Post on 04-Jan-2016
description
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. I. Pre Eklamsi Berat
I. I. I. Definisi
Pre Eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umunya terjadi dalam trimester
ketiga kehamilan, tetapi bisa terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. Pre
eklampsia dan eklampsia dalam kehamilan adalah komplikasi serius trimester kedua-
ketiga dengan gejala klinis, seperti edema, hipertensi, protein uria, kejang sampai koma
dengan umur kehamilan diatas 20 minggu, dan dapat terjadi antepartum-intrapartum-
pascapartum. Pre eklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada
ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri,
dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya. Pre
eklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke
20 gestasi, ditandai dengan hipertensi dan protein uria, edema juga bisa terjadi.1,24,25
I. I. II. Etiologi
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Banyak
teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang
dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan
sebagai sebab pre eklampsia ialah iskemia plasenta. Namun dengan teori ini tidak dapat
diterangkan semua yang berkaitan dengan penyakit itu. Hal ini disebabkan karena tidak
hanya satu faktor saja yang menyebabkan pre eklampsia, melainkan banyak faktor
penyebab.1
Gejala gestosis atau hipertensi dalam kehamilan, tidak dapat diterangkan dengan
satu faktor atau teori, tetapi merupakan multifaktor (teori) yang menggambarkan berbagai
manifestasi klinis yang kompleks, oleh Zweifel disebut “disease of theory”. Adapun
teori-teori itu antara lain12 :
a. Teori genetik
Ada kemungkinan diturunkan dari ibu kandung, khusunya pada kehamilan pertama
karena terjadi pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan menantu wanita.
Pada kehamilan kedua pre eklampsia-eklampsia sedikit berulang, kecuali mendapat
suami baru.
b. Teori imunologik
1) Janin merupakan “benda asing” yang relative karena faktor benda
2) Adaptasi dapat terjadi dengan aman, karena:
Janin bukan benda asing khusus dan dapat diterima.
Rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal.
Terjadi modifikasi respons imunologi sehingga dapat terjadi adaptasi.
3) Penolakan total rahim karena bersifat benda asing, maka terjadi “abortus” yang
sebabnya sulit diterangkan.
4) Apabila terjadi setelah plasenta lengkap, maka:
a) Sel tropoblas tidak sanggup secara total bertindak sebagai dilatator pembuluh darah.
b) Janin dalam perkembangannya berlindung dibelakang trofoblas
c) Teori iskemia region uteroplasenter
Invasi sel trofoblas dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah pada kehamilan
normal, sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan O2 serta plasenta
berfungsi normal.
Pada pre eklampsia terjadi invasi sel trofoblas, hanya sebagian pada arteri
spiralis didaerah endometrium-desidua.
Akibatnya terjadi gangguan fungsi plasenta karena sebagian besar arteri spiralis
di daerah miometrium tetap dalam keadaan konstriksi sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk nutrisi dan O2.
Karena terjadi iskemia region uteroplasenter, dianggap terjadi pengeluaran
toksin khusus yang menyebabkan terjadinya gejala pre eklampsia sehingga
disebut “toksemia gravidarum”, tetapi teorinya belum dapat dibuktikan.
Teori radikal bebas dan kerusakan endotel
Oksigen yang labil distribusinya, menimbulkan “produk metabolisme” di
samping radikal bebas, dengan cirri terdapat “elektron bebas”.
Elektron bebas ini akan mencari pasangan “dengan merusak” jaringan,
khususnya endotel pembuluh darah.
Antiradikal bebas yang dapat dipakai untuk menghalangi kerusakan membran
sel, sebagai antiaksi dan vitamin C dan E.
Radikal bebas adalah proksidase lemak-asam lemah jenuh (kuning).
Kerusakan membrane sel akan merusak dan membunuh sel endotel.
d) Teori trombosit
Plasenta kehamilan normal membentuk derivate prostaglandin dari asam
arakidonik secara seimbang, yang menjamin aliran darah menuju janin antara lain
tromboksan (TxA2) yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah sehinga
menyebabkan agregasi dan adhesi trombosit pada endotel pembuluh darah yang rusak.
Kemudian prostasiklin (PG12) yang menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah
sehingga menghalangi agregasi dan adhesi trombosit pada endotel pembuluh darah.12
I. I. III. Faktor Resiko
Pre eklampsia lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida,
terutama primigravida usia muda. Faktor predisposisi terjadinya pre eklampsia adalah
molahidatidosa, diabetes militus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur
yang lebih dari 35 tahun.14
Pre eklampsia lebih banyak terjadi pada :
a. Primigravida (terutama remaja 19-24 tahun dan wanita diatas 35 tahun)
Secara internasional kejadian hipertensi dalam kehamilan dapat diperkirakan
primigravida sekitar 7-12% (Manuaba, 2007). Angka kejadian pre eklampsia meningkat
pada primigravida muda dan semakin tinggi pada primigravida tua. Dalam penelitian
Sudhaberata Ketut dan Karta I.D.M (2001), hal ini dikarenakan ketika kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna (Purwantini,
2004).
b. Wanita gemuk
c. Wanita dengan hipertensi esensial
d. Wanita yang mengalami :
Penyakit ginjal
Kehamilan ganda
Polihidroamnion
Diabetes
Mola hidatidosa
e. Wanita yang mengalami riwayat pre eklampsia dan eklampsia pada
kehamilan sebelumnya
f. Riwayat eklampsia keluarga.23
I. I. IV. Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada pre eklampsia adalah spasmus pembuluh
darah disertai dengan retensi garam dan air. Dengan biopsi ginjal, Altchek dkk (1968)
menemukan spasmus yang hebat pada arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus lumen
arteriola demikian kecilnya, sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah dianggap
bahwa spasmus arteriola juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa
tekanan darah yang meningkat merupakan usaha mengatasi kenaikan tekanan perifer,
agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui
sebabnya. Telah diketahui bahwa pada pre eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang
rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron
penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.
Pada pre eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.1
I. I. V. Maninfestasi
Pada pre eklampsia terjadi vasokonsentrasi yang menimbulkan gangguan
metabolisme endorgen dan secara umum terjadi perubahan patologi-anatomi (nekrosis,
perdarahan, edema). Perubahan patologi-anatomi akibat nekrosis, edema dan perdarahan
organ vital, akan menambah beratnya manifestasi klinik dari masing-masing organ vital.12
Perubahan patologi-anatomi yang terjadi pada organ vital dapat dijabarkan
sebagai berikut1:
a. Perubahan pada plasenta dan uterus.
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih
pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi.
Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada pre
eklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.
b. Perubahan pada ginjal.
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomerolus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting
adalah dalam hubungannya dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi
garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka
akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerolus dan tingkat
penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal, penyerapan ini meningkat
sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerolus. Penurunan filtrasi glomerolus akibat spasmus
arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun, yang
menyebabkan retensi garam dan demikian juga retensi air. Fungsi ginjal pada pre
eklampsia agak menurun bila dilihat dari clearance asam uric. Filtrasi glomerolus dapat
turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan dieresis turun, pada keadaan
lanjut dapat terjadi oliguria ayau anuria.
c. Perubahan pada retina.
Pada pre eklampsia tampak edema retina, spamus setempat atau menyeluruh pada
satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Retinopatia
arteriosklerotika menunjukkan penyakit vaskuler yang menahun. Keadaan tersebut tidak
tampak pada penderita pre eklampsia, kecuali bila terjadi atas dasar hipertensi menahun
atau penyakit ginjal. Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya pre
eklampsia berat, walaupun demikian vasospasmus ringan tidak selalu menunjukkan pre
eklampsia ringan. Pada pre eklampsia jarang terjadi ablasio retina. Keadaan ini disertai
dengan buta sekonyong-konyong. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler
dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera. Biasanya setelah
persalinan berakhir, retina akan melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Gangguan
penglihatan secara tetap jarang ditemukan. Skotoma, diplopia, dan ambliopia pada
penderita pre eklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia.
Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks
serebri atau dalam retina.
d. Perubahan pada paru-paru.
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita pre eklampsia dan
eklampsia. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.
e. Perubahan pada otak.
McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi
dalam kehamilan lebih meninggi lagi pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah
ke otak dan pemakaian oksigen pada pre eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian
oksigen oleh otak hanya menurun pada eklampsia.
f. Metabolisme air dan elektrolit.
Hemokonsentrasi yang menyertai pre eklampsia dan eklampsia tidak diketahui
sebabnya. Disini terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial.
Kejadian ini yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan
sering bertambahnya edema menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah
meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu aliran darah ke jaringan di
berbagai bagian tubuh berkurang, dengan mengakibatkan hipoksia. Dengan perbaikan
keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai
sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan penyakit dan tentang berhasilnya
pengobatan.1
I. I. VI. Diagnosis
Diagnosis pre eklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala,
yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan proteinuria.
Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu selama
berkali-kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari
tangan dan muka.13
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30
menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai
sebagai bakat pre eklampsia. Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air
kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2, atau kadar protein ≥
1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal
2 kali dengan jarak waktu 6 jam (Mansjoer, 2001). Disebut pre eklampsia berat bila
ditemukan gejala berikut13 :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
b. Proteinuria +≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
c. Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).
d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
e. Nyeri epigastrium dan ikterus.
f. Edema paru atau sianosis.
g. Trombositopenia.
h. Pertumbuhan janin terhambat.
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre eklampsia disertai
kejang dan koma. Sedangkan, bila terdapat gejala pre eklampsia berat disertai salah satu
atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut
menderita impending pre eklampsia. Impending pre eklampsia ditangani sebagai kasus
eklampsia.13
I. I. VII. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi
yang tersebut dibawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia1:
i. Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada pre eklampsia
ii. Hipofibrinogenemia
Pada pre eklampsia berat 23 % hipofibrinogenemia, maka dari itu dianjurkan
untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
iii. Hemolisis
Penderita dengan pre eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati
yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus
tersebut.
iv. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
v. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda
gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
vi. Edema paru-paru
Komplikasi ini disebabkan karena payah jantung.
vii. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia dan eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata
juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penemuan enzim-enzimnya.
viii. Sindroma HELLP (Hemolisis, elevated liver enzyme andlow platelet)
ix. Kelainan ginjal.
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.
x. Komplikasi lain
Antara lain lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang,
pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation)
xi. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.1
I. I. VIII. Penatalaksanaan .
1. Pemberian obat anti kejang
Obat anti kejang:
MgSO4
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetil kolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuscular
membutuhkan kalsium pada sinaps, pada pemberian magnesium sulfat, magnesium
akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibitor terhadap ion kalsium dan ion magnesium).
Cara pemberian:
Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4; intravena (40% dalam 10cc) selama 15 menit.
Maintenance dose
Diberikan 6gr (15ml) di drip dalam ringer laktat 500cc, di berikan 20 tetes permenit
sela 6 jam.
Syarat pemeberian:
Harus tersedia antidotum (ca-glukonas 10%= 1gr, dalam 10cc), di berikan iv
selama 3 menit.
Reflex patella (+)
Frekuensi pernapasan >16 x/menit
Urin >30 ml dalam 2-3 jam atau <500cc dalam 24 jam. (pasang dc)
Pemberian magnesium sulfat di hentikan jika tidak memenuhi syarat/tandatanda
intoksikasi dan 24 jam setelah melahirkan tanpa disertai kejang.
Obat-obat lain
Diazepam
Fenitoin
Fenitoin sodium mempunyai stabilitas membran neuron , cepat masuk dalam jaringan
otak dan efek anti kejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Dosis yang di
berikan 15mg/kg BB dengan pemberian intravena selama 50 mg/menit. Hasilnya
tidak lebih baik dari MgSO4 berdasarkan penglaman penggunaan fenitoin di beberapa
senter di dunia, berdasarkan Cochrane review.
2. Tirah baring kearah kiri
3. Pengelolaan cairan
Lakukan monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan
(melalui urin). Hal ini sangat penting dilakukan untuk menghitung balance cairan.
Bila terjadi tanda tanda edema paru, harus segera dilakukan tindakan koreksi.
4. Diuretic (hanya diberikan jika terjadi udem paru)
Diuretic yang umum diberikan adalah furosemid. Pemberian diuretic dapat
merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta,
meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan
berat janin.
5. Pemberian antihipertensi
Tekanan darah diturunkan seraca bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan
sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <160/105 atau MAP <125.
Lini pertama
Nifedipin (10-20mg peroral, di ulangi setelah 30 menit, max 120 mg dalam 24 jam).
Lini kedua
Sodium nitroprusside/Diazokside.
6. Glukokortikoid
Sebagai pematangan paru janin (pada beberapa kasus, PEB dapat ditemukan pada
kehamilan <36 minggu), dosis 2x24 jam.15
I. II. IUFD
I. II. I. Definisi
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa
sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated
Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai
kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila
terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO
menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila
usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 1000 gram.4
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan
American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa
statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana
berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih.2 Tapi tidak
semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan
batasan dari pengertian IUFD.25
I. II. II. Etiologi
Penyebab dari kematian janin intra uteri yang tidak dapat diketahui sekitar 25-
60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa
kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan
penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta.4
a. Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif,
sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif, yang berakibat
antara ibu dan janin akan mengalami ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan
mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi hidropsfetalis, yaitu
suatu reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara lain berupa
pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut
(asites), pembengkakan kulit janin dan penumpukan cairan di rongga dada atau rongga
jantung. Akibat dari penimbunan cairan-cairanyang berlebihan tersebut, tubuh janin akan
membengkak yang dapat mengakibatkan darah bercampur dengan air. Jika kondisi
demikian terjadi dapat menyebabkan kematian janin.IUFD akibat ketidakcocokan Rh
darah ibu dan janin terjadi sekitar 2,7%.4,25
2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin
Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara
golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya. Hal ini
disebabkan karena pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak cocok dengan
darah ibunya, sehingga ibu akan membentuk zat antibodi.1,3IUFD akibat ketidakcocokan
golongan darah ibu dengan janin terjadi sekitar 3%.25
3) Berbagai penyakit pada ibu hamil
Penyakit-penyakit yang terjadi pada ibu hamil sehingga mengakibatkan kematian
janin dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :
1. Kelainan Metabolik
Diabetes Gestasional
Kadar glukosa yang tinggi pada ibu dapat menyebabkan terjadinya IUFD sekitar
16,2%17. Hiperinsulinemia yang terjadi pada janin akan meningkatkan kecepatan
metabolisme dan keperluan oksigen untuk menghadapi keadaan seperti hiperglikemia dan
keto-asidosis.4,9
2. Kelainan Vaskular
Hipertensi Gestasional
Hipertensi dapat menyebabkan suplai O2 pada janin berkurang yang disebabkan
oleh berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh spasme dan
kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu. IUFD akibat hipertensi gestasional
terjadi sekitar 21,6%.4,25
Pre eklamsi
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengalami hipertensi.4,10
Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta
bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat
janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death (IUFD).5 IUFD akibat
hipertensi gestasional terjadi sekitar 10,6%.6
4) Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta.Trauma terjadi misalnya
karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja
mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga menyebabkan solusio plasenta dan atau
ablasio plasenta, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat sehingga dapat
menyebabkan kematian janin. IUFD akibat trauma saat hamil dilaporkan terjadi sekitar
8%.4,5,25
5) Infeksi pada ibu hamil
a. Toxoplasma
Infeksi toxoplasma pada kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan (4%),
kematian janin dalam kandungan (3%), janin hidup dengan kelainan tertentu (7%),
toksoplasmosis bawaan (5%).8 Secara keseluruhan, kurang dari ¼ bayi yang mengalami
toksoplasmosis kongenital menampakkan gejala klinis pada saat lahir. Sebagian besar
baru akan memperlihatkan gejala kemudian hari. Toksoplasma menyerang otak janin dan
dapat menyebabkan berat badan janin rendah, hepatosplenomegali, ikterus dan anemia.
Gejala defisit neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intrakranial, retardasi mental
dan hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi
korioretinitis.19
b. Rubella
Rubella telah dibuktikan dapat menyebabkan abortus (2%), kematian janin dalam
kandungan (3%), dan kelainan kongenital yang berat. Infeksi rubella pada janin dapat
menghambat pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali, ikterus,
dan kelainan kromosom sehingga dapat mengganggu kesejahteraan janin dalam
kandungan yang berdampak pada kematian janin.19
c. Cytomegalovirus
Cytomegalovirus merupakan penyebab tersering infeksi perinatal, dengan
insidens mencapai 0,5-2% neonatus. Infeksi cytomegalovirus pada janin dapat
menghambat pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali,
hidrosefalus, mikrosefalus, ikterus, dan hidrofetalus sehingga mengganggu kesejahteraan
janin dalam kandungan yang berdampak pada kematian janin.19
d. Herpes Simplex Virus
Fetus seringkali terinfeksi oleh virus ini melalui serviks atau jalan lahir. Virus
kemudian dapat menginvasi uterus apabila terjadi ketuban pecah. Hampir separuh dari
neonatus yang terinfeksi adalah preterm dan resiko infeksi mereka tersebut berhubungan
dengan jenis infeksi maternal primer atau rekuren. Dari 50% infeksi neonatal pada infeksi
maternal primer namun hanya 4-5% yang terjadi pada infeksi rekurens.5,7Dari suatu
penelitian dilaporkan bahwa tidak ada dari 34 neonatus yang terpajan terhadap virus
rekurens pada saat persalinan yang terinfeksi. Hal ini diduga terjadi karna inocuum virus
yang lebih kecil dan terdapat antibodi yang ditransfer lewat plasenta yang menurunkan
insidens dan beratnya penyakit pada neonatal. Infeksi yang terlokalisir biasanya memiliki
luaran yang baik.19
e. Malaria
Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intra uteri dapat
terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang
menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental. Kematian janin
intra uteri akibat malaria dilaporkan terjadi sebanyak 4%.6,7
f. TBC
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkanoleh
basilMikobacterium tuberkolusis. Karena kehamilan belum terbukti meningkatkan risiko
TB, epidemiologi TB pada kehamilan adalah refleksi dari kejadian umum kasus
TB.Indonesia merupakan negara ketiga di dunia dalam urutan jumlah penderita TBC
setelah India (30%) dan China (15%) dengan presentase sebanyak 10% dari total
penderita TBC di dunia.Patogenesis infeksi tuberkulosis pada wanita hamil sama dengan
pada wanita tidak hamil. Namun, gejala tuberkulosis pada ibu hamil dapat hadir secara
diam-diam, karena gejala malaise dan kelelahan yang terjadi lebih dianggap gejala akibat
kehamilan daripada penyakit. Selain itu, selama kehamilan menjadi sulit untuk mengenali
penurunan berat badan. Komplikasi kebidanan telah dilaporkan dapat mengakibatkan
aborsi spontan, kehamilan dengan rahim kecil, dan berat badan sub-optimal pada
kehamilan. Lainnya termasuk persalinan prematur, berat lahir rendah dan peningkatan
mortalitas neonatal. Keterlambatan diagnosis merupakan faktor independen, yang dapat
meningkatkan morbiditas obstetri sekitar empat kali lipat, sementara risiko persalinan
prematur mungkin meningkat sembilan kali lipat.6
6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)
Kehamilan lebih dari 42 minggu dapat menyebabkan kematian janin sekitar 5%.
Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya
akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa
berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk kedalam
paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color Doppler sehingga bisa
dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian kehamilan harus segera
dihentikan dengan cara induksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal dan akhir
kehamilan.4,5,25
7) Hamil pada usia lanjut
Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas
usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan
dengan wanita pada usia 20-29 tahun11. Risiko terkait usia ini cenderung lebih beratpada
pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian
risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple,
diabetes gestasional, hipertensi, dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.4
8) Kematian Ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami kematian
dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan janin tidak lagi ada.
Insidensi terjadinya IUFD karena kematian ibu adalah 50%.4,25
9) Ruptur uteri
Ruptur uteri pada kehamilan merupakan komplikasi yang jarang tetapi memiliki
insiden yang tinggi terhadap morbiditas janin dan ibu. Berdasarkan penelitian dari tahun
1976-2012, menggambarkan kejadian pecahnya rahim, dilaporkan 2.084 kasus di antara
2.951.297 wanita hamil, menghasilkan tingkat ruptur uteri keseluruhan dari 1 di 1.146
kehamilan (0,07%). Luka rahim dari operasi caesar sebelumnya merupakan faktor risiko
yang paling umum. Bentuk lain dari operasi rahim yang menghasilkan sayatan ketebalan
penuh (seperti miomektomi), persalinan disfungsional, augmentasi persalinan dengan
oksitosin atau prostaglandin, turut menjadi faktor resiko pecahnya rahim.
b. Faktor Janin
1) Gerakan Sangat Berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan
satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan yang
berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka
pembuluh darah yang mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbatsehingga dapat
menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian janin dalam kandungan (10,8%).Gerakan
janin yang sangat aktif menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.4,5,6,25
2) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk
melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Kematian janin
akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu
dari hasil otopsi janin. Hal inidisebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih
dalam kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.4,5,9,25
3) Kelainan bawaan bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidropsfetalus, yakni akumulasi
cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa
menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari
banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau
terjadi kelainan pada paru-parunya. Kematian janin akibat kelainan bawaan terjadi sekitar
1,6% 4,6,19,25
4) Malformasi janin
Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak
berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai yang dibutuhkan
janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan
menyebabkan kematian pada janin. Kematian janin akibat malformasi janin terjadi sekitar
1,3%.4,6,19,25
5) Kehamilan multiple
Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal meningkat.
Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan tunggal pada usia
kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya bisa sampai 1000-1500gr ). Hal ini bisa
disebabkan regangan uterus yang berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar.
Jika ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin tidak
terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin sekitar 18%.4,16,25
6) Intra Uterine Growth Restriction
Janin IUFD rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin normal pada
tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi
pertumbuhan yang mungkin berbagi penyebab yang sama dengan insufisiensi plasenta.
IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan kehamilan
multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi
Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia
gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya persalinan
prematur.4,16
7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)
Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka
akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning,
pengapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Dan gangguan ini akan
membuat kesejahteraan janin memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan
mati. Dilaporkan bahwa kematian janin akibat infeksi terjadi sekitar 6-15% dari seluruh
kasus IUFD.4,7,19,20
c. Faktor Plasenta
Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi
membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang
tampak sebagai infark, dan solusio plasenta yang dilaporkan sebanyak 12 %
menyebabkan IUFD. Kompresi tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung.
Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke janin, sehingga dapat
menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian. Secara keseluruhan faktor plasenta dapat
menyebabkan kematian janin sebanyak 25-30%.4,20
I. II. III. Maninfestasi pada ibu
Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada
beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-tanda lain yang
juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada
usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara).
Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.
2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin pelan
atau melemah.
3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat
kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak
kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.
4) Bunyi jantung anak tidak terdengar
5) Palpasi janin menjadi tidak jelas
6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa
7) Pada foto rontgen dapat terlihat:
Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)
Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)
Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin.4
I. II. IV. Patologi anatomi janin
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya
mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen
darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah
longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengan yang lainnya. Cairan
amnion dan cairan yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat
terjadi cepat dan meningkat dalam waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain,
patologi yang terjadi pada IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut.4,16
a) Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b) Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.
c) Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi
setelah 48 jam janin mati.
d) Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 2 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan
hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.
I. II. V. Penatalaksanaan
Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat ditegakkan.
Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah terdiagnosis
dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas dibandingkan dengan wanita
yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam.4,25
Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen bisa
turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi pada kehamilan
tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan lebih awal. Pada
beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe plasentasi, induksi setelah
kematian kedua janin mungkin dapat menghambat perkembangan janin menjadi matur.
Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak merekomendasikan untuk memeriksakan
koagulasi darah. Secara umum, resiko berkembangnya disseminated intravascular
coagulopathy sangat jarang.4
Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti oleh
dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia kehamilan kurang
dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan prostaglandin E2 vaginal
suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol pervaginal atau per oral (400 mcg tiap
4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita
dengan kematian janin pada usia kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis
yang lebih rendah. The American College of Obstetricians and Gynaecologists
mengatakan bahwa untuk induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya
tidak digunakan pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya
ruptur uteri.4,7,19
Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus
kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin yang
masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk pasien, dan
pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa nyeri.
Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami IUFD:
1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus
diberitahukan secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda
prosedur evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara
psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga
mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada
serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian
janin, terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi,
walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian
janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk hitung
trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial tromboplastin time
(PTT), dan analisis produk degradasi fibrinogenserta lakukan secara serial.
Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif kacuali
ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil (30μg)
pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.
2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian
janin terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi
bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan
terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah
komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati
konsumtif juga dapat timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan
pada perlunya persalinan segera jika kematian salah satu janin terjadi pada
kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan
pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.
3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai lima
jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester.1,3
Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya retensi plasenta
memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-
methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan satu
sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah.
Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya
kegagalan mengarahkan pada anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan
terbuTaline untuk menghindari bronkospasme jika prostaglandin diberikan
pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus dihindari
karena resiko rupture uterin.
4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun
cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat
dilakukan dengan aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah
disebutkan, harus dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah
koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki
persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat
dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi
penggunaan heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari
bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan kecuali terdapat
persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi.
Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah
lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari
perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus tersebut.
5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus.
Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan
persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera.
Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total
pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin,
karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan.4,25
BAB II
REKAM MEDIK
II. I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 46 tahun
Alamat : Sukasiran, Cikeuntreung, SERANG.
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : tamat SLTP
Agama : Islam
No. RM : 00.18.93.71
Tanggal masuk : 28-06-2015 jam :20.00
II. II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien mengaku mempunyai tekanan darah tinggi
Keluhan tambahan : Keluar air-air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD dr. Drajat Prawiranegara diantar oleh keluarga dengan
membawa surat rujukan dari RS. Kencana. Surat rujukan +. Pasien mengaku mengetahui
dirinya mengidap tekanan darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu, tepatnya setelah
melahirkan anak ke 3-nya. Sebelum kehamilannya yang ke 4 ini, pasien sering
mengkonsumsi obat captopril untuk menurunkan tekanan darahnya. Keluar air-air
diarasanya seperti BAK yang tidak dapat tertahan dan berwarna jernih sejak pukul 05.00
(28-06-2015) / 15 jam yang lalu. Pasien merasa mulas-mulas sejak pukul 06.00 (28-06-
2015), mulas-mulas dirasanya menjalar dari atas perut ke bawah lalu ke pinggang. Lalu
pasien datang ke RS. Kencana dan diberi obat suntik yang terasa panas (MgSO4 20%
bolus), obat penurun tekanan darah, dan infus RL+MgSO4 40%. Pasien berkata dirinya
tidak lagi merasakan gerakan janin sejak keluar air-air pagi tadi. Riwayat trauma
disangkal.
Pasien mengaku ini adalah kehamilan yang ke 4-nya dengan usia kehamilan 8
bulan, riwayat keguguran disangkal. Pasien mengatakan mengetahui dirinya hamil saat
telat haid satu bulan dan memeriksakan dirinya ke bidan. Di bidan pasien di periksa
urinnya dengan test pack, hasil + hamil.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus : Teratur
Lama : 7 hari
Banyak : 3x Ganti pembalut (tidak ada gumpalan darah)
Dismenorrhea : -
Flour Albus : -
HPHT : 20-10-2014
TP : 27-07-2015
Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, selama 27 tahun
Usia pasien saat menikah : 18 tahun
Usia suami saat menikah : 23 tahun
Riwayat Persalinan dan Kehamilan
I : laki-laki, 25 tahun, lahir normal, 9 bulan, ditolong oleh paraji, BB saat
lahir ±3 kg
II : perempuan, 20 tahun, lahir normal, 9 bulan, di tolong oleh bidan, BB saat
lahir ±3,5 kg
III : laki-laki, 12 tahun, lahir normal, 9 bulan, di tolong oleh bidan, BB saat
lahir ±4 kg
Riwayat ANC
- Rutin periksa kehamilannya di bidan tiap bulan
- Pasien di beri vitamin, kalsium dan penambah darah
- Tekanan darah pasien berkisar 140/90 sampai 160/110
Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengkonsumsi KB Pil selama 1 tahun
Pasien menggunakan KB Suntik tiap 3 bulan selama 2 tahun
Riwayat Imunisasi
Pasien di imunisasi TT saat usia kehamilan 4 bulan
Riwayat Penyakit Terdahulu
Asma : keluhan sesak napas disertai bunyi mengi, disangkal
Hipertensi : tekanan darah tinggi di akuinya sejak hamil anak ke 3 dan
menetap setelah melahirkan
Hepatitis : riwayat penyakit kuning, mual, muntah hebat disangkal
DM : banyak makan, banyak minum, banyak BAK disangkal
HIV : Riwayat penggunaan narkoba(jarum suntik) dan mengganti-ganti
pasangan disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Asma : keluhan sesak napas disertai bunyi mengi, disangkal
Hipertensi : Ayah pasien mengidap tekanan darah tinggi
Hepatitis : riwayat penyakit kuning, mual, muntah hebat disangkal
DM : banyak makan, banyak minum, banyak BAK disangkal
HIV : Riwayat penggunaan narkoba(jarum suntik) dan mengganti-ganti
pasangan disangkal
II. III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital Tekanan darah: 180/110 mmHg
Respirasi : 22 x/menit
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Status Generalis
Kepala : Normochepale, rambut hitam, tidak mudah di cabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pemberasan KGB (-)
Thorax : Simetris saat statis dan dinamis
Mammae : Membesar, menegang, hiperpigmentasi aerola
Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1 S2 reguler, murmur sistolik (-/-), gallop (-/-)
Abdomen : Nyeri tekan (+), shifting dullness (+), status obstetrikus
Ekstremitas : Akral hangat, udem pada kedua kaki, reflex patella (+/+)
II. IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
II. V. DIAGNOSIS KERJA
II. VI. PENATALAKSANAAN
II. VII. PROGNOSIS