar 1. Wilayah Penelitian Sumber : Diolah Dari Data PemKot Kota Palangka Raya

Page 34: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 29

3.89

3.56

3.69

4.5

0 1 2 3 4 5

Kualitas fisik jalan

Jarak Tempuh

Moda Tranportasi

analisis secara kualitatif merupakan metode analisis secara deskriptif yaitu analisis yang ditujukan untuk mempertajam hasil analisis kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Potensi Produk Wisata dan Pasar Desa Tangkiling A. Atraksi

Berdasarkan hasil analisis potensi atraksi yang berperan dalam pengembangan desa Tangkiling sebagai desa wisata adalah wisata susur sungai. Berikut akan di jabarkan potensi atraksi/daya tarik wisata pada gambar berikut di bawah ini

B. Aksesibilitas Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas aksesibilitas desa Tangkiling dalam mendukung pengembangan desa Tangkiling sebagai desa wisata sudah cukup terpenuhi. Berikut akan di jabarkan kualitas aksesibilitas pada desa Tangkiling dalam mendukung pengembangangnya sebagai desa wisata pada gambar berikut di bawah ini

0 1 2 3 4 5

AgrowisataPertunjukkan Seni dan Budaya

Perkampungan Tradisional MasyarakatKerajinan Masyarakat Lokal

Aktifitas Sosial Budaya Masyarakat LokalKesenian Tradisional

Hiking/menjelajah hutanPura Agama Hindu Bali

Penangkaran BuayaPendakian/Panjat Tebing

Pengamatan Aktifitas SatwaCagar Alam Batu Banama

Arsitektur LokalRumah Keramat/Pasah Patahu

Biara-biara KarmelitHutan Hujan Tropika dataran Rendah

Hutan Belantara/Keanekaragaman HayatiWisata Susur Sungai Rungan

Tid

ak M

en

ari

k

Ku

ran

g M

en

ari

k

Se

da

ng

Me

na

rik

Sa

ng

at

Me

na

rik

Gambar 2. Tingkat Potensi Atraksi/Daya Tarik Wisata Sumber : Analisis, 2010

Gambar 3. Tingkat Kualitas Aksesibilitas Sumber : Analisis, 2010

Page 35: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

30 ISSN 1907 - 8536

Kualitas aksesibilitas menuju kawasan desa Tangkiling sudah cukup terpenuhi hanya saja kondisi beberapa titik di daerah desa wisata Tangkiling menuju beberapa objek wisata di desa Tangkiling perlu perbaikan dan peningkatan kualitas infrastruktur. Juga perlunya pengembangan kualitas transportasi tradisional seperti kelotok dalam memberikan kualitas kenyamanan pada wisatawan yang menggunakan jasa transportasi kelotok dan kapal wisata susur sungai. Perlunya perbaikan untuk signage/penunjuk arah menuju desa wisata Tangkiling, objek wisata di desa wisata Tangkiling. Juga perlunya perletakan signage pada daerah-daerah yang strategis yang mudah dengan jelas di lihat dan dijumpai oleh wisatawan/pengunjung.

A. Amenitas Berdasarkan hasil analisis kualitas amenitas pada desa Tangkiling masih belum terpenuhi. Fasilitas rumah makan dan penginapan masih sangat minim. Untuk fasilitas akomodasi penginapan di Desa Tangkiling masih belum ada. Hal ini menyebabkan wisatawan yang datang ke Desa Tangkiling memiliki lama tinggal (length of stay) yang sangat kecil. Berikut dapat kita lihat kualitas amenitas pada desa Tangkiling yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Berdasarkan hasil analisis terhadap kualitas fasilitas pendukung pengembangan desa wisata Tangkiling, diperoleh hasil fasilitas yang sangat dibutuhkan berdasarkan penilaian terendah dari kualitas fasilitas menjadi faktor yang dominan pengembangannya seperti pada gambar dibawah ini antara lain : pusat cenderamata, akomodasi penginapan/homestay, pusat informasi wisata.

B. Karakter dan Segmen Pasar

Analisis karakter dan segmen pasar pada desa wisata Tangkiling dilakukan berdasarkan parameter asal wisatawan, motivasi kunjungan wisatawan, aktifitas atau kegiatan yang dilakukan wisatawan, persepsi wisatawan terhadap desa Tangkiling, frekuensi kunjungan dan lama kunjungan.

2.15

2.18

2.36

2.45

2.61

2.68

2.83

2.85

2.91

3.03

3.03

3.06

3.13

3.4

0 1 2 3 4 5

Pusat Cendera Mata

Akomodasi Penginapan/homestay

Pusat Informasi Wisata

Fasilitas kuliner

Persampahan

PKL/Kios-kios Penunjang

KM/MCK

Drainase

Air Bersih

Fasilitas tempat duduk dan berteduh

Telekomunikasi

Sarana Peribadatan

Fasilitas Parkir

Keamanan

Sa

ng

at

Bu

ruk

Bu

ruk

Cu

ku

p

Ba

ik

Sa

ng

at

Ba

ik

Gambar 4. Tingkat Kualitas Amenitas Pada Desa Tangkiling Sumber : Analisis, 2010

Page 36: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 31

Tabel 1. Segmen Pasar

Parameter Pembahasan

Asal Wisatawan Asal wisatawan pada desa Tangkiling sebagian besar adalah wisatawan nusantara yang berasal dari daerah-daerah di Kalimantan Tengah.

Motivasi Wisatawan Motivasi kunjungan wisatawan ke desa wisata Tangkiling antara lain didominasi oleh : mengenal alam, lepas dari rutinitas dan bersenang-senang.

Aktifitas Wisatawan

Aktifitas atau kegiatan utama yang ingin dilakukan wisatawan ke desa wisata Tangkiling antara lain : melihat pemandangan alam dan pengamatan satwa dan burung.

Persepsi Wisatawan

Terkait dengan persepsi wisatawan terhadap kawasan desa wsiata Tangkiling menunjukkan persepsi dominan yang melekat dalam benak wisatawan adalah kesan keindahan alam dan kehidupan flora dan fauna.

Frekuensi Kunjungan Rata-rata frekuensi kunjungan wisatawan ke desa wisata Tangkiling yaitu 6 – 10 kali.

Lama Kunjungan Rata-rata kunjungan wisatawan ke desa wisata Tangkiling memilih memilih tidak menginap atau langsung pulang.

Sumber : Analisis, 2010

Analisis Peluang Pengembangan Desa Wisata Tangkiling Analisis peluang potensi produk dalam pengembangan desa wisata Tangkiling dilakukan berdasarkan parameter penilaian utama adalah parameter kualitas dan tingkat perkembangan/prospek ke depan

Tabel 2. Matrik Penilaian Kualitas Produk Wisata Desa Tangkiling

Parameter Kualitas Produk Wisata

Nilai Analisis

A1 Keunikan Atraksi

Wisata (50%)

3

Keunikan pada desa Tangkiling antara lain dengan adanya atraksi wisata susur sungai yang menjadi potensi daya tarik dan keunikan atraksi

sosial budaya masyarakat

A2 Keragaman Daya Tarik (kuantitas)

(50%) 5

Desa Tangkiling mempunyai keragaman daya tarik wisata antara lain : susur Sungai Rungan,

Hutan Belntara, Hutan Hujan Tropika, Biara-biara Karmelit, Cagar Alam Batu Banama,

Pengamatan Aktivitas Satwa, Penangkaran Buaya, Agrowisata dan masih banyak lainnya.

Total Nilai 4

Kelas 4

Sumber : Analisis, 2010

Page 37: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

32 ISSN 1907 - 8536

Tabel 3. Matrik Penilaian Perkembangan dan Prospek Produk Wisata Desa Tangkiling

Parameter Tingkat Perkembangan

Nilai Analisis

B1 Skala Jangkauan

Pasar (25%)

5

Skala Jangkauan pasar pada desa Tangkiling sudah di tingkat global (dunia) dengan adanya

kunjungan wisatawan pada desa Tangkiling melalui atraksi wisata Susur Sungai

B2

Jaringan Aksesibilitas (Keterjangkauan

menuju obyek wisata) (20%)

5

Desa Tangkiling sangat mudah di kunjungi dan dicapai serta memiliki link dengan pintu masuk utama kota dengan jarak tempuh yang relatif mudah dan waktu tempuh yang relatif pendek

bila di akses melalui jalur darat.

B3 Kelengkapan Sarana

dan Prasarana (15%)

3 Memiliki 3 macam sarana pendukung antara lain : sarana peribadatan, kios-kios pendukung, dan

Telekomunikasi.

B4

Besarnya Jumlah Wisatawan yang

Berkunjung (20%)

4

Berdasarkan hasil survey terhadap besarnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek-

objek wisata di desa Tangkiling diketahui rata-ratajumlah wisatawan antara 25.001 – 35.000

pertahun

B5

Prospek Pengembangan dikaitkan trend

produk pariwisata ke depan (20%)

4

Melihat dari prospek pengembangan dikaitkan deng trend produk pariwisata ke depan

menunjukkan bahwa pada desa Tangkiling memiliki potensi yang kuat terhadap peluang pengembangan dengan atraksi utama yaitu

susur sungai Rungan.

Total Nilai 4,3

Kelas 5

Sumber : Analisis, 2010

Gambar 5. Diagram Kartesius Peluang Produk Wisata Pada Desa Tangkiling Sumber : Analisis yang diolah, 2010

Page 38: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 33

Berdasarkan hasil analisis menggunakan diagram kartesius. menunjukkan bahwa peluang produk wisata desa Tangkiling kecamatan Bukit Batu Kalimantan Tengah termasuk dalam kuadran I dengan keunikan dan perkembangan/prospek peluang yang “tinggi”. Analisis Aspek Pengembangan Produk Dalam Upaya Mendukung Pelestarian Lingkungan. Analisis Aspek Pengembangan Produk Dalam Upaya Mendukung Pelestarian Lingkungan dilakukan untuk mengetahui aspek apa saja dalam pengembangan produk pada desa wisata Tangkiling yang dapat menjadi instrument penting dalam upaya mendukung pelestarian lingkungan.

Tabel 4. Matrik Aspek Pengembangan Produk Dalam Upaya Pelestarian Lingkungan

Aspek Pengembang

an Produk Analisa

Pendidikan Lingkungan

Atraksi

Adanya papan peraturan kepada wisatawan dalam berperilaku maupun melakukan aktifitas/kegiatan wisata di desa Tangkiling hanya saja perlu diperbaiki dan ditingkatkan lagi.

Pengembangan ekowisata pada desa Tangkiling yang mengarah pada pendidikan lingkungan dalam upaya dalam mendukung pelestarian lingkungan

Pada desa Tangkiling atraksi yang berhubungan dengan pendidikan lingkungan antara lain : atraksi wisata susur sungai, pengamatan satwa langka orang utan, agrowisata.

Amenitas Adanya Balai Benih Pertanian dan Perikanan Tangkiling dengan kegiatan penelitian, pendidikan dan edukatif.

Aksesibilitas Belum adanya pengembangan aksesibilitas pada desa Tangkiling dalam pendidikan lingkungan.

Penggunaan Material/Bahan

Ramah Lingkungan

Amenitas

Pengembangan amenitas pada desa Tangkiling kebanyakan menggunakan bahan material kayu dan juga terdapat akomodasi pada desa Sei Gohong berupa ecovillage yang merupakan akomodasi ramah terhadap lingkungan dan menyatu dengan alam.

Aksesibilitas

Pada Desa Tangkiling terdapat transportasi tradisional berupa perahu dan sampan yang ramah terhadap lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar yang merupakan salah satu pengembangan produk yang mendukung dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan.

Daya Dukung

Atraksi Daya dukung pada desa Tangkiling masih memenuhi dalam pengembangan atraksi.

Amenitas

Untuk Pengembangan fasilitas pada desa Tangkiling sangat diperlukan terutama untuk akomodasi, dan pengembangan amenitas masih memenuhi daya dukung lingkungan.

Page 39: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

34 ISSN 1907 - 8536

Aksesibilitas

Kondisi aksesibilitas pada desa Tangkiling masih memenuhi daya dukung dalam upaya pelestarian lingkungan kawasan desa wisata Tangkiling Kecamatan Bukit Batu Kalimantan Tengah.

Pengendalian Tata Guna

Lahan

Atraksi Belum adanya pengendalian tata guna lahan pada desa wisata Tangkiling dalam pengembangan atraksi.

Amenitas Belum adanya pengendalian tata guna lahan pada desa wisata Tangkiling dalam pengembangan amenitas.

Aksesibilitas Belum adanya pengendalian tata guna lahan pada desa wisata Tangkiling dalam pengembangan aksesibilitas.

Regenerasi Sumber Daya Lingkungan

Atraksi

Adanya pengembangan atraksi dalam regenarasi sumber daya lingkungan pada desa Tangkiling antara lain : penghijauan/penanaman kembali tanaman langka yang terdapat pada kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling.

Amenitas Belum adanya pengembangan amenitas dalam regenerasi sumber daya lingkungan.

Aksesibilitas Belum adanya pengembangan aksesibilitas dalam regenerasi sumber daya lingkungan.

Sumber : Analisis, 2010 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa : (1) Potensi atraksi pada desa Tangkiling cukup menarik, sebagaimana ditunjukkan dari penilaian yang relatif tinggi wisatawan terhadap atraksi wisata susur sungai, untuk kualitas amenitas seperti akomodasi, pusat informasi dan cenderamata masih kurang terpenuhi, dan untuk kualitas aksesibilitas pada desa Tangkiling sudah cukup terpenuhi dengan baik. Pasar pada desa wisata Tangkiling merupakan kalangan yang termasuk dalam karakteristik bersifat alam dan melakukan perjalanan wisata dalam kelompok. (2) Potensi produk wisata desa Tangkiling mempunyai peluang yang tinggi dalam pengembangannya desa wisata Tangkiling. (3) Aspek pengembangan produk yang dapat menjadi instrument penting dalam mendukung dalam upaya pelestarian lingkungan meliputi : aspek pengembangan produk yang mengarah pada pendidikan lingkungan dan penggunaan material/bahan yang ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsismi, Dr, Prof. 1996, Prosedur Penelitian, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi., 1997, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Bandung.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri; Ari Sujito, Wiwied Trisnadi., 2000., Pengembangan Model Pariwisata Pedesaan Sebagai Alternatif Pembangunan Berkelanjutan. Puspar-UGM, Yogyakarta.

Beaumont, N., 1998, An Australian Perspective, Pacific Tourism Review, 2: 239 - 50..

Page 40: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 35

Diworoputro, L., 2009, Posisi Potensi Produk Bantang Budaya Terhadap Pola Desa Wisata Berjo, UGM, Yogyakarta.

Eagles, Paul F.J.; Mc Cool, Stephen F. & Haynes, Christoper D., 2002 Sustainable Tourism in Protected Areas : Guidelines for Planning and Management, IUCN, United Kingdom.

Fennel, D.A., 2002, Ecotourism Program Planning, CABI Publishing, Canada.

Gunn, Clare, A., 1994, Tourism Planing 2nd Ed., Taylor and Francis, USA.

Gunawan, Myra. P., 1997, Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan, ITB, Bandung.

Hall, Michael, C., 2000, Tourism Planning : Policies, Processes And Relationship, Pearson Education. Ltd, UK.

Holden,A. and Kealy,H., 1996, A Profile of UK Outbound “Environmentally Friendly” Tour Operators,Tourism Management, 17:60-4.

Hutama, Pandu Satria., 2008, Prinsip Pembangunan Pariwisata Berkesinambungan Dalam Pengembangan Agrowisata, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Inskeep, Edward., 1991, Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, Van Nostrand Reinhold, New York.

______________., 1993, Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, Van Nostrand Reinhold, New York.

Kusumayadi, Endar Sugiarto, 2000, Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Mcintosh, R., Goeldner C.R., Ritchie, Brent, J.R., 1995, Tourism : Principles, Practices, and Philosophy, John Wiley & Sons.Inc, Canada.

Muliawan, H., 2000, Makalah Perencanaan dan Pengembangan Desa Wisata, Stuppa Indonesia.

Nuryanti, Wiendu., 1993, Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya, Gadjah Mada University, Yogyakarta.

Pelapory, L.M., 2009, Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan desa penglipuran sebagai destinasi wisata berbasis pedesaan, UGM, Yogyakarta.

Prakoso, Aditha Agung., 2008, Pengembangan Desa Wisata Melalui Pendekatan Rute Wisata Kasus : Desa Wisata Srowolan, Sleman, DIY, UGM, Yogyakarta.

Suhardjo, 2008, Geografi Pedesaan, IdeAs Media, Yogyakarta.

Soebagyo, 1991, Desa Wisata di Bali : Tantangan dan Kesempatan, dalam Kertas Kerja PPM/UGM, Yogyakarta.

Swarbrooke, John., 1995, Attraction Management, Prentice Hall, London.

_______________., 2004, Sustainable Tourism Management, CABI Publishing, Oxon.

Roberts,L. and Hall, D., 2001, Rural Tourism and Recreation : Principles and Practice, CABI, USA.

Page 41: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

36 ISSN 1907 - 8536

Rural Tourism An Introduction (Richard & Julia Sharpley) 1997, International Thomson Business Press, London, UK.

Wahab, Salah and John Pigram., 1997, Tourism Development and Growth, Routledge, London.

Wahab, Salah., 2003, Manajemen Kepariwisataan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Warpani, Suwardjoko P, dan Warpani, Indira P., 2007, Pariwisata Dalam Tata Ruang Wilayah, ITB, Bandung.

http://www.ekowisata.html

http://www.rhc.at/kalteng/gallery.php

http://www.kaltengpos.com

http://www.wikipedia.com

http://wordpress.com/2007/07/17/agroindustri-masa-depan-kita-semua/.

http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi

http://community.um.ac.id/showthread.php?70746-Upaya-Pelestarian-Lingkungan-Hidup

http://id.wikipedia.org/wiki/Pelestarian_lingkungan_hidup

http://agustinarahmayani.wordpress.com/2008/04/17/pemanfaatan-dan-pelestarian-lingkungan-

hidup/

(www.agnet.org/library/article/eb458b.html

Page 42: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 37

ANALISIS RUGI LABA DAN BREAK EVEN POINT PADA PROYEK PERUMAHAN KPR WENGGA BUMI RAYA

KPR WENGGA BUMI RAYA III DI SAMPIT

Subrata Aditama K.A. Uda, ST., MT 1 Wiwit Whindari, ST 2

Abstrak

Kredit Pemilikan Rumah pada masa sekarang ini merupakan pilihan yang sangat mungkin di ambil masyarakat sebagai sarana untuk membeli perumahan yang mereka diinginkan. Pertambahan penduduk ekonomi menengah ke bawah sekarang ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan perumahan yang terjangkau, akan tetapi keadaan ekonomi yang fluktuatif membuat para investor harus berhati-hati dalam melakukan investasinya. Maka tugas akhir ini disusun untuk mengetahui analisis ekonomi teknik perumahan Wengga Bumi Raya III, di Sampit. Analisis ekonomi teknik yang dilakukan pada perumahan ini menggunakan metode Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BCR) sebagai metode untuk memperhitungkan Rugi Laba, serta metode Break Even Point (BEP) untuk mengetahui pada unit ke berapa perumahan ini mengalami impas. Impas terjadi pada saat pendapatan sama dengan pengeluaran. Hasil perhitungan NPV dan BCR menyatakan sejauh ini proyek perumahan ini telah mendapatkan laba sebesar Rp. 132.538.370,00 dengan Ratio Manfaat Biaya 1,0846. Titik impas yang dihitung dengan menggunakan metode BEP terjadi pada saat nilai pengeluaran dan pemasukan sebesar Rp. 1.322.238.291,25. Titik impas terjadi pada unit ke-23 di bulan ke-12, yaitu bulan Mei 2013. Kata Kunci : Rugi Laba, Titik Impas, Net Present Value, Benefit Cost Ratio, Break Even Point.

PENDAHULUAN Latar Belakang Pada saat ini dengan keadaan ekonomi yang begitu fluktuatif dan pertambahan penduduk yang begitu signifikan sedang terjadi di Indonesia. Terlepas dari keadaan ekonomi yang begitu fluktuatif, masing-masing provinsi mulai membangun daerahnya, sehingga mulai menarik sebagian masyarakat yang berpikir untuk menanamkan investasi di daerah. Pertumbuhan penduduk yang terjadi menyebabkan munculnya kebutuhan untuk menyediakan perumahan yang layak huni khususnya di Kalimantan Tengah. Untuk menyediakan kebutuhan rumah bagi sebuah keluarga bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini karena diperlukan jumlah uang yang tidak sedikit untuk membangun sebuah rumah bahkan yang sederhana sekalipun. Pemerintah dan para pengembang telah mendapat pemecahan masalah ini dengan memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah salah satu cara untuk memiliki rumah dengan membayar kredit baik itu kepada pihak Bank maupun kepada pihak

1 Staff Pengajar Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Universitas Palangka Raya 2 Alumni Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Universitas Palangka Raya

Page 43: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

38 ISSN 1907 - 8536

pengembang.Dengan adanya kebutuhan untuk menyediakan perumahan yang layak huni bagi masyarakat, hal ini membuka peluang pasar yang lumayan besar bagi para investor. Akan tetapi investasi seperti ini memiliki resiko yang tidak kecil, sehingga diperlukan analisis rugi laba dan perhitungan titik impas untuk memperkecil resiko investasi untuk gagal dipasaran. Pada penelitian ini mengambil studi kasus pada Proyek Perumahan KPR Wengga Bumi Raya III di Sampit, Kotawaringin Timur. Proyek Perumahan ini di kelola oleh developer lokal dari PT. Wengga Jaya Makmur. Rumusan Masalah Sesuai penjelasan pada latar belakang, maka rumusan masalahannya adalah : 1. Apakah Proyek Perumahan KPR Wengga Bumi Raya III telah mendapat laba? 2. Pada unit ke berapakah Titik Impas dari biaya pembangunan pada Proyek Perumahan KPR

Wengga Bumi Raya III terjadi? Tujuan dan Manfaat Penelitian Memperhitungkan rugi laba pada saat ini dari proyek Perumahan Wengga Bumi Raya III di Sampit dan mengetahui berapa lama sampai pemilik proyek mengalami titik impas pada proyek perumahan tersebut. Penelitian ini juga dapat memberikan manfaat antar lain: 1. Dengan mengetahui perhitungan rugi labanya, diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan untuk pihak pengembang apakah proyek harus diteruskan atau tidak. 2. Dan setelah mengetahui kapan titik impas itu terjadi, sehingga pihak pengembang diharapkan

paling tidak dapat memenuhi target penjualan agar tidak mengalami kerugian. DASAR TEORI Ekonomi teknik adalah ilmu yang merupakan perpaduan dari ilmu ekonomi dan ilmu teknik. Ekonomi teknik pada rekayasa pembangunan, dipakai sebagai alat untuk menentukan kelayakan suatu proyek dan menjadi evaluasi dalam mengambil kebijakan pembangunan dari sudut pandang ekonomi. Prinsipnya suatu analisis tentang alternatif proyek yang diajukan sesudah melalui persamaan dengan analisis teknis, sosial dan lingkungan dan lainnya sehingga proyek apakah layak atau tidak secara ekonomi (Kodoatie, 1995). Dalam memilih strategi yang tepat perlu mengetahui tentang Bauran Pemasaran atau Marketing Mix, yaitu : a. Product (produk yang dipasarkan) b. Price (harga dari produk tersebut) c. Place (saluran distribusi) d. Promotion (promosi)

Pengertian Biaya Menurut (Kodoatie, 1995), biaya itu terdiri dari : a. Biaya modal (capital cost)

Biaya modal adalah jumlah semua pengeluaran yang dibutuhkan mulai dari pra studi, sampai proyek selesai dibangun. Semua pengeluaran yang termasuk biaya modal ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1) Biaya langsung (Direct cost)

Biaya ini merupakan biaya yang diperlukan untuk pembangunan suatu proyek. Misalnya untuk membangun suatu jembatan, biaya langsung yang diperlukan terdiri dari biaya

Page 44: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 39

pembebasan tanah, biaya galian dan timbunan, biaya beton bertulang, biaya konstruksi baja dan lainnya. Semua biaya inilah yang nantinya menjadi biaya konstruksi yang ditawarkan pada kontraktor, kecuali biaya pembebasan tanah. Biasanya biaya ini ditanggung oleh pemilik (owner).

2) Biaya tak langsung (Indirect cost) Biaya ini ada tiga komponen, yaitu :

Kemungkinan/hal yang tak diduga (contingencies) dari biaya langsung. Kemungkinan/hal yang tidak pasti ini bila dikelompokkan dapat dibagi menjadi tiga yaitu : - Biaya/pengeluaran yang mungkin timbul, tetapi tidak pasti. - Biaya yang mungkin timbul, namun belum terlihat. - Biaya yang mungkin timbul akibat tidak tetapnya harga pada waktu yang akan

datang (misal kemungkinan adanya kenaikan harga). Biasanya biaya untuk ini merupakan suatu angka prosentase dari biaya langsung, misal 5 %, 10 % ataupun 15 %. Tergantung dari pihak pemilik dan perencana.

Biaya teknik (engineering cost) Biaya teknik adalah biaya untuk pembuatan desain mulai dari studi awal (preleminary study), pra studi kelayakan, studi kelayakan, biaya perencanaan dan biaya pengawasan selama waktu pelaksanaan konstruksi.

Bunga (interest) Dari periode waktu untuk ide sampai pelaksanaan fisik, bunga berpengaruh terhadap biaya langsung, biaya kemungkinan dan biaya teknik sehingga harus diperhitungkan. Biaya tak langsung ini biasanya merupakan biaya yang bersifat kemungkinan baik itu berasal dari hal yang terduga atau hal yang tak terduga (contingencies) dari biaya langsung.

b. Biaya tahunan (annual cost)

Waktu sebuah proyek selesai dibangun, merupakan waktu awal dari umur proyek sesuai dengan rekayasa teknik yang telah dibuat pada waktu detail desain. Pada saat ini pemanfaatan proyek mulai dilaksanakan, misalnya membangun perumahan, pembangunan irigasi, jembatan dan lain-lain. Selama pemanfaatan proyek ini masih diperlukan biaya sampai umur proyek selesai. Biaya ini merupakan beban yang masih harus dipikul oleh pihak pemilik/investor. Pada prinsipnya biaya yang masih diperlukan sepanjang umur proyek ini, yang merupakan biaya tahunan terdiri dari tiga komponen (Kodoatie, 1995), yaitu : 1) Bunga

Bunga ini menyebabkan terjadinya perubahan biaya modal karena adanya tingkat suku bunga selama umur proyek. Besarnya bisa berbeda dengan bunga selama waktu dari ide sampai pelaksanaan fisik selesai.

2) Depresiasi Depresiasi adalah turunnya/penyusutan suatu harga atau nilai dari sebuah benda karena pemakaian dan kerusakan benda itu.

3) Biaya operasi dan pemeliharaan Agar dapat memenuhi umur proyek sesuai yang direncanakan pada detail desain, maka diperlukan biaya untuk operasi dan pemeliharaan proyek tersebut.

Page 45: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

40 ISSN 1907 - 8536

1. Estimasi Anggaran Pelaksanaan Dalam melakukan estimasi biaya rumah, biaya pembangunannya merupakan komponen biaya yang utama. Dalam komponen pembangunan ini meliputi pembangunan fisik rumah dengan anggaran biaya yang telah diperhitungkan. Adapun komponen biaya dalam pembangunan rumah meliputi Pekerjaan pendahuluan, Pekerjaan pondasi, Pekerjaan plesteran dinding, Pekerjaan lantai, Pekerjaan kusen dan kunci, Pekerjaan atap, Pekerjaan penutup atap dan plafond, Pekerjaan pengecatan, Pekerjaan instalasi listrik, Pekerjaan sanitasi / air bersih.

2. Umur Ekonomis Bangunan

Umur ekonomis bangunan merupakan periode waktu yang dipilih untuk analisis investasi bangunan dengan berbagai pertimbangan, misalnya usia fisik, usia fungsional, usia ekonomi, dan usia komponen pembentuk bangunan. Umur ekonomis bangunan perumahan berada di bawah 60 tahun, bahkan lebih rendah tergantung perawatan, komponen-komponen bangunannya, cuaca dan lainnya (Ashworth, 1994).

3. Harga Jual Rumah

Harga jual rumah kelak adalah merupakan pendapatan. Harga jual rumah ditentukan berdasarkan tipe rumah dan biasanya dinyatakan dalam Rp/unit dimana sudah termasuk harga rumah pertapakan (kavling). Dalam harga jual rumah, ada yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Jika harga jual rumah tidak termasuk PPN dan PPh, maka harga jual disebut harga jual dasar. Harga jual dasar diusahakan masih dalam batasan yang masih dapat pada suatu waktu. Pendapatan didapat dari hasil penjualan rumah secara tunai maupun angsuran.

4. Perkiraan Rugi Laba dan Bunga

Perkiraan rugi laba menunjukkan hasil atau laba perumahan, yang didapat dengan cara mencari selisih antara pendapatan, operasional dan pemeliharaan, dan depresiasi pertahun. Hasil perhitungan ini akan diperoleh laba sebelum pajak atau EBT, kemudian EBT selanjutnya dikenakan pajak, dan kemudian menghitung besarnya laba setelah pajak/EAT dengan cara mencari selisih antara EBT dengan pajak. Dalam analisis ekonomi teknik, baik untuk modal sendiri maupun modal pinjaman harus diberi imbalan berupa keuntungan untuk modal sendiri dan bunga bagi modal pinjaman. Bedanya, jika bunga dari modal pinjaman akan diperhitungkan sebagai biaya yang mengurangi pajak, dan sebaliknya penyisihan dana untuk keuntungan bagi modal sendiri tidak mengurangi pajak.

5. Depresiasi

Depresiasi adalah penurunan nilai fisik barang dengan berlalunya waktu dan penggunaan. Lebih spesifik lagi, depresiasi adalah konsep akuntansi yang menentukan suatu deduksi tahunan terhadap pendapatan sebelum pajak, dengan demikian efek waktu dan penggunaan atas nilai aset dapat direfleksikan di dalam laporan keuangan perusahaan. Deduksi depresiasi tahunan bertujuan untuk menyesuaikan nilai tahunan yang digunakan oleh suatu aset dalam proses produksi dari pendapatan berdasarkan umur ekonomis aktual aset. Jumlah aktual depresiasi tidak pernah dapat ditentukan sampai aset tersebut berhenti digunakan. Karena depresiasi merupakan biaya non-kas yang mempengaruhi pendapatan pajak, maka harus

Page 46: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 41

dipertimbangkan dengan semestinya ketika melakukan studi ekonomi tentang after tax teknik (DeGarmo dkk, 2001).

6. Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU tentang pajak (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung yang akan dapat ditunjukkan dan dipergunakan untuk membayar pengeluaran umum.

7. Inflasi dan Eskalasi

Inflasi dan eskalasi berpengaruh besarnya terhadap total biaya proyek (dapat berkisar antara 7 – 20 % per tahun), lebih-lebih untuk proyek yang berlangsung dengan jangka waktu yang relatif lama (3 tahun atau lebih). Inflasi ini sering diartikan sebagai kenaikan harga barang, sedangkan eskalasi mencerminkan perubahan harga akibat inflasi ditambah faktor-faktor lain seperti upah tenaga kerja, sub kontrak dan lain-lain (Soeharto,1995).

8. Pemasaran

Ada 6 (enam) fungsi pemasaran yang biasanya merupakan komponen pemasaran, yaitu Analisis pasar, Komunikasi pemasaran, Segmentasi pasar, Differensiasi produk, Valuasi / penilaian, Jual beli.

9. Net Present Value ( NPV )

Net Present Value bisa disebut juga dengan Nilai Sekarang Bersih, yang merupakan selisih dari nilai pengeluaran total dengan nilai pemasukan total. Baik itu berupa nilai positif yang berarti untung ataupun negatif yang berarti rugi. Karena itu metode ini digunakan untuk memperhitungkan rugi laba dari proyek yang bersangkutan dalam penelitian ini (Pujawan, 2004) Pada metode ini semua nilai aliran kas dikonversikan menjadi nilai sekarang (P) dan dijumlahkan sehingga yang diperoleh mencerminkan nilai netto dari keseluruhan aliran kas yang terjadi selama horizon perencanaan. Secara matematis nilai sekarang bersih dari suatu aliran kas dapat dinyatakan sebagai berikut :

NPV = PVR - PVE

Keterangan : NPV = Net Present Value PVR = Present Value dari semua pemasukan (aliran kas positif) PVE = Present Value dari semua pengeluaran (aliran kas negatif) Dan persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai sekarang (P) dari persamaan (2.1) diatas adalah sebagai berikut :

Keterangan : P(i) = nilai sekarang dari aliran kas pada tingkat bunga i%

Page 47: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

42 ISSN 1907 - 8536

At = aliran kas pada akhir periode t i = tingkat bunga yang berlaku sekarang. N = horizon perencanaan atau lamanya waktu yang diperhitungkan. Hasil perhitungan ini merupakan besarnya nilai bersih pendapatan, sehingga apabila nilainya berupa nilai negatif, maka bisa dipastikan pihak pengembang mengalami kerugian.

10. Benefit Cost Ratio ( BCR )

Metode Benefit Cost Ratio atau Rasio Manfaat-Biaya digunakan untuk mempertimbangkan apakah suatu proyek itu bermanfaat atau tidak, atau dalam hal ini menguntungkan atau tidak. Metode ini memperhitungkan semua biaya yang terkait dalam suatu proyek, walaupun biaya itu bisa disebut biaya bebas atau biaya yang terjadi tanpa adanya anggaran yang ditetapkan (Pujawan, 2004) Secara sistematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

B / C = Manfaat / Ongkos

Manfaat = semua manfaat / keuntungan dinyatakan dengan nilai uang. Ongkos = semua ongkos-ongkos. Apabila dari perhitungan ini didapat nilai rasio :

BCR = 1, maka dapat disimpulkan bahwa proyek ini tidak mengalami kerugian, akan tetapi juga tidak mengalami keuntungan.

BCR ≥ 1, maka proyek mengalami keuntungan; sedangkan jika

BCR ≤ 1, bisa dikatakan proyek mengalami kerugian. Dengan demikian maka rasio B / C merefleksikan nilai Rupiah yang ekuivalen dengan manfaat yang diperoleh pemakai dan Rupiah yang ekuivalen dengan ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan oleh pemilik proyek. Secara umum bisa dikatakan bahwa bila rasio B / C lebih besar dari satu maka proyek tersebut bisa diterima dan bila kurang dari satu maka tidak bisa diterima. Sedangkan bila rasio B / C sama dengan satu maka kondisi proyek tidak berbeda (indifferent) antara bisa diterima atau tidak.

11. Titik Impas (Break Even Point)

Titik impas adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut (Thuesen dkk, 2001) bila pemasukan dan biaya diasumsikan sebagai fungsi linear dari jumlah produk yang dibuat dan dijual, analisis hubungan mereka terhadap laba amatlah disederhanakan. Biaya produksi tetap digambarkan dengan HL. Jumlah biaya produksi dan biaya pemasaran digambarkan dengan garis HK. Pendapatan dari penjualan digambarkan dengan garis OJ. Penggambaran linear itu merupakan perkiraan kondisi operasi sebenarnya dan hanya merupakan model. Analis operasi yang sudah ada atau yang diusulkan digambarkan oleh model titik impas dapat dibuat secara sistematis atau grafis, misalnya : N = jumlah unit produk yang dibuat dan dijual pertahun; R = jumlah Rupiah yang diterima per unit produk; R = kemiringan (slope) OJ; I = RN, pemasukan tahunan dari penjualan;

I = RN adalah persamaan garis OJ;

Page 48: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 43

F = biaya tetap dalam Rp./Tahun, digambarkan dengan OH dan HL; V = biaya variabel per unit produk; V = kemiringan HK; TC = penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel pada N unit produk, F + VN; TC= F+VN adalah persamaan garis HK; P = laba tahunan dalam Rupiah per tahun; P = I – TC; nilai negatif P menggambarkan kerugian. N* = titik impas, pada titik ini P = 0. Q = kapasitas produksi yang dinyatakan dalam unit per tahun;

Pada gambar ini, titik impas terjadi ketika ketiga garis OJ dan HK berpotongan.

HASIL ANALISIS PENELITIAN Data yang diperoleh setelah proses pengumpulan data baik itu data primer maupun data sekunder sebagai berikut :

1. Biaya Awal

Tabel 1. Biaya Awal

No. Rincian Volume Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp)

1 Pembebasan Tanah

20.000 M2 20.000 400.000.000

2 IMB 36 Unit 300.000 10.800.000

3 Biaya Pematangan Tanah

5.220 M2 35.000 182.700.000

P

M

J

K

L

Q N N* O

H

N dalam unit per tahun

Pem

asu

kan

ata

u b

iaya

dal

am R

up

iah

Biaya Tetap

HL : Biaya tetap HK : Biaya Variabel + Biaya Tetap

OJ : Pemasukan Tahunan

Page 49: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

44 ISSN 1907 - 8536

2. Anggaran Biaya Prasarana

Tabel 2. Anggaran Biaya Prasarana

No. Rincian Volume Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp)

1

Pembuatan Jembatan Ke lokasi Perumahan

1 Ls 4.500.000 4.500.000

2 Pengurugan Jalan

2.600 M2 50.000 130.000.000

3. Anggaran Biaya Konstruksi

Tabel 3. Anggaran Biaya Konstruksi

No Uraian Harga Satuan (Rp)

1 type 36 / 140 M2 34.200.000

2 type 45 / 140 M2 42.750.000

3 type 50 / 154 M2 47.500.000

4 type 54 / 168 M2 52.650.000

5 type 60 / 180 M2 69.000.000

6 type 70 / 180 M2 80.500.000

4. Anggaran Biaya Inventarisasi

Tabel 4. Anggaran Biaya Inventarisasi

No. Rincian Volume Harga Satuan

Jumlah

1 Bangsal Kerja

1 Ls 2.500.000 2.500.000

2 Gudang Material

1 Ls 2.500.000 2.500.000

3 Pembuatan Papan Nama

2 Ls 500.000 1.000.000

4 Kantor dan ATK

1 Ls 7.500.000 7.500.000

5 Gaji 4 orang pegawai

12 bln 650.000 31.200.000

6 Upah pekerja

36 unit 10.000.000 360.000.000

7 Promosi 12 bln 500.000 6.000.000

Page 50: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 45

5. Harga Jual Rumah

Tabel 5. Harga Jual Rumah

Jenis / type Rumah

Harga Jual (Rp)

T. 70 / 180 M2 205.000.000

T. 60 / 180 M2 170.000.000

T. 54 / 168 M2 105.000.000

T. 50 / 154 M2 97.000.000

T. 45 / 140 M2 87.000.000

T. 36 / 140 M2 70.000.000

Rincian unit yang terjual saat penelitian:

Tabel 6. Rincian unit yang terjual

Type Rumah Jumlah Terjual

Total Terjual (Rp)

T. 36 12 2.460.000.000

T. 45 8 1.360.000.000

T. 50 2 210.000.000

T. 54 9 873.000.000

T. 60 2 174.000.000

T. 70 3 210.000.000

Jumlah 36 5.287.000.000

Analisis Net Present Value (NPV) Data mengenai biaya awal, biaya prasarana, biaya konstruksi, biaya inventarisasi diperhitungkan sebagai biaya pengeluaran dan data tipe rumah yang telah terjual diperhitungkan sebagai biaya pemasukkan. Biaya pengeluaran dan pemasukan diperhitungkan secara bulanan, kecuali biaya yang harus dikeluarkan pada awal proyek, karena tidak bersifat bulanan. Tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh Bank, dalam hal ini adalah Bank Negara Indonesia sebesar 9,5 %.

1. Untuk memperhitungkan Net Present Value ini diasumsikan pihak Bank membayar lunas

harga rumah yang dibeli para konsumen kepada pihak pengembang setelah semua persyaratannya dipenuhi, sehingga nilai angsuran tidak diperhitungkan.

Page 51: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

46 ISSN 1907 - 8536

2. Dalam analisis Net Present Value ini ada beberapa pengeluaran yang tidak diperhitungkan nilainya dengan tingkat suku bunga, karena dikeluarkan pada bulan ke-0 sehingga nilai i (tingkat suku bunganya) sama dengan 1 (satu), yaitu :

Tabel 7.

No Rincian Volume Harga Satuan ( Rp )

Jumlah ( Rp )

1 Pembebasan Tanah

20.000 M2

20.000

400.000.000

2 Jembatan 1 Ls

4.500.000 4.500.000

3 Bangsal Kerja

1 Ls

2.500.000 2.500.000

4 Gudang Material

1 Ls

2.500.000

2.500.000

5 Pembuatan Papan Nama

2 Bh

500.000 1.000.000

6 Kantor dan ATK

1 Ls 7.500.000 7.500.000

Total I 418.000.000

Kemudian dihitung selisih total seluruh pengeluaran dengan pemasukannya, didapat :

Total Pengeluaran (PVE) = Total I + II + III =

Rp 1.566.186.630

Total Pemasukan (PVR) = Total IV = Rp 1.698.725.000

Selisih ( NPV = PVR - PVE ) = Rp 132.538.370

dari perhitungan dengan menggunakan metode NPV diatas, didapat nilai laba hingga saat ini adalah sebesar Rp. 132.538.370,- Perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR) Perhitungan Benefit Cost Ratio dapat diteruskan dari nilai PVE dan PVR yang telah didapat sebelumnya, sebagai berikut :

B / C = Rp. 1.698.725.000

= 1,0846 Rp. 1.566.186.630

Setelah perhitungan diatas, didapat nilai Rasio Manfaat Biaya sebesar 1,0846 yang berarti bahwa proyek pembangunan KPR tersebut pada saat ini telah mengalami keuntungan. Pada unit keberapa tepatnya terjadi titik impas dapat diketahui dengan menggunakan metode interpolasi, sebagai berikut :

Page 52: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Volume 8 / No.1, Juli 2013 │ Jurnal Perspektif Arsitektur

ISSN 1907 - 8536 47

Titik impas = 22 + ( 0 + Rp 2.641.925 ) x ( 24 – 22 )

( Rp 15.659.890 + Rp 2.641.925 )

= 22,2887 ≈ 23 unit

jadi, titik impas terjadi pada unit yang ke-23 yaitu tipe 36 yang dibangun pada bulan ke-12 yaitu bulan Mei 2012. Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka pada unit ke-23 pada bulan ke-12 investasi ini sudah mulai mendapat keuntungan. Tipe rumah yang terjual sampai dengan bulan ke-12, yaitu : a. Tipe 36 sebanyak 9 unit b. Tipe 45 sebanyak 6 unit c. Tipe 50 sebanyak 0 unit d. Tipe 54 sebanyak 7 unit e. Tipe 60 sebanyak 0 unit, dan f. Tipe 70 sebanyak 2 unit

Pada saat titik impas terjadi, besarnya nilai pengeluaran dan pemasukan dapat pula dihitung dengan metode interpolasi, sebagai berikut : a. Nilai titik impas berdasarkan aliran pemasukan

= Rp 1.313.723.800 + . . .

. . . + ( Rp 1.372.707.550 - Rp 1.313.723.800 ) x ( 22,2887 – 22 ) ( 24 – 22 )

= Rp 1.322.238.291,25

b. Nilai titik impas berdasarkan aliran pengeluaran = Rp 1.316.365.725 + . . .

. . . + ( Rp 1.357.047.660 - Rp 1.316.365.725 ) x ( 22,2887 – 22 ) ( 24 – 22 )

= Rp 1.322.238.291,25

jadi, nilai dimana terjadi titik impas baik pada aliran pemasukan maupun pada aliran pengeluaran adalah Rp. 1.322.238.291,25 . KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil analisis data pada Perumahan KPR Wengga Bumi Raya III yang dilakukan dengan menggunakan metode Net Present Value (NVP), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Break Even Point (BEP) adalah sebagai berikut :

1. Pada saat ini, proyek perumahan tersebut telah mengalami keuntungan sebesar Rp.

132.538.370,00 dengan Rasio Manfaat Biaya sebesar 1,0846. 2. Dikarenakan telah mengalami keuntungan maka proyek perumahan ini juga telah mengalami

titik impas, di bulan ke-12 (bulan mei 2012) unit ke-23 yaitu pada pembangunan tipe 36 . Titik impas terjadi pada saat nilai pengeluaran dan pemasukkan sama besar, yaitu pada Rp. 1.322.238.291,25.

Page 53: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

Jurnal Perspektif Arsitektur │Volume 8 / No.1, Juli 2013

48 ISSN 1907 - 8536

SARAN 1. Pihak investor diharapkan melakukan analisis ekonomi teknik sebelum memulai investasinya,

sehingga bisa memperkirakan aliran kas yang keluar masuk agar tidak terjadi kemacetan pada pelaksanaannya yang menyebabkan kerugian pada pihak investor.

2. Pihak investor sebaiknya dapat memperhitungkan dengan hati-hati harga jual yang akan ditawarkan kepada konsumen, jangan sampai terlalu murah sehingga pihak investor mengalami kerugian ataupun terlalu mahal sehingga konsumen tidak tertarik.

3. Besarnya keuntungan dipengaruhi oleh lokasi, lingkungan, desain rumah dan fasilitas yang diberikan oleh pihak investor sehingga perlu diperhatikan dengan baik agar konsumen tertarik untuk membeli.

4. Adanya sifat fleksibilitas dalam hal desain perumahan dan penawaran sehingga menambah daya tarik kepada para konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Ashworth, Allan, 1994, Perencanaan Biaya Bangunan, Terjemahan, Gramedia, Jakarta. DeGarmo, E. Paul., Sullivan, William G., Bontadelli, James A., 2001, Ekonomi Teknik Jilid II,

Terjemahan, Penerbit PT Prehallindo, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum, No. 20/KPTS/1986, Pedoman Teknik Pembangunan

Perumahan Sederhana Tidak Bersusun, Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum. Kadariah. Karlina, Lien. Gray, Clive., 1999, Pengantar Evaluasi Proyek, Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Kodoatie, Robert J., 1995, Analisis Ekonomi Teknik, Penerbit Andi, Jakarta. Pujawan, I Nyoman, 2004, Ekonomi Teknik, Penerbit Guna Widya, Surabaya. Soeharto, Iman, 1995, Manajemen Proyek, Penerbit Erlangga, Jakarta. Sutojo, Siswanto, 1982, Studi Kelayakan Proyek, Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo,

Jakarta. Thuesen. G.J., Fabrycky. W.J., 2001, Ekonomi Teknik, Terjemahan, Penerbit PT. Prehallindo,

Jakarta.

Page 54: Jurnal Perspektif Arsitektur Vol. 8 No. 1 ISSN 1907-8536

JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR

Volume 8 / No. 1, Juli 2013

Ir. Syahrozi, MT

MORFOLOGI BENTUK TAMPAK

(Studi Kasus Huma Gantung Buntoi)

dr. Nawan, M.Ked.Trop KESADARAN TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP

KINERJA PROYEK KONSTRUKSI

Ir. Hibnu Mardhani, MT

PEMANFAATAN LAHAN KOSONG DALAM KOTA

MEJADI RUANG TEBUKA HIJAU

(TAMAN TERANTANG SUKAMARA)

Yesser Priono, M.Sc

THE POTIENTALS OF TOURISM PRODUCT IN THE DEVELOPMENT OF TANGKILING

TOURISM VILLAGE IN BUKIT BATU

SUB-DISTRICT, CENTRAL KALIMANTAN

AS AN EFFORT TO SUPPORT ENVIRONMENT CONSERVATION

Subrata Aditama K.A. Uda, ST., MT

Wiwit Whindari, ST ANALISIS RUGI LABA DAN BREAK EVEN POINT

PADA PROYEK PERUMAHAN KPR WENGGA BUMI RAYA

KPR WENGGA BUMI RAYA III DI SAMPIT