Post on 24-Dec-2015
description
ILMU DASAR KEPERAWATAN IIA
TUGAS PRAKTIKUM
oleh
Kelompok 2
Yunita Selly Santoso NIM 102310101055
Iput Hardianti NIM 102310101096
Anindy Maya A NIM 132310101006
Larasmiati Rasman NIM 132310101018
Novita Nurkamilah NIM 132310101028
Popi Dyah Putri K NIM 132310101035
Siti Nurhasanah NIM 132310101058
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Tugas Praktikum
1. Trend Kematian di Indonesia
a. Maternal an Newborn
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi dan bahkan lebih
tinggi dibanding beberapa negara tetangga. Tentu saja kenyataan ini sangat
mengusik semua masyarakat yang peduli terhadap masih banyaknya
kematian ibu yang tidak perlu. Adanya target global terkait dengan
penurunan kematian ibu semakin menyadarkan kita bahwa penanganan
kematian ibu saat ini belum maksimal. Trend angka kematian ibu
menunjukkan indonesia tidak akan dapat mencapai target MDG 5 yaitu
menurunkan angka kematian ibu menurun dibanding beberapa dekade yang
lalu, namun masih cukup tinggi yaitu 228/100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2010. Ironisnya, pertumbuhan ekonomi di indonesia sebenarnya
sudah cukup berhasil menjadikan indonesia menjadi negara berpendapatan
rendah-menengah.
Indonesia masih menghadapi angka kematian maternal sekitar
390/100.000 persalinan yag diperkirakan berjumlah 5.000.000 persalinan
pertahun. Jika wanita hanya mempunyai anak sekitar 3, angka kematian
maternal dapat diturunkan menjadi 360.000 orang.
Diperkirakan kematian maternal terjadi pada saat pertolongan pertama .
pernyataan tersebut berarti mencerminkan bahwa:
1. Sangat diperlukan distribusi yang merata dari pusat pertolongan.
Pelayanan yang cepat da adekuat sangat dibutuhkan di masyarakat.
2. Factor rujukan merupakan factor yang menentukan sehingga pertolonga
pertama dapat diberikan secara cepat dan tepat.
3. Kesiapan pusat KB yag dapat membrikan pelayanan gugur kandung yang
aman dan bersih akan sagat menjanjikan penurunan kematian maternal,
khususnya dari pelayanan pengguguran yag tidak legal.
4. Kematian maternal dan perinatal masih disebabkan oleh trias pokok
yaitu :
Trias kematian maternal :
a. Perdarahan
b. Gestosis
c. Infeksi
Trias kematian perinatal
a. Asfiksia neonatorum
b. Infeksi neonatorum
c. Trauma persalinan
Kematian maternal merupakan masalah yang kompleks karena berkaitan
dengan penyebab antara dan penyebab tidak langsung. Penyebab kematian
antara lain :
1. Kesanggupan memberi pelayanan gawat darurat
2. Keadaan gizi ibu hamil laktasi yang berkaitan dengan status social
ekonomi.
3. Kebodohan dan kemiskinan sehingga masih tetap berorientasi pada
pelayanan tradisonal
4. Peneriamaan gerakan keluarga urang nyata menurunkan angka kematia
ibu (AKI) atau angka kematian perinatal (AKP)
5. Masalah perilaku seksual sehingga terjadi kehamilan yang tidak
dikehendaki da melakukan terminasi yag tidak adekuat
Penyebab kematian tidak langsung, yaitu :
1. Rendahnya status perempuan Indonesia
2. Wanita melaksanakan pekerjaan yang berat sekalipun sedang hamil tua
karena ikut menunjang kebutuhan social ekonomi keluarga
3. Budaya komunal, ketika dalam kondisi kritis masih diperlukan
persetujuan kepala keluarga, kepala desa, orang yang masih disegani,
sehingga terlambat untuk mengambil keputusan.
Obsentri social menetapkan arahnya pada upaya promotif dan
prevalentif dalam bidang obsentri sehingga lebih mengkhususkan pada
upaya meniadakan sebanyak mungkin penyebab kematian antara dan
langsung.
b. Under five
Dalam dua puluh lima tahun terakhir, perhatian internasional terhadap
kesehatan masyarakat tertuju pada usaha menurunkan angka kematian balita
(AKBA). Pada pertengahan tahun diperkirakan 15 juta anak di bawah 5 tahun
meninggal setiap tahun, yang mewakili 30% dari seluruh kematian di dunia dan
mencapai sampai separuh di banyak negara. Menurut ahli demografi, walaupun
AKBA sudah menurun, usaha mereduksi kematian balita harus tetap menjadi
fokus kebijakan pemerintah. Selain itu, pengumpulan data penyebab kematian
yang berbasis fakta perlu dilaksanakan agar upaya mempertahankan
kelangsungan hidup anak bisa lebih dilaksanakan lebih sungguh-sungguh. Di
indonesia, dari tahun 1991 – 1997 telah berhasil menurunkan AKBA dari 83/
1000 menjadi 58/1000. Penurunan dalam kurun 6 tahun cukup mengagumkan,
tetapi penurunan selanjutnya dari tahun 1997-2007 berlangsung landai 58/1000
menjadi 44/1000. Demikian pula dengan angka kematian bayi (AKB),
penurunannya mempunyai pola yang sama dengan AKBA.
Dalam perkembangan 5 tahun terakhir , AKB dan AKBA hampir tidak
menunjukkan penurunan. Hal ini mengungkapkan bahwa segala upaya
intervensi untuk menurunkan penyebab kematian bayi dan anak yang prevalen
selama 5 tahun terakhir belum menunjukkan keberhasilan secara bermakna.
Oleh sebab itu, perlu dikaji lebih lanjut kendala atau hambatan yang
mengakibatkan intervensi tidak memperlihatkan hasil sesuai dengan yang
diharapkan.
Kasus kematian anak usia dibawah lima tahun di Indonesia banyak
disebabkan oleh beberapa penyakit yaitu :
1. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernafasan yang
menyerang paru-paru, menjadi penyebab utama kematian balita di
Indonesia. Data dari Unicef mengenai kematian anak balita di Indoneisa
menunjukan bahwa pada 2012, 14% kematian balita atau berkisar 21.000
balita meninggal karena pneumonia. Penyebab utama pneumonia pada
balita adalah bakteri. Bakteri yang sering ditemukan adalah bakteri
streptococcus pneumonia.Berdasarkan hasil Survei Demografi dan
Kependudukan Indonesia (SDKI) 2012 yang dilakukan BPS, BKKBN, dan
Kemenkes, pneumonia dan diare, adalah sebagai pembunuh nomor satu
pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sedangkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007, juga menunjukkan hal yang sama. Yaitu angka
kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi adalah 2,2 % dan balita 3%,
sementara angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan balita 15,5%.
2. Diare
Anak merupakan asset masa depan yang akan melanjutkan
pembangunan di suatu negara. Masa perkembangan tercepat dalam
kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa balita merupakan masa
yang paling rentan terhadap serangan penyakit. Terjadi gangguan
kesehatan pada masa tersebut, dapat baerakibat negatif bagi pertumbuhan
anak itu seumur hidupnya . Permasalahan kesehatan yang sering dijumpai
pada balita yaitu penyakit infeksi.
Penyakit infeksi yang masih perlu diwaspadai menyerang balita
adalah diare atau gastroenteritis Diare ialah suatu keadaan bertambahnya
kekerapan dan keenceran buang air besar, Kekerapan yang dianggap masih
normal adalah sekitar 1 –3 kali dan banyaknya 200-250 gr sehari.
Beberapa penderita mengalami peningkatan kekerapan dan eenceran
buang air besar walaupun jumlahnya kurang dari 250 gr dalam kurun
waktu sehari Penyakit ini mempunyai gambaran penting yaitu diare dan
muntah, akibatnya klien kekurangan cairan atau dehidrasi.
Keadaan kekurangan cairan apabila tidak diatasi akan
menyebabkan syok hipovolemik, terlebih kasus kekurangan cairan atau
dehidrasi terjadi pada balita dimana 80% bagi tubuh terdiri dari cairan.
Angka kematian balita di negara berkembang akibat diare ini sekitar
2,8juta setiap tahun (DepKes RI, 2011). Data statistik menunjukkan bahwa
setiap tahun diare menyerang 45juta penduduk Indonesia, duapertiganya
adalah balita dengan korban meninggal sekitar 500, 000 jiwa (DepKes RI,
2011).
c. School age and adolescent
Data tentang laporan prevalensi diare and tifus non-spesifik di antara
anak usia sekolah di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi anak-anak yang
terkena penyakit ini per propinsi berkisar antara 2 sampai 20 persen untuk diare
dan antara kurang dari 1 persen sampai sedikit lebih dari 3 persen untuk tifus.
Rata–rata angka ISPA pada anak usia sekolah pada umumnya cukup tinggi; 20
persen atau lebih di semua propinsi dan 30 persen atau lebih di hampir
setengah dari jumlah propinsi.
Malaria telah diidentifikasikan sebagai penyebab utama ketidakhadiran di
sekolah dan prestasi belajar yang rendah. Sebenarnya malaria bukan
merupakan masalah yang universal di Indonesia karena sebagian besar daerah
tidak terpengaruh serius oleh penyakit tersebut. Namun ada tiga propinsi di
Indonesia (Papua, Papua Barat dan NTT) dimana malaria merupakan masalah
yang sangat serius, dengan rata-rata angka anak usia sekolah yang menderita
malaria berkisar antara hampir 70 persen di Papua sampai sekitar 15 persen di
NTT. Infeksi cacing telah dikenal dan dicatat memiliki angka tertinggi pada
anak usia sekolah di negara–negara yang tidak dapat mengontrol infeksi
tersebut karena buruknya sistem air dan sanitasi.
Infeksi cacing berperan penting dalam status gizi dan kesehatan anak usia
sekolah dan berkontribusi terhadap angka ketidakhadiran. Hal ini kemudian
dapat mengurangi kapasitas belajar yang menyebabkan menurunnya prestasi
belajar. Indonesia diidentifikasi oleh WHO sebagai salah satu negara dimana
infeksi cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat; WHO
memperkirakan lebih dari 17 juta orang beresiko menderita infeksi tersebut dan
hanya sedikit sekali yang mendapatkan perawatan.
Insidens campak pada anak umur <1 tahun, 1-4 tahun dan 5-14 tahun
mengalami penurunan yang bermakna yaitu berturut-turut dari 20,5 menjadi
9/10.000 penduduk, dari 18,4 menjadi 7,4 dan dari 8,4 menjadi 3,4. Demikian
pula terjadi penurunan yang bermakna pada insidens difteri dan pertusis. Data
morbitas pada anak umur 5-14 tahun relatif jarang. Menurut SKRT 1995 pola
penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun relatif sama. Penyakit
yang paling sering terjadi adalah anemia (52,8% pada laki-laki, 49,2% pada
perempuan), diikuti dengan penyakit periodontal (30,2% pada laki-laki, 33,6%
pada perempuan), infeksi akut saluran nafas atas (29,2% pada laki-laki, 29,6%
pada perempuan), gangguan telinga luar (23,3% pada laki-laki, 22,7 persen
pada perempuan), dan tonsilitis kronik (10,5% pada laki-laki, 13,7% pada
perempuan).
d. Adult
Kematian orang dewasa di Indonesia banyak disebabkan oleh beberapa hal
yaitu :
1. Penyakit degeneratif
Pada tahun 2010 terjadi kenaikan 5% untuk kematian laki-laki
dewasa umur 35- 39 tahun diakibat oleh penyakit degeneratif yaitu
penyakit stroke.
2. Kecelakaan
Kematian orang dewasa di Indonesia pada tahun 2010 banyak
diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Rata-rata dari 300 kecelakaan, 60
menyebakan kematian. Data WHO tahun 2011 menyebutkan, sebanyak 67
persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif , yakni 22
– 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang
meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak
dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi
penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24
tahun.
3. Tuberkolosis
Menurut data WHO 2011 terjadi kematian yaitu 2-3 juta orang
meninggal akibat Tuberkulosis Paru setiap tahunnya yang banyak terjadi
pada usia 15-54 tahun di Indonesia. Tuberkolosis dikatakan sebagai
penyebab kematian ke 2 di Indonesia.
4. Rokok
Kematian usia dewasa erat kaitannya dengan gaya hidup , laki-laki
di Indonesia usia dewasa cenderung mengkonsumsi rokok. Indonesia
dikatakan sebagai negara dengan pabrik terbesar se dunia. Banyak
ditemukan kasus kesehatan yang mengatakan bahwa rokok menjadi
penyebab kematian sejumlah laki-laki dewasa di Indonesia. Menurut data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2004, tiap tahun 5,4 juta orang
meninggal karena rokok atau rata-rata satu kematian setiap 5,8 detik. Pada
tahun 2010 diperkirakan terdapat 6 juta orang di dunia meninggal
(termasuk 190.260 orang di Indonesia) akibat penyakit terkait tembakau.
5. HIV AIDS
Situasi Masalah HIV-AIDS Triwulan III (Juli-September) Tahun 2013
a. HIV
1. Dari bulan Juli sampai dengan September 2013 jumlah infeksi HIV
baru yang dilaporkan sebanyak 10.203 kasus.
2. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur
25-49 tahun (73,4%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (14,7%),
dan kelompok umur >= 50 tahun (5%).
3. Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1.
4. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks
berisiko pada heteroseksual (51,7%), penggunaan jarum suntik
tidak steril pada penasun (11,6%), dan LSL (Lelaki Seks Lelaki)
(10,6%).
b. AIDS
1. Dari bulan Juli sampai dengan September 2013 jumlah AIDS yang
dilaporkan baru sebanyak 1.983 orang.
2. Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun
(39,5%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (22,3%) dan
kelompok umur 40-49 tahun (22,1%).
3. Rasio AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
4. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks
berisiko pada heteroseksual (81,9%), penggunaan jarum suntik
tidak steril pada penasun (6,5%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (5,3%)
dan dari ibu positif HIV ke anak (4,3%).
e. Eldery
Dalam kurun waktu 15 tahun (1986-2001) nampak trend penurunan
proporsi kematian pada usia muda khususnya balita dan peningkatan proporsi
kematian pada usia tua secara signifikan. Pada kelompok usia reproduksi dan
produktif proporsi kematian cukup rendah dan stagnan. Melalui serangkaian
studi mortalitas SurveiKesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan pada
tahun 1980, 1985, 1992, 1995, dan 2001 menunjukkan adanya transisi
epidemiologi yaitu bergesernya penyebab kematian utama dari penyakit infeksi
ke penyakit non infeksi sejalan dengan transisi demografi yaitu pergeseran
struktur penduduk dari umur muda ke arah umur yang lebih tua.
2. Mekanisme Penurunan Kematian Bayi dan Anak di Indonesia
a. Determinan
1. Faktor ibu: umur, paritas, dan jarak kelahiran.
2. Pencemaran lingkungan: udara, makanan atau air , jari, kulit, tanah, zat
penular kuman penyakit, serangga pembawa penyakit.
3. Kekurangan gizi: kalori, protein, gizi-mikro.
4. Luka: kecelakaan, luka yang disengaja;
5. Pengendalian penyakit perorangan: usaha-usaha preventif perorangan,
perawatan dokter.
b. Upaya yang dilakukan pemerintah
Dokter Anak Indonesia melalui Satuan Tugas Imunisasi IDAI,
bekerjasama dengan IDAI Cabang DKI Jakarta pada tanggal 19 November
2010, menyampaikan bahwa newborn survival, penyakit infeksi, dan nutrisi
masih menjadi masalah kesehatan utama pada anak di Indonesia saat ini
dan salah satu bagian terpenting dari Program Nasional Bagi Anak
Indonesia adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita
Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk menurunkan
kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita. Antara lain melalui
penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan
menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta
penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit.
Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal
(Jaminan Persalinan) yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal ini
diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir
yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan.
Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan
pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat menjangkau
pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari
masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal kemudahan
transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting.
Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan masyarakat
internasional dengan prinsip kerja sama kemitraan, untuk mendukung
upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Kerja sama
dengan berbagai development partners dalam bidang kesehatan ibu dan
anak telah berlangsung lama, beberapa kemitraan tersebut adalah:
1) AIP MNH (Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal
Health), bekerja sama dengan Pemerintah Australia di 14 Kabupaten di
Provinsi NTT sejak 2008, bertujuan menurunkan angka kematian ibu dan
bayi melalui Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak. Program ini bergerak
dalam bidang pemberdayaan perempuan dan masyarakat, penigkatan
kualitas pelayanan KIA di tingkat puskesmas dan RS serta peningkatan tata
kelola di tingkat kabupaten. Pengalaman menarik dari program ini adalah
pengalaman kemitraan antara RS besar dan maju dengan RS kabupaten di
NTT yaitu kegiatan sister hospital.
2) GAVI (Global Alliance for Vaccine & Immunization) bekerja beberapa
kabupaten di 5 provinsi (Banten, Jabar, Sulsel, Papua Barat dan Papua),
bertujuan meningkatkan cakupan imunisasi dan KIA melalui berbagai
kegiatan peningkatan partisipasi kader dan masyarakat, memperkuat
manajemen puskesmas dan kabupaten/kota.
3) MCHIP (Maternal & Child Integrated Program) bekerjasama dengan
USAID di 3 kabupaten (Bireuen, Aceh, Serang-Banten dan Kab.Kutai
Timur- Kalimantan Timur)
4) Pengembangan buku KIA oleh JICA walaupun kerjasama project telah
berakhir namun buku KIA telah diterapan di seluruh Indonesia.
5) UNICEF melalui beberapa kabupaten di wilayah kerjanya seperti
ACEH, Jawa Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur
(kerjasama dengan Child Fund) serta Papua meningkatkan pemberdayaan
keluarga dan masyarakat terkait kesehatan ibu dan anak dan peningkatan
kualitas pelayanan anak melalui manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
6) Tidak terkecuali WHO memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan anak baik dalam dukungan penyusunan standar
pelayanan maupun capasity building.
c. Masalah yang dihadapi
Buruknya kualitas pelayanan kesehatan antenatal, persalinan, dan
pascapersalinan merupakan hambatan utama untuk menurunkan kematian
ibu dan anak. Untuk seluruh kelompok penduduk, cakupan tentang
indikator yang berkaitan dengan kualitas pelayanan (misalnya, pelayanan
antenatal yang berkualitas) secara konsisten lebih rendah daripada cakupan
yang berkaitan dengan kuantitas atau akses (misalnya empat kunjungan
antenatal). Studi 2002 menunjukkan bahwa buruknya kualitas pelayanan
merupakan faktor penyebab 60 persen dari 130 kematian ibu yang dikaji.
Buruknya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat menunjukkan
perlunya meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan.
Indonesia menunjukkan salah satu jumlah pengeluaran kesehatan terendah,
sebesar 2,6 persen dari produk domestik bruto pada tahun 2010.
Pengeluaran kesehatan masyarakat hanya di bawah setengah dari total
pengeluaran kesehatan. Di tingkat kabupaten, sektor kesehatan hanya
menerima 7 persen dari total dana kabupaten, dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) untuk kesehatan rata-rata kurang dari satu persen dari total
anggaran pemerintah daerah.
Proses perencanaan untuk DAK harus lebih efisien, efektif dan
transparan. Di tingkat pusat, wakil-wakil di DPR memainkan peran penting
dalam menentukan alokasi dana untuk kabupaten masing-masing, dan
dengan demikian, memperlambat proses DAK tersebut. Dana kesehatan
tersedia di tingkat kabupaten hanya pada akhir tahun anggaran.
Berbagai hambatan menyebabkan perempuan miskin tidak
sepenuhnya menyadari manfaat Jampersal, program asuransi kesehatan
Pemerintah untuk perempuan hamil. Hambatan-hambatan tersebut meliputi
tingkat penggantian biaya yang tidak memadai, khususnya jika termasuk
biaya transportasi dan komplikasi, dan kurangnya kesadaran di antara
perempuan tentang kelayakan dan manfaat Jampersal.
Berdasarkan permintaan, harus ada lebih banyak fasilitas kesehatan
yang memberikan Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK) dan lebih banyak dokter kandungan dan ginekolog. Rasio
fasilitas-penduduk untuk PONEK di Indonesia (0,84 per 500.000) masih di
bawah rasio satu per 500.000 yang direkomendasikan oleh UNICEF, WHO
dan UNFPA (1997). Indonesia memiliki sekitar 2.100 dokter kandungan-
ginekolog (atau satu per 31.000 wanita usia subur), tetapi tidak tersebar
secara merata. Lebih dari setengah dokter kandungan-ginekolog melakukan
praktek di Jawa.
Perilaku yang tidak tepat dan kurangnya pengetahuan berkontribusi
terhadap kematian anak:
a. Para ibu dan petugas kesehatan masyarakat tidak memiliki pengetahuan
tentang penanggulangan atau pengobatan penyakit-penyakit umum
anak. Di Indonesia, satu dari tiga anak balita menderita demam (yang
mungkin disebabkan oleh malaria, infeksi saluran pernapasan akut dan
lainnya), dan satu dari tujuh anak balita menderita diare. Sebagian besar
kematian akibat penyakit-penyakit ini dapat dicegah. Akan tetapi, untuk
mencegah penyakit-penyakit ini, diperlukan pengetahuan, pengenalan
tepat waktu, penanganan dan perubahan perilaku para ibu dan petugas
kesehatan. Misalnya, SDKI 2007 menunjukkan bahwa hanya 61 persen
anak balita yang menderita diare diobati dengan terapi rehidrasi oral.
b. Para ibu tidak menyadari pentingnya pemberian ASI. SDKI 2007
menunjukkan bahwa kurang dari satu dari tiga bayi di bawah usia enam
bulan diberi ASI eksklusif. Oleh karena itu, sebagian besar bayi di
Indonesia tidak mendapatkan manfaat ASI terkait dengan gizi dan
perlindungan terhadap penyakit.
c. Praktek-praktek sanitasi dan kebersihan yang buruk sangat umum.
Riskesdas 2010 menyatakan bahwa sekitar 49 persen rumah tangga di
Indonesia.
d. Kebutuhan yang dibutuhkan
e. Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan RI meluncurkan program
EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival, bekerja sama
dengan USAID dengan kurun waktu 2012 – 2016, yang diluncurkan 26
Januari 2012 sebagai salah satu bentuk kerjasama Pemerintah Indonesia
dengan USAID dalam rangka percepatan penurunan kematian ibu dan
bayi baru lahir di 6 provinsi terpilih yaitu Sumatera Utara, Sulawesi
Selatan, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan JawaTimur yang
menyumbangkan kurang lebih 50 persen dari kematian ibu dan bayi di
Indonesia. Dalam program ini Kementerian Kesehatan RI bekerjasama
dengan JHPIEGO, serta mitra-mitra lainnya seperti Save the Children,
Research Triangle Internasional, Muhammadiyah dan Rumah Sakit
Budi Kemuliaan
f. Upaya yang akan dilaksanakan adalah dengan peningkatan kualitas
pelayanan emergensi obstetri dan neonatal dengan cara memastikan
intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar pada
penurunan kematian dan tata kelola klinis (clinical governance)
diterapkan di RS dan Puskesmas. Upaya lain dalam program EMAS ini
dengan memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif mulai dari
fasilitas pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas sampai ke RS rujukan
di tingkat kabupaten/kota. Masyarakat pun dilibatkan dalam menjamin
akuntabilitas dan kualitas fasilitas kesehatan ini. Untuk itu, program ini
juga akan mengembangkan mekanisme umpan balik dari masyarakat ke
pemerintah daerah menggunakan teknologi informasi seperti media
sosial dan SMS gateway, dan memperkuat forum masyarakat agar dapat
menuntut pelayanan yang lebih efektif dan efisien melalui maklumat
pelayanan (service charter) dan Citizen Report Card.
Adapun kebutuhan lain seperti :
1. Pemerintah tingkat pusat harus mengembangkan dan melaksanakan
standar dan pedoman kualitas pelayanan. Diperlukan pengawasan ketat
untuk memastikan implementasi standar oleh penyedia pelayanan
kesehatan baik publik maupun swasta.
2. Pelayanan kesehatan swasta harus menjadi bagian dari kebijakan dan
kerangka kesehatan pemerintah. Upaya-upaya yang dilakukan saat ini
untuk meningkatkan standar kesehatan tidak secara proporsional
menargetkan fasilitas pemerintah.
Akan tetapi, persalinan yang berlangsung di fasilitas swasta tiga kali
lebih banyak daripada di fasilitas pemerintah selama kurun waktu 1998-
2007. Penyedia pelayanan kesehatan swasta dan fasilitas pelatihan telah
menjadi bagian penting dari sistem kesehatan di Indonesia dan oleh
karena itu harus menjadi bagian dari kebijakan kesehatan, standar dan
sistem informasi pemerintah. Peraturan, pengawasan dan sertifikasi harus
memastikan kepatuhan penyedia pelayanan swasta dengan standar dan
sistem informasi pemerintah.
3. Perlu ditetapkan lebih banyak fasilitas kesehatan yang memberikan
pelayanan PONEK dan sistem rujukan harus diperkuat untuk
mempromosikan penggunaan fasilitas-fasilitas ini secara tepat.
4. Langkah menuju peningkatan kualitas memerlukan sumber daya
tambahan untuk mengembangkan dan memotivasi petugas kesehatan.
Kinerja petugas kesehatan sangat ditentukan baik oleh keterampilan
maupun motivasi. Untuk mengembangkan keterampilan, tidak hanya
diperlukan pelatihan yang lebih banyak, tetapi juga pengawasan fasilitatif
manajemen kasus, dan bagi para profesional, penilaian sebaya,
pengawasan berkala, dan peristiwa penting atau audit kematian. Sesi
umpan balik, pemantauan dan pengawasan secara terus-menerus
memainkan peran penting, tidak hanya dalam meningkatkan kualitas
tetapi juga dalam memotivasi tim. Indonesia dapat mempertimbangkan
untuk memberikan insentif kepada petugas kesehatan. Insentif ini dapat
berbentuk non-uang (peningkatan tugas, kepemilikan, dan pengakuan
profesi), uang (penambahan komponen berbasis kinerja pada gaji), atau
kelembagaan dan berbasis tim (langkah-langkah seperti sistem akreditasi
dan kompetisi terbuka).
5. Sistem informasi yang kuat merupakan salah satu komponen pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Sistem informasi kesehatan di seluruh
Indonesia tidak menunjukkan kinerja yang baik seperti yang mereka
lakukan sebelum desentralisasi. Data administrasi tidak memadai di
banyak kabupaten, sehingga tidak mungkin bagi tim kesehatan kabupaten
untuk secara efektif merencanakan dan menentukan target intervensi.
Tingkat pusat memerlukan data yang kuat untuk melaksanakan fungsi
pengawasannya. Situasi tersebut mungkin memerlukan sentralisasi ulang
dan penyesuaian fungsi-fungsi khusus yang berkaitan dengan sistem
informasi kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan proses,
pelaporan dan standar.
3. Angka Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup pada suatu umur X adalah rata-rata jumlah
tahun kehidupan yang masih dijalani oleh seorang yang telah berhasil
mencapai umur X dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan
masyarakatnya pada sustu tahun tertentu. Misalnya angka harapan hidup waktu
lahir yang merupakan rata-rata tahun kehidupan yang akan dijalani oleh bayi
yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Misalnya angka harapan hidup umur
lima tahun berarti rata-rata tahun kehidupan yang akan dijalani oleh bayi yang
baru lahir. Misalnya angka harapan hidup umur lima tahun berarti rata-rata
tahun kehidupan pada masa yang akan datang dijalani oleh mereka yang telah
mencapai usia lima tahun.
Angka harapan hidup pada suatu usia merupakan indikator yang baik
untuk menunjukkan tingkat sosial-ekonomi secara umum. Indikator yang
sering dipakai adalah angka harapan hidup waktu lahir (ekspension of live at
birth). Angka tersebut berkisar pada kurang lebih 40 tahun pada negara
berkembang, dan 70 tahun pada negara maju.
Angka harapan hidup waktu lahir di Indonesia berdasarkan hasil
analisa Sensus Penduduk tahun 2000 sebesar 65,43 tahun, dengan asumsi
tingkat kematian mulai tahun 1980 sampai 2000 juga turun sesuai dengan
kecenderungan dimasa lampau (1967-1979). Disamping itu, level of mortaliity
diasumsikan naik sebesar 1,2 setiap lima tahun, sehingga angka harapan hidup
waktu lahir naik dari55,30 tahun dalam periode 1981-1985 menjadi 64,43
tahun pada peroide tahun 1996-2000, meningkat juga pada tahun 2000 yaitu
67,79, dan menjadi 69 pada tahun 2005. Angka rata-rata di dunia diperkirakan
sebesar 61 tahun (Budi Utomo, 1993). Tingkat kematian bayi untuk kelompok
perempuan lebih rendah dari kelompok laki-laki, sehingga angka harapan
hidup waktu lahir untuk bayi perempuan lebih tinggi dari bayi laki-laki.
Angka Harapan Hidup pada umumnya merupakan alat untuk
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
penduduk, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka
Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program
pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan
lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan
kemiskinan.
Di negara-negara dengan tingkat kematian bayi yang tinggi, harapan
hidup saat lahir sangat erat kaitannya dengan tingkat kematian dalam beberapa
tahun pertama kehidupan. Sebagai contoh, dalam populasi stasioner hipotetis di
mana setengah populasi meninggal sebelum usia lima tahun, tetapi orang lain
meninggal pada usia 70 tahun, sehingga harapan hidup pada usia nol akan
menjadi sekitar 37 tahun, sementara sekitar 25 % dari penduduk akan
meninggal antara usia 50 dan 70 tahun. Selama abad ke-20 kondisi kesehatan
di seluruh dunia meningkat lebih dari sebelumnya. Harapan hidup rata-rata
pada saat lahir di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
meningkat dari 40 tahun pada tahun 1950 menjadi 65 tahun pada tahun 1998.
Selama periode yang sama rata-rata tingkat kematian dibawah 5 tahun untuk
kelompok ini negara jatuh 280-79 per 1.000. Tetapi prestasi ini masih jauh di
bawah negara-negara berpenghasilan tinggi, di mana harapan hidup rata-rata
pada saat lahir adalah 78 tahun dan rata-rata tingkat kematian dibawah 5 tahun
adalah 6 per 1.000. Angka kematian di bawah lima tahun menunjukkan jumlah
bayi yang baru lahir yang mungkin meninggal sebelum mencapai usia 5 per
1.000 kelahiran hidup. Karena bayi dan anak-anak merupakan yang paling
rentan terhadap kekurangan gizi dan kondisi hidup yang higienis yang buruk,
mereka menyumbang porsi terbesar kematian di kebanyakan negara
berkembang. Oleh karena itu, penurunan angka kematian di bawah 5 tahun
biasanya dilihat sebagai cara yang paling efektif untuk meningkatkan harapan
hidup saat lahir di negara berkembang.
Angka harapan hidup usia dewasa di pantau agar dalam
perkembangannya lebih besar dari kelompok usia yang menjadi beban
tanggungan ekonomi. Angka harapan hidup usia dewasa juga dipengaruhi oleh
angka harapan hidup bayi dan balita, dan menurunnya populasi usia dewasa
akan mempengaruhi kelompok usia lanjut.
Semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan
jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan
mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia di
Indonesia Penduduk Lanjut usia dua tahun terakhir menglami peningkatan
yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96
juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census
Bureau, International Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat
setelah China, India dan Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih
panjang dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan
lebih banyak dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta
jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia
merupakan permasalahan yang lebih didominasi oleh perempuan. Badan
kesehatan dunia WHO memprediksi bahwa penduduk lansia di Indonesia pada
tahun 2020 yang akan datang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8
juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia.
4. Praktikum Kematian
Diketahui :
Jumlah penduduk 10.000
Jumlah kelahiran hidup 600 jiwa
Jumlah anak usia 1-4 tahun 400 jiwa
Jumlah kasus penyakit 1000 jiwa
Jumlah kematian 2000 jiwa dengan rincian :
a. 15% adalah bayi
b. 10% adalah anak anak
c. 5% adalah neonatus
d. 10%adalah meninggal karena maternitas
e. 25% adalah meninggal karena penyakit infeksi dan menular
Pembahasan :
Bayi ¿15
100×2000=300
Anak anak ¿10
100×2000=200
Neonatus ¿5
100×2000=100
Meninggal karena maternitas ¿10
100×2000=200
Meninggal karena penyakit infeksi dan menular ¿25
100×2000=500
a. CDR= jumlah kematian pada tahuntertentujumlah penduduk pertengahan tahun
×1000
¿ 200010000
×1000
¿200
b. IMR= jumla h kematianbayi pada tah un tertentujumlah lah ir h idup pada ta hun tertentu
×1000
¿ 300600
×1000
¿500
c. CMR= tingkat kematian anakjumlah kematian anak balita (1−4 ta hun )
×1000
¿ 200400
× 1000
¿500
d. CFR=∑ kematian karena penyakit
∑ kasus yang sama×1000
¿ 5001000
×1000
¿500
e. MMR=∑ kematiankarena ke h amilan
∑ la hir hidup pada wilayah dan periode tertentu× 1000
¿ 200600
×1000
¿333
Gambar piramida
IMR
MMR
CFR
CMR
CDR
Gambaran piramida dari kasus tersebut menunjukkan piramida penduduk constructive, dengan ciri-ciri:
a. Sebagian besar penduduk berada kelompok usia dewasa atau tuab. Jumlah penduduk usia muda sangat sedikitc. Tingkat kelahiran lebih rendah dibanding dengan tingkat kematiand. Pertumbuhan penduduk terus berkurang
5.Praktikum tentang fertilitas
a. Tingkat Fertilitas Kasar (CBR)CBR = B/Pm x k
= 4.912/37.043 x 1.000= 132,60 kelahiran per 1.000 penduduk pada tahun tersebut
b. Tingkat Fertilitas Umum (GFR)GFR = B/Pf(15-49) x k
= 4.912/7.760 x 1.000
5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5
= 632,99 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun
c. Tingkat Fertilitas Menurut Umur (ASFRi)ASFR(15-19) = B(15-19)/Pf(15-19) x k
= 520/1.025 x 1.000= 507,32 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun
ASFR(20-24) = B(20-24)/Pf(20-24) x k= 896/1.089 x 1.000= 822,77 kelahiran per 1.000 perempuan usia 20-24 tahun
ASFR(25-29) = B(25-29)/Pf(25-29) x k= 876/1.099 x 1.000= 797,09 kelahiran per 1.000 perempuan usia 25-29 tahun
ASFR(30-34) = B(30-34)/Pf(30-34) x k= 960/1.126 x 1.000= 852,58 kelahiran per 1.000 perempuan usia 30-34 tahun
ASFR(35-39) = B(35-39)/Pf(35-39) x k= 890/1.156 x 1.000= 769,89 kelahiran per 1.000 perempuan usia 35-39 tahun
ASFR(40-44) = B(40-44)/Pf(40-44) x k= 450/1.145 x 1.000= 393,01 kelahiran per 1.000 perempuan usia 40-44 tahun
ASFR(45-49) = B(45-49)/Pf(45-49) x k= 320/1.120 x 1.000= 285,71 kelahiran per 1.000 perempuan usia 45-49 tahun
d. Tingkat Fertilitas Menurut Urutan Kelahiran (BOSFR)a. Kelahiran pertama: 1.338
BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k= 1.338/7.760 x 1.000= 172,42 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun
b. Kelahiran kedua: 1.220BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k
= 1.220/7.760 x 1.000
= 157,22 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun
c. Kelahiran ketiga: 1.024BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k
= 1.024/7.760 x 1.000= 131,96 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun
d. Kelahiran keempat: 820BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k
= 820/7.760 x 1.000= 105,67 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun
e. Kelahiran kelima: 510BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k
= 510/7.760 x 1.000= 65,72 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun
e. Tingkat Fertilitas Total (TFR)TFR= 5 ∑ ASFRi
= 5 x 4.428,98= 22.144,9 kelahiran pada perempuan usia 15-49 tahun
DAFTAR PUSTAKA
http://www.unicef.org/indonesia/id/
A5_B_Ringkasan_Kajian_Kesehatan_REV.pdf
http://www.tanyadok.com/kesehatan/tuberkulosis-paru-penyebab-kematian-ke-2-
di-indonesia
http://www.antaranews.com/berita/366315/orang-terkaya-adalah-pembunuh-
nomor-satu
http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-
pembunuh-terbesar-ketiga
http://m.merdeka.com/sehat/angka-kematian-akibat-kanker-turun-drastis.html
http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1
Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka
Belajar