Post on 16-Oct-2021
428
EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA PADA PROSES
PENENTUAN HARI SAKRAL DESA SAMBENG DI
KABUPATEN CIREBON
Yos Abdullah1), Seka Maulidia2) dan Agnies Amelia3)
1,2,3 Pendidikan Matematika, Universitas Swadaya
Gunung Jati, Jl. Perjuangan, Cirebon;
yosabdullah002@gmail.com
Abstrak. Sistem penanggalan jawa di desa Sambeng pada umumnya
seperti penanggalan jawa. Akan tetapi Dalam penanggalan jawa setiap
nama hari memiliki nilai (neptu) yang dapat dilambangkan dengan
angka atau disebut juga neptu hari. Selain itu, hari dalam jawa memiliki
nilai (neptu) yang dilambangkan dengan angka disebut juga neptu
pasaran. Proses penentuan hari sakral di Desa Sambeng biasanya
diterapkan pada hari pernikahan, bercocok tanam, serta dalam
membangun rumah. Sebagai bagian dari budaya proses penentuan hari
sakral di Desa sambeng memiliki banyak hal yang dapat dieksplorasi dan
diketahui kaitannya dengan unsur-unsur matematika. Penelitian ini
bertujuan untuk menelaah istilah dan pola perhitungan pada proses
penentuan hari sakral dalam budaya Desa Sambeng di Kabupaten
Cirebon. Metode penelitian menggunakan penelitian kualitatif dengan
pendekatan triangulasi dan analisis data model Spadley. Pola hidup serta
adat istiadat dari suatu masyarakat di suatu daerah terkadang tidak
disadari bahwa secara langsung masyarakat tersebut menggunakan suatu
unsur matematika. Salah satu unsur yang terdapat dalam pola
perhitungan penanggalan jawa yaitu konsep himpunan, penjumlahan,
dan pembagian. Sehingga hasil dari eksplorasi tersebut dapat
dihubungkan dengan konsep materi di SMP.
Kata Kunci : Etnomatematika, Neptu, Pasaran Jawa.
Abstract. This study aims to examine the terms and patterns of calculation
in the process of determining sacred days in the culture of Sambeng
Village in Cirebon Regency. The Javanese calendar system in Sambeng
village is generally like Javanese calendar. However, the Javanese
429
calender each name of the day has a value (neptu) which can be
symbolized by a number or also known as neptu hari. Also the day in Java
has a value (neptu) which is symbolized by a number called the market
neptu. The process of determining the sacred day in Sambeng Village is
usually applied on the wedding day, planting, and in building
houses. As part of the culture, the process of determining sacred
days in Sambeng village has many things that can be explored and
known to be related to the elements of mathematics. The pattern of
life and customs of a community in an area are sometimes not
realized that directly, the community uses an element of
mathematics. One of the elements contained in the pattern of
calculating the Javanese calendar is the concept of set, addition,
and division. So the results of exploration can be related to the
concept of material in junior high school.
Keywords: Ethnomatematics, Neptu, Java Market.
PENDAHULUAN
Hasil studi TIMSS pada tahun 2015 untuk kemampuan matematis
siswa menempatkan Indonesia berada pada peringkat ke 45. Dengan skala
kemampuan matematis dilevel 397. Hal ini dapat diartikan bahwa
kemampuan matematis siswa di Indonesia tergolong di bawah rata- rata
atau masih rendah dalam hal meyelesaikan soal penalaran dan pemecahan
masalah. Menurut kami Faktanya menunjukkan bahwa banyak siswa
yang gagal memperoleh nilai matematika karena siswa hanya
mengandalkan pada target nilai ujian saja yang mengakibatkan
siswa akan kurang dalam menerapkan matematika untuk
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Etnomatematika diperkenalkan oleh d’Ambrosio seorang
matematikawan Brasil pada tahun 1977. Definisi etnomatematika menurut
d’Ambrosio adalah dari kata “etno” yang diartikan sebagai suatu yang
sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa,
jargon, kode perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar “mathema” cenderung
berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, danmelakukan kegiatan
seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan
430
pemodelan. Akhiran “tics” berasal dari techne yang bermakna sebagai
teknik. Sedangkan secara istilah etnomatematika adalah matematika yang
dipraktekan diantara kelompok budaya diidentifikasi seperti masyarakat
nasional suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu dan
kelas profesional ( d’Ambrosio,1985). Etnomatematika adalah studi tentang
matematika yang muncul atau digunakan dalam kelompok-kelompok etnis
masyarakat tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan etnomatematika
adalah studi matematika yang berkaitan dengan kebudayaan yang
terdapat pada masyarakat baik digunakan secara individu maupun secara
kelompok. Tujuannya adalah untuk mengkaitkan unsur matematika dengan
kebudayaan tersebut dengan cara-cara yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
d’Ambrasio (1985) yang menyatakan bahwa tujuan adanya etnomatematika
adalah untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan
matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika
akademik yang dikembangkan oleh berbagai sektor masyarakat serta
dengan mempertimbangkan modus yang berbeda dimana budaya yang
berbeda merundingkan praktek matematika mereka (cara
mengelompokkan, menghitung, mengukur, merancang bangunan atau alat,
bermain dan yang lainnya).
Untuk menghindari plagiyarisme, peneliti melakukan penelusuran
penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya adalah
penelitian yang berjudul ”Etnomatematika Sistem Kalender Bali” yang
dilakukan oleh I Made Suarjana pada tahun 2014. Perbedaan dengan
penelitian ini terdapat pada tujuan penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh
I Made Suarjana bertujuan untuk mengeksplorasi pengulangan hari lahir
seseorang menggunakan kalender Bali. Sementara itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengeksplor sistem penanggalan jawa untuk menentukan hari baik.
Selain itu, Leni Ofta Agustina melakukan penelitian yang berjudul
“Etnomatematika Pada Penanggalan Jawa Terkait Aritmetika di Desa
Yosomulyo” pada tahun 2016. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada
proses perhitungan penanggalan jawa. penelitian yang dilakukan oleh Leni
Ofta Agustin menjelaskan bahwa dalam perhitungan hari baik pernikahan
menggunakan pembagian dengan angka 3. Sementara itu penelitian ini
menggunakan pembagian dengan angka 9.
431
David Setiadi dan Aritsya Imswatama melakukan penelitian yang
berjudul “Pola Bilangan Matematis Perhitungan Weton dalam Tradisi Jawad
an Sunda” pada tahun 2017. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada
proses perhitungan penanggalan jawa dan istilah dalam sisa pembaginya.
Penelitian yang dilakukan oleh David Setiadi dan Aritsya Imswatama
menggunakan istila guru,wisnu dan bromo. Sementara itu penelitian ini
menggunakan istilah wali, penghulu dan pengantin.
Melihat kepopuleran etnomatematika di Indonesia dan khususnya di
Cirebon yang saat ini sedang berkembang, peneliti menganggap bahwa
sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi riset yang begitu
strategis. Indonesia memiliki 1331 suku bangsa (Statistik, 2011) yang masing-
masing suku bangsa tersebut memiliki tradisi budya yang unik (Mudzalipah
& Yulianto, 2018). Dari sekian banyak keragaman budaya Indonesia, peneliti
melihat ada satu konsep berhitung masyarakat Cirebon yang belum
terekspos oleh publikasi ilmiah yaitu proses perhitungan penanggalan jawa
pada hari yang penting atau baik di Desa Sambeng Kecamatan Gunung Jati
Kabupaten Cirebon. Kebiasaan menentukan hari yang sakral pada
masyarakat Cirebon diperlukan kercematan dan memerlukan waktu yang
cepat. Kebiasaan ini telah dilakukan secara turun temurun dari orang tua
terdahulu.
Sistem penanggalan jawa di desa Sambeng pada umumnya seperti
penanggalan jawa yang telah dijelaskan sebelumnya tapi ada penambahan
sistem penanggalan lainnya. S Seperti, dalam penanggalan jawa setiap
nama hari memiliki nilai (neptu) yang dilambangkan dengan angka yang
disebut neptu hari. Selain itu, hari dalam jawa memiliki nilai (neptu) yang
dilambangkan dengan angka juga disebut neptu pasaran. Dalam
penanggalan jawa, menurut ketiga tokoh masyarakat setiap huruf pada
aksara jawa memiliki arti yang dilambangkan dengan angka. Sistem
penanggalan jawa di desa Sambeng digunakan proses perhitungan hari baik
dalam pernikahan atau bercocok tanam atau pembangunan rumah.
Proses tersebut merupakan bagian dari budaya yang dapat
diintegrasikan pada kajian pendidikan maematika. Proses penerjemahan
dan elaborasi masalah yang diambil dari bagian kehidupan sehari-hari pada
anggota kelompok budaya tertentu disebut etnomodeling (Rosa & Orey,
2011). Kajian tersebut dipandang dari perspektif etnomatematika sebagai
sebuah upaya pemodelan matematis maupun dari pendekatan antropologi
432
budaya. Dari aspek pemodelan matematis dapat diganti dengan
bagaimana proses mereka menggambarkan cara berfikir matematis.
Dari sisi lain, Moris Kline (Francois & Kerkhove, 2010) dan Fitsimur
(Bishop, 2002) berpendapat bahwa matematika pada sekolah saat ini berdiri
sendiri dengan begitu formal dan seakan lepas dari budaya. Jauhnya budaya
dengan matematika ini memberi dampak matematika terkesan jauh dari
kehidupan sehari-hari. Hal ini adalah buah dari paradigma absolut yang
berkembang di masyarakat yaitu suatu pandangan yang menganggap
bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang sempurna dengan
kebenaran objektif yang jauh dari kehidupan sehari-hari (Turmudi, 2009).
Akibatnya siswa kurang merasakan manfaat dari belajar matematika.
Padahal jika dikembangkan lebih dalam ada banyak cara mengajarkan
matematika dari budaya atau lingkungan sekitar seperti proses
perhitungan hari yang baik pada pernikahan atau bercocok tanam atau
membangun rumah di Desa Sambeng Kecamatan Gunung Jati Kabupaten
Cirebon. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengembangkan
kajian pendidikan matematika melalui pedekatan etnomatematika dengan
judul penelitian “Eksplorasi Etnomatematika pada Proses Penentuan Hari
Sakral di Desa Sambeng Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon”,
sebagai suatu kajian khusus tentang sebuah materi matematika yang
dimiliki penanggalan jawa sehingga peneliti mengharapkan dapat menjadi
bahan rujukan pembelajaran matematika secara kontekstual.
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pola perhitungan hari sakral di Desa Sambeng Kecamatan Gunung
Jati Kabupaten Cirebon.
2. Mengetahui aspek-aspek matematika apa sajakah yang terdapat di dalam
penentuan hari Sakral di Desa Sambeng Kecamatan Gunung Jati Kabupaten
Cirebon.
3. Mengetahui keterkaitan aspek-aspek pada penanggalan jawa di Desa Sambeng
dengan materi matematika di SMP.
433
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan etnografis. Etnografis merupakan pendekatan empiris dan
teoritis yang bertujuan untuk mendapat deskripsi dan analisis mendalam
tentang kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan yang intensif
(Moleong, 2012). Alasannya agar peneliti dapat mengeksplor subjek
matematika pada penanggalan jawa yang dilakukan secara mendalam
melalui data yang diperoleh agar data tersebut lebih akurat.
Penelitian dilakukan di Desa Sambeng Kecamatan Gunung Jati
Kabupaten Cirebon. Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah
orang yang mempunyai pemahaman mengenai penanggalan jawa,
sehingga sampel sumber data yang dianggap sesuai adalah orang yang
memahami mengenai asal-usul adanya penanggalan jawa tersebut.
sedangkan penelitian ini menggunakan teknik observasi langsung,
wawancara, dan dokumentasi, dengan alat pengumpulan data berupa
lembar observasi, lembar wawancara dan lembar kepustakaan. Analisis data
yang digunakan pada penelitian ini adalah model Spradely dengan tahapan
analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen dan analisis tema.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sambeng merupakan sebuah pedukuhan yang berada dalam wilayah
negeri Singapura yang berada disebelah barat Bengawan Clancang, yang
sekarang Pasar Celancang. Sekitar abad XV, Singapura merupakan gerbang
pelabuhan Muara Jati yang berada dikaki Gunung Jati dan sebagai penguasa
pelabuhan tersebut yaitu Ki Jumajan Jati. Ki Jumajan Jati sebagai penguasa
juru labuhan (Syah Bandar) mengangkat seorang SAMBANG yaitu wakil
juru labuhan yang berdomisili di sebelah barat Singapura yang disebut Ki
Sambeng. Tempat tinggal Ki sambeng di jadikan nama pedukuhan yang
disebut pedukuhan Sambeng, kemudian berkembang menjadi sebuah Desa
Sambeng.
Salah satu tokoh masyarakat yang berperan dalam penentuan hari
sakral di desa Sambeng kecamatan Gunung Jati kabupaten Cirebon yaitu
Miska Raeni ( Mbah Jangkung). Beliau lahir di Desa Pegagan Lor pada
434
tanggal 23 september 1953. Pada maret 2018 beliau dipercaya menjadi kemid
atau kalingan (penjaga ) situs kramat syekh magelung sakti yang bertempat
di desa Karangkendal. Beliau mendapatkan ilmu penanggalan jawa yang
diberikan buku oleh Bapak Tasima (guru Mbah Jangkung) untuk ilmu dasar
penanggalan jawa dan beliau memperdalam ilmu tersebut secara otodidak.
Bagan 1. Silsilah Perguruan untuk Penanggalan Jawa Mbah
Jangkung
Sistem penanggalan jawa di desa Sambeng pada umumnya seperti
penanggalan jawa yang telah dijelaskan sebelumnya tapi ada penambahan
sistem penanggalan lainnya seperti :
1. Dalam penanggalan jawa setiap nama hari memiliki nilai (neptu) yang
dilambangkan dengan angka yang disebut neptu hari. Selain itu, hari
dalam jawa memiliki nilai (neptu) yang dilambangkan dengan
angka juga disebut neptu pasaran. Neptu hari dan pasaran menurut Mbah
Jangkung dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.
435
Tabel 1. Neptu hari dan Pasaran
Terdapat pandangan yang lain mengenai neptu hari dan pasaran
yaitu menurut Cak Kumpul dan H. Sarim, yang keduanya memiliki
pandangan yang sama dalam penanggalan jawa. Berikut ini diberikan
Tabel 2.4 tentang neptu hari dan pasaran menurut Cak Kumpul dan H.
Sarim.
Tabel 2. Neptu hari dan Pasaran Sumber : (Cak Kumpul & H. Sarim:2018)
2.
Dalam penanggalan jawa, menurut ketiga tokoh masyarakat setiap
Hari Neptunya Pasaran Neptunya
Minggu 5 Kliwon 8
Senin 4 Legi 5
Selasa 3 Pahing 9
Rabu 7 Pon 7
Kamis 8 Wage 4
Jumat 6
Sabtu 9
Sumber : (Caryad, 2005)
Hari Neptunya Pasaran Neptunya
Jumat 1 Kliwon 1
Sabtu 2 2
Minggu 3 Pahing 3
Senin 4 Pon 4
Selasa 5 Wage 5
Rabu 6
Kamis 7
436
huruf pada aksara jawa memiliki arti yang dilambangkan dengan
angka seperti pada Tabel 2.5 berikut.
Tabel 3. Neptu huruf
437
Gambar 1 . Penikahan, Kegiatan Bercocok Tanam dan
Pembangunan Rumah
3. Mencari hari untuk pernikahan atau perjodohan menurut Mbah Jangkung
Untuk mencari hari dan pasaran yang baik untuk pernikahan
dilakukan dengan langkah- langkah berikut.
1) Terlebih dahulu harus tahu jumlah neptu hari dan pasaran
kelahiran mempelai laki- laki dan perempuan. Kita misalkan:
L = neptu kelahiran laki-laki
438
P = neptu kelahiran perempuan
NH = Jumlah neptu hari
NP = jumlah neptu pasaran
J = jumlah neptu hari dan pasaran dari kedua mempelai
Sehingga pernyataan di atas jika diubah menjadi model matematika
yaitu: L = NH + NP P = NH + NP
Setelah mengetahui nilai L
dan P, maka: J = L+P
2) Setelah itu kita mencari hari dan pasaran yang jumlah neptunya jika kita kumpulkan
dengan jumlah neptu kelahiran kedua mempelai itu lalu dibagi
dengan angka 9 dapat meninggalkan sisa, yang menurut perhitungan
membawa pengaruh baik.
Pernyataan di atas, model
matematikanya yaitu. Jika:
S = jumlah neptu hari dan pasaran dari kedua mempelai dibagi dengan 9
Maka:
S/9 atau S mod 9 = sisa bagi
3) Jadi setelah neptu kelahiran kedua mempelai dikumpul dan ditambah
juga dengan hari dan pasaran bertemunya lalu dibagi dengan 9, maka
jika masi meninggalkan sisa 1 atau 4 atau 7 tergolong wali. Jika masi
meninggalkan sisa 2 atau 5 atau 8 tergolong penghulu. Dan jika masih
meninggalkan sisa 3 atau 6 atau terbagi habis maka tergolong pengantin.
Keterangan :
Wali = tidak baik
Penghulu = sedang atau tidak terlalu baik atau tidak terlalu buruk
Pengantin = baik benar
Dalam penentuan hari baik pernikahan sebaiknya mengetahui hari-
hari yang buruk dalam setahun yang tidak digunakan untuk melakukan
439
pernikahan. Berikut ini diberikan Tabel 2.6 tentang pasangan bulan
dengan
Sumber: (Caryad, 2005)
Keterkaitan penanggalan jawa Mbah Jangkung pada pernikahan dengan
pembelajaran di sekolah:
(1) Konsep bilangan di SMP
Konsep bilangan terdapat pada proses penanggalan jawa ketika menjumlahkan
setiap neptu aran dari mempelai pria dan wanita. Neptu aran tersebut
terdapat nilai tertentu untuk setiap huruf dalam jawa nilainya bisa
berupa: bilangan asli, bilangan bulat positif,bilangan prima, bilangan
440
ganjil, bilangan genap, operasi hitung penjumlahan, sifat komutatif
penjumlahan, dan sifat asosiatif penjumlahan.
(2) Konsep Himpunan di SMP
Konsep himpunan pada penanggalan jawa untuk hari sakral pernikahan
terdapat pada subbab pembahasan contoh himpunan, jumlah anggota
himpunan, dan menyebutkan anggota dari himpunan. Konsep – konsep
himpunan yang didapatkan dari penanggalan jawa untuk hari sakral
pernikahan dapat digunakan sebagai penyampaian konsep dasar
himpunan.
(3) Konsep modulo di SMP
Konsep modulo pada penanggalan jawa untuk hari baik pernikahan
terdapat pada proses pembagian jumlah neptu aran dan neptu hari pasaran
dari kedua mempelai dengan angka 9 yang menghasilkan sisa bagi.
Pembagian dengan angka 9 karena 9 adalah angka yang sempurna dalam
budaya jawa. Jika setelah pembagian masih meninggalkan sisa, maka
sisa bagi tersebut akan digolongkan dengan 3 golongan, yaitu: wali,
penganten, dan penghulu
4. Mencari hari untuk pernikahan atau perjodohan menurut Cak Kumpul
dan H. Sarim
Untuk mencari hari dan pasaran yang baik untuk pernikahan
dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
1) Terlebih dahulu kita mencari neptu aran (nama) dari mempelai laki-
laki dan perempuan yang jumlah neptunya jika kita jumlahkan neptu
aran kedua mempelai
Pernyataan di atas, model matematikanya yaitu.
Misalkan
Ln : neptu aran (nama) dari mempelai laki-laki
Pn : neptu aran (nama) dari mempelai perempuan
S : jumlah neptu aran (nama) dari kedua mempelai
Jadi
S =Ln+Pn
2) Kemudian neptu aran kedua mempelai (Ln+Pn) dikumpulkan atau
dijumlahkan lalu dibagi dengan 5,
441
Pernyataan di atas model matematikanya adalah:
Jika masi meninggalkan sisa 1 maka tergolong sri . Jika masi
meninggalkan sisa 2 maka tergolong lunggu. jika masih
meninggalkan sisa 3 maka tergolong dunya, jika masih meninggalkan
sisa 4 maka tergolong lara dan jika masih meninggalkan sisa 5 maka
tergolong pati.
Keterangan :
Sri = bagus
Lunggu = bagus
Dunya = bagus
Lara = tidak bagus
Pati = tidak bagus
Dalam penentuan hari baik pernikahan sebaiknya mengetahui hari-
hari yang buruk dalam setahun yang tidak digunakan untuk
melakukan pernikahan.
Berikut ini diberikan Tabel 5 tentang hari baik dan buruk menurut
Cak Kumpul. Selain itu, di sajikan Tabel 6 tentang pasangan hari baik dan
sedang menurut H. Sarim.
Tabel 5. Hari yang Bagus dan Buruk Menurut Cak Kumpul
Triwulan Hari
Baik
Hari Buruk
Sura, Sapar, Mulud Rabu Sabtu
Kamis Minggu
Sawal mulud, Jumadil
awal, Jumadil akhir
Jum’at Senin
Selasa
Rajab, Rowa, Puasa Sabtu Rabu
Minggu Kamis
442
Sawal, Kapit, Raya
agung
Senin Jum’at
Sumber : (Cak Kumpul:2018)
Tabel 6. Hari Pasangan yang Bagus dan Sedang Menurut H. Sarim
Hari Bagus
Hari Hari
Pasaran
Akad Kliwon
Senin Kliwon
Sabtu Legi
Akad Legi
Jumat Pahing
Sabtu Pahing
Kamis Pahing
Jumat Pon
Rabu Pon
Sumber : ( H. Sarim:2018)
Keterkaitan penanggalan jawa Cak Kumpul dan H.Sarim pada pernikahan
dengan pembelajaran di sekolah
(1) Konsep bilangan di SMP
Konsep bilangan hampir terdapat pada setiap naskah kuno seperti
menuliskan angka-angka yang menunjukkan nilai dari setiap huruf pada
nama seseorang, menuliskan angka yang menunjukkan nilai dari suatu
hari atau pasaran dari kelahiran seseorang, dan sebagainya. Konsep
bilangan lain yang didapatkan dari proses perhitungan hari sakral
pernikahan menggunakan penanggalan jawa adalah bilangan asli dan
bilangan bulat positif, bilangan ganjil, bilangan genap, bilangan prima,
bilaangan rasional, operasi hitung penjumlahan dan sifat komutatif pada
penjumlahan.
(2) Konsep Himpunan di SMP
Hari Sedang
Hari Hari Pasaran
Kamis Legi
Selasa Pahing
Rabu Pahing
Selasa Pon
Kamis Wage
443
Konsep himpunan pada penanggalan jawa untuk hari sakral pernikahan
terdapat pada subbab pembahasan contoh himpunan, jumlah anggota
himpunan, menyebutkan anggota dari himpunan, dan kesamaan dua
himpunan. Konsep – konsep himpunan yang didapatkan dari
penanggalan jawa untuk hari sakral pernikahan dapat digunakan
sebagai penyampaian konsep dasar himpunan.
(3) Konsep modulo di SMP
Konsep modulo pada penanggalan jawa hari sakral pernikahan terdapat
pada proses pembagian jumlah neptu aran dari kedua mempelai dengan
angka 5 yang menghasilkan sisa bagi. Jika setelah pembagian masih
meninggalkan sisa, maka sisa bagi tersebut akan digolongkan dengan 5
golongan, yaitu: sri, lungguh, dunya, lara, pati.
5. Mencari hari baik pada bercocok tanam
Bagi masyarakat petani masih mempergunakan ilmu hitungan kuno,
maka pada tiap akan memulai menanam padi dan sebagainya pada
umumnya diperhitungkan menurut ketentuan pada Tabel 7 dibawah ini:
Tabel 7. Ketentuan Kebaikan Hari dalam Pertanian
Hari minggu cocok untuk menanam padi,
jagung, kacang, dan sebagainya,
yang tergolong palawija.
Hari senin cocok untuk menanam tumbuhan yang buahnya
menggantung
Hari selasa cocok untuk menanam bangsa kembang.
Hari rabu cocok untuk menanam bambu, tebu, dan
sebagainya, yang
tergolong tanaman mempunyai tulang.
444
Hari kamis cocok untuk menanam tanaman yang
menjalar, seperti ubi jalar dan sebagainya.
Hari jumat cocok untuk menanam tanaman yang
buahnya berada didalam tanah, seperti
salak, ubi jalar, bengkoang, talas
dan sebagainya.
Hari sabtu tidak baik untuk segala tanaman.
Sumber : (Caryad, 2005)
Selain itu, hari bercocok tanam dapat dicari melalui hari dan pasaran
yang jumlah neptunya jika ditambah dengan jumlah neptu kelahiran
petani itu lalu dibagi 3, yaiitu : Caruk = keluar padi hanya sedikit
Beruk = kelur padi agak lumayan
Tumpuk = kelurnya padi banyak dan gemuk-gemuk
Keterkaitan penanggalan jawa Mbah Jangkung pada bercocok tanam dengan
pembelajaran di sekolah
(1) Konsep bilangan di SMP
Konsep bilangan hampir terdapat pada setiap naskah kuno seperti
menuliskan angka yang menunjukkan nilai dari suatu hari atau pasaran
dari kelahiran seseorang, dan menunjukkan nilai dari suatu hari atau
pasaran dari hari yang dipilih oleh petani. Konsep bilangan lain yang
didapatkan dari proses perhitungan hari sakral bercocok tanam
menggunakan penanggalan jawa adalah jenis-jenis bilangan, operasi
hitung penjumlahan, dan sifat komutatif pada penjumlahan
(2) Konsep Himpunan di SMP
Konsep himpunan pada penanggalan jawa untuk hari sakral bercocok
tanam terdapat pada subbab pembahasan contoh himpunan, jumlah
anggota himpunan, dan menyebutkan anggota dari himpunan. Konsep
– konsep himpunan yang didapatkan dari penanggalan jawa untuk hari
sakral bercocok tanam dapat digunakan sebagai penyampaian konsep
dasar himpunan.
(3) Konsep modulo di SMP
445
Konsep modulo pada penanggalan jawa untuk hari sakral bercocok
tanam terdapat pada proses pembagian jumlah neptu hari pasaran dari
kelahiran petani dan hari yang cocok untuk bercocok tanam dengan
angka 3 yang menghasilkan sisa bagi. Jika setelah pembagian masih
meninggalkan sisa, maka sisa bagi tersebut akan digolongkan dengan 3
golongan, yaitu: ceruk, beruk dan tumpuk.
5. Mencari hari baik pada pembangunan rumah
Untuk membuat rumah, dihitung mulai meletakan batu yang
pertama dengan cara mengambil neptu hari dan pasaran kelahiran
kepala rumah tangga lalu dipilihnya hari dan pasaran yang neptunya
jika ditambah dengan neptu kelahiran kepala keluarga dan dibagi
dengan 4 yaitu :
Guru = baik
Ratu = kuat dan sentosa
Rogoh = sering kemasukan maling
Sempoyong = selalu berpindah pindah
Dalam penanggalan jawa, ada ketentuan arah depan rumah sesuai
dengan jumlah neptu hari dan pasaran dari kepala keluarga. Lebih
jelasnya terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Makna Neptu Hari dalam Arah Rumah
Jumlah neptu hari dan
pasaran kelahiran
Menghadapnya
rumah
7 Utara atau Timur
8 Utara atau Timur
9 Selatan atau Timur
10 Selatan atau Timur
11 Barat
12 Utara atau Barat
446
13 Utara atau Timur
14 Selatan atau Timur
15 Barat
16 Barat
17 Utara atau Barat
18 Utara atau Timur
SIMPULAN
Dari hasil kajian penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam
penentuan hari sakral di desa Sambeng terdapat aspek-aspek matematika
diantaranya operasi hitung penjumlahan yang terdapat pada penjumlahan
antara neptu hari dan pasaran dengan jumlah neptu huruf pada nama
seseorang, operasi hitung pembagian yang terdapat pada proses
penjumlahan neptu hari dan pasaran dengan jumlah neptu hari kemudian
dibagi dengan angka tertentu. Konsep-konsep matematika yang telah
dianalisis dapat diterapkan pada pembelajaran matematika sehingga siswa
dapat mempelajari konsep-konsep matematika yang diperoleh dari
etnomatematika penentuan hari sakral.
DAFTAR PUSTAKA
Bishop, A. (2002). Research, Policy and Practice The Case of Values. In
P. Valero & O. Skovmose, eds. Proceedings of the 3rd International MES
Conference, 1-7.
d’Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its place in the history
and pedagogy of mathematics. For the Learning of Mathematics, 5(1),
44–48.
Fikriani, E. (2018). Eksplorasi Etnomatematika pada Gerabah Sitiwinangun
Kabupaten Cirebon. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Swadaya Gunung Jati.
Francois, K. & Kerkhove, B. V. (2010). Etnomatematics and the Philosophy
of Mathematics (education). Philosophy of Matematics, 121-154.
Izzudin, A. (2012). Ilmu Falak Praktis. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
447
Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya. Nasehuddien, T. S. & Manfaat, B. (2016). Dasar-dasar
Metodologi Penelitian. Cirebon: Eduvision.
Nizam. (2016). Ringkasan Hasil-hasil Asesmen Belajar dari Hasil UN, PISA,
TIMSS, INAP. Dalam P. P. Kebudayaan.
Prawiraredah, M. S. (2005). Cirebon: Filsafah, Tradisi, dan Adat Budaya.
Jakarta: Percetakan Negara RI.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. Turmudi. (2009). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran
Matematika Berparadigma Eksplorasi dan Investigatif. Jakarta: Leuseur
Cipta Pusta