Post on 13-Aug-2015
BAB 1
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) atau Dengue Hemorragik
Fever (DHF) merupakan penyakit endemis di Indonesia dan sampai saat ini
masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Penyakit Demam
Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang akut dan ditandai dengan
panas mendadak selama 2 – 7 hari tanpa sebab yang jelas disertai dengan
manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis kadang disertai muntah darah,
berak darah, kesadaran menurun, dan syock (Soegijanto, 2006).
“Indonesia menempati peringkat tertinggi kedua di dunia untuk kasus
demam berdarah yang dilaporkan, setelah Brasil,” ungkap Jean –Louis
Grunwald, Vice President Asia Pacific & Japan Sanofi Pasteur. Dan kata Prof.
Dr. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro SpA.K, direktur Department of Child Health,
Medical School of Indonesia University, “Dulu Thailand adalah negara dengan
kasus DHF tertinggi di ASEAN. Tapi entah kenapa, Indonesia malah menyusul
dan sekarang menduduki peringkat pertama,”. pada acara Sosialisasi Kemitraan
Penelitian Dengue di Indonesia, di Lembaga Eijkmen, Jakarta, Rabu
(24/10/2012). Dan pada saat acara tersebut Ondri Dwi Sampurno dari
Kementerian Kesehatan mengingatkan bahwa dengue pernah menjadi sebuah
kejadian luar biasa di Indonesia. Dari tahun 2009 hingga 2011, jumlah rata-rata
kasus akibat virus dengue adalah 126.908. Sedangkan rata-rata kematian
mencapai angka 1.125 kasus.Memasuki awal tahun 2004 di Indonesia, jumlah
kasus DHF mengalami peningkatan yang cukup bermakna. Sejak tanggal 1
Januari 2004 sampai dengan 5 Maret 2005 secara kumulatif, jumlah kasus DHF
yang dilaporkan dan telah ditangani sebanyak 26.015 kasus, dengan kematian
mencapai 389 (CFR = 1,53%). Sedangkan KLB DHF pada tahun 1998 jumlah
penderita 71.776 orang dengan kematian 2.441 jiwa (CFR = 3,4%). Pada tahun
1998 perhatian masyarakat tertuju pada euforia reformasi sehingga perhatian
1
terhadap KLB DHF kurang. Diharapkan dengan upaya penanggulangan yang
dilakukan, angka kumulatif penderita DHF sampai bulan Desember 2004 tidak
melebihi kumulatif penderita DHF tahun 1998.
Surabaya merupakan daerah yang endemis penyakit DHF karena setiap
tahun pasti terjadi kasus dan kasus yang terjadi juga tinggi. Pada tahun 2000
sampai 2001 mengalami peningkatan kasus yaitu dari 1741 kasus menjadi 2143
kasus. Dan pada setiap tahunnya memiliki kejadian KLB pada DHF
ini.Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit
tersebut. Diantaranya program 3M ( Menguras, Menutup, dan Mengubur ),
pengasapan ( fogging ) pada setiap daerah yang merupakan endemis DHF.
Namun tetap saja masih ada korban, bahkan terus meningkat dari tahun – tahun.
Dari permasalahan tersebut diperlukan pula sistem yang mampu memberikan
pertolongan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana definisi dari penyakit DHF?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari penyakit DHF ?
1.2.3 Bagaimana kalsifikasi dari penyakit DHF ?
1.2.4 Bagiamana manifestasi klinis dari penyakit DHF ?
1.2.5 Bagaimana upaya pencegahan dan pengawasan dari penyakit DHF?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit DHF ?
1.2.7 Bagaimana peran pemerintah dalam menanggulangi penyakit DHF?
1.2.8 Bagaimana Asuhan Keperawatan Komunitas dari penyakit DHF ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui masalah DHF yang ada di Indonesia dan program apa saja
yang dijalankan oleh pemerintah untuk menanggulanginya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan penanggulangan penyakit
DHF, serta asuhan keperawatan komunitasnya.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo
virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegepty betina (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan
beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan
cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman,
1996).
2.2. Etiologi
Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) grup B yang di
Indonesia telah diisolasi menjadi 4 tipe virus dengue yaitu tipe DEN-1,DEN-
2,DEN-3, dan DEN-4 melalui gigitan nyamuk Aedes. Keempat tipe virus
Dengue tersebut terdapat di Indonesia dan virus tersebut dikenal sebagai genus
flavivirus, famili flaviviridae. Di Indonesia yang paling banyak menyebabkan
DHF yaitu dengue tipe DEN-2 dan DEN-3 oleh nyamuk Aedes Albopictus dan
Aedes Aegepty
Aedes aegypti : paling sering ditemukan, nyamuk hidup di daerah tropis
terutapa hidup dan berkembang biak dalam rumah (tempat penampungan air
3
jernih), nyamuk berbintik putih, biasanya menggigit pada pagi hari dan sore
hari, dan jarak terbang 100 meter.
Aedes Albopictus : tempat habitatnya di tempat air jernih, menggigit
diwaktu siang hari, berwarna hitam dan jarak terbangnya 50 meter.
2.3Manifestasi Klinis
Secara umum, tanda-tanda terkena demam berdarah selalu diawali dengan
demam tinggi mendadak, sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot
dan sendi, hilangnya napsu makan, mual-mual dan terlihat ruam di kulit. Gejala
pada anak-anak biasanya juga berupa demam ringan yang disertai ruam, namun
ini tidak selalu muncul.
Karena gejalanya yang sangat umum, penderita demam berdarah biasanya
tidak menyadari dirinya terkena DB dan mengira hanya terkena flu biasa atau
malah demam tifoid/tifus. Pembeda demam berdarah yang paling mudah dilihat
adalah demam tinggi hingga mencapai suhu 40-41◦C selama dua sampai tujuh
hari, dengan pola pelana kuda (naik-turun dengan dua puncak). Pada penderita
tifus, demam biasanya meningkat pada malam hari dan akan turun di pagi hari.
Pada penderita demam berdarah, wajah juga terlihat kemerahan. Setelah
itu, muncul kecenderungan pendarahan, seperti memar, mimisan, gusi berdarah,
dan juga pendarahan dalam tubuh lainnya. Pada kasus yang sangat parah, bisa
berlanjut pada kegagalan saluran pernapasan, syok dan kematian. Setelah
terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus, tubuh akan memiliki kekebalan
terhadap virus, namun itu tidak menjamin kekebalan terhadap tiga jenis virus
lainnya(Buletin Jendela Epidemiologi Vol.2, 2010).
Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
- Demam tinggi yang mendadak 2 - 7 hari (39 - 40°C)
- Uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena
- Hepatomegali
- Syok, tekanan nadi menurun
4
- Trombositopeni pada hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit sampai
100.000/mm3
- Hemokonsentrasi , meningkatnya nilai hematokrit
- Anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan Muntah
darah
- Pendarahan pada hidung dan gusi
- Rasa sakit pada otot dan persendian
- Timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah,
Ptekie, Ekimosis
- Nyeri pada otot seluruh tubuh
- Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
- Suara serak, Batuk
- Disuria
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi kasus demam berdarah yang disepakati kini terbagi 3:
1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),
2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan
3. Dengue berat (severe dengue)
Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
Seseorang memiliki kemungkinan terjangkit demam berdarah apabila:
1. Bertempat tinggal di/bepergian ke daerah endemik dengue
2. Demam disertai 2 dari hal berikut: mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji
torniket positif (pengujian dengan menjepit pembuluh darah di lengan
seperti hendak memeriksa tekanan darah, dan dianggap positif jika terlihat
bintik-bintik merah), lekopenia (jumlah sel darah merah rendah atau di
bawah 5000/mmᶟ)
3. Adanya tanda bahaya seperti nyeri pada perut, muntah berkepanjangan,
terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa (perdarahan pada lendir),
5
letargi (kondisi tubuh melemah), ada pembesaran hati > 2 cm, ada kenaikan
hematocrit (konsentrasi sel darah merah) bersamaan dengan penurunan
jumlah trombosit dengan cepat hingga berada di bawah 100.000/mmᶟ
(trombositopeni).
4. Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting dilakukan bila ada bukti
kebocoran plasma yang tidak jelas)
Kriteria dengue berat :
Dengue berat harus dicurigai apabila pasien mengalami hal-hal berikut:
1. Kebocoran plasma berat (keluarnya cairan darah dari tubuh), yang dapat
menyebabkan syok (Dengue Shock Syndrome/DSS)
2. Akumulasi cairan dengan gangguan pernapasan yang berat.
3. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinis.
4. Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri perut
bertambah hebat).
5. Gangguan kesadaran, nadi melemah bahkan tekanan darah tidak terdeteksi.
6. Gangguan organ berat, gangguan organ hati akut (tes fungsi liver
AST/SGOT atau ALT/SGPT ≥ 1000), gagal ginjal akut, gangguan jantung
dan organ lain.
Klasifikasi derajat DHF berdasarkan patokan WHO:
a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit
atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit
dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur.
6
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Program pengendalian DHF membutuhkan suatu tes yang cepat, praktis,
dan dapat dipercaya untuk penentuan infeksi dengue primer dan sekunder. Saat
ini telah dikenal Rapid Diagnosis Test (RDT) untuk mendeteksi infeksi dengue.
Ada beberapa macam RDT DHF, antara lain RDT untuk mendeteksi NS1, IgG
dan IgM.
NS1 adalah suatu glycoprotein yang muncul dengan konsentrasi tinggi
pada pasien terinfeksi dengue pada tahap awal penyakit. Antigen NS1
ditemukan pada hari pertama hingga hari kesembilan sejak awal demam pada
pasien-pasien dengan infeksi dengue primer maupun infeksi dengue sekunder.
Respon kekebalan dengan memproduksi antibodi IgM muncul pada hari
ketiga hingga kelima sejak gejala dan bertahan untuk jangka waktu 30-60 hari.
Antibodi IgG muncul sekitar hari ke-14 dan bertahan seumur hidup.
Infeksi dengue sekunder sering menghasilkan demam tinggi dan pada
banyak kasus disertai dengan terjadinya pendarahan dan gangguan sirkulasi.
Infeksi dengue sekunder ditunjukkan dengan tingkat antibodi IgG meningkat
dalam 1-2 hari setelah gejala muncul dan merangsang respon antibodi IgM
setelah 20 hari infeksi.
Penggunaan RDT mempercepat dalam mendiagnosa kasus infeksi dengue
sehingga membuat pasien segera mendapatkan penanganan yang tepat, dan
tindakan pengendalian penyakit seperti penyelidikan epidemiologi,
penanggulangan fokus dapat segera dilakukan. Yang diharapkan dapat
membantu tercapainya sasaran program pengendalian DHF yaitu angka
kesakitan penderita DHF sebesar 51 per 100.000 penduduk dan mengurangi
angka kematian <1%. Sayangnya RDT DHF ini harganya cukup mahal.
Pemeriksaan lainnya adalah:
- Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih )
- Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang )
- Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
7
- Rontgen Thorac = Effusi Pleura
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Medik
A. DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ – 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak
<1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit
kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB
( anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
B. DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20
– 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
2.6.2 Keperawatan
- Pengawasan tanda – tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap
3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter
per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht,
Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
8
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2
pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi
productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres
2.7Pencegahan DHF
Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan
cara:
- Rumah selalu terang
- Tidak menggantung pakaian
- Tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4
hari sekali
- Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat
terkumpulnya air hujan
- Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan pendidikan kesehatan:
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
- Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi gejala
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
9
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Masalah yang Terjadi di Indonesia
Penyakit DHF pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun
1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama
kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB
setiap tahun.
Letak negara Indonesia yang berada di kawasan tropis, mendukung siklus
hidup virus DHF pada inangnya sehingga virus tersebut cepat berkembang biak.
Virus DHF yang berkembang secara cepat di Indonesia memiliki empat serotype
virus, dan setiap serotype memiliki banyak genotype yang tidak ditemui di negara
lain.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berhubungan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan
transmisi virus dengue yaitu vektor (nyamuk), terutama berhubungan dengan sanitasi
lingkungan, penjamu (manusia) terdapatnya penderita dilingkungan, dan lingkungan
(curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
10
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya
empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.
3.2 Program Pemerintah
Menurut situ resmi web IDAI tahun 2011, Dewasa ini penanganan pasien
DHF di Indonesia sudah membaik, tetapi angka kematiannya tetap tinggi yaitu sekitar
satu persen. Tingginya angka kematian ini menjadikan DHF sebagai salah satu
masalah kesehatan paling serius di Indonesia karena sampai saat ini belum ada obat
antiviral untuk DHF. Dalam penanganannya, belum ada obat spesifik yang tersedia,
namun sudah ada beberapa vaksin yang sedang dikembangkan. Sampai saat ini
penanganan DHF hanya bersifat mengatasi gejala-gejala yang muncul pada penderita.
Oleh karena itu, tindakan pencegahan sangat penting. Pencegahan-pencegahan yang
dapat dilakukan antara lain:
a. Penyuluhan Bagi Masyarakat
Seperti diuraikan di atas bahwa sampai sekarang belum ada obat yang
dapat membunuh virus dengue ataupun vaksin demam berdarah, maka upaya
untuk pencegahan demam berdarah ditujukan pada pemberantasan nyamuk
beserta tempat perindukannya. Oleh karena itu, dasar pencegahan demam
berdarah adalah memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat
bagaimana cara memberantasan nyamuk dewasa dan sarang nyamuk yang
dikenal sebagai pembasmian sarang nyamuk atau PSN. Demi keberhasilan
pencegahan demam berdarah, PSN harus dilakukan secara bersama-sama oleh
seluruh lapisan masyarakat, baik di rumah, di sekolah, rumah sakit, dan
tempat-tempat umum seperti tempat ibadah, makam, dan lain-lain. Dengan
demikian masyarakat harus dapat mengubah perilaku hidup sehat terutama
meningkatkan kebersihan lingkungan. Kebiasaan-kebiasaan seperti mengganti
dan bersihkan tempat minum burung setiap hari atau mengganti dan bersihkan
vas bunga, seringkali dilupakan. Kebersihan di luar rumah seperti
membersihkan tanaman yang berpelepah dari tampungan air hujan secara
11
teratur atau menanam ikan pada kolam yang sulit dikuras, dapat mengurangi
sarang nyamuk.
b. Memberantas jentik
Dilakukan dengan cara 3 M yaitu menguras, menutup, dan mengubur,
yang artinya kuras bak mandi seminggu sekali (menguras), tutup
penyimpanan air rapat-rapat (menutup), mengubur kaleng, ban bekas, dan
barang-barang yang dapat dijadikan sarang nyamuk. (mengubur)
c. Penggunaan bubuk abate
Pada kolam atau tempat penampungan air yang sulit dikuras dapat
diraburkan bubuk abate yang dapat ditaburkan bubuk abate yang dapat
membunuh jentik. Bubuk abate ini dapat dibeli di apotek.
d. Fogging
Pengasapan hanya dilakukan bila dijumpai penderita yang dirawat atau
menginggal. Untuk pengasapan diperlukan laporan dari rumah sakit yang
merawat. Karena Fogging merupakan kegiatan pemerintah yang memiliki
efek negatif terhadap pkesehatan masyarakat. Fogging sendiri hanya mampu
membunuh nyamuk dewasa. Sedangkan untuk jentik nyamuk dapat diberantas
dengan cara membersihkan tempat-tempat penampungan air atau genangan air
yang dapat menjadi sarang nyamuk.
Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang paling tepat
untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya kurang
tepat, karena cara ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk memberantas
nyamuk Aedes aegypti dewasa. Fogging sangat mencemari lingkungan dan
akhirnya mencemari manusia, disamping itu tindakan fogging harganya mahal
dan hasilnya tidak begitu signifikan, karena setiap fogging hanya focus dengan
radius 100 meter dan membutuhkan 3 liter Pestisida dan 60 liter solar dan
akhirnya dengan fogging masyarakat menjadi terlena dan nyamuknya
menjadi resisten.
Bahaya dari pestisida dapat menimbulkan dampak kronis, yaitu pada :
12
1. Sistem syaraf, Neurotoksin: masalah ingatan yang gawat, sulit
berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, kehilangan
kesadaran dan koma;
2. Perut; Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum
dari keracunan;
3. Sistem kekebalan dan Keseimbangan hormon.
Dampak pestisida terhadap kesehatan, pest=hama, sida=caedo=pembunuh
atau pestisida juga dapat mematikan manusia. Adapun gejala yang sering
timbul dimulai dengan sakit kepala, pusing, mual, sakit dada, muntah-muntah,
kudis, sakit otot, keringat berlebihan, kram, diare, sulit bernafas, pandangan
kabur dan akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Dampak jangka panjang yang ditimbulkan pestisida yaitu:
karsinogenic(pembentukan jaringan kanker pada tubuh); mutagenic (kerusakan
genetik untuk generasi yang akan datang); teratogenic (kelahiran anak cacad
dari ibu yang keracunan) dan residu sisa berbahaya bagi konsumen.
Solar merupakan salah satu bahan bakar yang berasal dari fosil. Hasil
pembakaran berupa Emisi CO, NOx, Sox. CO-Hb (dalam darah) => HbCO,
seharusnya HbO2, CO 210x lebih kuat mengikat Hb dibanding O2. Dampaknya
kekurangan O2. NO2 bersifat racun, mengakibatkan radang paru-paru (sembuh
6-8 minggu), penyumbatan bronchioli (dapat meninggal 3-5 minggu). SO2
bersifat iritan, mudah diserap selaput lendir saluran nafas, produksi lendir
berlebihan, iritasi. Pemaparan berulang-ulang berisiko kanker saluran nafas.
Tingginya angka kematian penderita DHF dan belum adanya obat untuk DHF
mendorong pemerintah Indonesia untuk membuat program-program yang akan
mengurangi angka terjadinyakasus DHF. Program-program tersebut yaitu
a. Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak
menolak pasien yang menderita DHF.
b. Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan
secepatnya kepada penderita DHF sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku
13
serta membebaskan seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang
tidak mampu sesuai program PKPS-BBM/ program kartu sehat.
c. Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DHF
(endemis DHF).
d. Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak
terkena DHF. Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan
pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M dan merekrut juru pemantau
jentik.
e. Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M
(Menguras, Menutup, Mengubur).
f. Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah , yang terdiri
dari unsur-unsur :
i. Ikatan Dokter Anak Indonesia
ii. Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia
iii. Asosiasi Rumah Sakit Daerah
g. Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing di
luar bantuan gratis ke rumah sakit.
3.3 Peran perawat
1. Care Provider
Peran perawat sebagai care provider dilakukan dengan memberikan
pelayanan kesehatan kepada penderita DHF dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu bentuk kegiatannya adalah
dengan mencegah terjadinya komplikasi akibat penyakit ini perawat dan
mengadakan penyuluhan-penyuluhan tentang cara pencegahan
menghentikannya penyebaran dari nyamuk penyebab penyakit DHF.
2. Penghubung
Perawat komunitas dapat menjadi penghubung untuk pasien DHF dengan
pihak yang memiliki hubungan untuk dapat mencegah terjadinya wabah
DHF seperti pemerintah setempat untuk menanggulangi tempat yang
14
dapat menjadi sarang dari naymuk dan dapat menghimbau juga agar ikut
serta dalam pelaksanaannya.
3. Kolaborator
Perawat komunitas harus dapat berkolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya untuk memberikan perawatan kepada pasien. Serta dapat
berkolaborasi dengan pihak pemerintah setempat untuk bekerja sama
dalam program pencegahan yang telah diprogramkan oleh pemerintah.
4. Advokat
Peran perawat sebagai advokat adalah dengan memberikan perlindungan
kepada penderita. Perawat harus mengetahui asuhan keperawatan yang
tepat yang harus diberikan kepada pasien dan menjaga agar wabah DHF
tidak berkembang lebih luas lagi.
5. Edukator
Perawat memainkan peran sebagai pemberi health education dalam
bentuk penyuluhan yang berisi tentang pemahaman instruksi cara
penanggulangan pertama pada penyakit dan caranya untuk mencegah
terjadinya penyakit. Karena selama ini fenomena yang ditemukan di
masyarakat adalah banyaknya penderita yang menyebar luas sampai
banyak korban yang terkena.
15
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Kasus
Ditemukan 43 kasus DHF di RT. I RW.I Kelurahan A dari total penduduk
186 jiwa setelah 3 minggu sering turun hujan. Keadaan RT.I sangat kumuh dan
banyak sampah yang berserakan. Penderita DHF rata-rata adalah anak usia sekolah
dan remaja. Penduduk disana kebanyakan adalah nelayan, buruh dan kuli. Letak
geografis RT.I agak dekat dengan perairan dan jauh dari tempat pelayanan
kesehatan dan penduduk disana sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar.
4.2 Pengkajian
Pengkajian komunitas yang dilakukan menggunakan model community as
partner (Betty Neuman) yang terdiri dari :
a. Data inti
Data demograf kelompok atau komunitas yang terdiri :
1) Umur : 0 – 5 th : 24
6 – 12 th : 32
13 – 20 th : 28
21 – 60 th : 76
> 60 th : 26
2) Pendidikan : Sebagian besar masyarakat RT.I menempuh
pendidikan terakhir di Sekolah Dasar.
3) Jenis kelamin : Perempuan : 102 orang
Laki-laki : 84 orang
4) Pekerjaan : Pemulung, buruh, dan kuli
5) Agama : Islam
6) Nilai – nilai : masyarakat RT.I sangat menjunjung tinggi nilai
menghormati orang yang lebih tua
7) Riwayat timbulnya kelompok atau komunitas :
16
Sebagian besar masyarakat RT.I adalah orang-orang pendatang dari
daerah lain.
b. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas
1. Physical environment
Rumah yang dihuni oleh penduduk berada pada lingkungan kumuh dan
padat penduduk. Jarak antara rumah satu dengan rumah yang lain
berdempetan tidak tersedianya tempat utuk bermain anak, dan ventilitas
udara yang jelek. Sampah berserakan dan terlihat dengan jelas tempat kotor
dan bau.
2. Pelayanan kesehatan dan sosial
Keberadaan poskesdes dalam masyarakat tidak berfungsi secara optimal
sehingga belum ada upaya untuk melakukan deteksi dini, mencegah, dan
memantau adanya wabah penyakit demam berdarah.
3. Ekonomi
Status ekonomi warga RT.I jelek, karena tidak memiliki penghasilan yang
tetap oleh karena itu jikalau sakit hanya panas atau demam, warga banyak
yang memilih untuk tidak berobat.
4. Keamanan
Lingkungan RT.I dapat dikatakan cukup aman. Hal ini dikarenakan tingkat
kebersamaan antar warga juga erat, sarana dan prasarana kurang memadahi,
dan tingkat sanitasi limbah dan air minum cukup rendah.
5. Politik dan kebijakan pemerintah
Upaya pencegahan pemerintah terhadap masalah DHF yaitu melalui
program 3M (menguras, mengubur, menutup), PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk), fogging berkala, pembagian abate secara gratis. Akan tetapi
program-program pemerintah tersebut belum berjalan maksimal.
6. Sistem komunikasi
Promosi kesehatan yang dilakukan pemerintah juga melaui media elektronik
berupa penanganan iklan layanan masyarakat seperti televisi, radio, koran,
17
atau leaflet yang diberikan kepada komunitas. Tetapi masyarakat RT.I tidak
terlalu mengindahkan iklan tersebut.
7. Pendidikan
Sebagian besar penderita DHF adalah anak usia sekolah dan remaja.
Masyarakat RT.I kebanyakan adalah lulusan Sekolah Dasar sehingga kurang
peduli terhadap kebersihan dan kesehatan.
8. Rekreasi
Tidak adanya tempat rekreasi di area pemukiman RT.I.
4.3 Diagnosa Keperawatan
a. Terjadinya kasus DHF pada komunitas anak dan remaja di RT.I RW.I
kelurahan A yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dari
masyarakat dan kurangnya sanitasi lingkungan.
18
4.4 Intervensi Keperawatan
Dx kep Tujuan Rencana tindakan Sasaran Metode Media Waktu Tempat
Terjadinya kasus
DHF pada
komunitas anak
dan remaja di RT.I
RW.I kelurahan A
yang berhubungan
dengan kurangnya
pengetahuan dari
masyarakat dan
kurangnya sanitasi
lingkungan
Masyarakat RT I
RW I
memahami dan
mengaplikasikan
cara menjaga
kebersihan
lingkungan
1. Memberikan
pendidikan
kesehatan terkait
DHF
2. Demonstrasi
pemberantasan
sarang nyamuk
secara serentak
3. Pemberian bubuk
abate gratis
4. Penyuluhan tentang
pelaksanaan
program 3M
Masyarakat
RT I RW I
Ceramah
Demonstrasi
Kunjungan
rumah
Diskusi
1. LCD,
Leptop
2. Cangkul,
gayung,
timba, air.
3. Bubuk
abate
4. Proposal
Hari
minggu
Balai
kelurahan
RT I RW I,
rumah
masyarakat,
19
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) atau Dengue Hemorragik
Fever (DHF) merupakan penyakit endemis di Indonesia dan sampai saat ini
masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Penyakit Demam
Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang akut dan ditandai
dengan panas mendadak selama 2 – 7 hari tanpa sebab yang jelas disertai
dengan manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis kadang disertai
muntah darah, berak darah, kesadaran menurun, dan syock (Soegijanto,
2006). Oleh sebab itu diperlukan penanganan yang serius dari pemerintah
dan pihak berkait untuk memberantas penyebab dari penyakit ini. Hal ini
disebabkan karena Indonesia tetap menjadi wilayah endemik DHF. Pola
asuhan keperawatan yang telah ada di komunitas harus lebih ditingkatkan
agar pencegahan terhadap DHF ini dapat segera teratasi.
4.2 Saran
1. Makalah ini dapat digunakan sebagai masukan untuk mengetahui apa
saja faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya pemberantasan penyakit
DHF.
2. Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam rangka
meningkatkan program pemerintah dalam usaha pemberantasan penderita
DHF sehingga penyakit ini dapat dibasmi secara tuntas.
3. Perawat semakin memaksimalkan perannya untuk membantu upaya
pemberantasan penyakit DHF.
20
DAFTAR PUSTAKA
______. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Vol.2. Terbitan Pusat Data dan
Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI
Sumarmo, S Purwo Sudomo.2002. Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis
IDAI Edisi I. Editor :, Harry Gama, Sri rejeki. Jakarta: IKA FKUI
Christantie, Effendy. SKp. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta:EGC.
Nancy Roper. 2001. Prinsip – Prinsip Keperawatan. Jakarta: EGC
www.idai.or.id pada tanggal 29 oktober 2012 jam 19.30
http://dithayantikomuna-makalahdbd.blogspot.com/2011/09/makalah-dbd.html
pada tanggal 01-10-2012 jam 15.00
______. 2003. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Bagian Infeksi dan Penyakit
Tropis, Jakarta: IDAI
Ambarwati, Sri Darnoto, dan Dwi Astuti.2003. Fogging Sebagai Upaya Untuk
Memberantas Nyamuk Penyebar Demam Berdarah Di Dukuh Tuwak Desa
Gonilan, Kartasura, Sukoharjo, Surakarta : Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas
Muhammadiyah
http://www.lensaindonesia.com/2012/10/29/indonesia-peringkat-kedua-dunia-
kasus-demam-berdarah.html diakses pada tanggal 01-11-2012 jam 19.00
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/info-umum-kesehatan/772-kasus-
demam-berdarah-dengue-di-indonesia.html diakses pada tanggal 01-11-2012 jam
19.00
http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/04/gejala-demam-berdarah-dengue-dbd-
dan.html diakses pada tanggal 11-11-2012 jam 20.00
21