Post on 21-Oct-2015
description
EVOLUSI KEBUDAYAAN
Makalah Geografi Budaya & Politik
Disusun Oleh
Oswald Sitanggang NIM: 3113331025
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Jika dilihat dari pengertiannya evolusi adalah proses perubahan mahluk hidup
secara bertahap dalam jangka waktu yang lama dari bentuk sederhana menjadi
bentuk yang kompleks, sedangkan budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi.
Evolusi budaya merupakan suatu proses evolusi atau prosos perubahan
budaya yang terjadi hingga saat ini. Kita bisa mengamati bagaimana fakta akan
evolusi tersebut dalam banyak hal, seperti dalam bahasa, gaya hidup hingga ke
dinamika dalam sistem ekonomi.
Adapun teori tentang evolusi budaya yang diungkapkan L.H.Morgan (1818-
1881) adalah seorang peristis antropologi di Amerika terdahulu. Ia mengungkapkan
bahwa evolusi kebudayaan secara universal melalui delapan tahapan, yaitu:
1. Zaman Liar Tua. Zaman sejak manusia ada samapai menemukan api, kemudian
manusia menemukan keahlian meramu dan mencari akar-akar tumbuhan liar
untuk hidup.
2. Zaman Liar Madya. Zaman di mana manusia menemukan senjata busur dan
panah. Pada zaman ini manusia mulai merobah mata pencahariannya dari meramu
menjadi pencari ikan.
3. Zaman Liar Muda. Pada zaman manusia menemukan senjata busur dan panah
sampai memiliki kepandaian untuk membuat alat-alat dari tembikar namun
kehidupannya masih berburu.
4. Zaman Barbar Tua. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat
tembikar sampai manusia beternak dan bercocok tanam.
5. Zaman Barbar Madya. Zaman sejak manusia beternak dan bercocok tanam
samapai menemukan kepandaian membuat alat-alat atau benda-benda dari logam
6. Zaman Barbar Muda. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat alat-
alat dari logam sampai manusia mengenal tulisan.
7. Zaman Peradaban Purba, menghasilakan beberapa peradapan klasik zaman batu
dan logam
8. Zaman Masa Kini
9. zaman peradaban klasik sampai sekarang.
BAB II
EVOLUSI KEBUDAYAAN
A. Pengertian Kebudayaan dan Geografi Budaya
Sebuah peradaban adalah sebuah masyarakat yang telah mencapai tingkat
kerumitan tertentu, umumnya termasuk perkotaan dan pemerintahan berlembaga,
agama, iptek, sastra, dan filsafat. Perkotaan paling awal di dunia ditemukan di dekat
rute perdagangan penting kira – kira 10.000 tahun lalu.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal – hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara
sistematis dan ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive
Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat,
dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat (Ranjabar, 2006).
Goodenough (dalam Kalangie, 1994) mengemukakan, bahwa kebudayaan
adalah suatu sistem kognitif, yaitu suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan,
kepercayaan, dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual
masyarakat.
Dengan kata lain, kebudayaan berada dalam tatanan kenyataan yang
ideasional. Atau, kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh
anggotaanggota masyarakat dipergunakan dalam proses orientasi, transaksi,
pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata
dalam masyarakat mereka
Definisi lain dikemukakan oleh Linton dalam buku: “The Cultural Background
of Personality”, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang
dipelajari dari hasil tingkah laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung dan
diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu, (Sukidin, 2005).
Soemardjan dan Soemardi (dalam Soekanto, 2007) merumuskan, kebudayaan
sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan
teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture)
yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Roucek dan Warren (dalam Sukidin, 2005) mengatakan, bahwa kebudayaan
bukan saja merupakan seni dalam hidup, tetapi juga benda-benda yang terdapat
disekeliling manusia yang dibuat manusia. Dengan demikian ia mendefinisikan
kebudayaan sebagai cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna
memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan
mengatur pengalaman sosialnya. Hal-hal tersebut adalah pengumpulan bahanbahan
kebendaan, pola organisasi sosial, cara tingkah laku yang dipelajari, ilmu
pengetahuan, kepercayaan dan kegiatan lain yang berkembang dalam pergaulan
manusia.
Menurut Koentjaraningrat (2002) mengatakan, bahwa menurut ilmu
antropologi kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan millik diri manusia
dengan belajar. Dia membagi kebudayaan atas 7 unsur: sistem religi, sistem organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi
dan peralatan bahasa dan kesenian. Kesemua unsur budaya tersebut terwujud dalam
bentuk sistem budaya/adat istiadat (kompleks budaya, tema budaya, gagasan), sistem
sosial (aktivitas sosial, kompleks sosial, pola sosial, tindakan).
Geografi budaya adalah sub bidang dalam ilmu geografi manusia yang
mempelajari studi tentang produk budaya dan norma – norma dan variasi mereka
menemukan dan hubungan dengan ruang dan tempat. Selain itu geografi manusia
menggambarkan dan menganalisis cara bahasa, agama, ekonomi, pemerintah, aktivitas
budaya)
Menurut Carl Sauer, Geografi Budaya adalah ilmu pengetahuan yang
menelaah sekitar tingkat laku manusia yang ditimbulkan karena adanya usaha adaptasi
dan pemanfaatan lingkungan alam oleh manusia dalam usaha mempertahankan
hidupnya. Dengan demikian berarti geografi budaya pada posisi penengah kajian yang
bersifat fisik dengan kajian yang bersifat sosial. Namun beberapa kalangan
menganggap bahwa geografi fisik dengan kajian bersifat sosial. Namun beberapa
kalangan menganggap bahwa geografi budaya adalah rumpun geografi yang lebih
dekat kaitannya dengan kajian geografi manusia (Human Geografi).
B. Wujud Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat, 2000: 5) terdiri dari:
1. Wujud Idiil (adat tata kelakuan) yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba.
Terletak di alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang
bersangkutan itu hidup, yang nampak pada karangan, lagu-lagu. Fungsinya adalah
pengatur, penata, pengendali, dan pemberi arah kelakuan manusia dalam
masyarakat. Adat terdiri atas beberapa lapisan, yaitu sistem nilai budaya (yang
paling abstrak dan luas), sistem norma-norma (lebih kongkrit), dan peraturan
khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari (aturan sopan santun) yang paling
kongkrit dan terbatas ruang lingkupnya.
2. Wujud Kedua adalah Sistem Sosia Mengenai Kelakuan Berpola dari manusia
itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang
selalu mengikuti pola tertentu. Sifatnya kongkrit, bisa diobservasi.
3. Wujud Ketiga adalah Kebudayaan Fisik yang bersifat paling kongkrit dan
berupa benda yang dapat diraba dan dilihat.
Ketiga wujud dari kebudayaan diatas dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak
terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan idiil memberi arah pada perbuatan dan
karya manusia. Pikiran atau ide dan karya manusia menghasilkan benda kebudayaan
fisik. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang
makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga
mempengaruhi pola perbuatan, bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya.
C. Hakikat Kebudayaan
Salah satu referensi yang bisa menjadi acuan untuk mengetahui hakikat
kebudayaan adalah ungkapan pelopor antropologi modern, Edward B. Taylor
sebagaimana dikutip oleh H.A.R Tilaar (1999:39) bahwa:
“budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta kemampuan – kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”
Defenisi yang sederhana ini memberikan beberapa hal yang perlu kita simak
lebih lanjut yang kiranya bermanfaat sebagai kerangka untuk menyimak hakikat
kebudayaan sebagai berikut:
1. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini berarti bahwa
kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari bagian-bagian.
Keseluruhannya merupakan pola-pola atau desain tertentu yang unik. Setiap
kebudayaan mempunyai mozaik yang spesifik.
2. Kebudayaan merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang material artinya berupa
bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni dan
sebagainya.
3. Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya kelompok-
kelompok keluarga, dan sebagainya.
4. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hukum,
adat istiadat yang berkesinambungan.
5. Kebudayaan diperoleh dari lingkungan
6. Kebudayaan merupakan suatu realitas yang objektif, yang dapat dilihat.
7. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing
tetapi yang hidup di dalam suatu masyarakat tertentu.
D. Evolusi Kebudayaan
Jika dilihat dari pengertiannya Evolusi adalah proses perubahan mahluk hidup
secara bertahap dalam jangka waktu yang lama dari bentuk sederhana menjadi bentuk
yang kompleks, sedangkan budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
memiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Jadi evolusi budaya adalah, suatu cara hidup yang telah diwariskan dari
generasi ke generasi dan berubah secara bertahap dalam jangka waktu yang lama dari
bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks dan masih terjadi hingga
saat ini.
Evolusi Kebudayaan bisa didefenisikan sebagai suatu perubahan atau
perkembangan kebudayaan, seperti perubahan dari bentuk sederhana menjadi
kompleks (syaifudin, 2005 : 99). Perubahan itu biasanya bersifat lambat laun.
Paradigma yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut adalah evolusionalisme
yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan lambat-laun menjadi lebih
baik atau lebih maju dari sederhana ke kompleks.
Evolusi Kebudayaan secara Universal Menurut Para Ahli
Menurut konsep Evolusi secara universal mengatakan bahwa masyarakat
manusia berkembang secara lambat (berevolusi) dari tingkat-tingkat rendah dan
sederhana menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan kompleks. Dimana kecepatan
perkembangannya atau proses evolusinya berbeda-beda setiap wilayah yang ada di
muka bumi ini.
1. Konsep Evolusi Kebudayaan Universal Menurut H. Spencer
Spancer mengatakan bahwa semua bangsa yang ada di dunia ini, religi itu dimulai
dengan adanya rasa sadar dan takut akan maut. Spencer mengatakan bahwa bentuk
religi yang tertua adalah religi terhadap penyambahan roh-roh nenek moyang
moyang yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang yang telah meninggal.
Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa di dunia ini akan berevolusi ke
bentuk religi yang lebih komplex yaitu penyembahan kepada dewa-dewa, seperti
dewa kejayaan, dewa perang, dewa kebijaksaan, dewa kecantikan, dewa maut
(konetjaranigrat,1980:35) dan dewa lainnya.
Dewa-dewa yang menjadi pusat orientasi dan penyembahan manusia dalam tingkat
evolusi religi seperti itu mempunyai cirri-ciri yang mantap dalam bayangan
seluruh umatnya, karena tercantum dalam mitologi yang seringkali telah berada
dalam bentuk tulisan.
Elovusi dari religi itu dimulai dari penyembahan kepada nenek moyang ke tingkat
penyembahan dewa-dewa. Kebudayaan berevolusi karena didorong oleh suatu
kekuatan mutlak yang disebut dengan evolusi universal. H.Spencer berpendapat
bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari setiap bangsa di dunia
akan melewati tingkat-tingkat yang sama. Namun Ia tidak mengabaikan fakta
bahwa perkembangan dari tiap-tiap masyarakat atau sub-sub kebudayaan dapat
mengalami proses evolusi dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Pada suatu bangsa misalnya, mungkin timbul keyakinan akan kelahiran kembali,
dan karena dalam suatu religi seperti itu akan ada keyakinan bahwa roh manusia
itu bisa dilahirkan kembali ke dalam tubuh binatang, maka terjadi suatu kelompok
religi dimana manusia menyembah binatang atau roh binatang. Pada suatu masa
binatang-binatang itu akan dianggap sebagai lambang dari sifat-sifat yang dicita-
citakan atau ditakuti oleh manusia, seperti misalnya burung elang menjadi
lambang kejayaan, gajah menjadi lambang kebijaksanaan, singa menjadi lambang
peperangan dan sebagainya. Dengan demikian manusia yang menghormati
binatang tadi mulai menghormati dewa kejayaan, dewa kebijaksanaan, dewa
peperangan dan sebagainya, yang seringkali memang berwujud binatang.
Dalam permasalahan tersebut Spencer juga memberikan pandangannya terhadap
proses evolusi secara umum. Spencer mengatakan, dalam evolusi sosial aturan-
aturan hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat,
adalah hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang paling
cocok dengan masyarakat di mana mereka hidup.
Spencer mengatakan bahwa hukum yang ada dalam masyarakat pada awalnya
adalah hukum keramat. Hukum keramat bersumber atau berasal dari nenek
moyang yang berupa aturan hidup dan pergaulan. Masyarakat yakin dan takut,
apabila melanggar hukum ini maka nenek moyang akan marah. Selanjutnya
masyarakat manusia semakin komplex sehingga hukum keramat tadi semakin
berkurang pengaruhnya terhadap keadaan masyarakat atau hukum keramat
tersebut tidak cocok lagi.
Maka timbullah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan azas saling butuh-
membutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat. Namun karena jumlah
masyarakat semakin banyak maka dibutuhkan sebuah kekuasaan otoriter dari raja
untuk menjaga hukum sekuler tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya,
timbullah masyarakat beragama sehingga kekuasaan otoriter Rajapun tidak lagi
cukup. Untuk mengatasi hal tersebut , ditanamkanlah suatu keyakinan kepada
masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah keturunan dewa sehingga hukum
yang dijalankan adalah hukum keramat.
Pada perkembangan selanjutnya timbullah masyarakat industri,dimana kehidupan
manusia semakin bersifat individualis yaitu suatu sifat yang mementingkan diri
sendiri tanpa melihat kepentingan bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak
lagi mampu untuk mengatur kehidupan masyarakat. Maka munculah hukum baru
yang berazaskan saling butuh-membutuhkan antara masyarakat. Lahirlah suatu
hukum baru yang disebut dengan undang-undang.
Dalam masalah tersebut terakhir spencer sempat mengajukan juga pandangannya
tentang makhluk yang bisa hidup langsung adalah yang bisa cocok dengan
persyaratan yang terdapat dalam lingkungan alamnya. Maka dalam evolusi social
aturan-aturan hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan dalam
masyarakat adalah hukum yang dapat melindungi kebutuhan para warga
masyarakat adalah hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat
yang paling berkuasa, yang paling pandai, dan yang paling mampu.
2. Teori Evolusi Keluarga J. J. Bachofen.
Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, Evolusi Keluarga berkembang
melalui empat tahapan (Koentjaraningrat, 1980) yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Promiskuitas
Dimana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok, laki-laki dan
wanita berhubungan bebas sehingga melahirkan keturunan tanpa ada ikatan
(Koentjaranigrat, 1980: 38 ) pada tahapan ini kehidupan manusia sama dengan
kehidupan binatang yang hidup berkelompok. Pada tahapan ini, laki-laki dan
perempuan bebas melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa
ada ikatan keluarga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan
keluarga seperti sekarang ini.
b. Sistem Patriarchate
Dimana ayahlah yang menjadi kepala keluarga serta ayah yang mewarisi garis
keturunan. Perubahan dari matriarchate ke tingkat patriarcahte terjadi karena
laki-laki merasa tidak puas dengan situasi keadaan sosial yang menjadikan
wanita sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria mengambil calon istrinya
dari kelompok-kelompok yang lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri
serta menetap di sana. Sehingga keturunannyapun tetap menetap bersama
mereka. patriarchate lambat laun hilang dan berobah menjadi susunan
kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental. Pada tingkat terakhir ini
perkawinan tidak selalu dari luar kelopok (exogami) tetapi juga dari dalam
kelompok yang sama (endogami). Hal ini menjadikan anak-anak bebas
berhubungan langsung dengan kelurga ibu maupun ayah.
3. Teori Evolusi Kebudayaan Indonesia, G. A. Wilken
Dia merumuskan teori-teori tentang sejumlah gejala kebudayaan dan
kemasyarakatan, misalnya tentang teknonimi atau tentang hakikat mas kawin.
Menurut Wilken pada pada mulanya hanya merupakan alat untuk mengadakan
perdamaian antara pengantin pria dengan pengantin wanita setelah berlangsung
kawin lari suatu kejadian yang sering terdapat dalam masa peralihan antara tingkat
matriakat ke tingkat patriakat.
4. Teori Evolusi Kebudayaan L. H. Morgan
Ia mencoba melukiskan proses evolusi masyarakat dan kebudayaan manusia
melalui delapan tingkat evolusi kebudayaan. Menurutnya, masyarakat dari senua
bangsa di dunia sudah atau masih menyelesaikan proses evolusinya melalui
delapan tingkat berikut:
a. Zaman Liar Tua, yaitu zaman sejak adanya manusia sampai ia menemukan api;
dalam zaman ini manusia hidup dari meramu, mencari kar-akar dan tumbuhan-
tumbuhan liar.
b. Zaman Liar Madya, yaitu zaman sejak manusia menemukan api, sampai ia
menemukan senjata busur panah; dalam zaman ini manusia mulai merobah
mata pencaharian hidupnya dari meramu menjadi pencari ikan di sungai atau
menjadi pemburu.
c. Zaman Liar Muda, yaitu sejak manusia menemukan busur panah, sampai ia
mendapatkan kepandaian membuat barang-barang tembikar; dalam zaman ini
mata pencaharian hidupnya masih berburu.
d. Zaman Barbar Tua, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian
membuat tembikar sampai ia mulai beternak atau bercocok tanam.
e. Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia beternak atau bercocok
tanam sampai ia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam.
f. Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian
membuat benda-benda dari logam, sampai ia mengenal tulisan.
g. Zaman Peradaban Purba, menghasilakan beberapa peradaban Klasik Zaman
Batu dan Logam.
h. Zaman perdaban masa kini, sejak zaman peradapan klasik sampai sekarang.
5. Teori Evolusi Religi E. B. Taylor
E.B.Tylor berpendapat, asal mula religi adalah adanya kesadaran manusia akan
adanya jiwa. Kesadaran ini disebabkan oleh dua hal: (Koentjaraningrat 1980:48).
a. Adanya perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan
hal-hal yang mati. Manusai sadar bahwa ketika manusai hidup ada sesuatu
yang menggerakkan dan kekuatan yang menggerakkan manusia itu disebut
dengan jiwa
b. Peristiwa mimpi, di mana manusia melihat dirinya di tempat lain (bukan di
tempat ia sedang tidur). Hal ini menyebabkan manusia membedakan antara
tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur dengan rohaninya di tempat-
tempat lain yangdisebut jiwa.
Selanjutnya Tylor mengatakan bahwa jiwa yang lepas ke alam disebutnya denga
roh atau mahluk halus. Inilah menyebabkan manusia berkeyakinan kepada roh-roh
yang menempati alam. Sehingga manusia memberikan penghormatan berupa
upacara doa, sesajian dll. Inilah disebut Tylor sebagai anamism.
Pada tingkat selanjutnya manusia yakin terhadap gejala gerak alam disebabkan
oleh mahluk-mahluk halus yang menempati alam tersebut. Kemudian jiwa alam
tersebut dipersonifikasikan sebagai dewa-dewa alam. Pada tingkat selanjutnya
manusia yakin bahwa dewa-dewa tersebut memiliki dewa tertinggi atau raja dewa.
Hingga akhirnya manusia berkeyakinan pada satu Tuhan.
6. Analogi Evolusi, antara Evolusi Biologi, Evolusi Kebudayaan dan Seleksi
Alam
Tidak ada persoalan dengan pandangan bahwa kebudayaan itu berevolusi.
Manusia menjadi pemburu dan peramu, menggunakan peralatan disamping otot-
otot dan gigi-geligi. Manusia mulai menanam tumbuh-tumbuhan dan memelihara
hewan untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, manusia membangun kota dan
sistem politik yang kompleks. Perubahan-perubahan kebudayaan ini dijelaskan
oleh seleksi alam meskipun perilaku budaya tidak memiliki komponen genetic
untuk diwariskan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal – hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara
sistematis dan ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive
Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat,
dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat (Ranjabar, 2006).
Goodenough (dalam Kalangie, 1994) mengemukakan, bahwa kebudayaan
adalah suatu sistem kognitif, yaitu suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan,
kepercayaan, dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual
masyarakat.
Geografi budaya adalah sub bidang dalam ilmu geografi manusia yang
mempelajari studi tentang produk budaya dan norma – norma dan variasi mereka
menemukan dan hubungan dengan ruang dan tempat. Selain itu geografi manusia
menggambarkan dan menganalisis cara bahasa, agama, ekonomi, pemerintah, aktivitas
budaya).
DAFTAR PUSTAKA
Pinem, Kamarlin. Dasar – Dasar Antropologi. UNIMED
Koentjaraningrat. 1981. Kebudayaan Mentalis Dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia
Pengertian Geografi Budaya (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Geografi_budaya
diakses Tanggal 7 Feb 2014, Pukul 1:06 PM)
Pengertian Kebudayaan (Sumber:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35039/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
Tanggal 7 Februari 2014, Pukul 2:54 PM)
Hakikat Kebudayaan (Sumber:
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/19560420198301
1-SOFYAN_SAURI/BUKU_PAI_REVISI/BAB_XIII-1.pdf, diakses Tanggal 8
februari 2014, Pukul 9:17PM)