Post on 06-Jul-2015
description
HASIL LAPORAN SEVEN JUMP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS DAN
GASTROENTERITIS
DISUSUN OLEH:
SITI AMINAH HIDAYAT (130012074)
SEMESTER 3 KELAS B
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2013
2
BAB I
KONSEP DASAR GASTRITIS
1.1 Definisi Gastritis
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang diakibatkan oleh diet
yang tidak benar, atau makanan yang berbumbu atau mengandung
mikroorganisme penyebab penyakit. (Brunner and Suddarth, 2001).
Sedangkan menurut Mansjoer tahun 200, gastritis akut adalah lesi mukosa
akut berupa erosi atau perdarahan akibat faktor-faktor agresif atau akibat
gangguan sirkulasi akut mukosa lambung.
Dari beberapa pengertian tentang gastritis menurut para ahli, disimpulkan
menyimpulkan bahwa gastritis adalah inflamasi yang terjadi pada mukosa
lambung ditandai dengan adanya radang pada daerah tersebut yang disebabkan
karena mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
(seperti makanan yang asam atau pedas) atau bisa disebabkan oleh kebiasaan
merokok dan minum alkohol.
Jenis-jenis gastritis:
1. Gastritis akut adalah inflamasi akut pada lambung dan biasanya terbatas
hanya pada mukosa. Peradangan mungkin disertai perdarahan ke dalam
mukosa dan pada kasus yang lebih parah, terlepasnya epitel mukosa
superfisial (erosi).
2. Gastritis kronis adalah peradangan mukosa kronis yang akhirnya
menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyakit ini memiliki
subkelompok kausal yang tersendiri dan pola kelainan histologik yang
berbeda-beda di berbagai tempat di dunia.
1.2 Etiologi Gastritis
Menurut Mansjoer, 2001 penyebab gastritis adalah:
1. Gastritis Akut
a. Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan obat anti inflamasi
nonsteroid dalam dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa
lambug.
b. Alkohol
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding
lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam
lambung walaupun pada kondisi normal.
c. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar
d. Stress
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau
infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan perdarahan pada
lambung.
2. Gastritis Kronis
Pada gastritis kronis penyebab tidak jelas, tetapi berhubungan dengan
Helicobacter pylori, apalagi ditemukan ulkus pada pemeriksaan
penunjang.
1.3 Patofisiologi Gastritis
Menurut Priyanto, 2008 proses terjadinya gastritis yaitu awalanya karena
obat-obatan, alkohol, empedu atau enzim-enzim pankreas dapat merusak
mukosa lambung (gastritis erosif), mengganggu pertahanan mukosa lambung
dan memungkinkan difusi kembali asam dan pepsin ke dalam jaringan
lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respon mukosa lambung terhadap
kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa,
karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan
sendirinya.
Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat
terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat
korosif dapat mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung
(gastritis korosif). Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung
dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
1. Gastritis Akut
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa
lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
a. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung.
Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di
lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan
4
HCI dan NaCO3. Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan
asam lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan
meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi
cairan & elektrolit.
b. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika
mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari
kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan
terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi mukosa
lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini
terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi
perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
2. Gastritis Kronis
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang
sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi
penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar
epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief.
Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL.
Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung
juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga
bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser
1.4 Manifestasi Klinis Gastritis
Gejala umum gastritis yaitu :
1) Sakit saat buang air besar
2) Mual dan muntah
3) Sering merasa lapar
4) Perut kembung
5) Nyeri yang terasa perih pada perut dan dada
6) Sering bersendawa
Berdasarkan jenis gastritis :
a. Gastritis akut
1) Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada
mukosa lambung.
2) Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung
sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang mengakibatkan
mual hingga muntah.
3) Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan
malena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca
perdarahan.
b. Gastritis kronis
Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan. Hanya
sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.
1.5 Woc/Pathway Gastritis
6
1.6 Pemeriksaan Penunjang Gastritis
1. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak
dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan
lambung karena gastritis.
2. Uji napas urea
Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh
ureaseH. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida
(CO2). CO2 cepat diabsorpsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi
dalam udara ekspirasi.
3. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini
menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
4. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna
bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan
dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop)
melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas
usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dianestesi sebelum
endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani
tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan,
dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari jaringan tersebut.
Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes
ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya
tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu
sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam.
Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi
adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5. Rontgen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan
lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu
sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan
terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
6. Analisis Lambung
Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting
untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik
dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa
untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa
perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom
Zolinger- Elison(suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam
jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).
7. Analisis stimulasi
Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO,
maximum acid output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi
asam seperti histamin atau pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui
teradinya aklorhidria atau tidak.
1.7 Penatalaksanaan Gastritis
1.7.1 Penatalaksanaan Farmakologi
Obat-obatan yang biasanya digunakan:
1. Antasida (Menetralisir asam lambung dan menghilangkan rasa
nyeri)
2. Pompa Proton pencegah pertumbuhan bakteri(Menghentikan
produksi asam lambung dan menghambat infeksi bakteri
helicobacter pylori)
3. Agen Cytoprotektif (Melindungi jaringan mukosa lambung dan
usus halus)
4. Obat anti sekretorik (Mampu menekan sekresi asam)
8
5. Pankreatin (Membantu pencernaan lemak, karbohidrat, protein dan
mengatasi gangguan sakit pencernaan seperti perut kembung, mual,
dan sering mengeluarkan gas)
6. Ranitidin (Mengobati tukak lambung)
7. Simetidin (Mengobati dispepsia)
1.7.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi
1. Gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien,
meningkatkan istirahat.
2. Menurut Mansjoer, 2001 penatalaksanaan yang dilakukan pertama
kali adalah jika tidak dapat dilakukan endoskopi caranya yaitu
dengan mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis akut,
kemudian diberikan pengobatan empiris berupa antacid. Tetapi jika
endoskopi dapat dilakukan berikan terapi eradikasi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GASTRITIS
2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awala dari proses keperawatan yang meliputi
aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual secara komprehensif. Maksud dari
pengkajian adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien.
Data tersebut berasal dari pasien (data primer) dari keluarga (data sekunder)
dan data dari catatan yang ada (data tersier). Pengkajian dilakukan dengan
pendekatan proses keperawatan melalui wawancara, observasi langsung,
dan melihat catatan medis, adapun data yang diperlukan pada klien Gastritis
adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa meliputi :
a. Identitas Pasien
Perawat mengisi identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin,
jenis pekerjaan, alamat, suku atau bangsa, agama, dan tingkat
pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim
mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap
remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit
perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan
serta memperparah penyakit ini.
b. Riwayat kesehatan saat ini
Meliputi perjalanan penyakitnya, awal dari gejala yang di rasakan
klien, keluhan timbul secara mendadak atau bertahap, factor
pencetus, upaya yang di lakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
c. Keluhan utama biasanya pada pasien gastritis yaitu mual, muntah,
anoreksia (yang di tandai dengan BB turun), sendawa, malaise,
hematemesis.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit sekarang,
riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di rumah sakit dan riwayat
pemakaian obat.
10
e. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi adalah keluarga yang mempunyai penyakit keturunan
seperti hipertensi, jantung, DM, dan lain-lain.
f. Riwayat psikososial
Meliputi mekanisme koping yang di gunakan klien untuk mengatasi
masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien
menerima keadaannya.
g. Pola kebiasaan sehari-hari
Meliputi cairan, nutrisi, eliminasi, personal hygine, istirahat tidur,
aktivitas dan latihan serta kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
2. Pemeriksaan Fisik (Review of System)
1. B1 (breath)
Ditemukan takhipnea pada pasien
2. B2 (blood)
Ditemukan takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah,
pengisian perifer lambat dan warna kulit pucat.
3. B3 (brain)
Ditemukan sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat
terganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.
4. B4 (bladder)
Ditemukan oliguri, gangguan keseimbangan cairan.
5. B5 (bowel)
Ditemukan anemia, anorexia,mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak
toleran terhadap makanan pedas.
6. B6 (bone)
Ditemukan kelelahan, kelemahan
Pemeriksaan yang di lakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki
dengan menggunakan 4 teknik yaitu palpasi, inspeksi, auskultasi, dan
perkusi.
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : lemah, lemas, gangguan pola tidur dan istirahat, kram
abdomen, nyeri ulu hati.
Tanda : nyeri ulu hati saat istirahat
2. Sirkulasi
Gejala : keringat dingin (menunjukkan status syok, nyeri akut,
respon psikologis)
3. Eliminasi
Gejala : bising usus hiperaktif atau hipoaktif, abdomen teraba
keras.
Distensi peubahan pola BAB
Tanda : feses encer atau bercampur darah (melena), bau busuk,
konstipasi.
4. Integritas ego
Gejala : stress (keuangan, hubungan kerja). Perasaan tidak
berdaya.
Tanda : ansietas, misalnya : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit, gemetar.
5. Makanan dan cairan
Gejala : anoreksia, mual dan muntah, nyeri ulu hati, kram pada
abdomen, sendawa bau busa, penurunan berat badan.
Tanda : membrane mukosa kering, muntah berupa cairan yang
berwarna kekuning-kuningan, distensi abdomen, kram pada
abdomen.
6. Neurosensori
Gejala : pusing, pandangan berkunang-kunang, kelemahan pada
otot
Tanda : lethargi, disorientasi (mengantuk)
7. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri epigastrium kiri samping tengah atau ulu hati, nyeri
yang digambarkan sampai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih.
Tanda : meringis, ekspresi wajah tegang
8. Pernafasan
Gejala : sedikit sesak
12
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung sekresi asam lambung
bikarbonat yang naik turun.
2. Kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan
muntah)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurangnya intake makanan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi.
2.3 Perencanaan
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteri
Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri
berhubungan
dengan iritasi
mukosa lambung
sekresi asam
lambung
bikarbonat yang
naik turun
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
diharapkan nyeri dapat
berkurang. Dengan
Kriteria Hasil:
a. Klien
mengungkapakan
nyeri yang dirasakan
berkurang atau
hilang
b. Klien tidak
menyeringai
kesakitan
c. TTV dalam batasan
normal
d. Intensitas nyeri
Pantau keluhan nyeri,
perhatikan lokasi,
intensitas nyeri, dan
skala nyeri serta
Anjurkan pasien untuk
melaporkan nyeri
segera saat mulai.
Untuk mengetahui letak
nyeri dan memudahkan
intervensi yang akan
dilakukan. Intervensi dini
pada kontrol nyeri
memudahkan pemulihan
otot dengan menurunkan
tegangan otot.
Pantau tanda-tanda vital Respon autonomik
meliputi, perubahan pada
TD, nadi, RR, yang
berhubungan dengan
penghilangan nyeri.
Anjurkan istirahat
selama fase akut
Mengurangi nyeri yang
diperberat oleh gerakan.
. Anjurkan teknik
distraksi dan relaksasi
Menurunkan tegangan
otot, meningkatkan
berkurang (skala
nyeri berkurang 1-
10)
e. Menunjukkan rileks,
istirahat tidur,
peningkatan
aktivitas dengan
cepat
relaksasi, dan
meningkatkan rasa
kontrol dan kemampuan
koping
Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
tindakan.
Menghilangkan atau
mengurangi keluhan
nyeri klien
Berikan Obat sesuai
indikasi mis: antasida.
Dan
Menurunkan keasaman
gaster dengan absorpsi
atau dengan menetralisir
kimia
Obat antikolinergik
(Belladonna, atropine)
Diberikan pada waktu
tidur untuk menurunkan
mortilitas gaster,
menekan produksi asam,
memperlambat
pengosongan gaster dan
menghilangkan nyeri
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteri
Hasil Intervensi Rasional
2. Kekurangan
volume cairan
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan intake
yang tidak
adekuat dan
output cair yang
berlebih (mual
dan muntah)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
diharapkan intake
cairan klien adekuat.
Dengan kriteria hasil:
1. Mukosa bibir
lembab
2. Turgor kulit baik
3. Pengisian kapiler
baik
Penuhi kebutuhan
individual. Anjurkan
klien untuk minum
(dewasa:40-60
cc/kg/jam).
Intake cairan yang
adekuat akan
mengurangi resiko
dehidrasi pasien.
Kaji Turgor Kulit Indicator dehidasi atau
hipovolemia,
keadekuatan
penggantian cairan
Awasi tanda-tanda
vital, pengisian kapiler
Menunjukkan status
dehidrasi atau
14
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteri
Hasil Intervensi Rasional
3. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan kurangnya
intake makanan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi.
dengan
Kriteria hasil:
a. Keadaan umum
cukup
b. Turgor kulit baik
c. BB meningkat
Anjurkan pasien
untuk makan dengan
porsi yang sedikit
tapi sering.
Menjaga nutrisi pasien
tetap stabil dan
mencegah rasa mual
muntah.
Berikan makanan
yang lunak
Untuk mempermudah
pasien menelan
Lakukan oral hygiene
Kebersihan mulut dapat
merangsang nafsu
makan pasien
Timbang BB dengan
teratur
Mengetahui
perkembangan status
4. Input dan output
seimbang
dan membran mukosa.
kemungkinan
kebutuhan untuk
peningkatan
penggantian cairan
Cata intake dan output
cairan
Mengganti cairan untuk
masukan kalori yang
berdampak pada
keseimbangan elektrolit
Berikan cairan
tambahan IV sesuai
indikasi.
Mengganti kehilangan
cairan dan
memperbaiki
keseimbangan cairan
dalam fase segera.
Kolaborasi pemberian
cimetidine dan
ranitidine
Cimetidine dan
ranitidine berfungsi
untuk menghambat
sekresi asam lambung
d. Klien tidak mual
dan muntah
nutrisi pasien
Auskultasi bising usus Membantu dalam
menetukan respon untuk
makan atau
berkembangnya
komplikasi
Tentukan makanan
yang tidak membentuk
gas
Dapat mempengaruhui
nafsu makan/pencernaan
dan membatasi masukan
nutrisi
16
BAB III
KONSEP DASAR GASTROENTERITIS (DIARE)
3.1 DEFINISI GASTROENTERITIS (DIARE)
Gastroenteritis atau diare adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan
dan keenceran buang air besar. Kekerapan yang dianggap masih normal
adalah sekitar 1 – 3 kali dan banyaknya 200 – 250 gr sehari. Beberapa
penderita mengalami peningkatan kekerapan dan keenceran buang air besar
walaupun jumlahnya < 250 gr dalam kurun waktu sehari. (Soeparman
Sarwono Waspadji,1990).
Diare atau penyakit (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (bahasa
Yunani) yang berarti mengalir terus (to flow trough), merupakan keadaan
abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering. Hal ini disebabkan adanya
perubahan-perubahan dalam transport air dan elektrolit dalam usus terutama
pada keadaan dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorpsi dan
sekresi.
3.2 ETIOLOGI GASTROENTERITIS (DIARE)
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa factor yaitu:
1. Faktor infeksi
1.1 Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak:
a. Infeksi bakteri : Vibrio, Escherechia Coli, Salmonella, Shigella,
Yersina.
b. Infeksi Virus : Enterovirus.
c. Infeksi parasit : cacing ( Ascaris, Tricuris, Oxyuris, Strongiloides)
d. Infeksi protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lambia,
Thricomonas hominis
e. Infeksi jamur : Candida albicans.
1.2 Infeksi Parenterial yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat
pencernaan seperti tonsilofaringitis.
2. Faktor Malabsorpsi
Faktor malabsorpsi ini meliputi:
a. Malabsorpsi karbohidrat: disakarida (intolerans laktosa, maltosa,
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terserang ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorpsi lemak.
c. Malabsorpsi protein
3. Factor makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Factor psikologis : rasa takut dan cemas, walaupun jarang tetapi
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
5. Faktor resiko:
a. Usia
Episode diare terjadi 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan
pendamping. Terdapat beberapa perbedaan pada saluran pencernaan
bayi dan dewasa. Sistem saluran pencernaan bayi masih belum
matang.
b. Status Gizi
Diare anak dengan malnutrisi cenderung labih berat, lebih lama dan
angka kematian lebih tinggi dibandingkan dengan anak dengan gizi
baik.
c. ASI
Bayi yang diberi ASI lebih terlindungi terhadap penyakit infeksi
terutama daire. Hal ini dikarenakan adanya faktor peningkatan
pertumbuhan sel usus sehingga vilus dinding usus cepat mengalami
penyembuhan setelah rusak karena diare.
d. Faktor sosial, ekonomi, budaya, dan kebersihan lingkungan serta diri
sendiri.
Kebersihan yang buruk dapat berakibat masuknya bakteri secara
berlebihan ke dalam usus, sehingga dapat mengalahkan pertahanan
tubuh normal dan akan mengakibatkan tumbuh bakteri. Adanya
keterbatasan dalam sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap
kepadatan lingkungan tempat tinggal, penyediaan air bersih,
khususnya pada negara berkembang.
18
3.3 Patofisiologi Gastroenteritis (Diare)
Diare terjadi karena adanya gangguan proses absorpsi dan sekresi cairan
serta elektrolit di dalam saluran cerna. Pada keadaan normal, usus halus akan
mengabsorpsi Na+, Cl
-, HCO3
-. Timbulnya penurunan dalam absorpsi dan
peningkatan sekresi mengakibatkan cairan berlebihan melebihi kapasitas
kolon dalam mengabsorpsi. Mekanisme ini sangat dipengaruhioleh faktor
mukosa maupun faktor intra luminal saluran cerna. Faktor mukosa dapat
berupa perubahan dinamik mukosa yaitu adanya peningkatan cell turnover
dan fungsi usus yang belum matang dapat menimbulkan gangguan absorpsi-
sekresi dalam saluran cerna. Penurunan area permukaan mukosa karena atrofi
vilus, jajas pada brush border serta pemotongan usus dapat menurunkan
absorpsi. Selain itu, gangguan pada sistem pencernaan (enzim spesifik) atau
tranport berupa defisiensi enzim disakaridase dan enterokinase serta
kerusakan pada ion transport (Na+/H
+, Cl
-/HCO3
-) juga menimbulkan
gangguan absorpsi.
Faktor-faktor dalam intraluminal sendiri juga ikut berpengaruh, seperti
peningkatan osmolaritas akibat malabsorpsi (defisiensi disakaridase) dan
bacterial overgrowth. Insufisiensi pankreatik eksokrin, defisiensi garam
empedu dan parasit adalah faktor intarluminal lain penyebab penurunan
absorpsi. Sedangkan peningkatan sekresi disebakan oleh toksin bakteri (toxin
cholera, E. Coli), mediator nflamasi (eicosanoids. Produk sel mast lain), asam
empedu dihodroksi, asam lemak hidroksi dan obat-obatan.
Perjalanan penyakit Gastroenteritis menurut Ngastiyah adalah
masuknya mikroorganisme (bakteri, jamur, ataupun virus) ke dalam usus
halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikrooganisme
tersebut akan berkembang biak didalam usus halus dan kemudian akan
mengeluarkan toksin. Toksin tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya:
a. Gangguan Osmotik
Tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat disebabkan karena
konsumsi makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh tubuh
sehingga terjadilah pergeseran air dan elektrolit ke dalam ronggga usus.
Dimana isi rongga usus yang berlebihan ini kemudian akan merangsang
usus untuk segera mengeluarkannya sehingga timbullah diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu misalnya karena adanya toksin pada dinding
usus akan mengakibatkan seksresi air dan elektrolit meningkat ke dalam
rongga usus, selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
c. Gangguan mobilitas
Adanya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus dalam melakukan penyerapan makanan, sehingga timbullah diare.
Sebaliknya bila peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri
didalam usus berkembang biak lebih banyak pada akhirnya
menimbulkan diare juga.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis adalah akan terjadi
kehilangan air atau elektrolit, gangguan kesimbangan asam basa, gangguan
gizi akibat masukan makanan yang kurang, pengeluaran berlebih serta
gangguan pada sirkulasi darah.
3.4 Manifestasi Klinis Gastroenteritis (Diare)
a. Perut mulas dan gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
b. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
d. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
e. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
20
g. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
h. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam. (Kusmaul).
3.5 Woc/Pathway Gastroenteritis (Diare)
3.6 Pemeriksaan Penunjang Gastroenteritis (Diare)
1. Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan bila ditemukan trofozoid motil yang mengandung eritrosit dari
sampel tinja segar yang diperiksa 30 menit sejak keluar
2. Pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor
dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
4. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan dilakukan pada
penderita diare kronik.
5. Proktosigmoidoskopi: pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis
adanya inflamasi mukosa atau keganasan.
6. Pemeriksaan kadar lemak tinja kuantitatif: tinja dikumpulkan (biasanya 72
jam) diperiksa kadar lemak tinja jika dicurigai malasorbsi lemak.
7. Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari 500ml/hari jarang
ditemukan pada sindrom usus iritabel.
3.7 Penatalaksanaan Gastroenteritis (Diare)
3.7.1 Pengobatan
Pengobatan diare berdasarkan derajat dehidrasinya.
1. Tanpa Dehidrasi, dengan Terapi A
Pada keadaan ini, buang air besar terjadi 3 – 4 kali sehari atau
disebut mulai mencret. Anak yang mengalami kondisi ini masih
lincah dan masih mau makan dan minum seperti biasa. Pengobatan
dapat dilakukan di rumah oleh ibu atau anggota keluarga lainnya
dengan memberikan makanan dan minuman yang ada dirumah
seperti air kelapa, Larutan Gula Garam (LGG), air tajin, air teh,
maupun oralit. Istilah pengobatan ini adalah dengan menggunakan
terapi A.
Ada tiga cara pemberian cairan yang dapat dilakukan di rumah :
a. Memberikan anak lebih banyak cairan.
b. Memberikan makanan terus menerus.
c. Membawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3
hari.
2. Dehidrasi Ringan atau Sedang, dengan Terapi B.
Diare dengan dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan
sampai 5% dari berat badan, sedangkan pada diare sedang terjadi
kehilangan cairan 6-10% dari berat badan. Untuk mengobati
penyakit diare pada derajat dehidrasi ringan atau sedang digunakan
terapi B, yaitu sebagai berikut:
22
Usia < 1 tahun 1 – 4 tahun > 5 tahun
Jumlah oralit 300 mL 600 mL 1200 mL
Setelah itu, tambahkan setiap kali mencret :
Usia < 1 tahun 1 – 4 tahun > 5 tahun
Jumlah oralit 100 mL 200 mL 400 mL
3. Dehidrasi Berat, dengan Terapi G
Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus menerus,
biasanya lebih dari 10 kali disertai muntah, kehilangan cairan lebih
dari 10% berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi G, yaitu
perawatan di puskesmas atau rumah sakit untuk di infus RL (Ringer
Laktat).
4. Teruskan Pemberian Makan
Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini mungkin dan
disesuaikan dengan kebutuhan. Makanan tambahan diperlukan pada
masa penyembuhan. Untuk bayi, ASI tetap diberikan bila
sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila sebelumnya tidak
mendapatkan ASI dapat diteruskan dengan memberikan susu
formula.
5. Antibiotik Bila Perlu
Sebagian besar penyebab diare adalah rotavirus yang tidak
memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare karena
tidak bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GASTROENTERITIS
(DIARE)
4.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6 – 11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang
lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya
2. Keadaan umum pasien
Pada pasien GE yang belum mengalami dehidrasi biasanya keadaan
umumnya baik, begitupun dehidrasi sedang yang keadaan umumnya
cukup, tetapi untuk klien GE dengan dehidrasi berat keadaan klien
umumnya buruk.
3. Kesadaran:
Umumnya untuk tingkat kesadaran pada klien GE, dibagi menjadi 3
kriteria, yaitu:
a. Belum ada dehidrasi
Umumnya klien masih sadar atau terjaga, sadar pada diri maupun
lingkungannya. Saat diajak bicara dengan suara yang normal, klien
akan melihat pada yang berbicara dan merespons semua sesuai dengan
rangsangan yang diterimanya. Jadi, pada Klien dengan dehidrasi
ringannya secara umum kesadarannya masih penuh.
b. Dehidrasi sedang
Tingkat kesadaran klien untuk klien dehidrasi sedang baik tetapi
menuntut kemungkinan pasien dengan dehidrasi sedang ini dapat
mengalami letargi dimana ketika diajak berbicara dengan suara keras,
24
pasien terlihat mengantuk tetapi membuka matanya, dan melihat pada
kita serta menberikan respons terhadap pertanyaan yang diberikan.
c. Dehidrasi berat
Tingkat kesadaran klien obtudansi yaitu suatu keadaan ketika klien
diguncangkan dengan perlahan pasien membuka matanya dan terlihat
pada kita akan tetapi dalam memberikan respons klien dengan
dehidrasi berat sangatlah lambat dan agak sedikit kebingungan. Dapat
juga masuk pada tingkat keadaan stupor (keasadaran pada diri dan
lingkungan minimal) dan koma sekalipun mendapat rangsangan yang
menyakitkan secara berulang.
4. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah: mengalami penurunan yang dibawah normal yaitu
<120/80 mmHg
b. Suhu: mengalami peningkatan biasanya lebih besar dari 37,5oc
c. Nadi: denyut nadi mengalami penurunan <100x/menit
5. Pernapasan
Pada pernapasan klien GE dengan belum adanya dehidrasi masih dalam
batas normal yaitu 24x/mnt namun pada klien GE dengan dehidrasi sedang
bahkan berat, pernapasannya mengalami penurunan.
6. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. klien pernah mengalami BAB lebeh dari 4x /hari atau lebih dengan
frekuensi encer dapat disertai muntah
2. keadaan umum klien sangat lemah
3. kadang –kadang disertai dengan demam
4. terlihat adanya tanda-tanda dehidrasi: mata cekung, ubun-ubun
cekung, turgor kulit jelek
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
kemungkinan klien pernah mengalami penyakit saluran
pencernaan yang bersifat akut/kronis, adanya riwayat penderita
gastro enteritis, diare.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat perlu mengetahui adanya anggota keluarga yang
menderita diare dan adanya angggota keluarga yang menderita
penyakit infeksi saluran pernapasan seperti OMA
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Pemeriksaan rambut temasuk kuantitas, serta tekstur rambut. Kulit
kepala termasuk warna (pucat), tekstur serta adanya lesi di kepala.
b. Mata
pada mata umumnya yang diamati adalah sclera dan konjungtiva.
Biasanya terjadi anemis
c. Daun telinga, lubang hidung dan gendang telinga
Biasanya ditemukan kemungkinan penurunan ketajaman telinga.
d. Mulut
Mukosa dan lidah kering terdapat tanda-tanda sianosis
e. Hidung
Tidak ditemukan adanya keluhan pada hidung
f. Leher
Palpasi pada kelenjar limfe dan kelenjar tiroid. Umumnya tidak
ditemukan pembesaran tiroid.
g. Toraks dan paru-paru
Inspeksi: terjadi penurunan frekuensi nadi <20x/mnt, iramanya lemah.
h. Jantung
Biasanya tidak ditemukan adanya keluhan pada jantung.
i. Abdomen:
Inspeksi : Secara berurutan perhatikan adanya lesi, jaringan
parut, kemerahan. Simetris kiri dan kanan
Perkusi : Timpani diatas lambung, ditemukan pekaka pada
hati.
Palpasi : Adanya nyeri tekan, masa dan organ pada
abdomen
Auskultasi : Bising usus meningkat
j. Genitalia
26
Biasanya terlihat kotor dan agak kemerahan
k. Anus
Biasanya daerah disekitar anus kemerahan
l. Ekstremitas: Biasanya terjadi kelemahan otot ekstremitas
4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik dan iritasi pada mukosa usus
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
banyak cairan melalui rute normal (muntah,diare) dan kurangnya asupan
cairan
3. Gangguan pola eliminasi: BAB berhubungan dengan inflamasi, iritasi
serta adanya toksin atau malabsorpsi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absopsi nutrient, asupan makanan yang tidak adekuat
5. Ansietas berhubungan eliminasi yang sering tidak terkontrol
4.3 Perencanaan
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri b/d
hiperperistaltik dan
iritasi pada mukosa
usus
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
maka diharapkan
Gangguan rasa nyeri
berkurang dengan
kriteria hasil:
1. Klien tampak
rileks
2. Klien secara
subektif
menyatakan
bahwa nyerinya
telah berkurang
Catat lokasi, intensitas
nyeri serta
karakteristik nyeri
Mencegah terjadinya
komplikasi dan masalah
serius
Beri posisi nyaman Mengurangi rasa nyeri
Kompres daerah nyeri
dengan air hangat
pada daerah
epigastrum.
Mengurangi rasa nyeri
Monitor tanda-tanda
vital
Tanda-tanda
vitalmerupakan acuan
untuk mepengaruhi
keadaan umum klien
Ajarkan teknik Rileks dapat membantu
3. Skala nyeri klien
menurun (0-4)
relaksasi kepada klien menurunkan rasa takut
dan ansietas
Anjurkan klien untuk
melaporkan nyerinya
Dapat mengetahui
adanya komplikasi
Beri terapi analgetik
pada klien sesuai
dengan program-
program dokter serta
kolaborasi dengan tim
dokter untuk
pemberian terapi
laiinya sesuai indikasi
Mempercepat
kesembuhan klien
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan & Kriteria
Hasil
Intervensi
Keperawatan Rasional
2 Defisit volume
cairan dan elektrolit
b/d kehilangan
banyak cairan
melalui rute normal
(muntah,diare) dan
kurangnya asupan
cairan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan
cairan terpenuhi.
Dengan kriteria hasil:
1. Mempertahankan
volume cairan yang
adekuat, dibuktikan
oleh:
a. mukosa lembab
b. turgor kulit baik
dan pengisian
kapiler baik
c. Tanda vital stabil
d. Keseimbangan
Kaji tanda vital
(tekanan darah, nadi
dan suhu)
Hipotensi (termasuk
postural), takikardi,
demam dapat
menunjukkan respon
terhadap dan atau efek
kehilangan cairan
monitor intake dan out
put
dengan mengontrol
intake out put
Akan dapat mengetahui
pemasukan dan
Pengeluran
Berikan cairan sering
dan jumlah kecil
untuk mendorong
urinasi terjadi tiap dua
jam (minuman
Minuman berkarbonat
menggantikan natrium
dan kalium yang hilang
pada diare dan muntah
28
masukan dan
haluan dengan
urine normal.
suplemen elektrolit,
jus apel, minuman
berkarbonat)
Awasi hasil
Laboratorium
Menentukan keefektifan
terapi
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai
indikasi: antidiare.
Antipieretik misalnya
asetaminofen
Menurunkan kehilangan
cairan
Mengontrol demam,
menurunkan kehilangan
cairan yang tak terlihat
Antimietik mis:
trimetobenzamida
(Tigan), Hidroksin
(vistarin)
Untuk mengontrol mual
dan muntah
Pemberian Elektrolit
mis: tambahan kalium
Karena diare banyak
elektrolit yang ikut
terbuang juga seperti
HCO3 yang dapat
menimbulkan asidosis
metabolic
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
Keperawatan Rasional
3.
Gangguan pola
eliminasi: BAB
berhubungan dengan
inflamasi, iritasi
serta adanya toksin
atau malabsorpsi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
maka diharapkan pola
eliminasi kembali
normal. Dengan
kriteria hasil:
1. Frekuensi defekasi
menurun
Mandiri
Observasi dan catat
frekuensi defekasi,
karakteristik dan
faktor pencetus
Membantu membedakan
penyakit individu
Tingkatkan tirah
baring, berikan alat-
alat disamping tempat
tidur
Menurunkan laju
metabolism. Bila terlalu
jauh resiko jatuh
2. Konsistensi
kembali normal
Kaji makanan dan
cairan yang
mencetuskan diare
Menghindarkan iritan
dan meningkatkan
istrahat usus maupun
kolon
Observasi demam,
takikardi, letargi,
leukositosis,
penurunan protein,
serum, ansietas dan
kelesuan
Tanda bahwa toksik
megakolon atau perforasi
akan terjadi memerlukan
intervensi medik segera
Kolaborasi
Berikan obat-obatan
sesuai indikasi:
defenoksilat (lomotil)
Menurunkan peristaltik
GE dan menurunkan
sekresi digestif untuk
menghilangkan kram dan
diare
Antasida Menurunkan iritasi
gastre, mencegah
inflamasi dan
menurunkan resiko
infeksi
Antibiotic Mengobati infeksi
supuratif local
30
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes. 2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. Jakarta : EGC
Priyanto, Agus & Lestari, Sri. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba
Medika
Sukarmin. 2012. Keperawatan Pada Sistem Pencernaan. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatn Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika
Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Kapital Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : CV.
Sagung Seto
Wilkinton, Judith M & Nancy, R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan : Diagnosis Nanda, Intervensi, Kriteria Hasil NOC Edisi 9.
Jakarta : EGC