Post on 30-Dec-2020
GAMBARAN KEMISKINAN DALAM NOVEL MA YAN KARYASANIE.B.KUNCORO
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA IAN WATT)
SKRIPSI
WIWIEK PRATIWI HASBULLAH
1351142006
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
GAMBARAN KEMISKINAN DALAM NOVEL MA YAN KARYASANIE.B.KUNCORO
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA IAN WATT)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar SarjanaBahasa dan Sastra pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Program Studi
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Makassar
WIWIEK PRATIWI HASBULLAH
1351142006
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Wiwiek Pratiwi Hasbullah
NIM : 1351142006
Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 4 Juli 1995
Alamat : Batua Raya XI Komp.Perum. Griya Batua Sejahtra No.25
Program Studi : Sastra Indonesia
Fakultas : Bahasa dan Sastra
Universitas : Universitas Negeri Makassar
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri, bukan karyaorang lain ataupun hasil plagiat. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasilkarya sendiri atau hasil plagiat, saya bersedia dituntut berdasarkan aturan hukum yang berlakuserta bersedia status kesarjanaan saya dicabut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan tanpa ada paksaan
dari pihak manapun dan sebagai rasa tanggung jawab terhadap skripsi yang telah saya
pertahankan di hadapan panitia Ujian Skripsi.
Makassar, 31 Januari 2018
Yang membuat pernyataan,
Wiwiek Pratiwi Hasbullah
NIM 1351142006
MOTO
Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya danusaha yang disertai dengan doa, sesungguhnya nasib manusia
tidak akan berubah dengan sendirinya tanpa berusaha.
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada kedua orang tua Hasbullah,S.Sos dan Imelda Bachrie,
sahabat,dan teman SASINDO 13
ABSTRAK
Wiwiek Pratiwi Hasbullah,2018. “Gambaran Kemiskinan Dalam Novel MA YAN KaryaSanie.B.Kuncoro. (Tinjauan Sosiologi Sastra Ian Watt)”. Skripsi. Jurusan Bahasa dan SastraIndonesia. Fakultas Bahasa dan Sastra. Universitas Negeri Makassar, (Dibimbing oleh Juandadan Hajra)
Tujuan penelitian ini adalah (a) mendeskripsikan konteks sosial pengarang dalam novel MAYAN karya Sanie.B.Kuncoro, (b) mendeskripsikan sastra sebagai cermin masyarakat dalamnovel MA YAN karya Sanie.B.Kuncoro, dan (c) mendeskripsikan fungsi sosial sastra yangterdapat dalam novel MA YAN karya Sanie.B.Kuncoro. Metode dalam penelitian ini adalahdeskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah kutipan-kutipan yang menggambarkankemiskinan yang terdapat dalam Novel MA YAN Karya Sanie.B.Kuncoro. Teknik pengumpulandata dalam penelitian adalah teknik baca, dan teknik pencatatan. Penelitian ini dilakukan denganmengidentifikasi, mendeskripsikan , dan menganalisis konteks social pengarang, sastra sebagaicermin masyarakat dan fungsi social sastra dalam Novel MA YAN berdasarkan pendekatansosiologi sastra Ian Watt.
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa keterbatasan pendidikan dan masalahekonomi, berada di Negara China kemiskinan menjadi masalah yang universal dan di seluruhdunia mengalami. Kaum perempuan dan anak-anak yang mengalami kemiskinan. MasyarakatTionghoa tidak semua kaum berpunya, sesungguhnya itu hanya penampilan dipermukaan. Jugapenelitian-penelitian lanjutan mengambil data dari novel berbahasa Indonesia khususnya hasilkarya Sanie.B.Kumcoro.
Kata Kunci: Konteks Sosial, Cermin Masyarakat, Fungsi Sosial, Sosiologi.
viii
viii
KATA PENGANTAR
Penulis memaanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan begitu banyak petunjuk, rahmat dan nikmat-Nya dalam
setiap langkah penulis sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Kemiskinan dalam
Novel Ma Yan karya Sanie B.Kuncoro (Tinjauan Sosiologi Sastra Ian Watt)” dapat
terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akademik guna
memeroleh gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun guna penyempurnaan penulis selanjutnya. Melalui
kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Dr.Juanda,M.Hum pembimbing I yang dengan penuh keikhlasan membimbing dan
mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi, sekaligus Penasihat Akademik yang
telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan,
dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal perkuliahan sampai penyelesaian studi.
Serta Hajrah,S.S.,M.Pd, selaku pembimbing II yang dengan penuh keikhlasan dan
ketelitian membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi. Terima
kasih kepada penguji I Prof.Dr.Muhammad Rapi Tang,M.S dan penguji II Suarni
Syam Saguni,S.S.,M.Hum yang telah memberikan saran dan masukan kepada
peneliti.
viii
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis tujukan kepada Rektor
Universitas Negeri Makassar, Prof. Dr. Husain Syam, MTP., Dekan Fakultas Bahasa
dan Sastra, Universitas Negeri Makassar, Dr. Syarifuddin Dollah, M.Pd.,Ketua
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr. Muhammad Saleh, S.Pd., M.Pd., Sekretaris
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr. Syamsudduha, M.Hum., Ketua Program
Studi Sastra Indonesia, Dr. Juanda M.Hum., serta para dosen Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah memberi banyak pengetahuan selama penulis menempuh
studi.
Penghargaan yang terkhusus dan penghormatan sedalam-dalamnya penulis
ucapkan kepada orang tuaku, Hasbullah,S.Sos dan Imelda Bachrie, yang telah
memberikan segalanya untuk penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pengarang Novel Ma Yan
Sanie.B.Kuncoro yang telah membantu memberikan data dan informasi yang
dibutuhkan penulis. Dan teman-teman Sasindo 13, Kakak Sugiarto,S.S, yang telah
memberikan arahan kepada penulis, dan Fadly Agung Sutami,SH telah memberikan
dukungan kepada penulis.
Makassar,27 Januari 2018
Penulis
ix
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN............................................................................... iv
MOTO............................................................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN............................................................. ………… 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ...................... 8
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 8
1. Karya Sastra ................................................................................. 8
2. Prosa Fiksi.................................................................................... 10
3. Novel ............................................................................................ 12
x
4. Sastra dan Masyarakat ................................................................ 15
5. Kondisi Masyarakat Cina Tahun 1958-1962 ............................... 17
6. Sosiologi Sastra............................................................................ 21
7. Pendekatan Sosiologi Sastra Ian Watt.......................................... 24
B. Kerangka Pikir .................................................................................. 31
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 34
A. Desain dan Definisi Istilah ................................................................ 34
B. Data dan Sumber Data ...................................................................... 35
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 35
D. Teknik Analisis Data.......................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 37
A. Penyajian Hasil Analisis Data ........................................................... 37
1. Konteks Sosial Pengarang............................................................ 37
2. Cerminan Kehidupan Sosial Masyarakat ..................................... 42
3. Fungsi Sosial Sastra ..................................................................... 50
B. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 54
BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................. 57
A. Simpulan .......................................................................................... 57
B. Saran .................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 59
LAMPIRAN................................................................................................... 61
xi
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ 134
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Sanie.B.Kuncoro ......................................................................... 62
Lampiran II Sinopsis ........................................................................................ 66
Lampiran III Korpus Data................................................................................ 69
Lampiran IV Klasifikasi Data .......................................................................... 74
Lampiran V Persuratan ....................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan wujud dari sebuah gejolak perasaan seseorang
terhadap realitas sosial yang merangsang kesadaran pribadi. Dengan
kedalaman imajinasi, visi, asumsi, dan kadar intelektual yang dimilikinya,
seorang penggarang berusaha untuk menggambarkan relitas yang ada ke dalam
karya cipta.Sastra sebagai cabang seni telah menjadi bagian dari pengalaman
hidup manusia, baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya bagi
pengalaman hidup maupun dari aspek penciptanya yang mengapresiasikan
pengalaman batinnya ke dalam karya sastra. Faruk (2010:77) mengatakan
bahwa karya sastra adalah objek manusiawi, fakta kemanusiaan, atau fakta
kultural,sebab merupakan hasil ciptaan manusia.
Sebuah karya sastra pada dasarnya mengungkapkan masalah manusia dan
kemanusiaan, tentang makna hidup dan kehidupan, menggambarkan
penderitaan manusia, perjuangan, kasih sayang, kebencian, nafsu, dan segala
yang dialami manusia. Hal ini menurut Taine (dalam Anwar, 2010:20), sastra
adalah refleksi dari beberapa fakta yang dapat diketahui selain dari sekedar
perasaan-perasaan yang bersifat spesifik didalamnya sehingga sastra menjadi
dunia yang dinamik dalam persentuhannya antara pengarang dengan
masyarakat. Perubahan demi perubahan membentuk konstruksi sosial yang
lahir dari persoalan hidup manusia tetapi karya sastra bukan hanya merupakan
2
curahan perasaan dan hasil imajinasi pengarang saja, namun karya sastra juga
merupakan sebagai fungsi sosial sastra dan cermin kehidupan, yaitu pantulan
respon pengarang dalam menghadapi masalah kehidupan dan peran karya
sastra di masyarakat yang diolah secara estetis melalui kreativitas yang
dimilikinya, kemudian hasil tersebut disajikan kepada pembaca. Dengan
demikian, pembaca dapat merenungkan dan menghayati kenyataan dan
masalah-masalah kehidupan di dalam bentuk karya sastra. Karya Sastra sebagai
hasil perenungan manusia terwujud dalam berbagai bentuk yaitu puisi, prosa
fiksi, dan drama, sehingga dapat memberikan respon terhadap kenyataan atau
masalah yang disajikan tersebut.
Sastra dan realitas sosial masyarakat menjadi dua hal yang tidak dapat
dipisahkan karena sastra diproduksi dan distrukturasi dari berbagai perubahan
realitas tersebut. Realitas pada sastra merupakan cara pandang penciptanya
dalam melakukan pengingkaran atau pelurusan atas realitas sosial yang
melingkupi kehidupannya sehingga sastra merupakan potret sosial yang
menyajikan kembali realitas masyarakat yang pernah terjadi dengan cara yang
khas sesuai dengan penafsiran dan ideologi pengarangnya, seperti kemiskinan
yang kebanyakan masyarakat alami, sebagaimana pengarang menuangkan ide
tentang kemiskinan dalamProses pengungkapan realita yang dilakukan dalam
karya sastranya, tidak terlepas dari berbagai faktor secara sadar atau tidak sadar
turut mempengaruhi ide,visi, atau sikap pengarang. Keseluruhan faktor tersebut
berasal dari lingkungan masyarakat yang ditempati pengarang.
3
Salah satu bentuk kondisi sosial pada masyarakat sering diceritakan oleh
sastrawan dalam novel sebagai bentuk penghayatan terhadap kehidupan
sekelilingnya.Novel merupakan salah satu karya sastra yang dapat dijadikan
suatu media untuk menjadikan sesuatu yang menarik atau luar biasa untuk
merekam zaman dan juga digunakan untuk menggambarkan situasi yang
terjadi saat itu dan novel juga termasuk salah satu karya sastra yang banyak
digemari khususnya pelajar.
Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti novel Ma Yan Karya
Sanie.B.Kuncoro.Novel ini merupakan novel laris pada tahun 2009, novel ini
tidak berlatar asli Indonesia karena novel Mayan karya Sanie.B.Kuncoro
merupakan gubahan (novelisasi) dari sebuah buku yang berbentuk pocket book
berjudul The Diary of Ma Yan yang juga banyak menjadi inspirasi. Novel yang
banyak menggambarkan kehidupan yang tidak asing untuk kita yang
menceritakan tetang kehidupan sosial di cina serta menyiratkan pesan moral
terhadap pembaca. Gambaran kenyataan dalam masalah-masalah kehidupan
sosial terutama masalah kemiskinan yang membuat penulis berinisiatif untuk
menganalisis lebih dalam novel tersebut. Selain itu, penelitian terhadap karya
sastra khususnya novel Ma Yan masih jarang dilakukan sebelumnya oleh
peneliti lain. Oleh karena itu, penulis akan memfokuskan kajian pada gambaran
sosial menggunakan pedekatan sosiologi sastra Ian Watt. Penulis lebih memilih
menggunakan bentuk pemikiran sosiologi sastra dari Ian Watt, karena
pedekatan sosiologi sastra Ian Watt lebih sederhana tetapi tetap detail dalam
mengupas gambaran kemiskinan di dalam novel tersebut.
4
Peneliti menggunakan pendekatan yang terkait dengan objek kajian
tersebut yaitu pendekatan sosiologi sastra Ian Watt. Pendekatan Ian Watt
menemukan tiga macam klasifikasi dalam sosiologi sastra yang berbeda. Pertama,
konteks sosial pengarang yang berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dan
pengaruh sosial sekitar penciptaan karya sastra. Kedua, sastra sebagai cermin
masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam penelitian ini memfokuskan
penelitian pada klasifikasi ketiga aspek, yaitu konteks sosial pengarang,sastra
sebagai cermin masyarakat dan fungsi sosial sastra. Yang perlu mendapat
perhatian sastra sebagai cermin masyarakat ialah: (a) sejauh mana sastra
mencerminkan masyarakat pada waktu sastra itu ditulis, (b) sejauh mana sifat
pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin
disampaikannya, dan (c) sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang
dapat dianggap mewakili seluruh masyarakat. Sedangkan fungsi sosial Dalam
hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian, yaitu: (a) sejauh mana sastra
dapat berfungsi sebagai perombak masyarakat, (b) sejauh mana sastra hanya
berfungsi sebagai penghibur saja, dan (c) sejauh mana terjadi sintesis antara
kemungkinan (a) dan (b).
Ketiga pokok pikiran Ian Watt tersebut menjadi landasan teori untuk
mengkaji novel Ma Yan karya Sanie.B.Kuncoro karena menurut peneliti terjadi
ketimpangan sosial, maka dengan pendekatan sosiologi sastra Ian Watt dapat
mengetahui karya Sanie.B.Kuncoro tersebut mencerminkan kehidupan sosial pada
masa karya sastra tersebut dibuat. Selain cerminan kehidupan sosial, fungsi sosial
sastra dan konteks sosial pengarang juga digambarkan dalam penelitian ini.
5
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yang dilakukan oleh Oky
Lindasari berjudul“Feminisme Liberal dalam novel Ma Yan Karya
Sanie.B.Kuncoro“. Oky menemukan sistem masyarakat yang timpang dalam
novel Ma Yan yaitu terjadi diskriminasi dan ketidak adilan gender, hegemoni
dan dominasi budaya patriarki yang memposisikan kekuasaan laki-laki dan
mensubordinasi kaum perempuan. Adapun persamaan yang dilakukan oleh
Oky Lindasari adalah objek karya sastra yakni novel Ma Yan karya
Sanie.B.Kunco. Dan penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto berjudul “ Aspek
Kehidupan Sosial Masyarakat dalam Naskah Drama RT Nol RW Nol karya
Iwan Simantumpang (Pendekatan Sosiologi Sastra Ian Watt)”, Sugiarto
menemukan dalam naskah drama ini banyak mengungkap tentang pemikiran-
pemikiran kaum gelandangan yang sebenarnya sangat mengharapkan adanya
pengakuan dari pemerintah, salah satunya direfleksikan kepada tokoh ina yang
menginginkan kepastian, kenyataan dan kejelasan hidup. Teori yang digunakan
relevan yaitu sosiologi sastra Ian Watt tetapi fokus penelitan yang berbeda.
6
B. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimanakah konteks sosial pengarang dalam novel Ma Yan karya
Sanie.B.Kuncoropendekatan sosiologi Ian Watt ?
2. Bagaimana karya sastra sebagai cermin masyarakat dalam novel Ma Yan
karya Sanie.B.Kuncoro dengan menggunakan pendekatan sosiologi Ian Watt?
3. Bagaimana fungsi sosial sastra dalam novel Ma Yan karya Sanie.B.Kuncoro
dengan menggunakan pendekatan sosiologi Ian Watt ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian
ini adalah :
1. Mendeskripsikan konteks sosial pengarang dalam novel Ma Yan karya
Sanie.B.Kuncoro dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra Ian Watt
2. Mendeskripsikan karya sastra sebagai cermin masyarakat dalam novel Ma Yan
karya Sanie.B.Kuncoro dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra Ian
Watt
3. Mendeskripsikan fungsi sosial sastra dalam novel Ma Yan karya
Sanie.B.Kuncoro dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra Ian Watt
7
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diterapkan dalam penelitian ini adalah manfaat teoretis dan
manfaat praktis.
1. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang lebih rinci dan mendalam tentang gambaran kemiskinan dalam novel Ma
Yan Karya Sanie.B.Kuncoro.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, yaitu :
a. Bagi pembaca, memberikan sumbangan pemikiran atau bahan informasi
mengenai gambaran kemiskinan dalam novel Ma Yan Karya Sanie.B.Kuncoro.
b. Bagi mahasiswa, untuk memahami sekligus menilai karya sastra yang
mengandung nilai sosiologi sastra.
c. Bagi peneliti, sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya
yang relevan dengan judul penelitian ini.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
Sebagai landasan teori didalam melakukan penelitian, diperlukan
sejumlah kerangka teori yang relevanuntuk mencapai tujuan yang diinginkan
dalam membahas masalah yang diuraikan. Sehubungan dengan hal tersebut,
penulis menyajikan beberapa teori yang dianggap relevan dan fokus yang
dikaji dalam penelitian ini.
1. Karya Sastra
Karya sastra dalam bahasa Inggris adalah literature. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diuraikan bahwa sastra adalah: (1) seni menciptakan karya
tulis yang indah bahasanya, (2) karangan-karangan berupa karya sastra, (3)
pengetahuan tentang segala yang berkaitan dengan seni sastra pendefenisian
sastra atau meletakan batas-batas tertentu sebagai sesuatu yang disebut sebagai
sastra sifatnya sangat bergantung pada cara pandang tertentu. Artinya, defenisi
tentang sastra dalam suatu penelitian sastra bergantung pisau analisa yang
digunakan. Banyak ahli yang meletakan pijakan definisi tentang sastra namun,
harus dipahami bahwa sastra adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu
diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan
(Luxemburg,dkk,1984:9).
9
Sementara itu, Griffith (dalam Siswanto 2013: 63) mengartikan karya
sastra sebagai hasil ekspresi individual penulisnya. Kepribadian, emosi, dan
kepercayaan penulis akan tertuang dalam karya sastranya.
Karya sastra bukan hanya berfungsi sebagai media alternatif yang dapat
menghubungkan kehidupan manusia masa lampau, masa kini, dan masa yang
akan datang, tetapi juga dapat berfungsi sebagai bahan informasi masa lalu
yang berguna dalam upaya merancang peradaban manusia ke arah yang lebih
baik di masa depan.
Sastra selalu berubah dari zaman ke zaman. Pada zaman dulu di Indonesia
orang mengenal pantun, pada zaman modern pantun masih banyak dipakai
orang, namun selain pantun ada sajak dengan bentuk-bentuk lain yang lebih
bebas. Perubahan itu terjadi karena sastrawan yang kreatif selalu mencari
hal-hal baru yang mengubah konvensi atau aturan yang ada (Nasution, 2002:4)
hingga kini karya sastra semakin tak terbatas dalam membangun imajinasi
pembaca. Karya sastra adalah fenomena unik. Di dalamnya penuh dengan
serangkaian makna dan fungsi serta syarat dengan imajinasi
(Endaswara,2013: 7).
Argumentasi tersebut cukup beralasan mengingat konstelasi zaman yang
memiliki cara pandang serta konteks kebudayaan yang dihadapi berbeda-beda.
Namun demikian, bukan berarti bahwa sebagai suatu kajian sastra tidak
memiliki kekhususan untuk menjadi penanda pembeda dengan kajian lain.
Rene Wellek dan Austin Warren (1989) memberikan beberapa tentang sastra ,
10
yakni pertama , sastra sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Kedua
, berolak pada mahakarya (greatboks) , yakni buku-buku yang dianggap
menonjol karena bentuk dan ekspresi sastranya (penilaian estesis tas gaya
bahasa , komposisi , dan kekuatan penyampaian). Ketiga , seni sastra sebagai
karya imajinatif. Keempat , mengendentifikasi dengan merinci penggunaan
bahasa yang khas sastra. Pembagian genre sastra imajinatif dapat dirangkum
dalam bentuk puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama, serta seiring
perkembangannya teknologi karya sastra juga biasa dalam bentuk film.
2. Prosa fiksi
Aminuddin (2013) mengemukakan istilah prosa fiksi atau cukup disebut
karya fiksi, biasa juga diistilahkan dengan prosa cerita, prosa narasi, narasi,
atau cerita berplot. Pengertian prosa fiksi tersebut adalah kisahan atau cerita
yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan. Fiksi
menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan
lingkungan sesama interaksinya dengan diri sendiri, juga interaksi dengan
Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang
terhadap lingkungan dan kehidupan. Karya fiksi lebih lanjut dapat dibedakan
dalam berbagai bentuk, baik itu roman, novel, novelet, maupun cerpen.
Perbedaan berbagai macam bentuk dalam karya fiksi itu pada dasarnya hanya
terletak pada kadar panjang-pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta
jumlah pelaku yang mendukung cerita itu sendiri. Akan tetapi, elemen-elemen
yang dikandung oleh setiap bentuk karya fiksi maupun cara pengarang
memaparkan isi ceritanya memiliki kesamaan meskipun dalam unsur-unsur
11
tertentu mengandung perbedaan. Novel sebagai sebuah karya fiksi
menawarkan sebuah dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur
intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut
pandang, dan lainnya, tentu saja, juga bersifat imajinatif. Adapun ciri-ciri prosa
fiksi adalah bahasanya terurai, dapat memperluas pengetahuan, terutama
pengalaman imajinatif. Prosa fiksi melukiskan realita imajinatif. Jadi prosa
fiksi adalah sebuah cerita tentang permasalahan kehidupan dengan berbagai
tokoh dan karakternya dan merupakan penglaman imajinatif pengarang.Istilah
fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita hayalan.
Istilah fiksi sering dipergunakan dan dalam pertentangannya dengan
realitas, sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga
kebenarannyapun dapat dibuktikan dengan data empiris. Fiksi menawarkan
berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan
kehidupan.Altenbernd &Lewis (1966: 14) dalam Nurgiyantoro (2013: 2),
mendefinisikan prosa fiksi sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif,
namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang
mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.
12
3. Novel
Novel adalah cerita prosa yang menuliskan pengalaman-pengalaman batin
dari beberapa orang yang berhubungan satu dengan yang lain dalam satu
keadaan. Menurut Goldman (dalam Anwar,107:2010) Novel adalah sebuah
cerita (story) yang didasarkan upaya mencari realitas,tetapi terorganisasi
dalam bentuk pola implisit sebagai dunia novel secara menyeluruh.
Novel mereupakan salah satu jenis karya sastra. Karya-karya sastra
bukanlah sesuatu yang terisnpirasi secara misterius, atau sederhananya
dipandang dalam istilah psikologi pengarangnya. Karya-karya tersebut adalah
bentuk-bentuk persepsi,cara khusus dalam memandang dunia dan juga
memiliki relasi dengan cara memandang realitas yang menjadi mentalitas, atau
ideology sosial suatu zaman (Eagleton,2002:7).
Novel tidak dapat mewarisi kesatuan padat seperti cerpen. Novel juga tidak
mampu menjadikan topiknya menonjol.Sebaliknya,novel mampu menghadirkan
perkembangan satu karakter,situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan
banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa
tahun silam secara lebih detail. Ciri khas novel ada pada kemampuannya untuk
menciptakan satu semesta yang lengkap sekaligus rumit. Ini berarti novel lebih
mudah sekaligus lebih sulit dibaca jika dibandingkan dengan cerpen. Dikatakan
lebih mudah karena novel tidak dibebani tanggung jawab untuk menyampikan
sesuatu dengan cepat atau dengan bentuk padat dan dikatakan lebih sulit karena
novel dituliskan dalam skala besar sehingga mengandung satuan-satuan organisasi
13
yang lebih luas ketimbang cerpen. Agar lebih dapat dipahami, perlu dibuat
semacam daftar yang menampung setiap peristiwa pada tiap-tiap bab
(Stanton,2007:90).
Dalam Dola (2014: 18), mendefinisikan novel sebagai cerita yang
melukiskan sebagian dari kehidupan tokoh-tokohnya, utamanya bagian hidup
yang mengubah nasibnya. Sementara menurut Stanton (2012: 90) novel
mampu menghadirkan perkembangan suatu karakter, situasi sosial yang rumit,
hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa
ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail. Sebuah novel
biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan
lingkungan dan sesamanya. Pengarang berusaha untuk menggambarkan realita
yang terjadi dalam masyarakat melalui novelnya kepada pembaca. Sehingga
tidak jarang novel menggambarkan suatu karakter bangsa atau negara.
Pengarang dapat pula mengangkat sebuah peristiwa ke dalam novelnya
berdasarkan peristiwa atau realita yang telah terjadi dalam suatu bangsa atau
negara.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa novel adalah sesuatu yang baru
karena berbeda dengan jenis sastra lainnya yang ditulis dengan rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak
dan sifat setiap pelaku, ditulis dengan bahasa yang sederhana dan dipahami
tentunya serta mencerminkan keadaan manusia di lingkungannya.
14
Dalam dunia kesusasteraan sering ada usaha untuk mencoba membedakan
antara novel serius, novel populer, dan novel teenlit. Dalam Nurgiyantoro
(2013, 19-28) mengelompokkan novel ke dalam tiga jenis antara lain:
a) Novel Serius
Novel serius harus sangggup memberikan yang serba berkemungkinan, dan
istilah sebenarnya makna sastra yang sastra. Hal itu sesuai dengan hakikat
kebenaran dalam cerita sebagaimana telah dikemukakan, yaitu kebenaran
dalam kemungkinan. Membaca novel serius, jika ingin memahaminya dengan
baik, diperlukan daya konsetrasi yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu.
Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan
cara pengucapan yang baru pula. Singkatnya: unsur kebaruan diutamakan.
Tentang bagaimana suatu bahan (gagasan, ide, tema) diolah (diungkapkan)
dengan cara yang khas adalah hal yang penting dalam teks kesusasteraan.
b) Novel Populer
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan
masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada
tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan
secara intens, tidak berusaha meresepsi hakikat kehidupan. Sebab jika begitu
demikian halnya, novel populer akan menjadi berat dan berubah menjadi novel
serius, dan boleh jadi akan ditinggalkan oleh pembacanya. Oleh karena itu,
novel populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat
ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi.
15
Novel semacam itu biasanya cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya
novel-novel baru lebih populer pada masa sesudahnya.
c) Novel Teenlit
Istilah teenlit terbentuk dari kata teenager yang berarti menunjuk pada anak
usia belasan tahun dan literature berarti kesasteraan atau bacaan. Salah satu
karakteristik novel teenlit adalah bahwa mereka selalu berkisah tentang remaja,
baik yang menyangkut tokoh-tokoh (utama) maupun permasalahannya. Teenlit
tidak berkisah sesuatu yang berat, mendalam, dan serius terhadap berbagai
persoalan kehidupan karena ia akan menjadi berat yang menyebabkan pembaca
remaja menjadi malas membaca karena merasa itu bukan lagi dunianya.
4. Sastra dan Masyarakat
Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan
kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini,
kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan
orang-seorang, antar manusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin
seseorang. Bagaimanapun juga, peristiwa yang terjadi di dalam batin
seseorang, yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan
seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat. Sederet pernyataan di
atas menunjukkan bahwa sastra tidak jatuh begitu saja dari langit, bahwa
hubungan yang ada antara sastrawan, sastra dan masyarakat bukanlah sesuatu
yang dicari-cari (Damono,1984: 1)
16
Ratna (2004: 60) menjelaskan bahwa ada hubungan yang hakiki antara
karya sastra dan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan
disebabkan oleh:
1. Karya sastra dihasilkan oleh pengarang,
2. Pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat,
3. Pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan
4. Hasil karya sastra itu sendiri dimanfaatkan oleh masyarakat.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sastrawan merespons suatu
kejadian melalui karya sastra diciptakan untuk mengekspresikan pengalaman
batinnya mengenai kehidupan masyarakat dalam suatu kurun dan situasi sosial
tertentu. Sastrawan ingin menggambarkan pandangannya dengan kehidupan di
sekitarnya, sehingga dapat dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh
masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi karya sastra, yakni menghibur
dansekaligus bermanfaat bagi pembacanya (Budianta, 2002 :19). Ada beberapa
hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan
masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan
masyarakat (Ratna, 2004: 332), sebagai berikut:
1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh
penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.
2. Karya sastra hidup di dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan
yang terjadi di dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh
masyarakat.
17
3. Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi
masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah
kemasyarakatan.
Uraian-uraian yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa ada hubungan
yang erat antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Terdapat pengaruh timbal
balik antara ketiga unsur tersebut, sehingga penelitian terhadap sastra dan
masyarakat sudah seharusnya dilakukan. Pendekatan terhadap sastra yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatannya ini oleh beberapa penulis
disebut sosiologi sastra. Pembicaraan hubungan karya sastra dengan kenyataan
bukanlah suatu tinjauan baru. Semenjak orang mempelajari sastra secara kritis
timbul pertanyaan, sejauh mana sastra mencerminkan kenyataan.
5. Kondisi Masyarakat Cina Tahun 1958-1962
Periode yang secara resmi disebut sebagai "transisi menuju
sosialisme"adalah masa Rencana Pembangunan Lima Tahun I Cina (1953 -
1957). Periode inidicirikan dengan usahausaha keras untuk mencapai
industrialisasi, kolektivisasi pertanian, dan sentralisasi politik. Repelita I
menekankan titik beratnya pada pembangunan industri berat sesuai dengan
model Soviet. Bantuan ekonomi danbantuan teknis dari Soviet diharapkan akan
memainkan peran yang penting dalampelaksanaan rencana ini sehingga kedua
pihak menandatangani kesepakatanteknis pada tahun 1953 dan 1954. Untuk
tujuan perencanaan ekonomi sensusmodem yang pertama diadakan pada tahun
18
1953. Hasil sensus itu menunjukkanbahwa populasi Cina Daratan berjumlah
583 juta, suatu jumlah yang lebih besardari yang diperkirakan sebelumnya.
Di antara kebutuhan-kebutuhan mendesak Cina pada awal tahun 1950-
anadalah makanan bagi penduduk yang terus bertambah jumlahnya, modal
domestikuntuk investasi, serta pembelian teknologi, peralatan modal, dan
perkakas beratmiliter dari Soviet. Untuk memenuhi kebutuhan ini, pemerintah
mulaimengkolektivisasi pertanian. Terlepas dan ketidaksetujuan internal akan
cepatnyaarus kolektivisasi itu, yang kemudian dapat diselesaikan oleh Mao,
sekitar 90%kolektivisasi awal dapat diselesaikan pada akhir tahun 1956.
Sebagai tambahan,pemerintah menasionalisasikan perbankan, industri, dan
perdagangan.Perusahaanperusahaan swasta di daratan Cina pun turut
dihapuskan.
Pada musim gugur 1958, sekitar 750 ribu KPP (dikenal jugasebagai 'brigade
produksi') digabungkan ke dalam sekitar 23.500 komune.Setiap Universitas
Gadjah Madakomune rata-rata menghimpun lima ribu kepala keluarga atau 22
ribu jiwa.Komune individual, yang ditugasi mengawasi semua alat produksi
dan bekerjasebagai satu-satunya alat akunting, dibagi dalam brigade-brigade
produksi (yangsecara umum memiliki Batas yang sama dengan desa
tradisional) dan timtimproduksi. Setiap komune direncanakan sebagai sebuah
kelompok masyarakatyang mempu menyediaka.n kebutuhannya sendiri akan
pertanian, industri lokalberskala kecil (misalnya tungku pcmbakaran besi),
pendidikan, pasar, administrasi,dan keamanan lokal (yang dijalankan oleh
milisi). Disusun menurut garisparamiliter, komune memiliki pula dapur umum,
19
ruang pertemuan, dan bahkantempat penitipan khusus untuk anak-anak. Sistem
ini juga didasarkan pada asumsibahwa is akan memberikan tainbahan tenaga
kerja untuk proyek-proyek utamaseperti irigasi dan bendungan hidroelektrik,
yang dipandang sebagai bagianintegral dari rencana pembangunan industri dan
pertanian yang berkelanjutan.
Di samping kegagalan ekonomi, konsekuensi politik dari Lompatan Jauh ke
Depan juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Pada bulan April 1959, Mao
mundur dan jabatan Ketua RRC. KRN kemudian menunjuk Liu Shaoqi sebagai
pengganti Mao (yang tetap menjadi Ketua PKC). Lebih jauh lagi, Lompatan
Jauh ke Depan dikritik habis-habisan pada konferensi partai di Lushan,
Provirisi Jiangxi. Serangan ini dipimpin oleh Menteri Pertahanan Nasional
Peng Dehuai, yang terganggu olch efek merugikan modernisasi Mao terhadap
angkatan bersenjata. peng berargumen bahwa "menempatkan politik sebagai
panglima" sangatlah tidak sejalan dengan hukum ekonomi dan kebijakan
ekonomi yang realistik; belum lagi upaya untukmencoba "melangkah ke arah
komunis dalam satu langkah". Setelah peristiwa diLushan itu, Peng Dehuai,
yang konon didorong oleh Nikita Krushchev untukmelawan Mao, dipecat dan
digantikan oleh Lin Biao, scoring Maois radikal danoportunis. Menteri
Pertahanan yang Baru ini segera menjalankan pembersihansistematis para
pendukung Peng dari tubuh militer.
20
Kampanye antikanan diikuti oleh pendekatan pembangunan ekonomi
yangmilitan. Di tahun 1958, kecewa dengan model pembangunan ala Soviet
yang tidakberhasil memberikan banyak kemajuan, PKC meluncurkan program
Loncatan Jauh ke Depan (dayuejin). Lompatan Jauh ke Depan ditujukan untuk
menjalankan pembangunan ekonomi dan teknis dalam gerak yang sangat cepat
dan membawa hasil yang lebih baik. Meskipun para pemimpin partai secara
umum tampakdengan basil Repelita I, mereka (khususnya Mao dan para
pengikut radikalnya) percaya bahwa lebih banyak yang akan diperoleh dari
Repelita II (1958-1962) jika rakyat secara ideologic dapat dibangkitkan dan
bila sumber daya domestik dapat dimanfaatkan lebih efisien bagi pembangunan
industri dan pertanian yang berkelanjutan. Asumsi-asumsi ini membawa partai
kepada usaha mobilisasi intensif para petani dan organisasi massa,
meningkatkan bimbingan ideologis danindoktrinasi keahlian teknis, dan usaha
untuk membangun sistem politik yang lebih responsif. Upaya yang terakhir ini
ditempuh melalui gerakan xiafang (turun kebawah/ke pedesaan) yang akan
mengirim para kader baik di dalam partai maupundi luarnya untuk terjun
bekerja di pabrik-pabrik, komune-komune, pertambangan dan proyekproyek
infrastruktur, scrta mcngetahui secara langsung kondisi rakyat bawah.
Lompatan Jauh ke Depan berpusat pada suatu sistem sosioekonomi dan politik
baru yang diciptakan di pedesaan dan di sejumlah daerah urban, yaitu komune
rakyai. Pada musim gugur 1958, sekitar 750 ribu KPP (dikenal jugasebagai
'brigade produksi') digabungkan ke dalam sekitar 23.500 komune. Setiap
komune rata-rata menghimpun lima ribu kepala keluarga atau 22 ribu jiwa.
21
Komune individual, yang ditugasi mengawasi semua alat produksi dan bekerja
sebagai satu-satunya alat akunting, dibagi dalam brigade-brigade produksi
(yangsecara umum memiliki batas yang sama dengan desa tradisional) dan tim-
tim produksi. Setiap komune direncanakan sebagai sebuah kelompok
masyarakat yang mempu menyediakan kebutuhannya sendiri akan pertanian,
industri lokal berskala kecil (misalnya tungku pembakaran besi), pendidikan,
pasar, administrasi,dan keamanan lokal (yang dijalankan oleh milisi). Disusun
menurut garis para militer, komune memiliki pula dapur umum, ruang
pertemuan, dan bahkan tempat penitipan khusus untuk anak-anak. Sistem ini
juga didasarkan pada asumsi bahwa is akan memberikan tambahan tenaga kerja
untuk proyek-proyek utama seperti irigasi dan bendungan hidroelektrik, yang
dipandang sebagai bagian integral dari rencana pembangunan industri dan
pertanian yang berkelanjutan. (“Cina Dimasa Mao Zedong”.Web.15 Agustus
2017.)
6. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia.
Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam
menentukan masa depannya berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. Pada
prinsipnya , menurut Leurenson dan Swingewood (1972) terdapat tiga
prespektif berkaitan dengan sosiologi sastra yaitu: (1) penelitian yang
memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan
refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2) penelitian yang
mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, (3) penelitian
22
yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan
sosial budaya.
Sosiologi sastra merupakan ilmu yang menyelidiki persoalan-persoalan
umum dalam masyarakat dengan maksud menentukan dan menafsirkan
kenyataan-kenyataan kehidupan kemasyarakatan, seperti norma-norma,
kelompok sosial, lapisan dalam masyarakat, proses sosial, peubahan-perubahan
sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan kebudayaan serta perwujudan
(soekanto, 1981:367). Secara singkat Sapardi Djoko Damono mengatakan
bahwa sosiologi adalah telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dalam
masyarakat, tentang sosial dan proses sosial (Damono,1978:6).
Sebagaimana sosiologi, sastra pun erat berurusan dengan manusia dalam
masyarakat. Sastra diciptakan oleh anggota masyarakat untuk dinikmati dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra itu berada dan berasal dari masyarakat.
Sastra dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan desakan emosional atau
rasional dari masyarakat. Karena itulah mengapa kesusastraan harus dipelajari
berdasarkan ilmu sosial atau sosiologi (Sumardjo,1982:14). Antara sosiologi
dan sastra sesungguhnya berbagi masalah yang sama. Sebab, sebuah karya
sastra merupakan suatu keseluruhan kata-kata yang kait-mengait secara masuk
akal. Sastra dipahami sama halnya sosiologi yang juga berurusan dengan
manusia dan masyarakat tertentu yang memperjuangkan masalah-masalah yang
sama, yaitu tentang sosial budaya, ekonomi, politik. Keduanya merupakan
bentuk sosial yang mempunyai objek manusia. Perbedaan antara keduanya
adalah bahwa sosiologi melakukan analisis yang ilmiah dan objektif,
23
sedangkan sastra menyusup menembus permukaan kehidupan sosial dan
menunjukan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya
(Damono, 1978:7). Dengan adanya kesamaan objek, maka pendekatan
sosiologi sastra menjadi pertimbangan bagi sebuah karya sastra.
Kajian sosiologi sastra berperspektif sosiologi mempunyai banyak rumpun
teori, misalnya sastra dan realitas, kritik sastra marxis, strukturalisme genetik,
sastra dan politik, hegomoni, feminisme, dan resepsi sastra. Terdapat
kecenderungan bahwa Neo Marxisme adalah sebuah aliran yang yang
berkembang di abad ke 20 yang meningkatkan kepada awal tulisan Marx
sebelum dipengaruhi oleh Engels. Aliran ini memusat pada idelisme ekonomi
awal Marx. Fahaman Neomarxis tidak mengamalkan perubahan secara evolusi.
Menurut teori, transformasi boleh berlaku secara perlahan. Faham neo Marxis
memusatkan pada suatu revolusi psikologis bukan fisik, yang bermakna bahwa
perubahan ide yang datang dari jiwa seseorang lebih penting dari pada
perubahan secara fisik. Neo Marxisme adalah aliran permikiran Marx pleh
Engels. Ajaran Marx yang dicoba diinterpretasikan oleh Engels ini adalah
bentuk interprestasi dan kemudiannya dikenali sebagai Marxisme.
Marxisme Engels ini adalah versi interpretasi yang digunakan oleh Lenin.
Pendekatan sosiologi sastra berangkat dari kenyataan bahwa karya sastra itu
tidak akan lepas dari kondisi sosio-budya yang melingkupinya, bagaimanapun
dan apapun bentuknya. Pendekatan ini meninjau karya sastra dengan
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatannya (Damon,1978:2).
24
7. Pendekatan Sosiologi Sastra Ian Watt
Pendekatan sosiologi sastra memandang sastra sebagai pencerminan
kehidupan masyarakat atau cerminan kenyataan dan bukan sebagai kenyataan
atau peristiwa yang benar-benar terjadi juga sebagai sarana kritik dalam
kehidupan sosial. Meskipun kenyataan atau peristiwa yang terjadi dalam suatu
karya sastra tidak dengan tepat mencerminkan kejadian yang ada dilingkungan
pengarangnya dan fungsi sosial sastra tidak terlalu berpengaruh, tetapi lewat
karya sastra dapat ditafsirkan maksud pengarang menciptakan karyanya
tersebut. Sebab, kita ketahui bersama bahwa karya sastra tidak mungkin dibuat
tanpa tujuan.
Pengarang mungkin mencipta karya sastra itu didasari oleh cita-citanya,
cintanya, protes sosialnya, atau bahkan juga mimpi yang jauh dari gapaian
tangannya. Seperti ungkapan Marx yang menyatakan bahwa manusia harus
hidup lebih dahulu sebelum dapat berpikir. Bagaimana mereka berpikir dan apa
yang mereka pikirkan, secara erat bertalian dengan bagaiman mereka hidup,
karena apa yang diekspresikan manusia dan cara-cara pengekspresiannya
tergantung pada apa dan bagaimana mereka hidup (dalam Faruk,1994:5).
Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat dapat
diteliti dengan cara :
a. Faktor-faktor luar teks, gejala konteks sastra, teks itu sendiri tidak ditinjau.
Penulisan ini misalnya memfokuskan pada kedudukan pengarang dalam
masyarakat, penerbit, dan seterusnya. Faktor-faktor konteks ini dipelajari oleh
25
sosiologi sastra empiris yang tidak dipelajari menggunakan pendekatan ilmu
sastra. Hal-hal yang berkaitan dengan sastra memang diberi patokan dengan
jelas, tetapi diteliti dengan metode dari ilmu sosiologi.
Tentu saja ilmu sastra dapat mempergunakan hasil-hasil sosiologi sastra,
khususnya bila ingin meneliti persepsi para pembaca. b. Hubungan antara
(aspek-aspek) teks sastra dan susunan masyarakat sejauh mana sistem
masyarakat serta perubahannya tercermin di dalam sastra? Sastra pun dipakai
sebagai sumber untuk menganalisis sistem masyarakat. Peneliti tidak hanya
menentukan bagaimana pengarang menampilkan jaringan sosial dalam
karyanya, melainkan juga menilai pandangan pengarang (Luxemburg,
1984:23).
Sehubung dengan karya sastra dan konteks pengarangnya, Ian Watt
menemukan tiga macam klasifikasi dalam sosiologi sastra yang berbeda.
Pertama, konteks sosial pengarang yang berhubungan dengan posisi sosial
sastrawan dan pengaruh sosial sekitar penciptaan karya sastra. Dalam hal ini,
penelitian perlu memperhatikan: (a) bagaimana pengarang mendapatkan mata
pencariannya, (b) sejauh mana pengarang menganggap pekerjaanya sebagai
profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.
Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat. Hal yang perlu diperhatikan di
sini ialah: (a) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu sastra
itu ditulis, (b) sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran
masyarakat yang ingin disampaikannya, dan (c) sejauh mana genre sastra yang
26
digunakan pengarang dapat dianggap mewakili seluruh masyarakat. Ketiga,
fungsi sosial sastra. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian,
yaitu: (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak msyarakat, (b)
sejauh mana sastra berfungsi sebagai penghibur saja, dan (c) sejauh mana
terjadi sistesis antara kemungkinan (a) dan (b) diatas (Faruk,1994: 5).
Dalam teori kajiannya Ian Watt menjelaskan beberapa aspek tentang
sosiologi sastra tentunya menjadi kunci langkah-langkah dalam melakukan
penelitian menggunakan kajian sosiologi, yaitu sebagai berikut:
1. Konteks sosial pengarang
Konteks sosial pengarang adalah yang menyangkut posisi sosial masyarakat
dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk didalamnya faktor-faktor
sosial yang bisa mempengaruhi diri pengarang sebagai perseorangan di
samping mempengaruhi isi karya sastranya. Sastra sebagi cermin masyarakat
menelaah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan
masyarakat. Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai berapa jauh
nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra
dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan
masyarakat bagi pembaca.
2. Sastra sebagai Cermin Masyarakat
Sastra sebagai cermin masyarakat, maksudnya seberapa jauh sastra dapat
dianggap mencerminkan keadaan masyarakat. Pengertian “cermin” yang
dimaksud masih kabur karena banyak disalahtafsirkan dan disalahgunakan.
27
Hal yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra sebagai cermin
masyarakat adalah (a) sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan
masyarakat pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan
dalam karya itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis, (b) sifat “lain
dari yang lain” seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan
penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya, (c) genre sastra sering
merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial
seluruh masyarakat, (d) sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan
masyarakat secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagai
cermin masyarakat. Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksud untuk
menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan
untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian,
pandangan sosial pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai
cermin masyarakat.
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi
pengarang serta refleksi terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Kehadiran
karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang sebagai
objek individual mencoba menghasilkan pandangan dunianya kepada objek
kolektifnya. Penggabungan objek individual terhadap realitas sosial yang ada
di sekitarnya menunjukkan sebuah karya sastra berakar pada kultur masyarakat
tertentu. Keberadaan sastra yang demikian, menjadikan sastra dapat
diposisikan sebagai dokumen. (Pradopo dalam Jabrohim 2001: 59).
28
Karya sastra berfungsi untuk menginventarisasikan sejumlah kejadian yang
ada di masyarakat. Seluruh kejadian dalam karya sastra merupakan prototipe
kejadian yang pernah dan mungkin terjadi pada kehidupan sehari-hari. Sebagai
fakta kultural, karya sastra dianggap sebagai representasi kolektif yang secara
umum berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan aspirasi dan
kecenderungan komunitas yang bersangkutan. Kedudukan sastra dalam
kecenderungan ini sangat penting, terutama untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia dalam gejala yang selalu berubah.
Pengarang menciptakan karya sastra berdasarkan kenyataan yang terjadi di
sekitarnya. Oleh karena itu, karya sastra dapat diartikan sebagai suatu
gambaran mengenai kehidupan sehari-hari di masyarakat. Adanya realitas
sosial dan lingkungan yang berada di sekitar pengarang menjadi bahan dalam
menciptakan karya sastra sehingga karya sastra yang dihasilkan memiliki
hubungan yang erat dengan kehidupan pengarang maupun dengan masyarakat
yang ada di sekitar pengarang.
Sastra berhubungan dengan manusia dalam masyarakat termasuk di
dalamnya usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk
mengubah masyarakat itu. Sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah
yang sama. Keterkaitan karya sastra dengan masyarakat biasa disebut dengan
sosiologi sastra. Sosiologi dapat memberikan penjelasan yang bermanfaat
tentang sastra dan bahkan tanpa sosiologi pemahaman tentang sastra belum
lengkap (Damono, 1978: 2). Karya sastra lahir karena adanya suatu proses
yang dilalui oleh pengarang ditinjau dari segi pencipta, karya sastra merupakan
29
pengalaman batin penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam suatu
kurun waktu dan situasi budaya tertentu.
Karya sastra dibuat untuk masyarakat. Oleh karena itu, pengarang harus
mampu mempengaruhi pembaca untuk meyakini kebenaran yang
dikemukakannya. Salah satu usaha untuk meyakinkan pembaca adalah dengan
mendekati kebenaran yang diambil dari realitas yang ada dalam masyrakat.
Keadaan masyarakat di salah satu tempat pada suatu saat penciptaan
karyasastra, secara ilustratif akan tercermin di dalam sebuah karya sastra.
Karya sastra biasanya berisi lukisan yang jelas tentang suatu tempat dalam
suatu masa dengan berbagai tindakan manusia. Manusia dengan berbagai
tindakannya di dalam masyarakat merupakan objek kajian sosiologi. Seperti
yang dikatakan Marx (dalam Faruk 2010: 6), struktur sosial suatu masyarakat,
juga struktur lembaga-lembaganya, moralitasnya, agamanya, dan
kesusastraannya, terutama sekali ditentukan oleh kondisi-kondisi kehidupan,
khususnya kondisi-kondisi produktif kehidupan masyarakat itu.
Sastra sebagai cermin masyarakat menganggap bahwa sastra merupakan
sebuah tiruan kehidupan masyarakat. Menurut Ian Watt (dalam Damono 1978:
3-4) sastra sebagai cerminan kehidupan masyarakat merupakan fungsi sastra
untuk merefleksikan kehidupan masyarakat kedalam sastra. Sastra umumnya
berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya agar
mampu menggambarkan kehidupan asli dari masyarakat zamannya.
30
3. Fungsi Sosial Sastra
Fungsi sosial sastra, maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan
nilai-nilai sosial. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan
(1) sudut pandang ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra sama
derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi
sebagai pembaharu dan perombak, (2) sastra sebagai penghibur saja, dan (3)
sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Dalam bukunya A
Glossary of Literature Term. Abrams menulis bahwa dari sosiologi sastra ada
tiga perhatian yang dapat dilakukan oleh kritikus atau peneliti yaitu:
1. Penulis dengan lingkungan budaya tempat ia tinggal.
2. Karya, dengan kondisi sosial yang direfleksikan di dalamnya.
3. Audiens atau pembaca.
Kritikan dapat disampaikan secara langsung kepada penguasa dengan
berkirim surat, demonstrasi, pidato, wawancara, sms, Facebook, email, dan
media lainnya. Dalam era keterbukaan sekarang ini setiap orang bebas untuk
menyampaikan kritikan dan aspirasi kepada pemerintah. Sesungguhnya ada
satu media lagi yang berperan penting dalam penyampaian kritik sosial, yakni
karya sastra.
Indonesia, sejak zaman Belanda, Jepang, Revolusi, Orde Baru, dan
Reformasi selalu saja ada karya sastra yang diarahkan untuk mengkritik
pemerintahan yang berkuasa. Karya sastra dijadikan salah satu media alternatif
31
untuk menyampaikan “pemberontakan” terhadap realitas kehidupan yang tidak
sesuai dengan harapan masyarakat. Jika karya sastra digunakan sebagai media
untuk menyampaikan kritik terhadap realitas sosial yang tidak berpihak kepada
kepentingan masyarakat, maka karya sastra sesungguhnya memiliki fungsi
sosial.
Fungsi sosial karya sastra diwujudkan dengan cara memberikan respons
terhadap fungsi-fungsi kekuasan yang dilakukan oleh para pemimpin. Respons
yang diberikan karya sastra dalam bentuk kritik sosial yang diarahkan kepada
pemimpin yang tidak bersungguh-sungguh dalam membela kepentingan rakyat.
Pesan-pesan yang disampaikan melalui karya sastra memberikan peringatan
kepada orang-orang yang telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Fungsi
sosial karya sastra ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada manusia
untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi kepentingan orang banyak
(Endraswara, 2011:20).
B. Kerangka Pikir
Sesuai dengan pembahasan teori pada tinjauan pustaka, maka pada bagian
ini akan dibahas mengenai beberapa hal yang dijadikan sebagai landasan
berpikir selanjutnya.
Secara umum, karya sastra dibagi menjadi tiga yaitu prosa, puisi dan
drama.Dalam penelitian ini, peneliti memilih jenis prosa yaitu novel yang
berjudul Mayan karya Sanie. B. Kuncoro. Peneliti akan menggunakan tiga
aspek dalam pendekatan ini, yang pertama adalah konteks sosial pengarang,
32
kedua adalah sastra sebagai cermin masyarakat, dan yang ketiga adalah fungsi
sosial sastra. Untuk menemukan ketiga aspek peneliti menganalisis
mneggunakan pendekatan sosiologi sastra Ian Watt.
33
Bagan Kerangka Pikir
Prosa Fiksi
Karya Sastra
Novel Ma Yan karya
Sanie.B.Kuncoro
Analisis sosiologi Sastra
Ian Watt
Konteks Sosial
Pengarang
Sastra Sebagai Cermin
Masyarakat
Fungsi Sosial
sastra
Puisi Drama
Temuan
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain dan Definisi Istilah
1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
berusaha mengungkapkan dan mendeskripsikan unsur-unsur struktur yang
membangun novel Ma Yan karya Sanie.B.Kancoro dan masalah dasar
kehidupan serta kritikan-kritikan sosial.
2. Definisi Istilah
Sebagai salah satu upaya untuk penyamaan persepsi terhadap penelitian
maka berikut adalah batasan istilah:
a. Gambaran kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak
sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok
dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam
kelompok.
b. Konteks sosial merupakan hal yang menyangkut posisi sosial masyarakat dan
kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor
sosial memengaruhi diri pengarang sebagai perserongan disamping
memengaruhi isi karya sastra.
c. Sastra sebagai cermin masyarakat merupakan seberapa jauh sastra dapat
dianggap sebagai refleksi keadaan masyarakat.
34
35
d. Fungsi sosial sastra merupakan seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan
nilai-nilai sosial.
e. Pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan yang mempertimbangkan
segi-segi kemasyarakatan yang terdapat dalam karya sastra (Damono,1978:2).
B. Data dan Sumber Data
1. Data
Data yang dimaksud penelitian ini adalah keterangan yang dapat dijadikan
dasar kajian, yakni kutipan cerita berupa kalimat, paragraf, atau dialog dari
sebagian isi cerita dalam novel Ma Yan karya Sanie.B.Kuncoro berdasarkan
tinjauan sosiologi sastra Ian Watt.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah novel Ma Yan karya Sanie.B.Kuncoro
yang diterbitkan oleh Penerbit Bentang, Yogyakarta, Tahun 2014, Edisi ketiga
cetakan pertama, dan jumlah halaman sebanyak 234.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik baca
dan teknik catat.
1. Teknikbaca dilakukan dengan membaca dan mengamati kalimat setiap paragraf
novel Ma Yan karya Sanie.B.Kuncoro secara seksama untuk mencapai tujuan
penelitian serta membaca literatur yang relevan yang berhubungan dengan
penelitian ini.
2. Teknik catat, penulis mencatat peristiwa-peristiwa atau kutipan-kutipan yang
menggambarkan kemiskinan
36
D.Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan prinsip
deskriptif kualitatif, dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra dalam
novelMa Yan karya Sanie.B.Kuncoro.
Empat langkah menganalisis data, yaitu:
1. Mengidentifikasi data yang menggambarkan unsur sosiologi sastra yaitu
gambaran kemiskinan dalam novel tersebut,
2. Mengklasifikasikan data yang telah diidentifikasi dengan menyertakan
pernyataan berupa kalimat yang menggambarkan kemiskinan,
3. Menganalisis data yang telah diklasifikasikan tersebut,
4. Mendeskripsikan data yang telah dianalsis dalam bentuk laporan penelitian.
E.Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2014:59) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi
instrument utama adalah penelitian sendiri. Olehkarenaitu, peneliti sebagai
instrument juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap
melakukan penelitian yang selanjutnyaterjunkelapangan.
Maka dari itu, penelitian sebagai instrument menganalisis data yang
diperoleh dengan membaca novel Ma Yan karya Sanie.B.Kuncoro kemudian
diklasifikasikan dan dianalisis menggunakan teori sosiologi sastra Ian Watt.
37
BAB IV
PENYAJIAN HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Penyajian Hasil Penelitian
Pada bagian ini dijelaskan secara rinci tujuan penelitian, yakni
menganalisis gambaran kemiskinan dalam novel Ma Yan karya Sanie.B.Kuncoro
dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra Ian Watt yang terdiri atas;
Pertama, penyajian hasil analisis data yang mengungkapkan konteks sosial
pengarang. Kedua, penyajian hasil analisis data yang mengungkapkan cerminan
kehidupan sosial masyarakat. Ketiga, penyajian hasil analisis data yang
mengungkapkan fungsi sosial sastra.
1. Konteks Sosial Pengarang
Konteks sosial pengarang adalah posisi sosial pengarang dan kaitannya
dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa
memengaruhi diri pengarang sebagai perseorangan di samping memengaruhi isi
karya sastranya.Konteks sosial pengarang yang berhubungan dengan posisi sosial
sastrawan dan pengaruh sosial sekitar penciptaan karya sastra. Dalam hal ini,
penelitian perlu memperhatikan: (a) bagaimana pengarang mendapatkan mata
pencariannya, (b) sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai
profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.
37
38
Susan Ismianti, lebih di kenal sebagai Sanie. B. Kuncoro lahir di Solo, 4
Maret 1963 adalah seorang novelis,dan karyawan swasta perusahan distributor
kimia. Pendidikan terakhir Sanie sarjana komunikasi (FISIP) lulusan Universitas
Diponegoro, Sanie juga sebagai pembicara di Ubud Writers and Readers Festival
(2011), dan menjadi pengajar di berbagai workshop penulisan di Universitas,
beragam komunitas sastra dan pencinta buku.
Sanie menjadi penulis sejak tahun1981 saat kelas 2 SMA dengan berbagai
cerita pendek atau pun cerita sambung untuk pemuatan media massa, tulisan Sanie
dimuat berbagi majalah remaja seperti majalah Hai, Gadisdan Anita Cemerlang.
Sampai sekarang aktif menulis cerita pendek, novel danesai yang dimuat
dimajalah Femina, Pesona, kartini, Sekar, Tabloid Nyatadan Koran kompas, jawa
Pos, Suara Merdeka, Jurnal Perempuan. Prestasi Sanie semasa SMA juara karya
tulis dalam bidang itu Sanie berkarya. Kemudian berhasil mendapatkan
penghargaan pemenangharapan lomba cerpen majalah gadis (1981) berjudul
Secercah Cahaya, (1984) Pemenang Harapan Lomba Cerpen majalah gadis
Ketika Pulang Memetik Teh, meraih juara satu Penulisan Laporan dari Daerah
majalah Hai Naskah Padi Tak Sekuning Dulu Lagi (Jakarta 1986). Pemenang
ketiga Lomba Cerpen majalah femina Perjalanan Panjang (1995), majalah
femina cerpen Komitmen (1996), (2001) majalah femina cerpen Trafalqar
Square, majalah femina cerpen Jalan Kembali (2003), pemenang kedua lomba
cerber majalah femina Pilihan Senja atau Kekasih Gelap (2003), lomba cerpen
majalah femina Kupu-kupu (2006), dan berhasil meraih pemenang kedua lomba
39
novelet tabloid nyata Jingga (2006), pemenang kedua novelet tabloid nyata
Kupu-kupuTak Bersayap (2008).
Sanie mulai membuat cerita pendek dan novel. Keping Kenangan
(Kumpulan memoar orang biasa) salah satu cerpen yang diterbitkan tahun 2004,
24 Sauh (antologi cerpen ,2009), Melepas Ranting (2011), Sayap Cahaya
(2012), Dongeng Patah Hati (2013), Mimpi Bayang Jingga (kumpulan cerita
sambung,2014). Untuk jenis Novel/Prosa beberapa diantara karya-karyanya,
Kekasih Gelap (2006), Ma Yan (2009), Gadis Perempuan (2010), Memilikimu
(2011), Silang Hati (2013). Ma Yan merupakan karya sastra bergenre novel yang
menarik dan berbeda dibandingkan dengan novel-novel lainnya.
Dalam novel Ma Yan Sanie B.Kuncoro mengungkapkan Ma Yan sosokgadis kecil yang tangguh luar biasa menjalani kehidupan, seketika Sanie merasamemasuki alur kehidupan yang dijalani Ma Yan. Hal ini dapat dilihat dalamkutipan berikut.
1) Tak peduli walau setiap hari harus berjalan sejauh 20 kilometerkesekolah di antara jurang, atau harus menahan lapar demimembeli sebuah pena. Bagiku sekolah adalah persemaian masadepan, peluang untuk meraih sesuatu yang besar.
Kutipan di atas menjelaskan tokoh Ma Yan begitu tangguh. Tokoh Ma
Yan adalah gambaran masyarakat kalangan bawah yang selalu bermimpi untuk
mendapatkan kehidupa yang layak bebas dari kemiskinan.
Sanie B.Kuncoro memandang masyarakat Tionghoa, pada saat penulisan
Ma Yan,memberi kesadaraan bahwa keterbatasan pendidikan dan masalah
ekonomi, ternyata adalah hal yang nyaris terjadi pada semua bangsa. Tidak peduli
apakah suku dan agamanya. Dibelahan dunia manapun keterbatasan pendidikan
dan kemiskinan menjadi masalah yang universal dan semua bangsa didunia
40
mengalami, dan yang lebih banyak yang mengalami kaum perempuan dan anak-
anak. Seperti yang dijelaskan pada kutipan berikut :
2) Para perempuan juga tidak perlu menjadi terlalu pandai, dalamarti tidak perlu bersekolah terlalu lama yang mengharuskannyabelajar terus-menerus dengan segala daya upaya demimendapatkan nilai yang membanggakan. Para perempuan hanyaperlu mendaptkan kepandaian apa adanya. Lalu, segalapersoalan akan terselesaikan dengan cara menikah.
Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa hakikatnya perempuan tidak harus
memiliki pendidikan yang tinggi karena persoalan perempuan akan terselesaikan
dengan menikah. Pada dasarnya perempuan juga harus memiliki pendidikan,
bekerja, menikah dan memiliki anak begitulah seharusnya alur kehidupan
perempuan.
Tionghoa kaum yang berpunya, tapi sesungguhnya itu hanya tampilan
dipermukaan. Realitas yang terjadi di China,ternyata kaum miskin yang luar biasa
banyaknya,dan mengalami penderitaan bahkan pernah diberlakukan pembunahan
dan penelantaran bayi perempuan karena berlakunya satu anak dalam tiap
keluarga. Masalah sosial masyarakat cukup besar, sebenarnya itulah yang
dikemukakan dalam karyanya. Sanie begitu imajinatif dalam karyanya. Dalam
menulis dia memulainya dari inspirasi menjadikan dirinya seolah Ma Yan dan
diwujudkan dalam teks.
Berdasakan latar belakang sosial Sanie.B.Kuncoro, posisi sosial Sanie
dalam masyarakat sangat penting, sehingga karya-karya yang dihasilkan Sanie
dapat diterima masyarakat. Latar pendidikan Sanie juga sangat mendukung dalam
penciptaan karya-karyanya. Sebagai sastrawan Sanie menganggap pekerjaannya
41
yang hanya sebagai penambah penghasilan untuk menghidupinya dan
keluarganya. Karena menurut Sanie,profesinya sebagai sastrawan lebih
membuatnya tenang karena sejak menulis, Sanie lebih menginspirasi pembaca
karyanya. Maka mulailah Sanie menekuni kertas-kertas untuk menulis.
Sebagai anggota masyarakat, dalam menulis karya sastranya sastrawan
tidak dapat mengabaikan masyarakat pembaca yang dituju. Karena tidak semua
sastrawan bermata pencaharian dari aktivitas menulis semata-mata, sastrawan juga
tidak memiliki posisi sosial sastrawan yang sama dalam masyarakat. Dalam
hubungannya dengan hal ini, Watt (Damono, 1978:3) mengemukakan bagaimana
seorang pengarang mendapatkan mata pencahariannya,Apakah dia
mendapatkannya dari pengayom (patron), atau dari masyarakat secara langsung,
atau dari kerja rangka, bagaimanakah kedudukan sosial dan perannya dalam
masyarakat, Apakah seorang sastrawan itu, orang yang memiliki kedudukan dan
peran sosial cukup penting,Dalam hubungannya dengan masyarakat, Wellek dan
Warren (1994) juga menjelaskan bahwa sastrawan dipengaruhi dan
mempengaruhi masyarakatnya. Seni (sastra) dalam hal ini tidak hanya meniru
kehidupan, tetapi juga membentuknya.Seorang sastrawan yang memiliki posisi
dan kedudukan sastrawan yang cukup penting dalam masyarakat memiliki
pengaruh terhadap isi karya sastranya, juga memiliki pengaruh terhadap
keberterimaan karya-karya yang dihasilkannya bagi masyarakat.
42
2.Cerminan kehidupan sosial masyarakat
Sastra sebagai cermin masyarakat, yakni seberapa jauh sastra dapat
dianggap cermin keadaan masyarakat. Sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan
untuk menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai
bahan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan
demikian, pandangan sosial pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra
sebagai cermin masyarakat. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat
sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksi terhadap gejala-gejala sosial di
sekitarnya. Kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat. Pengarang sebagai objek individual berusaha menghasilkan
pandangan dunianya kepada objek kolektifnya. Penggabungan objek individual
terhadap realitas sosial yang ada di sekitarnya menunjukkan sebuah karya sastra
berakar pada kultur masyarakat tertentu.
Penulisan novel bukan semata-semata mencipta, tetapi bersifat ideologis.
Penulis menciptakan sebuah novel berdasarkan bentuk ekspresif atau impresif dari
pengalaman estetik akibat adanya interkomunikasi estetik, yang kemudian
menyuguhkan persoalan kehidupan manusia baik lahir maupun batin dalam
novelnya. Salah satu unsur struktur pembentuk teks pada novel adalah tema,
tokoh dan pesan.Tema adalah adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam
karya sastra, baik yang terungkap secara tersurat maupun tersirat, tokoh adalah
pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu
mampu menjalin suatu cerita, Sedangkan pesan adalah amanat dalam novel yang
ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Teknik penyampaian pesan
43
tersebut bersifat langsung maupun tidak langsung, atau dapat diungkapkan secara
setiap kutipan, maupun simbolik.Jadi, tema dalam novel merupakan ide sentral
yang menjadi pokok persoalannya, maka amanat merupakan pemecahannya.
Berdasarkan judul novel Ma Yan yang diangkat dari realita sosial tentang
perjuangan dan mimpi gadis kecil miskin di pedalaman cina untuk meraih
pendidikan. Novel ini menggambarkan keadaan masyarakat pada waktu novel ini
ditulis dengan idealis dari para tokoh-tokoh yang diceritakan, dan lebih
menonjolkan sikap pantang menyerah, seperti pada kutipan berikut:
3) Revolusi Besar China dengan segala keberhasilannya, tetap sajatak memercikan keberhasilan itu bagi para petaninya. Parapetani tetap termarginalisasi dan menjadi satu-satunya populasiterbesar di dunia yang tidak memiliki perwakilan politik. Karenaterisolasi dari akses untuk mendapatkan pendidikan yangmemadai dan terjerat kemiskinan.
Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa negara bertanggung jawab atas
pendidikan warganya, tidak melihat dari status sosial atau pun pekerjaannya. Tapi
kenyataanya pemerintah China selalu memiliki kendala dan alasan tidak
menjangkau kebutuhan dasar menbuat warganya terutama anak-anak yang haus
akan pendidikan yang layak.
Ma Yan yang dipakai dalam judul novel Sanie.B.Kuncoro tersebut tidak
hanya sekadar sebuah nama. Dibalik judul itu memiliki arti bahwa Ma Yan itu
menunjukan bahwa tokoh Ma Yan tersebut diceritakan mempunyai mimpi untuk
meraih pendidikan yang layak. Pengarang menggambarkan kehidupan tokoh
yang tidak mampu untuk bersekolah. Pengarang mengangkat tema tentang kisah
hidup seorang gadis kecil miskin yang mempunyai mimpi dan berjuang untuk
44
meraih pendidikan. Sungguh sebuah penggambaran yang benar-benar realistis
kehidupan masyarakat cina yang di pedalaman tidak memiliki kehidupan yang
layak.
Pengarang dalam tulisannya seolah mengerti bagaimana pergolakan batin
tokoh yang diceritakannya bahwa sebenarnya gadis kecil tersebut juga ingin
meraih pendidikan yang layak dari pemerintah sebagai bagian dari sebuah
Negara.Hal ini terlihat dari percakapan tokohnya yang menginginkan kehidupan
yang lebih baik dan mendapatkan pendidikan, dan tempat tinggal yang layak.
Sanie B. Kuncoro mengambil begitu banyak sisi yang berbeda dari tokoh yang
digambarkannya dari awal hingga akhir cerita. Mulai dari seorang ibu yang rela di
jodohkan merupakan tradisi masyarakat, ayah Ma Yan seorang anggota veteran
perang korea yang miskin akibat ketidak beruntungan. Seperti kutipan berikut:
4) ‘’Bila kau tolak perjodohan ini, kau harus mencari sendiri calonsuamimu, katanya datar’’.‘’Mampu kau menanggung aibsemacam ini?, tambah Bibi dengan kalimat yang makin tajam.Menanggung aib macam itu lebih buruk dari apa pun’’(Sanie,2014:19)
Kutipan di jelaskan betapa ibu Ma Yan sangat tertekan dengan perjodohan
keluargany akibat tradisi masyarakat desa, dia harus memilih perjodohan keluarga
atau menolak. Ibu Ma Yan memilih untuk menikah dengan pilihan keluarganya,
lelaki itu berasal dari keluarga miskin yang mengantarkan dia ke dalam
penderitaan.
45
5) Veteran perang menanggung banyak masalah untukmenyusuaikan diri dengan kehidupan di luar militer. Tanpakemampuan membaca tulis, suamiku mendapat bagian tanahkurang dari yang seharusnya. Suamiku tertipu dengan mudahkrena buta huruf.(Sanie,2014:35)
Berdasarkan kutipan di atas ibu Ma Yan merasa tertipu dengan
perjodohan yang dilakukan keluarganya, lelaki yang dia nikahi seorang veteran
miskin yang lebih miskin darinya. Kehidupannya bukan menggangkat derajatnya
tetapi berbanding terbalik ketidak beruntungannya yang buta huruf sehingga
tertipu oleh perusahan tani.
Dari kutipan diatas, novel Ma Yan berlatar di Cina. SanieB.Kuncoro
memulai novel ini dengan penarasian latar masyarakat cina tersebut sebagai
pendukung cerita yang berkisah tentang perjuangan dan mimpi gadis kecil miskin
di pedalaman cina untuk meraih pendidikan. Topik keseluruhan yang membingkai
novel Ma Yan adalah kisah hidup masyarakat China seharusnya dijamin oleh
negara yaitu kehiudpan yang layak. Penulis menggambarkan kehidupan para
tokoh tersebut dengan lugas dan tegas. Seperti pada cerita, dalam kutipan sebagai
berikut:
6) Aku bersekolah di Yuwang, sebuah kota kecil merupakan pusatperdagangan utama bagi daerah sekitarnya. Dari rumah menujusekolah berjarak dua puluh kilometer. Jalur perjalanan berupaladang-ladang pedalaman yang berbukit, trayek yang berbahayayang berdekatan dengan jurang (Sanie,2014:40)
Berdasarkan kutipan tersebut menggambarkan Ma Yan seorang gadis kecil
yang memiliki tekat untuk bersekolah meski harus berjalan kaki sejauh dua puluh
kilometer untuk sampai sekolah, artinya pendidikan baginya sangat penting.
46
Selanjutnya dalam gambaran kemiskinan. Kemiskinan adalah golongan
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk
menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Gambaran kemiskinan yang terjadi dalam
novel Ma Yan karya Sanie. Berikut kutipannya:
7) Rasa lapar bukan lagi suatu yang asing bagi perut anak-anakku,terlebih lagi bagi suamiku dan aku.Rasa lapar dan kemiskinanseakan menjadi sahabat sejati yang menemani kami senantiasa,meski kami sungguh-sungguh tidak menginginkannya“persahabatan” itu.(Sanie,2014:30).
kutipan di atas menjelaskan kemiskinan sangat akrab dengan mereka
sehingga kelaparan adalah hal biasa yang mereka rasakan, ketabahan, tanguh yang
bertahan dengan pertaruhan hidup.
8) Sejak usia dini mertuaku ikut serta menjadi pengemis bersamaorang tuanya. Pada usia empat tahun mertuaku dijual sehargadua kilogram beras dan segenggam benih. Pembelinya adalahseorang tuan tanah kaya di Zhangjiashu, yang tidak memilikiketurunan. (Sanie,2014:32)
Berdasarkankutipan,di gambarkan kemiskinan yang dirasakan oleh mertua
ibu Ma Yan merasa bahwa kemiskinan itu telah menjadi turun-temurun dan
mendarah daging dikeluarganya. Dengan berharap tuan tanah yang membelinya
akan merubah nasib keluarganya.
9) Apakah kemiskinan adalah warisan atau keturunan ? entahlah.Tapi kuyakinkan kepada diriku sendiri, bahwa tidak akankuwariskan kemiskinan itu kepada keturunanku. Tidak akan kutempatkan anak-anakku pada jalur kemiskinan yang telah kulalui. (Sanie,2014:37)
Kutipan diatas menjelaskan, ayah Ma Yan merasa miskin itu warisan yang
telah ada dari keluarganya atau keturunan, sehingga memiliki tekat untuk anak-
47
anaknya terhindar dari kemiskinan yang telah dia rasakan. Dia berusaha untuk
membuka jalur kehidupan yang berbeda untuk anak-anaknya agar terhindar dari
kemiskinan.
10) Penghuni langit tidak selalu berbaik hati seperti itu. Bahkan,hujan yang sudah sekian tahun kami tunggu tak jugadiberikannya. Entah di mana para penghuni langit menyimpanair yang kami perlukan itu. Masih tega merekamenyembunyikan air hujan itu, meski ladang kami telahsedemikian kering dan tak lagi menumbuhkan apa pun jugabisa kami makan. (Sanie, 2014:59)
Kutipan di atas, sang pencipta digambarkan sebagai penghuni langit yang
berkuasa untuk menurunkan air hujan, hujan yang ditunggu bertahun-tahun
lamanya berharap turun membasahi ladang yang kering agar mereka bisa
mendapatkan beras untuk mereka makan.
11) Beberapa teman memiliki alat tulis yang beragam. Merekaberuntung mendapat fasilitas uang saku yang memadai untukmembeli semua itu. Sayangnya, aku tidak termasuk di antaraanak-anak yang beruntung itu, yang dengan mudah mendapatanugerah dari para penghuni langit. (Sanie,2014:60)
12) Aku tidak pernah lupa dengan apa yang harus kulakukan untukmendapatkan pena pertamaku. Suatu hal yang membawakupada sebuah kesadaran betapa kemiskinan betapa akrab aku dankemiskinan itu sesungguhnya.(Sanie,2014:60)
13) Aku sangat tahu dan sadar bahwa keluargaku sangat miskin.Tapi, tidak pernah kutahu betapa pedih kemiskinanitu.(Sanie,2014:60)
Berdasarkan kutipan diatas, menjelaskan tentang tidak beruntungnya dari
teman-temannya yang memiliki kemampuan untuk membeli peralatan
seoklah,untuk membeli sebuah pena dia melakukan sebuah usaha yang
48
membuatnya bisa memiliki pena pertamanya. Sadar bahwa dia berasal dari
keluarga miskin sehingga kemiskinan sangat pedih untuknya.
14) Kulakukan perhitungan itu dengan cermat. Harga pena itu duayuan. Bila kebetulan memiliki uang Ayah dan Ibu akanmemberiku satu yuan sebagai uang saku itu adalah bekalkuselama satu minggu. Dengan uang itu bisa kubayar biaya sayurtambahan untuk makan siangku di sekolah. Bila bersisa kupakaimembeli buku dan pensil.(Sanie,2014:67)
15) Kusimpan uang saku satu yuan itu dengan rapi. Uang itu akantetap utuh. Aku tidak akan membelanjakan seminggu ini. Satuyuan ini akan tetap utuh sampai yuan berikutnya datangmelengkapinya sehingga sepasang yuan itu siap menjemputpenaku.(Sanie,2014:67)
16) Aku tahu akibat tidak membelanjakan satu yuan itu, yakinbahwa aku tidak akan membeli apa pun karena tidak bisamembayar apa pun. Termasuk membayar satu sendok sayuruntuk makan siangku hanya semangkuk nasi. Sungguh-sungguhnasi semata-mata. Tanpa sayur,bahkan tanpa garam. Hanyanasi.(Sanie,2014:67)
17) Tidak masalah, kataku dalam hati. Aku siap melahap nasi itu.Dengan atau tanpa sayur, nasi tetaplah nasi, pengisi perut yangberguna bagi tubuh.(Sanie,2014:67)
Berdasarkan kutipan diatas, Ma Yan berusaha untuk menyimpan uang
saku sekolahnya untuk membeli sebuah pena dia inginkan , dengan melakukan
perhitungan untuk tidak membelanjakan uang sakunya.Dengan tidak
membelanjakan seminggu uangnya setiap makan diasrama hanya memakan nasi
tanpa rasa, bahkan tanpa rasa garam. Dia berpikir tidak ada masalah jika hanya
memakan nasi tanpa lauk sayur, baginya nasi tetaplah nasi untuk mengisi perut
untuk tubuh.
49
18) Aku bertahan dengan nasi dinginku yang tanpa rasa. Kutegukbanyak air untuk membantuku menelan nasi-nasi itu, meski akumual sesudahnya karena terlalu banyak air dilambunku. Mualitu akan mereda sesudah aku terkencing-kencing berkali-kali.Lalu berganti dengan rasa lapar,karena sesungguhnya rasa laparitu ? itu adalah sebuah rasa perih yang tak tertahan...(Sanie,2014:76)
Berdasarkan kutipan diatas, Ma Yan mencoba bertahan dengan nasi yang
dimakannya dengan mencoba meminum air agar tidakterasa hambar makanan
yang masuk ke tenggorokannya. Rasa perih tiap hari yang tak tertahankan itu
tidak cukup dihadapi dengan upaya-upaya untuk melupakan rasa itu.
19) Suatu ketika nanti aku akan bersungguh-sungguh mendapatkanpekerjaan idamanku. Sesuatu yang baik dan membuatku mampumemberi kehidupan yang lebih baik kepada Ayah,Ibu,Nenek danadik-adikku. Itulah harapanku. Itulah cita-cita hidupku.(Sanie,2014:85)
Kutipan diatas menjelaskan, tekad yang dimiliki Ma Yan untuk terlepas
dari kemiskinan, memberikan yang lebih baik untuk keluarganya merupakan cita-
cita Ma Yan. Dia tidak ingin kelurganya merasakan kemiskinan selamanya.
Sanie secara implisit seolah berpikir bahwa keterbatasan pendidikan dan
masalah ekonomi ternyata adalah nyaris terjadi dibelahan dunia. Karena krisis
ekonomi yang melanda di China pada masa itu. Dan lebih banyak yang menjadi
korban anak-anak dan kaum perempuan. Seperti yang diceritakan, ibu Ma Yan
yang di jodohkan oleh pria yang berkerja sebagai veteran perang tetapi tidak
menjamin kehidupan yang layak. Ma Yan gadis kecil yang mempunyai
50
keterbatasan dalam pendidikan dan masalah ekonomiterus berusaha untuk keluar
dari kehidupan yang membuatnya menderita.
Salah satu gaya penceritaan yang berbeda dari Sanie B.Kuncoro yang ingin
ditonjolkan adalah ia mengambil latar tempat China sebuah negara yang besar
penuh dengan kemewahan, tetapi Sanie menceritakan tokoh-tokoh yang terasing
dan mungkin sama sekali tidak dianggap keberadaanya oleh sebagian besar
orang.Tokoh-tokoh yang dijadikan inspirasi pengarang dalam menceritakan
novelnya yang diangkat dari buku harian mewakili betapa negara China masih
memiliki banyak masyarakat miskin yang banyak mengalami penderitan.
3.Fungsi Sosial Sastra
Fungsi sosial sastra, maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan
nilai-nilai sosial. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan (1)
sudut pandang ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra sama derajatnya
dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi sebagai
pembaharu dan perombak, (2) sastra sebagai penghibur saja, dan (3) sastra harus
mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur.
Kritikan dapat disampaikan secara langsung kepada penguasa dengan
berkirim surat, demonstrasi, pidato, wawancara, sms, media sosial, email, dan
media lainnya. Dalam era keterbukaan sekarang ini setiap orang bebas untuk
menyampaikan kritikan dan aspirasi kepada pemerintah. Tetapi berbeda
dengan masa dibuatnya novel tersebut, Jika dilihat dari kondisi China pada saat
novel ini di tulis, yakni pada tahun 2009, Periode yang secara resmi disebut
51
sebagai "transisi menuju sosialisme"adalah masa Rencana Pembangunan Lima
Tahun I Cina (1953 -1957). Periode inidicirikan dengan usahausaha keras
untuk mencapai industrialisasi, kolektivisasi pertanian, dan sentralisasi politik.
Repelita I menekankan titik beratnya pada pembangunan industri berat sesuai
dengan model Soviet. Bantuan ekonomi danbantuan teknis dari Soviet
diharapkan akan memainkan peran yang penting dalampelaksanaan rencana ini
sehingga kedua pihak menandatangani kesepakatanteknis pada tahun 1953 dan
1954. Untuk tujuan perencanaan ekonomi sensusmodem yang pertama
diadakan pada tahun 1953. Hasil sensus itu menunjukkanbahwa populasi Cina
Daratan berjumlah 583 juta, suatu jumlah yang lebih besardari yang
diperkirakan sebelumnya.
Ketimpangan sosial yang terjadi di China tahun 1953-1957 membuat
Sanie B.Kuncoro menulis karya sebagai pertanda angin baru. Sanie menulis novel
dan cerpen tentang kehidupan sosial. Karya sastra Sanie B.Kuncoro yang berjudul
Ma Yan ini merupakan karya sastra bergenre novel yang menarik dan berbeda
dibandingkan novel yang lain. Novel ini memiliki daya tarik yang sudah mulai
terlihat saat kita membaca judulnya. Alur yang ditampilkan dalam novel ini
sangat mudah untuk dipahami karena pengarang menggunakan sentuhan yang
menarik dan berkesinambungan tentang kehidupan sosial yang menjadi realitas
dalam negeri China.
Novel yang diciptakan tahun 2009 memiliki tema sosial tentang
kemiskinan. Penggunaan tokoh Ma Yan menunjukan masyarakat kaum bawah,
yang miskin dan menderita. Novel ini seolah-olah merupakan sindiran terhadap
52
keadaan sosial-ekonomi di China pada saat itu. Novel ini, juga memberikan
banyak kritik sosial yang terjadi pada masa itu. Bahkan saat ini, kritik sosial yang
ada di dalam novel ini sebenarnya masih cukup relevan. Secara sederhana kritik
sosial merupakan tanggapan atau kecaman terhadap kondisi yang ada di dalam
suatu masyarakat. Berikut ada beberapa kutipan yang mengandung kritik sosial.
20) Tak terhindarkan, dari merekalah terlahir generasi yang bisajadi terkorbankan, karena terisolasi dari akses untukmendapatkan pendidikan yang memadai. Generasi yang terjeratkemiskinan,beberapa diantaranya teradang gender untukmenebus jenjang pendidikan yang layak. Selayaknya negarabertanggung jawab atas pendidikan warganya, paling tidakhingga para warga belia berumur sembilan tahun.(Sanie,2014:6)
Dari kutipan diatas jelas terlihat bahwa pengarang mengkritisi tentang
sikap pemerintah yang tidak memberikan pendidikan semestinya terhadap
masyarakat. Padahal tugas mereka adalah memberikan pendidikan yang layak
tidak melihat dari gender atau status sosioal. Kewajiban negara untuk
mencerdaskan masyarakat.
21) Ketidak beruntungan itulah yang diwariskan kepada suamiku.Pada awal 1980-an saat perusahaan-perusahan tani ditutup dantanah-tanah direlokasi, suamiku mendapat bagian tanah kurangdari yang seharusnya. Suamiku tertipu dengan mudah karenabuta hurf. (Sanie,2014:35)
Kutipan di atas menanggapi tentang penderitaan yang dialami ayah Ma Yan
yang tertipu oleh pemerintah China,sehingga tanah miliknya diambil banyak oleh
pemerinta. Pengarang seperti ingin menunjukkan kepada pembaca betapa
kejamnya hidup yang dihadapi oleh orang-orang seperti mereka. Mereka
53
sebenarnya juga mendambakan hidup yang layak dan lebih baik, yang
digambarkan dengan mendapatkan hak yang mereka miliki.
22) Kemiskinan agaknya akan paling sering mendekatkanseseorang pada rasa lapar. Barangkali aku terlalu akrab denganrasa lapar sehingga nyaris kulupa rasa kenyang, karena hampirtidak pernah kuperoleh kesempatan untuk mendapatkannya.Bagaimana mungkin kugapai rasa kenyang itu bila jatahmakanku di sekolah hanya semangkuk nasi sehari dan sepotongroti kukus bekal dari ibu sebagai jatah makanmalam.(Sanie,2014:61)
Dari kutipan diatas pengarang ingin menggambarkan sulitnya
mendapatkan sesuap nasi, dengan cara membagi jatah makanannya agar bisa
menahan lapar.
23) Profesi petani bukan hanya sebuah profesi yang tidak terhormat , tapi bagkan sering sekali menjadi bahan cemohan.Masyarakat kota, apalagi metropolis, memperlakukan petanisebagai orang daerah,udik,dan bodoh . (Sanie,2014:36)
Kutipan di atas semakin mempertegas sindiran dan kecaman pengarang
terhadap persepsi yang ada di dalam masyarakat kota yang menilai bahwa petani
adalah kasta yang paling hina dan paling rendah, yang dianggap udik,dan bodoh .
Persepsi-persepsi demikian memang sesuai dengan realita sosial yang ada di
negara China, seringkali orang-orang yang memiliki nasib lebih beruntung
merendahkan orang-orang yang miskin dan tinggal di desa.Persepsi-persepsi yang
seperti demikian itu sebenarnya terasa sangat menyakitkan bagi mereka, jika
boleh memilih tentu tidak ada orang yang menginginkan memiliki nasib
demikian.
54
Secara keseluruhan, ditinjau dari kritik-kritik sosial yang tersurat maupun
tersirat, dapat dikatakan bahwa novel ini merupakan sebuah karya sastra yang luar
biasa. Pengarang mampu menangkap realita-realita sosial yang ada secara tepat,
kemudian menanggapinya dengan melakukan sindiran-sindiran yang tertuang
dalam novel ini. Tema dari novel yang membahas tentang perjuangan gadis kecil
dan mimpi untuk meraih pendidikan dan masyarakat miskin, rasanya juga sudah
cukup untuk menyindir akibat buruk adanya krisis ekonomi pada tahun 1958-1962
yang membuat masyarakat benar-benar menderita. Pembaca juga diajak oleh
pengarang untuk lebih peduli dan memperhatikan, serta tidak merendahkan orang-
orang miskin. Keunikan dari karya ini adalah kritik-kritik sosial yang ada
didalamnya masih relevan dengan keadaan yang saat ini, padahal karya ini
diciptakan hampir 6 tahun yang lalu. Meskipun modernisasi perlahan-lahan sudah
mengubah pola pikir masyarakat saat ini.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian ini menguraikan hasil analisis pada bagian
sebelumnya, penelitian telah menyajikan data dan menganalisis konteks sosial
pengarang yang terdapat dalam novel Ma Yan serta mendeskripsikan cerminan
kehidupan sosial dan fungsi sosial sastra dalam novel Ma Yan. Kajian tersebut
menggunakan pendekatan sosiologi sastra Ian Watt. Oleh karena itu hasil dan
temuan akan diuraikan sebagai berikut Ian Watt merupakan kritikus sastra, sejarah
sastra dan professor bahasa inggris di Universitas Standford. The rise of Novel:
Studio di Defoe, Richardson dan Fieldi (1957), dianggap oleh banyak sarjana
sastra kontemporer sebagai munculnya novel modern untuk filosofis, ekonomi
55
dan sosial pada awal abad ke-18. Buku tersebut menjadi kunci Watt
mengeksplorasi penurunan pentingnya filsafat kuno klasik kuno, dengan berbagai
jenisnya idelis dan filsafat penulis dari zaman kuno sampai Renissance, sehingga
bentuk puisi klasik dan genre dengan plot dasarnya datar dan karakter. Ian Watt
menjelaskan hubungan timbal balik sastrawan, sastra dan masyarakat sebagai
berikut: 1) Konteks sosial pengarang yang berhubungan antara posisi sosial
sastrawan dalam masyarakat dengan masyarakat pembaca. Termasuk faktor-faktor
sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan selain
mempengaruhi karya sastra. 2) Sastra sebagai contoh masyarakat, yang dapat
dipahami untuk mengetahui sampai sejauh mana karya sastra dapat
mencerminkan keadaan masyarakat ketika karya sastra itu ditulis, sejauh mana
gambaran pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat atau fakta
sosial yang ingin disampaikan, dan sejauh mana karya sastra yang digunakan
pengarang dapat dianggap mewakili masyarakat. 3) fungsi sosial sastra, untuk
mengetahui sampai berapa jauh karya sastra berfungsi sebagai perombak, sejauh
mana karya sastra berhasil sebagai penghibur dan sejauh mana nilai sastra
berkaitan dengan nilai sosial”(Damono,1978:3).
Konsep pemikiran Ian Watt terdapat dalam novel Ma Yan karya
Sanie.B.Kuncoro menulis karya konvensional sebagai pertanda angin baru. Sanie
menulis banyak novel tentang kehidupan sosial. Karya sastra Sanie.B.Kuncoro
Ma Yan ini merupakan karya sastra bergenre novel yang menarik dan berbeda
dibandingkan novel-novel yang lain. Novel ini kisah hidup seorang gadis kecil
miskin yang mempunyai mimpi dan berjuang untuk meraih pendidikan.
56
Sesungguh sebuah penggambaran yang benar-benar realitas kehidupan
masyarakat cina yang di pedalaman tidak memiliki kehidupan yang layak.
Secara keseluruhan, ditinjau dari kritik-kritik sosial yang tersurat maupun
tersirat, dapat dikatakan bahwa novel ini merupakan sebuah karya sastra yang luar
biasa. Pengarang mampu menagkap realita-realita sosial yang ada secara tepat,
kemudian menanggapinya dengan melakukan sindiran-sindiran yang tertuang
dalam novel ini. Tema dari novel yang membahas tentang kemiskinan, rasanya
sudah cukup untuk menyindir akibat buruk adanya krisis ekonomi pada tahun
1958-1962 yang membuat masyarakat China benar-benar menderita. Pembaca
juga diajak oleh pengarang untuk lebih peduli dan memperhatikan, serta tidak
merendahkan orang-orang miskin.keunikan dari karya ini adalah kritik-kritik
sosial yang ada di dalamnya masih relevan dengan keadaan yang ada saat ini,
padahal karya ini diciptakan hamper 6 tahun yang lalu. Berarti dapat dikatakan
bahwa sikap masyarakat saat ini secara garis besar tidak berbeda jauh dengan 6
tahun lalu, meskipun perlahan-lahan sudah mengubah pola piker masyarakat saat
ini.
57
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan beberapa hal berikut.
Hal-hal yang telah terjelaskan dalam analisis tersebut memperkuat latar sosial
Sanie B.Kuncoro dalam membuat novel tersebut dan memperjelas novel dalam
menyampaikan kondisi sosial yang ingin diungkapkan oleh Sanie B.Kuncoro.
Serta fungsi sosial yang ada dalam novel Ma Yan terhadap kehidupan sosial
masyarakat.
Selanjutnya dalam novel ini, mengambil begitu banyak pandangan
terhadap masyarakat Tionghoa, pada saat penulisan Ma Yan, memberi
kesadaraan bahwa keterbatasan pendidikan dan masalah ekonomi, ternyata adalah
hal yang nyaris terjadi pada semua bangsa, suku dan agamanya. Dibelahan dunia
manapun keterbatasan pendidikan dan kemiskinan menjadi masalah yang
universal dan semua bangsa didunia mengalami, dan yang lebih banyak yang
mengalami kaum perempuan dan anak-anak. Mayoritas kaum Tionghoa banyak
yang kaum berpunya, tapi sesungguhnya itu hanya tampilan dipermukaan.
Realitas yang terjadi di China,ternyata kaum miskin yang luar biasa
banyaknya,dan mengalami penderitaan bahkan pernah diberlakukan pembunahan
dan penelantaran bayi perempuan karena berlakunya satu anak dalam tiap
keluarga. Masalah sosial masyarakat cukup besar, sebenarnya itulah yang
dikemukakan dalam karyanya. Sanie begitu imajinatif dalam karyanya. Dalam
57
58
menulis dia memulainya dari inspirasi menjadikan dia seolah Ma Yan dan
diwujudkan dalam teks.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil analisis data di atas, peneliti memberikan
sumbangsih yang dapat membangun penelitian selanjutnya. Saran yang dapat
diberikan kepada peneliti selanjutnya adalah menggunakan konsep dasar tentang
konteksn sosial pengarang, karya sastra sebagai cermin dan fungsi sosial sastra.
Masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, sehingga, diperlukan kritik dan
saran dari para pembaca. Penelitian-penelitian yang mengangkat permasalahan
yang serupa masih perlu dilakukan. Pernyataan tersebut berkaitan dengan esensi
penelitian yang hakikatnya adalah suatu penyempurnaan.
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi
langkah awal bagi mahasiswa strata satu (1) Ilmu Bahasa dan Sastra terhadap
penelitian-penelitian lanjutan yang mengambil sumber data dari novel berbahasa
Indonesia, khususnya novel hasil karya Sanie B.Kuncoro. Peneliti selanjutnya
juga disarankan untuk lebih mengedepankan pendalaman dan pemahaman
mengenai teori dan objek kajian yang digunakan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin.1987.Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung:Sinar Baru.
Anwar, Ahyar. 2010. Teori Sosisal Sastra. Yogyakarta: Ombak.
Budianta, Melani, dkk. 2002. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastrauntuk Perguruan Tinggi). Magelang: Indonesia Tera.
“Cina dimasa Mao Zedong”.Web.15Agustus2017.http://www.google.co.id/search?q=cina%20dimasa%20mao%20zedong&client=ucweb-b&channel=sb.
Djoko Damono, Sapardi. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Damono, Sapardi, Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas.Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Dola, Abdullah. 2014. Dasar-dasar Teori Sastra Indonesia. Makassar: PenerbitCamar.
Eagleton, Terry. 2002. Marxisme dan Kritik Sastra. Yogyakarta: SumbuYogyakarta.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CenterFor Academic Publising Service (CAPS).
Faruk. 1994. Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jabrohim dkk. (Ed). 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: HaninditaGraha Widia.
Lindasari,Oky.2011.Feminisme Liberal Pada Novel Mayan KaryaSanie.B.Kuncoro.Universitas Jember.
Luxembung, Dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta.: Gramedia.
Mysanie@yahoo.com. “Biodata Penulis Novel Ma Yan”.Email to WiwiekPratiwi. 15 September 2017.
Nasution dan Thomas. 2002. Buku Penuntun Membuat Tesis. Jogjakarta:Indonesia Tera.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.
60
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siswanto, Wahyudi. 2013. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Aditya MediaPublishing.
Soekanto, Soerjono. 1981. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: UniversitasIndonesia Press.
Stanton, Robert. 2012. TeoriFiksi Robert Stanton. Yogyakarta:PustakaPelajar.
Sugiarto.2013.“ Aspek Kehidupan Sosial Masyarakat dalam Naskah Drama RTNol RW Nol karya Iwan Simantumpang (Pendekatan Sosiologi Sastra IanWatt)”.Universitas Negeri Makassar.
Sugiyono.2014.Aspek Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung:Alfabeta.
Swingewood, Alan, dan Diana Lorenson. 1972. The Sociology of Literature.Paladine.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
61
LAMPIRAN
62
LAMPIRAN I
63
BIOGRAFI PENGARANG
Sanie. B. Kuncoro lahir di Solo, 4
Maret 1963 adalah seorang novelis, dan
karyawan swasta perusahan distributor
kimia. Pendidikan terakhir Sanie
sarjana komunikasi (FISIP) lulusan
Universitas Diponegoro, Sanie juga
sebagai pembicara di Ubud Writers and
Readers Festival (2011), dan menjadi
pengajar di berbagai workshop
penulisan di Universitas, beragam komunitas sastra dan pencinta buku.
Sanie menjadi penulis sejak tahun 1981 saat kelas 2 SMA dengan berbagai
cerita pendek atau pun cerita sambung untuk pemuatan media massa, tulisan Sanie
dimuat berbagi majalah remaja seperti majalah Hai, Gadis dan Anita Cemerlang.
Sampai sekarang aktif menulis cerita pendek, novel dan esai yang dimuat
dimajalah Femina, Pesona, kartini, Sekar, Tabloid Nyata dan Koran kompas,
jawa Pos, Suara Merdeka, Jurnal Perempuan. Prestasi Sanie semasa SMA juara
karya tulis dalam bidang itu Sanie berkarya. Kemudian berhasil mendapatkan
penghargaan pemenang harapan lomba cerpen majalah gadis (1981) berjudul
Secercah Cahaya , (1984) Pemenang Harapan Lomba Cerpen majalah gadis
Ketika Pulang Memetik Teh , meraih juara satu Penulisan Laporan dari Daerah
majalah Hai Naskah Padi Tak Sekuning Dulu Lagi (Jakarta 1986). Pemenang ke
64
tiga Lomba Cerpen majalah femina Perjalanan Panjang (1995), majalah femina
cerpen Komitmen (1996), (2001) majalah femina cerpen Trafalqar Square,
majalah femina cerpen Jalan Kembali (2003), pemenang ke dua lomba cerber
majalah femina Pilihan Senja atau Kekasih Gelap (2003), lomba cerpen majalah
femina Kupu-kupu (2006), dan berhasil meraih pemenang ke dua lomba novelet
tabloid nyata Jingga (2006), pemenang ke dua novelet tabloid nyata Kupu-kupu
Tak Bersayap (2008).
Sanie mulai membuat cerita pendek dan novel. Keping Kenangan
(Kumpulan memoar orang biasa) salah satu cerpen yang diterbitkan tahun 2004,
24 Sauh (antologi cerpen ,2009), Melepas Ranting (2011),Sayap Cahaya
(2012), Dongeng Patah Hati (2013), Mimpi Bayang Jingga (kumpulan cerita
sambung,2014). Untuk jenis Novel/Prosa beberapa diantara karya-karyanya,
Kekasih Gelap (2006), Ma Yan (2009), Gdis Perempuan (2010), Memilikimu
(2011), Silang Hati (2013). Ma Yan merupakan karya sastra bergenre novel yang
menarik dan berbeda dibandingkan dengan novel-novel lainnya.
65
LAMPIRAN II
66
SINOPSIS
Lahir di sebuah desa terpencil di Zhangjiashu, Ma Yan adalah seorang
gadis perempuan yang unik. Di desa yang sebagian perempuannya menikah muda,
serta kesempatan besar untuk bersekolah hanyalah hak istimewa anak laki-laki,
tidak membuat surut semangat Ma Yan untuk sekolah. Namun, betapa hancur
hati Ma Yan ketika suatu sore ibunya berbicara dengan isak tangis bahwa sekuat
apa pun sang ibu membiayai Ma Yan, tampaknya gurat nasib Ma Yan akan seperti
yang digariskan untuk perempuan-perempuan miskin di desanya tidak
berpendidikan dan menikah muda. Dengan hati pedih Ma Yan protes kepada
ibunya. “ibu mengapa harus aku yang berhenti sekolah, ibu”? “Mengapa kedua
adik laki-lakiku bisa meneruskan sekolah sedangkan aku tidak?!” Pedih hati Ma
Yan. Lebih pedih lagi dia merasa mimpinya untuk meraih pendidikan akan segera
menguap, dan satu-satunya hal yang menghalangi harapan dan kenyataan adalah
keterbatasan biaya. Di daerah Zhangjiashu yang miskin dan terbelakang sebagian
besar keluarga hanya memiliki pendapatan US$ 15 setahun. Dengan penghasilan
seminimal ini, pendidikan adalah mimpi bagi sebagian besar penduduk.
Namun Ma Yan bukanlah gadis yang mudah menyerah. Dia rela berjalan 5
jam di tengah hantaman musim dingin menempuh jalan panjang ke sekolah.
Kakinya bengkak, badannya letih, namun hatinya tetap hangat dengan harapan.
Sekolah adalah api yang menyalakan mimpi-mimpinya. Pernah suatu ketika, Ma
Yan harus menghapus jadwal makan siangnya selama 15 hari hanya untuk
membeli sebuah PENA. Betapa besar pengorbanan Ma Yan, tapi betapa kuat
tekadnya untuk tidak dimangsa nasib yang setiap saat bisa menghempaskan
67
fondasi ekonomi keluarganya yang rapuh. Namun, setiapkali Ma Yan terjerembap
dalam kesulitan, buku harianlah obat penawarnya. Dengan penuh perasaan, Ma
Yan menulis “Pada waktu kami bersiap pulang usai makan siang, cuaca terasa
sangat dingin. Ditambah lagi hujan turun. Anak-anak perempuan asrama pulang
dengan menumpang traktor. Hanya aku dan adikku, serta satu orang teman akan
berjalan kaki.” “Pagi ini setelah pelajaran usai, aku pergi ke pasar
di Yuwang bersama dua teman. Di sana kami melihat banyak orang yang jauh
berbeda dengan kami. Satu orang hanya memiliki sebelah kaki, yang lain
kehilangan salah satu telapak kakinya. Bahkan, ada yang buta.
“Aku sempat mengira takkan mampu bertahan di sekolah. Dan, hari ini aku
berjumpa seorang laki-laki yang buta. Orang buta saja bisa tetap hidup, jadi
kenapa aku tidak melakukan hal yang sama? “Kemampuanku harus bertambah
lebih baik dan lebih baik lagi, juga berada di depan semua siswa sekolah.” “Ibu
yang mendorong aku sehingga bisa kembali ke sekolah. Aku harus terus
bersekolah agar bisa masuk ke universitas dan mendapatkan pekerjaan yang hebat.
Kemudian, Ibu akan memiliki kehidupan yang bahagia. Aku ingin ibuku hidup
bahagia di masa kedua kehidupannya.”
Novel ini diangkat dari kisah nyata Ma Yan yang jurnal hariannya pernah
diterbitkan ke dalam bahasa Prancis. Dari bahan tulisan yang berserak dan berita-
berita sekitar kehidupan Ma Yan, utamanya buku harian Ma Yan.
68
LAMPIRAN III
69
KORPUS DATA
(1) Tak peduli walau setiap hari harus berjalan sejauh 20 kilometer kesekolah di
antara jurang, atau harus menahan lapar demi membeli sebuah pena. Bagiku
sekolah adalah persemaian masa depan, peluang untuk meraih sesuatu yang besar.
(2) Para perempuan juga tidak perlu menjadi terlalu pandai, dalam arti tidak perlu
bersekolah terlalu lama yang mengharuskannya belajar terus-menerus dengan
segala daya upaya demi mendapatkan nilai yang membanggakan. Para perempuan
hanya perlu mendapatkan kepandaian apa adanya. Lalu, segala persoalan akan
terselesaikan dengan cara menikah.
(3) Revolusi Besar China dengan segala keberhasilannya, tetap saja tak
memercikan keberhasilan itu bagi para petaninya. Para petani tetap
termarginalisasi dan menjadi satu-satunya populasi terbesar di dunia yang
tidak memiliki perwakilan politik. Karena terisolasi dari akses untuk
mendapatkan pendidikan yang memadai dan terjerat kemiskinan.
(4) ‘’Bila kau tolak perjodohan ini, kau harus mencari sendiri calon suamimu,
katanya datar’’.‘’Mampu kau menanggung aib semacam ini?, tambah Bibi dengan
kalimat yang makin tajam. Menanggung aib macam itu lebih buruk dari apa pun’’
(Sanie,2014:19)
(5) Veteran perang menanggung banyak masalah untuk menyusuaikan diri dengan
kehidupan di luar militer. Tanpa kemampuan membaca tulis, suamiku mendapat
bagian tanah kurang dari yang seharusnya. Suamiku tertipu dengan mudah krena
buta huruf. (Sanie,2014:35)
(6) Aku bersekolah di Yuwang, sebuah kota kecil merupakan pusat perdagangan
utama bagi daerah sekitarnya. Dari rumah menuju sekolah berjarak dua puluh
kilometer. Jalur perjalanan berupa ladang-ladang pedalaman yang berbukit, trayek
yang berbahaya yang berdekatan dengan jurang (Sanie,2014:40)
70
(7) Rasa lapar bukan lagi suatu yang asing bagi perut anak-anakku, terlebih lagi
bagi suamiku dan aku. Rasa lapar dan kemiskinan seakan menjadi sahabat sejati
yang menemani kami senantiasa, meski kami sungguh-sungguh tidak
menginginkannya “persahabatan” itu. (Sanie,2014:30).
(8) Sejak usia dini mertuaku ikut serta menjadi pengemis bersama orang tuanya.
Pada usia empat tahun mertuaku dijual seharga dua kilogram beras dan
segenggam benih. Pembelinya adalah seorang tuan tanah kaya di Zhangjiashu,
yang tidak memiliki keturunan. (Sanie,2014:32)
(9) Apakah kemiskinan adalah warisan atau keturunan ? entahlah. Tapi
kuyakinkan kepada diriku sendiri, bahwa tidak akan kuwariskan kemiskinan itu
kepada keturunanku. Tidak akan ku tempatkan anak-anakku pada jalur
kemiskinan yang telah ku lalui. (Sanie,2014:37)
(10) Penghuni langit tidak selalu berbaik hati seperti itu. Bahkan, hujan yang
sudah sekian tahun kami tunggu tak juga diberikannya. Entah di mana para
penghuni langit menyimpan air yang kami perlukan itu. Masih tega mereka
menyembunyikan air hujan itu, meski ladang kami telah sedemikian kering dan
tak lagi menumbuhkan apa pun juga bisa kami makan. (Sanie, 2014:59)
(11)Beberapa teman memiliki alat tulis yang beragam. Mereka beruntung
mendapat fasilitas uang saku yang memadai untuk membeli semua itu.
Sayangnya, aku tidak termasuk di antara anak-anak yang beruntung itu, yang
dengan mudah mendapat anugerah dari para penghuni langit. (Sanie,2014:60)
(12) Aku tidak pernah lupa dengan apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan
pena pertamaku. Suatu hal yang membawaku pada sebuah kesadaran betapa
kemiskinan betapa akrab aku dan kemiskinan itu sesungguhnya. (Sanie,2014:60)
71
(13) Aku sangat tahu dan sadar bahwa keluargaku sangat miskin. Tapi, tidak
pernah kutahu betapa pedih kemiskinan itu. (Sanie,2014:60)
(14) Kulakukan perhitungan itu dengan cermat. Harga pena itu dua yuan. Bila
kebetulan memiliki uang Ayah dan Ibu akan memberiku satu yuan sebagai uang
saku itu adalah bekalku selama satu minggu. Dengan uang itu bisa kubayar biaya
sayur tambahan untuk makan siangku di sekolah. Bila bersisa kupakai membeli
buku dan pensil. (Sanie,2014:67)
(15) Kusimpan uang saku satu yuan itu dengan rapi. Uang itu akan tetap utuh.
Aku tidak akan membelanjakan seminggu ini. Satu yuan ini akan tetap utuh
sampai yuan berikutnya datang melengkapinya sehingga sepasang yuan itu siap
menjemput penaku. (Sanie,2014:67)
(16) Aku tahu akibat tidak membelanjakan satu yuan itu, yakin bahwa aku tidak
akan membeli apa pun karena tidak bisa membayar apa pun. Termasuk membayar
satu sendok sayur untuk makan siangku hanya semangkuk nasi. Sungguh-sungguh
nasi semata-mata. Tanpa sayur,bahkan tanpa garam. Hanya nasi. (Sanie,2014:67)
(17) Tidak masalah, kataku dalam hati. Aku siap melahap nasi itu. Dengan atau
tanpa sayur, nasi tetaplah nasi, pengisi perut yang berguna bagi tubuh.
(Sanie,2014:67)
(18) Aku bertahan dengan nasi dinginku yang tanpa rasa. Kuteguk banyak air
untuk membantuku menelan nasi-nasi itu, meski aku mual sesudahnya karena
terlalu banyak air dilambunku. Mual itu akan mereda sesudah aku terkencing-
kencing berkali-kali. Lalu berganti dengan rasa lapar,karena sesungguhnya rasa
lapar itu ? itu adalah sebuah rasa perih yang tak tertahan... (Sanie,2014:76)
(19) Suatu ketika nanti aku akan bersungguh-sungguh mendapatkan pekerjaan
idamanku. Sesuatu yang baik dan membuatku mampu memberi kehidupan yang
72
lebih baik kepada Ayah,Ibu,Nenek dan adik-adikku. Itulah harapanku. Itulah cita-
cita hidupku. (Sanie,2014:85)
(20) Tak terhindarkan, dari merekalah terlahir generasi yang bisa jadi
terkorbankan, karena terisolasi dari akses untuk mendapatkan pendidikan yang
memadai. Generasi yang terjerat kemiskinan,beberapa diantaranya teradang
gender untuk menebus jenjang pendidikan yang layak. Selayaknya negara
bertanggung jawab atas pendidikan warganya, paling tidak hingga para warga
belia berumur sembilan tahun. (Sanie,2014:6)
(21) Ketidak beruntungan itulah yang diwariskan kepada suamiku. Pada awal
1980-an saat perusahaan-perusahan tani ditutup dan tanah-tanah direlokasi,
suamiku mendapat bagian tanah kurang dari yang seharusnya. Suamiku tertipu
dengan mudah karena buta hurf. (Sanie,2014:35)
(22) Kemiskinan agaknya akan paling sering mendekatkan seseorang pada rasa
lapar. Barangkali aku terlalu akrab dengan rasa lapar sehingga nyaris kulupa rasa
kenyang, karena hampir tidak pernah kuperoleh kesempatan untuk
mendapatkannya. Bagaimana mungkin kugapai rasa kenyang itu bila jatah
makanku di sekolah hanya semangkuk nasi sehari dan sepotong roti kukus bekal
dari ibu sebagai jatah makan malam. (Sanie,2014:61)
(23) Profesi petani bukan hanya sebuah profesi yang tidak ter hormat , tapi bagkan
sering sekali menjadi bahan cemohan. Masyarakat kota, apalagi metropolis,
memperlakukan petani sebagai orang daerah,udik,dan bodoh . (Sanie,2014:36).
73
LAMPIRAN IV
74
KLASIFIKASI DATA
A. Konteks Sosial Pengarang
(1) Tak peduli walau setiap hari harus berjalan sejauh 20 kilometer kesekolah di
antara jurang, atau harus menahan lapar demi membeli sebuah pena. Bagiku
sekolah adalah persemaian masa depan, peluang untuk meraih sesuatu yang besar.
(2) Para perempuan juga tidak perlu menjadi terlalu pandai, dalam arti tidak perlu
bersekolah terlalu lama yang mengharuskannya belajar terus-menerus dengan
segala daya upaya demi mendapatkan nilai yang membanggakan. Para perempuan
hanya perlu mendapatkan kepandaian apa adanya. Lalu, segala persoalan akan
terselesaikan dengan cara menikah.
B. Cerminan Kehidupan Sosial Masyarakat
(3) Revolusi Besar China dengan segala keberhasilannya, tetap saja tak
memercikan keberhasilan itu bagi para petaninya. Para petani tetap
termarginalisasi dan menjadi satu-satunya populasi terbesar di dunia yang
tidak memiliki perwakilan politik. Karena terisolasi dari akses untuk
mendapatkan pendidikan yang memadai dan terjerat kemiskinan.
(4) ‘’Bila kau tolak perjodohan ini, kau harus mencari sendiri calon suamimu,
katanya datar’’.‘’Mampu kau menanggung aib semacam ini?, tambah Bibi dengan
kalimat yang makin tajam. Menanggung aib macam itu lebih buruk dari apa pun’’
(Sanie,2014:19)
(5) Veteran perang menanggung banyak masalah untuk menyusuaikan diri
dengan kehidupan di luar militer. Tanpa kemampuan membaca tulis, suamiku
75
mendapat bagian tanah kurang dari yang seharusnya. Suamiku tertipu dengan
mudah krena buta huruf. (Sanie,2014:35)
(6) Aku bersekolah di Yuwang, sebuah kota kecil merupakan pusat perdagangan
utama bagi daerah sekitarnya. Dari rumah menuju sekolah berjarak dua puluh
kilometer. Jalur perjalanan berupa ladang-ladang pedalaman yang berbukit, trayek
yang berbahaya yang berdekatan dengan jurang (Sanie,2014:40)
(7) Rasa lapar bukan lagi suatu yang asing bagi perut anak-anakku, terlebih lagi
bagi suamiku dan aku. Rasa lapar dan kemiskinan seakan menjadi sahabat sejati
yang menemani kami senantiasa, meski kami sungguh-sungguh tidak
menginginkannya “persahabatan” itu. (Sanie,2014:30).
(8) Sejak usia dini mertuaku ikut serta menjadi pengemis bersama orang tuanya.
Pada usia empat tahun mertuaku dijual seharga dua kilogram beras dan
segenggam benih. Pembelinya adalah seorang tuan tanah kaya di Zhangjiashu,
yang tidak memiliki keturunan. (Sanie,2014:32)
(9) Apakah kemiskinan adalah warisan atau keturunan ? entahlah. Tapi
kuyakinkan kepada diriku sendiri, bahwa tidak akan kuwariskan kemiskinan itu
kepada keturunanku. Tidak akan ku tempatkan anak-anakku pada jalur
kemiskinan yang telah ku lalui. (Sanie,2014:37)
(10) Penghuni langit tidak selalu berbaik hati seperti itu. Bahkan, hujan yang
sudah sekian tahun kami tunggu tak juga diberikannya. Entah di mana para
penghuni langit menyimpan air yang kami perlukan itu. Masih tega mereka
menyembunyikan air hujan itu, meski ladang kami telah sedemikian kering dan
tak lagi menumbuhkan apa pun juga bisa kami makan. (Sanie, 2014:59)
76
(11)Beberapa teman memiliki alat tulis yang beragam. Mereka beruntung
mendapat fasilitas uang saku yang memadai untuk membeli semua itu.
Sayangnya, aku tidak termasuk di antara anak-anak yang beruntung itu, yang
dengan mudah mendapat anugerah dari para penghuni langit. (Sanie,2014:60)
(12) Aku tidak pernah lupa dengan apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan
pena pertamaku. Suatu hal yang membawaku pada sebuah kesadaran betapa
kemiskinan betapa akrab aku dan kemiskinan itu sesungguhnya. (Sanie,2014:60)
(13) Aku sangat tahu dan sadar bahwa keluargaku sangat miskin. Tapi, tidak
pernah kutahu betapa pedih kemiskinan itu. (Sanie,2014:60)
(14) Kulakukan perhitungan itu dengan cermat. Harga pena itu dua yuan. Bila
kebetulan memiliki uang Ayah dan Ibu akan memberiku satu yuan sebagai uang
saku itu adalah bekalku selama satu minggu. Dengan uang itu bisa kubayar biaya
sayur tambahan untuk makan siangku di sekolah. Bila bersisa kupakai membeli
buku dan pensil. (Sanie,2014:67)
(15) Kusimpan uang saku satu yuan itu dengan rapi. Uang itu akan tetap utuh.
Aku tidak akan membelanjakan seminggu ini. Satu yuan ini akan tetap utuh
sampai yuan berikutnya datang melengkapinya sehingga sepasang yuan itu siap
menjemput penaku. (Sanie,2014:67)
(16) Aku tahu akibat tidak membelanjakan satu yuan itu, yakin bahwa aku tidak
akan membeli apa pun karena tidak bisa membayar apa pun. Termasuk membayar
satu sendok sayur untuk makan siangku hanya semangkuk nasi. Sungguh-sungguh
nasi semata-mata. Tanpa sayur,bahkan tanpa garam. Hanya nasi. (Sanie,2014:67)
(17) Tidak masalah, kataku dalam hati. Aku siap melahap nasi itu. Dengan atau
tanpa sayur, nasi tetaplah nasi, pengisi perut yang berguna bagi tubuh.
(Sanie,2014:67)
77
(18) Aku bertahan dengan nasi dinginku yang tanpa rasa. Kuteguk banyak air
untuk membantuku menelan nasi-nasi itu, meski aku mual sesudahnya karena
terlalu banyak air dilambunku. Mual itu akan mereda sesudah aku terkencing-
kencing berkali-kali. Lalu berganti dengan rasa lapar,karena sesungguhnya rasa
lapar itu ? itu adalah sebuah rasa perih yang tak tertahan... (Sanie,2014:76)
(19) Suatu ketika nanti aku akan bersungguh-sungguh mendapatkan pekerjaan
idamanku. Sesuatu yang baik dan membuatku mampu memberi kehidupan yang
lebih baik kepada Ayah,Ibu,Nenek dan adik-adikku. Itulah harapanku. Itulah cita-
cita hidupku. (Sanie,2014:85)
C. Fungsi Sosial Sastra
(20) Tak terhindarkan, dari merekalah terlahir generasi yang bisa jadi
terkorbankan, karena terisolasi dari akses untuk mendapatkan pendidikan yang
memadai. Generasi yang terjerat kemiskinan,beberapa diantaranya teradang
gender untuk menebus jenjang pendidikan yang layak. Selayaknya negara
bertanggung jawab atas pendidikan warganya, paling tidak hingga para warga
belia berumur sembilan tahun. (Sanie,2014:6)
(21) Ketidak beruntungan itulah yang diwariskan kepada suamiku. Pada awal
1980-an saat perusahaan-perusahan tani ditutup dan tanah-tanah direlokasi,
suamiku mendapat bagian tanah kurang dari yang seharusnya. Suamiku tertipu
dengan mudah karena buta hurf. (Sanie,2014:35)
78
(22) Kemiskinan agaknya akan paling sering mendekatkan seseorang pada rasa
lapar. Barangkali aku terlalu akrab dengan rasa lapar sehingga nyaris kulupa rasa
kenyang, karena hampir tidak pernah kuperoleh kesempatan untuk
mendapatkannya. Bagaimana mungkin kugapai rasa kenyang itu bila jatah
makanku di sekolah hanya semangkuk nasi sehari dan sepotong roti kukus bekal
dari ibu sebagai jatah makan malam. (Sanie,2014:61)
(23) Profesi petani bukan hanya sebuah profesi yang tidak ter hormat , tapi bagkan
sering sekali menjadi bahan cemohan. Masyarakat kota, apalagi metropolis,
memperlakukan petani sebagai orang daerah,udik,dan bodoh . (Sanie,2014:36).
79
LAMPIRAN V
80
RIWAYAT HIDUP
WIWIEK PRATIWI HASBULLAH, dilahirkan di Ujung
Pandang, pada tanggal 4 Juli 1995. Anak pertama dari
empat bersaudara. Hasil genetik dari pasangan
Hasbullah,S.Sos dan Imelda Bachrie. Penulis memulai
pendidikan di TK Angkasa 1 Ujung Pandang pada Tahun
2000 dan melanjutkan pendidikan dasar di SDN Sudirman IV pada tahun 2001
dan selesai pada tahun 2006, Pada Tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan
SMP Negeri 2 Makassar. Setelah tamat pada tahun 2010, penulis melanjutkan
pendidikan ke SMA Negeri 16 Makassar dan menyelesaikan studi pada tahun
2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi ke perguruan tinggi sebagai
mahasiswa program studi Sastra Indonesia (S-1), Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Universitas Negeri Makassar.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kegiatan lembaga
kemahasiswaan seperti Komunitas Akar Pelangi, dan penulis aktif sebagai purna
Paskibra Unit-116 di SMA Negeri 16 Makassar . Berkat rahmat Tuhan dan
iringan doa dari keluarga dan teman-teman,perjuangan panjang penulis dalam
mengikuti pendidikan Universitas Negeri Makassar berhasil menyusun skripsi
yang berjudul “ Gambaran Kemiskinan dalam Novel Ma Yan karya Sanie
B.Kuncoro (Tinjauan Sosisologi Sastra Ian Watt) “.