Post on 30-Mar-2019
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA
PADA WANITA BEKERJA SEKTOR FORMAL DI WILAYAH
KECAMATAN CIPUTAT TIMUR
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH
PRATIWI PUJI LESTARI
108101000066
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H./2013 M.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA
PADA WANITA BEKERJA SEKTOR FORMAL DI WILAYAH
KECAMATAN CIPUTAT TIMUR
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH
PRATIWI PUJI LESTARI
108101000066
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H./2013 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi dengan judul "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2013" ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini telah penulis
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli penulis
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka perrulis bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Llniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2013
Penulis,
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2013
Pratiwi Puji Lestari, NIM. 108101000066
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
xv + 145 halaman, 43 tabel, 3 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK
Semakin banyak terbukanya peluang kerja yang saat ini terjadi, tidak menutup
kemungkinan masuknya kaum wanita ke dalam dunia kerja. Dari meningkatkanya
wanita yang terlibat dalam dunia kerja sebagai salah satu prestasi bagi wanita tersebut,
ternyata wanita bekerja dikabarkan memiliki ancaman cukup serius untuk terkena stres
kerja. Stres kerja memiliki beberapa dampak negatif, diantaranya dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dan menurunkan produktivitas kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur
tahun 2013. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional.
Sampel dalam penelitian ini adalah wanita bekerja sektor formal yang berjumlah 200
responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi
terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara kepada responden.
Hasil penelitian menggambarkan sebesar 79,5% responden mengalami stres kerja
ringan dan 20,5% mengalami stres kerja berat. Hasil analisis bivariat dengan tingkat
kemaknaan 5%, diperoleh empat faktor yang berhubungan dengan stres kerja yakni
beban kerja dengan p value 0,011, perkembangan teknologi dengan p value 0,045,
pelecehan seksual di tempat kerja dengan p value 0,001, dan kondisi lingkungan kerja
dengan p value 0,036.
Upaya pengelolaan stres kerja dapat dilakukan oleh individu itu sendiri seperti lebih
selektif terhadap pekerjaan yang akan diambil, dan untuk mencegah terjadinya
pelecehan seksual yang berakibat pada stres kerja, sebaiknya pekerja wanita lebih
waspada dengan cara tidak berpakaian seksi dan lebih berhati-hati dalam bergaul dengan
lawan jenis di tempat kerjanya. Upaya pengelolaan stres kerja juga dapat dilakukan oleh
instansi seperti dengan melakukan identifikasi bahaya psikososial khususnya yang
berhubungan dengan stres kerja pada pekerja dan untuk pelecehan seksual di tempat
kerja, instansi dapat melakukan upaya pencegahan dengan menetapkan peraturan
termasuk sanksi bagi pekerja yang melakukan tindakan pelecehan seksual tersebut.
Kata Kunci : Stres Kerja, Wanita, Formal
Daftar Bacaan : 92 (1983-2012)
ii
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduated Thesis, July 2013
Pratiwi Puji Lestari, NIM 108101000066
The Factors Related Work Stress on Woman Working of Formal Sector in Ciputat
Timur, 2013
xv + 145 pages, 43 table, 3 pictures, 3 attachments
ABSTRACT
The more open employment opportunities that are currently going on, do not rule
out the entry of women into the workforce. As woman participation increase in the
workplace, women working rumored to have turned serious enough threat for the
affected work stress. Some negative effects of work stress are health problem and
descent of work productivity.
This study aim to determine the factors related work stress on woman working of
formal sector in Ciputat Timur, 2013. Study design of this study is cross-sectional.
Samples of this study are women working of formal sector, amounting to 200
respondents. The data used are secondary data from relevant agencies and primary data
obtained through interviews with respondents.
The result show that 79.5% of respondents getting low work stress and 20.5% of
respondents getting high work stress. Based on bivariate analysis with a significance
level of 5% known that there are four factors related to work stress that workload with
0.011 p value, technological developments with 0,045 p value, sexual harassment in the
workplace with 0.001 p value, and working conditions with 0.036 p value.
Managing work stress can be done by individuals themselves by making more
selective decision to get work and to prevent sexual harassment by handling with kid
gloves. Other efforts to manage work stress can be done by institutions such as
identifying particular psychosocial hazards that relates work stress on workers.
Key Word : Work Stres, Women, Formal
Reading List : 92 (1983-2012)
PERNYATAAII PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
FAICOR-FAKTOR YANG BBRIITIBTJNGAN DENGAII STRES KERJAPADA WANITA BEKERJA SEKTOR FORMAL DI WILAYAH
KECAMATAN CIPUTAT TIMU'R TAIIT]N 2013
Telah Disetujui, Diperiksa, dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji SkripsiProgram Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Juli 2013
Oleh
Pratiwi Puii Lestari108101000066
Mengetahui,
WDr. H. Arif Sumantri. SKM. MKes
Pembimbing Skripsi II
$,Catur Rosidati. SKM. MI(M
Pembimbing Skripsi I
ill
PENGESAIIAN PANITIA
Skripsi dengan judul FAKTOR-FAKTOR YANG BERITUBUNGAN DENGANSTRES KERJA PADA WANITA BEKERJA SEKTOR FORMAL DIWILAYAH KECAMATAN CIPUTAT TIMUR TAIIUN 2013 tEIAh diAJUKANdalam sidang ujian skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada24 Juli 2013. Skripsi initelah diterimasebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)pada Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta, Juli 2013
Anggota
Sidang Ujian SkripsiKetua
ffiDewi Utami. Ph.D
MIr. Rrrlvenzi Rasyid. MKKK
iv
f,'ase Badriah. MKes. Ph.D
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama Lengkap : Pratiwi Puji Lestari
Tempat/Tanggal Lahir : Jepara, 19 September 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sinanggul RT/RW 31/06, Mlonggo, Jepara, Jateng 59452
Email : pratiwiazra@gmail.com
pratiwipujil@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan
1. 1994 - 1996 : TK Sinanggul II Jepara
2. 1996 - 2002 : MI Miftahul Falah Sinanggul II Jepara
3. 2002 - 2005 : MTs Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara
4. 2005 - 2008 : MA Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara
5. 2003 – 2008 : Non formal (Pesantren Darut Ta’lim Bangsri Jepara)
6. 2008 – 2013 : Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
1. 2005 – 2007 : Pengurus ICF MA Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara
2. 2006 – 2008 : Pengurus Pesantren Darut Ta’lim Bangsri Jepara
3. 2008 – 2009 : Pengurus Asrama Putri Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
4. 2009 – 2011 : Pengurus CSS MORA Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
5. 2009 – 2010 : Pengurus BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
6. 2010 dan 2012 : Anggota Lembaga Tahsin Tahfidz Alquran (LTTQ)
vi
Pengalaman Penelitian
1. 2010 : Pengalaman Belajar Lapangan 1 (PBL 1) menentukan masalah dan
akar masalah kesehatan masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas
Serpong, Kota Tangsel
2. 2011 : Pengalaman Belajar Lapangan 2 (PBL 2) menentukan solusi masalah
kesehatan masyarakat yakni berupa ”Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pencegahan DBD” di Kelurahan Serpong, Kota Tangsel
3. 2011 : Pengalaman penelitian seminar profesi mengenai tanggap darurat
bencana banjir di Kampung Pulo Jakarta
Pengalaman Magang:
2012 : Pengalaman magang tentang Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di PT Pertamina EP Field Cepu Jawa Tengah
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, atas rahmat-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda
Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umatnya untuk senantiasa menapaki jalan
yang diridloi-Nya.
Skripsi merupakan tugas akhir perkuliahan berupa hasil penelitian yang
dilakukan oleh penulis untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima
kasih kepada:
1. Almarhum Bapak dan almarhumah Ibu, keluarga besar Wiro dan Mustam khususnya
Ka ArifQu, Ka AfidQu, De’ JunQu, Mb Anik dan suami, Ka Yong dan Istri, De
Yanto, dan Mbahe yang senantiasa memberikan dukungan, doa dan semangatnya
untuk kebaikan penulis;
2. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan besar
kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi formal ke Perguruan Tinggi;
3. MA Hasyim Asy’ari Bangsri yang telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu dan
memberi kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam program beasiswa ke
Perguruan Tinggi;
4. Ma’had Darut Ta’lim yang telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu agama;
5. Prof. Dr. dr. (hc) M.K. Tadjudin, Sp. And.; selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK);
6. Ibu Febrianti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat dan stafnya;
7. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM, selaku pembimbig I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini;
8. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM. MKes, selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan masukan selama penyusunan skripsi;
viii
9. Penguji skripsi, Ibu Dewi Utami, Ph.D, yang telah membimbing dan memberikan
banyak koreksi dalam penyusunan skripsi;
10. Ibu Fase Badriah, Ph.D, selaku penguji sidang skripsi dan memberikan banyak
koreksi dalam penyusunan skripsi;
11. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK, selaku penguji sidang skripsi dan memberikan
banyak koreksi dalam penyusunan skripsi;
12. Segenap bapak ibu dosen Kesehatan Masyarakat yang telah membagikan ilmu
pengetahuan dan memberikan pengarahannya selama prosesi akademi;
13. Staf Kesehatan Masyarakat dan FKIK yang membantu dalam hal administrasi;
14. Pihak Kecamatan Ciputat Timur;
15. Pihak Kelurahan Se-Kecamatan Ciputat Timur dan Ibu-Ibu kader yang dengan senang
hati telah membatu penulis dalam pengumpulan data;
16. Responden Wanita Bekerja sektor formal se-Kecamatan Ciputat Timur;
17. Sahabat-sahabat senaungan dan seperjuangan Dhevy, Eka, Eca, Mbak Lia, Erni yang
telah membantu dalam pengumpulan data dan sharing ilmu;
18. Untuk para oponen dalam seminar proposal skripsi yang telah bersedia pusing
membaca dan memberi masukan untuk arah skripsi ini;
19. Seseorang di sana yang selalu menghujani penulis dengan semangat juang;
20. Keluarga besar Stoopelth 2008 yang selalu menyemangati dan mengingatkan;
21. Keluarga besar CSS MORA UIN JKT, khusunya Matrix’08;
22. Serta kepada berbagai pihak yang turut mendukung dan membantu atas
terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Maka dari itu, penulis berharap akan
adanya penyusunan yang lebih baik untuk generasi mendatang.
Wallahu a’lam, Semoga bermanfa’at.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Jakarta, Juli 2013
Pratiwi Puji Lestari
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK .................................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ......................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ............................................................................... 7
C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 10
1. Tujuan Umum ................................................................................................ 10
2. Tujuan Khusus ............................................................................................... 10
E. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 11
1. Bagi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur ........................ 11
2. Bagi Peneliti .................................................................................................. 12
F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. .12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Wanita Bekerja ..................................................................................................... 13
B. Definisi Stres Kerja .............................................................................................. 16
C. Stres Kerja Wanita Bekerja .................................................................................. 18
D. Gejala-Gejala Stres Kerja..................................................................................... 21
E. Model Stres Kerja ................................................................................................ 22
1. Cooper dan Davidson (1987) ........................................................................... 22
x
2. Hurrel, dkk. (1988 dalam Munandar, 2008) .................................................... 24
3. Robbins (1998) ................................................................................................ 27
4. Greenberg (2002)............................................................................................. 28
5. National Safety Council (2004) ....................................................................... 29
F. Pengukuran Stres Kerja ........................................................................................ 47
G. Upaya Pengelolaan Stres Kerja ............................................................................ 51
H. Kerangka Teori .................................................................................................... 55
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Penelitian ................................................................................ 57
B. Definisi Operasional ............................................................................................ 59
C. Hipotesis .............................................................................................................. 64
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................................................. 66
B. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................................. 66
C. Populasi dan Sampel ............................................................................................ 66
1. Populasi ........................................................................................................... 66
2. Sampel ............................................................................................................. 66
D. Instrumen Penelitian ............................................................................................ 72
E. Pengumpulan Data ............................................................................................... 75
F. Pengolahan Data .................................................................................................. 76
G. Analisis Data ........................................................................................................ 77
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat ................................................................................................ 79
1. Gambaran Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013 ........................................................... 79
2. Gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ............................................................ 79
3. Gambaran faktor individu pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ............................................................ 83
xi
4. Gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ............................................................ 86
B. Analisis Bivariat ................................................................................................... 88
1. Hubungan antara faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita bekerja
sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 .................... 88
2. Hubungan antara faktor individu dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ............................... 93
3. hubungan antara faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja
sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 .................... 97
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................................... 100
B. Gambaran Stres Kerja pada wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan
Ciputat Timur Tahun 2013 ................................................................................. 100
C. Hubungan antara faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita bekerja
sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 ....................... 106
D. Hubungan antara faktor individu dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.................................. 123
E. Hubungan antara faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.................................. 133
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................................................ 142
B. Saran .................................................................................................................. 144
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
2.1 Berbagai Gejala Kerja Menurut Arden (2002)………………………… ............ .22
2.2 Penyebab Stres Kerja Menurut National Safety Council (2004)…………. ......... 29
2.3 Indikator Perubahan Akibat Stres Kerja……………………………… ............... 49
3.1 Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian…………………… .............. 59
4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Propori
Terhadap Penelitian Terdahulu………………………………………… ............. 68
4.2 Proporsi Jumlah Sampel dari Masing-Masing RW Terpilih ................................ 71
5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja di Wilayah Kecamatan Ciputat
Timur Tahun 2013…………………………………………… ............................ 79
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kurangnya Otonomi Kerja di Wilayah
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………………………… ...................... ..80
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja di Wilayah Kecamatan
Ciputat Timur Tahun 2013…………………… ........................................... ……80
5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Relokasi Pekerjaan di Wilayah Kecamatan
Ciputat Timur Tahun 2013………………………………………………...........80
5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kurangnya Pelatihan di Kecamatan Ciputat
Timur Tahun 2013………………………………………………………………81
5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Karir di Wilayah Kecamatan
Ciputat Timur Tahun 2013……………………………………………………...81
5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan yang Buruk dengan Atasan di
Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………………………….82
5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi di Wilayah
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………………………………………...82
5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa
Pertambahan Gaji di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…...........83
5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pertentangan antara Karir dan Tanggung
Jawab Keluarga di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…………………....83
5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi di Kecamatan
Ciputat Timur Tahun 2013………………………………………………..........84
Nomor Tabel Halaman
xiii
5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kurangnya Penghargaan Kerja di Kecamatan
Ciputat Timur Tahun 2013……………………………………………………...84
5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kejenuhan Kerja di Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2013……………………………………………………………………...85
5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Anak yang Tidak Adekuat di
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………………………………………....85
5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Konflik dengan Rekan Kerja di Kecamatan
Ciputat Timur Tahun 2013……………………………………………………...86
5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Buruknya Kondisi Lingkungan Kerja di
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………………………………………...86
5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Pelecehan Seksual di Kecamatan Ciputat
Timur Tahun 2013……………………………………………………………....87
5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kekerasan Kerja di Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2013……………………………………………………...........................87
5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kemacetan saat Berangkat dan Pulang
Kerja di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………………………....88
5.20 Tabulasi Silang antara Kurangnya Otonomi dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…………….88
5.21 Tabulasi Silang antara Beban Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………................89
5.22 Tabulasi Silang antara Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……..….......90
5.23 Tabulasi Silang antara Pelatihan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor
Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…………………………….90
5.24 Tabulasi Silang antara Perkembangan Karir dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…………....91
5.25 Tabulasi Silang antara Hubungan dengan Atasan dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…………...91
5.26 Tabulasi Silang antara Perkembangan Tekonologi dengan Stres Kerja pada
Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013…..92
xiv
5.27 Tabulasi Silang antara Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji
dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat
Timur Tahun 2013………………………………………………………………93
5.28 Tabulasi Silang antara Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga
dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat
Timur Tahun 2013……………………………………........................................93
5.29 Tabulasi Silang antara Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………..94
5.30 Tabulasi Silang antara Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………..95
5.31 Tabulasi Silang antara Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………………...95
5.32 Tabulasi Silang antara Perawatan Anak dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………………...96
5.33 Tabulasi Silang antara Konflik dengan Rekan Kerja dengan Stres Kerja pada
Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……..96
5.34 Tabulasi Silang antara Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………...97
5.35 Tabulasi Silang antara Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013………...........97
5.36 Tabulasi Silang antara Kekerasan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………………....98
5.37 Tabulasi Silang antara Kemacetan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013……………………....99
xv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987) ............ 1124
2.2 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja ...... 56
3.1 Kerangka Konsep Penelitian .............................................................. 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 2 : Pernyataan Responden dan Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 : Output Olahan Analisis Univariat dan Bivariat
Nomor Gambar Halaman
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi manusia, bekerja merupakan suatu kebutuhan dasar untuk pemenuhan
kebutuhan maupun keinginan, baik bagi pria maupun wanita. Bekerja diartikan
sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dalam
hidupnya (BPS, 2011). Semakin banyak terbukanya peluang kerja yang saat ini
terjadi, tidak menutup kemungkinan masuknya kaum wanita ke dalam dunia kerja.
Salah satu bukti keikutsertaan wanita dalam dunia kerja tersebut terlihat dari
hasil Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 mengenai Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita yakni sebesar 51,76 persen dan pria
sebesar 83,76 persen dari jumlah persentase penduduk yang produktif (15-64 tahun)
(BPS, 2011). Dari angka tersebut terlihat bahwa keterlibatan wanita dalam dunia
kerja cukup tinggi.
Setiap pekerja, baik pria maupun wanita dihadapkan pada berbagai risiko baik
keselamatan maupun kesehatan kerja. Oleh karena itu, setiap pekerja diharuskan
menjaga dirinya masing-masing dari berbagai gangguan keselamatan dan kesehatan
kerja. Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari
perusahaan adalah stres, karena bersifat abstrak (Williams, 1997 dalam Vierdelina,
2008). Dalam penelitiannya, Vierdelina (2008) menyebutkan bahwa pekerja yang
2
mengalami stres dapat menurunkan produktivitasnya sehingga dapat merugikan diri
sendiri, orang lain, lingkungan kerja, dan perusahaan.
Dampak negatif dari stres kerja juga disampaikan oleh Leka S., et al (2003)
yaitu pekerja yang mengalami stres kerja kemungkinan besar mengalami gangguan
kesehatan, buruknya motivasi, berkurangnya produktivitas kerja, dan mengabaikan
keselamatan kerja, sehingga selain dapat merugikan diri pekerja itu sendiri juga
menjadikan organisasi atau perusahaan mengalami kegagalan kompetisi berbisnis.
Adapun menurut penelitian Baker dkk. (1987 dalam Rini, 2002), stres yang
dialami oleh seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh terhadap
serangan penyakit. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang
penyakit karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel kekebalan tubuh. Stres
selain dapat merubah sistem imun, juga berpengaruh terhadap penurunan prestasi
kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan tendensi terjadinya kecelakaan kerja
(Schuller, 1980 dalam Rini, 2002).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Northwestern National Life
menunjukkan bahwa 40% dari tenaga kerja Amerika merasa bahwa pekerjaan
mereka sangat stres (U.S. Departmen of Health and Human Service, 1999 dalam
Fawzy, 2004). Perkiraan kerugian untuk kasus stres yang terjadi di industri U.S pada
tahun 1995 diperkirakan mencapai $13.000 per pekerja disegala profesi setiap tahun
(Bruhn, Chesney, dan Salcido, 1995 dalam Fawzy, 2004).
Clausses (2012) juga menyatakan bahwa stres memiliki dampak negatif bagi
yang mengalaminya diantaranya yakni dapat menyebabkan penyakit kronik jika stres
terjadi terus-menerus, dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, dan
3
gangguan tulang terutama tulang belakang dan ekstremitas, sertas dapat
menyebabkan kecelakaan kerja.
Penelitian Arismunandar (2008) dalam Safaria (2011) terhadap profesi guru di
Sulawesi Selatan, menunjukkan hasil bahwa terdapat 30,27% dari 80.000 guru
mengalami stres kerja berat dimana stres kerja tersebut dapat menurunkan
produktivitas dan kinerja guru dengan cepat.
Secara statistik Health and Safety Executor (2011) memperkirakan total
jumlah kejadian stres kerja pada tahun 2010-2011 di Great Britain adalah sebesar
400.000 dari semua total penyakit akibat kerja sebanyak 1.152.000. Kerugian karena
stres kerja tersebut menjadi alasan mengapa stres kerja perlu diperhatikan (Cooper,
Liukkonen, & Cartwright, 1996 dalam Fawzy, 2004).
Dari peliknya kejadian stres kerja tersebut, menurut Rini (2002) para wanita
yang bekerja mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria, dimana salah
satu faktor tersebut karena wanita yang bekerja menghadapi konflik peran sebagai
wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Kemudian, menurut Nelson & Burke yang
dikutip oleh Schultz dan Shcultz (2006) wanita bekerja mengalami level stres yang
lebih tinggi dibandingkan pria yang bekerja, dimana wanita yang bekerja lebih
sering mengalami beberapa gejala stres seperti sakit kepala, kegelisahan, depresi,
gangguan tidur, dan gangguan makan dibandingkan dengan pria yang bekerja.
Menanggapi kejadian stres tersebut, secara statistik Health and Safety
Executor (2011) memperkirakan total jumlah kejadian stres kerja pada wanita tahun
2010-2011 di Great Britain adalah sebesar 125.000 pekerja wanita dibandingkan
dengan kejadian stres kerja pada pekerja pria yaitu sebesar 86.000 pekerja.
4
Stres kerja tidak terjadi begitu saja, dimana Hurrel, dkk (1988) dalam
Munandar (2008) menyatakan bahwa faktor penyebab stres kerja di pekerjaan
dikelompokkan menjadi faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran individu
dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, dan struktur dan
iklim organisasi. Kemudian menurut Cooper dan Davidson (1987) penyebab stres
kerja dikelompokkan berdasarkan empat area atau lingkungan yakni lingkungan
kerja, rumah, sosial, dan individu.
Pengelompokan tersebut juga dipaparkan oleh Greenberg (2002), yakni faktor
stres kerja yang bersumber pada pekerjaan, karakteristik indvidu, dan luar organisasi.
Sedangkan menurut Robbins (1998), faktor penyebab stres kerja dikelompokkan
menjadi tiga sumber yaitu faktor yang bersumber dari lingkungan, organisasi, dan
individu dimana pengelompokan besar ini serupa dengan pengelompokan penyebab
stres kerja oleh National Safety Council (2004) namun tidak sama dalam
penggolongan faktor-faktor yang lebih rincinya.
Lebih rinci faktor penyebab sres kerja menurut National Safety Council
(2004) tersebut yakni berupa kurangnya otonomi, beban kerja, relokasi pekerjaan,
kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan yang buruk dengan atasan,
perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji,
dan pekerja yang dikorbankan (faktor organisasional), pertentangan antara karir dan
tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja,
kejenuhan kerja, perawatan anak, dan konflik dengan rekan kerja (faktor individu),
buruknya kondisi lingkungan kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja,
kemacetan saat berangkat dan pulang kerja, dan diskriminasi ras (faktor lingkungan).
5
Terkait faktor-faktor stres kerja tersebut, terdapat beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya, diantaranya yakni Saragih (2008) dalam penelitiannya
mengenai kurangnya otonomi kerja terhadap 70 responden, menyebutkan bahwa dari
47,1% responden yang tidak memiliki otonomi dalam melaksanakan tugasnya,
terdapat 54,5% mengalami stres kerja. Selanjutnya dalam hasil penelitian terhadap
hubungan pekerja dengan atasan, Nugrahani (2008) menyebutkan bahwa dari
buruknya hubungan responden dengan atasan atau supervisor terdapat 58,8%
responden mengalami stres kerja sedang. Kemudian Airmayanti (2010), dalam hasil
penelitiannya terhadap 108 sampel disebutkan bahwa dari 19 responden yang
menyatakan beban kerja berat terdapat 73,3% mengalami stres kerja berat dan dari
beban kerja sedang sebesar 57 responden terdapat 59,6% mengalami stres ringan.
Berdasarkan gambaran stres kerja tersebut, peneliti kemudian ingin
melakukan penelitian mengenai stres kerja di Kecamatan Ciputat Timur karena
dilihat dari data ketenagakerjaan Kota Tangerang Selatan tahun 2010 hingga 2011
untuk wanita bekerja mengalami peningkatan, yakni 173.922 wanita bekerja pada
tahun 2010, meningkat menjadi 215.395 orang wanita bekerja pada tahun 2011 (BPS
Kota Tangerang Selatan, 2011). Kemudian berdasarkan data penduduk usia
produktif (15-64 tahun) untuk perempuan, Kecamatan Ciputat Timur berada pada
peringkat ke-empat dari tujuh Kecamatan yakni sebesar 64.807 jiwa dan merupakan
Kecamatan dengan persentase penduduk terpadat di Tangerang Selatan (BPS
Tangsel, 2012).
Kecamatan Ciputat Timur juga merupakan salah satu wilayah yang dekat
dengan Provinsi DKI Jakarta. Pesatnya perkembangan Kecamatan Ciputat Timur
6
karena Kecamatan Ciputat Timur merupakan salah satu daerah penyangga ibukota
Jakarta. Sabagai wilayah perkotaan, pertumbuhan penduduk Kecamatan Ciputat
Timur sangat dinamis, terdiri dari beraneka ragam suku, adat istiadat, budaya, dan
berbagai karakter (BPS Tangsel, 2012).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 15
wanita bekerja di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa 26,7%
responden mengalami stres berat dan 73,3% mengalami stres ringan. Dimana wanita
bekerja yang dimaksud adalah wanita bekerja dalam sektor formal dan yang belum
maupun sudah menikah, dan untuk yang sudah menikah dengan kriteria memiliki
maupun belum memiliki anak.
Adapun sektor formal yang dimaksud adalah suatu bentuk usaha yg memiliki
izin dan terdaftar di kantor pemerintahan (berbadan hukum) dan atas usaha tersebut
dikenakan pajak. Sedangkan sektor informal merupakan suatu bentuk usaha yang
tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak atau
suatu bentuk usaha yang tidak berstatus permanen dan tidak berbadan hukum
(Saparini dan Basri, dalam MenegPP, 2010).
Pembatasan pada pekerjaan sektor formal ini karena sebagaimana menurut
Nimran (1992) dalam Airmayanti (2010) suatu organisasi dalam kaitannya dengan
lingkungan kerja, dimana seseorang bekerja dan menjadi bagian dari hubungan
dengan orang lain, merupakan tempat beradanya sejumlah stres yang penting karena
dalam organisasi seseorang melaksanakan pekerjaan dengan segala sifatnya,
berhubungan dengan orang lain, memimpin dan dipimpin, memainkan satu atau lebih
peran, berinteraksi dengan lingkungan fisik, dengan tempat kerja, dan sebagainya.
7
Berdasarkan kejadian stres berat dan ringan tersebut diketahui bahwa terdapat
faktor-faktor yang diprediksi berhubungan dengan stres kerja yakni berupa
kurangnya otonomi kerja, beban kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan,
perkembangan karir, hubungan yang buruk dengan atasan, perkembangan teknologi,
pertambahan tanggung jawab tanpa pertambahan gaji (faktor organisasional),
pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi,
kurangnya penghargaan kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak, konflik dengan
rekan kerja (faktor individual), buruknya kondisi lingkungan kerja, pelecehan
seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan ketika berangkat dan pulang kerja
(faktor lingkungan).
Oleh karena beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian stres kerja
pada wanita bekerja tersebut cukup banyak dan bervariasi, maka peneliti tertarik
untuk mengangkat hal tersebut sebagai tema penelitian dengan judul penelitian
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor
Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Semakin banyak terbukanya peluang kerja yang saat ini terjadi, tidak menutup
kemungkinan masuknya kaum wanita ke dalam dunia kerja. Dari hasil Susenas BPS
tahun 2010 disebutkan bahwa keikutsertaan wanita dalam dunia kerja adalah sebesar
51,76 persen dan pria sebesar 83,76 persen dari penduduk usia produktif (15-64
tahun) sebesar 65,74 persen (BPS, 2011). Salah satu kenaikan jumlah wanita yang
ikut serta dalam dunia kerja ditunjukkan oleh data ketenagakerjaan Kota Tangerang
8
Selatan tahun 2010 hingga 2011. Tenaga kerja wanita di Kota Tangerang Selatan
mengalami peningkatan yakni 173.922 pekerja pada tahun 2010, meningkat menjadi
215.395 orang pekerja pada tahun 2011 (BPS Kota Tangerang Selatan, 2011).
Meningkatnya jumlah wanita yang terlibat dalam dunia kerja sebagai salah
satu prestasi bagi wanita tersebut, ternyata wanita bekerja dikabarkan memiliki
ancaman cukup serius untuk terkena stres kerja. Berdasarkan data tersebut kemudian
peneliti melakukan studi pendahuluan di Kecamatan Ciputat Timur terhadap 15
responden wanita bekerja dengan hasil 26,7% responden mengalami stres berat dan
73,3% mengalami stres ringan, serta terdapat beberapa faktor yang diduga
berhubungan dengan stres kerja yakni faktor organisasional seperti kurangnya
otonomi kerja, faktor individual seperti pertentangan antara karir dan tanggung
jawab keluarga, dan faktor lingkungan seperti pelecehan seksual di tempat kerja.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti faktor-
faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di
wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah gambaran stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?
2. Bagaimanakah gambaran faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban kerja,
relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan yang
buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan bertambahnya tanggung
9
jawab tanpa pertambahan gaji) pada wanita bekerja sektor formal di Kecamatan
Ciputat Timur tahun 2013?
3. Bagaimanakah gambaran faktor individu (pertentangan antara karir dan tanggung
jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja, kejenuhan
kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan rekan kerja) pada
wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?
4. Bagaimanakah gambaran faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan kerja,
pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan saat berangkat dan
pulang kerja) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat
Timur tahun 2013?
5. Apakah ada hubungan antara faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban
kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan
yang buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan bertambahnya tanggung
jawab tanpa pertambahan gaji) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?
6. Apakah ada hubungan antara faktor individu (pertentangan antara karir dan
tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja,
kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan rekan
kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan
Ciputat Timur tahun 2013?
7. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan
kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan saat berangkat
10
dan pulang kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran stres kerja dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di
wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;
b. Diketahuinya gambaran faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban
kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan
yang buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan bertambahnya
tanggung jawab tanpa pertambahan gaji) pada wanita bekerja sektor formal di
wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;
c. Diketahuinya gambaran faktor individu (pertentangan antara karir dan
tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan
kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan
rekan kerja) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat
Timur tahun 2013;
d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan kerja,
pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan saat berangkat
11
dan pulang kerja) pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan
Ciputat Timur tahun 2013;
e. Diketahuinya hubungan antara faktor organisasional (kurangnya otonomi,
beban kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, perkembangan karir,
hubungan yang buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, dan
bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji) dengan stres kerja pada
wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;
f. Diketahuinya hubungan antara faktor individu (pertentangan antara karir dan
tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan
kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan konflik dengan
rekan kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013;
g. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (buruknya kondisi
lingkungan kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan
saat berangkat dan pulang kerja) dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan yang
bermakna bagi masyarakat Kecamatan Ciputat Timur, khususnya bagi wanita-
wanita yang bekerja agar dapat mengelola stres kerja yang mungkin dialami untuk
menghasilkan output yang bermanfaat.
12
2. Manfaat bagi Peneliti
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan dalam mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan,
khususnya mengenai stres kerja pada pekerja wanita.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa tingkat akhir PSKM UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sebagai syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) dengan waktu
pelaksanaan pada bulan Juli 2012 hingga April 2013 di Kecamatan Ciputat Timur,
dengan responden penelitian yaitu wanita bekerja sektor formal. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang
diperoleh melalui wawancara kepada responden. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan desain studi cross sectional utuk mengetahui gambaran stres kerja
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Wanita Bekerja
1. Definisi Wanita Bekerja dalam Sektor Formal
Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan,
paling sedikit satu jam (tidak terputus) selama seminggu terakhir (BPS, 2011).
Bekerja dalam Sakernas (2008) termasuk status pekerjaan utama yang
dikelompokkan menjadi dua yakni sektor formal dan informal. Adapun pekerja
yang termasuk dalam sektor formal adalah mereka yang bekerja dalam lingkup
berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh atau karyawan. Adapun
sektor informal meliputi berusaha sendiri tanpa bantuan, berusaha dengan dibantu
buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian dan non pertanian, dan pekerja
keluarga atau tidak dibayar (BPS, 2011).
Adapun menurut Breman (1991) dalam Manurung (2000) pekerja sektor
formal adalah pekerja formal sebagai pekerja bergaji atau upah harian dalam
pekerjaan yang permanen seperti dalam perusahaan industri, kantor pemerintahan,
dan perusahaan besar lainnya dengan ciri-ciri meliputi: sejumlah pekerjaan yang
saling berhubungan yakni bagian dari suatu struktur pekerjaan yang terjalin dan
sangat terorganisir, pekerjaan yang secara resmi terdaftar dalam statistik
perekonomian, dan syarat-syarat bekerja yang dilindungi hukum.
14
Adapun sektor formal yang dimaksud adalah suatu bentuk usaha yg
memiliki izin dan terdaftar di kantor pemerintahan (berbadan hukum) dan atas
usaha tersebut dikenakan pajak. Sedangkan sektor informal merupakan suatu
bentuk usaha yang tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak
dikenakan pajak atau suatu bentuk usaha yang tidak berstatus permanen dan tidak
berbadan hukum (Saparini dan Basri, dalam MenegPP, 2010).
MenegPP (2010) menyebutkan bahwa pekerja sektor formal terdiri dari
tenaga professional, teknisi dan sejenisnya, tenaga kemepemimpinan dan
ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan sejenisnya, tenaga usaha penjualan, dan
tenaga usaha jasa.
Berdasarkan keterangan tersebut dapat dinyatakan bahwa wanita bekerja
dalam sektor formal adalah seorang wanita yang beraktifitas dengan menguras
tenaga serta kemampuan dalam sektor formal (misalnya teknisi, buruh pabrik,
tenaga professional seperti dokter, guru, perawat, dan lain sebagainya) yang
dilakukan secara sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menghasilkan uang atau
sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan baik secara langsung maupun
tidak langsung (al-Qarasyi, 2007).
2. Permasalahan Wanita Bekerja
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh wanita bekerja diantaranya
adalah gaji atau upah yang tidak setara dengan pria. Deka (2009) menyebutkan
bahwa meskipun besar upah pokok antara pegawai pria dan wanita sama, namun
komponen tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan dibedakan antara pegawai
wanita dan pria. Seorang pegawai wanita yang berstatus menikah atau lajang, tetap
15
dianggap lajang. Seorang pegawai wanita yang berstatus menikah, tidak
mendapatkan tunjangan untuk suami atau anak melainkan hanya untuk dirinya
sendiri.
International Labour Organization (2008) juga menyatakan bahwa wanita
masih memperoleh upah yang lebih kecil dibandingkan pria, dimana wanita lebih
mendominasi jenis-jenis pekerjaan dengan upah rendah dan kurang terlindungi
serta menjadi mayoritas pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak
tetap dan bahkan tanpa upah.
Persoalan selanjutnya yaitu perkembangan karir. Dalam penelitian Deka
(2009) menyatakan bahwa dibandingkan pria, wanita di sektor publik atau
pekerjaan menghadapi kendala lebih besar untuk mengembangkan karirnya seperti
kenaikan pangkat, posisi, dan jabatan karena masih sangat melekatnya ideologi
patriarkis dalam sebagian besar masyarakat luas.
Selain perkembangan karir, permasalahan lainnya yakni peran ganda, dalam
hal ini wanita yang bekerja berperan sebagai ibu atau istri juga di luar rumah
sebagai wanita bekerja. Pencapaian peran yang tidak seimbang inilah yang
kemudian dapat menimbulkan konflik peran ganda, yang akhirnya menjadi pemicu
stres kerja pada wanita atau ibu yang bekerja (Rini, 2002).
Permasalahan yang sama juga disampaikan Ni‟mah (2009) dalam
penelitiannya yakni di tempat kerja wanita ditempatkan pada posisi sekunder
karena adanya anggapan bahwa wanita lebih pasif dan memiliki intelektual lebih
rendah dibanding pria, selain itu juga wanita dipandang kurang produktif karena
terhalang cuti hamil dan melahirkan.
16
B. Definisi Stres Kerja
Manusia tidak bisa terlepas dari stres dalam kehidupan sehari-harinya, dan
yang menjadi masalah adalah bagaimana hidup beradaptasi dengan stres tanpa harus
menghadapi distres (stres sebagai ancaman) (Hawari, 2001). Menurut Losyk (2005)
setiap orang tidak dapat menghilangkan semua penyebab stres dalam kehidupan,
namun dapat menguranginya untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Losyk
(2005) juga menambahkan bahwa setiap orang tidak dapat terlepas dari semua stres
yang menghadangnya setiap hari, namun dapat mengendalikannya agar stres berada
pada tingkat tertentu dengan dampak negatif tingkat rendah.
Adapun stres yang terjadi pada seseorang berawal dari adanya stressor yang
ditangkap oleh panca inderanya, melalui sistem saraf panca indera kemudian
diteruskan ke susunan saraf pusat otak, yaitu bagian saraf otak yang disebut lymbic
system, melalu neurotransmitter. Selanjutnya rangsangan psikososial tersebut melalui
saraf autonom akan diteruskan ke kelenjar-kelenjar hormonal (endokrin) yang
merupakan sistem imunitas tubuh dan organ-organ tubuh yang dipersarafinya
(Hawari, 2001).
Definisi stres menurut National Safety Council (2004) adalah ketidakmampuan
seseorang dalam mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan
spiritual seseorang yang suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik orang
tersebut.
Lebih rinci lagi, Seyle dalam Munandar (2008) membedakan stres ke dalam
dua bentuk, distres (destruktif) dan eustres (kekuatan positif). Menurutnya, stres
17
diperlukan untuk prestasi yang tinggi. Stres yang meningkat sampai unjuk kerja
mencapai optimalnya merupakan stres yang baik, yang menyenangkan yaitu eustres,
dimana peristiwanya atau situasinya dialami sebagai tantangan yang menantang.
Sedangkan stres menjadi distres ketika peristiwa atau situasi yang dialami sebagai
ancaman yang mencemaskan.
NIOSH dalam Clausses (2012) menambahkan bahwa meskipun stres dalam level
rendah tidak terlalu begitu mengancam, namun situasi stres yang sangat tinggi atau
konstan dapat menimbullkan masalah serius baik masalah kesehatan maupun
keselamatan diantaranya berupa penyakit kronik jika stres terjadi terus-menerus,
dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, dan gangguan tulang terutama
tulang belakang dan ekstremitas, serta dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Selain
itu Soewono (1993) dalam Inayah (2011) menyampaikan stres yang lebih serius
mengakibatkan pekerja mengalami penyimpangan perilaku dan fungsi yang normal
yang pada akhirnya dapat mengganggu kinerjanya.
Adapun stres kerja, Cox, T. (1981 dalam Miller, 2000) mendefinisikannya
sebagai suatu keadaan psikologi yang mewakili ketidakseimbangan atau
ketidakcocokan antara persepsi seseorang terhadap tuntutan-tuntutan atas mereka
(yang berhubungan dengan pekerjaan) dan kemampuan mereka untuk mengatasi
tuntutan-tuntutan tersebut.
Stres kerja adalah bentuk stres yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan, yang
ditandai oleh perubahan dalam diri orang tersebut yang menyebabkan penyimpangan
perilaku dari fungsi yang normal (Soewondo, 1993 dalam Inayani, 2011). Dalam
penelitiannya, Inayani (2011) menyataan bahwa stres tidak selalu berdampak buruk,
18
dimana stres juga memiliki nilai positif dimana stres tersebut dianggap sebagai
tantangan. Adapun stres yang bernilai negatif ia mengatakan, jika stres tersebut
terjadi terlalu berat sehingga dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan, dan dalam dunia kerja stres tersebut dapat mengakibatkan
tenaga kerja mengalami perkembangan berbagai macam jenis gejala stres yang dapat
mengganggu kinerjanya.
Greenberg (2002) memaparkan bahwa stres kerja merupakan stres pada
pekerjaannya yang terjadi pada seseorang. Selanjutnya, Greenberg mendefinisikan
stres kerja sebagai kombinasi antara sumber-sumber stres pada pekerjaan,
karakteristik individual, dan stresor di luar organisasi.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai stress kerja tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa stress kerja merupakan stres yang diakibatkan oleh pekerjaan yang
ditandai dengan perubahan dalam diri seseorang yang menyebabkan penyimpangan
psikologis, perilaku, maupun fisik dari fungsi normal yang dapat merugikan diri
sendiri maupun organisasi.
C. Stres Kerja Wanita Bekerja
Stres kerja dapat terjadi pada pria maupun wanita, dan dari beberapa referensi
disebutkan bahwa stres kerja lebih cenderung dialami oleh wanita. Rini (2002) dalam
penelitiannya memaparkan bahwa para wanita yang bekerja mengalami stres lebih
tinggi dibandingkan dengan pria, dimana salah satu faktor tersebut karena wanita
yang bekerja menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah
tangga. Hal serupa juga disampaikan oleh Cooper dan Davidson dalam Hastjarja
19
(2004) bahwa manager wanita mengalami stres yang lebih besar dikarenakan wanita
mempunyai peran ganda berupa kehidupan karir dan kehidupan rumah tangga.
Menurut Nelson & Burke yang dikutip oleh Schultz dan Shcultz (2006) wanita
bekerja mengalami level stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang
bekerja, dimana wanita yang bekerja lebih sering mengalami beberapa gejala stres
seperti sakit kepala, kegelisahan, depresi, gangguan tidur, dan gangguan makan
dibandingkan dengan pria yang bekerja. Adapun Efendi (2008) dalam penelitiannya
menemukan bahwa terdapat 11 faktor yang menyebabkan stress kerja pada buruh
wanita, yakni desain pekerjaan, lingkungan fisik pekerjaan, sikap atasan, konflik
ditempat kerja, peralatan dan tuntutan peran, formalitas hubungan kerja, aturan,
kepentingan diluar pekerjaan, keluarga, perlakuan diskriminasi, dan kebiasaan.
Adapun Hendrix, Spencer & Gibson (1994 dalam Wirakristama, 2011)
menyebutkan bahwa terdapat beberapa macam stres yang dihadapi oleh wanita:
1. Wanita pekerja juga dipengaruhi oleh sumber stres yang biasanya dihadapi oleh
laki-laki seperti beban kerja yang berlebih, kebosanan kerja, hubungan dengan
pasangan dan anak, dan masalah keuangan.
2. Sumber stres lainnya berasal dari pekerjaan atau luar pekerjaan. Faktor pekerjaan
seperti kebosanan, rendahnya tingkat kekuasaan, dan promosi yang sedikit,
sedangkan faktor di luar pekerjaan seperti peran ganda sebagai istri ataupun ibu
dan sebagai wanita bekerja.
Faktor lain yang mempengaruhi kejadian stres kerja pada wanita lebih tinggi
adalah wanita memiliki karakteristik psikis dan metabolisme biologis yang berbeda
dengan pria. Ahmadi dan Sholeh (2005) dalam Lestarianita (2010) menyebutkan
20
bahwa wanita memiliki karakteristik psikologis yang lebih sensitif daripada pria
seperti cenderung untuk meminta perlindungan, minat tertuju kepada yang bersifat
emosional dan konkrit, berusaha mengikuti dan menyenangkan orang tua, dan bersifat
subjektif.
Adapun metabolisme yang berbeda tersebut diantaranya wanita mengalami
menstruasi, kehamilan, dan bahkan menyusui dimana dengan adanya hal ini wanita
dengan sendirinya dapat mengalami stres psikologis karena pengaruh hormon. Hal
inilah yang akhirnya dapat membuat para wanita bekerja merasa cemas karena
perasaan takut akan mengabaikan pekerjaannya (Ningsih, 2009).
Diantara ketiga hal tersebut yang paling sering dialami wanita adalah
menstruasi dengan siklus setiap bulannya. Menurut Corwin (2009), siklus menstruasi
adalah pematangan dan pelepasan sebuah ovum yang terjadi secara siklik yang
dipengaruhi oleh hormone akibat tidak adanya pembuahan dari sperma. Dari hal
tersebut, kebanyakan wanita mengalami gangguan fisik seperti nyeri yang terjadi
tanpa tanda-tanda infeksi atau penyakit panggul yang biasanya terjadi menjelang,
saat, ataupun sesudah menstruasi, dimana gangguan tersebut dapat mempengaruhi
wanita menjadi sangat tidak berdaya, gangguan tersebut sering disebut dengan
dismenore.
Dismenore merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan
sehari-hari wanita yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya kadar kortisol
dalam darah (Connoly, 2001 dalam Hapsari 2010). Kasdu (2005) dalam Haryani
(2012) menggambarkan gejala dismenore yang dirasakan wanita yaitu nyeri yang
dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul. Oleh karena hampir semua wanita
21
mengalami dismenore sebelum, hari-hari pertama, ataupun selama haid dan sering
kali ditambah rasa mual, hal tersebut dapat memaksa penderita untuk istirahat dan
meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau
beberapa hari, dimana hal ini yang kemudian mempengaruhi stres pada wanita
bekerja lebih tinggi dibandingkan pria bekerja karena adanya ancaman terganggunya
tanggung jawab pekerjaannya (Wiknjosastro, 1999 dalam Haryani, 2012).
Sumber stres kerja lainnya pada wanita menurut Hastjarja (2004) adalah status
pekerjaan. Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan
di suatu unit usaha atau kegiatan. Indikator status pekerjaan pada dasarnya dilihat dari
empat kategori yang berbeda yaitu tenaga kerja dibayar (buruh), pekerja yang
berusaha sendiri, pekerja bebas (bekerja secara serabutan dan tidak terikat), dan
pekerja keluarga (dikenal dengan pekerja tak dibayar) (MenegPP, 2010).
Hastjarja (2004) memaparkan bahwa terdapat perbedaan sumber stres pada
jenis pekerjaan atau status pekerjaan pada wanita bekerja. Dalam penelitiannya
terhadap kelompok clerical, akademik, dan sales, Hastjarja (2004) menyatakan bahwa
sumber stres untuk seorang pekerja clerical banyak disebabkan oleh work overload
dan lack of control, penyebab stres untuk kelompok akademik adalah interpersonal
conflict dan time/effort wasted, sedangkan kelompok sales lebih banyak disebabkan
oleh karena interpersonal conflict dan time/effort wasted. Hal ini dapat diartikan
bahwa jenis pekerjaan tertentu memiliki tingkat dan sumber stres kerja yang berbeda.
D. Gejala-Gejala Stres Kerja
Menurut Arden (2002) gejala stres difragmentasikan ke dalam tiga fragmen,
yakni gejala fisik, psikologis, dan gejala perilaku (tabel 2.1).
22
Tabel 2.1
Berbagai Gejala Stres Kerja Menurut Arden (2002)
Gejala Fisik Gejala Psikologi Gejala Perilaku
1. Sakit kepala
2. Sakit punggung
3. Kehilangan nafsu makan
4. Makan berlebihan
5. Bahu tegang
6. Diare
7. Insomnia
8. Kelelahan
9. Sering flu
10. Gangguan pencernaan
11. Gangguan perut
12. Napas pendek
1. Pesimisme
2. Mudah lupa
3. Kebosanan
4. Ketidaktegasan
5. Ketidaksabaran
6. Pikiran yang kaku
7. Depresi
8. Kecemasan
9. Tidak logis
10. Apati
11. Kesepian
12. Merasa tidak berdaya
13. Ingin melarikan diri
1. Keresahan
2. Mudah marah
3. Sifat suka memerintah
4. Rentan mengalami kecelakaan
5. Isolasi sosial
6. Agresivitas
7. Membela diri
8. Kecurigaan
9. Hygiene yang buruk
10. Tidak memiliki rasa humor
11. Mudah bingung
12. Pekerjaan yang buruk
13. Mangkir kerja
Sumber: Arden (2002)
E. Model Stres Kerja
Stres dapat disebabkan oleh tekanan baik dari lingkungan rumah maupun
lingkungan kerja (Leka S., et al., 2003), berikut merupakan beberapa jenis model
stres kerja atau faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja menurut beberapa ahli:
1. Model Stres Kerja Cooper dan Davidson (1987)
Cooper dan Davidson (1987) membagi model stres kerja ke dalam empat
arena atau lingkup; lingkup kerja, rumah atau keluarga, sosial, dan lingkup
individu.
a. Arena kerja meliputi
1) Faktor intrinsik pekerjaan meliputi kecocokan perorangan/lingkungan dan
kepuasan kerja, peralatan, pelatihan, shift kerja, beban kerja berlebih, beban
kerja kurang, bahaya fisik, dan kepercayaan diri terhadap pekerjaan.
2) Peran dalam organisasi meliputi peran ambigu, konflik peran, tanggung
jawab terhadap orang banyak, batasan-batasan organisasi
23
3) Pengembangan karir meliputi promosi kurang/lebih, kurangnya keamanan
kerja, ketidakpastian status pekerjaan, kepuasan gaji
4) Relasi atau dukungan sosial meliputi kolega, atasan, dan bawahan
5) Iklim dan struktur organisasi meliputi politik, konsultasi/komunikasi,
keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, perilaku terbatas, kekakuan
dalam bidang politik, hal-hal lain yang berpengaruh.
b. Arena rumah meliputi dinamika keluarga, status perkawinan, dukungan dari
pasangan atau teman dekat, hubungan dengan anak, perhatian keluarga terhadap
keselamatan, lingkungan tempat tinggal, masalah keuangan, bentuk
pengembangan.
c. Arena sosial meliputi alienasi dan anomi, iklim, diet, dan lain-lain, frekuensi
perpindahan, mengemudi, kehidupan urban vs rural, latihan, olah raga, hobi,
aktivitas dan kontak sosial.
d. Arena individu meliputi gen riwayat hidup, demografi (misalnya umur,
pendidikan, agama, kebangsaan atau ras), kemampuan menghadapi stres,
kepribadian tipe A, extraversi vs intervensi, neurosis, peristiwa kehidupan, dan
lain-lain.
Dari keempat arena tersebut dapat menimbulkan stress outcome diantaranya
ketidakpuasan kerja, konsumsi alkohol, merokok, perceraian, penggunaan narkoba,
obesitas dan diet, penyakit jantung koroner, hipertensi, migrain, asma, sakit fisik
dan mental, dan kecelakaan.
24
Stres kerja tersebut dapat timbul ketika stresor-stresor tersebut saling terkait
dan mempengaruhi sehingga menghasilkan suatu gejala-gejala yang bisa diamati
melalui perubahan fisik, emosi, dan perilaku (gambar 2.1):
2. Model Stres Kerja Hurrel, dkk. (1988 dalam Munandar, 2008)
a. Faktor-Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan yang terbagi dalam tuntutan fisik dan
tuntutan tugas
1) Tuntutan Fisik, meliputi kebisingan, vibrasi, dan hygiene.
Bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada
alat pendengaran, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan
peningkatan kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis sehingga
memudahkan timbulnya kecelakaan (Munandar, 2008). Untuk vibrasi, dari
hasil penelitian Sutherland dan Cooper (1986) dalam Munandar (2008)
disebutkan bahwa kondisi kerja yang tidak menyenangkan karena adanya
getaran dinilai sebagai pembangkit stres oleh 37% dari pekerja.
Gambar 2.1 Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987)
Arena Kerja
Arena Rumah Arena Sosial
Arena Individu
Arena manifestasi
25
Selain bising, lingkungan yang kotor dan tidak sehat juga merupakan
pembangkit stres dimana dalam hal ini Munandar (2008) menyampaikan
bahwa lingkungan yang kotor, berdebu, akomodasi pada waktu istirahat dan
toilet yang kurang baik merupakan faktor tinggi pembangkit stres.
2) Tuntutan Tugas, meliputi kerja shift, beban kerja, dan paparan dari risiko dan
bahaya.
Penelitian dari Monk & Tepas (1985) dalam Munandar (2008)
menunjukkan bahwa kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para
pekerja pabrik. Kemudian, beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu
sedikit baik kuantitatif maupun kualitatif merupakan pembangkit stres. Selain
kerja shift dan beban kerja, risiko dan bahaya yang dihubungkan dengan
jabatan tertentu merupakan sumber dari stres (Munandar, 2008).
b. Peran Individu dalam Organisasi
1) Konflik Peran
Konflik peran yang dimaksud salah satunya ditandai dengan
pertentangan antara tugas-tugas yang harus dilakukan seseorang dan
tanggung jawab yang dimiliki. Menurut Kiev dan Kohn (1979 dalam
Munandar, 2008) konflik peran merupakan salah satu sumber stres utama
pada para manajer puncak dan menengah.
2) Ambiguitas Peran
Ambiguitas peran yang dimaksud adalah jika seorang tenaga kerja tidak
memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya. Salah satu
26
faktor yang menimbulkan ambiguitas peran adalah ketidakjelasan dari
sasaran-sasaran kerja (Munandar, 2008).
Dalam hal ini Kahn, dkk. (1964 dalam Munandar, 2008) mengatakan
bahwa stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah ke
ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa diri tidak
berguna, rasa harga diri yang menurun, depresi, motivasi rendah untuk
bekerja, tekanan darah dan tekanan nadi, dan kecenderungan untuk
meninggalkan pekerjaan.
c. Pengembangan Karir
1) Ketidakpastian Pekerjaan
Pekerjaan seseorang dianggap tidak dibutuhkan lagi merupakan hal yang
wajar dalam kehidupan kerja. Dari sana timbul kegiatan reorganisasi yang
bertujuan untuk tetap berjalannya usaha. Setiap reorganisasi inilah dapat
menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang
potensial (Munandar, 2008).
2) Promosi Berlebih dan Kurang
Promosi dapat merupakan sumber dari stres, jika peristiwa tersebut
dirasakan seseorang sebagai perubahan drastis yang mendadak sedangkan
orang tersebut belum siap menerima (Munandar, 2008).
d. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan dalam pekerjaan yang mengacu pada timbulnya stres adalah
lebih pada hubungan yang tidak baik dalam pekerjaan.
27
e. Struktur dan Iklim Organisasi
Menurut Munandar (2008) kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang
negatif. Dari hal tersebut, faktor stres yang dikenali terpusat pada sejauh mana
tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dalam urusan pekerjaan dan pada
support sosial.
3. Model Stres Kerja Menurut Robbins (1998)
Terdapat tiga sumber potensial pencetus stres kerja menurut Robbins
(1998), yakni sumber dari lingkungan, organisasi, dan individu.
a. Faktor stres kerja yang bersumber dari lingkungan
Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain struktural organisasi dan
juga dapat mempengaruhi tingkatan stres diantara para pekerja dalam organisasi
tersebut. Faktor lingkungan sebagai pemicu stres kerja tersebut berupa
ketidakpastian ekonomi, politik, dan ketidakpastian teknologi.
b. Faktor stres kerja yang bersumber dari organisasi
Faktor organisasi ini meliputi tuntutan pekerjaan (misalkan bentuk
pekerjaan, kondisi bekerja, dan tempat kerja), tuntutan peran (meliputi konflik
peran, peran berlebihan, dan peran ambigu), tuntutan interpersonal merupakan
suatu bentuk tekanan dari pekerja lain (misalnya hilangnya dukungan sosial dan
buruknya hubungan interpersonal), struktur organisasional yang membedakan
jabatan organisasi, derajat peraturan, dan pembuatan keputusan, kepemimpinan
organisasi, dan taraf kehidupan organisasi (misalkan taraf pendirian organisasi
dan kemunduran merupakan hal yang stressfull).
28
c. Faktor stres kerja yang bersumber dari individu
Faktor individu meliputi permasalahan keluarga, masalah ekonomi
pribadi, dan karakteristik kepribadian. Permasalahan dalam keluarga seperti
hubungan tidak baik dengan anak dan pasangan, serta perceraian dapat
mempengaruhi stres seseorang dalam pekerjaannya. Kemudian permasalahan
ekonomi seseorang seperti banyaknya kebutuhan dibandingkan dengan
pendapatan yang diperoleh. Adapun karakteristik kepribadian seperti ekspresi
gejala stres kerja.
4. Model Stres Kerja Menurut Greenberg (2002)
a. Faktor stres kerja yang bersumber pada pekerjaan:
1) Sumber intrinsik pada pekerjaan yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat
sedikit menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja
yang menekan, risiko atau bahaya fisik.
2) Peran di dalam organisasi, yaitu meliputi peran yang ambigu, konflik peran,
tanggung jawab kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi baik
secara internal maupun eksternal.
3) Perkembangan karir, yaitu meliputi promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau
penurunan tingkat, tingkat keamanan kerja yang kurang, ambisis
perkembangan karir yang mengalami hambatan.
4) Hubungan relasi di tempat kerja, meliputi kurangnya hubungan relasi dengan
pimpinan, rekan sekerja, atau dengan bawahan, serta kesulitan dalam
mendelegasikan tanggung jawab.
29
5) Struktur organisasi dan iklim kerja, meliputi terlalu sedikitnya atau bahkan
tidak ada keikutsertaan dalam pembuatan keputusan, hambatan dalam
perilaku, politik di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi.
b. Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu, meliputi tingkat
kecemasan, tingkat neurotisme individu, toleransi terhadap hal yang tidak jelas,
dan pola tingkah laku tipe A
c. Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi, meliputi masalah-masalah
dalam keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan, dan kesulitan secara
finansial.
5. Model stres Kerja menurut National Safety Council (2004)
National Safety Council (2004) mengelompokkan penyebab stres kerja ke
dalam tiga kategori besar yakni penyebab organisasional, individu, dan lingkungan
(tabel 2.2).
Tabel 2.2
Penyebab Stres Kerja Menurut National Safety Council (2004)
Penyebab Organisasional Penyebab Individu Penyebab
Lingkungan
1. Kurangnya otonomi
2. Beban kerja
3. Relokasi pekerjaan
4. Kurangnya pelatihan
5. Perkembangan karir
6. Hubungan yang buruk dengan
majikan
7. Perkembangan teknologi
8. Bertambahnya tanggung jawab
tanpa pertambahan gaji
9. Pekerja dikorbankan
1. Pertentangan antara karir
dan tanggung jawab
keluarga
2. Ketidakpastian ekonomi
3. Kurangnya penghargaan
kerja
4. Kejenuhan kerja
5. Perawatan anak yang
tidak adekuat
6. Konflik dengan rekan
kerja
1. Buruknya kondisi
lingkungan kerja
2. Diskriminasi ras
3. Pelecehan seksual
4. Kekerasan di
tempat kerja
5. Kemacetan saat
pergi dan pulang
kerja
Sumber: National Safety Council (2004)
30
a. Penyebab Organisasional
1) Kurangnya otonomi kerja
Kurangnya otonomi merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja
(NSC, 2004). Dalam hal ini Seyle dalam Arden (2002) menyatakan bahwa
keadaan stres tergantung pada individu itu sendiri, apakah dirasakan sebagai
stres atau tidak atau apakah stres kerja tersebut dirasakan sebagai ancaman
atau sebagai tantangan.
Otonomi diartikan sebagai kemandirian pekerja dalam menjalankan
tugasnya serta tidak membutuhkan pengawasan ketat dari atasannya.
Tuntutan tugas merupakan faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
seseorang yang meliputi desain pekerjaan individu (otonomi, berbagai tugas,
tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. Semakin banyak
ketergantungan antara tugas-tugas seseorang dengan tugas lainnya, maka hal
tersebut memiliki potensi terhadap timbulnya stres, sedangkan dengan
adanya otonomi, memiliki kecenderungan dapat mengurangi stres (Robbins,
1998).
Menurut Kauffeld (2006) dalam Saragih (2007), dengan adanya desain
pekerjaan yang memberikan otonomi kerja yang tinggi menjadikan kreatifitas
dan kompetensi karyawan meningkat. Dalam hal otonomi kerja ini, Saragih
(2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
kemandirian perawat dalam bertugas dengan kejadian stres. Dalam hasil
penelitiannya disebutkan bahwa responden yang tidak mandiri dalam
melaksanakan tugasnya cenderung mengalami stres kerja.
31
2) Beban Kerja (beban kerja berlebih maupun terlalu sedikit kuantitatif dan
kualitatif)
Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja sebagai
akibat pekerjaan yang dilakukan olehnya. Pengaruh beban kerja cukup
dominan terhadap kinerja sumber daya manusia tetapi dapat juga
menimbulkan efek negatif terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
(SNI 7269, 2009).
Timbulnya beban kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif adalah
sebagai akibat dari tugas-tugas yang diberikan kepada tenaga kerja dan
dirasakan oleh tenaga kerja sebagai beban kerja yang terlalu banyak atau
sedikit untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Sedangkan beban kerja
berlebih atau terlalu sedikit kualitatif timbul, jika orang merasa tidak mampu
untuk melakukan suatu tugas, atau suatu tugas tidak menggunakan
keterampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja (Munandar, 2008).
Davis dan Newstrom (1989) dalam Margiati (1999) juga menyatakan
bahwa banyaknya tugas akan menjadi sumber stres apabila tidak sebanding
dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi
pekerja tersebut. Dalam hal ini, Airmayanti (2010) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara beban kerja dengan stres kerja yang
dialami oleh responden penelitiannya. Selanjutnya, untuk beban kerja
kuantitatif Nugrahani (2008) memaparkan bahwa terdapat hubungan antara
beban kerja kuantitatif dengan tingkat stres kerja, yakni semakin pekerja
32
merasa bahwa beban kerjanya berlebih secara kuantitatif, maka tingkat stres
yang dialami akan semakin berat dan sebaliknya.
Rohman (2010) dalam penelitiannya memaparkan bahwa beban yang
dimaksud adalah beban bagi semua umat Islam untuk menjalankan ibadah
termasuk bekerja yang harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan.
Rohman menjelaskan bahwa beban yang harus dilakukan tersebut akan
menimbulkan stres kerja karena adanya tekanan. Hal tersebut berdasar pada
firman Allah yang artinya “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya….” (QS. Al Baqarah 286).
Beban kerja selain dapat dinilai berdasarkan persepsi seseorang, juga
dapat dinilai berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan akibat aktivitas
yang dilakukan selama seseorang tersebut bekerja, diantaranya kegiatan
duduk akan menghabiskan 0,3 kcal/menit, berdiri sebesar 0,6 kcal/menit,
berjalan 2-3 kcal/menit. Total skor yang diperoleh dari penilaian beban fisik
terhadap aktivitas yang dikerjakan pekerja tersebut kemudian dikategorikan
menjadi beban kerja ringan yaitu dengan pengeluaran kalori sampai dengan
200 kcal/jam), beban kerja sedang (200–350 Kcal/jam), dan beban kerja berat
(> 350 kcal/jam) (ACGIH, 1992 dalam Dowell dan Tapp, 2007).
Standar penilaian beban kerja yang sama juga berlaku di Indonesia
yakni dilakukan melalui penilaian beban kerja berdasarkan tingkat kebutuhan
kalori menurut pengeluaran energi yaitu dengan mengukur berat badan,
33
megamati aktivitas, dan meghitung kebutuhan kalori berdasarkan
pengeluaran energi tenaga kerja tersebut sesuai tabel perhitungan beban
kerja, misalnya menulis dengan posisi duduk dapat mengeluarkan kalori
sebesar 0,6 kkal/jam dan berdiri sebesar 0,9 kkal/jam. Total skor kemudian
dikategorikan menjadi kerja ringan (100 kkal/jam – 200 kkal/jam), sedang
(200 kkal – 350 kkal/jam), dan berat (>350 kkal/jam – 500 kkal/jam) (SNI
7269, 2009).
3) Relokasi pekerjaan
Relokasi pekerjaan dapat diartikan sebagai pemindahan suatu
pekerjaan dari tempat kerja lama menuju tempat kerja baru dengan tanggung
jawab sama atau berubah (Ghufroni, 2010). Kemudian menurut
Sastrohadiwiryo (2002 dalam Zaini, 2012) relokasi atau mutasi adalah
kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan
fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi
tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh
kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang
semaksimal mungkin kepada perusahaan.
Berbeda dengan Zaini (2012), hasil penelitian Saragih (2008)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara mutasi kerja
dengan stres kerja pada pekerja (perawat yang bekerja di ruang rawat inap
RSUD Porsea) yaitu terdapat 55,9% responden yang stres dari 48,6%
responden yang mengalami mutasi tidak sesuai.
34
Mobley (1986) dalam Purwanti (2008) juga memaparkan bahwa
pemindahan kerja yang tidak sesuai dapat menimbulkan dampak negatif
diantaranya menimbulkan stres bagi pekeja, mengurangi konsensus dalam
kelompok, dan mengakibatkan komunikasi kurang akurat.
4) Kurangnya Pelatihan
Pelatihan kerja merupakan keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan
keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan
(UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003).
Menurut Notoadmodjo (1989) tujuan pokok dari setiap training
(pelatihan) adalah untuk merubah kemampuan seseorang yang ditunjukkan di
dalam melaksanakan pekerjaannya, sedangkan kebijaksanaan umum suatu
pelatihan adalah agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik
dan efektif, serta menyiapkan mereka untuk dapat mengembangkan
selanjutnya.
Tujuan tersebut tidak tercapai jika pelatihan yang diberikan kepada
pekerja kurang, dimana menurut Denny (2011), kurangnya pelatihan bagi
pekerja akan dapat menyebabkan stres kerja. Denny (2011) memaparkan
bahwa salah satu penyebab stres terbesar adalah kurangnya pelatihan atau
skenario penempatan yang tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Orang yang ditempatkan tidak sesuai dengan pelatihan mereka atau
kualifikasinya tidak tepat akan sulit untuk mengatasi situasi. Kemudian
35
kepercayaan diri orang tersebut hilang secara dramatis sehingga
menyebabkan stres.
5) Perkembangan karir (promosi yang kurang dan lebih)
Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak
mengijinkan maupun karena mungkin dilupakan, dapat merupakan
pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya mendapat
promosi. Begitu pula untuk promosi berlebih, dimana tenaga kerja merasa
terlalu dini untuk dipromosikan sedangkan ia belum siap dituntut untuk
berpengetahuan dan berketrampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya, hal
tersebut juga dapat memicu stres kerja (Munandar, 2008).
Mengenai hal ini, Nugraha (2013) dalam hasil penelitiannya
menyampaikan bahwa terdapat hubungan antara pengembangan karir dan
stres kerja pada pekerja. Namun berbeda dengan Zainiyah (2012) yang
menyampaikan bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan pekerja
manufacturing di Semarang.
6) Hubungan yang buruk dengan majikan
Hubungan yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah, dan minat
yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Perilaku yang
kurang toleransi oleh atasan dapat memicu timbulnya tekanan kerja bagi para
pekerja yang kemudian dapat menimbulkan stres bagi pekerja (Munandar,
2008). Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Cristian (2005) dalam
36
Purwanti (2008), hubungan antara pekerja dengan atasan yang sering
menimbulkan konflik merupakan penyebab stres kerja di tempat kerja.
Berdasarkan hal tersebut, Airmayanti (2010) menyampaikan bahwa
responden dengan hubungan interpersonal yang buruk sebagian besar
mengalami stres kerja berat, sedangkan respoden dengan hubungan
interpersonal yang baik sebagian besar mengalami stres kerja ringan.
Pernyataan tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian Nugrahani
(2008) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara supervisor
(majikan atau atasan) terhadap tingkat stres yang dialami pekerja; yakni
semakin pekerja merasa belum puas denga hubungannya dengan atasan
(hubungan buruk) maka tingkat stres yang dialami akan semakin berat.
7) Perkembangan teknologi
Ketidakpastian teknologi ditandai dengan perubahan inovasi teknologi
yang sangat pesat. Pesatnya inovasi teknologi yang menuntut pekerja untuk
dapat menguasainya dalam waktu singkat dan dengan pengalaman minim
merupakan faktor pembangkit stres kerja bagi pekerja (Robbins, 1998).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Siagian (2004) dalam Henni
(2007), stres merupakan interaksi seseorang dengan lingkungannya dengan
ciri ketegangan emosional yang mempengaruhi fisik dan mental seseorang,
dimana salah satu faktor yang menyebabkannya yakni faktor lingkungan
berupa ketidakpastian ekonomi dan perkembangan teknologi.
37
8) Bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji.
Menurut Greenberg (2002) faktor-faktor yang secara khusus dianggap
berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap pekerjaan adalah gaji dan
kondisi tempat kerja. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Cooper
dan Davidson (1987) dalam Miller (2000) yaitu kepuasan terhadap
pembayaran (dalam dunia usaha dapat diartikan sebagai gaji) merupakan
faktor yang berhubungan dengan stres kerja.
Untuk hal ini, Nugrahani (2008) menyebutkan bahwa terdapat
hubungan antara kepuasan terhadap gaji dengan tingkat stres yang dialami
pekerja, yakni semakin pekerja merasa belum puas terhadap gajinya, maka
tingkat stres yang dialami akan semakin berat dan begitu pula sebaliknya.
Siswanti (2004) juga meneliti hubungan pemberian gaji dengan stres
kerja, hasil statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
kepuasan pemberian gaji dengan stres kerja. Namun, berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Airmayanti (2010) disebutkan bahwa
pengembangan karir berupa pemberian gaji bukan termasuk faktor yang
mempengaruhi stres kerja.
b. Penyebab Individu
1) Pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga
Peran merupakan bagian yang dimainkan individu pada setiap keadaan
dan cara tingkah lakunya untuk menyelaraskan diri dengan keadaan (Davis
dan Newstrom, 1996 dalam Indriyani, 2009). Wanita bekerja menghadapi
situasi rumit yang menempatkan posisi mereka di antara kepentingan
38
keluarga dan kebutuhan untuk bekerja. Konflik peran ganda muncul apabila
wanita merasakan ketegangan antara peran pekerjaan dengan peran keluarga
(Greenhaus dan Beutell, 1985 dalam Indriyani, 2009).
Pertentangan pekerjaan-keluarga didefinisikan oleh Greenhaus dan
Beutell (1985) dalam Indriyani (2009) sebagai bentuk konflik peran dimana
tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan
dalam beberapa hal.
Indriyani (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa konflik
pekerjaan-keluarga berpengaruh signifikan terhadap terjadinya stress kerja
pada pekerja (perawat rumah sakit), dimana pertentangan ini cenderung
mengarah pada stress kerja karena ketika urusan pekerjaan mencampuri
kehidupan keluarga, tekanan sering kali terjadi pada individu untuk
mengurangi waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan dan menyediakan lebih
banyak waktu untuk keluarga. Adapun faktor penting yang dapat mengurangi
dilema antara keluarga dan pekerjaan bagi wanita menurut Suriyasam dalam
Almasitoh (2011) adalah adanya dukungan suami dan anggota keluarga.
2) Ketidakpastian ekonomi
Ketika keadaan ekonomi berubah, kekhawatiran orang mengenai
keamanannya akan meningkat (Robbins, 1998). Kemudian, ketidakpastian
ekonomi ini mengancam timbulnya kemiskinan, sehingga kemiskinan dalam
hal ekonomi keuangan dianggap membuat sangat stres bagi keluarga
khususnya individu itu sendiri (Belton dan Santor, 2011).
39
Dalam hal ini Islam mengenalkan stres di dalam kehidupan sebagai
cobaan (Yuwono, 2010). Allah SWT berfirman di dalam Al Qur‟an yang
artinya “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Albaqarah,
155). Datangnya cobaan kepada diri seseorang tersebutlah yang akan
dirasakan sebagai suatu stres (tekanan) dalam diri, beberapa indikator stres
tersebut diantaranya ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta atau
seseorang mengalami ketidakpastian ekonomi.
Kemudian, dalam surat al Baqarah ayat 10 yang artinya “Dalam hati
mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka
siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” Kondisi stres dan gangguan
psikologis yang mengikuti manusia disebut sebagai penyakit hati dimana hal
ini dapat menjadikan seseorang merasa terancam sesuatu yang sebenarnya
dapat dihindari (Yuwono, 2010).
3) Kurangnya penghargaan kerja
Penghargaan kerja merupakan pemberian oleh instansi kerja yang
dimaksudkan untuk menghargai jasa atau prestasi responden yang dirasa
kurang oleh responden (Moenir,1983). Mengenai kurangnya penghargaan
kerja ini, Swee, dkk. (2007) menyebutkan bahwa faktor stres kerja yang
bermakna secara statistik adalah kurangnya penghargaan kerja, terlalu fokus
pada kualitas kerja, beban kerja yang berat, dan masa kerja yang panjang,
40
yakni dari 13 responden yang kurang dalam mendapat penghargaan kerja
terdapat 11 responden mengalami stres.
Adapun salah satu upaya untuk mencegah stres kerja tersebut menurut
Noviandri (2007) adalah dengan memberikan penghargaan yang sesuai
kepada pekerja.
4) Kejenuhan kerja
Gejala khusus dari kejenuhan kerja ini berupa kebosanan, depresi,
pesimisme, kurang konsentrasi, kualitas kerja buruk, ketidakpuasan, absen,
dan kesakitan atau sakit. Kejenuhan kerja cukup berpotensi untuk
menyebabkan keletihan kerja sehingga pekerja merasa bahwa dirinya hanya
memiliki sedikit kontrol terhadap faktor-faktor di tempat kerja atau bahkan
tidak memiliki kontrol sama sekali. Dari gambaran inilah mengapa kejenuhan
kerja dapat menjadi faktor pencetus stres kerja (National Safety Council,
2004).
Rahmawati (2007) dalam penelitiannya menambahkan lagi, pola sikap
yang menandakan kebosanan kerja diantaranya adalah pembolosan,
keterlambatan, perubahan kerja yang banyak, perdebatan dan bahkan
kekerasan fisik. Kebosanan dalam bekerja merupakan manifestasi dari stres
kerja yang menyebabkan produktivitas kerja menurun, adanya ketidakpuasan
kerja, kurang motivasi, hilangnya gairah kerja (burnout), angka absen yang
meningkat (Prihantini, 2000 dalam Rahmawati, 2007).
Hasil penelitian Saragih (2008) mengenai kejenuhan kerja terhadap
stres kerja pada perawat, memaparkan bahwa terdapat hubungan yang
41
bermakna antara kejehuhan dalam bekerja dengan kejadian stres kerja pada
responden penelitiannya.
5) Perawatan anak
Sebagaimana Wilson dan Corlett (1992 dalam Wulayani dan
Sudiajeng, 2006) menyebutkan bahwa terdapat tiga hal yang dapat memicu
timbulnya stres kerja yakni pekerja dihadapkan pada tuntutan yang tidak
sesuai dengan kemampuannya, pekerja mempunyai keterbatasan dalam
mengatasi masalahnya, dan kurangnya dukungan dari kolega, penyelia,
teman atau keluarga termasuk kurangnya perawatan untuk anak. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wulayani dan Sudiajeng (2006) terhadap
faktor-faktor yang memicu timbulnya stres kerja pada wanita Bali yang
bekerja terdapat tiga faktor yang sangat berpengaruh yaitu adat, pengasuhan
anak, dan bantuan pekerjaan rumah tangga.
Menurut Wulayani dan Sudiajeng (2006) wanita bekerja yang
mengalami permasalahan dalam pengasuhan anak adalah para wanita bekerja
yang memiliki anak masih kecil. Semakin kecil usia anak maka semakin
tinggi tingkat stres yang dialami, terutama ketika anak tersebut sakit. Dari
sini jelas bahwa salah satu faktor yang memicu stres kerja adalah pengasuhan
terhadap anak yang dirasa kurang atau tidak adekuat.
Pernyataan serupa juga disebutkan oleh Rahmah (2012), dalam
penelitiannya Rahma menyebutkan bahwa stres kerja yang terjadi pada
wanita bekerja selain dipicu oleh kurangnya istirahat akibat besarnya
tanggung jawab keluarga dan pekerjaan, juga disebabkan oleh kecemasan
42
akan efek negatif terhadap berkurangnya kesempatan atau kemampuan untuk
membina keluarga ideal dan terhadap perkembangan anak akibat pengasuhan
yang tidak adekuat.
Anak-anak adalah termasuk anugerah sekaligus cobaan yang diberikan
Allah dan ketika seseorang merasa kurang dalam mengasuh buah hatinya
akan dapat menimbulkan stres atau tekanan tersendiri, sebagimana firman
Allah yang artinya “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)” (QS. Ali „Imran, 14).
6) Konflik dengan rekan kerja
Salah satu faktor pencetus stres kerja adalah konflik dengan rekan
kerja (NSC, 2004) dimana dalam hal ini Robbins (1998) menggolongkannya
pada faktor tuntutan antar pribadi dalam pekerjaan. Dalam hal ini, Putri
(2011) menggolongkan faktor tersebut ke dalam dukungan sosial dimana jika
hubungan tersebut buruk maka akan dapat menyebabkan stres. Dalam hasil
penelitiannya, Putri menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang
sangat signifikan antara dukungan sosial dengan stres kerja. Hal serupa juga
disampaikan oleh Margiati (1999) yakni pekerja yang tidak memperoleh
dukungan sosial dari rekan kerjanya termasuk terjadinya konflik akan
cenderung terkena stres.
43
Pernyataan yang sama selanjutnya juga disampaikan oleh Almasitoh
(2011) dimana dalam penelitiannya disebutkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara dukungan sosial dan stres kerja, yakni jika responden
memiliki dukungan sosial yang rendah dari rekan kerjanya maka tingkat stres
kerja yang dialami responden tinggi, dan sebaliknya jika dukungan sosial
yang tinggi dari rekan kerja, maka tingkat stres kerja yang dialami responden
rendah.
Mengenai hal ini, Rook (dalam Masitoh, 2011) mengemukakan bahwa
dukungan yang diperoleh dari rekan kerja dapat mengurangi efek-efek dari
stres yang merugikan serta mampu menciptakan rasa nyaman dan ketenangan
dalam bekerja. Hal senada juga disampaiakan oleh Qomari (2007) yakni
salah satu strategi yang diterapkan oleh wanita yang bekerja untuk mengelola
stres kerja adalah dengan memelihara hubungan baik dengan rekan-rekan
kerja di sekelilingnya agar tetap bersemangat dalam bekerja.
c. Penyebab Lingkungan
1) Buruknya kondisi lingkungan kerja
Kondisi lingkungan fisik menurut Irawan (2010) dapat berupa suhu
yang telalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, lingkungan
kerja kotor atau kebersihannya kurang, dan lain sebagainya. Ruangan yang
terlalu panas (dapat berarti juga sirkulasi) menyebabkan ketidaknyamanan
seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu
dingin. Di samping itu, kebisingan juga memberikan pengaruh yang cukup
44
besar terhadap munculnya stres kerja karena beberapa orang lebih sensitif
pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Irawan, 2010).
Dalam penelitiannya, Harrianto (2007) menambahkan kondisi fisik
lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya stres kerja, diantaranya
adalah tempat kerja yang sunyi atau terpencil dimana pekerja tidak memiliki
kesempatan berkomunikasi dengan orang lain selama kerjanya, tempat kerja
yang jauh atau sulit dijangkua, dan adanya paparan fisik maupun zat kimiawi.
Buruknya kondisi lingkungan yang akhirnya dapat menimbulkan stres
kerja bagi pekerja ini dibuktikan oleh Nugrahani (2008) yang menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara buruknya lingkungan kerja yang meliputi
adanya hubungan temperatur (tempat kerja terlalu panas) dan kebisingan
dengan tingkat stres kerja yang dialami para pekerja. Pernyataan tersebut
juga sejalan dengan penelitian Suliso (2012), disebutkan bahwa lingkungan
kerja fisik secara simultan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stres
kerja karyawan dengan kontribusi sebesar 65,7% dibandingkan dengan faktor
lainnya, yakni lingkungan kerja yang buruk termasuk faktor yang
mempengaruhi stres kerja.
2) Diskriminasi ras
Di beberapa Negara lain, diskriminasi ras merupakan hal yang masih
diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari, berbeda dengan Indonesia, sesuai
dengan Undang-Undang no. 40 tahun 2008 diskriminasi ras dan etnis telah
dihapuskan karena tidak sesuai dengan fitrah manusia dimana dalam
Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa umat manusia berkedudukan
45
sama di hadapan Tuhan dan umat manusia dilahirkan dengan martabat dan
hak-hak yang sama tanpa perbedaan apapun, baik ras maupun etnik.
3) Pelecehan seksual
Pelecehan seksual ini berupa kontak atau komunikasi yang
berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak
diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti
memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya
sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak
pada konteksnya.
Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres
kerja adalah perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis dan
janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.
Stres akibat pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat
kesadaran warga terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi, namun
tidak ada undang-undang yang melindungmya (Baron and Greenberg dalam
Irawan, 2010).
Adheswary (2012) dalam penelitiannya menyatakan beberapa dampak
negatif dari pelecehan seksual yang dapat menyebabkan stres meliputi faktor
psikologis dapat berupa marah, stres, ketakutan, frustasi, rasa tidak berdaya,
anti sosial, kehilangan rasa percaya diri, dan merasa berdosa atau merasa
dirinya sebagai penyebab terjadinya kasus pelecehan seksual. Dampak
lainnya ditinjau dari faktor kesehatan diantaranya yakni mengalami gangguan
46
fisik seperti gangguan perut, nyeri tulang belakang, gangguan makan,
gangguan tidur, rasa cemas, dan mudah marah.
4) Kekerasan di tempat kerja
Newstorm & Davis, 1997 (dalam Harsanti, 2009) menyatakan bahwa
terdapat jutaan pekerja menjadi korban dari kekerasan tempat kerja, dan
banyak lagi yang hidup di bawah tekanan atau ancaman. Ia juga
menambahkan bahwa hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya stres kerja,
tetapi juga dapat timbul sebagai akibat dari stres kerja.
Menurut CCOHS (2012) tindakan kekerasan di tempat kerja meliputi
perilaku mengancam (seperti merusak peralatan dan melempar objek), ancaman
secara verbal dan tulisan, pelecehan (seperti merendahkan, menghina, memfitnah),
perkataan makian (seperti sumpah serapah), dan penyerangan fisik (seperti
memukul, menendang, dan mendorong) (CCOHS, 2012 dengan modifikasi).
Kekerasan di tempat kerja tergambar pula dari manajemen yang tidak
sehat seperti gaya kepemimpinan para manajer yang cenderung neurotis,
yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain
(khususnya bawahan), perfeksionis, dan terlalu mendramatisir suasana hati
atau peristiwa. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan
peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, akan
menjadikan seseorang tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada
akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999).
47
5) Kemacetan saat pergi dan pulang kerja
Kemacetan identik dengan kepadatan, yang didefinisikan sebagai
jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang jalan tertentu dari lajur atau
jalan, dirata-rata terhadap waktu (Sari, 2011). Kemacetan lalul intas pada
ruas jalan raya terjadi saat arus kendaraan lalu lintas meningkat seiring
bertambahnya permintaan perjalanan pada suatu periode tertentu serta jumlah
pemakai jalan melebihi dari kapasitas yang ada (Meyer et al, 1984 dalam
Sari, 2011).
Menurut laporan buletin Butarau (2009) mengenai kemacetan, puncak
kemacetan di kota-kota besar terjadi pada jam-jam sibuk di pagi hari dan sore
hari, dimana dari kemacetan tersebut mengakibatkan stres yang tinggi pada
pengguna jalan.
F. Pengukuran Stres Kerja
Menurut Karoly (1985) dalam Airmayanti (2010) teknik pengukuran stres dapat
digolongkan dalam empat cara, yakni:
1. Self Report Measure
Cara ini menggunakan kuesioner untuk mengukur stres yaitu dengan
menyatakan intensitas pengalaman psikologis, fisiologis, dan perubahan fisik yang
dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Cara ini juga dikenal sebagai “Life
Event Scale” yang berisi beberapa pertanyaan sebagai indikator dalam menentukan
stres kerja. Teknik ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi
48
perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan seseorang, seperti kurangnya
konsentrasi.
Berdasarkan pertanyaan pada daftar pertanyaan metode Life Event Scale
setiap pertanyaan bernilai 0-2 (tabel 2.3). Untuk melakukan penilaian indikator
stres kerja, dapat dilakukan penilaian sendiri (self assesment). Sistem penilaian
yang digunakan sebagai indikator untuk masing-masing kelompok adalah nilai 1-
25 termasuk kategori stres ringan, untuk nilai > 25 termasuk kategori stres berat.
Pertanyaan yang digunakan tidak bersifat mutlak, artinya pertanyaan dapat dipilih
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi saat itu. Sehingga penilaian dan
pengelompokannya juga dapat disesuaikan. Metode Life Event Scale paling sering
digunakan dalam penelitian mengenai stres, karena dianggap paling manageable
dan biayanya relatif murah walaupun sering ada keterbatasan tertentu seperti
penilaian gejala-gejala akibat stres kerja dilakukan secara subjektif (Karoly, 1985
dalam Airmayanti, 2010).
49
Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan Perilaku
selama satu bulan terakhir
Tidak Pernah
(0)
Kadang-
Kadang (1)
Sering
(2)
Perubahan Fisiologis
Sakit kepala atau pusing
Sakit punggung
Gangguan seksual
Asma atau sesak nafas
Gangguan pencernaan pada lambung dan usus (mag atau
lainnya)
Insomnia (susah tidur)
Diare
Telinga berdenging
Bruxims (menggertakan gigi di malam hari pada waktu
tidur)
Sakit sendi tempero mandibular (sakit rahang)
Gejala tekanan darah tinggi
Gejala PJK (penyakit jantung koroner)
Gejala herpes atau cacar air
Migraine (sakit kepala sebelah)
Gejala tukak lambung
Jantung berdebar-debar
Sering buang air kecil
Sering keluar keringat
Gugup
Nafsu makan hilang
Badan terasa lemah
Letih atau lesu
Perubahan psikologis
Mudah marah
Mudah tersinggung
Perasaan tertekan
Merasa cemas atau gelisah
Mudah putus asa
Sikap acuh tak acuh
Perasaan tegang
Perubahan perilaku
Merasa malas bekerja
Absenteisme tinggi
Kurang konsentrasi
Cepat merasa lupa
Menunda-nunda pekerjaan
Minum kopi atau merokok
Minum obat tidur atau obat penenang
Menghindar dari interaksi sosial (pergaulan)
Tabel 2.3
Indikator Perubahan Akibat Stres Kerja
Sumber: Karoly (1985) dalam Airmayanti (2010)
50
2. Performance Measure
Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan-
perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Contohnya, penurunan
prestasi kerja terlihat dari gejala seperti cenderung berbuat salah, cepat lupa dan
menjadi lamban dalam bereaksi. Cara ini cukup bagus, namun dalam
melaksanakannya, orang yang melakukan pengukuran harus melakukan
pengamatan langsung dan tidak cukup hanya dengan melakukan wawancara.
3. Physiological Measure
Pengukuran dengan teknik ini berusaha untuk melihat perubahan yang terjadi
pada fisik seperti perubahan tekanan darah, ketegangan otot-otot bahu, leher, dan
pundak. Cara ini sering dianggap paling tinggi realibilitasnya, namun sangat
tergantung pada alat yang digunakan dan orang yang melakukan pengukuran itu
sendiri.
4. Biochemical Measure
Pengukuran stres kerja dengan teknik ini yaitu melihat stres melalui respon
biokimia individu berupa perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid
setelah pemberian stimulus. Reabilitas dari cara ini tergolong tinggi namun hasil
pengukurannya dapat berubah bila subjek penelitiannya adalah perokok, peminum
alkohol dan kopi. Hal ini karena rokok, kopi dan alkohol dapat meningkatkan
kadar kedua hormon tersebut dalam tubuh.
51
G. Upaya Pengelolaan Stres Kerja
Dalam kehidupan, stres kerja tidak selamanya dapat dihindari oleh sebab itu
seseorang harus mampu mengelola stres kerja yang dialami, karena cobaan yang
diberikan Allah tidak dapat diatur oleh manusia. Untuk itu seseorang harus
menyiapkan sikap dan perilaku mengelola stres kerja agar dapat mencegah akibat
buruk dari stres kerja tersebut. Dalam mengelola stres kerja, Islam menganjurkan
beberapa cara agar seseorang dapat terhindar dari akibat buruk stres kerja (Yuwono,
2010), diantaranya yakni:
1. Niat Ikhlas. Upaya yang dilakukan seseorang tidak terlepas dari berbagai motivasi
dimana motivasi inilah yang menentukan bagaimana upaya tersebut dilakukan dan
bagaimana sikap apabila upaya tersebut tidak tercapai. Dari sinilah Islam
mengajarkan berniat ikhlas atau selalu berprasangka baik kepada Allah dalam
berusaha agar selalu mendapat ketenangan baik ketika usaha tersebut berhasil
maupun ketika keberhasilan usaha tersebut masih ditangguhkan. Ketenangan ini
bersumber dari motif hanya karena Allah, sebagaimana firman Allah yang artinya
“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-
orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan
mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik.
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. At Taubah, 91).
2. Sabar dan shalat. Sabar dalam Islam adalah mampu berpegang teguh dan
mengikuti ajaran agama untuk menghadapi atau melawan hawa nafsu. Seseorang
yang sabar akan mampu mengambil keputusan dalam menghadapi penyebab stres
52
yang ada. Begitupun dengan shalat yang mampu menjadi obat bagi ketakutan yang
muncul akibat penyebab stres, karena dengan melaksanakan shalat yang khusyu‟
segala kepenatan fisik, berbagai masalah, beban pikiran, dan emosi yang tinggi
akan terkontrol. Hal ini sebagaimana firman Allah yang artinya “Hai orang-orang
yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah, 153).
3. Bersyukur dan berserah diri (tawakkal). Salah satu cara menghadapi stressor atau
penyebab stres adalah dengan selalu bersyukur atas apa yang dikaruniakan Allah
dan berserah diri atas segala yang ditetapkan Allah. Dalam firman-Nya, Allah
mengajarkan kepada manusia agar selalu bersyukur “Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam” (QS. Al Fatihah, 2), dan selalu bertawakkal atas segala ketentuan
Allah “Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu” (QS. Ath Thalaaq, 3). Dengan bersyukur dan bertawakkal dapat
memberikan kekuatan positif kepada seseorang sehingga orang tersebut dapat
mengelola atau mencegah stres kerja.
4. Doa dan Dzikir. Bagi orang yang beriman, doa dan dzikir merupakan sumber
kekuatan dalam berusaha. Melalui dzikir perasaan menjadi lebih tenang dan
khusyu‟ sehingga dapat meningkatkan konsentrasi, menjernihkan pikiran, dan
mengendalikan emosi untuk dapat mencegah stres dan mengelola stres dengan
baik. Hawari (2005) juga menyebutkan bahwa psikologis yang negatif dapat
53
mengakibatkan imunitas menurun, sedangkan penghayatan dan pengamalan
keagamaan seperti doa dan dzikir dapat melahirkan faktor psikologis yang positif
yang pada gilirannya dapat meningkatkan imunitas tubuh dan mencegah diri dari
stres sebagaimana firman Allah yang artinya “(yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar Ra‟d, 28).
Dalam hal secara umum, Wallce (2007) memaparkan beberapa cara
menghadapai stres yakni:
1. Cognitive restructuring, yaitu dengan mengubah cara berpikir negatif menjadi
positif. Menurutnya hal ini dapat dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan.
2. Journal writing, yaitu menuangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan dalam jurnal
atau gambar. Dengan cara ini seseorang juga dapat menuliskan secara bebas apa
yang ingin dituliskan atau digambarkan karena gambar dapat menjadi ekspresi
perasaan diri yang tidak mampu diutarakan dalam tulisan. Menurutnya, psikolog
juga dapat membantu seseorang dalam menemukan solusi yang tepat melalui
jurnal, tulisan, dan gambar tersebut.
3. Time management, yaitu mengatur waktu secara efektif untuk mengurangi stres
akibat tekanan waktu. Terdapat dimana seseorang melakukan teknik relaksasi dan
sharing secara efektif dengan psikolog dalam membentuk kepribadian yang kuat.
4. Relaxation technique, yaitu mengembalikan kondisi tubuh pada homeostatis, yaitu
kondisi tenang sebelum ada stressor. Ada beberapa teknik relaksasi, antara lain
yaitu yoga, meditasi, bernapas diaphragmatic, beraktivitas fisik seperti olahraga
secara teratur.
54
Sementara Levi (1984) menyebutkan upaya pencegahan terhadap stres kerja
dalam setting perusahaan atau organisasi di tempat kerja dengan cara:
1. Adanya peraturan tentang identifikasi bahaya kerja di lingkungan kerja
perusahaan, termasuk identifikasi terhadap bahaya psikososial kerja.
2. Program Healthy Life Style antara lain tidak minum minuman beralkohol, tidak
merokok, diet sehat, olah raga, rekreasi dan lain-lain.
3. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memikirkan dan menentukan
cara dan peralatan kerjanya, mempunyai wewenang untuk menghentikan pekerjaan
bila berbahaya, meminta tenaga ahli untuk menilai perilaku kerja atas biaya
perusahaan.
4. Memberi kesempatan untuk merancang organisasi kerja, teknologi kerja, sistem
remunerasi (insentif) dan memberi kesempatan kepada karyawan untuk
mengembangkan keterampilannya.
5. Memberi kesempatan kepada pekerja untuk menentukan variasi tempat kerja,
seperti dekorasi ruang kerja dan adanya musik untuk menghindari kejenuhan.
6. Pendidikan dan pelatihan bagi pekerja.
7. Sistem penggajian tetap dan tidak menggunakan sistem upah harian
55
H. Kerangka Teori
Dari beberapa teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja yang
telah dipaparkan sebelumnya, diambil salah satu teori yakni model stres kerja
menurut National Safety Council (2004). Dimana dari beberapa teori tersebut, model
stres kerja menurut NSC (2004) dianggap paling spesifik dalam cakupan semua aspek
kehidupan dan sesuai dengan tempat dan responden dalam penelitian ini. Diantaranya
berupa faktor kemacetan ketika berangkat dan pulang kerja yang tidak ada dalam
model stres kerja lainnya. Faktor ini sesuai dengan kondisi lingkungan penelitian
dimana secara umum kemacetan merupakan suatu hal yang sering terjadi di sekitar
lingkungan penelitian. Faktor lainnya seperti pelecehan seksual di tempat kerja dan
relokasi pekerjaan. Selain itu juga, model stres kerja ini masih jarang dipakai dalam
tema penelitian stres kerja sebelumnya.
Kemudian, dalam penelitian ini hanya dibatasi pada teori stres kerja menurut
National Safety Council (2004) dengan tanpa mengikutsertakan faktor stres internal
dan eksternal dari teori lainnya juga dengan tidak mengikutsertakan faktor
karakteristik wanita itu sendiri seperti kepribadian maupun psikologis wanita, juga
metabolisme biologis yang menimbulkan stres dengan sendirinya seperti siklus
menstruasi, kehamilan, dan menyusui.
Dari penggolongan faktor stres kerja yang dapat mempengaruhi stres kerja
berdasarkan NSC (2004) tersebut dapat dikategorikan menjadi faktor internal
(lingkungan kerja) dan faktor eksternal (luar lingkungan kerja). Faktor internal
tersebut berupa kurangnya otonomi, beban kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya
pelatihan, perkembangan karir, hubungan buruk dengan atasan/majikan,
56
perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji,
PHK, kurangnya penghargaan kerja, kejenuhan kerja, konflik dengan rekan kerja,
buruknya kondisi lingkungan kerja, pelecehan seksual di tempat kerja, kekerasan di
tempat kerja, dan driskiminasi ras.
Sedangkan faktor eksternal tersebut diantaranya pertentangan antara karir dan
tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, perawatan anak, dan kemacetan
saat berangkat dan pulang kerja. Berikut merupakan kerangka teori dari faktor-faktor
yang mempengaruhi stres kerja menurut NSC (2004) (gambar 2.2):
Sumber: National Safety Council (2004)
Gambar 2.2
Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja
Faktor Organisasional
1. Kurangnya otonomi
2. Beban kerja
3. Relokasi pekerjaan
4. Kurangnya pelatihan
5. Perkembangan karir
6. Hubungan yang buruk dengan majikan
7. Perkembangan teknologi
8. Bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji
9. Pekerja dikorbankan
Faktor Individu
1. Pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga
2. Ketidakpastian ekonomi
3. Kurangnya penghargaan kerja
4. Kejenuhan kerja
5. Perawatan anak
6. Konflik dengan rekan kerja
Faktor Lingkungan
1. Buruknya kondisi lingkungan kerja
2. Pelecehan seksual di tempat kerja
3. Kekerasan di tempat kerja
4. Kemacetan saat berangkat dan pulang kerja
5. Diskriminasi ras
Stres Kerja
57
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini dibuat untuk menjelaskan keterkaitan antara
stres kerja dengan faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan stres kerja.
Kerangka konsep penelitian ini dibatasi hanya pada teori yang digunakan peneliti
yaitu beberapa variabel dari teori stres kerja menurut National Safety Council
(2004), sehingga adanya faktor internal dan eksternal lain seperti shift kerja, jenis
atau status pekerjaan, keadaan psikis maupun kepribadian, status perkawinan, dan
metabolisme wanita serta faktor lainnya yang dapat mempengarui stres kerja
tersebut tidak diteliti dalam penelitian ini karena keterbatasan peneliti.
Adapun faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan stres kerja tersebut
yakni faktor organisasional (kurangnya otonomi, beban kerja, relokasi pekerjaan,
kurangnya pelatihan, perkembangan karir, hubungan yang buruk dengan atasan,
perkembangan teknologi, dan bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan
gaji), faktor individu (pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga,
ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan kerja, kejenuhan kerja,
perawatan anak, dan konflik dengan rekan kerja), dan faktor lingkungan (buruknya
kondisi lingkungan kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan
kemacetan saat berangkat dan pulang kerja).
Dari semua faktor yang mempengaruhi kejadian stres kerja yang terdapat
pada kerangka teori sebelumnya, terdapat dua faktor yang tidak diteliti yaitu faktor
58
pekerja dikorbankan dan diskriminasi ras. Faktor diskriminasi ras tidak diteliti
dalam penelitian ini dikarenakan umumnya di Indonesia kebangsaan atau ras tidak
menjadi permasalahan dalam pekerjaan (tidak ada diskrimasi terhadap pekerja
dengan kebangsaan atau ras tertentu) dimana hal ini sesuai dengan salah satu
tujuan pembangunan nasional di Indoensia yakni penghapusan diskriminasi ras.
Kemudian, faktor pekerja dikorbankan tidak diteliti dalam penelitian ini
dikarenakan responden yang diteliti adalah wanita yang bekerja bukan yang tidak
bekerja atau terkena pemutusan hubungan kerja.
Faktor Organisasional
1. Kurangnya otonomi
2. Beban kerja
3. Relokasi pekerjaan
4. Kurangnya pelatihan
5. Perkembangan karir
6. Hubungan yang buruk dengan atasan
7. Perkembangan teknologi
8. Bertambahnya tanggung jawab tanpa
pertambahan gaji
Faktor Individu
1. Pertentangan antara karir dan tanggung jawab
keluarga
2. Ketidakpastian ekonomi
3. Kurangnya penghargaan kerja
4. Kejenuhan kerja
5. Perawatan anak
6. Konflik dengan rekan kerja
Faktor Lingkungan
1. Buruknya kondisi lingkungan kerja
2. Pelecehan seksual
3. Kekerasan di tempat kerja
4. Kemacetan saat berangkat dan pulang kerja
Stres Kerja
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
59
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Stres kerja Stres yang dialami dan tak
dapat dihindari responden
yang diakibatkan oleh
pekerjaannya yang diukur
dengan perubahan-perubahan
psikologis, fisik, dan
perilaku (indikator stres)
(Karoly (1985), Hawari
(2001), Losyk (2005))
Wawancara Kuesioner 0. Stres berat (>25)
1. Stres ringan
(1-25)
(Karoly (1985))
Ordinal
Faktor Organisasional
2. Kurangnya
otonomi
Persepsi responden tentang
kemandirian tanggung jawab
dan wewenang dalam
menjalankan tugas yang
dirasakan kurang oleh
responden
Wawancara Kuesioner 0. Tidak mandiri
(total skor <
nilai median)
1. Mandiri (total
skor ≥ nilai
median)
Ordinal
3. Beban kerja Persepsi yang dirasakan
responden terhadap beban
kerja dibandingkan dengan
kemampuan yang dimiliki,
yang terfragmentasi dalam
(Every dan Giordano, 1980
dalam Munandar, 2008):
1. Beban kerja berlebih
kuantitatif: beban kerja
yang harus diselesaikan
dalam waktu tertentu
2. Beban kerja berlebih
kualitatif: beban kerja
dimana pekerja sulit dalam
menyelesaikannya
Wawancara Kuesioner 0. Berat (total skor
< nilai median)
1. Ringan (total
skor ≥ nilai
median)
Ordinal
4. Relokasi
pekerjaan
Persepsi responden terhadap
rasa terganggu akibat dari
pemindahan suatu pekerjaan
dari tempat kerja lama
menuju tempat kerja baru
dengan tanggung jawab sama
atau berubah (Ghufroni,
2010)
Wawancara Kuesioner 0. Terganggu
(tidak nyaman
atas relokasi
pekerjaan)
1. Tidak terganggu
(nyaman atas
relokasi
pekerjaan)
Ordinal
60
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
5. Kurangnya
pelatihan
Persepsi responden terhadap
pelatihan yang
didapatkannya untuk bisa
memudahkan responden
melakukan pekerjaannya.
Wawancara Kuesioner 0. Kurang
(responden tidak
mendapatkan
pelatihan/
pernah namun
masih merasa
sulit dalam
mengerjakan
pekerjaannya
(total skor <
nilai median))
1. Cukup
(responden
pernah
mendapatkan
pelatihan dan
merasa mudah
dalam
mengerjakan
pekerjaannya(tot
al skor ≥ nilai
median))
Ordinal
6. Perkembangan
karir
Persepsi responden terhadap
peluang yang kecil untuk
mendapatkan promosi
kurang maupun promosi
lebih (Munandar, 2008):
1. Promosi kurang: keadaan
tidak mengijinkan
maupun karena mungkin
dilupakan
2. Promosi lebih: merasa
terlalu dini untuk
dipromosikan
Wawancara Kuesioner 0. Tidak
memuaskan
(total skor <
nilai median)
1. Memuaskan
(total skor ≥
nilai median)
Ordinal
7. Hubungan yang
buruk dengan
majikan atau
atasan
Persepsi responden terhadap
hubungan tidak baik antara
responden dengan atasan
yang terungkap dalam
beberapa gejala dengan
adanya kepercayaan yang
rendah dan taraf pemberian
support yang rendah dari
atasan (Munandar, 2008)
Wawancara Kuesioner 0. Ya (jika
hubungan buruk
atau belum baik)
1. Tidak
(hubungan baik)
Ordinal
61
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
8. Perkembangan
teknologi
Kurangnya kemampuan yang
dirasakan oleh responden
untuk menguasai inovasi
teknologi termasuk perlatan
dan cara kerja baru dalam
waktu yang singkat dan
dengan pengalaman yang
minim dimana responden
merasa terganggu
(Robbins, 1998)
Wawancara Kuesioner 0. Tidak mampu
mengikuti
1. Mampu
mengikuti
Ordinal
9. Bertambahnya
tanggung jawab
tanpa
pertambahan
gaji
Persepsi responden terhadap
pertambahan tanggung jawab
tanpa pertambahan hasil
yang diterima berupa uang
atau kemudahan fasilitas
yang diberikan oleh pihak
perusahaan atau organisasi
atau majikan sebagai
kompensasi terhadap
pekerjaan atau usaha yang
telah dilakukannya.
Wawancara Kuesioner 0. Ya (tanggung
jawab
bertambah tanpa
pertambahan
gaji)
1. Tidak (tanggung
jawab
bertambah
diikuti
pertambahan
gaji)
Ordinal
Faktor Individu
10. Pertentangan
antara karir dan
tanggung jawab
keluarga
Persepsi responden terhadap
bentuk konflik peran dimana
tuntutan peran pekerjaan dan
keluarga secara bersamaaan
tidak dapat disejajarkan
dalam beberapa hal yang
dirasakan responden sebagai
suatu hal yang mengganggu
(Greenhaus dan Beutell,1985
dalam Indriyani, 2009).
Wawancara Kuesioner 0. Mengganggu
(total skor <
nilai median)
1. Tidak
mengganggu
(total skor ≥
nilai median)
Ordinal
62
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
11. Ketidakpastian
ekonomi
Persepsi responden
mengenai keadaan ekonomi
yang cenderung mengancam
timbulnya kemiskinan atau
kesulitan ekonomi (Belton
dan Santor, 2011)
Wawancara Kuesioner 0. Ya (penghasilan
respoden tidak
tetap setiap
bulannya atau
jika responden
berpenghasilan
tetap tapi dirasa
tidak dapat
memenuhi
kebutuhan tiap
bulannya)
1. Tidak
(responden
berpenghasilan
tetap dan dapat
mencukupi
kebutuhan/bulan
annya)
Ordinal
12. Kurangnya
penghargaan
kerja
Persepsi responden terhadap
pemberian dari instansi
tempay kerja yang
dimaksudkan untuk
menghargai jasa atau prestasi
kerjaresponden
(Moenir,1983).
Wawancara Kuesioner 0. Tidak
memuaskan
1. Memuaskan
Ordinal
13. Kejenuhan kerja Persepsi responden terhadap
suatu keadaan yang
membosankan dengan
pekerjaan yang selalu sama
sepanjang tahun dan sudah
tidak suka lagi karena terlalu
sering atau banyak (NSC
(2004) dan Saragih (2008))
Wawancara Kuesioner 0. Ya (pekerjaan
dirasakan
sebagai hal yang
membosankan)
1. Tidak (pekerjaan
dirasakan tidak
membosankan)
Ordinal
14. Perawatan anak
yang tidak
adekuat
Persepsi responden terhadap
perawatan anak yang
dirasakan kurang oleh
responden dikarenakan
urusan pekerjaan
Wawancara Kuesioner 0. Ya (perawatan
anak bermasalah
karena
pekerjaan)
1. Tidak
(perawatan anak
dirasakan baik)
Ordinal
15. Konflik dengan
rekan kerja
Persepsi responden terhadap
hubungan yang tidak
baik/pertentangan antara satu
/lebih kelompok kerja yang
dialaminya
Wawancara Kuesioner 0. Buruk
1. Baik
Ordinal
63
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Faktor Lingkungan
16. Buruknya
kondisi
lingkungan
kerja
Persepsi responden terhadap
buruknya kondisi fisik
lingkungan kerja meliputi suhu
tempat kerja, kebisingan, dan
kebersihan tempat kerja yang
mengganggu kenyamanan
responden dalam bekerja
(Muchinsky dalam Irawan,
2010)
Wawancara Kuesioner 0. Mengganggu
(total skor <
nilai median)
1. Tidak
mengganggu
(total skor ≥
nilai median)
Ordinal
17. Pelecehan
seksual
Pengalaman responden berupa
kontak atau komunikasi yang
berhubungan dengan seks,
dilakukan secara sepihak dan
tidak diharapkan oleh
responden hingga menimbulkan
reaksi negatif seperti rasa malu,
marah, tersinggung dan
sebagainya (Baron and
Greenberg dalam Irawan, 2010)
Wawancara Kuesioner 0. Ada (terdapat ≥
1 jawaban yang
menunjukkan
pernah
mengalami)
1. Tidak (tidak
pernah
mengalami)
Ordinal
18. Kekerasan di
tempat kerja
Persepsi responden terhadap
tindakan kekerasan dalam
pekerjaan yang mengganggu
responden meliputi perilaku
mengancam (merusak peralatan
dan melempar objek), ancaman
secara verbal dan tulisan,
pelecehan (seperti
merendahkan, menghina,
memfitnah), perkataan makian
(seperti sumpah serapah), dan
penyerangan fisik (seperti
memukul dan mendorong)
(CCOHS, 2012 dengan
modifikasi)
Wawancara Kuesioner 0. Ada (terdapat ≥
1 jawaban yang
menunjukkan
pernah
mengalami)
1. Tidak (tidak
pernah
mengalami)
Ordinal
19. Kemacetan
saat pergi
dan pulang
kerja
Persepsi responden tentang
terhambatnya kendaraan yang
digunakannya akibat kepadatan
jalan atas kendaran dimana
responden merasa terganggu
berada pada situasi tersebut
(Sari, 2011)
Wawancara Kuesioner 0. Terganggu
1. Tidak
Terganggu
Ordinal
64
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara kurangnya otonomi kerja dengan stres kerja pada wanita
bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
2. Ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
3. Ada hubungan antara relokasi pekerjaan dengan stres kerja pada wanita bekerja
sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
4. Ada hubungan antara kurangnya pelatihan dengan stres kerja pada wanita
bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
5. Ada hubungan antara perkembangan karir dengan stres kerja pada wanita
bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
6. Ada hubungan antara hubungan buruk dengan majikan dengan stres kerja pada
wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
7. Ada hubungan antara perkembangan teknologi dengan stres kerja pada wanita
bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
8. Ada hubungan antara bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji
dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan
Ciputat Timur tahun 2013.
9. Ada hubungan antara pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga
dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan
Ciputat Timur tahun 2013.
10. Ada hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja pada wanita
bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
65
11. Ada hubungan antara kurangnya penghargaan kerja dengan stres kerja pada
wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
12. Ada hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja pada wanita bekerja
sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
13. Ada hubungan antara perawatan anak dengan stres kerja pada wanita bekerja
sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
14. Ada hubungan antara konflik dengan rekan kerja dengan stres kerja pada wanita
bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
15. Ada hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja pada wanita
bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
16. Ada hubungan antara pelecehan seksual dengan stres kerja pada wanita bekerja
sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
17. Ada hubungan antara kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja pada wanita
bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
18. Ada hubungan antara kemacetan saat berangkat dan pulang kerja dengan stres
kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur
tahun 2013.
66
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional
atau potong lintang. Desain ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara variabel dependen (stres kerja) dengan variabel independen (faktor-
faktor yang berhubungan dengan stres kerja) pada sampel dari suatu populasi yang
diteliti dalam waktu bersamaan.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan,
Propinsi Banten dengan waktu pelaksanaan yaitu bulan Juli 2012 hingga April 2013.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang peneliti
lakukan (Sabri dan Hastono, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah semua
jumlah wanita bekerja dalam sektor formal yang berdomisili di Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2013 dengan tempat kerja di
berbagai kota atau daerah sebesar 1.826 jiwa.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai atau karakteristiknya diukur
dan kemudian dipakai oleh peneliti untuk menduga karakteristik dari populasi
(Sabri dan Hastono, 2006). Sampel dalam penelitian ini adalah wanita bekerja
67
yang terpilih yang bekerja dalam sektor formal yang berdomisili dan hadir di
tempat penelitian, yakni sebesar 200 responden dengan usia responden yang
dibatasi pada 18 hingga 56 tahun (menghindari adanya sampel dengan usia di
bawah umur dan sampel dengan batas usia pensiun). Wanita bekerja yang
dimaksud adalah baik yang belum maupun sudah menikah, dan untuk kategori
menikah baik memiliki maupun belum memiliki anak.
Adapun jenis pekerjaan formal yang dimaksud yakni para wanita yang
bekerja dalam lingkup berusaha sendiri dengan dibantu buruh tetap dan kategori
buruh atau karyawan seperti tenaga kerja tetap, profesional, pekerja teknis,
administratif, manajeral, serta lainnya yang memiliki perlindungan hukum
(MenegPP (2010 dan al-Qarashi (2007)). Adapun jumlah sampel diperoleh
berdasarkan uji hipotesis beda dua proporsi dengan rumus sebagai berikut
(Ariawan, 1998):
√ √
Keterangan:
n = besar sampel
= derajat kemaknaan
= kekuatan uji
P =
Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu
dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi yang kemudian
diperoleh hasil seperti pada tabel 4.1 berikut:
68
Tabel 4.1
Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi
terhadap Hasil Penelitian Terdahulu
Variabel P1 P2 α (%) β (%) N
Kepuasan terhadap gaji
(Nugrahani, 2008)
P1: Buruk
P2: Baik 0,278 0,036
5
80
35
10 27
1 52
5
90
46
10 37
1 65
Hubungan sosial dengan rekan
kerja (Nugrahani, 2008)
P1: Buruk
P2: Baik 0,358 0,043
5
80
25
10 19
1 37
5
90
32
10 26
1 46
Beban kerja kuantitatif
(Nugrahani, 2008)
P1: Buruk
P2: Baik 0,486 0,048
5
80
15
10 12
1 23
5
90
20
10 16
1 28
Hubungan sosial dengan atasan
(Nugrahani, 2008)
P1: Buruk
P2: Baik 0,314 0,102
5
80
57
10 45
1 85
5
90
75
10 61
1 107
Kejenuhan kerja (Saragih, 2008)
P1: Jenuh
P2: Tidak Jenuh 0,529 0,222
5
80
38
10 30
1 52
5
90
50
10 41
1 72
Mutasi (Saragih, 2008)
P1: Sesuai
P2: Tidak Sesuai 0,559 0,194
5
80
27
10 21
1 40
5
90
35
10 29
1 50
Beban kerja (Saragih, 2008)
P1: Berat
P2: Ringan 0,513 0,194
5
80
34
10 27
1 52
5
90
45
10 37
1 65
69
Variabel P1 P2 α% β% N
Peningkatan karir (Saragih, 2008)
P1: Tidak Meningkat
P2: Meningkat 0,633 0,175
5
80
17
10 13
1 26
5
90
22
10 18
1 32
Pengembangan karir
(Airmayanti, 2010)
P1: Memuaskan
P2: Tidak Memuaskan 0,488 0,321
5
80
135
10 146
1 201
5
90
180
10 106
1 255
Promosi kerja (Yunus, 2011)
P1: Buru
P2: Baik 0,75 0,25
5
80
15
10 12
1 22
5
90
19
10 16
1 22 Sumber: Hasil Perhitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi, Ariawan
(2009) terhadap Hasil Analisi bivariat Nugrahani (2008), Saragih (2008), Airmayanti
(2010), dan Yunus (2011)
Berdasarkan hasil perhitungan sampel pada tabel 4.1, jumlah sampel yang
akan diambil adalah 57 orang (P1= proporsi hubungan sosial dengan atasan kategori
buruk pada stres kerja dan P2= proporsi hubungan sosial dengan atasan kategori baik
pada stres kerja). Dari hasil tersebut, kemudian dilakukan penghitungan sampel
minimal dengan menggunakan perbandingan dari hasil penelitian Saragih (2008)
yaitu hasil dari responden yang tidak stres sebesar 62,9% :
95 = persentase tidak stres (%) x n
n = 57 / persentase tidak stres (%)
n = 57 / 62,9%
n = 91 responden.
Berdasarkan perhitungan sampel di atas diperoleh jumlah sampel minimal
sebesar 91 responden. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
70
menggunakan metode cluster sampling sehingga perlu memperhatikan efek desain.
Efek desain yang umum digunakan dalam cluster sampling berkisar 2 dan 4
(Ariawan, 1998). Dalam penelitian ini desain efek yang digunakan adalah 2
mengingat cluster yang digunakan hanya satu tahap, sehingga jumlah sampel
sebelumnya dikalikan dua menjadi 182. Untuk menghindari drop out dan missing
data, sampel kemudian ditambah kurang lebih 10% sehingga jumlah sampel minimal
yang diambil menjadi 200 responden.
Untuk menentukan lokasi dan elemen sampel terpilih digunakan cluster
sampling pada tingkat RW dengan sampling frame RW dan sampling frame sampel,
berikut langkah-langkahnya:
1. Dari 6 Kelurahan se-Kecamatan Ciputat Timur, ditentukan berapa banyak RW
pada masing-masing Kelurahan. Kemudian dari RW tersebut dibuat sampling
frame RW.
2. Sampling frame RW dari masing-masing Kelurahan tersebut kemudian dibagi
secara proporsional (RW per Kelurahan/jumlah RW keseluruhan x 15% dari
jumlah RW keseluruhan) untuk menentukan berapa banyak RW yang akan
diambil dari masing-masing Kelurahan. Setelah itu secara acak sederhana terpilih
beberapa RW (12 RW) yang akan menjadi lokasi penelitian dengan 2 RW untuk
masing-masing Kelurahan (gambar 4.1).
3. Dari 12 RW terpilih, kemudian dibuat sampling frame sampel (gambar 4.2)
berupa wanita bekerja sektor formal. setelah itu, untuk menentukan banyaknya
sampel dari masing-masing RW berdasarkan sampling frame sampel tersebut,
pengambilan sampel dibagi secara proporsional (tabel 4.2).
71
Kecamatan Ciputat Timur
Kelurahan Se-Kecamatan Ciputat Timur
RW/Kelurahan Proporsi Jumlah Sampel
(Responden) RW/Kelurahan
Proporsi Jumlah Sampel
(Responden)
5/Rempoa 205 / 1826 x 200 = 22 9/Cirendeu 152 / 1826 x 200 = 17
7/Rempoa 138 / 1826 x 200 = 15 11/Cirendeu 135 / 1826 x 200 = 15
2/Pisangan 164 / 1826 x 200 = 18 1/Pondok Ranji 147 / 1826 x 200 = 16
11/Pisangan 72 / 1826 x 200 = 8 5/Pondok Ranji 162 / 1826 x 200 = 17
3/Cempaka Putih 188 / 1826 x 200 = 21 3/Rengas 176 / 1826 x 200 = 19
6/Cempaka Putih 145 / 1826 x 200 = 16 10/Rengas 144 / 1826 x 200 = 16
Sumber: Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Data Kartu Keluarga Beberapa RW Terpilih
dari Kelurahan Se-Kecamatan Ciputat Timur
Gambar 4.1
Sampling Frame RW dalam Penentuan RW sebagai Lokasi Penelitian
Gambar 4.2
Sampling Frame Sampel dalam Penentuan Sampel Penelitian
164
205 138
72
188
145
152
135
147 162
176
144
15 22
18 8
21
16
17
15
16 17
19
16
Rempoa Pisangan Cmpk Ptih Cirendeu Pndk Ranji Rengas
5 7 2 3 6 9 3 10 11 11 1 5
Rempoa Pisangan Pdk Ranji Cmpk Pth Cirendeu Rengas
12
RW
11
RW 15
RW
11
RW
18
RW 12
RW
5 7 2
11 3 6 9
11 1 5
3 10
Tabel.42
Proporsi Jumlah Sampel dari Masing-Masing RW Terpilih
72
D. Instrumen Penelitian
1. Uji Coba Kuesioner
Kuesioner yang akan digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba. Dari
hasil uji coba, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada pertanyaan-
pertanyaan dalam kuesioner hasil uji coba tersebut. Selanjutnya dilakukan revisi
terhadap kuesioner tersebut. Uji coba kuesioner tersebut dilakukan kepada 20
responden dengan karakteristik sama, namun di lokasi yang berbeda dengan
lokasi penelitian untuk menghindari terpilihnya kembali responden sebagai
responden penelitian.
2. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan memuat pertanyaan-pertanyaan mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan stres kerja berupa faktor organisasional
(kurangnya otonomi, beban kerja, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan,
perkembangan karir, hubungan yang buruk dengan majikan, perkembangan
teknologi, dan bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji), faktor
individu (pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga, ketidakpastian
ekonomi, kurangnya penghargaan kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak, dan
konflik dengan rekan kerja), dan faktor lingkungan (buruknya kondisi lingkungan
kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan saat berangkat
dan pulang kerja).
Kuesioner tersebut juga mengandung pertanyaan yang berisi indikator
dalam menentukan stres kerja. Dimana indikator-indikator tersebut kemudian
digunakan untuk menilai kondisi stres pada responden.
73
3. Skoring
Skoring dalam variabel ini menggunakan skala likert dengan 3 tingkatan
pengukuran untuk variabel stres kerja (0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, dan
2 = sering) dan 4 tingkatan pengukuran untuk beberapa variabel independen 1 =
sangat sesuai, 2 = sesuai, 3 = tidak sesuai, 4 = sangat tidak sesuai (pertanyaan
favourable), dan 1 = sangat tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 = sesuai, dan 4 =
sangat sesuai (unfavourable).
a. Variabel stres kerja
Stres kerja diukur dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan sesuai
dengan metode self report dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang
berhubungan dengan adanya perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku. Hasil
jawaban tidak pernah diberi skor 0, kadang-kadang diberi skor 1, dan sering
diberi skor 2. Instrumen pengukuran stres kerja dalam penelitian ini didasarkan
pada pendekatan yang dilakukan oleh Karoley (1985 dalam Airmayanti, 2010).
Hasil skor stres kerja adalah hasil total skor seluruh jawaban responden
kemudian dikategorikan menjadi 2, yaitu kategori stres berat (> 25 ) dan stres
ringan (1-25).
b. Variabel kurangnya otonomi
Semakin tinggi skor, maka otonomi yang didapat semakin membuat responden
mandiri, dan sebaliknya apabila semakin rendah skor maka otonomi yang
didapat kurang dan membuat responden tidak mandiri. Skor tersebut
didasarkan pada dua kategori, yakni tidak mandiri (skor < median) dan mandiri
(skor ≥ median).
74
c. Variabel beban kerja
Semakin tinggi skor, maka beban kerja yang dibebankan dirasakan ringan, dan
sebaliknya apabila semakin rendah skor, maka beban kerja yang dibebankan
terasa semakin berat. Skor tersebut didasarkan pada dua kategori, yakni
ya/beban kerja berat (skor < median) dan tidak/beban kerja ringan (skor ≥
median).
d. Variabel kurangnya pelatihan
Semakin tinggi skor, maka pelatihan yang yang diperoleh responden dirasa
cukup dan semakin baik, namun sebaliknya apabila semakin rendah skor, maka
pelatihan yang diperoleh dirasa kurang. Skoring terseut didasarkan pada dua
kategori yakni kurang (skor < median) dan cukup (skor ≥ median).
e. Variabel perkembangan karir
Semakin tinggi skor, maka karir yang didapat semakin terasa memuaskan dan
sebalikya apabila semakin rendah skor maka karir pekerja wanita dirasakan
semakin tidak memuaskan. Skor tersebut didasarkan pada dua kategori, yakni
tidak memuaskan (skor < median) dan memuaskan (skor ≥ median).
f. Pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga
Semakin tinggi skor, maka tanggung jawab keluarga semakin terasa tidak
mengganggu karir dan apabila semakin rendah skor maka tanggung jawab
keluarga semakin terasa mengganggu karir. Skor tersebut didasarkan pada dua
kategori, yakni mengganggu (skor < median) dan tidak mengganggu (skor ≥
median).
75
g. Variabel buruknya kondisi lingkungan kerja
Semakin tinggi skor, maka kondisi lingkungan dirasakan tidak mengganggu,
dan sebalinya apabila semakin rendah skor, maka kondisi lingkungan kerja
semakin mengganggu. Skor tersebut didasarkan pada dua kategori, yakni
mengganggu (skor < median) dan tidak mengganggu (skor ≥ median).
E. Pengumpulan Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data
primer dan data sekunder:
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini yakni berupa data yang diperoleh secara
langsung dari sampel yaitu wanita bekerja dalam sektor formal yang hadir dan
berdomisili di lokasi penelitian. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan alat ukur berupa kuesioner untuk variabel dependen maupun
variabel independen.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung oleh
peneliti atau dengan cara penelusuran dokumen yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Kota Tangerang Selatan, Kecamatan Ciputat Timur, dan Kelurahan se-
Kecamatan Ciputat Timur. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berupa profil Kecamatan Ciputat Timur dan data wanita bekerja di
Kecamatan tersebut.
76
F. Pengolahan Data
Setelah data primer diperoleh, kemudian dilakukan pengolahan data dengan
beberapa tahapan berikut:
1. Editing
Pada langkah ini peneliti melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner apakah jawaban dikuesioner sudah:
a. Lengkap: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
b. Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca
c. Relevan: jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaannya
d. Konsisten: apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawabannya
konsisten. Misalnya antara pertanyaan punya anak atau tidak dan perawatan
anak. Bila pertanyaan kepemilikan anak terisi tidak dan pada pertanyaan
perawatan anak terisi jawaban baik ya atau tidak, berarti tidak konsisten.
Jika isian kuesioner sudah sesuai dengan poin-poin tersebut (poin a sampai
d) maka pengolahan data dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya, jika belum maka
isian kuesioner tersebut harus dilengkapi terlebih dahulu dengan menanyakan
kembali kepada responden atas isian jawaban yang kurang lengkap tersebut.
Proses editing/pengecekan ini peneliti lakukan sebelum meninggalkan responden
penelitian.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka agar lebih mudah dalam mengentry dan menganalisis data. Salah
satu contoh pengkodingan data dalam penelitian ini:
77
Kurangnya otonomi, 0 = tidak mandiri jika total skor dari semua jawaban
pertanyaan < nilai median, dan 1 = mandiri jika total skor ≥ nilai median.
3. Processing
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah
melewati proses coding, maka selanjutnya data akan dientry ke computer dengan
menggunakan software statistics agar dapat dilakukan analisis data. Dalam
melakukan tahap processing ini, peneliti menggunakan software statistics berupa
EpiData dan Statistical Program for Social Science (SPSS).
4. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data
yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak yang dimungkinkan terjadi
pada saat proses entry ke komputer. Misalnya dalam semua data terdapat data
dengan kode 4 atau 5, seharusnya semua data berdasarkan coding yang ada hanya
antara 0 dan 1. Jika dari hasil cleaning ini masih terdapat ketidaksesuaian data,
maka dilakukan pengecekan kembali, namun jika data sudah sesuai maka data
sudah siap untuk dianalisis.
G. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis univariat dan analisis
bivariat. Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel
dependen dan variabel independen sehingga diperoleh gambaran objek dari
penelitian. Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya hubungan antara variabel-variabel independen dan variabel dependen.
78
Analisis bivariat ini menggunakan uji statistik chi square dengan tingkat kemaknaan
0,05 dengan pedoman pengambilan keputusan berikut:
1. Jika hasil perhitungan statistik menunjukkan p value ≥ 0,05 maka dikatakan
antara kedua variabel (independen terhadap variabel dependen) secara statistik
tidak ada hubungan yang bermakna.
2. Bila p value < 0,05 maka dikatakan antara kedua variabel (independen terhadap
variabel dependen) secara statistik ada hubungan yang bermakna.
79
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Gambaran Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Berikut gambaran stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013 (tabel 5.1):
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja
di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Stres Kerja Jumlah (n) Persentase (%)
Berat 41 20,5
Ringan 159 79,5
Total 200 100
Berdasarkan tabel 5.1 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden mengalami stres kerja ringan, dan sebaliknya hanya sebagian kecil
yang mengalami stres kerja berat yaitu sebesar 20,5%.
2. Gambaran Faktor Organisasional pada Wanita Bekerja Sektor Formal di
Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
a. Kurangnya Otonomi
Variabel kurangnya otonomi diukur dengan menggunakan pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan otonomi kerja. Dalam analisis data,
kurangnya otonomi dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan nilai
median (7,0). Berikut distribusinya (tabel 5.2):
80
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Kurangnya Otonomi Kerja
di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kurangnya Otonomi Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Mandiri
Mandiri
84
116
42,0
58,0
Total 200 100
Dari tabel 5.2 tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki kemandirian dalam melaksanakan tugasnya atau memperoleh
otonomi kerja yang sesuai yakni sebesar 58,0%.
b. Beban Kerja
Dalam analisis data, beban kerja dikelompokkan menjadi dua kategori
berdasarkan nilai median (3,0). Berikut distribusinya (tabel 5.3):
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja
di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Beban Kerja Jumlah (n) Persentase (%)
Berat
Ringan
89
111
44,5
55,5
Total 200 100
Dari tabel 5.3 mengenai beban kerja tersebut dapat diketahui bahwa,
sebagian besar responden memiliki beban kerja ringan atau sesuai dengan
kemampuan dan waktu yang dimiliki yaitu sebesar 55,5%.
c. Relokasi Pekerjaan
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Relokasi Pekerjaan
di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Relokasi Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%)
Terganggu
Tidak Terganggu
19
76
20,0
80,0
Total 95 100
81
Dari tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden merasa
tidak terganggu atau nyaman atas relokasi pekerjaan yang dialaminya tersebut
yakni sebesar 80,0%.
d. Kurangnya Pelatihan
Dalam analisis data, variabel kurangnya pelatihan dikategorikan menjadi
2 berdasarkan nilai median (2,0) (tabel 5.5):
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan
di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kurangnya Pelatihan Jumlah (n) Persentase (%)
Kurang
Cukup
86
114
43,0
57,0
Total 200 100
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar atau 57,0%
responden telah mendapatkan pelatihan dan merasa bahwa pelatihan yang
diterima cukup atau memudahkan responden dalam melaksanakan
pekerjaannya.
e. Perkembangan Karir
Berdasarkan nilai median 3,0, perkembangan karir dikategorikan menjadi
2 yakni tidak memuaskan dan memuaskan dari responden yang dalam
pekerjaannya terdapat sistem kenaikan jabatan (tabel 5.6).
Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Karir
di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Perkembangan Karir Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Memuaskan
Memuaskan
32
89
26,4
73,6
Total 121 100
82
Dari hasil analisis pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar
atau sebesar 73,6% responden merasa bahwa karir yang diperoleh memuaskan
atau sesuai dengan kinerjanya.
f. Hubungan yang Buruk dengan Atasan/Majikan
Dalam analisis data, hubungan yang buruk dengan atasan dikategorikan
menjadi 2 yakni ya (hubungan buruk) dan tidak (hubungan baik). Berikut
distribusinya (tabel 5.7):
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan yang Buruk dengan
Atasan di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Hubungan Buruk dengan Atasan Jumlah (n) Persentase (%)
Ya
Tidak
4
196
2,0
98,0
Total 200 100
Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa sebagian besar atau sebesar 98%
responden memiliki hubungan tidak buruk atau memiliki hubungan baik
dengan atasannya.
g. Perkembangan Teknologi
Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi
di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Perkembangan Teknologi Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Mampu Mengikuti
Mampu Mengikuti
31
169
15,5
84,5
Total 200 100
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa sebagian besar atau 84,5% responden
mampu mengikuti perkembangan teknologi.
83
h. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa
Pertambahan Gaji di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013 Bertambahnya Tanggung Jawab
Tanpa Pertambahan Gaji Jumlah (n) Persentase (%)
Ya
Tidak
75
125
37,5
62,5
Total 200 100
Dari tabel 5.9 tersebut dapat diketahui bahwa terdapat sebagian besar
responden tidak mengalami masalah dalam gajinya atau dapat dikatakan bahwa
seiring bertambahnya tanggung jawab yang dibebankan kepada responden,
juga diikuti dengan bertambahnya gaji yang diterima, yakni sebesar 62,5%.
3. Gambaran Faktor Individu pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
a. Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga
Dalam analisis data, variabel pertentangan antara karir dan tanggung
jawab keluarga dikategorikan menjadi dua yakni mengganggu dan tidak
mengganggu, dimana pengkategorisasian tersebut berdasarkan nilai median
(3,0). Berikut distribusinya (5.10):
Tabel 5.10
Distribusi Responden Berdasarkan Pertentangan antara Karir dan
Tanggung Jawab Keluarga di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Pertentangan antara Karir dan
Tanggung Jawab Keluarga
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Mengganggu
Tidak Mengganggu
65
135
32,5
67,5
Total 200 100
84
Dari tabel 5.10 tersebut dapat diketahui bahwa, sebagian besar atau
sebesar 67,5% responden merasa bahwa karir dan tangggung jawab terhadap
keluarga dapat dijalankan dengan baik tanpa adanya gangguan.
b. Ketidakpastian Ekonomi
Dalam analisis data, variabel ketidakpastian ekonomi dikategorikan
menjadi dua, berikut distribusinya (tabel 5.11):
Tabel 5.11
Distribusi Responden Berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi
di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Ketidakpastian Ekonomi Jumlah (n) Persentase (%)
Terganggu
Tidak Terganggu
107
93
53,5
46,5
Total 200 100
Dari analisis pada tabel 5.11 diperoleh bahwa sebesar 53,5% responden
merasa bahwa penghasilannya tidak tetap atau tetap namun belum dapat
memenuhi kebutuhannya (terganggu).
c. Kurangnya Penghargaan Kerja
Tabel 5.12
Distribusi Responden Berdasarkan Penghargaan Kerja
di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Penghargaan Kerja Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak memuaskan
Memuaskan
106
94
53,0
47,0
Total 200 100
Dari tabel 5.12 dapat diketahui bahwa terdapat 53,0% responden merasa
bahwa fasilitas maupun penghargaan kerja yang diberikan instansi kerja atas
hasil kinerjanya tersebut tidak memuaskan.
85
d. Kejenuhan Kerja
Dalam analisis data, variabel kejenuhan kerja dikategorikan menjadi dua
yakni ya (pekerjaan membosankan) dan tidak (pekerjaan tidak membosankan).
Berikut distribusinya (tabel 5.13):
Tabel 5.13
Distribusi Responden Berdasarkan Kejenuhan Kerja
di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kejenuhan Kerja Jumlah (n) Persentase (%)
Ya
Tidak
56
144
28,0
72,0
Total 200 100
Dari tabel 5.13 dapat diketahui bahwa sebagian besar atau sebesar 72,0%
responden tidak mengalami kejenuhan dalam bekerja.
e. Perawatan Anak
Dalam analisis data, variabel perawatan anak yang tidak adekuat
dikategorikan menjadi 2 yakni ya (perawatan anak dirasakan tidak baik) dan
tidak (perawatan anak dirasakan baik) (tabel 5.14).
Tabel 5.14
Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Anak
di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Perawatan Anak Tidak Adekuat Jumlah (n) Persentase (%)
Ya
Tidak
10
95
9,5
90,5
Total 105 100
Dari tabel 5.14 dapat diketahui bahwa sebesar 90,5% atau sebagian besar
responden dapat mengasuh atau merawat anaknya dengan baik meski
disibukkan dengan tugas pekerjaan.
86
f. Konflik dengan Rekan Kerja
Tabel 5.15
Distribusi Responden Berdasarkan Konflik dengan Rekan Kerja
di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Konflik dengan Rekan Kerja Jumlah (n) Persentase (%)
Buruk
Baik
10
190
5,0
95,0
Total 200 100
Dari tabel 5.15 tersebut dapat diketahui bahwa sebesar 95,0% atau
sebagian besar responden merasa bahwa hubungan dengan rekan kerjanya
berjalan baik.
4. Gambaran Faktor Lingkungan pada Wanita Bekerja Sektor Formal di
Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013.
a. Buruknya Kondisi Lingkungan Kerja
Varibel buruknya kondisi lingungan kerja diukur dengan menggunakan
beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan kerja.
Dalam analisis data, berdasarkan nilai median sebesar 2,0, variabel tersebut
dikelompokkan menjadi dua kategori yakni mengganggu dan tidak
mengganggu. Berikut distribusinya (tabel 5.16):
Tabel 5.16
Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Lingkungan Kerja
di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Buruknya Kondisi Lingkungan
Kerja
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Mengganggu
Tidak Mengganggu
72
128
36,0
64,0
Total 200 100
Berdasarkan tabel 5.16 dapat diketahui bahwa sebagian besar atau 64,0%
responden merasa bahwa kondisi lingkungan kerjanya baik dan nyaman atau
tidak mengganggunya dalam melaksanakan pekerjaannya.
87
b. Pelecehan Seksual
Tabel 5.17
Distribusi Responden Berdasarkan Pelecehan Seksual
di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Pelecehan Seksual Jumlah (n) Persentase (%)
Ada
Tidak
58
142
29,0
71,0
Total 200 100
Dari tabel 5.17 tersebut dapat diketahui bahwa dalam dunia kerjanya
sebesar 71,0% atau sebagian besar responden tidak pernah mengalami
pelecehan seksual dari rekan kerja maupun atasannya.
c. Kekerasan di Tempat Kerja
Variabel kekerasan di tempat kerja diukur menggunakan pertanyaan
dengan beberapa pilihan jawaban. Dalam analisis data variabel tersebut
dikategorikan menjadi dua yakni ada (jika terdapat ≥ 1 perlakuan) dan tidak
(jika tidak ada perlakuan) (tabel 5.18):
Tabel 5.18
Distribusi Responden Berdasarkan Kekerasan di Tempat Kerja
di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kekerasan di Tempat Kerja Jumlah (n) Persentase (%)
Ada
Tidak
25
175
12,5
87,5
Total 200 100
Dari tabel 5.18 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
atau sebesar 87,5% tidak pernah mengalami kekerasan di tempat kerja.
88
d. Kemacetan saat Berangkat dan Pulang Kerja
Tabel 5.19
Distribusi Responden Berdasarkan Kemacetan saat Berangkat dan Pulang
Kerja di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kemacetan saat Berangkat
dan Pulang Kerja Jumlah (n)
Persentase
(%)
Terganggu
Tidak Terganggu
146
54
73,0
27,0
Total 200 100
Berdasarkan tabel 5.19 dapat diketahui bahwa sebesar 73,0% atau
sebagian besar responden menyatakan bahwa kemacetan dirasa mengganggu
kenyamanan mereka.
B. Analisis Bivariat
Dalam analisis bivariat ini digunakan uji statistik chi-square untuk melihat
hubungan masing-masing variabel independen (variabel-variabel yang berhubungan
dengan stres kerja) dengan variabel dependen (stres kerja) pada wanita bekerja
sektor formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013.
1. Hubungan antara Faktor Organisasional dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
a. Hubungan antara Kurangnya Otonomi dengan Stres Kerja
Tabel 5.20
Tabulasi Silang antara Kurangnya Otonomi dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kurangnya Otonomi
Kerja
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,650 N % N %
Tidak Mandiri 19 22,6 65 77,4 84 100
Mandiri 22 19,0 94 81,0 116 100
Dari tabel 5.20 dapat diketahui bahwa dari 84 responden yang
menyatakan tidak mandiri dalam kerjanya, sebesar 22,6% mengalami stres
89
kerja berat. Sedangkan dari 116 responden yang mandiri dalam kerjanya,
sebesar 19,0% mengalami stres kerja berat. Dari uji statistik diperoleh P value
sebesar 0,650 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara kurangnya otonomi dan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
b. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.21
Tabulasi Silang antara Beban Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor
Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Beban Kerja
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,011 N % N %
Berat 26 29,2 63 70,8 89 100
Ringan 15 13,5 96 86,5 111 100
Dari tabel 5.21 dapat diketahui bahwa dari 89 responden yang
menyatakan beban kerja berat, sebesar 29,2% mengalami stres kerja berat.
Sedangkan dari 111 responden dengan beban kerja ringan, sebesar 13,5%
mengalami stres kerja berat. Dari uji statistik diperoleh P value sebesar 0,011
yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
beban kerja dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
90
c. Hubungan antara Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja
Tabel 5.22
Tabulasi Silang antara Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Relokasi Pekerjaan
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,120 N % N %
Terganggu 7 36,8 12 63,2 19 100
Tidak Terganggu 14 18,4 62 81,6 76 100
Dari tabel 5.22 dapat diketahui bahwa dari 19 responden yang
menyatakan relokasi tidak nyaman, sebesar 36,8% mengalami stres kerja berat.
Sedangkan dari 76 responden dengan relokasi kerja tidak nyaman, sebesar
18,4% mengalami stres kerja berat. Dari uji statistik diperoleh P value sebesar
0,120 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara relokasi pekerjaan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal
di Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
d. Hubungan antara Pelatihan dengan Stres Kerja
Tabel 5.23
Tabulasi Silang antara Pelatihan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor
Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kurangnya
Pelatihan
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,171 N % N %
Kurang 22 25,6 64 74,4 86 100
Cukup 19 16,7 95 83,3 114 100
Dari tabel 5.23 dapat diketahui bahwa dari 86 responden yang merasa
kurang dalam pelatihan kerjanya maupun yang belum mendapat pelatihan
kerja, sebesar 25,6% mengalami stres kerja berat. Sedangkan dari 114
responden yang merasa cukup, sebesar 16,7% mengalami stres kerja berat.
91
Dari uji statistik diperoleh P value sebesar 0,171 yang artinya pada α = 5%
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kurangnya pelatihan
dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah Kecamatan
Ciputat Timur tahun 2013.
e. Hubungan antara Perkembangan Karir dengan Stres Kerja
Tabel 5.24
Tabulasi Silang antara Perkembangan Karir dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Perkembangan
Karir
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
1,000 N % N %
Tidak Memuaskan 7 21,9 25 78,1 32 100
Memuaskan 21 23,6 68 76,4 89 100
Dari tabel 5.24 dapat diketahui bahwa dari 121 responden terdapat 32
responden yang menyatakan karir kerjanya tidak memuaskan dengan 21,9%
mengalami stres kerja berat. Sedangkan dari 89 responden dengan karir
memuaskan, sebesar 23,6% mengalami stres kerja berat. Dari uji statistik
diperoleh P value sebesar 1,000 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara perkembangan karir dengan stres kerja.
f. Hubungan antara Buruknya Hubungan dengan Atasan dengan Stres
Kerja
Tabel 5.25
Tabulasi Silang antara Hubungan dengan Atasan dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Hubungan dengan
Atasan
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
1,000 N % N %
Buruk 1 25,0 3 75,0 4 100
Baik 40 20,4 156 79,6 196 100
92
Berdasarkan tabel 5.25 diketahui bahwa dari 4 responden yang
menyatakan memiliki hubungan buruk dengan atasannya, sebesar 25,0%
mengalami stres kerja berat. Sedangkan dari 196 responden yang hubungan
dengan atasannya baik, sebesar 20,4% mengalami stres kerja berat. Dari uji
statistik diperoleh P value sebesar 1,000 yang artinya pada α = 5% dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara hubungan buruk dengan
majikan dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013.
g. Hubungan antara Perkembangan teknologi dengan Stres Kerja
Tabel 5.26
Tabulasi Silang antara Perkembangan Tekonologi dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Perkembangan
Teknologi
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,045 N % N %
Tidak Mampu 11 35,5 20 64,5 31 100
Mampu 30 17,8 139 82,2 169 100
Dari tabel 5.26 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan
tidak mampu atas perkembangan teknologi terdapat 35,5% mengalami stres
kerja berat, sedangkan dari 169 responden yang mampu, sebesar 17,8%
mengalami stres kerja berat. Dari uji statistik diperoleh P value sebesar 0,045
yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
perkembangan teknologi dengan stres kerja.
93
h. Hubungan antara Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan
Gaji dengan Stres Kerja
Tabel 5.27
Tabulasi Silang antara Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji
dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2013
Bertambahnya Tanggung
Jawab tanpa
Pertambahan Gaji
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,752 N % N %
Ya 14 18,7 61 81,3 75 100
Tidak 27 21,6 98 78,4 125 100
Berdasarkan tabel 5.27 diketahui bahwa dari 75 responden yang merasa
tanggung jawab kerjanya bertambah tanpa diikuti dengan bertambahnya gaji,
sebesar 18,7% mengalami stres berat. Sedangkan responden yang menyatakan
tanggung jawab dan gaji sesuai sebesar 21,7% mengalami stres kerja berat.
Dari hasil uji statistik diperoleh P value sebesar 0,752 yang artinya pada α =
5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara bertambahnya
tanggung jawab tanpa pertambahan gaji dengan stres kerja.
2. Hubungan antara Faktor Individu dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
a. Hubungan antara Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab
Keluarga dengan Stres Kerja Tabel 5.28
Tabulasi Silang antara Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga
dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2013
Pertentangan Karir
dan Tanggung Jawab
Keluarga
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,416 N % N %
Mengganggu 16 24,6 49 75,4 65 100
Tidak Mengganggu 25 18,5 110 81,5 135 100
94
Dari tabel 5.28 diketahui bahwa dari 65 responden yang merasa
terganggu atas karir dan tanggung jawab terhadap keluarga, sebesar 24,6%
mengalami stres kerja berat. Sedangkan dari 135 responden yang tidak merasa
terganggu, terdapat 18,5% mengalami stres kerja berat. Dari uji statistik
diperoleh P value sebesar 0,416 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara pertentangan karir dan tanggung jawab
keluarga dengan stres kerja.
b. Hubungan antara Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja
Tabel 5.29
Tabulasi Silang antara Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Ketidakpastian
Ekonomi
Stres Kerja Total Pvalue
Berat Ringan N %
0,614 N % N %
Ya 20 18,7 87 81,3 107 100
Tidak 21 22,6 72 77,4 93 100
Berdasarkan tabel 5.29 diketahui bahwa dari 107 responden yang
menyatakan ekonomi tidak pasti, sebesar 18,7% mengalami stres kerja berat.
Sedangkan dari 93 responden yang tidak masalah dengan perekonomiannya,
sebesar 22,6% mengalami stres kerja berat. Dari hasi uji statistik diperoleh P
value sebesar 0,614 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja.
95
c. Hubungan antara Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.30
Tabulasi Silang antara Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kurangnya
Penghargaan Kerja
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,138 N % N %
Ya 17 16,0 89 84,0 106 100
Tidak 24 25,5 70 74,5 94 100
Berdasarkan tabel 5.30 diketahui bahwa dari 106 responden yang
menyatakan penghargaan kerja kurang, sebesar 16,0% mengalami stres kerja
berat. Sedangkan dari 94 responden yang penghargaan kerjanya sepadan,
sebesar 25,5% mengalami stres kerja berat. Dari hasil uji statistik diperoleh P
value sebesar 0,138 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara penghargaan kerja dengan stres kerja.
d. Hubungan antara Kejenuhan kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.31
Tabulasi Silang antara Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kejenuhan Kerja
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,239 N % N %
Ya 15 26,8 41 84,0 56 100
Tidak 26 18,1 118 81,9 144 100
Berdasarkan tabel 5.31 diketahui bahwa dari 56 responden yang
menyatakan jenuh terhadap pekerjaannya, sebesar 26,8% mengalami stres kerja
berat. Sedangkan dari 144 responden yang tidak jenuh dengan pekerjaannya,
sebesar 18,1% mengalami stres kerja berat. Dari hasi uji statistik diperoleh P
96
value sebesar 0,239 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja pada responden.
e. Hubungan antara Perawatan Anak dengan Stres Kerja
Tabel 5.32
Tabulasi Silang antara Perawatan Anak dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Perawatan Anak
tidak Adekuat
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,415 N % N %
Ya 3 30,0 7 70,0 10 100
Tidak 18 18,9 77 81,1 95 100
Dari hasil analisis pada tabel 5.32 diketahui bahwa dari 10 responden
yang tidak adekuat dalam mengasuh anaknya, sebesar 30,0% mengalami stres
kerja berat. Sedangkan dari 95 responden yang adekuat dalam merawat
anaknya, sebesar 18,9% mengalami stres kerja berat. Dari hasi uji statistik
diperoleh P value sebesar 0,415 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara perawatan anak yang tidak adekuat dengan
stres kerja pada responden.
f. Hubungan antara Konflik dengan Rekan Kerja dengan Stres Kerja Tabel 5.33
Tabulasi Silang antara Konflik dengan Rekan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Konflik dengan
Rekan Kerja
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
0,691 N % N %
Ya 1 10,0 9 90,0 10 100
Tidak 40 21,1 150 78,9 190 100
Dari hasil analisis pada tabel 5.33 diketahui bahwa dari 10 responden
yang memiliki hubungan buruk dengan rekan kerjanya, sebesar 10,0%
mengalami stres kerja berat. Sedangkan dari 190 responden berhubungan baik
97
dengan rekan kerjanya, sebesar 21,1% mengalami stres kerja berat. Dari hasi
uji statistik diperoleh P value sebesar 0,691 yang artinya pada α = 5% dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara konflik dengan rekan kerja
dengan stres kerja.
3. Hubungan antara Faktor Lingkungan dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
a. Hubungan antara Kondisi Lingkungan dengan Stres Kerja
Tabel 5.34
Tabulasi Silang antara Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Lingkungan Kerja
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
N % N %
Terganggu 21 29,2 51 70,8 72 100 0,036
Tidak Terganggu 20 15,6 108 84,4 128 100
Dari tabel 5.34 diketahui bahwa dari 72 responden yang terganggu akan
kondisi lingkungan kerjanya, sebesar 29,2% mengalami stres kerja berat.
Sedangkan dari 128 responden yang nyaman, sebesar 15,6% mengalami stres
kerja berat. Dari hasil uji statistik diperoleh P value sebesar 0,036 yang artinya
pada α = 5% diketahui bahwa ada hubungan antara buruknya kondisi
lingkungan kerja dengan stres kerja.
b. Hubungan antara Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja
Tabel 5.35
Tabulasi Silang antara Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Pelecehan Seksual
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan N %
N % N %
Ada 21 36,2 37 63,8 58 100 0,001
Tidak Ada 20 14,1 122 85,9 142 100
98
Berdasarkan tabel 5.35 diketahui bahwa responden yang mengalami
pelecehan seksual sebesar 36,2% mengalami stres kerja berat. Sedangkan dari
142 responden yang tidak mengalami pelecehan seksual, sebesar 14,1%
mengalami stres kerja berat. Dari hasil uji statistik diperoleh P value sebesar
0,001 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
pelecehan seksual dengan stres kerja.
c. Hubungan antara Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.36
Tabulasi Silang antara Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kekerasan di
Tempat Kerja
Stres Kerja Total Pvalue
Berat Ringan N %
0,466 N % N %
Ada 7 28,0 18 72,0 25 100
Tidak Ada 34 19,4 141 80,6 175 100
Dari tabel 5.36 diketahui bahwa dari 25 responden yang mengalami
kekerasan kerja sebesar 28,0% mengalami stres kerja berat. Sedangkan dari
175 responden yang tidak mengalami kekerasan kerja, sebesar 19,4%
mengalami stres kerja berat. Dari hasil uji statistik diperoleh P value sebesar
0,466 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja.
99
d. Hubungan antara Kemacetan dengan Stres Kerja
Tabel 5.37
Tabulasi Silang antara Kemacetan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Kemacetan
Stres Kerja Total Pvalue
Berat Ringan N %
1,000 N % N %
Terganggu 30 20,5 116 79,5 146 100
Tidak Terganggu 11 20,4 43 79,6 54 100
Dari tabel 5.37 diketahui bahwa dari hasi uji statistik diperoleh P value
sebesar 1,000 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara kemacetan dengan stres kerja.
100
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
1. Penentuan RW sebagai lokasi penelitian
Dalam menentukan RW mana saja sebagai lokasi penelitian, penulis
menggunakan metode simple random sampling dengan bentuk kocokan. Meski
cara tersebut sudah dapat dipakai dan relatif lebih mudah, namun tidak cukup
sistematis, sehingga tidak menutup kemungkinan dapat mempengaruhi hasilnya.
Misalnya kertas yang satu dengan yang lainnya tidak sama dalam ukuran
gulungannya, sehingga dengan begitu kertas dengan gulungan yang lebih kecil
akan dapat lebih mudah keluar dari kocokan dibandingkan dengan yang lainnya.
2. Instrumen penelitian
Kuesioner sebagai alat ukur stres yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan kuesioner yang diadopsi oleh penulis dari teori dan instrumen
penelitian terdahulu yang tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelumnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan bukan instrumen
standar atau baku.
B. Gambaran Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
Seseorang baik pria maupun wanita perlu bekerja untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan memperoleh apa yang diinginkannya. Dalam lingkup bekerja ini,
Islam sendiri membolehkan wanita ikut serta untuk bekerja. Sebagaimana Shihab
101
(2006) menyatakan bahwa Islam tidak melarang wanita bekerja di dalam maupun di
luar rumah, secara mandiri atau bersama-sama, siang atau malam selama pekerjaan
tersebut dilakukan dalam suasana terhormat, serta selama wanita bekerja tersebut
dapat memelihara tuntutan agama dan dapat menghindarkan dampak-dampak negatif
dari pekerjaannya terhadap diri dan lingkungannya.
Pernyataan tersebut didasarkan pada firman Allah dalam surah al-Qashash ayat
21-24 yang artinya “Maka dia keluar darinya dengan rasa takut menanti. Dia
berkata: “Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim.” Dan ketika ia
menghadap ke arah Madyan, dia berkata: “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku
ke jalan yang benar. “Dan tatkala dia sampai di sumber air negeri Madyan, dia
menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan dan dia mendapati
di belakang mereka dua orang wanita yang sedang menghalangi (ternak mereka).
Dia berkata: “Apakah maksud kamu berdua?” Kedua wanita itu berkata: “Kami
tidak dapat meminumkan sebelum penggembala-penggembala itu pulang, sedangkan
bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut usia.” Maka (Musa) memberi minum
untuk keduanya……..”
Dalam bekerja tidak menutup kemungkinan akan terjadi ketegangan pada diri
pekerja di tempat kerja maupun di luar tempat kerja. Ketegangan yang terlalu sering
dialami tersebut, menurut Anoraga (1998) dapat mengganggu konsentrasi pekerja
dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga menurunkan produktivitas kerja yang
pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi instansi atau perusahaan.
Menurut NSC (2004), setiap aspek kehidupan baik dari lingkungan kerja,
lingkungan hidup, dan individu itu sendiri dapat dirasakan sebagai hal yang dapat
102
menimbulkan stres bagi pekerja tersebut. Dalam hal ini Seyle dalam Arden (2002)
menyatakan bahwa keadaan stres tersebut tergantung pada persepsi pekerja itu
sendiri, apakah dirasakan sebagai stres atau tidak sehingga dapat diartikan bahwa
pada kondisi kerja atau jenis pekerjaan yang sama seorang pekerja dapat mengalami
stres, sedangkan yang lainnya tidak.
Stres kerja pada wanita merupakan konsentrasi dalam penelitian ini yang
didasarkan pada beberapa sumber yang menyatakan bahwa stres kerja banyak terjadi
pada wanita, hal tersebut diantaranya karena wanita memiliki karakteristik psikis dan
metabolisme biologis yang berbeda dengan pria (Ahmad dan Soleh, 2005 dalam
Lestarianita, 2010).
Stres kerja dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan beberapa
pertanyaan yang mengindikasikan pada stres kerja meliputi perubahan fisiologis,
psikologis, dan perilaku.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami
stres kerja ringan yakni sebesar 79,5%. Hal tersebut kemungkinan dapat disebabkan
oleh berkurangnya kesenggangan atau permasalahan yang dialami wanita bekerja
dalam dunia kerja dan lingkungan luar kerja. Deka (2009) dan ILO (2008)
menyatakan bahwa salah satu permasalahan kerja yang menjadikan wanita
mengalami stres kerja adalah gaji atau upah yang kurang atau tidak sesuai dengan
tanggung jawab yang dikerjakan. Sedangkan dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden telah memperoleh gaji atau upah yang sesuai
dengan tanggung jawab kerjanya sehingga hal tersebut tidak memicu timbulnya stres
berat bagi mereka.
103
Deka (2009) dan Ni’mah (2009) juga menyebutkan permasalahan wanita
bekerja lainnya adalah adanya kendala dalam perkembangan karir kerja. Sedangkan
dalam hasil penelitian ini terlihat bahwa sebagian besar responden tidak mengalami
karir yang melelahkan atau tidak ada kendala dalam perkembangan karir kerjanya.
Permasalahan selanjutnya yakni konflik peran ganda wanita yang bekerja
(Rini, 2012). Sedangkan dalam hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden merasa tidak terganggu dengan peran ganda yang ditanggung yakni
responden tetap dapat mengasuh anak secara baik dan mendapat dukungan dari
keluarga untuk pekerjaannya.
Selain faktor penyebab stres kerja dari dunia kerja tersebut, juga terdapat
penyebab stres dari luar pekerjaan seperti metabolisme biologis dari wanita itu
sendiri diantaranya wanita mengalami dysminorrhae. Sebagaimana Kasdu (2005)
dalam Haryani (2012) meyebutkan dysminorrhae merupakan salah satu faktor
penyebab stres kerja lebih tinggi dari pria bekerja karena wanita bekerja merasa
tanggung jawab pekerjaannya terganggu akibat gangguan menstruasi tersebut.
Sedangkan dalam hasil penelitian ini sebagian besar responden tidak mengalami
gangguan menstruasi baik dysminorrhae, terlambat datang bulan, maupun gangguan
menstruasi lainnya.
Penelitian lainnya mengenai stres kerja juga diperoleh presentase stres kerja
ringan yang lebih besar, diantaranya yakni hasil penelitian dari Airmayanti (2010)
yang menyatakan bahwa sebesar 55,6% atau sebagian besar karyawan yang
mengalami stres kerja ringan lebih banyak dibandingkan karyawan yang mengalami
stres kerja berat.
104
Meskipun sebagian besar responden dalam penelitian ini mengalami stres kerja
ringan, namun jika hal tersebut tidak ditangani secara dini maka akan dapat
berkembang secara kronik dan menjadi lebih serius. Akibatnya pekerja mengalami
penyimpangan perilaku dan fungsi yang normal yang pada akhirnya dapat
mengganggu kinerjanya (Soewono, 1993 dalam Inayah, 2011). Dalam hal ini
NIOSH dalam Clausses (2012) menyatakan bahwa stres dalam keadaan konstan
dapat menimbulkan masalah serius bagi keselamatan maupun kesehatan pekerja,
diantaranya yaitu timbulnya penyakit kronik seperti kardiovaskular, gangguan tulang
belakang dan ekstremitas, serta dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Oleh karena
itu, pengelolaan sebagai upaya pencegahan dan penganggulangan terhadap stres
harus segera dilakukan.
Pencegahan stres ringan agar tidak menjadi lebih serius ini dapat dilakukan
sendiri oleh pekerja maupun dari instansi tempat kerjanya. Instansi dapat melakukan
beberapa upaya pencegahan stres kerja sebagaimana disebutkan Levi (1984)
diantaranya yakni:
1. Adanya peraturan tentang identifikasi bahaya kerja termasuk identifikasi terhadap
bahaya psikososial kerja. Stres merupakan kondisi ketidakseimbangan psikososial
yang dapat diketahui dari beberapa gejala yang tampak. Dengan adanya
identifikasi bahaya tersebut diharapkan stres dapat ditanggulangi secara dini.
2. Memberi kesempatan kepada pekerja untuk mengembangkan keterampilannya
termasuk keleluasaan dalam memberikan pendapat tentang organisasi tempat
kerja. Dengan adanya keleluasaan tersebut instansi dapat mengetahui hal-hal yang
105
dapat menyebabkan pekerja merasa menjadi stres akan kondisi kerja, sehingga
instansi dapat melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan segera.
Selain oleh instansi, upaya pengelolaan stres juga dapat dilakukan oleh pekerja
itu sendiri, diantaranya dengan jalan kembali pada agama (Yuwono, 2010). Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan mencoba membiasakan berniat ikhlas untuk segala
ketentuan Allah atas usaha yang telah dilakukan, serta sabar dan sholat dengan
teratur dengan begitu dapat mengurangi kepenatan fisik, berbagai masalah, beban
kerja, dan emosi tinggi sebagaimana firman Allah yang artinya “Hai orang-orang
yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah, 153).
Upaya selanjutnya yakni agar selalu bersyukur dan berserah diri (tawakkal)
atas apa yang dikaruniakan dan ditetapkan Allah dalam kehidupan, karena dengan
begitu akan menambah kekuatan positif bagi seseorang sehingga dapat selalu
optimis dalam menjalani kehidupan termasuk bekerja. Selanjutnya yakni doa dan
dzikir karena dengan berdoa, secara spiritual akan dapat menambah kekuatan pada
seseorang dan dengan berdzikir dapat memberi ketenangan jiwa maupun pikiran
sehingga dengan keadaan tersebut seseorang akan lebih produktif, sebagaimana
firman Allah yang artinya “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram” (QS. Ar Ra’ad, 28).
Selain dari aspek agama, upaya pengelolaan stres juga dapat dilakukan secara
umum (Wallace, 2007), diantaranya yakni mengubah cara berpikir negatif menjadi
positif melalui pembiasaan dan pelatihan, menulis baik tulisan ilmiah maupun non-
ilmiyah karena dengan menulis seseorang akan mendapatkan ketenangan, mengatur
106
waktu secara efektif untuk mengurangi stres akibat tekanan waktu, dan melakukan
relaxation technique diantaranya dengan berolahraga secara teratur.
C. Hubungan antara Faktor Organisasional dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013
1. Hubungan antara Kurangnya Otonomi dengan Stres Kerja
Otonomi kerja merupakan kemandirian pekerja dalam melaksanakan
tanggung jawab kerjanya tanpa adanya pengawasan yang ketat dari atasannya.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebesar 58,0% atau sebagian besar
responden merasa bahwa mereka memiliki kemandirian dalam melaksanakan
tanggung jawab kerjanya atau telah memperoleh otonomi kerja yang sesuai.
Pekerja yang memperoleh otonomi kerja untuk melaksanakan tanggung
jawab kerjanya menjadikan pekerja tersebut dapat leluasa menunjukkan
kompetensi dan kreatifitasnya untuk hasil kerja terbaik. Sebagaimana menurut
Kauffeld (2006) dalam Saragih (2007), kreatifitas karyawan meningkat dengan
desain pekerjaan yang memberikan otonomi kerja tinggi.
Berbeda jika otonomi yang diperoleh pekerja tersebut kurang, NSC (2004)
mengemukakan bahwa kurangnya atau tidak sesuainya otonomi kerja memiliki
hubungan dengan stres kerja yang terjadi pada pekerja. Namun dengan otonomi,
dapat memberikan kebebasan bagi pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya
sehingga akan mengurangi tingkat stress karena menjadikan pekerja tersebut
terbebas dari tekanan dan ancaman dalam bekerja (Elsass dan Veiga, 1997 dalam
Saragih, 2007).
107
Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara otonomi kerja dengan stres kerja pada wanita bekerja
sektor formal. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Saragih (2008) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kemandirian
perawat dalam bertugas dengan kejadian stres kerja.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sampel penelitian, dimana dalam
penelitian Saragih (2008) sasaran respondennya adalah perawat yang memiliki
satu jenis pekerjaan dan pada tempat serta kebijakan kepemimpinan yang sama,
meskipun stres kerja yang terjadi pada setiap individu berbeda dengan individu
lainnya, namun satu faktor tertentu juga tidak menutup kemungkinan dirasakan
sebagai hal yang sama oleh seluruh individu tersebut.
Sebagaimana Seyle dalam Arden (2002) yang menyatakan bahwa keadaan
stres tergantung pada persepsi pekerja itu sendiri, apakah dirasakan sebagai stres
atau tidak, dengan begitu dapat diartikan bahwa dalam kondisi dan pekerjaan
yang sama seorang pekerja bisa mengalami stres sedangkan yang lainnya tidak,
serta tidak menutup kemungkinan semua pekerja juga dapat mengalami stres.
Seorang perawat biasanya memiliki tekanan maupun tuntutan dari atasan
untuk selalu melayani pasien dengan ramah dalam situasi apapun, selain itu
perawat juga menjadi partner dokter yang harus siap menjalankan tugasnya sesuai
dengan instruksi ataupun advise dari dokter, dan di sisi lain perawat harus bisa
menghadapi komplain dari keluarga pasien (Indriyani, 2009). Dengan adanya
faktor-faktor tersebut tidak menutup kemungkinan sebagian perawat mengalami
stres kerja karena kurangnya otonomi kerja yang diterima. Sedangkan responden
108
dalam penelitian ini terdiri dari berbagai jenis profesi pekerjaan, tempat kerja
berbeda, dan kebijakan kepemimpinan yang berbeda pula sehingga berpengaruh
terhadap otonomi kerja yang diterima oleh masing-masing responden.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden yang tidak mandiri
dalam kerjanya sebesar 22,6% mengalami stres kerja berat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Robbins (1998) yakni tidak adanya otonomi atau otonomi yang kurang
dapat menyebabkan stres kerja, sedangkan dengan adanya otonomi yang sesuai
memiliki kecenderungan dapat mengurangi stres kerja yang dialami pekerja.
Otonomi yang dirasakan kurang oleh pekerja menyebabkan pekerja tersebut
merasa tertekan karena pada dasarnya pekerja mengharapkan otonomi yang luas
dari atasan maupun instansi tempat kerja. Dalam hal ini, Manajer (1986) dalam
Saragih (2008) menyatakan bahwa manusia memiliki sifat ego yang tinggi
diantaranya tidak ingin dikekang oleh suatu peraturan atau tata tertip dan
pengawasan yang ketat, karena dengan adanya tata tertib dan pengawasan yang
ketat akan menjadikan pekerja merasa terkekang dan mudah mengalami stres.
Hasil dari penelitian ini juga diperoleh sebesar 19,0% responden mengalami
stres kerja berat dari responden yang mandiri dalam kerjanya. Hal tersebut dapat
dikarenakan beberapa responden merasa kurang memperoleh pengawasan dari
atasan sehingga timbul rasa cemas atau khawatir dalam menentukan sikap dan
keputusannya sendiri terkait tanggung jawab kerja yang dibebankan. Sebagaimana
NIOS (2008) menyampaikan, dengan tidak adanya atau kurangnya kontrol dalam
tugas dari atasan dapat menjadi salah satu penyebab dan pemicu terjadinya stres
kerja pada pekerja. Selain itu, peneliti berasumsi bahwa adanya faktor selain
109
otonomi kerja diantaranya yakni pelecehan seksual dan beban kerja yang diterima
dirasakan terlalu berat sehingga dapat menyebabkan responden dengan otonomi
sesuai mengalami stres kerja berat.
2. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja
Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh pekerja sebagai akibat
pekerjaan yang dilakukan olehnya. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa
55,5% atau sebagian besar responden merasa beban yang diterima ringan atau
sesuai dengan kemampuan dan waktu yang dimiliki.
Adapun dari analisis bivariat diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara beban kerja dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal. Dimana hasil tersebut sesuai dengan ungkapan SNI 7269 (2009) yakni
beban kerja selain memiliki pengaruh cukup dominan terhadap kinerja pekerja,
dapat juga menimbulkan efek negatif terhadap keselamatan dan kesehatan
pekerja. Dalam kajian penelitian ini dapat dikatakan bahwa efek negatif dari
beban kerja terhadap kesehatan pekerja tersebut adalah stres kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Nugrahani (2008) yang juga
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja kuantitatif dengan
tingkat stres kerja, dimana semakin pekerja merasa beban kerjanya berlebih maka
tingkat stres yang dialami semakin berat, dan sebaliknya. Penelitian dengan hasil
serupa juga diungkapkan oleh Airmayanti (2010) yakni ada hubungan antara
beban kerja dengan stres kerja atau dapat dikatakan bahwa beban kerja merupakan
faktor pencetus stres kerja.
110
Beban kerja terlalu banyak maupun sedikit tersebut timbul selain sebagai
akibat dari tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja dan dirasakan oleh pekerja
sebagai beban kerja yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, juga
merupakan manifestasi dari ketidakmampuan pekerja untuk melakukan suatu
tugas yang diberikan (Munandar, 2008). Berdasarkan jawaban dari responden,
terdapat beberapa responden yang menyatakan bahwa beban kerja yang diterima
terlalu berat dan responden juga dituntut untuk bekerja secara cepat dan tepat, dari
hal tersebut tidak menutup kemungkinan menjadikannya stres dalam bekerja.
Hasil dari penelitian juga diperoleh bahwa responden dengan stres kerja
berat dan memiliki beban kerja berat sebesar 29,2%, hasil tersebut lebih besar jika
dibandingkan dengan responden dengan stres kerja berat dan memiliki beban
kerja ringan yakni sebesar 13,5%.
Hal tersebut dikarenakan responden merasa bahwa beban kerja yang
diterima terlalu berat, tugas-tugas yang dikerjakan di luar tugas pokok terlalu
banyak, responden dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan secara cepat dan tepat,
dan beberapa responden menyatakan bahwa pekerjaan yang dikerjakan terasa
tidak mudah atau responden belum merasa terampil atau berpotensi untuk
melaksanakan tugas kerjanya. Sebagaimana Davis dan Newstrom (1989) dalam
Margiati (1999) menyatakan bahwa banyaknya tugas akan menjadi sumber stres
apabila tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan
waktu yang tersedia bagi pekerja tersebut.
Adapun untuk responden dengan beban kerja sedang namun mengalami
stres kerja berat dapat dikarenakan kemungkinan responden memiliki beban kerja
111
kuantitatif yang ringan atau tidak terlalu sedikit namun responden memiliki beban
kerja kualitatif yang terlalu banyak atau berat. Beban kerja kualitatif tersebut
tercermin dari banyaknya responden menyatakan bahwa dalam bekerja mereka
dituntut untuk cepat dan tepat, dimana hal ini dapat menimbulkan tekanan pada
responden sehingga berimplikasi kepada terjadinya stres kerja. Seperti yang
diungkapkan Rohman (2010), beban yang harus ditanggung oleh seseorang dapat
menimbulkan stres kerja karena adanya tekanan yang dirasakan.
Oleh karena itu perlu adanya upaya promotif dan preventif bagi pekerja itu
sendiri maupun oleh instansti tempat kerja mengenai stres kerja. Upaya
pengelolaan tersebut dapat dilakukan oleh instansi dengan melakukan identifikasi
terhadap bahaya psikosoial kerja, salah satunya untuk mengetahui seberapa besar
beban kerja yang dapat diterima pekerja, selain itu instansti juga disarankan untuk
mengoptimalkan pelatihan agar pekerja lebih mudah dalam melaksanakan tugas
kerjanya, mengingat beberapa responden menyatakan masih kurang dalam
memperoleh pelatihan.
Bagi pekerja itu sendiri dapat melakukan pengelolaan stres dengan
membiasakan diri untuk rileks dan lebih bisa mengatur waktu secara efisien dan
efektif. Selain itu, jika sendirian diusahakan agar tidak memilih pekerjaan yang
selesai jam kerjanya terlalu sore atau malam, untuk mengurangi potensi dari
tindakan criminal yang mungkin terjadi.
112
3. Hubungan antara Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja
Relokasi merupakan pemindahan suatu pekerjaan dari tempat kerja lama
menuju tempat kerja baru dengan tanggung jawab sama atau berubah (Ghufroni,
2010). Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar responden
mengalami relokasi pekerjaan yang sesuai atau tidak terganggu dengan relokasi
pekerjaannya yaitu sebesar 80,0%.
Adapun dari analisis bivariat diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan
antara relokasi pekerjaan dengan stres kerja pada responden. Hasil ini tidak sesuai
dengan Saragih (2008) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara mutasi kerja dengan stres kerja pada perawat. Namun sejalan dengan
pendapat Zaini (2012) mengenai tujuan dari relokasi pekerjaan diantaranya yakni
agar pekerja yang mengalami relokasi memperoleh kepuasan kerja yang
mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin
kepada perusahaan.
Relokasi pekerjaan juga dapat menumbuhkan kecocokan kerja pada pekerja
tertentu secara lebih baik, pembentukan staf kerja yang fleksibel, perubahan-
perubahan yang lebih baik dalam masalah gaji dan tunjangan, serta dapat
menghasilkan pemikiran-pemikiran baru untuk instansi tempat kerja (Mobley,
1986 dalam Purwanti, 2008). Dengan adanya relokasi pekerjaan yang dirasakan
tidak menggangu tersebut pekerja akan merasakan situasi kerja baru sehingga
dapat menambah semangat untuk bekerja yang akhirnya dapat mengurangi stres
yang mungkin timbul.
113
Hasil lain dari analisis juga menunjukkan bahwa responden yang merasa
terganggu dengan relokasi pekerjaan sebesar 36,8% mengalami stres kerja berat,
hasil tersebut lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang merasa
tidak terganggu dengan relokasi pekerjaan dan mengalami stres kerja berat yakni
sebesar 18,4%.
Hal tersebut dapat dikarenakan adanya ketidakpuasan dari pekerja atas
relokasi pekerjaan yang mungkin tidak sesuai dengan aturan instansi maupun
harapan dari pekerja tersebut. Pekerja yang merasa terganggu atau merasakan
bahwa relokasi pekerjaan yang tidak sesuai tersebut dapat mengalami ketegangan
atau guncangan jiwa dan pikiran karena belum siap dengan adanya hal-hal baru
yang dihadapi. Pekerja harus beradabtasi lagi dengan lingkungan baru dan
kemungkinan dengan jabatan dan tanggung jawab pekerjaan baru, serta tidak
menutup kemungkinan timbulnya kekhawatiran akan terhambatnya
perkembangan karir kerjanya.
Ketegangan yang dialami pekerja tersebut jika berlangsung lama dan sulit
diatasi akan mengakibatkan stres. Stres timbul karena adanya tekanan yang terlalu
besar dan bersifat personal dimana setiap orang memiliki kemampuan pada
tingkatan tertentu dan waktu tertentu dalam menghadapi tekanan (Cooper, 1995).
Sebagaimana Mobley (1986) dalam Purwanti (2008) memaparkan bahwa
pemindahan kerja yang tidak sesuai dapat menimbulkan dampak negatif
diantaranya menimbulkan stres bagi pekeja, mengurangi konsensus dalam
kelompok, dan mengakibatkan komunikasi kurang akurat.
114
Adapun responden yang tidak terganggu dengan relokasi kerja yang
diterima namun mengalami stres berat kemungkinan dapat dikarenakan oleh hal
lain, diantaranya seperti pelecehan seksual di tempat kerja dan kondisi lingkungan
kerja yang tidak nyaman dapat menyebabkan responden dengan relokasi kerja
tersebut mengalami stres kerja berat.
4. Hubungan antara Kurangnya Pelatihan dengan Stres Kerja
Pelatihan merupakan salah satu hal yang dibutuhkan dalam suatu organisasi
kerja. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden
mengalamai stres ringan dibandingkan berat. Dimana salah satu faktor yang
menyebabkan hal tersebut adalah sebagian besar responden merasa bahwa
pelatihan yang diperoleh telah cukup atau telah sesuai.
Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara pelatihan dengan stres kerja. Hal ini dapat dikarenakan pelatihan
yang diperoleh dirasakan sesuai dan cukup oleh sebagian besar responden
sehingga responden merasa mudah dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal
tersebut sesuai dengan tujuan dari pelatihan yakni untuk memperbaharui
kemampuan pekerja, membantu pekerja untuk beradaptasi terhadap teknologi
baru, agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan efektif, dan
dapat menghilangkan rasa jenuh dan stres (Notoadmodjo, 1989).
Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh bahwa responden yang merasa
kurang dalam pelatihan kerjanya maupun yang belum mendapat pelatihan kerja,
sebesar 25,6% mengalami stres kerja berat. Hasil tersebut lebih besar jika
115
dibandingkan dengan responden yang merasa cukup atas pelatihan dan mengalami
stres kerja berat yakni sebesar 16,7%.
Pelatihan merupakan suatu metode yang digunakan untuk memberikan
pekerja baru atau lama dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk
melakukan pekerjaan (Dessler, 2010 dalam Martcahyo, dkk., 2012). Pelatihan
tersebut biasanya diberikan berdasarkan kebutuhan pekerja untuk memperbaiki
kekurangan keterampilan, memberikan kompetensi pekerjaan tertentu,
mempersiapkan pekerja untuk peran-peran yang akan didapatkan di masa
mendatang dan sebagainya (Jackson, 2011 dalam Martcahyo, dkk., 2012).
Tidak adanya atau kurangnya pelatihan dapat menjadikan pekerja kesulitan
dan cemas dalam melaksanakan tugas pekerjaannya karena pelatihan memiliki
pengaruh terhadap kinerja pekerja. Hal tersebut sebagaimana disebutkan
Martcahyo, dkk. (2012) dalam hasil penelitiannya yakni apabila pelatihan
dilaksanakan sesuai kebutuhan pekerja dan berkala maka akan dapat
meningkatkan kinerja pekerja tersebut.
Rasa cemas yang berlangsung lama karena kesulitan mengerjakan pekerjaan
dan khawatir terhadap hasil kerja yang diakibatkan tidak adanya atau kurangnya
pelatihan yang diperoleh pekerja, maka tidak menutup kemungkinan pekerja
tersebut menjadi stres. Sebagaimana NSC (2004) menyatakan bahwa kurangnya
pelatihan dapat menyebabkan stres kerja bagi pekerja. Kurangnya pelatihan atau
sekenario penempatan yang tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
pekerja akan menjadikannya kurang percaya diri dan mengalami kesulitan dalam
menghadapi situasi sehingga dapat menyebabkan stres (Denny, 2011).
116
Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan adanya responden dengan
pelatihan cukup namun mengalami stres kerja berat, hal tersebut dimungkinan
karena terdapat responden yang masih melakukan kelalaian dalam bekerja yang
menyebabkan hasil kerjanya buruk sehingga menimbulkan kecemasan berlarut-
larut yang akhirnya memicu timbulnya stres kerja. Sebagaimana Martcahyo, dkk.
(2012) yang menyatakan bahwa karyawan dengan pelatihan baik tetapi memiliki
kinerja kurang baik dikarenakan masih terdapat kelalaian karyawan dalam
melaksanakan tugas kerjanya.
5. Hubungan antara Perkembangan Karir dengan Stres Kerja
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 73,6% atau sebagian besar
responden menyatakan bahwa karir dalam kerjanya dirasa tidak melelahkan atau
dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden merasa perkembangan karir
yang ada sudah sepadan dengan kinerjanya.
Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa responden yang merasa
karir kerjanya melelahkan dan mengalami stres kerja berat sebesar 21,9%,
sedangkan responden dengan karir yang tidak melelahkan dan mengalami stres
berat sebesar 23,6%. Berdasarkan uji statistik chi square diketahui tidak adanya
hubungan antara perkembangan karir dengan stres kerja pada responden (wanita
bekerja sektor formal).
Hal ini dapat disebabkan karena instansi tempat kerja telah meningkatkan
potensi dari pekerja melalui pelatihan yang cukup dan sesuai dan sebagian besar
responden menyataan bahwa karir yang diperolehnya telah sesuai dengan hasil
kerjanya dan pendidikan yang dimiliki, telah merasa nyaman dengan jabatan atau
117
posisi kerja yang sekarang atau tanggung jawab yang dimiliki telah memadai,
serta instansi dirasakan telah sesuai dalam memberikan penghargaan berupa
tunjangan kerjanya.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Nugraha (2013) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengembangan karir dan stres kerja
pada pekerja. Namun sejalan dengan Zainiyah (2012) yang menyampaikan bahwa
tidak ada hubungan antara stres kerja dengan perkembangan karir pekerja
manufacturing di Semarang, salah satunya karena pekerja telah memperoleh
tunjangan dan kesejahteraan yang baik dari perusahaannya.
Beberapa hal yang melatarbelakangi tidak adanya hubungan antara
perkembangan karir dan stres kerja tersebut dimungkinkan karena perkembangan
karir yang responden alami dirasakan sudah cukup memuaskan sehingga dapat
mengurangi stres kerja yang mungkin timbul. Seperti halnya Everly dan Giardano
dalam Munandar (2008) menyatakan, perkembangan karir termasuk promosi kerja
dirasakan sebagai stres karena adanya perubahan-perubahan dari fungsi pekerjaan,
penambahan tanggung jawab, dan perubahan dalam peran sosial. Dimana jika hal
tersebut tidak dirasakan sebagai hal yang mengganggu atau adanya rasa optimis
dari pekerja maka tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat mengurangi
stres yang ada.
118
6. Hubungan antara Buruknya Hubungan dengan Atasan dengan Stres Kerja
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa sebesar 98,0% atau hampir seluruh
responden memiliki hubungan baik dengan atasan atau majikannya, dimana
diperoleh juga hasil bahwa responden yang menyatakan memiliki hubungan
buruk dengan atasannya sebesar 25,0% mengalami stres kerja berat, lebih besar
jika dibandingkan dengan responden yang memiliki hubungan baik dan
mengalami stres kerja berat yakni sebesar 20,4%.
Hubungan yang baik dengan atasan merupakan hal yang penting agar
terbentuk lingkungan kerja yang harmonis dan tujuan kerja dapat tercapai secara
optimal. Hubungan interpersonal yang buruk antara pekerja dengan atasannya
karena adanya sikap tidak baik dari atasan dapat menimbulkan efek negatif
terhadap keselamatan maupun kesehatan kerja, salah satunya adalah stres kerja.
Sebagaimana yang disampaikan Munandar (2008), perilaku yang kurang toleransi
oleh atasan dapat memicu timbulnya tekanan kerja bagi para pekerja yang
kemudian dapat menimbulkan stres kerja bagi pekerja tersebut.
Cristian (2005) dalam Purwanti (2008) juga menyatakan bahwa hubungan
antara pekerja dengan atasan yang sering menimbulkan konflik atau pertentangan
peran merupakan penyebab stres kerja di tempat kerja. Dengan adanya dominasi
hubungan yang buruk dengan atasan tersebut, tidak menutup kemungkinan bagi
responden mengalami stres kerja berat. Adapun responden dengan hubungan baik
dengan atasan namun mengalami stres kerja berat, penulis berasumsi bahwa hal
tersebut kemungkinan dapat disebabkan oleh faktor stres lainnya seperti beban
kerja dan kondisi lingkungan kerja.
119
Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa tidak ada hubungan
signifikan antara hubungan dengan atasan dengan stres kerja. Hal ini berarti
antara hubungan dengan atasan dengan stres kerja tidak terdapat saling
keterkaitan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Nugrahani (2008) yang
menyebutkan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan stres kerja
adalah hubungan antara pekerja dengan supervisor atau atasannya. Namun sejalan
dengan hasil penelitian Airmayanti (2010) yang juga menyampaikan bahwa tidak
terdapat hubungan antara hubungan interpersonal atasan dengan stres kerja.
Hubungan yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan, taraf pemberian dukungan, dan minat yang rendah dalam
pemecehan masalah dalam organisasi (Munandar, 2008). Sedangkan dalam
penelitian diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara hubungan dengan
atasan dan stres kerja dikarenakan berdasarkan hasil wawancara dengan
responden, hampir sebagian besar responden mengatakan bahwa hubungan antara
mereka dan atasannya terjalin dengan baik, sebagaimana Munandar (2008)
mengatakan bahwa hubungan sosial yang mendukung dari atasan diharapkan
dapat menurunkan risiko stres kerja dalam pekerjaan.
Tidak adanya hubungan tersebut juga dimungkinkan karena adanya
kepedulian dari atasan terhadap tanggung jawab kerja bawahannya yang
dirasakan oleh responden. Dalam hal ini Houese (1981) dalam Miller (2000)
menyatakan bahwa dukungan yang diperoleh dari supervisor atau atasan
merupakan sumber yang signifikan sebagai penopang stres dan dapat mengurangi
efek stres kerja terhadap kesehatan pekeraja. Selain itu, menurut Britton (1989)
120
dalam Putri (2011), dukungan sosial dari para atasan berpengaruh positif terhadap
kesehatan fisik dan kesehatan mental para karyawannya.
7. Hubungan antara Perkembangan teknologi dengan Stres Kerja
Hasil analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar
84,5% atau sebagian besar responden merasa bahwa mereka mampu mengikuti
perkembangan teknologi ataupun mesin kerja yang ada.
Keberadaan teknologi maupun mesin-mesin sangat mendukung untuk
kelancaran suatu pekerjaan. Namun hal tersebut dapat menjadi ancaman serius
bagi pekerja, jika pekerja tidak mampu menguasainya. Robbins (1998)
mengungkapkan bahwa pesatnya inovasi teknologi yang menuntut pekerja untuk
dapat menguasainya dalam waktu singkat dan dengan pengalaman minim
merupakan faktor pembangkit stres bagi pekerja.
Hasil penelitian ini juga diperoleh responden dengan ketidakmampuan atas
perkembangan teknologi terdapat 35,5% mengalami stres kerja berat, hasil
tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang mampu dan
mengalami stres kerja berat yakni sebesar 17,8%. Dan berdasarkan analisis
bivariat dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara
perkembangan teknologi dengan stres kerja pada wanita bekerja. Hasil ini sesuai
dengan teori NSC (2004) yang menyebutkan bahwa salah satu faktor penyebab
stres kerja adalah perkembangan teknologi.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh kekhawatiran dari pekerja yang kurang
bisa beradaptasi dengan teknologi maupun mesin kerja baru. Sebagian responden
merasa khawatir karena mengalami kesulitan dalam menggunakan teknologi
121
tersebut. Kurang dapatnya responden untuk beradaptasi tersebut, tidak menutup
kemungkinan untuk timbulnya rasa cemas bagi pekerja karena khawatir akan
posisi pekerjaannya digantikan oleh pekerja lain sehingga pekerja tersebut
berpotensi mengalami stres.
Sebagaimana menurut Siagian (2004) dalam Henni (2007), stres merupakan
interaksi seseorang dengan lingkungannya dengan ciri ketegangan emosional
yang mempengaruhi fisik dan mental seseorang, dimana salah satu faktor yang
menyebabkannya yakni faktor lingkungan berupa ketidakpastian ekonomi dan
perkembangan teknologi. Ketika interaksi tersebut tidak berjalan seimbang
kemungkinan akan timbul ketegangan-ketagangan, seperti halnya kurang
mampunya pekerja dalam beradaptasi dengan teknologi baru yang dapat
menyebabkannya mengalami stres kerja. Untuk mencegah stres kerja akibat
perkembangan teknologi ini agar tidak lebih serius, instansi perlu melaksanakan
pelatihan yang cukup dan sesuai untuk setiap teknologi atau cara kerja baru
maupun lama sehingga dengan begitu pekerja dapat menguasainya dengan baik.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya responden yang mampu atas
perkembangan teknologi yang ada namun masih mengalami stres kerja berat. Hal
tersebut dapat dimungkinkan bahwa dalam menjalankan kerjanya responden tidak
begitu dihadapkan pada pesatnya teknologi yang digunakan sehingga dapat
memicu stres kerja. Sebagaimana Ross & Altmaeier (1994) dalam Henni (2007)
mengungkapkan bahwa penggunaan teknologi yang terbatas juga dapat memicu
stres kerja. Selain itu, kemungkinan terdapat faktor lainnya seperti buruknya
kondisi lingkungan kerja yang mengganggu kenyamanan pekerja dalam bekerja.
122
Untuk mencegah stres kerja yang lebih serius lagi, disarankan bagi instansti
tempat kerja sesekali meng-update teknologi atau mesin kerja yang digunakan
dengan tujuan selain lebih memaksimalkan produk kerja juga supaya pekerja
tidak merasa jenuh dalam bekerja sehingga dapat mengurangi stres kerja yang
mungkin timbul.
8. Hubungan antara Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan
Gaji dengan Stres Kerja
Gaji merupakan imbalan atau kompensasi sesuai kesepakatan yang
diperoleh setelah pekerja melaksanakan tanggung jawab kerjanya. Adapun dalam
penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar atau sebesar 62,5% responden tidak
mengalami masalah dalam gajinya atau dapat dikatakan bahwa seiring
bertambahnya tanggung jawab juga diikuti dengan bertambahnya gaji yang
diterima.
Salah satu maksud dari seseorang bekerja adalah untuk mendapatkan gaji
atau kompensasi dari pekerjaan yang dilaksanakan untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginannya. Apabila dalam bekerja gaji yang diperoleh tidak
sesuai atau lebih sedikit dibandingkan dengan tanggung jawab kerja yang harus
dikerjakan, maka akan timbul pemberontakan dalam jiwa yang akhirnya
menimbulkan stres kerja. Sebagaimana Cooper dan Davidson (1987) dalam Miller
(2000) menyebutkan, kepuasan terhadap pembayaran merupakan faktor yang
berhubungan dengan stres kerja.
Bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji dari hasil analisis
bivariat dalam penelitian ini ternyata tidak berhubungan secara signifikan dengan
123
stres kerja wanita bekerja sektor formal. Hal tersebut disebabkan sebagian besar
responden merasa bahwa gaji yang diperoleh telah sesuai dengan tanggung jawab
kerja yang dibebankan kepada mereka. Dalam hal ini Munandar (2006) dalam
Nugrahani (2008) menyatakan, jika pekerja menganggap gaji yang diterimanya
terlalu rendah, pekerja tersebut akan merasa tidak puas yang pada akhirnya dapat
menimbulkan stres kerja. Hal tersebut akan berbeda jika gaji yang diperoleh
sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Selain itu gaji merupakan bukan motivasi utama bagi beberapa responden,
melainkan terdapat hal lainnya seperti adanya rasa senang dalam melaksanakan
pekerjaannya karena reponden merasa dapat membantu dan bermanfaat bagi
orang lain, dengan begitu responden lebih merasa puas akan pekerjaanya yang
pada akhirnya dapat mengurangi stres kerja yang mungkin timbul. Sebagaimana
Miller (2000) dalam Nugrahani (2008) menyatakan bahwa salah satu cara untuk
mempertimbangkan potensial stres kerja adalah dengan mempertimbangkan stres
kerja karena stres kerja dapat terjadi melalui hal-hal yang mengurangi kepuasan
kerja yang mengakibatkan ketidakpuasan terhadap kerja.
D. Hubungan antara Faktor Individu dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja
Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013
1. Hubungan antara Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab
Keluarga dengan Stres Kerja
Berdasarkan analisis unvariat diperoleh hasil sebesar 67,5% atau sebagian
besar responden merasa bahwa karir dan tangggung jawab terhadap keluarga
dapat dijalankan dengan baik tanpa adanya gangguan atau dapat dikatakan bahwa
124
karir kerjanya tidak mengganggu tanggung jawab keluarga dan sebaliknya,
tanggung jawab terhadap keluarga tidak mengganggu karirnya dalam bekerja.
Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Indriyani (2009) pertentangan
antara karir dan tanggung jawab keluarga dirasakan sebagai hal yang mengganggu
apabila wanita bekerja tersebut merasakan ketegangan antara peran pekerjaan
dengan peran keluarga, dan hal tersebut dirasakan tidak mengganggu jika wanita
bekerja tersebut dapat menyeimbangkan antara urusan pekerjaan dan keluarga.
Selain itu juga dukungan dari keluarga atas pekerjaan merupakan salah satu hal
yang dapat mengurangi ketegangan wanita bekerja dalam masalah karir dan
tanggung jawab keluarga (Putri, 2011).
Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan
antara pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga dengan stres kerja.
Hasil ini tidak sesuai dengan teori NSC (2004) yang memaparkan bahwa
pertentangan antara karir dan tanggung jawab terhadap keluarga atau peran ganda
memiliki hubungan dengan stres kerja. Dengan adanya intensitas konflik peran
ganda yang tinggi, pekerja wanita akan mengalami peningkatan stres dan
peningkatan keluhan fisik sehingga menurunkan kinerjanya.
Tidak adanya hubungan dalam hasil penelitian ini dimungkinkan karena
responden mendapat dukungan penuh dari anggota keluarganya terhadap
pekerjaannya sekarang ini. Selain itu responden juga merasa mampu mengurus
atau membantu keluarga dengan baik tanpa terlambat masuk kerja. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Suriyasam dalam Almasitoh (2011), faktor penting yang
125
dapat mengurangi dilema antara keluarga dan pekerjaan bagi wanita adalah
adanya dukungan suami dan anggota keluarga.
Sekaran (1986) dalam Almasitoh (2011) juga menyatakan bahwa dukungan
dan bantuan yang diberikan suami dan anggota kerluarga akan memberikan
kesempatan dan memberikan rasa aman bagi pekerja tersebut untuk berkarir.
Dengan adanya keseimbangan antara urusan keluarga dan karir kerja tersebut
menjadikan responden merasa tenang sehingga bisa mengurangi stres kerja yang
mungkin dialaminya. Sebagaimana disampaikan Almasitoh (2011) dalam
penelitiannya, pekerja wanita yang memiliki konflik peran ganda yang rendah dan
medapat dukungan sosial yang tinggi maka stres yang dialaminyapun pada tingkat
stres rendah, dan sebaliknya.
Hasil analisis dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden yang
merasa terganggu dengan pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga
dan mengalami stres kerja berat sebesar 24,6%, dimana hasil tersebut lebih besar
jika dibandingkan dengan responden yang merasa tidak terganggu dan mengalami
stres kerja berat yakni sebesar 18,5%.
Hal tersebut dapat dikarenakan sebagian responden merasa bahwa dukungan
dari keluarga yang diperoleh masih kurang dan sebagian responden merasa belum
dapat menyeimbangkan perannya seperti mencampuradukkan urusan pekerjaan
dengan kehidupan keluarga sehingga mengurangi waktu untuk keluarga.
Sebagaimana diungkapkan oleh Indriyani (2009) bahwa pertentangan karir dan
tanggung jawab (konflik peran ganda) berpengaruh signifikan terhadap terjadinya
126
stres kerja pada pekerja yang salah satu penyebabnya adalah urusan pekerjaan
yang dibawa ke dalam kehidupan keluarga.
Adapun untuk responden yang tidak terganggu namun mengalami stres
berat, dimungkinkan karena masih terdapat sebagian responden yang mendapat
dukungan dari keluarganya namun dalam hal tertentu keluarga tidak mendukung,
seperti anggota keluarga melarang responden untuk bekerja pada malam hari.
Selain itu, dimungkinan juga terdapat faktor stres lain yang dialami responden
yang berkaitan dengan stres kerja seperti perawatan anak yang tidak adekuat dan
otonomi kerja yang kurang.
2. Hubungan antara Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja
Hasil analisis univariat penelitian ini diperoleh sebesar 53,5% atau sebagian
besar responden berpenghasilan tidak tetap atau tetap namun belum dapat
memenuhi kebutuhannya (terganggu). Dari hasil wawancara dengan responden,
hal tersebut dipengaruhi oleh pendapatan yang diperoleh responden setiap
bulannya tidak tetap dan pemasukan keuangan yang diperoleh responden tersebut
dirasa kurang bisa memenuhi kebutuhannya setiap bulannya sehingga timbul
kecemasan.
Salah satu permasalah dasar bagi manusia adalah perekonomian.
Ketidakpastian ekonomi atau cobaan ini menurut Yuwono (2010) dapat dirasakan
sebagai suatu stres atau tekanan dalam diri seseorang, dimana indikator stres
tersebut didasarkan pada QS. Al-Baqarah: 155 yakni berupa ketakutan, kelaparan,
dan kekurangan harta. Belton dan Santor (2011) juga memaparkan, ketidakpastian
ekonomi dapat mengancam timbulnya kemiskinan, sehingga kemiskinan dalam
127
hal ekonomi keuangan dianggap membuat sangat stres bagi keluarga khususnya
individu itu sendiri.
Berdasarkan hasil analisis bivariat dalam penelitian ini diperoleh responden
yang bermasalah dengan perekonomiannya sebesar 18,7% mengalami stres kerja
berat, dan responden yang tidak bermasalah dengan perekonomiannya sebesar
22,6% mengalami stres berat. Dari uji chi-square diperoleh hasil bahwa tidak ada
hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja pada wanita bekerja
sektor formal. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan teori NSC (2004) dan
Robbins (1998) yang menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi merupakan
salah satu faktor yang berhubungan dengan timbulnya stres kerja.
Tidak adanya hubungan dalam hasil penelitian ini dimungkinkan karena
meski sebagian besar responden merasa pemasukan keuangan yang diperoleh
belum dapat memenuhi kebutuhan keluarganya setiap bulan, namun hal tersebut
tidak menjadikan mereka cemas karena merasa bahwa penghasilannya merupakan
penghasilan tambahan, dengan penghasilan utama tetap bersumber dari kepala
keluarga atau suaminya. Sebagaimana Shihab (2006) menyampaikan bahwa
penghasilan istri adalah hak istri, sedangkan penghasilan kepala keluarga atau
suami adalah hak mereka berdua dan keluarga.
3. Hubungan antara Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja
Penghargaan dapat diartikan sebagai sesuatu yang diberikan atau diterima
sebagai bentuk imbalan untuk balas jasa atas suatu kegiatan atau prestasi kerja.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebesar 53,0% responden merasa
128
bahwa fasilitas maupun penghargaan kerja terhadap hasil kinerjanya tersebut
kurang, dan 47,0% sepadan.
Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan
antara penghargaan kerja dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Swee, dkk. (2007), menurutnya
kurangnya penghargaan kerja merupakan salah satu faktor stres kerja dimana dari
13 responden yang merasa kurang dalam mendapat penghargaan kerja terdapat 11
responden mengalami stres kerja.
Tidak adanya hubungan antara penghargaan kerja dan stres kerja dalam
penelitian ini dikarenakan sebagian responden merasa bahwa meskipun tunjangan
dan fasilitas sebagai bentuk penghargaan kerja dirasakan belum memuaskan,
namun dimungkinkan suasana tempat kerja cukup menyenangkan, seperti adanya
hubungan kerja yang baik dengan rekan kerja maupun atasan yang akhirnya dapat
menumbuhkan perasaan diterima atau diakui di lingkungan kerjanya. Dalam hal
ini Nawawi (2003) dalam Pradijumiga (2009) meyebutkan, selain adanya rasa
diakui juga terdapat perasaan senang, puas, dan bergairah dalam bekerja secara
fisik, sosial, dan kesehatan mental.
4. Hubungan antara Kejenuhan kerja dengan Stres Kerja
Kejenuhan dalam bekerja salah satunya timbul karena pekerja merasa bosan
dengan pekerjaan yang selalu sama atau berulang setiap tahunnya. Kejenuhan
kerja tersebut dapat ditandai dengan pembolosan, keterlambatan, perubahan kerja
yang banyak, perdebatan, dan kekerasan fisik (Rahmawati, 2007).
129
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar atau sebesar 72,0%
responden tidak mengalami kejenuhan dalam bekerja. Kemudian berdasarkan
analisis bivariat diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara kejenuhan kerja
dengan stres kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Saragih (2008) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejenuhan kerja dengan
stres kerja perawat sebagai respondennya.
Rasa jenuh umumnya timbul karena kondisi kerja yang monoton sepanjang
waktu dan apabila tidak ada perubahan ataupun tidak ada stimulus yang baru akan
membuat pekerja menjadi stres. Dalam hal ini, menurut Sulsky & Smith (2005)
dalam Nugrahani (2008), pekerjaan rutin yang berulang-ulang secara umum
dialami sebagai suatu hal yang membosankan dan monoton sehingga pekerja
merasa jenuh, dan hal ini dapat menimbulkan stres.
Tidak adanya hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja dalam
penelitian ini dimungkinkan karena sebagian besar responden merasa nyaman
dengan pekerjaannya, pekerjaannya tersebut dianggap sesuai dengan bidang
kajian keilmuannya, dan beban kerja yang diterima juga tidak melebihi kapasitas
kemampuan yang diakibatkan oleh bervariasinya profesi dan isntansi kerja
responden tersebut yang ditandai dengan tidak adanya pembolosan kerja kecuali
karena sakit atau adanya hal yang mendesak.
Pekerja yang merasa nyaman dengan pekerjaannya akan tetap dapat
menjaga perhatian terhadap pekerjaannya sehingga mengurangi potensi untuk
bertindak membahayakan keselamatan dan kesehatannya dalam bekerja. Berbeda
jika responden merasa jenuh dalam bekerja, karena kebosanan ditemukan sebagai
130
sumber stres yang nyata (Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar, 2001).
Widyastuti (1999) dalam Martina (2012) juga mengatakan bahwa faktor
individual yang mempengaruhi stres kerja diantaranya pertentangan antara karir
dan tanggung jawab keluarga dan kejenuhan kerja.
Pekerja yang tetap konsentrasi dan merasa nyaman dalam pekerjaannya,
serta tidak mengalamai kejenuhan, selain menguntungkan bagi dirinya sendiri
karena dapat mengurangi stres kerja yang mungkin timbul dan mengurangi risiko
beberapa kerugian, juga dapat memberi efek positif untuk kemajuan instansi
tempat kerja. Dimana dalam hal ini, NSC (2004) menyatakan bahwa stres kerja
menyebabkan pemilik perusahaan harus mengeluarkan sekitar $200 milyar per
tahun karena beberapa masalah pekerjaan, salah satunya adalah kejenuhan dalam
bekerja.
5. Hubungan antara Perawatan Anak dengan Stres Kerja
Anak merupakan anugerah sekaligus cobaan yang diberikan Allah dan
ketika seseorang merasa kurang dalam mengasuh buah hatinya akan dapat
menimbulkan stres atau tekanan tersendiri (Yuwono, 2010). Dalam penelitian ini
diperoleh hasil bahwa sebesar 90,5% atau sebagian besar responden dapat
mengasuh atau merawat anaknya dengan baik meski disibukkan dengan tugas
pekerjaannya. Selanjutnya dari hasil analisis bivariat diperoleh hasil bahwa tidak
ada hubungan antara perawatan anak dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Wulayani dan Sudiajeng (2006)
yang mengatakan bahwa terdapat tiga faktor yang memicu timbulnya stres kerja
pada wanita Bali yang bekerja yaitu adat, pengasuhan anak, dan bantuan
131
pekerjaan rumah tangga. Hal ini dikarenakan dalam penelitian Wulayani dan
Sudiajeng (2006) sebagian responden memiliki anak yang masih kecil, sedangkan
dalam penelitian ini berdasarkan hasil wawancara dengan responden kepemilikan
anak responden bervariasi bahkan beberapa anak dari responden sudah masuk
perguruan tinggi dan bekerja. Selain itu untuk sebagian responden yang masih
memiliki anak kecil, dalam merawat anaknya selama responden tersebut bekerja,
dibantu oleh kerabat dekat yang responden percaya sehingga dapat mengurangi
kecemasannya terhadap pengasuhan anaknya.
Menurut Rahmah (2012) salah satu penyebab stres keja pada wanita bekerja
adalah kecemasan akan efek negatif terhadap berkurangnya kesempatan atau
kemampuan untuk perkembangan anak karena pengasuhan yang tidak adekuat.
Adapun dalam penelitian ini, sebagian besar responden merasa bahwa mereka
dapat mengasuh anak dan memberikan perhatian kepada anak dengan baik tanpa
mengganggu tugas pekerjaannya, dengan begitu risiko terhadap stres dapat
terkurangi. Dalam hal ini, Diahsari (2006) mengungkapkan bahwa dengan
menunjukkan cinta serta kasih dan juga kelekatan kepada anaknya, stres kerja
yang dialami oleh wanita bekerja dapat berkurang.
6. Hubungan antara Konflik dengan Rekan Kerja dengan Stres Kerja
Keberhasilan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya memiliki
keterkaitan interaksi dengan lingkungan kerjanya termasuk rekan kerja. Adapun
dari hasil analisis univariat diperoleh sebesar 95,0% atau sebagian besar
responden merasa bahwa hubungan dengan rekan kerjanya berjalan baik.
Selanjutnya, berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa sebagian besar
132
responden yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerja mengalami stres
kerja ringan, dan begitu pula responden yang memiliki hubungan buruk dengan
rekan kerja sebagian besar mengalami stres ringan.
Salah satu faktor pencetus stres kerja adalah adanya konflik dengan rekan
kerja (Robbins, 1998). Kemudian Putri (2011) menambahkan bahwa pekerja yang
memiliki konflik dan kurang mendapat dukungan dari rekan kerjanya akan
cenderung terkena stres. Berbeda dengan hal tersebut, dari analisis menggunakan
chi-square dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara konflik dengan rekan kerja dengan stres kerja.
Hasil ini juga tidak sejalan dengan Zainiyah (2012), disebutkan bahwa ada
hubungan antara hubungan interpersonal rekan kerja dengan stres kerja. Namun
penelitian ini sejalan dengan Airmayanti (2010) yang menyatakan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal rekan kerja dengan
stres kerja pada pekerja.
Dukungan yang diperoleh dari rekan kerja dapat mengurangi efek-efek dari
stres yang merugikan serta mampu menciptakan rasa nyaman dan ketenangan
dalam bekerja (Rook dalam Masitoh, 2011). Selain itu Munandar (2008) juga
menyatakan bahwa hubungan sosial yang mendukung antara satu pekerja dengan
yang lainnya diharapkan dapat menurunkan risiko stres dalam pekerjaan.
Beberapa hal yang melatarbelakangi tidak adanya hubungan antara konflik
dengan rekan kerja dengan stres kerja dalam penelitin ini adalah dikarenakan
hampir seluruh responden merasa bahwa hubungannya dengan rekan kerja
berjalan baik dan adanya dukungan sosial dari rekan kerja misalnya rekan kerja
133
membantu ketika responden mendapati kesulitan dalam melaksanakan
pekerjaannya sehingga dapat mengurangi beban mental maupun fisik yang
dialami responden. Sebagaimana menurut Parasuraman, dkk (1992) dalam Putri
(2011) bahwa dukungan sosial yang diterima seseorang dari teman sekerja
mempunyai andil yang besar untuk meringankan beban seseorang yang
mengalami kelelahan fisik, emosional, maupun mental diantaranya adalah stres
kerja. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Arden (2002) yang menyampaikan
bahwa rekan kerja lebih sering memberikan penangkal untuk terjadinya stres
melalui persahabatan dan pertolongan yang diberikan.
Alasan lainnya yakni ketika terdapat konflik diantara responden dan rekan
kerjanya secara dini langsung diatasi dengan baik-baik dan kekeluargaan agar
hubungan diantara mereka tetap baik dan masing-masing dari mereka dapat
melaksanakan tanggung jawab kerja dengan baik dan sesuai demi kebaikan
mereka sendiri maupun instansi tempat kerja. Dalam hal ini Qomari (2007)
menyatakan bahwa salah satu strategi yang diterapkan oleh wanita yang bekerja
untuk mengelola stres kerja adalah dengan memelihara hubungan baik dengan
rekan-rekan kerja di sekelilingnya agar tetap bersemangat dalam bekerja.
E. Hubungan antara Faktor Lingkungan dengan Stres Kerja pada Wanita
Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013
1. Hubungan antara Kondisi Lingkungan dengan Stres Kerja
Harrianto (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kondisi
lingkungan fisik seperti kurangnya cahaya, sirkulasi buruk, dan tempat kerja yang
sunyi dan terpencil dapat mempengaruhi timbulnya stres kerja. Adapun dari
134
analisis univariat diperoleh hasil bahwa sebagian besar atau 64,0% responden
merasa bahwa kondisi lingkungan kerjanya baik dan nyaman atau tidak
mengganggunya dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar responden merasa bahwa suhu, sirkulasi udara, dan kebersihan di
lingkungan kerjanya sesuai dan membuatnya nyaman dalam bekerja, serta tempat
kerja yang tidak bising.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor
formal. Hasil ini sesuai dengan teori faktor stres kerja oleh NSC (2004). Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan Nugrahani (2008) dan Suliso (2012) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara buruknya lingkungan kerja dengan
stres kerja pada pekerja. Suliso (2012) menyimpulkan bahwa lingkungan kerja
yang buruk termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja.
Adanya hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja dalam
penelitian ini dimungkinkan karena sebagian responden merasa terganggu dengan
kondisi lingkungan kerja fisik yang ada. Lingkungan fisik yang nyaman dan tidak
berbahaya dipercaya memiliki nilai positif terhadap hasil kerja atau kepuasan
kerja. Sebaliknya, menurut Muchinsky dalam Irawan (2010) kondisi lingkungan
fisik yang buruk seperti kebisingan dapat memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap munculnya stres kerja karena beberapa orang lebih sensitif pada
kebisingan dibanding yang lain. Buruknya kondisi lingkungan dalam hasil
penelitian ini diantaranya meliputi:
135
a. Kebersihan lingkungan kerja.
Lingkungan kerja yang bersih dapat membuat perasaan menjadi tenang dan
damai sehingga dapat dengan optimal dalam bekerja (Nitisemito, 1999 dalam
Aribowo, 2011). Sebaliknya jika kondisi lingkungan buruk atau kotor akan
menambah ketegangan dan mengganggu kinerja. Dalam hal ini diduga
sebagian responden merasa bahwa kondisi kebersihan lingkungan kerjanya
kurang sehingga memicu timbulnya stres kerja.
b. Pencahayaan dan sirkulasi udara
Pencahayaan dan sirkulasi udara yang cukup dan sesuai dibutuhkan pekerja
untuk dapat melakukan pekerjaan dengan optimal. Nitisemito (1999) dalam
Aribowo (2011) menyatakan, dalam melaksanakan tugas sering kali karyawan
membutuhkan penerangan yang cukup terutama bila pekerjaan yang dilakukan
menuntut ketelitian, serta sirkulasi udara yang cukup dapat memberikan
kesegaran fisik namun sebaliknya, pertukaran udara yang kurang akan
menimbulkan kelelahan pada karyawan. Dalam hal ini diduga sebagian
responden merasa bahwa pencahayaan dan sirkulasi udara di tempat kerja
kurang sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja.
c. Kebisingan
Menurut Nitisemito (1999) dalam Aribowo (2011), kebisingan dapat
mengganggu konsentrasi. Dengan adanya kebisingan maka akan mengganggu
konsentrasi karyawan, sehingga akan menimbulkan kesalahan atau kerusakan.
Dalam penelitian ini diduga sebagian responden merasa terganggu dengan
kebisingan yang ada di tempat kerja maupun di sekitarnya, sehingga
136
menimbulkan kelelahan dan mengganggu konsentrasi kerja yang pada akhirnya
berpotensi mengalami stres kerja.
Hasil penelitian ini juga diperoleh 15,6% responden merasa nyaman namun
mengalami stres kerja berat. Hal ini dimungkinkan karena adanya faktor lain
selain kondisi lingkungan kerja seperti perkembangan teknologi dan pelecehan
seksual di tempat kerja yang dapat memicu timbulnya stres kerja berat pada
responden. Selain itu, karena penelitian ini lebih bersifat subjektif sehingga
jawaban dari responden memiliki pengaruh besar terhadap hasil penelitian.
2. Hubungan antara Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja
Pelecehan seksual ini berupa kontak atau komunikasi yang berhubungan
atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Dalam penelitian
ini diperoleh hasil bahwa sebesar 71,0% atau sebagian besar responden tidak
pernah mengalami pelecehan seksual dari rekan kerja maupun atasannya. Hal
tersebut berarti hubungan antara pekerja wanita dengan rekan kerja maupun
atasan pria di tempat kerja mayoritas berjalan dengan baik dan masing-masing
memiliki kesadaran cukup tinggi dalam bersikap dalam bekerja. Selain itu,
sebagian responden bekerja dalam lingkup lingkungan kerja yang menjaga norma-
norma agama dan etika seperti tenaga pengajar dan tenaga kesehatan yang bekerja
di Rumah Sakit yang berlandaskan agama dalam menjalankan visi dan misinya.
Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pelecehan seksual di tempat kerja dengan stres kerja pada wanita
bekerja sektor formal. Hasil ini sesuai dengan teori NSC (2004) yang
137
menyebutkan bahwa salah satu faktor penyebab stres kerja adalah adanya
pelecehan seksual di tempat kerja.
Pelecehan seksual di tempat kerja merupakan salah satu hal yang sangat
mengganggu karena dapat menimbulkan gangguan psikis seperti rasa cemas yang
tinggi, frustasi, dan ketakutan untuk berangkat kerja, gangguan lainnya berupa
gangguan fisik seperti nafsu makan berkurang. Adheswary (2012) menyatakan
pelecehan seksual dapat menyebabkan stres dengan beberapa dampak negatif
seperti mudah marah, kehilangan rasa percaya diri, anti sosial, dan mengalami
gangguan perut.
Menurut Komnas perempuan (2002) pelecehan seksual relatif lebih sering
dilakukan pada pekerja perempuan yang berusia muda karena tenaga kerja junior
lebih dilihat sebagai objek seks, dianggap tidak berani bersikap tegas, dan masih
banyak bergantung pada karyawan lelaki, misalnya dalam hal dukungan
kelancaran operasi peralatan.
Sebagaimana hal tersebut, dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa
sebagian besar responden masih berusia muda dengan kisaran usia mulai dari 19
tahun hingga 37 tahun sehingga memungkinkan dapat menarik perhatian rekan
kerja maupun atasan yang lain jenis untuk melakukan tindakan pelecehan seksual
tersebut. Selain itu diduga responden yang mengalami tindak pelecehan seksual,
memiliki karakteristik yang sangat sensitif dan perasa sehingga tindakan
pelecehan dengan skala ringanpun dapat memicu timbulnya stres kerja berat yang
dialaminya.
138
Pelecehan seksual yang terjadi tersebut dimungkinkan juga karena sikap
wanita bekerja itu sendiri, sebagaimana Papu (2002) dalam Dharma (2009)
menyatakan bahwa salah satu penyebab pelecehan seksual pada wanita didasari
oleh wanita itu sendiri, seperti penggunaan baju yang menampilkan dan
menonjolkan lekuk tubuh, memakai pakaian yang minim (seksi), menggunakan
parfum yang menarik lawan jenis, cara bicara yang mendesah, dan sebagainya.
Untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual yang berakibat pada stres
kerja tersebut sebaiknya responden lebih berhati-hati dan waspada dengan cara
tidak berpakaian minim atau seksi, mencari informasi mengenai pelecehan
seksual dengan maksud agar dapat terhindar dari pelecehan seksual tersebut, serta
lebih berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis di tempat kerja. Selain dari
pekerja itu sendiri, upaya pengelolaan tersebut juga dapat dilakukan instansi
tempat kerja diantaranya dengan menetapkan sanksi bagi pekerja yang melakukan
tindakan pelecehan seksual tersebut.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya responden yang tidak
mengalami pelecehan seksual namun mengalami stres kerja berat yakni sebesar
14,1%. Hal ini diduga adanya faktor stres lainnya yang menjadikan responden
mengalamai stres kerja berat seperti ketidakpastian ekonomi dan kurangnya
penghargaan kerja yang diterima.
3. Hubungan antara Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja
Kekerasan di tempat kerja merupakan salah satu hal yang sering terjadi di
tempat kerja baik terjadi para pria maupun wanita. Adapun dari analisis univariat
dalam penelitian ini diperoleh bahwa sebesar 87,5% atau sebagian besar
139
responden tidak pernah mengalami kekerasan kerja baik dari rekan kerja maupun
atasannya. Hal ini tercermin dari adanya hubungan yang baik antara sebagian
besar responden dengan rekan kerja maupun dengan atasannya sehingga sangat
sedikit peluang untuk terjadinya kekerasan di tempat kerja.
Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja. Kekerasan di
tempat kerja terjadi dan bahkan meningkat dikarenakan majikan atau atasan
menuntut produktifitas yang lebih besar dari kesanggupan pekerjanya. Wanita
yang menjadi korban kekerasan di tempat kerja tersebut umumnya bekerja dalam
pekerjaan yang tidak memperoleh perlindungan hukum dan khususnya takut
kehilangan pekerjaan dan pendapatan mereka jika melaporkan tindak kekerasan
tersebut kepada pihak berwenang atau serikat buruh (IUF, 2009).
Tidak adanya hubungan antara kekerasan kerja dan stres kerja tersebut
diduga karena sebagian besar responden tidak pernah mengalami kekerasan di
tempat kerja baik dari rekan kerja maupun atasannya. Selain itu, berdasarkan hasil
wawancara dengan responden diperoleh bahwa sebagian responden bekerja dalam
lingkup jenis pekerjaan yang terjamin mengutamakan etika dalam bersikap seperti
para pegawai negeri sipil, tenaga pengajar, dan tenaga kesehatan seperti perawat
dan bidan.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh juga berupa responden yang pernah
mengalami kekerasan di tempat kerja sebagian kecil mengalami stres kerja berat.
Hasil tersebut diduga karena responden memiliki hubungan yang kurang baik
dengan rekan kerja maupun dengan atasan kerja sehingga menimbulkan tekanan
140
yang berpotensi terjadinya stres kerja. Dalam menanggapi hal tersebut, Newstorm
& Davis (1997) dalam Harsanti (2009) menyatakan bahwa pekerja yang menjadi
korban kekerasan di tempat kerja termasuk berupa tekanan dan ancaman dapat
mengalami stres kerja, dan kekerasan kerja tersebut juga dapat timbul sebagai
akibat dari stres kerja.
Hasil penelitian ini juga menunjukan adanya responden yang tidak pernah
mengalami kekerasan di tempat kerja namun mengalami stres kerja berat. Hal
tersebut diduga karena adanya faktor selain kekerasan di tempat kerja seperti
pelecehan seksual di tempat kerja yang memicu timbulnya stres kerja pada
responden.
4. Hubungan antara Kemacetan dengan Stres Kerja
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 73,0% atau sebagian besar
respoden mengalami kemacetan dan menyatakan bahwa kemacetan dirasa
mengganggu kenyamanan dan menyita waktu mereka. Selanjutnya, berdasarkan
analisis bivariat diperoleh hasil bahwa responden yang merasa terganggu dengan
kemacetan sebesar 20,5% mengalami stres kerja berat, sedangkan responden yang
tidak terganggu, sebesar 20,4% mengalami stres kerja berat.
Hal ini kemungkinan karena meskipun sebagian besar responden sering
mengalami kemacetan saat berangkat dan pulang kerja, namun kemacetan
tersebut masih dirasakan sebagai hal yang sangat menggaggu dan menyita waktu
mereka. Selain itu, kemacetan secara tidak langsung dirasakan dapat mengganggu
pekerjaan karena dengan kemacetan yang ada responden bisa saja terlambat untuk
tepat waktu masuk kerja. Sebagaimana menurut Soesilowati (2008) dalam Sari
141
(2011), secara ekonomis, kemacetan lalulintas akan menimbulkan beberapa
masalah diantaranya menciptakan biaya sosial dan operasional yang tinggi,
hilangnya waktu, polusi udara, dan tingginya angka kecelakaan.
Tidak sedikit dampak negatif dari kemacetan tersebut baik secara langsung
maupun tidak langsung, sehingga tidak menutup kemungkinan responden merasa
terganggu dan akhirnya timbul stres. Menurut laporan bulletin Butaru (2009),
kemacetan dapat mengakibatkan stres yang tinggi bagi pengguna jalan, termasuk
responden sebagai pekerja wanita.
Berdasarkan analisis bivariat dengan chi-square diperoleh hasil bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara kemacetan saat berangkat dan pulang kerja
dengan stres kerja pada wanita bekerja sektor formal. Dimana Hasil penelitian ini
sejalan dengan Vierdelina (2008) bahwa belum terbukti adanya hubungan antara
kemacetan dengan stres kerja pada pengendara Bus. Hasil ini dimungkinkan
karena responden yang merasa terganggu dengan kemacetan sudah terbiasa
mengalami situasi tersebut sehingga dalam menghadapi kemacetan yang dialami,
mereka memilih melakukan aktivitas lainnya seperti mendengarkan musik lewat
headset, tiduran, membaca buku, dan lain sebagainya untuk mengurangi
kepenatan akibat kemacetan tersebut.
142
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada wanita bekerja sektor formal
di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013, dapat ditarik kesimpulan sebagai
beriku:
1. Gambaran wanita bekerja yang mengalami stres kerja ringan yakni sebesar 79,5%
dan stres berat sebesar 20,5%.
2. Gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja meliputi gambaran:
a. Wanita bekerja yang tidak mandiri yaitu sebesar 42,0%.
b. Wanita bekerja yang memiliki beban kerja berat sebesar 44,5%.
c. Wanita bekerja yang terganggu akan relokasi pekerjaan sebesar 20,0%.
d. Wanita bekerja yang kurang pelatihannya yaitu sebesar 43,0%.
e. Wanita bekerja yang mengalami perkembangan karir melelahkan yaitu 26,4%.
f. Wanita bekerja yang memiliki hubungan buruk dengan atasan yaitu 2,0%.
g. Wanita bekerja yang tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi yang ada
di tempat kerja yaitu sebesar 15,5%.
h. Wanita bekerja yang tanggung jawabnya bertambah namun tidak diikuti dengan
bertambahnya gaji yaitu sebesar 37,5%.
3. Gambaran faktor individual pada wanita bekerja yaitu meliputi gambaran:
a. Wanita bekerja yang mengalami pertentangan antara karir dan tanggung jawab
kerja yakni sebesar 32,5%.
143
b. Wanita bekerja yang terganggu akan ketidakpastian ekonomi yaitu 53,5%.
c. Wanita bekerja yang merasa kurang dalam memperoleh penghargaan kerja
yakni sebesar 53,0%.
d. Wanita bekerja yang mengalami kejernuhan dalam bekerja yaitu sebesar 28,0%.
e. Wanita bekerja yang tidak adekuat dalam merawat anaknya sebesar 9,5%.
f. Wanita bekerja yang memiliki hubungan buruk dengan rekan kerjanya yakni
sebesar 5,0%.
4. Gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja meliputi gambaran:
a. Wanita bekerja yang terganggu akan kondisi lingkungan kerjanya yakni 36,0%.
b. Wanita bekerja yang mengalami pelecehan seksual di tempat kerja yakni
sebesar 29,0%.
c. Wanita bekerja yang mengalami kekerasan di tempat kerja yaitu 12,5%.
d. Wanita bekerja yang terganggu dengan kemacetan saat berangkat dan pulang
kerja yaitu sebesar 73,0%.
5. Hubungan faktor organisasional dengan stres kerja pada responden meliputi:
a. Tidak terdapat hubungan antara kurangnya otonomi dan stres kerja.
b. Terdapat hubungan antara beban kerja dengan stres kerja.
c. Tidak terdapat hubungan antara relokasi pekerjaan dengan stres kera.
d. Tidak terdapat hubungan antara kurangnya pelatihan dengan stres kerja.
e. Tidak terdapat hubungan antara perkembangan karir dengan stres kerja.
f. Tidak terdapat hubungan antara hubungan dengan atasan dengan stres kerja.
g. Terdapat hubungan antara perkembangan teknologi dengan stres kerja.
144
h. Tidak ada hubungan antara bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan
gaji dengan stres kerja.
6. Hubungan faktor individual dengan stres kerja pada responden meliputi:
a. Tidak ada hubungan antara pertentangan karir dan tanggung jawab keluarga
dengan stres kerja.
b. Tidak ada hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja.
c. Tidak ada hubungan antara kurangnya penghargaan dengan stres kerja.
d. Tdak ada hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja.
e. Tidak ada hubungan antara perawatan anak dengan stres kerja.
f. Tidak ada hubungan antara konflik dengan rekan kerja dengan stres kerja.
7. Hubungan faktor lingkungan dengan stres kerja pada responden meliputi:
a. Terdapat hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja.
b. Terdapat hubungan antara pelecehan seksual dengan stres kerja.
c. Tidak ada hubungan antara kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja.
d. Tidak ada hubungan antara kemacetan dengan stres kerja.
B. Saran
1. Masyarakat Khususnya Wanita Bekerja di Wilayah Ciputat Timur
a. Wanita bekerja disarankan untuk lebih selektif lagi dalam memilih jenis
pekerjaan yang akan diambil untuk mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan
seperti potensi dari tindakan kriminal yang mungkin terjadi.
b. Untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual yang berakibat pada stres kerja,
sebaiknya pekerja wanita lebih berhati-hati dan waspada dengan cara tidak
berpakaian minim atau seksi, mencari informasi mengenai pelecehan seksual
145
dengan maksud agar dapat terhindar dari pelecehan seksual tersebut, serta lebih
berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis di tempat kerja.
2. Peneliti Selanjutnya
a. Selain diharapkan agar dapat menganalisis lebih lanjut, peneliti selanjutnya juga
diharapkan dapat menambahkan variabel lainnya dan tidak hanya terbatas pada
variabel-variabel dalam penelitian ini saja.
b. Melakukan cara yang sistematis selain kocokan dalam menentukan lokasi
maupun sampel penelitian.
c. Untuk pemakaian self measurement, diharapkan dilakukan uji validitas maupun
reliabilitas untuk kuesioner sebagai alat ukur stres kerja yang akan digunakan,
jika instrumen tersebut bukan instrument standar baku.
d. Diharapkan melakukan analisis tempat kerja atau penggalian informasi
mengenai jarak antara rumah responden ke tempat kerjanya untuk mengetahui
apakah responden tersebut mengalami kemacetan atau tidak ketika berangkat
maupun pulang kerja.
Daftar Pustaka
Adheswary, Vitana. 2012. Pelecehan Seksual pada Wanita yang Bekerja Sebagai
Sekretaris. Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Airmayanti, Diah. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara
Tahun 2009. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Almasitoh, U. H. 2011. Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Ganda dan Dukungan
Sosial pada Perawat. Jurnal Psikologi Islam. 8, (1), 63-82
Al-Qarasyi, B., S. 2007. Huququl „Amil fil Islam, Azwar, Dede (Editor). Keringat
Buruh. Jakarta: Penerbit Al-Huda
Arden, B. J. 2002. Surviving Job Stres, Sulistiyanto, Anton (Editor). Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Populer
Aribowo, R. N. 2011. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, dan Lingkungan Kerja Fisik
terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada CV Karya Mina Putra Rembang Devisi
Kayu). Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Badan Pusat Statistik. 2011. Profil Wanita Indonesia 2011. Jakarta: Kementerian
Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak RI
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. Katalog BPS: Kecamatan Ciputat
Timur dalam Angka 2012. Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. Katalog BPS: Kecamatan Ciputat
dalam Angka 2011. Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. Katalog BPS: Kecamatan
Pamulang dalam Angka 2012. Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. Katalog BPS: Kecamatan Serpong
Utara dalam Angka 2012. Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. Katalog BPS: Kecamatan Setu
dalam Angka 2012. Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. Katalog BPS: Kecamatan Pondok
Aren dalam Angka 2011. Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. Katalog BPS: Kecamatan Serpong
dalam Angka 2011. Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. Kota Tangerang Selatan dalam
Angka 2011. Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan
Belton, Suzanne dan Santos, C. 2011. Peningkatan Kemampuan Profesional Kesehatan
dan Pengacara untuk Memahami dan Menerapkan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dengan Menggunakan Kerangka Hak Asasi Manusia. JSMP Charles
Darwin University
CCHS. 2012. Violence in The Workplace dalam www.cchs.net diakses pada 08-01-2013
pukul 13.35
Cooper, C. L. 1995. Managerial Occupational and Organizational Stress Research.
Dalam http://www.ashgate.com diakses pada 18-05-2013 pukul 01.13
Corwin, E. J. 2009. Handbook of Pathophysiology, Egi Komara Yuda et al. (editor).
Jakarta: EGC
Denny, Richard. 2011. Success fot yourself eidsi III “Membuka Kunci Potensi
Kesuksesan dan Kebahagiaan Anda”. Jakarta: Gramedia
Dharma, W. S. 2009. Pelecehan Seksual pada Wanita di Tempat Kerja. Skripsi S1
Universitas Gunadarma
Diahsari, E. Y. 2006. Tend-and-Befriend: Pola Respon terhadap Stres ala Wanita. Jurnal
Humanitas. 3, (2). 94-101
Dowell, C. H. & Tapp, L. C. 2007. Evaluation of Heat Stress at a Glass Bottle
Manufacturer. Lapel: National Institude for Occupational Safety and Health
(NIOSH). Dalam http://www.cdc.gov/niosh/hhe/reports/pdfs/2003-0311-3052.pdf
diakses pada 24-07-2012 pukul 10.29
Efendi, Nur. 2009. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Stres Kerja pada Buruh Wanita
(Studi pada Buruh Wanita yang Bekerja pada Sektor Industri di Bandar
Lampung. Dalam http://eprints.umk.ac.id/ diakses pada 24-07-2012 pukul 11.21
Greenberg, J. S. 2002. Comprehensive Stres Management (eighth ed.). New York:
McGraw-Hill Companies Inc
Ghufroni, J. N. M. 2010. Pengaruh relokasi pasar terhadap kondisi sosial ekonomi
pedagang (studi kasus relokasi pasar Klitikan Notoharjo Kota Surakarta) dalam
http://library.um.ac.id/ diakses pada 24-07-2012 pukul 10.42
Hapsari, B. D. A. 2010. Pengaruh Hipertensi Primer terhadap Timbulnya Premenstrual
Syndrome pada Wanita di Kelurahan Jati Kecamatan Jaten Karanganyar. Skripsi
S1 Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Hariyono, Widodo, Suryani, Dyah, dan Wulandari, Yanuk. 2009. Hubungan antara
Beban Kerja, Stres Kerja, dan Tingkat Konflik dengan Kelelahan Kerja Perawat
di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Jurnal Kesmas UAD.
3, (3). 189-197
Harrianto, Irawan. 2007. Stres Akibat Kerja dan Penatalaksanaannya. Universa
Medicina. 24, (3), 145-154
Harsanti, Intaglia. 2009. Faktor-Faktor Organisasional sebagai Pencetus Kecenderungan
Agresi di Tempat Kerja. Indigenous, Jurnal Berkala Psikologi. 11, (2), 2-13
Haryani, Astri. 2012. Stres dan Koping Remaja dalam Menghadapi Dysmenorrhea di
SMP Negeri 35 Medan. Skripsi S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara
Hastjarja, Dwi. 2004. Stres di Tempat Kerja: Perbandingan antara Gender dengan
Pekerjaannya. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan. 4, (1), 31-40
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Hawari, Dadang. 2005. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta:
Penerbit FKUI
Health and Safety Executor. Stres and Psychological Disorders. Great Britain, 2001
dalam http://www.hse.gov.uk/statistics/causdis/stres/index.htm diakses pada 24-
07-2012 pukul 17.01
Henny. 2007. Hubungan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Karyawan bagian
Cusomer Care pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Bekasi. Skripsi S1
Fakultas Ekonomi dan Manajemen institute Pertanian Bogor
Inayani, Yani. 2011. Analisis Perbedaan Faktor Demografi dalam Strategi
Penanggulangan Stres Kerja: Studi Kasus Dinas Kesehatan Kota Bogor. Tesis S2
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
Indriyani, Azazah. 2009. Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stres Kerja Terhadap
Kinerja Perawat Wanita Rumah Sakit (Studi pada Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang). Tesis S2 Manajemen Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro
Irawan R. A. 2010. Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Gaya Kepemimpinan terhadap
Kinerja Karyawan pada P.D BPR Jepara Artha. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro
IUF. 2009. Pedoman Kesetaraan Jender untuk Serikat Buruh di Bidang Pertanian,
Pangan, hotel, dan Katering. Serikat Buruh Internasional Sektor Makanan,
Pertanian, Hotel, Restoran, Jasa Boga, Tembakau, dan Asosiasi-Asosiasi Buruh
Sejenisnya (IUF).pdf
Kalimo, Raija, El-Batawi, M. A., Cooper, C. L. 1987. Psychosocial Factors at Works
and Their Relationship to Health. Geneva: World Health Organization
Karoly, P. 1985. Measurement strategies in health psychology. New York: John Wiley
and Sons
Komnas Perempuan. 2002. Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia. Jakarta:
Ameepora
Konradus, Danggur. 2006. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Membangun SDM
Pekerja yang Sehat, Produktif dan Kompetitif. Jakarta: Litbang Danggur &
Partners
Lestarianita, Prety. 2010. Perbedaan Coping Stres pada Perawat Pria dan Wanita.
Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Leka S., et al. 2003. Work Organization & Stres, Protecting Worker‟s Helath Series No.
3. Zwitzerland: World Health Organization
Levi, L. 1984. Stress in Industry: Causes, Effect and Prevention. Geneva : ILO
Losyk, Bob. 2005. Get a Grip, Konggidinata, Catherine (Editor). Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Manurung, Amson. 2000. Dampak Krisis Ekonomi dan Strategi Hidup Rumah Tangga
Pekerja Sektor Formal dan Informal di Pariwisata. Skripsi S1 Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Matina, Anggra. 2012. Gambaran Tingkat Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Paru Dr. Moehammad Goenawan Partowidigo Cisarua Bogor
(RSPG). Skripsi S1 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Martcahyo, V. A., Hidayat, Wahyu dan Suryoko, Sri. 2012. Pengaruh Pelatihan Kerja,
Jaminan Sosial dan Insentif terhadap Kinerja Karyawan Bagian Produksi PT.
Fumira Semarang. Artikel Jurnal Administrasi Bisnis Undip. 1-16
Margiati, Lulus. 1999. Stres Kerja: Penyebab da Alternatif Pemecahannya. Jurnal
Masyarakat, Kebudayaan, dan politik. (3), 71-80
Menegpp, 2010. Pekerja sektor Formal/Informal dalam menegpp.go.id/ diakses pada
15-01-2013 pukul 13.23
Miller, David. 2000. Dying to Care? Work, Stres, and Burnout in HIV/AIDS. London:
Routledge
Moenir, A. S. 1983. Pendekatan Manusiawi & Organisasi terhadap Pembinaan
Kepegawaian. Jakarta: PT Gunung Agung
Munandar, A. S. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press
NIOSH. 2008. Exposure to Stress Occupational Hazard in Hospital. NIOSH
National Safety Council. 2004. Stres Management, Yulianti, Devi (Editor). Manajemen
Stres. Jakarta: EGC
Ningsih, M. A. 2009. Kecemasan Terhadap Kehamilan pada Wanita Dewasa Muda
yang Bekerja. Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarama
Ni’mah, Ziadatun. 2009. Wanita Karir dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Pandangan
K.H. Husein Muhammad). Skripsi S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Noviandari, R. R. 2007. Analisis Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja karyawan
(Studi kasus PT Pos Indonesia (Persero) Jakarta Timur 13000). Skripsi S1
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut pertanian Bogor
Notoatmodjo, Soekidjo. 1989. Dasar-Dasar Pendidikan Dan Pelatihan. BPKM FKM
UI: Depok.
Nugraha, Fajar. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja
Konveksi Sidi CV Iswara Bandung. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2, (1), 1-10
dalam http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm diaskes pada 23-01-2013 pukul
11.17
Nugrahani, Salafi. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Operasional PT Gunze Indonesia Tahun 2008. Skripsi S1 Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Pradijumiga, Risna. 2009. Proses Peningkatan Minat Baca melalui Pemberian
Penghargaan: Studi Kasus di Perpustakaan Madrasah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI
Purwanti, U. M. 2008. Analisis Pengaruh Persepsi Tenaga Keperawatan tentang
Stressor Kerja terhadap Keinginan Pindah Kerja pada Tenaga Keperawatan di
RSU Dr. R. Soetrasno Rembang. Tesis S2 Universitas Diponegoro
Putri, S. A. P. 2011. Hubungan Dukungan Sosial Terhadap Stres Kerja pada Karyawan
Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana Semarang. Majalah Ilmiah Informatika.
2, (1), 104-114
Rahmah, Laili. 2012. Atribusi tentang Kegagalan Pemberian Asi pada Ibu Pekerja
(Sebuah Studi Fenomenal). 6, (1), 62-70
Rahmawati, Anida. 2007. Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan dan Sikap terhadap
Lingkungan Kerja dengan Kebosanan Kerja. Skripsi S1 Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Rini, J. F. 2002. Wanita Bekerja. Jakarta dalam http://www.e-
psikologi.com/epsi/search.asp diakses pada 02-07-2012 pukul 09.32
Robbins, P. S. 1998. Organizational Behaviour Concepts, Controversies, Application.
New Jersey: Prentice-Hall International, Inc
Sabri, Luknis dan Hastono, S. P. 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada
Safaria, Triantono. 2011. Peran religious Coping sebagai Moderator dari job Insecurity
terhadap Stres Kerjapada Staf Akademik. Jurnal Humanitas. 3, (2). 155-170
Saragih, Harlen. 2008. Pengaruh Karakteristik Organisasi dan Individu terhadap Stres
Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea. Tesis S2
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Saragih, S., R. 2007. Pengaruh Otonomi Kerja terhadap Work Outcomes: Self Efficacy
sebagai Variabel Pemediasian. Thesis S2 Pogram Studi Ilmu Manajemen Sekolah
Pascasarjana Magister Sains Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Sari, F. A. P. 2011. Analisis Kebijakan Penanganan Kemacetan Lalulintas di Jalan
Teuku Umar Kawasan Jatingaleh Semarang dengan Metode Analisis Hirarki
Proses. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Satriawan, Adipradana. 2008. Beban Kerja Fisik-Biomekanika. Dalam
http://adipradana.wordpress.com/2008/11/28/beban-kerja-fisik/ diakses pada 02-
07-2012 pukul 11.05
Schultz, Duane dan Ellen, S. Schultz. 2006. Psychology & Work Today (Ninth Ed.).
Canada: Pearson prentice hall
Shihab, M., Q. 2006. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran
Volume 10. Jakarta: Lentera Hati
Soetjipto, B. E. 2008. Kepuasan Kerja sebagai Pemediasi Pengaruh Stres Kerja terhadap
Komitmen Organisasi. Jurnal Aplikasi Manajemen. 6, (1). 49-55
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7269. 2009. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan
Tingkat Kebutuhan Kalori Menurut Pengeluaran Energi. Badan Standarisasi
Nasional
Swee, W. F., dkk. 2007. Work Stress Prevalence among the Management Staff in an
International Tobacco Company in Malaysia. Med & Health. 2, (1), 93-98 dalam
http://journalarticle.ukm.my/1953/1/10._93-98_(MH_018).pdf diakses pada 15-11-
2012 pukul 14.35
Tim Prima Pena. 2006. Kamus Ilmiah Popular Edisi Lengkap. Surabaya: Gitamedia
Press
Tim Redaksi Butaru. 2009. Pembatasan Kendaraan untuk Mengurangi Kemacetan
Jakarta. Bulletin online dalam
http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=165 diakses pada
15-11-2012 pukul 13.40
Vierdelina, Nadya. 2008. Gambaran Stres Kerja dan factor-Faktor yang Berhubungan
pada Pengemudi Bus Patas 9B Jurusan Bekasi Barat-Cililitan/Kampung
Rambutan Tahun 2008. Skripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia
Wallace, E. V. 2007. Managing Stress: What Consumers Want To Know From Health
Educators. American Journal of Health Studies. 22, (1), 56-58
Wirakristama, Richardus Chandra. 2011. Analisis Pengaruh Konflik Peran Ganda
(Work Family Conflict) terhadap Kinerja Karyawan Wanita pada PT Nyonya
Meneer Semarang dengan Stres Kerja sebagai Variabel Intervening. Skripsi S1
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Wulayani, Swasti dan Sudiajeng, Lilik. 2006. Stres Kerja Akibat Konflik Peran pada
Wanita Bali. Psychology Journal. 21, (2), 192-195
Yunus, Muhammad. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres
Kerja pada Pegawai Unit Kerja Laundry RSUD Pasar Rebo. Skripsi S1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Yuwono, Susastyo. 2010. Mengelola Stres dalam Perspektif Islam dan Psikologi. Jurnal
Psycho Idea. (2), 14-26
Zaini, Fawaid. 2012. Mutasi Pegawai sebagai Langkah Pendewasaan Tanggung Jawab,
dalam telenteyan.blogspot.com/2012_07_01_archive.html
Zainiyah, A. A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja
Manufacturing di PT. X Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1, (2). 644 –
653 dalam http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm diakses pada 20-05-2013
pukul 14.05
KBMENTERIAN AGAMAU\IYERSITAS ISLANI NEGERI ( UIN )SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
-il. Kertaniuktl No. ,i Pisangarr Ctputat 15.119Telp. : (62-21) 7,1716718 Fax : (62-21) 7,104985Wcbsite : *'rvrv. uinjkt. ac. i d; E-mzril : fk ik(rluinjkt. ac. id
I EI-,LIII I
Nomor : Un.0 i/Fl 0/KM.00.U i 001) 12013Lamp :-Hal : Izin Penelitian Skripsi
KepadaYth.Kepala Kecamatan Ciputat TimurKota Tangerang SelatanDi -
Tempat
NamaNIMPrograrn StudiSemesteri Peminatan
Tembusan :
Dekan FKIK
Iakarta, ii Maret 2013
Assalamuaiaikum Wr. Wb.
Bersama ini kami sampaikan bahwa mahasiswa yang namanya tersebut dibawah ini akanmelaksanakan penyusunan Skripsi denganjudul "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan StressKerja Pada Wanita Bekeda Sektor Formal di wilayah Ciputat Timur Tahun 2013- atas nama :
Pratiwi Puji Lestari108101000066Kesehatan MasyarakatX (sepuluh) / K3
Sehubungan dengan hal tersebut, kami mohon mahasisrva tersebut dapat diizinkan untukmelakukan penelitian skripsi di wilayah yang saudara pimpin.
Demikian, atas perhatian dan kerjasarna saudara, karni ucapkan terima kasih.
Wassalamu' alaikum Wr.Wb.
A.n DekanPembantu Dekan
dr. H. Djauhari W, AIF, PFK.|
lt't,l[:r!!i
lt!!iiilt!!i:i
Bjdlang\ademik,
PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN
KECAMATAN CIPUTAT TIMURJl. w.R. supratman No.66 Pondok RanjiTelp. (021)7440717 Kode Pos 15412
NomorLampiranPerihal
6/ te0 - Ctm/2013
lzin Penelitian SkriPsi a/nPratiwi Puji Lestari
Ciputat Timur, 26 Maret 2013
Kepada,Yth. Para Lurah
Se-Kecamatan CiPutat Timurdi-
Tempqt
Menindaklanjuti surat dari universitas lslam Negeri (ulN)
Syarif Hidayatullah Jakarta nomor : Un.01/F10/KM.00.1n0AU2013
tanggal 11 Maret 2013 Perihal lzin Penelitian Skripsi atas nama
Pratiwi Puji Lestari, bersama ini kami perintahkan kepada Saudara
agar memberikan izin penelitian kepada yang ber:sangkutan untuk
keperluan pembuatan Skripsinya di wilayah Kelurahan saudara'
Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya
kami ucapkan terima kasih.
CAMAT CIPUTAT TIMUR
Tembusan, disamPaikan kePada;
1. Yth. Dekan FKIK2. Ybs.
'.19571031 197803 '.l 002
Lampiran 2
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera, saya Pratiwi Puji Lestari, mahasiswa yang bermaksud melakukan
penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja pada
Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun
2013”. Penelitian ini merupakan tugas akhir saya sebagai syarat memperoleh gelar
Sarjana (S1) Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Di tengah-tengah kesibukan ibu/saudari saat ini izinkanlah saya meminta waktu
ibu/saudari selama kurang lebih 15 menit untuk mengisi daftar pertanyaan atau angket
penelitian saya ini.
Saya mengharapkan kesediaan ibu/saudari untuk menjawab kuesioner ini dengan
jujur tanpa ada rasa takut, karena tidak ada penilaian benar atau salah untuk jawaban
yang telah ibu/saudari berikan. Dan setiap jawaban ibu/saudari akan dijaga
kerahasiaannya, serta tidak akan mempengaruhi terhadap kinerja ibu/saudari.
Untuk kesediaan ibu/saudari dalam pengisian kuesioner ini, saya sampaikan banyak
terima kasih dan semoga Allah swt membalas kebaikan ibu/saudari dengan sebaik-baik
pembalasan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ciputat Timur, ………………. 2013
Peneliti
( Pratiwi Puji Lestari )
Responden
( ……………………….. )
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk Pengisian:
Isilah indentitas diri ibu/saudari di kolom “Identitas Responden” yang sudah tersedia.
Berilah tanda () pada salah satu pilihan sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat setuju
yang ada pada setiap pernyataan sesuai dengan jawaban ibu/saudari.
Jika ibu/saudari telah selesai mengisi, mohon untuk memeriksa kembali jawaban ibu/saudari
agar tidak ada yang kosong atau terlewati.
A IDENTITAS RESPONDEN Diisi oleh peneliti
A1
A2
A3
A4
A5
A6
Nama :________________________________
Umur :_________________________Tahun
Alamat :________________________________
RW/Kelurahan :________/____________________
No. Telpon/HP :_____________________________
Status perkawinan : 0. Menikah 1. Belum Menikah
Jenis pekerjaan :___________________________ Jabatan:___________________
[ ]
PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN Diisi
oleh
peneliti B1 Kurangnya Otonomi Sangat
Setuju Setuju
Tidak
setuju
Sangat
tidak
setuju
B1.1 Saya bisa membuat keputusan sendiri tentang bagaimana saya
menjadwalkan pekerjaan saya sekarang ini.
[ ]
B1.2 Pekerjaan sekarang ini memungkinkan saya dapat bebas
menentukan urutan hal-hal yang akan saya lakukan pada pekerjaan
saya.
[ ]
B1.3 Pekerjaan saya ini memungkinkan saya bisa merencanakan
bagaimana saya melakukan pekerjaan saya.
[ ]
B1.4 Dalam melakukan pekerjaan sekarang ini saya memiliki
kesempatan untuk menggunakan inisiatif pribadi saya dalam
melaksanakan pekerjaan.
[ ]
B1.5 Pekerjaan saya sekarang ini tidak memungkinkan saya untuk
dapat membuat keputusan saya sendiri mengenai pekerjaan saya
tersebut.
[ ]
B1.6 Saya tidak leluasa untuk membuat keputusan sendiri dalam
mengerjakan pekerjaan saya sekarang ini.
[ ]
B1.7 Saya tidak memiliki wewenang untuk memutuskan metode apa
yang akan saya gunakan dalam menyelesaikan pekerjaan saya.
[ ]
B1.8 Saya memiliki kesempatan yang cukup bebas untuk menentukan
bagaimana saya melakukan pekerjaan saya.
[ ]
B1.9 Pekerjaan saya sekarang ini memungkinkan saya untuk
memutuskan sendiri bagaimana cara saya melakukan pekerjaan
saya.
[ ]
Nomor Responden
PERNYATAAN
PILIHAN JAWABAN Diisi
oleh
peneliti Sangat
Setuju Setuju
Tidak
setuju
Sangat
tidak
setuju
B2 Beban Kerja
B2.1 Saya merasa bahwa pekerjaan yang dibebankan kepada saya
terlalu berat bagi saya.
[ ]
B2.2 Saya merasa bahwa pekerjaan di luar tugas pokok yang harus saya
lakukan dalam satu hari terlalu banyak bagi saya.
[ ]
B2.3 Pekerjaan yang dibebankan kepada saya setiap hari terasa mudah
untuk saya kerjakan.
[ ]
B2.4 Dalam menyelesaikan pekerjaan saya, saya dituntut untuk bekerja
dengan cepat dan tepat.
[ ]
B3 Relokasi Pekerjaan
B3 Saya merasa nyaman ketika saya pindah/dipindahkan ke tempat
kerja baru dengan jenis pekerjaan baru maupun tetap.
(jika tidak pernah berpindah tugas/ pindah tempat kerja tidak
perlu diisi, lanjut ke pertanyaan B4.1)
[ ]
B4 Pelatihan
B4.1 Dari awal saya bekeja hingga sekarang, saya sudah mendapatkan
pelatihan yang memudahkan saya dalam mengerjakan pekerjaan
saya.
(jika tidak pernah mendapatkan pelatihan, silahkan langsung
ke pertanyaan B5.1)
[ ]
B4.2 Pelatihan yang saya dapatkan kurang sesuai dengan tanggung
jawab pekerjaan saya.
[ ]
B5 Karir yang Melelahkan B5.1 Saya merasa puas terhadap kesempatan kenaikan jabatan ataupun
promosi kerja yang ada?
(jika pekerjaan anda tidak ada sistem kenaikan jabatan/
golongan karir, pertanyaan B5.1 - B5.4 tidak perlu diisi,
langsung lanjut ke pertanyaan B6)
[ ]
B5.2 Di tempat kerja saya sekarang, saya pernah mendapat posisi atau
jabatan lain.
[ ]
B5.3 Saya merasa tidak nyaman dengan posisi/jabatan pekerjaan saya
sekarang.
[ ]
B5.4 Pimpinan menempatkan saya sesuai dengan jenjang pendidikan
yang saya miliki.
[ ]
PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN Diisi
oleh
peneliti B6 Hubungan yang Buruk dengan Atasan/Majikan Sangat
Setuju Setuju
Tidak
setuju
Sangat
tidak
setuju
B6 Selama saya bekerja di sini, hubungan kerja antara saya dengan
atasan/pimpinan berjalan dengan baik.
[ ]
B7 Perkembangan Teknologi
B7 Saya merasa bisa ketika dihadapkan dengan cara kerja atau mesin
kerja baru untuk digunakan dalam pekerjaan saya ini.
[ ]
B8 Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji
B8 Gaji/upah yang saya terima telah sesuai dengan tanggung jawab
pekerjaan yang saya laksanakan.
[ ]
C1 Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga
C1.1 Keluarga saya mendukung pekerjaan saya saat ini [ ]
C1.2 Saya selalu tepat waktu masuk kerja meskipun sebelum berangkat
bekerja saya harus mengurus atau membantu kerluarga terlebih
dahulu.
[ ]
C1.3 Keluarga saya tidak mengijinkan saya untuk bekerja lembur [ ]
C1.4 Keluarga saya tidak memperbolehkan saya untuk bekerja pada
malam hari
[ ]
C2 Ketidakpastian Ekonomi
C2.1 Penghasilan yang saya dapatkan selalu tetap setiap bulannya. [ ]
C2.2 Saya merasa pemasukan keuangan saya dapat memenuhi
kebutuhan saya setiap bulannya
[ ]
C3 Kurangnya Penghargaan Kerja
C3 Saya merasa bahwa tunjangan, fasilitas, maupun penghargaan
kerja yang diberikan oleh instansti tempat saya bekerja sudah
sepadan dengan usaha yang saya kerjakan.
[ ]
C4 Kejenuhan Kerja
C4 Saya merasa tidak suka atau bosan dalam mengerjakan pekerjaan saya
ini
[ ]
C5 Perawatan Anak yang Tidak Adekuat
C5 Saya dapat mengasuh anak dengan baik tanpa mengganggu
pekerjaan saya.
(jika belum memiliki anak tidak perlu diisi, silahkan lanjut ke
pertanyaan C6)
[ ]
C6 Konflik dengan Rekan Kerja
C6 Hubungan kerja saya dengan rekan kerja di tempat kerja saya
sekarang ini berjalan dengan baik.
[ ]
PERNYATAAN
PILIHAN JAWABAN Diisi
oleh
peneliti Sangat
Setuju Setuju
Tidak
setuju
Sangat
tidak
setuju
D1 Buruknya Kondisi Lingkungan Kerja
D1.1 Saya merasa nyaman dengan kondisi (suhu, sirkulasi udara, dan
kebersihan) lingkungan kerja saya.
[ ]
D1.2 Saya merasa terganggu dengan keramaian di tempat kerja saya. [ ]
D2 Kemacetan saat Berangkat dan Pulang Kerja
D2 Kemacetan yang saya rasakan saat berangkat maupun pulang kerja
menyita waktu dan mengganggu kenyamanan saya.
[ ]
D3 Pelecehan Seksual Diisi oleh Peneliti
D3 Apakah anda pernah mendapat perlakuan yang tidak diinginkan dari lawan jenis, baik
dari rekan kerja ataupun atasan anda?
(jika pernah, berilah tanda (x) pada beberapa perlakuan di bawah ini, boleh diisi lebih
dari satu)
a. main mata
b. siulan nakal
c. komentar yang berkonotasi seks
d. humor porno
e. cubitan
f. colekan
g. tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu
h. gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual
i. ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman
j. ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan
[ ]
D4 Kekerasan di Tempat Kerja Diisi oleh Peneliti
D4 Apakah anda pernah mendapat perlakuan di bawah ini dari rekan atau atasan anda?
(jika pernah, berilah tanda (x) pada beberapa perlakuan di bawah ini, boleh diisi lebih
dari satu)
a. Perilaku yang mengancam
(misal: melempar benda ke anda, menggebrak meja/pintu/dinding)
b. Perkataan atau tulisan yang berisi ancaman
c. Dilecehkan (perilaku yang merendahkan, mempermalukan, menghina, ataupun
mengganggu mental)
d. Dicaci maki
e. Mendapat penyerangan secara fisik
(misal: dipukul, disikut, didorong, atau ditendang
[ ]
0. Ya
1. Tidak
0. Ya
1. Tidak
Petunjuk Pengisian:
Berilah Tanda () pada Kolom Indikator Perubahan Akibat Stres Kerja dengan memilih
salah satu dari pilihan Tidak Pernah, Kadang-Kadang, atau Sering.
Jika ibu/saudari selesai mengisi, mohon untuk memeriksa kembali jawaban ibu/saudari
agar tidak ada yang kosong atau terlewati.
No.
E INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA Diisi
Peneliti Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan Perilaku selama
satu bulan terakhir
Tidak
Pernah
Kadang-
Kadang Sering
Perubahan Fisiologis
E1 Sakit kepala atau pusing [Saat tenang dan tiba-tiba terjadi] [ ]
E2 Sakit punggung
[Bukan karena kurang minum, bukan karena habis berolahraga
atau bukan karena habis melakukan aktifitas yang berat]
[ ]
E3 Gangguan menstruasi [ ]
E4 Asma atau sesak nafas [Saat tenang dan tiba-tiba terjadi] [ ]
E5 Gangguan pencernaan pada lambung dan usus (mag atau lainnya)
[Bukan karena salah makan]
[ ]
E6 Susah tidur (Insomnia) [ ]
E7 Buang air besar lebih dari 2kali berturut-turut
[Bukan karena salah makan]
[ ]
E8 Telinga berdenging
[Bukan karena bising, tapi saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
[ ]
E9 Menggertakan gigi di malam hari pada waktu tidur [ ]
E10 Sakit sendi di bagian rahang [ ]
E11 Gejala tekanan darah tinggi (seperti sakit kepala bagian belakang,
sukar tidur, pusing, marah, dada berdebar-debar, sesak nafas)
[ ]
E12 Gejala PJK (penyakit jantung koroner) (seperti nyeri pada dada
bagian kiri sampai ke belakang dan terkadang sampai lengan)
[ ]
E13 Gejala herpes atau cacar air
(ada tonjolan pada kulit seperti berisi air)
[ ]
E14 Migraine (sakit kepala sebelah) [Saat tenang dan tiba-tiba terjadi] [ ]
E15 Perih /luka pada lambung [Bukan karena salah makan] [ ]
E16 Jantung berdebar-debar [Saat tenang dan tiba-tiba terjadi] [ ]
E17 Sering buang air kecil
[Bukan karena banyak minum ataupun penyakit diabetes, dan
bukan karena kondisi lingkungan yang dingin]
[ ]
E18 Sering keluar keringat [Bukan sedang /setelah olahraga, bukan
karena kondisi lingkungan yang dingin dan/atau panas, serta
bukan karena habis melakukan aktifitas yang berat]
[ ]
E19 Gugup [Saat tenang dan tiba-tiba terjadi] [ ]
E20 Nafsu makan hilang [ ]
No. Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan Perilaku selama
satu bulan terakhir
Tidak
Pernah
Kadang-
Kadang Sering
Diisi
Peneliti
E21 Badan terasa lemah
[bukan karena habis melakukan aktifitas yang berat]
[ ]
E22 Letih atau lesu
[bukan karena habis melakukan aktifitas yang berat]
[ ]
Perubahan psikologis
E23 Mudah marah. [Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan bukan karena
pengaruh dari orang lain]
[ ]
E24 Mudah tersinggung [ ]
E25 Perasaan tertekan. [Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan bukan karena
pengaruh dari orang lain]
[ ]
E26 Merasa cemas atau gelisah [Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan
bukan karena pengaruh dari orang lain]
[ ]
E27 Mudah putus asa [ ]
E28 Sikap acuh tak acuh/cuek [ ]
E29 Perasaan tegang [Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan bukan karena
pengaruh dari orang lain]
[ ]
Perubahan perilaku
E30 Merasa malas bekerja [ ]
E31 Ketidak hadiran tinggi [ ]
E32 Kurang konsentrasi [ ]
E33 Cepat merasa lupa [ ]
E34 Menunda-nunda pekerjaan [ ]
E35 Minum kopi [ ]
E36 Minum obat tidur atau obat penenang [ ]
E37 Menghindar dari interaksi sosial (pergaulan) [ ]
***TERIMA KASIH TELAH BERSEDIA MENGISI KUESIONER INI***
OUTPUT ANALISIS DATA
Analisis Univariat
1. Kurangnya Otonomi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 84 42.0 42.0 42.0
1 116 58.0 58.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
2. Kuota Tidak Logis (Beban Kerja)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 89 44.5 44.5 44.5
1 111 55.5 55.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
3. Relokasi Pekerjaan jump_relokasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 95 47.5 47.5 47.5
1 105 52.5 52.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 19 20.0 20.0 20.0
1 76 80.0 80.0 100.0
Total 95 100.0 100.0
4. Kurangnya Pelatihan medi_pelatihan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 59 29.5 29.5 29.5
1 27 13.5 13.5 43.0
2 114 57.0 57.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
oke_pelatihan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 86 43.0 43.0 43.0
1 114 57.0 57.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
5. Karir yang Melelahkan jump_karir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 121 60.5 60.5 60.5
1 79 39.5 39.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Lampiran 3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 32 26.4 26.4 26.4
1 89 73.6 73.6 100.0
Total 121 100.0 100.0
6. Hubungan Buruk dengan Atasan/Majikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid YA 4 2.0 2.0 2.0
TIDAK 196 98.0 98.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
7. Perkembangan Teknologi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid YA 31 15.5 15.5 15.5
TIDAK 169 84.5 84.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
8. Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa Bertambahnya Gaji
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid YA 75 37.5 37.5 37.5
TIDAK 125 62.5 62.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
9. Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 65 32.5 32.5 32.5
1 135 67.5 67.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
10. Ketidakpastian Ekonomi ekonomi_oke
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 107 53.5 53.5 53.5
1 93 46.5 46.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
11. Kurangnya Penghargaan Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid KURANG 106 53.0 53.0 53.0
SEPADAN 94 47.0 47.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
12. Kejenuhan Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid YA 56 28.0 28.0 28.0
TIDAK 144 72.0 72.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
13. Perawatan Anak Tidak Adekuat jump_perawatananak
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 105 52.5 52.5 52.5
1 95 47.5 47.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid YA 10 9.5 9.5 9.5
TIDAK 95 90.5 90.5 100.0
Total 105 100.0 100.0
14. Konflik dengan Rekan Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid BURUK 10 5.0 5.0 5.0
BAIK 190 95.0 95.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
15. Buruknya Kondisi Lingkungan Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 72 36.0 36.0 36.0
1 128 64.0 64.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
16. Pelecehan Seksual
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ADA 58 29.0 29.0 29.0
TIDAK 142 71.0 71.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
17. Kekerasan di Tempat Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ADA 25 12.5 12.5 12.5
TIDAK 175 87.5 87.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
18. Kemacetan saat Berangkat dan Pulang Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid TERGANGGU 146 73.0 73.0 73.0
TIDAK TERGANGGU 54 27.0 27.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Analisis Bivariat
1. Kurangnya Otonomi med_otonomi * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
med_otonomi 0 Count 19 65 84
Expected Count 17.2 66.8 84.0
% within med_otonomi 22.6% 77.4% 100.0%
1 Count 22 94 116
Expected Count 23.8 92.2 116.0
% within med_otonomi 19.0% 81.0% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within med_otonomi 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .399a 1 .528
Continuity Correctionb .206 1 .650
Likelihood Ratio .397 1 .529
Fisher's Exact Test .596 .323
Linear-by-Linear Association .397 1 .529
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.22.
b. Computed only for a 2x2 table
2. Kuota Tidak Logis (Beban Kerja) med_bebankerja * STRES Crosstabulation
STRES
Total STRES BERAT STRES RINGAN
med_bebankerja 0 Count 26 63 89
Expected Count 18.2 70.8 89.0
% within med_bebankerja 29.2% 70.8% 100.0%
1 Count 15 96 111
Expected Count 22.8 88.2 111.0
% within med_bebankerja 13.5% 86.5% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within med_bebankerja 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.471a 1 .006
Continuity Correctionb 6.538 1 .011
Likelihood Ratio 7.462 1 .006
Fisher's Exact Test .008 .005
Linear-by-Linear Association 7.433 1 .006
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.25.
b. Computed only for a 2x2 table
3. Relokasi Pekerjaan B3 * STRES Crosstabulation
STRES
Total STRES BERAT STRES RINGAN
B3 saya merasa nyaman ketika saya pindah atau dipindahkan ke tempat kerja
0 Count 7 12 19
Expected Count 4.2 14.8 19.0
% within B3 36.8% 63.2% 100.0%
1 Count 14 62 76
Expected Count 16.8 59.2 76.0
% within B3 18.4% 81.6% 100.0%
Total Count 21 74 95
Expected Count 21.0 74.0 95.0
% within B3 22.1% 77.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.995a 1 .083
Continuity Correctionb 2.021 1 .155
Likelihood Ratio 2.744 1 .098
Fisher's Exact Test .120 .081
Linear-by-Linear Association 2.964 1 .085
N of Valid Casesb 95
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.20.
b. Computed only for a 2x2 table
4. Kurangnya Pelatihan oke_pelatihan * STRES Crosstabulation
STRES
Total STRES BERAT STRES RINGAN
oke_pelatihan 0 Count 22 64 86
Expected Count 17.6 68.4 86.0
% within oke_pelatihan 25.6% 74.4% 100.0%
1 Count 19 95 114
Expected Count 23.4 90.6 114.0
% within oke_pelatihan 16.7% 83.3% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within oke_pelatihan 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.390a 1 .122
Continuity Correctionb 1.875 1 .171
Likelihood Ratio 2.370 1 .124
Fisher's Exact Test .157 .086
Linear-by-Linear Association 2.378 1 .123
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.63.
b. Computed only for a 2x2 table
5. Karir yang Melelahkan Med_karir * STRES Crosstabulation
STRES
Total STRES BERAT STRES RINGAN
med_karir 0 Count 7 25 32
Expected Count 7.4 24.6 32.0
% within med_karir 21.9% 78.1% 100.0%
1 Count 21 68 89
Expected Count 20.6 68.4 89.0
% within med_karir 23.6% 76.4% 100.0%
Total Count 28 93 121
Expected Count 28.0 93.0 121.0
% within med_karir 23.1% 76.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .039a 1 .843
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .040 1 .842
Fisher's Exact Test 1.000 .527
Linear-by-Linear Association .039 1 .844
N of Valid Casesb 121
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.40.
b. Computed only for a 2x2 table
6. Hubungan Buruk dengan Atasan/Majikan B6 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
B6 Selama saya bekerja di sini, hubungan kerja antara saya dengan atasan/pi
YA Count 1 3 4
Expected Count .8 3.2 4.0
% within B6 25.0% 75.0% 100.0%
TIDAK Count 40 156 196
Expected Count 40.2 155.8 196.0
% within B6 20.4% 79.6% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within B6 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .051a 1 .822
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .048 1 .826
Fisher's Exact Test 1.000 .604
Linear-by-Linear Association .050 1 .822
N of Valid Casesb 200
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .82.
b. Computed only for a 2x2 table
7. Perkembangan Teknologi B7 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
B7 Saya merasa bisa ketika dihadapkan dengan cara kerja/mesin kerja baru un
YA Count 11 20 31
Expected Count 6.4 24.6 31.0
% within B7 35.5% 64.5% 100.0%
TIDAK Count 30 139 169
Expected Count 34.6 134.4 169.0
% within B7 17.8% 82.2% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within B7 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.054a 1 .025
Continuity Correctionb 4.024 1 .045
Likelihood Ratio 4.528 1 .033
Fisher's Exact Test .031 .027
Linear-by-Linear Association 5.029 1 .025
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.36.
b. Computed only for a 2x2 table
8. Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa Bertambahnya Gaji B8 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
B8 Gaji/upah yang saya terima telah sesuai dengan tanggung jawab pekerjaan
YA Count 14 61 75
Expected Count 15.4 59.6 75.0
% within B8 18.7% 81.3% 100.0%
TIDAK Count 27 98 125
Expected Count 25.6 99.4 125.0
% within B8 21.6% 78.4% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within B8 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .247a 1 .619
Continuity Correctionb .100 1 .752
Likelihood Ratio .250 1 .617
Fisher's Exact Test .718 .379
Linear-by-Linear Association .246 1 .620
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.38.
b. Computed only for a 2x2 table
9. Pertentangan antara Karir dan Tanggung Jawab Keluarga med_tjkeluarga * STRES Crosstabulation
STRES
Total STRES BERAT STRES RINGAN
med_tjkeluarga 0 Count 16 49 65
Expected Count 13.3 51.7 65.0
% within med_tjkeluarga 24.6% 75.4% 100.0%
1 Count 25 110 135
Expected Count 27.7 107.3 135.0
% within med_tjkeluarga 18.5% 81.5% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within med_tjkeluarga 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.001a 1 .317
Continuity Correctionb .662 1 .416
Likelihood Ratio .979 1 .323
Fisher's Exact Test .352 .207
Linear-by-Linear Association .996 1 .318
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.33.
b. Computed only for a 2x2 table
10. Ketidakpastian Ekonomi ekonomi_oke * STRES Crosstabulation
STRES
Total STRES BERAT STRES RINGAN
ekonomi_oke 0 Count 20 87 107
Expected Count 21.9 85.1 107.0
% within ekonomi_oke 18.7% 81.3% 100.0%
1 Count 21 72 93
Expected Count 19.1 73.9 93.0
% within ekonomi_oke 22.6% 77.4% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within ekonomi_oke 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .462a 1 .497
Continuity Correctionb .254 1 .614
Likelihood Ratio .461 1 .497
Fisher's Exact Test .599 .307
Linear-by-Linear Association .459 1 .498
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.07.
b. Computed only for a 2x2 table
11. Kurangnya Penghargaan Kerja C3 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
C3 Saya merasa bahwa tunjangan, fasilitas, maupun penghargaan kerja yang di
KURANG Count 17 89 106
Expected Count 21.7 84.3 106.0
% within C3 16.0% 84.0% 100.0%
SEPADAN Count 24 70 94
Expected Count 19.3 74.7 94.0
% within C3 25.5% 74.5% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within C3 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.755a 1 .097
Continuity Correctionb 2.204 1 .138
Likelihood Ratio 2.756 1 .097
Fisher's Exact Test .115 .069
Linear-by-Linear Association 2.742 1 .098
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.27.
b. Computed only for a 2x2 table
12. Kejenuhan Kerja C4 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
C4 Saya merasa tidak suka atau bosan dalam mengerjakan pekerjaan saya ini.
YA Count 15 41 56
Expected Count 11.5 44.5 56.0
% within C4 26.8% 73.2% 100.0%
TIDAK Count 26 118 144
Expected Count 29.5 114.5 144.0
% within C4 18.1% 81.9% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within C4 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.886a 1 .170
Continuity Correctionb 1.388 1 .239
Likelihood Ratio 1.814 1 .178
Fisher's Exact Test .177 .120
Linear-by-Linear Association 1.876 1 .171
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.48.
b. Computed only for a 2x2 table
13. Perawatan Anak Tidak Adekuat C5 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
C5 Saya dapat mengasuh anak dengan baik tanpa mengganggu pekerjaan saya (ji
YA Count 3 7 10
Expected Count 2.0 8.0 10.0
% within C5 30.0% 70.0% 100.0%
TIDAK Count 18 77 95
Expected Count 19.0 76.0 95.0
% within C5 18.9% 81.1% 100.0%
Total Count 21 84 105
Expected Count 21.0 84.0 105.0
% within C5 20.0% 80.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .691a 1 .406
Continuity Correctionb .173 1 .678
Likelihood Ratio .630 1 .427
Fisher's Exact Test .415 .319
Linear-by-Linear Association .684 1 .408
N of Valid Casesb 105
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00.
b. Computed only for a 2x2 table
14. Konflik dengan Rekan Kerja C6 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
C6 Hubungan saya dengan rekan kerja di tempat kerja saya sekarang ini berja
BURUK Count 1 9 10
Expected Count 2.0 8.0 10.0
% within C6 10.0% 90.0% 100.0%
BAIK Count 40 150 190
Expected Count 39.0 151.0 190.0
% within C6 21.1% 78.9% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within C6 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .712a 1 .399
Continuity Correctionb .195 1 .658
Likelihood Ratio .833 1 .362
Fisher's Exact Test .691 .355
Linear-by-Linear Association .709 1 .400
N of Valid Casesb 200
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.05.
b. Computed only for a 2x2 table
15. Buruknya Kondisi Lingkungan Kerja med_lingkungan * STRES Crosstabulation
STRES
Total STRES BERAT STRES RINGAN
med_lingkungan 0 Count 21 51 72
Expected Count 14.8 57.2 72.0
% within med_lingkungan 29.2% 70.8% 100.0%
1 Count 20 108 128
Expected Count 26.2 101.8 128.0
% within med_lingkungan 15.6% 84.4% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within med_lingkungan 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.185a 1 .023
Continuity Correctionb 4.387 1 .036
Likelihood Ratio 5.029 1 .025
Fisher's Exact Test .029 .019
Linear-by-Linear Association 5.159 1 .023
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.76.
b. Computed only for a 2x2 table
16. Pelecehan Seksual D3 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
D3 Apakah anda pernah mendapat perlakuan yang tidak diinginkan dari lawan j
ADA Count 21 37 58
Expected Count 11.9 46.1 58.0
% within D3 36.2% 63.8% 100.0%
TIDAK Count 20 122 142
Expected Count 29.1 112.9 142.0
% within D3 14.1% 85.9% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within D3 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 12.366a 1 .000
Continuity Correctionb 11.046 1 .001
Likelihood Ratio 11.525 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 12.304 1 .000
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.89.
b. Computed only for a 2x2 table
17. Kekerasan di Tempat Kerja D4 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
D4 Apakah anda pernah mendapat perlakuan dari rekan kerja atau atasan anda?
ADA Count 7 18 25
Expected Count 5.1 19.9 25.0
% within D4 28.0% 72.0% 100.0%
TIDAK Count 34 141 175
Expected Count 35.9 139.1 175.0
% within D4 19.4% 80.6% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within D4 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .986a 1 .321
Continuity Correctionb .530 1 .466
Likelihood Ratio .923 1 .337
Fisher's Exact Test .302 .228
Linear-by-Linear Association .981 1 .322
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.13.
b. Computed only for a 2x2 table
18. Kemacetan saat Berangkat dan Pulang Kerja D2 * STRES Crosstabulation
STRES
Total Stres Berat Stres Ringan
D2 Kemacetan yang saya rasakan saat berangkat maupun pulang kerja menyita w
TERGANGGU Count 30 116 146
Expected Count 29.9 116.1 146.0
% within D2 20.5% 79.5% 100.0%
TIDAK TERGANGGU
Count 11 43 54
Expected Count 11.1 42.9 54.0
% within D2 20.4% 79.6% 100.0%
Total Count 41 159 200
Expected Count 41.0 159.0 200.0
% within D2 20.5% 79.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .001a 1 .978
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .001 1 .978
Fisher's Exact Test 1.000 .574
Linear-by-Linear Association .001 1 .978
N of Valid Casesb 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.07.
b. Computed only for a 2x2 table