Post on 25-Oct-2015
description
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada
sumsum tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan :
1. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel
darah, termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa sel dalam
sumsum tulang seperti fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai
pluripotent (totipotent) stem cell.
Sel induk pluripotent mempunyai sifat :
a. Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak
akan pernah habis meskipun terus membelah;
b. Proliferative : kemampuan membelah atau memperbanyak diri;
c. Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel
dengan fungsi-fungsi tertentu.
Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat
dibagi menjadi :
a. Pluripotent (totipotent)stem cell : sel induk yang mempunyai yang
mempunyai kemampuan untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
b. Committeed stem cell : sel induk yang mempunyai komitmet untuk
berdiferensiasi melalui salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk
yang termasuk golongan ini ialah sel induk myeloid dan sel induk limfoid.
c. Oligopotent stem cell : sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya
beberapa jenis sel. Misalnya CFU-GM (colony forming unit-
granulocytelmonocyte) yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel
granulosit dan sel-sel monosit.
d. Unipotent stem cell : sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi
satu jenis sel saja. Contoh CFU-E (colony forming unit-erythrocyte) hanya
dapat menjadi eritrosit, CFU-G (colony forming unit-granulocyte) hanya
mampu berkembang menjadi granulosit.
2. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang
Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan
sel induk tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini
meliputi :
a. Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
b. Sel-sel stroma : Sel endotel, sel lemak, fibroblast, makrofag, sel
reticulum
c. Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan
proteoglikan.
Lingkungan mikro sangat penting dalam hemopoesis karena berfungsi untuk :
a. Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran
darah mikro dalam sumsum tulang.
b. Komunikasi antar sel (cell to cell communication), terutama ditentukan
oleh adanya adhesion molecule.
c. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis : hematopoietic growth
factor, cytokine, dan lain-lain.
3. Bahan-bahan pembentuk darah
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :
- asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti
sel.
- Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.
- Cobalt, magnesium, Cu, Zn.
- Asam amino.
- Vitamin lain : vitamin C. vitamin B kompleks dan lain-lain
4. Mekanisme Regulasi.
Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas
pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke
darah tepi sehingga sumsum tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan
tepat. Produksi komponen darah yang berlebihan ataupun kekurangan
(defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-zat yang berpengaruh
dalam mekanisme regulasi ini adalah :
a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factor) :
- Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF).
- Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF)
- Macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)
- Thrombopoietin
- Burst promoting activity (BPA)
- Stem cell factor (kit ligand)
b. Sitokin (Cytokine) seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7,
IL-8, IL-9, IL-9, IL-10.
Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah
sendiri, seperti limfosit, monosit, atau makrofag, serta sebagian oleh sel-
sel penunjang, seperti fibroblast dan endotil. Sitokin ada yang merangsang
pertumbuhan sel induk (stimulatory cytokine), sebagian lagi menekan
pertumbuhan sel induk (inhibitory cytokine). Keseimbangan kedua jenis
sitokin ini sangat menentukan proses hemopoesis normal.
c. Hormon hemopoetik spesifik yaitu Erythrpoietin : merupakan hormon
yang dibentuk diginjal khusus merangsang precursor eritroid.
d. Hormon nonspesifik
Beberapa jenis hormon diperlukan dalam jumlah kecil untuk hemopoesis,
seperti :
- Androgen : berfungsi menstimulasi eritropoesis.
- Estrogen : menimbulkan inhibisi eritropoesis.
- Glukokortikoid.
- Growth hormon
- Hormon tiroid
Dalam regulasi hemopoesis normal terdapat feed back mechanism : suatu
mekanisme umpan balik yang dapat merangsang hemopoesisjika tubuh
kekurangan komponen darah (positive loop) atau menekan hemapoesis jika tubuh
kelebihan komponen darah tertentu (negative loop).
Daftar pustaka :
Andrew, S., 2011, Anemia in Elderly Persons, Medscape, (serial online) 22 Juni
2013
FISIOLOGI ERITROPOETIN (EPO)
Berbagai faktor pertumbuhan hematopoietik mendukung proliferasi stem sel,
proses diferensiasi, dan kelangsungan hidup. EPO (eritropoetin) sebuah
glikoprotein yang merupakan faktor pertumbuhan hematopoietik, berfungsi
sebagai pengatur utama produksi eritrosit. Sintesis dan EPO regulasi terjadi
terutama di ginjal, dengan kontribusi lebih kecil oleh hepatosit hati. akibatnya,
gagal ginjal tak terelakkan menyebabkan anemia dari gangguan produksi EPO.
Berkurangnya oksigenasi jaringan (bukan produksi RBC berkurang), biasanya
dari anemia atau hipoksia, potently merangsang peningkatan logaritmik EPO
sintesis. Peningkatan kadar serum EPO meningkatkan produksi eritrosit terutama
dengan menghambat apoptosis sel progenitor erythroid dan tingkat yang lebih
rendah dengan meningkatkan proliferasi progenitor erythroid dan diferensiasi.
Retikulosit, merupakan RBC awal yang telah kehilangan inti tapi
mempertahankan jaringan reticular polyribosomal, akhirnya muncul ke dalam
darah. Setelah 1-4 hari, retikulosit kehilangan jaringan ini ribosom dan matang
menjadi sel darah merah. Sel darah merah berumur memiliki rentang hidup rata-
rata dalam darah 100-120 hari. Makrofag menelan sel darah merah pikun di limpa,
hati, dan sumsum.
METABOLISME BESI
Besi adalah sebuah nutrien esensial yang diperlukan oleh setiap sel manusia.
Sebagai logam transisi dengan nomor atom 26 dan berat atom 55,85, besi dapat
berperan sebagai pembawa oksigen dan elektron serta sebagai katalisator untuk
oksigenisasi, hidroksilasi dan proses metabolik lainnya, melalui kemampuannya
berubah bentuk antara fero (Fe2+) dan fase oksidasi Fe3+. Besi ditransportasi dan
disimpan bukan sebagai kation bebas tapi dalam bentuk Fe yang terikat. Besi
ionik dapat berpartisipasi dalam berbagai reaksi yang menghasilkan radikal bebas
yang selanjutnya dapat merusak sel. Adanya penurunan atau peningkatan besi
dalam tubuh mungkin menghasilkan efek yang signifikan secara klinis.
Zat besi diperoleh baik dari sumber anorganik atau sumber hewani (dalam heme
dari pemecahan hemoglobin atau mioglobin). Zat besi memasuki sel-sel usus
melalui besi transporters. Besi kemudian digunakan oleh sel, disimpan sebagai
feritin atau dipindahkan ke plasma. Transfer plasma besi dari enterosit ke protein
transportasi, apotransferrin, terjadi melalui saluran besi tertentu, disebut
ferroportins, dan difasilitasi oleh protein (dengan aktivitas ferroxidase) disebut
hephaestin. Ketika apotransferrin mengikat besi, itu disebut transferin. Hephaestin
mengandung tembaga, sehingga kekurangan tembaga akan mengurangi
penyerapan zat besi. Hepcidin, besi utama yang mengatur protein, menurunkan
ferroportin dan dengan demikian mengurangi penyerapan zat besi.
TAMBAHAN :
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh penurunan produksi albumin, sintesis
yag tidak efektif karena kerusakan sel hati, kekurangan intake protein,
peningkatan pengeluaran albumin karena penyakit lainnya, dan inflamasi akut
maupun kronis
Malnutrisi protein, asam amino diperlukan dalam sintesa albumin, akibat dari
defesiensi intake protein terjadi kerusakan pada reticulum endoplasma sel yang
berpengaruh pada sintesis albumin dalan sel hati.
Sintesis yang tidak efektif, pada pasien dengan sirosis hepatis terjadi penurunan
sintesis albumin karena berkurangnya jumlah sel hati. Selain itu terjadi
penuruanan aliran darah portal ke hati yang menyebabkan maldistribusi nutrisi
dan oksigen ke hati
Kehilangan protein ekstravaskular, kehilangan protein masiv pada penderita
sindrom nefrotik. Darat terjadi kebocoran protein 3,5 gram dalam 24 jam.
Kehilanan albumin juga dapat terjadi pasien dengan luka bakar yang luas.
Gambar 2. Proses Metabolisme Besi
Hemodilusi, pada pasien ascites, terjadi peningkatan cairan tubuh mengakibatkan
penurunan kadar albumin walaupun sintesis albumin normal atau meningkat.
Bisanya terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan ascites.
Inflamasi akut dan kronis, kadar albumin rendah karena inflamasi akut dan akan
menjadi normal dalam beberapa minggu setelah inflamasi hilang. Pada inflamasi
terjadi pelepasan cytokine (TBF, IL-6) sebagai akibat resposn inflamasi pada
stress fisiologis (infeksi, bedah, trauma) mengakibatkan penurunan kadar albumin
memlaui mekanisme: (1) Peningkatan permeabilitas vascular (mengijinkan
albumin untuk berdifusi ke ruang ekstravaskular); (2) Peningkatan degradasi
albumin; (3) Penurunan sintesis albumin (TNF-α yang berperan dalam
penuruanan trankripsi gen albumin)