Post on 05-Jul-2015
Demam Dengue
Definisi
Merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopaati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam
dengue tidak terjadi kebocoran plasma.
Etiologi
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue maupun demam berdarah dengue. Keempat serotype ini
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang
antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, Japanese enchepalitis, dan
west nile virus. Antara serotype dengue satu dengan yang lainnya, tidak terdapat cross
protection, sehingga individu yang telah memiliki riwayat terinfeksi virus dengue sebelumnya
dapat terinfeksi kembali dengan serotype virus yang lainnya. Infeksi sekunder yang terjadi
biasanya beresiko menimbulkan keparahan dan biasanya inilah yang berkembang menjadi
DBD.
Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam
dengue hal ini tidak terjadi.
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus.
Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera
terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas
mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga
makrofag menjadi APC(Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini
akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak
virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi
yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi
komplemen.
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya
gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi
manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia,
tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.
Manifestasi Klinis:
Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentan 3-14 hari), gejala prodromal yang tidak khas
seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas dari DD adalah
peningkatan suhu mendadak, kadang-kadang disertai menggigil, nyeri kepala, dan flushed face
(muka kemerahan). Dalam 24 jam terasa nyeri pada belakang mata terutama pada pergerakan
mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Gejala lain yang dapat
dijumpai adalah anoreksia, konstipasi, nyeri perut/kolik, nyeri tenggorokan, dan depresi
(biasanya terdapat pada pasien demam) gejala tersebut biasanya menetap untuk beberapa hari.
Secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya anatara 39-40oC, bersifat bifasik,
menetap antara 5-7 hari. Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak di muka leher,
dada. Pada akhir fase demam (hari ketiga atau keempat) ruam berbentuk makulopapular atau
berbentuk skarlatina. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul petekie yang
menyeluruh pada kaki dan tangan dan diantara petekie dapat dijumpai are kulit normal berupa
bercak keputihan, kadang-kadang dirasa gatal. Perdarahan kulit pada Demam Dengue
terbanyak adalah uji Torniquet positif dengan atau tanpa petekie.
Derajat penyakit sangat bervariasai berbeda untuk tiap individu dan pada daerah
epidemic. Perjalanan penyakit biasanya pendek 5 hari tetapi dapat memanjang terutama pada
dewasa sampai beberapa minggu. Pada dewasa sering kali disertai lemah, depresi dan
bradikardi. Perdarahan seperti mimisan, perdarahan gusi, hematuri, dan menorrhagia, sering
terjaadi pada saat epidemic DD. Walaupun jarang, kadang-kadang terjadi perdarahan hebat
walaupun jarang menyebabkan kematian. DD yang disertai dengan manifestasi perdarahan
harus dibedakan dengan DBD. Pada penderita demam dengue tidak terjadi kebocoran plasma
sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya
hemokonsentrasi, efusi pleura dan asites.
Demam Berdarah Dengue
Defenisi
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi, yang disertai leucopenia,
ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik.
Etiologi
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue maupun demam berdarah dengue. Keempat serotype ini
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang
antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, Japanese enchepalitis, dan
west nile virus. Antara serotype dengue satu dengan yang lainnya, tidak terdapat cross
protection, sehingga individu yang telah memiliki riwayat terinfeksi virus dengue sebelumnya
dapat terinfeksi kembali dengan serotype virus yang lainnya. Infeksi sekunder yang terjadi
biasanya beresiko menimbulkan keparahan dan biasanya inilah yang berkembang menjadi
DBD.
Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE) , suatu proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok. Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterololous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun
1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengueyang berlainan pada seorang
pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi
antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit
yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intervaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan
syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan hematokrit,
penurunan kadar natium, dan terdapatnya caiaran di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).
Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosi dan anoksia yang
dapat berakhir fatal. Oleh karena itum pengobatan syok sangat penting guna mencegah
kematian.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu visus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabahyang besar. Kedua hipoteisi
tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah gambar 2). Kedua faktor
tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor
III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan.
Manifestasi Klinis
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi,
mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan
farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.
Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan
yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan
perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan
kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole,
yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati
biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae
kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun
pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa kritis dari penyakit
terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering
disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan
gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok.
Berikut ini tabel yang menggambarkan jelas mengenai manifestasi klinis yang biasa
timbul pada infeksi virus dengue sesuai dengan derajatnya. DBD derajat III dan IV juga
disebut sindrom syok dengue.
DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih
tanda : sakit kapala, nyeri
retro-orbital, mialgia,
atralgia
Leukopenia
trombositopenia, tidak
ditemukan bukti kebocoran
plasma
serologi dengue positif
DBD I Gejala diatas ditambah uji
bendung positif
Trombositopenia
(<100.000/ul), bukti ada kebocoran
plasma
DBD II Gejala diatas ditambah
perdarahan spontan
Trombositopenia (<100.000/ul),
bukti ada kebocoran plasma
DBD III Gejala diatas ditambah
kegagalan sirkulasi (kulit,
dingin,dan lembab serta
gelisah)
Trombositopenia (<100.000/ul),
bukti ada kebocoran plasma
DBD IV Syok berat disertai
dengan tekanan darah
dan nadi tidak terukur
Trombositopenia (<100.000/ul),
bukti ada kebocoran plasma
Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2) Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bendung posistif
Pteki, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
4) Terdapat minimal 1 tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin
Penurunan hematokrit> 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, hipoproteinemia
Sedangkan pasien dikatakan mengalami Sindrom Syok Dengue apabila seluruh kriteria
diatas disertai dengan kegagalan sirkulasi dengan manifestasi perdarahan yang cepat dan
lemah, tekanan darah turun (¿ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit
dingin, dan lembab, serta gelisah.