Ekaristi yang liturgis

Post on 25-May-2015

360 views 4 download

description

Liturgi Katolik, Cristopher H Suryanugraha OSC, Ekaristi, Liturgi Ekaristi, Rawil Pastor Riau Daratan, Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia,

Transcript of Ekaristi yang liturgis

EKARISTI YANG LITURGIS: SENI MEMIMPIN DAN

MERAYAKAN

A. MISA: PERAYAAN EKARISTI

Ekaristi: Realitas yang lebih luas dan rumit teologis (theologia prima [Misa, adorasi, prosesi, visitasi, simbol sakramental roti-anggur] – theologia secunda [teologi biblis, dogmatis, liturgis])

Misa: Perayaannya liturgis (theologia prima), aspek kurban – pengutusan (missio)

B. DEFINISI DAN KRITERIA ”LITURGI – LITURGIS”

1. Tindakan: antropologis unsur ketubuhan – indera, jiwa – raga, reseptivitas dan peralatan imajinasi-admirasi, participatio actuosa et plena

2. Bersama: eklesiologis bukan individual; satu tubuh, satu Gereja; tradisi apostolis – gerejawi

3. Suci: teologis peristiwa ilahi-manusiawi, pertemuan surgawi – duniawi, glorifikasi – santifikasi, anamnesis – misteri Paskah

4. Simbolis: estetika ekspresi artistik dan kultural, tanda-tanda lahiriah/alamiah, nobilia simpliciter

5. Resmi: yuridis menjaga keutuhan dan kesatuan, unitas – universalitas, lex credendi – lex orandi, buku editio typica

DINAMIKA MENUJU PUNCAK PERAYAAN EKARISTI

1 2 3

C. PROBLEM MISA: PROBLEM RITUAL?

1. Sikap peraya (liturgos: imam-umat):Imam sering hanya melihat dari perspektif pastoral, kurang menekankan sisi liturgis dan spiritualnya. Atau sengaja diabaikan karena kurang pengetahuan dan keyakinan diri? Problem personal? Masalah cara berkomunikasi atau manajemen pastoral?

Sikap umat: 1] Umat merasa lebih tahu, pastornya malah dianggap kurang paham dan dikritik; 2] Umat bingung, bertanya, atau mengeluh. Pastor tidak menjawab, ikut bingung, atau malah ada yang marah; 3] Umat tak tahu apa-apa, tak peduli apa yang terjadi.

2. Keberagaman dan keajegan dalam Misa:

Spiritualitas Misa bersumber dari keberagaman dan keajegan (variety and constancy). Struktur utama tetap sama. Pengulangan memperdalam hidup spiritual. Ada unsur keteguhan dan kesetiaan menuju kedalaman.

Ada problem: keberagaman atau keajegan ? Misa membosankan bagi yang suka mencari variasi dalam hidupnya (Misa – entertainment). Sebaliknya, seringnya variasi dan perubahan akan membingungkan bagi yang suka hidup teratur dan terukur (Misa – meditasi).

Misa memang seharusnya mengikuti buku liturgis resmi. Sengaja dilakukan, direncanakan, dan bersifat spiritual, tapi terbuka pada hal-hal yang tak terduga, yakni Allah yang hadir.

Kelemahan manusiawi tak mengurangi sifat ilahi Misa. Umat mengikuti Misa dengan kemurnian hati dan semangat kasih, maka akan bisa bertemu dengan Allah.

D. BEBERAPA PERTIMBANGAN

Aneka Dokumen Gereja sudah sangat komprehensif, seolah tak perlu lagi kebijakan pastoral lokal yang khusus. Tapi masih banyak juga pertimbangan lain dibuat di tingkat lokal.

1. Dokumen-dokumen: Missale Romanum (+ Institutio Generalis Missalis Romani, Ordo Missae, 2002), Ordo Lectionum Missae (1969, 1981), Caeremoniale Episcoporum (1984), Redemptionis Sacramentum (2004), dsb.

Reaksi: Tak mudah bagi setiap peraya untuk menguasai dan mengelola semua informasi; dikagumi oleh pihak luar/dalam Gereja Katolik; dianggap menghalangi spontanitas doa; dasar sejati bagi doa yang otentik; tak dapat memahami kesalehan Gereja bila tak kenali legislasi liturgis.

Misa bukan taat buta pada rubrik. Rubrik akan melayani Misa ketika peraya menghidupkan rubrik dengan niat baik, kecintaan, kesungguhan.

Buku liturgis tidak dan tidak dapat meramalkan apa yang akan terjadi dalam Misa. Sejak berevolusi dari buku panduan untuk para uskup, untuk imam dan umat. Ada jurang antara buku yang dulu dengan kebutuhan sekarang, maka disajikan kemungkinan akomodasi dan adaptasi. Setiap Misa merupakan pertemuan segar dengan kehadiran Allah yang tak berubah.

2. Variasi lokal: Keuskupan dapat menyusun pedoman khusus utk aspek tertentu dari Misa (: cara komuni dua rupa, pilihan teks, nyanyian, arsitektur)

3. Teologi liturgis:Liturgi tidak boleh tampil kering dan melulu intelektual (verbalisme!). Contoh tanda-tanda yang perlu digunakan secara ekspresif: 1. Makna tindakan dan tanda berdasarkan

sumber biblis (PUMR 391); 2. Bangunan sungguh pantas dan indah,

menjadi tanda dan simbol realitas surgawi (288)

3. Busana = tanda yang membedakan tugas dan fungsi setiap pelayan (335)

4. Dialog dan aklamasi = bukan hanya tanda perayaan bersama, tapi juga mendorong dan mengantar kepada kesatuan antara imam dan umat (34)

5. Menyanyi = tanda hati yang bersukacita (39)6. Pemakluman Injil = umat memandang ke

mimbar/pembaca sebagai tanda hormat kepada Injil Kristus (133)

7. Kurban Salib dihadirkan kembali dalam rupa tanda sakramental (296)

Tanda-tanda itu memelihara, menguatkan, dan mengungkapkan iman. Secara efektif mendorong partisipasi sadar, aktif, dan berbuah (20). Perlu kesejatian tanda/simbolisme yang dicerap oleh indra manusia: terlihat (rupa/bentuk), terdengar (suara: manusia/musik/alam), tercium (aroma), terasa (makanan, air).

4. Contoh historis:Ada petunjuk resmi untuk imam/diakon/akolit/lektor, tapi tak ada untuk misdinar. Maka dibuat sendiri-sendiri oleh Gereja lokal dan diberlakukan turun temurun (pedoman yang berbeda-beda dibuat paroki/keuskupan/penulis).

Tata gerak/sikap tubuh imam ketika memimpin tak lagi sama dengan Misa Tridentin. Tapi masih ada imam yang melakukannya, meski tanpa kesalehan pribadi (tanda salib berlebihan, absolusi, tata gerak dialog prefasi; dsb).

Tata gerak umat juga (tanda salib dengan cium jempol, menyembah waktu elevasi, air suci keluar gereja) turun temurun.

5. Pengaruh biblis:Negatif: duduk di belakang (seperti orang berdosa yang berbeda dengan orang Farisi, Lk 18:13), penyesuaian/adaptasi adalah wewenang KWI, tapi dilakukan imam sendiri di paroki/komunitasnya (rasionalisasi dr sikap Yesus yang membebaskan, Lk 4:18)

Positif: Yesus menarik perhatian para murid dan pendengarnya dengan menggunakan unsur-unsur biasa secara dramatis (memberi makan ribuan orang dengan roti dan ikan, Yoh 6:11; mengubah air jadi anggur, Yoh 2:6).

6. Kepekaan kultural: Musik, ritual, lingkungan, busana, bejana.

7. Kesopanan dan akal sehat:

Lilin mati dinyalakan lagi, prodiakon cuci tangan sebelum membagi komuni, membungkuk di depan imam setiap mau bertugas.

E. ARS PRAESIDIENDI ET CELEBRANDI: SENI MEMIMPIN DAN MERAYAKAN  

1. Makna dan TujuanMakna: Ekaristi sebagai perayaan liturgis adalah juga seni mengungkapkan iman dan menghadirkan yang ilahi melalui aneka teks, simbol, dan ritual. Semua peraya adalah aktor yang dituntut untuk mampu memainkan peran masing-masing.

Tujuan: Terciptanya partisipasi umat beriman (awam dan klerus) dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya untuk mencapai penghayatan Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup kristiani.

2. Memimpin dalam MisaImam adalah pemimpin (presider) dalam Ritus Pembuka mengantar masuk, dalam Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi memimpin dua bagian utama yang merupakan kesatuan hakiki; dan dalam Ritus Penutup mengantar keluar.

Sebelum Misa: Pentingnya jemaat: Populo congregatus (setelah jemaat berkumpul, OM 1/ IGMR 47, 120) – dulu Sacerdos paratus (setelah imam siap) LG 9-17: Gereja = Umat Allah, maka Misa pun dengan umat yang berkumpul. Kristus juga hadir di tengah jemaat (IGMR 27, SC 7). Tugas jemaat: menjadi umat kudus, mengucap syukur dan mempersembahkan kurban bersama imam, saling berbagi kasih pada sesama. Sebelum datang, sempatkan baca Kitab Suci (OLM 48) dan doa berdasarkan bacaan Misa itu.

Saat tiba di gereja:

Tanda kumpul (lonceng), tidak telat (aturannya? Paling tidak waktu persiapan persembahan? Pokoknya hadir sejak awal), saling menyapa/beri salam (hospitalitas), ambil air suci (CE 110), berdoa/devosi/amal.

Duduk dan fasilitas lainnya: ruang umat dan kursinya (+ ruang anak kecil,), panti imam dan perabotnya (altar, ambo, kursi pemimpin).

Hal-hal lain yang diperlukan: Buku, busana, peranti, kredens, lilin, salib, tabernakel, bunga, gambar/patung devosional, monitor/tv, sound-system.

Persiapan di sakristi: imam dan para petugas (cek-ricek kesiapan peralatan/petugas, berdandan, berdoa).

Ritus PembukaMakna: Rangkaian ritus ini dimaksudkan untuk mempersatukan umat yang berhimpun dan mempersiapkan mereka, supaya dapat mendengarkan sabda Allah dengan penuh perhatian dan merayakan Ekaristi dengan layak.

Beberapa masalah: Perarakan masuk (nyanyian, susunan prosesi, penghormatan altar/tabernakel); tanda Salib (cara), salam (profan), pengantar (isi, durasi, intensi?), ritus tobat (cara: Kyrie-Gloria, teks tradisional, percikan), doa pembuka (doksologinya).

Liturgi SabdaMakna: Dalam bacaan, yang diuraikan dalam homili, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya. Di situ Allah menyingkapkan misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan makanan rohani. Lewat sabda-Nya, Kristus sendiri hadir di tengah-tengah umat beriman. Sabda Allah itu diresapkan oleh umat dalam keheningan dan nyanyian, dan diimani dalam syahadat. Setelah dikuatkan dengan sabda, umat memanjatkan permohonan-permohonan dalam doa umat untuk keperluan seluruh Gereja dan keselamatan seluruh dunia.

Beberapa masalah: Pembacaan (buku liturgis, teks umat, sikap tubuh), nyanyian (cara dan sumber: mazmur tanggapan dan bait pengantar Injil), homili (durasi, cara, siapa), syahadat (pilihan), doa umat (ajakan, rumus petisi ”Ya Bapa…”).

Liturgi EkaristiMakna: Dalam perjamuan malam terakhir, Kristus menetapkan kurban dan perjamuan Paskah yang terus-menerus menghadirkan kurban salib dalam Gereja. Hal ini terjadi setiap kali imam, dalam nama Kristus Tuhan, melakukan perayaan yang sama seperti yang dilakukan oleh Tuhan sendiri dan Dia wariskan kepada murid-murid-Nya sebagai kenangan akan Dia.

Beberapa masalah: Perarakan persembahan (apa, siapa, berkat), menghunjukkan persembahan (bersamaan/satu per satu, persembahanku-persembahanmu), Doa Syukur Agung (pilihan, prefasi selebran, penambahan non misa ritual, nama administrator dioses, penyisipan adorasi), Bapa Kami (lagu, teks), pemecahan roti (lagu), salam damai (meninggalkan altar), komuni (awam buka tabernakel, tangan/lidah, nyanyian umat, doa setelah komuni/novena?).

Ritus PenutupMakna: Dalam bagian akhir Misa ini umat diutus untuk mewartakan kabar gembira kepada sesama dan seluruh ciptaan di tengah dunia nyata, setelah mereka mengalami sendiri pertemuan dengan Tuhan dan dipersatukan dengan Tubuh-Nya.Beberapa masalah: Pengumuman (kebanyakan), berkat (pilihan), pengutusan (rumus), perarakan.

3. Memimpin Umat Pasca Konsili Vatikan II Misa Romawi =

bukan Misa-nya Romo, tapi Misa umat beriman, partisipasi terbuka luas.

Sejauh mana umat memahami itu? Teologi yang sulit atau tak pernah diajarkan ke umat?

Kenyataannya, umat masih terasa hidup dalam praktek Misa masa lalu (apalagi mulai digalakkan lagi Misa Tridentin). Kebiasaan lama sulit ditinggalkan.

Beberapa saran fokus perhatian untuk ”membina peran partisipatif umat dan imam”:1. Mendorong dan membantu umat

untuk mau menyanyi dalam Misa. Perlu nyanyian yang bagus, bermutu, mendidik iman dan menyegarkan rohani. Mentalitas yang sesuai dan tak mencari hiburan (entertainment). Mengutamakan keindahan perayaan.

2.Memaklumkan (proclamatio) dan mewartakan Kitab Suci yang menarik minat umat untuk sampai pada tingkat yang lebih mendalam. Umat mau mendengarkan Sabda dan mengalami peristiwa Sabda itu. Mereka mengharapkan imam dapat memenuhinya.

3.Memperbarui tata gerak, khususnya dalam Doa Syukur Agung, untuk mendorong peran aktif umat. Menghayati teks-teks interaktif (dialog, aklamasi) dan sikap tubuh (tata gerak, kontak mata) yang penuh penjiwaan. Mens concordet voci = jiwa/budi/hati menyatu dengan kata/suara/gerak.

4.Mengingatkan perlunya rasa memiliki umat terhadap Gereja dan menyadari identitas kristianinya. Kekayaan Gereja (ajaran, tradisi, simbol, buku liturgis/rubrik) disampaikan kepada umat untuk menumbuhkan kebanggaan sebagai anggota Gereja. Perlu pemahaman yang memadai.

5.Menggalakkan kebersatuan dan kebersamaan yang hangat dan bersahabat, menyambut keanekaragaman warga dan orang asing dari luar komunitas. Tidak datang terlambat dan ikut menciptakan suasana kondusif. Berliturgi dengan ”tersenyum” !