Referat Forensik Plus Dapus

download Referat Forensik Plus Dapus

of 47

Transcript of Referat Forensik Plus Dapus

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    1/47

    REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

    MANAJEMEN UNTUK MENCEGAH MALPRAKTEK

    Diajukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian kepanitraan di Bagian Ilmu Kedokteran

    Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro

    Disusun oleh :

    Nuzulul W. Laras 22010112210062

    Ignatius Erik Dwi W. 22010112210164

    Andita D. Erwidodo 22010113210009

    Carolina Innesa 22010113210011

    Annisa Rizqi 22010113210075

    Fajar Akbar R. 22010113210114

    Dosen Penguji: dr. Santosa, Sp. F

    Residen Pembimbing: dr. Suryo Wijoyo

    KEPANITRAAN KLINIK

    BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

    RSUP DR. KARIADI PERIODE 7 APRIL 2014 - 5 MEI 2014

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    2/47

    ii

    LEMBAR PENGESAHAN

    Telah disetujui oleh pembimbing, referat dari:

    Nama NIM

    Nuzulul W. Laras 22010112210062

    Ignatius Erik Dwi W. 22010112210164

    Andita D. Erwidodo 22010113210009

    Carolina Innesa 22010113210011

    Annisa Rizqi 22010113210075

    Fajar Akbar R. 22010113210114

    Fakultas : Kedokteran Umum

    Universitas : UNDIP

    Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

    Penguji : dr. Santosa, Sp.F

    Pembimbing : dr.SuryoWijoyo

    Diajukan untuk memenuhi syarat menempuh Kepaniteraan di bagian Ilmu

    Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas

    Diponegoro Semarang

    Semarang, 23 April 2014

    Penguji,

    dr. Santosa, Sp.F

    Pembimbing,

    dr.SuryoWijoyo

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    3/47

    iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmatNya penulis dapat menyelesaikan

    referat yang berjudul Manajemen untuk Mencegah Malpraktek. Penulisan

    referat ini adalah sebagai syarat guna memenuhi tugas kepaniteraan dokter muda

    forensik. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

    memberikan bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan referat ini, yaitu:

    1. dr. Santosa, Sp.F selaku dosen penguji

    2.

    dr. Suryo Wijoyo selaku residen pembimbing, atas bimbingannya dalam

    pembuatan referat ini

    3. Orang tua beserta keluarga kami yang senantiasa memberikan dukungan

    moral maupun material

    4. Teman-teman yang telah mendukung dalam penyusunan referat ini.

    Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan pada referat ini. Oleh

    karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat menambah

    kesempurnaan referat ini. Akhir kata semoga referat ini dapat bermanfaat bagi

    pembaca pada umumnya dan almamater pada khususnya.

    Semarang, 23 April 2014

    Penulis

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    4/47

    iv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

    BAB II MALPRAKTEK ................................................................................ 3

    2.1 Definisi malpraktek ................................................................................... 3

    2.2 Jenisjenis malpraktek ............................................................................ 5

    2.3 Unsur malpraktek ...................................................................................... 10

    2.4 Sanksi malpraktek ..................................................................................... 19

    BAB III MANAJEMEN PENCEGAHAN ..................................................... 21

    3.1 Usahausaha menghindari malpraktek ................................................... 24

    3.2 Penanganan terhadap malpraktek .............................................................. 36

    3.3 Contoh kasus ............................................................................................. 38

    BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 40

    4.1 Kesimpulan ............................................................................................... 40

    4.2 Saran .......................................................................................................... 40

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    5/47

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Saat ini, tren kesadaran hukum dan penggunaan jalur hukum di kalangan

    konsumen dan pasien semakin meningkat. Media massa, internet dan edukasi dari

    berbagai lembaga masyarakat membuat eskalasi kejadian gugatan atas malpraktek

    semakin meningkat. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya

    merupakan salah satu indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam

    masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus

    tenaga kesehatan ataupun rumah sakit disomasi, diadukan atau bahkan dituntut

    pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga

    kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan tenaga

    kesehatan di kemudian hari.

    Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga

    kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimetris

    kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya

    tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak

    terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada

    pasien bahwa telah terjadi malpraktek.

    Di beberapa negara maju seperti Inggris, Australia dan Amerika Serikat,

    kasus malpraktek medik juga banyak terjadi bahkan setiap tahun jumlahnya

    meningkat. Misalnya, di negara Amerika Serikat pada tahun 1970-an jumlah

    kasus malpraktek medik meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dan keadaan ini terus meningkat hingga pada tahun 1990-an.

    Keadaan di atas tidak jauh berbeda dengan negara Indonesia, dalam beberapa

    tahun terakhir ini kasus penuntutan terhadap dokter atas dugaan adanya

    malpraktek medik meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

    Sejak 2006 hingga 2012, tercatat ada 183 kasus kelalaian medik atau bahasa

    awamnya malpraktek yang terbukti dilakukan dokter di seluruh Indonesia.

    Malpraktek ini terbukti dilakukan dokter setelah melalui sidang yang dilakukan

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    6/47

    2

    Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Akibat dari

    malpraktek yang terjadi selama ini, sudah ada 29 dokter yang izin prakteknya

    dicabut sementara.

    Hingga Januari 2013 jumlah pengaduan dugaan malpraktek ke Konsil

    Kedokteran Indonesia (KKI) tercatat mencapai 183 kasus. Jumlah tersebut

    meningkat tajam dibanding tahun 2009 yang hanya 40 kasus dugaan malpraktek.

    Bahkan kasus-kasus ini pun tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan hanya

    berakhir di tengah jalan, tanpa adanya sanksi atau hukuman kepada petugas

    kesehatan terkait. Dari 183 kasus malpraktek di seluruh Indonesia itu, sebanyak

    60 kasus dilakukan dokter umum, 49 kasus dilakukan dokter bedah, 33 kasus

    dilakukan dokter kandungan, dan 16 kasus dilakukan dokter spesialis anak.

    Siasanya di bawah 10 macam-macam kasus yang dilaporkan. Selain itu, ada enam

    dokter yang diharuskan mengenyam pendidikan ulang. Artinya, pengetahuan

    dokter kurang sehingga menyebabkan terjadinya kasus malpraktek.

    Kerugian atas hal ini bisa menimbulkan dampak yang luar biasa besar,

    bahkan dalam beberapa kasus dapat berakhir pada kebangkrutan rumah sakit atau

    klinik medis, dan berakhirnya reputasi dan karir jajaran manajemen dan tenaga

    ahli paramedis yang ada.

    Oleh karena itu, perlu diketahui mengenai apa yang dimaksud dengan malpraktek

    serta bagaimana cara mencegah terjadinya malpraktek dengan langkah-langkah

    antisipatif agar dapat terhindar dari berbagai macam tuntutan yang berkaitan

    dengan malpraktek tersebut.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    7/47

    3

    BAB II

    MALPRAKTEK

    2.1 Definisi malpraktek

    Malpraktek bukan hanya terjadi pada profesional medis, melainkan juga

    terjadi pada semua profesional, termasuk profesional di bidang hukum,

    perbankan, konstruksi, akuntansi dan bidang lainnya. Kita pernah mendengar

    kisah malpraktek profesi non medis seperti "mafia peradilan", praktek kekerasan

    di kepolisian, runtuhnya jembatan yang sedang/baru dibangun, laporan akuntan

    publik yang "palsu", musibah BLBI di dunia perbankan, dan lain-lain.

    Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertianmalpraktek medis

    menurut World Medical Association(WMA) yaitu Medical malpractice involves

    the physician failure to conform the standard of care for treatment of the patient

    condition, or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is

    the direct cause of an injury to the patient yang artinya malpraktek medis

    berhubungan dengan kegagalan tenaga medis dalam melakukan prakteknya sesuai

    dengan standar pelayanan terhadap kondisi pasien, atau kurangnya kemampuan

    atau ketidakpedulian dalam penyediaan pelayanan terhadap pasien yang menjadi

    penyebab utama terjadinya cedera terhadap pasien.

    WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah

    akibat malpraktek medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga

    sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang

    sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam

    pengertian malpraktek atau kelalaian medik. "An injury occurring in the course of

    medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack

    of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result, for

    which the physician should not bear any liability". Dengan demikian suatu akibat

    buruk yang unforeseeable dipandang dari ilmu pengetahuan dan teknologi

    kedokteran pada saat dan dalam situasi dan fasilitas yang tersedia tidak dapat

    dipertanggungjawabkan kepada dokter.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    8/47

    4

    Sedangkan Black's Law Dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai

    "professional misconduct or unreasonable lack of skill" atau "failure of one

    rendering professional services to exercise that degree of skill and learning

    commonly applied under all the circumstances in the community by the average

    prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or

    damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them"

    yaitu kesalahan profesional atau kurangnya ketrampilan yang tidak seharusnya

    atau kegagalan seseorang memberikan pelayanan profesional untuk

    mempraktekkan derajat kemampuan dan pembelajaran yang pada umumnya

    diaplikasikan di bawah semua lingkungan di masyarakat oleh anggota profesi

    dengan hasil luka, kehilangan atau kerusakan pada mereka yang menerima

    pelayanan tersebut atau kepada mereka yang bersandar terhadap pelayanan

    tersebut.

    Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar

    telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan

    keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan di wilayah tersebut.

    Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan

    resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment)

    karena perikatan dalam transaksi terapeutik antara tenaga kesehatan dengan pasien

    adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan

    perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).

    Karena ketidaktahuan masyarakat pada umumnya tumbuh miskonsepsi yang

    menganggap bahwa setiap kegagalan praktek medis (misalnya, hasil buruk atau

    tidak diharapkan selama dirawat di rumah sakit) sebagai akibat malpraktek medis

    atau akibat kelalaian medis. Padahal perlu diingat bahwa suatu hasil yang tidak

    diharapkan di bidang kedokteran sebenarnya dapat diakibatkan oleh beberapa

    kemungkinan, yaitu :

    1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan

    tindakan medis yang dilakukan dokter.

    2. Hasil dari suatu risiko yang dapat diterima sebagaimana diuraikan di atas.

    3.

    Hasil dari suatu kelalaian (culpa).

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    9/47

    5

    4.

    Hasil dari suatu kesengajaan (dolus).

    2.2 Jenisjenis malpraktek

    Ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum malpraktek medik dibedakan

    menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek

    yuridis (yuridical malpractice).

    a. Malpraktek Etik (ethical malpractice)

    Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan

    tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan.

    Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan di dalam Kode Etik Kedokteran

    Indonesia (KODEKI) merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan dan

    norma yang berlaku untuk dokter. Malpraktek etik merupakan dampak negatif

    dari kenajuan teknologi kedokteran. Kemajuan teknologi kedokteran yang

    sebenarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien

    dan membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih

    cepat dan lebih akurat sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata

    memberikan efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping maupun dampak

    negatif dari kemajuan teknologi kedokteran tersebut antara lain :

    1.

    Komunikasi antara dokter dan pasien semakin berkurang

    2. Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis

    3. Harga pelayanan medis semaki tinggi

    Para dokter untuk mengambil keputusan yang harus dapat dipertanggungjawabkan

    secara etis dan moral, adapun pedomna tersebut antara lain :

    1.

    Menentukan indikasi medisnya

    2.

    Mengetahui apa yang menjadi pilihan pasien untuk dihormati

    3. Mempertimbangkan dampak tindakan yang akan dilakukan terhadap mutu

    kehidupan pasien

    4. Mempertimbangkan halhal kontekstual yang terkait dengan situasi kondisi

    pasien, misalnya aspek sosial, ekonomi, hukum dan budaya.

    Contoh konkrit penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang merupakan

    malpraktek etik antara lain :

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    10/47

    6

    Bidang diagnostik

    Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien, kadangkala tidak

    diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun karena

    laboratorium memberikan janji untuk memberikan hadiah kepada dokter

    yang mengirimkan pasiennya, maka dokter kadangkadang bisa tergoda juga

    mendapatkan hadiah tersebut.

    Bidang terapi

    Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji

    kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakan obat tersebut,

    kadang kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam

    memberikan terapi kepada pasien.Orientasi terapi berdasarkan janji janji

    pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan

    pasien juga merupaka malpraktek etik.

    b. Malpraktek Yuridis (yuridical malpractice)

    Malpraktek yuridis dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata

    (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek

    administratif (administrative malpractice).

    1) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)

    Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak

    terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh

    tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige

    daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.

    Untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi

    beberapa syarat seperti:

    a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat).

    b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis).

    c. Ada kerugian

    d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar

    hukum dengan kerugian yang diderita.

    e. Adanya kesalahan (schuld)

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    11/47

    7

    Apabila tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini

    bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami

    profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.

    Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan criminal malpractice,

    harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi

    unsur tidak pidanya yakni :

    a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang

    tercela

    b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang

    salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga

    perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan

    pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah

    adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin

    berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.

    Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena

    kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya

    empat unsur berikut:

    a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien.

    b.Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim

    dipergunakan.

    c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti

    ruginya.

    d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.

    Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan

    adanya kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang

    berbunyi res ipsa loquitor yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal

    demikian tenaga kesehatan itulah yang harus membutikan tidak adanya

    kelalaian pada dirinya. Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam

    melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat

    ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa

    lata) maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    12/47

    8

    Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan

    operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah

    diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua

    untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan

    yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat

    negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.

    Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak

    diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi

    untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of

    duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan

    adanya rusaknya kesehatan (damage).

    2) Malpraktek Pidana (criminal malpractice)

    Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami

    cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam

    melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat

    tersebut.

    Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:

    a. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional), misalnya pada kasus

    aborsi tanpa indikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat

    padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta

    memberikan surat keterangan yang tidak benar.

    b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan

    tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta

    melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.

    c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau

    kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang

    hati-hati.

    Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice

    manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana, yaitu :

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    13/47

    9

    1.

    Perbuatan tersebut (positive actmaupun negative act) merupakan perbuatan

    tercela.

    2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa

    kesengajaan misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka

    rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal

    263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).

    Kecerobohan misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien

    informed consent. Atau kealpaan misalnya kurang hati-hati mengakibatkan

    luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien

    saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal

    malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak

    dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan

    sarana pelayanan jasa tempatnya bernaung.

    Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka

    tenaga kesehatan dapat melakukan :

    a.

    Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/

    menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak

    menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan

    bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko

    medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak

    mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam

    perumusan delik yang dituduhkan.

    b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan

    atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal

    tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau

    melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban,

    dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya

    paksa

    3) Malpraktek Administratif (administrative malpractice)

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    14/47

    10

    Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan

    pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, melakukan

    tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek

    dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan dan menjalankan praktek tanpa

    membuat catatan medik.

    2.3 Unsur malpraktek

    1. Unsur kesengajaan (intensional)

    Unsur kesengajaan (intensional) menyebabkan professional misconducts

    (melakukan tindakan yang tidak benar)

    Menahan-nahan pasien

    Tindak pidana ini menurut pasal 333 KUHP, yaitu barang siapa dengan

    sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan (menahan) orang atau

    meneruskan tahanan itu dengan melawan hak. Istilah dari kata menahan

    dan meneruskan penahanan dari pasal di atas,adalah:

    a.

    Menahan; menunjukkan aflopende-delicten (delik yang sekilas atau

    sekejap).

    b. Meneruskan penahanan; menunjukkan voor tdurende delicten (delik yang

    selalu/ terus-menerus diperbuat).

    Unsur-unsur dari pasal 333, yaitu:

    a. Perbuatan menahan/ merampas kemerdekaan.

    b.

    Yang ditahan orang.

    c. Penahanan terhadap orang itu untuk melawan hak.

    d.

    Adanya unsur kesengajaan dan melawan hukum.

    Pasal 333 KUHP ini hanya melindungi kemerdekaan badan seseorang,

    bukan kemerdekaan jiwa. Jadi, harus adanya perbuatan yang menyentuh

    badan seseorang yang ditahan, misalnya diikat tangannya sehingga sulit

    bergerak.

    Membuka rahasia kedokteran tanpa hak

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    15/47

    11

    Masalah sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana karena

    seringkali menggambarkan nilainilai sosial budaya bangsa. Artinya,

    pidana mengandung tata nilai (value) dalam suatu masyarakat mengenai

    apa yang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang.

    Disamping keberadaannya telah menjadi kecenderungan internasional,

    sistem pemidanaan yang bertolak dari ide individualisasi pidana ini

    merupakan hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan pendekatan

    humanistik dalam penggunaan sanksi pidana untuk tujuan perlindungan

    masyarakat (social defence). Ide menyangkut konsepsi social defence

    tersebut ternyata diterima oleh ahli hukum pidana di Indonesia, terbukti

    dalam pasal 322 KUHP menyebutkan bahwa barangsiapa dengan sengaja

    membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau

    pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan

    pidana penjara paling lama sembilan ribu rupiah. Jika kejahatan itu

    dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat

    dituntut atas pergaulan orang itu. Menurut R. Soesilo dokter yang

    membuka rahasia dapat dihukum menurut pasal ini, maka elemen

    elemen di bawah ini harus dibuktikan :

    a.

    Yang diberitahukan (dibuka) itu harus suatu rahasia.

    b. Bahwa orang itu diwajibkan untuk menyimpan rahasia tersebut dan ia

    harus betulbetul mengetahui, bahwa ia wajib menyimpan rahasia itu.

    c.

    Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah akibat dari

    suatu jabatan atau pekerjaan yang sekarang, maupun yang dahulu

    pernah jabatan.

    d.

    Membukanya rahasia itu dilakukan dengan sengaja. Yang diartikan

    dengan rahasia yaitu barang sesuatu yang hanya diketahui oleh orang

    yang berkepentingan, sedang orang lain belum mengetahuinya.

    Siapakah yang diwajibkan menyimpan rahasia itu, tiaptiap peristiwa

    harus ditinjau sendirisendiri oleh hakim yang masuk disitu misalnya

    seorang dokter harus menyimpan rahasia penyakit pasiennya.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    16/47

    12

    Proses hukum ini perlu dilakukan, agar para dokter lainnya atau para

    profesional dalam bidang lainnya, tidak seenaknya saja membuka dan

    membeberkan rahasia jabatan di muka umum. Seringkali didengar para dokter

    yang dengan enteng membeberkan penyakit dari pasiennya yang sebenarnya

    termasuk ke dalam rahasia jabatan. Para profesional ini tahu, tentang adanya

    rahasia kedokteran, tetapi karena tidak pernah terjadi adanya pengaduan dari

    mereka yang dilanggar haknya atas rahasia kedokteran, maka pelanggaran

    terhadap hak pasien yang satu ini seringkali terjadi. Tidak dapat dihindarkan

    bahwa wajib penyimpan rahasia membandingkan berat ringannya kepentingan

    kepentingan yang harus diperhatikan dan yang saling bertentangan. Titik tolaknya

    adalah menyimpan rahasianya. Hanya kalau dikehendaki oleh kepentingan

    kepentingan yang dianggap lebih berat dari pada kepentingan Pemilik Rahasia

    ditambah dengan kepentingankepentingan tersebut dan akhirnya pemutusan

    apakah wajib menyimpan rahasia menggunakan hak tolaknya atau tidak,

    dilakukan sendiri oleh wajib penyimpan rahasia, kalau dirasa perlu setelah

    berunding dengan satu orang atau lebih yang ia pilih, rekan atau bukan rekan.

    Seorang saksi sebelum memberi kesaksian harus sumpah bahwa ia akan

    memberi keterangan tentang segala sesuatu yang benar dan tidak lain dari pada

    yang benar. Ia tidak dapat mengungkapkan hanya sebagian dari kebenaran dan

    menyembuhkan bagian yang lain, ini akan mendapatkan kedustaan dan demikian

    sumpah palsu. Jadi seorang dokter atau wajib penyimpan rahasia lain dihadapkan

    sebagai saksi menggunakan hak tolaknya, walaupun diminta dengan sangat oleh

    pasiennya untuk memberi kesaksian, ada kemungkinan bahwa dokter tersebut

    berbuat demikian untuk kepentingan pasiennya.

    Menurut undang-undang RI NO. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.

    Pasal 4 berbunyi demikian :

    1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran

    wajib menyimpan rahasia kedokteran.

    2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan

    pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka

    penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    17/47

    13

    perundang-undangan.

    3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan

    Menteri.

    Sanksi yang diberikan dapat sebagai berikut :

    1. Sanksi terhadap pelanggaran dari hukum diterapkan oleh penguasa (orang

    atau lembaga yang memegang kekuasaan).

    2. Sanksi terhadap pelanggaran dari etika diterapkan oleh masyarakat.

    Aborsi illegal

    Naluri yang terkuat pada setiap makhluk bernyawa termasuk manusia adalah

    mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia diberi akal, kemampuan berpikir

    dan mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan ilmu

    pengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Semua usaha

    tersebut merupakan tugas seorang dokter. Ia harus berusaha memelihara dan

    mempertahankan hidup makhluk insani.

    Banyak pendapat mengenai abortus provocatus yang disampaikan oleh

    berbagai ahli dalam berbagai macam bidang seperti agama, kedokteran, sosial,

    hukum, eugenetika, dan sebagainya. Pada umumnya setiap negara mempunyai

    undang-undang yang melarang abortus provocatus (pengguguran kandungan).

    Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai pengobatan, apabila merupakan

    satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus

    therapeuticus). Dalam undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan

    diperjelas mengenai hal ini. Indikasi medic ini dapat berubah-ubah sesuai

    perkembangan ilmu kedokteran. Beberapa penyakit seperti hipertensi,

    tuberkulosis dan sebagainya.Sebaliknya ada pula negara yang membenarkann

    indikasi sosial, humaniter, dan eugenetik, seperti misalnya di Swedia dan Swiss

    yaitu bukan semata-mata untuk menolong ibu, melainkan juga

    mempertimbangkan demi keselamatan anak, baik jasmaniah maupun rohaniah.

    Keputusan untuk melakukan abortus provocatus therapeuticus harus dibuat

    oleh sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan tertulis dari wanita hamil

    yang bersangkutan, suaminya dan atau keluarhanya yang terdekat. Hendaknya

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    18/47

    14

    dilakukan dalam suatu rumah sakit yang mempunyai cukup sarana untuk

    melakukannya.

    Menurut penyelidikan, abortus provocatuspaling sering terjadi pada wanita

    bersuami, yang telah sering melahirkan, keadaan sosial dan keadaan ekonomi

    rendah. Ada harapan abortus provocatus di kalangan wanita bersuami ini akan

    berkurang apabila keluarga berencana sudah dipraktekkan dengan tertib. Setiap

    dokter perlu berperan serta untuk membantu suksesnya program keluarga

    berencana ini.Seperti yang telah diatur pada pasal 349 KUHP, Jika seorang

    dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal

    346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang

    diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal

    itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan

    pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. dimana dokter dapat dikenakan

    sanksi 4 tahun penjara.

    Euthanasia

    Euthanasia memiliki tiga arti, yaitu :

    a. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan dan

    bagi yang beriman dengan nama Allah di bibir.

    b. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) oenderitaan pasien diperingan

    dengan memberi obat penenang.

    c.

    Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas permintaan

    pasien sendiri dan keluarganya.

    Pada suatu saat seorang dokter mungkin menghadapi penderitaan yang tidak

    tertahankan, misalnya karena kanker dalam keadaan yang menyedihkan, kurus

    kering bagaikan tulang dibungkus kulit, menyebarkan bau busuk, menjerit-jerit

    dan sebagainya. orang yang berpendirianpro euthanasia dalam butir c, akan

    mengajukan supaya pasien diberi saja morphindalam dosis lethal, supaya ia bebas

    dari penderitaan yang berat itu. di beberapa Negara Eropa dan Amerika sudah

    banya terdengar suara yang pro-euthanasia. mereka mengadakan gerakan yang

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    19/47

    15

    mengukuhkannya dalam undang-undang. Sebaliknya, bagi mereka yang kontra

    euthanasiaberpendirian bahwa tindakan demikian sama dengan pembunuhan.

    Kita di Indonesia sebagai umat yang beragama dan berfalsafah atau

    berazazkanPancasila percaya pada kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa.

    segala sesuatu yang diciptakannya serta penderitaan yang dibebankan kepada

    makhlukNya mengandung makna dan maksud terentu. dokter harus mengerahkan

    segala kepandaianannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan

    memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.

    Memberikan keterangan palsu

    Pada pasal 267 KUHP dinyatakan bahwa :

    1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan

    palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat,

    diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

    2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan

    seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ,

    dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.

    3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja

    memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan

    kebenaran.

    Melakukan praktek tanpa ijin

    Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, Seorang dokter harus senantiasa

    berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang

    tertinggi. Ijazah yang dimiliki seseorang, merupakan persyartan untuk

    memperoleh ijin kerja sesuai profesinya (SID (surat ijin dokter) atau SP

    (Surat Penugasan)). Untuk melakukan pekerjaan profesi kedokteran, wajib

    dituruti peraturan perundangundangan yang berlaku (SP, yaitu : Surat Ijin

    Penugasan).

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    20/47

    16

    2.

    Unsur Pelanggaran

    Negligence (kelalaian)

    Kelalaian adalah salah satu bentuk dari malpraktek, sekaligus merupakan

    bentuk malpraktek yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi

    apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang

    seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya

    dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu

    keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian

    yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat

    dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat

    profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera

    bagi orang lain.

    Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu:

    1.Malfeasance (pelanggaran jabatan)

    Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tindakan yang tidak tepat dan

    layak (unlawful/improper). Seperti melakukan tindakan pengobatan tanpa

    indikasi yang memadai dan mengobati pasien denga coba-coba tanpa dasar

    yang jelas.

    2.

    Misfeasance (ketidak hati-hatian)

    Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak

    tepat (improper performance). Seperti melakukan tindakan medis dengan

    menyalahi prosedur.

    3.Lack of skill (kurang keahlian)

    Melakukan tindakan diluar kemampuan atau kompetensi seorang dokter,

    kecuali pada situasi kondisi sangat darurat, seperti melakukan pembedahan

    oleh bukan dokter, dan mengobati pasien diluar spesialisasinya

    Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap lalai apabila memenuhi

    empat unsur di bawah ini, yaitu

    1. Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau

    untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    21/47

    17

    situasi dan kondisi yang tertentu. Dalam hubungan perjanjian tenaga medis

    dengan pasien, tenaga medis haruslah bertindak berdasarkan :

    1) Adanya indikasi medis

    2) Bertindak secara hati-hati dan teliti

    3) Bekerja sesuai standar profesi

    4) Sudah ada informed consent.

    2. Dereliction of the dutyatau penyimpangan kewajiban tersebut.Apabila sudah

    ada kewajiban, maka dokter (atau tenaga medis lainnya) di rumah sakit

    tersebut harus bertindak sesuai standar profesi yang berlaku.Jika terdapat

    penyimpangan dari standar tersebut, maka ia dapat dipersalahkan.

    3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien

    sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan / kedokteran yang diberikan

    oleh pemberi layanan.

    4. Direct causal relationshipatau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal

    ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban

    dengan kerugian yang setidaknya merupakan proximate cause.

    Di dalam hukum kedokteran, terdapat rumusan tentang kelalaian yang sudah

    berlaku universal yang dapat dipakai sebagai pedoman, yaitu kelalaian adalah

    kekurangtelitian yang wajar, tidak melakukan apa yang oleh seorang lain dengan

    ketelitian serta hati-hati akan melakukannya dengan wajar, atau melakukan apa

    yang seorang lain dengan ketelitian yang wajar justru tidak akan melakukannya.

    Secara sederhana kelalaian dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk

    kesalahan yang timbul karena pelakunya tidak memenuhi standar perilaku yang

    telah ditentukan. Kelalaian itu timbul karena faktor orangnya atau pelakunya.

    Kelalaian menurut hukum pidana terbagi menjadi dua macam. Pertama,

    kealpaan perbuatan. Maksudnya ialah apabila hanya melakukan perbuatannya

    itu sudah merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu melihat akibat yang

    timbul dari perbuatan tersebut. Kedua, kealpaan akibat. Kealpaan akibat ini baru

    merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah

    menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau

    matinya orang lain seperti yang diatur dalam Pasal 359,360 dan 361 KUHP.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    22/47

    18

    Kealpaan yang disadari terjadi apabila seseorang tidak berbuat sesuatu,

    padahal dia sadar bahwa akibat perbuatan (termasuk tidak berbuat) yang dilarang

    oleh hukum pidana itu pasti timbul. Sedangkan kealpaan yang tidak disadari ada

    kalau pelaku tidak memikirkan kemungkinan akan adanya suatu akibat atau

    keadaan tertentu, sedangkan ia sepatutnya telah memikirkan hal itu dan kalau ia

    memang memikirkan hal itu maka ia tidak akan melakukannya. Dalam pelayanan

    kesehatan, kelalaian yang timbul dari tindakan seorang bidan adalah kelalaian

    akibat, misalnya tindakan seorang dokter yang menyebabkan cacat atau matinya

    orang berada dalam perawatannya, sehingga perbuatan tersebut dapat dicelakan

    padanya.

    Sedangkan menurut ukurannya, kelalaian (culpa) dapat dibagi menjadi:

    1. culpa lata (gross fault/neglect) yang bersifat kasar, berat , yaitu apabila

    seseorang dengan sadar dan dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan

    sesuatu yang sepatutnya tidak dilakukan

    2. culpa levis(ordinary fault/neglect), yakni kesalahan biasa.

    3. culpa levissima (slight fault/neglect), yang berarti kesalahan sangat ringan atau

    kecil.

    Ukuran kesalahan dalam pelaksanaan tugas profesi berupa kelalaian dalam

    hukum pidana adalah kelalaian besar (culpa lata), bukan kelalaian kecil (culpa

    levis). Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian

    itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu

    dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum De minimis noncurat lex,

    yang berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Jika

    kelalaian sampai menimbulkan kerugian materi, mencelakakan dan bahkan

    merenggut nyawa orang lain, maka kelalaian ini merupakan kelalaian serius dan

    dapat dikatakan sudah mengarah ke tindak pidana.

    Menurut Yusuf Hanafiah tolak ukur culpa lata adalah:

    1. bertentangan dengan hukum

    2. akibatnya dapat dibayangkan

    3. akibatnya dapat dihindarkan

    4. perbuatannya dapat dipersalahkan.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    23/47

    19

    Sedangkan menurut Jonkers kelalaian memiliki tiga unsur, yaitu:

    1.peristiwa itu sebenarnya dapat dibayangkan kemungkinan terjadinya

    (foreseeabilit, voorzienbaarheid).

    2.

    terjadinya peristiwa itu sebenarnya bisa dicegah (vermijdbaarheid).

    3. maka si pelaku dapat dipersalahkan karenanya (verwijtbaarheid).

    Implikasi dari tindak malpraktek adalah bahwa tindakan tersebut melanggar

    salah satu atau beberapa norma yang dianutnya, yaitu norma-norma etik, disiplin

    profesi, hukum pidana atau hukum perdata. Masing-masing pelanggaran norma

    tersebut haruslah diperiksa, dibuktikan dan kemudian dihukum sesuai dengan

    domainnya.

    2.4Sanksi malpraktek

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

    a. Pasal 359

    Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum

    penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu

    tahun.

    b. Pasal 360

    Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang luka berat dihukum

    penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya 1

    tahun.

    c. Pasal 361

    Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang menjadi sakit atau tidak

    dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaanya sementara, dihukum dengan

    selamalamanya sembilan bulan atau hukuman selama-lamanya enam bulan

    atau hukumkan denda setinggi-tingginya Rp 4.500.000,00.

    2. Undang-Undang Praktek Kedokteran

    a. Pasal 75 ayat 1

    Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukanpraktek

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    24/47

    20

    kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun

    atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00.

    b. Pasal 76

    Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek

    kedokteran tanpa meliki surat izin praktek sebagaimana dimaksud dalam

    pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda

    paling banyak Rp 100.000.000,00

    c. Pasal 79

    Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling

    banyak Rp 50.000.000,- setiap dokter atau dokter gigi yang :

    1) Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 41 ayat 1.

    2) Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 46 ayat 1.

    3) Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 51 huruf a,b,c,d atau e.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    25/47

    21

    BAB III

    MANAJEMEN PENCEGAHAN

    Tanpa mempersoalkan apakah benar saat ini banyak terjadi malpraktek di

    Indonesia, maka cara menyikapi isu malpraktek haruslah bersifat komprehensif

    dan prospektif. Komprehensif berarti menanganinya secara menyeluruh, baik

    yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Prospektif berarti

    menangani isu malpraktek dengan paradigma baru menuju masa depan, yaitu

    paradigma keselamatan pasien (patient safety) dengan cara mengendalikan risiko

    (risk management).

    Promotif dilakukan dengan menyosialisasikan berbagai isu pengetahuan,

    peraturan perundang-undangan, prosedur dan lain-lain. Promosi dilakukan tidak

    hanya kepada masyarakat profesi medis, melainkan juga kepada masyarakat luas.

    Tujuan promosi adalah meningkatkan pemahaman, kewaspadaan dan kemampuan

    menemukan peristiwa atau sikap tindak yang potensial mengakibatkan cedera atau

    kerugian, dan kemudian membuat perencanaan dan tindakan korektif yang tepat

    sehingga tidak sampai terjadi cedera atau kerugian.

    Preventif berarti menyelenggarakan berbagai upaya untuk mencegah

    terjadinya risiko yang tidak perlu. Dalam tahap ini pelaksanaan etika kedokteran

    dan standar profesi pada tingkat individu profesional medis dan pelaksanaan good

    clinical governance dan risk management pada tingkat rumah sakit dapat

    dijadikan sasaran utamanya.

    Kuratif dan rehabilitatif berarti memulai dengan mendiagnosis penyebab

    terjadinya kelalaian medis, melakukan tindakan pengobatannya dan mengawasi

    pelaksanaan tindakan tersebut hingga betul-betul membawa hasil yang

    diharapkan. Dalam hal ini tindakan diagnosis untuk mengetahui penyebab

    terjadinya kelalaian medis dan bagaimana kekerapannya merupakan langkah

    pertama yang harus dilakukan.

    Bagi mereka yang terbukti melakukan malpraktek ataupun kelalaian medis

    haruslah memperoleh tindakan korektif yang sesuai dengan domainnya dan

    peraturan perundang-undangan yang diacunya. Dalam makalah ini selanjutnya

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    26/47

    22

    hanya akan dibahas pengaturan dan penanganan dugaan kelalaian medis dari sisi

    etik dan disiplin profesi kedokteran saja, sesuai dengan permintaan panitia.

    Dalam dua sampai tiga dekade terakhir dunia pelayanan kedokteran telah

    mulai menggunakan paradigma patient safety dalam upaya meningkatkan mutu

    pelayanan medis dan menekan risiko yang dihadapi pasien. Paradigma ini

    diberlakukan pada tingkat individu pemberi layanan, rumah sakit dan bahkan di

    tingkat wilayah atau nasional. Indonesia sebagai bagian dari dunia, dalam hal ini

    Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), mulai mencanangkan gerakan

    nasional patient safety. Gerakan ini mengutamakan kepada pembudayaan good

    clinical governancedan risk management.

    Keselamatan pasien diartikan sebagai penghindaran, pencegahan dan

    perbaikan terjadinya adverse events atau freedom from accidental injury.

    Keselamatan tidak terdapat pada diri individu, peralatan ataupun bagian

    (departemen, unit), melainkan muncul dari interaksi komponen-komponen dalam

    sistem. Berasal dari pemahaman ini muncullah konsep human factors yang

    mempelajari hubungan antar manusia, peralatan yang mereka gunakan dan

    lingkungan dimana mereka hidup dan bekerja.

    Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ), dalam rangka

    memaksimalkanpatient safety, menyatakan bahwa terdapat beberapa elemen yang

    harus dilakukan oleh rumah sakit untuk mencegah medical errors, yaitu:

    1. Mengubah budaya organisasi ke arah budaya yang berorientasi kepada

    keselamatan pasien. Perubahan ini terutama ditujukan kepada seluruh sistem

    sumber daya manusia dari sejak perekrutan (kredensial), supervisi dan

    disiplin. Rasa malu dalam melaporkan suatu kesalahan dan kebiasaan

    menghukum pelakunya harus dikikis habis agar staf rumah sakit dengan

    sukarela melaporkan kesalahan kepada manajemen (dan atau komite medis),

    sehingga pada akhirnya dapat diambil langkah-langkah pencegahan kejadian

    serupa di kemudian hari.

    2. Melibatkan pimpinan kunci di dalam program keselamatan pasien, dalam hal

    ini manajemen dan komite medik serta tokoh-tokoh terkemuka di rumah

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    27/47

    23

    sakit. Komitmen pimpinan dibutuhkan dalam menjalankan program-program

    manajemen risiko, termasuk ronde rutin bersama ke unit-unit klinik.

    3. Mendidik para profesional di rumah sakit di bidang pemahamannya tentang

    keselamatan pasien dan bagaimana mengidentifikasi errors, serta upaya-

    upaya meningkatkan keselamatan pasien.

    4. Mendirikan Komisi Keselamatan Pasien di rumah sakit yang beranggotakan

    staf interdisiplin dan bertugas mengevaluasi laporan-laporan yang masuk,

    mengidentifikasi petunjuk adanya kesalahan, mengidentifikasi dan

    mengembangkan langkah koreksinya.

    5.

    Mengembangkan dan mengadopsi Protokol dan Prosedur yang aman.

    6. Memantau dengan hati-hati penggunaan alat-alat medis agar tidak

    menimbulkan kesalahan baru.

    Elemen-elemen di atas diterapkan bersama-sama dengan menerapkan clinical

    governance yang memastikan akuntabilitas layanan dan manajemen risiko yang

    bertujuan mengurangi atau menyingkirkan risiko.

    Clinical governancediartikan sebagai a framework through which NHS

    organizations are accountable for continously improving the quality of their

    services and safeguarding high standards of care by creating an environment in

    which excellence in clinical care will flourish. Upaya ini memerlukan 3

    komponen penting, yaitu pencegahan kegagalan atau kesalahan layanan, belajar

    dari pengalaman yang baik dan perubahan organisasi kesehatan ke arah suasana

    yang kondusif.

    Sementara itu, dalam bidang kesehatan dan keselamatan, manajemen risiko

    lebih diartikan sebagai pengendalian risiko salah satu pihak (pasien atau

    masyarakat) oleh pihak yang lain (pemberi layanan). Sedangkan di dalam suatu

    komunitas pemberi layanan kesehatan itu sendiri, yaitu pengelola rumah sakit dan

    para dokternya, harus diartikan sebagai suatu upaya kerjasama berbagai pihak

    untuk mengendalikan risiko bersama.

    The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations

    (JCAHO) memberikan pengertian manajemen risiko sebagai aktivitas klinik dan

    administratif yang dilakukan oleh rumah sakit (HO) untuk melakukan identifikasi,

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    28/47

    24

    evaluasi dan pengurangan risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien,

    personil, pengunjung dan rumah sakit itu sendiri.

    Kegiatan tersebut meliputi identifikasi risiko hukum (legal risk),

    memprioritaskan risiko yang teridentifikasi, menentukan respons rumah sakit

    terhadap risiko, mengelola suatu kasus risiko dengan tujuan meminimalkan

    kerugian (risk control), membangun upaya pencegahan risiko yang efektif, dan

    mengelola pembiayaan risiko yang adekuat (risk financing).

    Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis

    karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu

    bertindak hati-hati, yakni:

    a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena

    perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan

    berhasil (resultaat verbintenis).

    b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.

    c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

    d.

    Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.

    e.

    Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala

    kebutuhannya.

    f.

    Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat

    sekitarnya.

    3.1 Usaha-usaha menghindari malpraktek

    Defensive Medicine

    Defensive medicine merupakan suatu alur praktek kedokteran yang

    ditujukan untuk menghindarkan kemungkinan ancaman tuntutan malpraktek

    dikemudian hari. Pertimbangan utama dalam praktek defensive medicine lebih

    untuk menghindarkan pertanggungjawaban hukum dibandingkan untuk

    kepentingan pasien.

    Hal yang sering melatarbelakangi tuntutan hukum malpraktek yang tidak

    tepat atau berlebihan adalah berkaitan keterbatasan informasi dan

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    29/47

    25

    kekurangpahaman mengenai aspek-aspek keputusan klinis (terutama terkait

    diagnosis dan terapi) dalam praktek kedokteran.

    Seorang dokter dapat menerapkan 2 tipe defensive medicine :

    1)

    Tipe I : untuk menurunkan risiko semaksimal mungkin terhadap kemungkinan

    tuntutan malpraktek, akan melakukan berbagai pemeriksaan medis secara

    berlebihan terhadap pasien yang ditanganinya (overtreatment) sehingga

    pembiayaan semakin tinggi.

    2)Tipe II : dokter tidak melakukan tes atau prosedur medis yang menguntungkan

    (undertreatment).

    Semua tindakan sesuai indikasi medis

    Pelayanan kesehatan, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

    kompetensi memiliki surat ijin tugas mengingat informed consent dan rekam

    medik serta rahasia jabatan atau rahasia kesehatan dari hasil pemeriksaan

    kesehatan. Pemeriksaan berdasarkan indikasi medis, standar pelayanan, protap

    pelayanan dengan memperhatikan dan menjelaskan berbagai resiko penyakit,

    keadaan pasien, dan tindakan kesehatan selanjutnya tenaga kesehatan harus

    menerapkan etika umum dan profesi dan bila tidak mungkin bisa ditangani yang

    bukan kompetensinya harus di rujuk atau diserahkan kepada tenaga kesehatan

    yang memiliki kompetensi.Prinsip-prinsip tersebut jika dijabarkan satu persatu

    antara lain :

    1. Tenaga kesehatan yang telah lulus pendidikan dengan memperoleh ijasah

    termasuk dalam PP No. 32 Tahun 1996.

    2. Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi hasil ujian

    3.

    Tenaga Kesehatan memiliki surat ijin praktek (SIP) dan Surat Tugas dari

    Direktur Rumah Sakit, Dinas Tenaga Kesehatan, Dekan (Pimpinan Pendidik),

    dan dari Pemerintah yang lainnya.

    4. Tiap menangani pasien harus ada ijin atau persetujuan tertulis atau lisan dari

    pihak pasien dan keluarganya.

    5. Dalam pelayanan kesehatan harus menerapkan standar pelayanan dan protap

    pelayanan kesehatan profesi yang dibuat oleh tenaga profesi. Ini biasanya

    dibuat SK oleh Direktur Rumah Sakit atau pimpinan Rumah Sakit setempat.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    30/47

    26

    6.

    Hasil pemeriksaan/pelayanan atau tindakan ditulis dicatat secara khusus oleh

    dokter yang melakukan tindakan atau pemeriksaan atau singkatnya ditulis

    yang disebut sebagai rekam medis/rekam rumah sakit.

    7.

    Point 4,5, dan 6 di atas harus dirahasiakan sesuai dengan peraturan PP No.10

    tahun 1966 dan Undang-undang kesehatan yang lain.

    8. Dalam menangani pasien atau tindakan harus berdasarkan indikasi medis dan

    kontra indikasi medis.

    9. Dalam menangani pasien harus menerangkan mengenai resiko, antara lain

    resiko keadaan pasien, resiko penyakitnya, dan resiko tindakan.

    10.

    Dalam komunikasi dengan pasien dan keluarga serta masyarakat harus

    menerapkan etika umum dan etika profesi dimana tenaga kesehatan tersebut

    bekerja.

    11.

    Kemungkinan dalam menangani pasien memperoleh kesulitan karena tidak

    kompetensinya sehingga harus dirujuk/dikirim/ dikonsultasikan kepada

    tenaga kesehatan yang kompeten atau dirujuk/dikirim ke rumah sakit sesuai

    dengan tingkat pelayanan yang lebih prima.

    12.

    Dalam pelayanan atau upaya kesehatan terjadi sesuatu yang menimbulkan

    sengketa atau tuntutan pasien dan keluarganya harus diselesaikan secara

    komunikasi yang sehat, secara kemanusiaan dan berdasarkan rambu-rambu

    aturan hukum kesehatan. Jangan menerapkan Undang-Undang diluar

    Undang-Undang Hukum Kesehatan.

    Bekerja sesuai standar profesi

    Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, Seorang dokter harus senantiasa

    berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

    yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran

    adalah yang sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia,

    kemampuan pasien, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama. ilmu

    kedokteran yang menyangkut segala pengetahuan dan keterampilan yang telah

    diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan dipupuk, sesuai dengan fitrah dan

    kemampuan dokter tersebut. Etika umum dan etika kedokteran harus diamalkan

    dalam melaksanakan profesi secara tulus ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    31/47

    27

    sesama manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata dan berbagai sifat lain

    yang terpuji, seimbang dengan martabat jabatan dokter.

    Standar Profesi Kedokteran yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter

    Indonesia (IDI) yaitu :

    1. Standar keterampilan

    a. Keterampilan kedaruratan medik; merupakan sikap yang diambil oleh

    seorang dokter dalam menjalankan profesinya dengan sarana yang sesuai

    dengan standar ditempat prakteknya. Bilamana tindakan yang dilakukan

    tidak berhasil, penderitan perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan yang lebih

    lengkap.

    b. Keterampilan umum; meliputi penanggulangan terhadap berbagai penyakit

    yang tercantum dalam kurikulum inti pendidikan dokter Indonesia.

    1.

    Standar sarana; meliputi segala sarana yang diperlukan untuk berhasilnya

    profesi dokter dalam melayani penderita dan pada dasarnya dibagi 2 bagian,

    yakni:

    a.

    Sarana Medis; meliputi sarana alat-alat medis dan obat-obatan.

    b.

    Sarana Non Medis; meliputi tempat dan peralatan lainnya yang diperlukan

    oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya.

    3. Standar perilaku; yang didasarkan pada sumpah dokter dan pedoman Kode Etik

    Kedokteran Indonesia, meliputi perilaku dokter dalam hubungannya dengan

    penderita dan hubungannya dengan dokter lainnya, yaitu :

    a.

    Pasien harus diperlakukan secara manusiawi.

    b. Semua pasien diperlakukan sama.

    c.

    Semua keluhan pasien diusahakan agar dapat diperiksa secara menyeluruh.

    d.

    Pada pemeriksaan pertama diusahakan untuk memeriksa secara

    menyeluruh.

    e. Pada pemeriksaan ulangan diperiksa menurut indikasinya.

    f. Penentuan uang jasa dokter diusahakan agar tidak memberatkan pasien.

    g. Dalam ruang praktek tidak boleh ditulis tarif dokter.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    32/47

    28

    h.

    Untuk pemeriksaan pasien wanita sebaiknya agar keluarganya disuruh

    masuk ke dalam ruang praktek atau disaksikan oleh perawat, kecuali bila

    dokternya wanita.

    i.

    Dokter tidak boleh melakukan perzinahan didalam ruang praktek,

    melakukan abortus, kecanduan dan alkoholisme.

    4. Standar catatan medik

    Pada semua penderita sebaiknya dibuat catatan medik yang didalamnya

    dicantumkan identitas penderita, alamat, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis,

    terapi dan obat yang menimbulkan alergi terhadap pasien.

    Membuat informed consent

    Secara harfiah informedterkait dengan informasi atau penjelasan sedangkan

    consent artinya persetujuan, atau lebih tajam lagi, izin. Dapat disimpulkan

    bahwa informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien (atau keluarga

    yang berhak) kepada dokter untuk melakukan tindakan medis atas dirinya, seperti

    pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan diagnosis,

    memberi obat, melakukan suntikan, menolong bersalin, melakukan pembiusan,

    melakukan pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika terjadi kesulitan, dan

    sebagainya. Setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan diberikan

    informasi atau penjelasan yang lengkap tentang tindakan itu. Mendapat penjelasan

    lengkap itu adalah salah satu hak pasien yang diakui oleh undang-undang

    sehingga dengan kata lain informed consent adalah Persetujuan Setelah

    Penjelasan. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun

    1989, Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien

    atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan

    dilakukan terhadap pasien tersebut.

    Jadi informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga

    yang berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien, seperti

    Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik

    yang kuat. MenurutAmerican College of Physicians Ethics Manual, pasien harus

    mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil

    keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    33/47

    29

    informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai

    kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban

    atas pertanyaan pasien. Suatu informed consent harus meliputi :

    1.

    Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan

    penyakitnya

    2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa

    besar kemungkinan keberhasilannya

    3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat

    apabila penyakit tidak diobati

    4.

    Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak

    terapi

    5. Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi

    dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang

    dilakukan.

    Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :

    1.Implied Consent (dianggap diberikan)

    Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter

    dapat menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang

    diberikan/dilakukan pasien. Demikian pula pada kasus emergency sedangkan

    dokter memerlukan tindakan segera sementara pasien dalam keadaan tidak bisa

    memberikan persetujuan dan keluarganya tidak ada ditempat, maka dokter

    dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter.

    2.Expressed Consent (dinyatakan)

    Dapat dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan medis yang

    bersifat invasif dan mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan

    persetujuan secara tertulis, atau yang secara umum dikenal di rumah sakit

    sebagai surat izin operasi.

    Hakikat informed consent mengandung 2 (dua) unsur penting yaitu :

    1. Informasi yang diberikan oleh dokter.

    2. Persetujuan yang diberikan oleh pasien.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    34/47

    30

    Sehingga persetujuan yang diberikan oleh pasien memerlukan beberapa masukan

    sebagai berikut :

    1. Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan

    medis tertentu (masih berupa upaya percobaan).

    2. Deskripsi tentang efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tidak

    diinginkan yang mungkin timbul.

    3. Deskripsi tentang keuntungan-keuntungan yang dapat diantisipasi untuk

    pasien.

    4. Penjelasan tentang perkiraan lamanya prosedur atau terapi atau tindakan

    berlangsung.

    5. Deskripsi tentang hak pasien untuk menarik kembali consent tanpa adanya

    prasangka mengenai hubungannya dengan dokter dan lembaganya.

    6.

    Prognosis tentang kondisi medis pasien bila ia menolak tindakan medis

    tersebut.

    Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter

    dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter

    terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan

    lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir informed

    consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah

    disepakati sebelumnya.

    Dalam keadaan gawat darurat informed consent tetap merupakan hal yang

    paling penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling

    utama adalah tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun

    informed consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi

    pelaksanaan emergency care sebab dalam keadaan kritis dimana dokter berpacu

    dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan sampai pasien

    benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta memberikan

    keputusannya. Dokter juga tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu

    kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian

    tidak menyetujui tindakan dokter, maka berdasarkan doctrine ofnecessity, dokter

    tetap harus melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam PerMenKes

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    35/47

    31

    Nomor 585/PerMenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa

    dalam keadaan emergency tidak diperlukan informed consent.

    Ketiadaan informed consent dapat menyebabkan tindakan malpraktek

    dokter, khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya.

    Hukum yang umum diberbagai negaramenyatakan bahwa akibat dari ketiadaan

    informed consent setara dengan kelalaian atau keteledoran. Akan tetapi, dalam

    beberapa hal, ketiadaan informed consent tersebut setara dengan perbuatan

    kesengajaan, sehingga derajat kesalahan dokter pelaku tindakan tersebut lebih

    tinggi. Tindakan malpraktek dokter yang dianggap setara dengan kesengajaan

    adalah sebagai berikut :

    1. Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi

    dokter tetap melakukan tindakan tersebut.

    2.

    Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang risiko dan

    akibat dari tindakan medis yang diambilnya.

    3. Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan risiko dan akibat dari tindakan

    medis yang diambilnya.

    4.

    Informed consent diberikan terhadap prosedur medis yang berbeda secara

    substansial dengan yang dilakukan oleh dokter.

    Mencatat semua tindakan yang dilakukan

    Penyedia layanan kesehatan bertanggung jawab atas mutu pelayanan medik

    di rumah sakit yang diberikan kepada pasien. Rekam Medis sangat penting dalam

    mengemban mutu pelayanan medik yang diberikan oleh rumah sakit beserta staf

    mediknya. Rekam Medis merupakan milik rumah sakit yang harus dipelihara

    karena bermanfaat bagi pasien, dokter maupun bagi rumah sakit.

    Tanggung jawab utama akan kelengkapan rekam medis terletak pada dokter

    yang merawat. Tahap memperdulikan ada tidaknya bantuan yang diberikan

    kepadanya dalam melengkapi rekam medis oleh staf lain di rumah sakit. Dokter

    mengemban tanggung jawab terakhir akan kelengkapan dan kebenaran isi rekam

    medis. Data harus dipelajari kembali, dikoreksi dan ditanda tangani juga oleh

    dokter yang merawat. Pada saat ini banyak rumah sakit menyediakan staf bagi

    dokter untuk melengkapi rekam medis. Namun demikian tanggung jawab utama

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    36/47

    32

    dari isi rekam medis tetap berada pada dokter yang bertanggung jawab. Nilai

    ilmiah dari sebuah rekam medis adalah sesuai dengan taraf pengobatan dan

    perawatan yang tercatat. Oleh karena itu ditinjau dari beberapa segi rekam medis

    sangat bernilai penting karena :

    1. Pertama bagi pasien, untuk kepentingan penyakitnya dimasa sekarang

    maupun di masa yang akan datang.

    2. Kedua dapat melindungi rumah sakit maupun dokter dalam segi hokum

    (medikolegal). Bila mana rekam medis tidak lengkap dan tidak benar maka

    kemungkinan akan merugikan bagi pasien, rumah sakit maupun dokter

    sendiri.

    3. Ketiga dapat dipergunakan untuk meneliti medik maupun administratif.

    Personil rekam medis hanya dapat mempergunakan data yang diberikan

    kepadanya. Bilamana diagnosanya tidak benar dan tidak lengkap maka kode

    penyakitnyapun tidak tepat, sehingga indeks penyakit mencerminkan

    kekurangan. Hal ini berakibat riset akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu

    data statistik dan laporan hanya dapat secermat informasi dasar yang benar.

    Rekam medis harus memuat isi sebagai berikut :

    1. Semua diagnosis ditulis dengan benar pada lembaran masuk dan keluar,

    sesuai dengan istilah terminologi yang dipergunakan, semua diagnosa serta

    tindakan pembedahan yang dilakukan harus dicatat Simbol dan singkatan

    jangan dipergunakan.

    2.

    Dokter yang merawat menulis tanggal dan tanda tangannya pada sebuah

    catatan, serta telah menandatangani juga catatan yang ditulis oleh dokter lain

    Pada rumah Sakit Pendidikan, yaitu : Riwayat Penyakit, Pemeriksaan fisik

    dan resume Lembaran lingkaran masuk dan keluar tidak cukup apabila hanya

    ditanda tangani oleh seorang dokter.

    3. Bahwa laporan riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik dalam keadaan

    lengkap dan berisi semua data penemuan baik yang positif maupun negatif.

    4. Catatan perkembangan, memberikan gambaran kronologis dan analisa klinis

    keadaan pasien. Frekwensi catatan ditentukan oleh keadaan pasien.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    37/47

    33

    5.

    Hasil Laboratorium dan X-Ray dicatat dicantumkan tanggalnya serta ditanda

    tangani oleh pemeriksa.

    6. Semua tindakan pengobatan medik ataupun tindakan pembedahan harus itulis

    dicantumkan tanggal, serta ditanda tangani oleh dokter.

    7. Semua konsultasi yang dilaksanakan harus sesuai dengan peraturan staf

    medik harus dicatat secara lengkap serta ditanda tangani Hasil konsultasi,

    mencakup penemuan konsulen pada pemeriksaan fisik terhadap pasien

    termasuk juga pendapat dan rekomendasinya.

    8. Pada kasus observasi, catatan prenatal dan persalinan dicatat secara lengkap,

    mencakup hasil tes dan semua pemeriksaaan pada saat prenatal sampai masuk

    rumah sakit. Jalannya persalinan dan kelahirannya sejak pasien masuk rumah

    sakit, jugavharus dicatat secara lengkap.

    9.

    Catatan perawat dan catatan prenatal rumah sakityang lain tentang Observasi

    &vPengobatan yang diberikan harus lengkap catatan ini harus diberi cap dan

    tandavtangan.

    10.

    Resume telah ditulis pada saat pasien pulang Resume harus berisi ringkasan

    tentang penemuan, dan kejadian penting selama pasien dirawat, keadaan

    waktu pulang saran dan rencana pengobatan selanjutnya.

    11.

    Bila otopsi dilakukan, diagnosa sementara / diagnosa anatomi, dicatat segera

    (dalam waktu kurang dari 72 jam ) : keterangan yang lengkap harus dibuat

    dan digabungkan dengan rekam medis

    12.

    Analisa kualitatif oleh personel medis untuk mengevaluasi kualitas

    pencatatan yang dilakukan oleh dokter untuk mengevaluasi mutu pelayanan

    medik. Pertanggungjawaban untuk mengevaluasi mutu pelayanan medik

    terletak pada dokter yang bertanggung jawab.

    Berikut pasal yang mengatur mengenai rekam medis :

    Pasal 46

    1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran

    wajib membuat rekam medis.

    2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera

    dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    38/47

    34

    3)

    Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan

    petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

    Pasal 47

    1)

    Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan

    milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi

    rekam medis merupakan milik pasien.

    2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan

    dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana

    pelayanan kesehatan.

    3)

    Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

    Apabila ragu-ragu konsultasikan dengan konsulen

    Apabila saat akan melakukan tindakan terhadap pasien, dokter yang

    melaksanakan tindakan dapat berkonsultasi dengan dokter penanggung jawab

    pasien (DPJP). Pada saat emergency, dokter berhak melakukan upaya

    penyelamatan nyawa pasien terlebih dahulu. Rekam Medis harus diberi data yang

    cukup terperinci, sehingga dokter lain dapat mengetahui bagaimana pengobatan

    dan perawatan kepada pasien dan konsulen dapat memberikan pendapat yang

    tepat setelah dia memeriksanya ataupun dokter yang bersangkutan dapat

    memperkirakan kembali keadaan pasien yang akan datang dari prosedur yang

    telah dilaksanakan.

    Memperlakukan pasien secara manusiawi

    Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kriteria paling utama bagi

    dokter yang baik bukanlah dokter yang pintar dengan keterampilan klinis yang

    baik, tetapi dokter yang memilikisense atau rasa kemanusiaan ketika berhadapan

    dengan pasien. Secara detail, studi itu menunjukkan bahwa ada empat aspek

    utama yang harus dimiliki seorang dokter, salah satunya adalah memiliki sense

    kemanusiaan (humanness). Dokter yang baik adah dokter yang menghargai dan

    merawat pasiennya secara manusia dan tidak menganggap mereka sebagai objek

    mencari keuntungan pribadi. Saat bertemu dengan pasien, dokter yang baik

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    39/47

    35

    memiliki niat dan komitmen untuk menolong pasien agar pasien dapat pulang ke

    rumahnya dengan rasa puas dan terbebas dari rasa sakit.

    Dokter yang baik akan memerlakukan pasiennya secara manusiawi dan

    profesional. Mereka mendengarkan keluhan pasien dengan cermat, tidak

    menginterupsi keluhan mereka, seta memiliki rasa empati dengan penyakit yang

    diderita oleh mereka. Dokter yang baik tidak memeriksa pasien secara tergesa-

    gesa sekedar karena ingin cepat-cepat menyelesaikan konsultasi dan memanggil

    pasienberikutnya. Dengan memiliki sensekemanusiaan yang tinggi, dokter yang

    baik selalu menjaga kerahasiaan pasien dan tidak membiarkan orang lain

    mengetahui keluhan dan kondsi pasiennya. Dokter seperti ini melihat pasiennya

    sebagai manusia dan karena itu memperlakukan mereka secara manusiawi.

    Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga, dan masyarakat

    sekitar

    Menurut hukum perdata, hubungan profesional antara dokter dengan pasien dapat

    terjadi karena 2 hal, yaitu:

    1.

    Berdasarkan perjanjian (ius contractu)

    Kontrak berupa terapeutik secara sukarela antara dokter dengan pasie

    berdasarkan kehendak bebas. Tuntutan dapat dilakukan bila terjadi "wanprestasi",

    yakni pengingkaran terhadap hal yang diperjanjikan. Dasar tuntutan adalah tidak,

    terlambat, salah melakukan, ataupun melakukan sesuatu yang tidak boleh

    dilakukan menurut perjanjian itu.

    2.

    Berdasarkan hukum (ius delicto)

    Berlaku prinsip siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi.

    Rumusan perjanjian atau kontrak menurut hukum perdata ialah suatu tindakan

    atau perbuatan hukum yang dilakukan secara sukarela oleh dua orang atau lebih,

    yang bersepakat untuk memberikan "prestasi" satu kepada lainnya. Dalam

    hubungan antara dokter dengan pasien, timbul perikatan usaha

    (inspanningsverbintenis) dimana sang dokter berjanji memberikan "prestasi"

    berupa usaha penyembuhan yang sebaik-baiknya dan pasien selain melakukan

    pembayaran, ia juga wajib memberikan informasi secara benar atau mematuhi

    nasihat dokter sebagai "kontra-prestasi". Disebut perikatan usaha karena

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    40/47

    36

    didasarkan atas kewajiban untuk berusaha. Dokter harus berusaha dengan segala

    daya agar usahanya dapat menyembuhkan penyakit pasien. Hal ini berbeda

    dengan kewajiban yang didasarkan karena hasil atau resultaatpada perikatan hasil

    (resultaatverbintenis), dimana prestasi yang diberikan dokter tidak diukur dengan

    apa yang telah dihasilkannya, melainkan ia harus mengerahkan segala

    kemampuannya bagi pasien dengan penuh perhatian sesuai standar profesi medis.

    Selanjutnya dari hubungan hukum yang terjadi ini timbulah hak dan kewajiban

    bagi pasien dan dokter.

    3.2 Penanganan Terhadap Malpraktek:

    Cara Hukum Kesehatan Mengatasi Tindakan Malpraktek

    Sehubungan gugatan/tuntutan ada di bidang hukum, maka penulisan ini hanya

    hal-hal yang menyengkut tentang hukum. Seringkali, tenaga kesehatan karena

    rutinitas menjalankan pekerjaan yang diulang-ulang, menjadi kurang hati-hati.

    Kekurang hati-hatian ini, dapat berakibat fatal, karena kelalaian kecil saja dapat

    berakibat besar. Tenaga kesehatan dapat menggunakan beberapa ketentuan dari

    lembaga hukum yang dapat membantu tenaga kesehatan dalam mengurangi

    kemungkinan digugat/dituntut oleh pasien. Kemudian di luar dari itu terdapat

    beberapa hal yang perlu juga diperhatikan oleh tenaga kesehatan.

    a. Pemerintah melalui Permenkes no. 585/1989 telah menetapkan aturan tentang

    persetujuan tindakan medik dan di dalam UU No. 29/2004 tentang praktek

    kedokteran, juga diatur beberapa ketentuan tentang persetujuan tindakan

    medik. Tenaga kesehatan harus menggunakan lembar informed consent secara

    maksimal, pasien diberi informasi yang benar dan adekuat, kemudian pasien

    dalam memberikan persetujuan setelah benar-benar mengerti informasi yang

    diterima. Hal tersebut adalah salah satu cara untuk menghindarkan

    kesalahpahaman yang mungkin timbul.

    b. Selain informed consent, yang perlu dipenuhi dan menjadi keharusan pula

    untuk mencatat dengan benar dan rinci seluruh proses tindakan medik di dalam

    rekam medik. Serta berkas pemerikasaan penunjang pasien dikumpulkan

    dengan baik sehingga pada waktunya apabila ada gugatan/tuntutan dari pasien,

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    41/47

    37

    maka berkas rekam medik dapat digunakan sebagai alat bukti yang berisi

    proses tindakan medik.

    c. Tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan standar profesi medik, bertindak

    teliti dan hati-hati. Kemudian selalu menambah pengetahuan baik secara

    formal mau pun informal.

    d. Selain itu, perlu menghargai hak-hak pasien yang lainnya selain informasi,

    persetujuan, dan rekam medik, yaitu rahasia kedokteran dan mendapatkan

    second opinion.

    e. Hal lain yang perlu pula disiapkan oleh tenaga kesehatan adalah mengerti dan

    mengetahui tentang hukum pada umumnya, khususnya tentang hukum

    kesehatan. Mempelajari hukum secara formal tentunya paling baik, namun

    secara informal pun cukup.

    f.

    Akhirnya, kalau menghadap gugatan/tuntutan hukum, jangan bertindak sendiri,

    perlu kebijaksaaan dalam memilih siapa yang jadi pembela. Gugatan/tuntutan

    tidaklah mungkin dihadapi tenaga kesehatan tanpa bantuan pihak yang

    mengerti hukum.

    Cara Tim Kesehatan dalam Mengatasi Malpraktek:

    - Mentaati kode etik dan sumpah

    - Mentaati disiplin

    - Mentaati peraturan perundang undangan: umum (pidana, perdat,

    administrasi), khusus kesehatan (UU Kesehatan, UU Praktek Kedokteran)

    - Mempunyai SIP, STR,Sertifikasi

    - Melaksanakan standar profesi medis

    -

    Melaksanakan persetujuan tindakan medis (informed consent)

    - Membuat rekam medis (medical record)

    - Memegang rahasia kedokteran

    - Melakukan kendali mutu,kendali biaya (audit medis)

    - Melaksanakan hak dan kewajiban dokter pasien

    - Melakukan komunikasi yang baik dengan pasien

    - Tidak melakukan kesalahan atau kelalaian

    -

    Melaksanakan HAM

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    42/47

    38

    -

    Memiliki perlindungan asuransi

    - Memberikan kasih sayang pada pasien sebagaimana kita mengasihi diri

    sendiri, melayani pasien dan keluarganya dengan jujur, penuh rasa hormat.

    -

    Menggunakan pengetahuan untuk menetapkan diagnosa yang tepat dan

    melaksanakan intervensi yang diperlukan.

    - Mengutamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu

    tentang tindakan yang akan di lakukan atau kurang merespon perubahan

    kondisi pasien, didiskusikan bersama tim kesehatan, guna memberikan

    masukan yang diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.

    -

    Mengikuti perkembangan terbaru yang terjadi di lapangan dan bekerja

    berdasarkan pedoman yang berlaku.

    - Tidak melakukan tindakan yang belum kita kuasai.

    -

    Melakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Membiasakan bekerja

    berdasarkan kebijakan organisasi atau rumah sakit dan prosedur tindakan

    yang berlaku.

    -

    Pelimpahan tugas secara bijaksana dan menerima atau meminta orang lain

    menerima tanggungjawab yang tidak dapat kita tangani.

    3.3 Contoh kasus

    Kasus 1. Meninggal setelah operasi usus buntu

    Senin tanggal 27 Januari 2014 pukul 15.00 17.30 WITA, pasien berinisial A (

    19 tahun) menjalani operasi usus buntu oleh dokter ahli di Rumah Sakit Prayoga,

    Kendari. Menurut orang tua A, setelah menjalani operasi, anaknya merasa

    kesakitan dan perutnya membengkak, serta suhu badannya naik secara drastis.

    Kemudian dia menanyakan keluhan tersebut ke perawat penjaga dan dikatakan

    bahwa hal tersebut adalah hal yang biasa setelah operasi usus buntu. Setelah itu,

    seorang perawat jaga mendatangi pasien dan menyuntikan obat pada infus pasien

    tanpa memberitahukan kepada mereka tentang isi maupun kegunaan obat tersebut.

    Keesokan harinya (28 Januari 2014) pukul 11.30 WITA, pasien meninggal dunia.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    43/47

    39

    Analisa kasus :

    1.

    Keluhan yang timbul pada kasus di atas termasuk suatu risiko medis yang

    berupa reaksi peradangan. Pada umumnya, sebagai penanganan paska operasi

    diberikan obat obat seperti anti inflamasi yang juga dapat bekerja sebagai

    analgetik dan antibiotik profilaksis.

    2.

    Perawat jaga tidak menyampaikan kepada pihak keluarga tentang obat yang

    disuntikan ke infus sehingga pihak keluarga merasa tidak mendapatkan

    kejelasan tentang obat tersebut dan menimbulkan gambaran bahwa

    mendapatkan pelayanan yang buruk

    Kasus 2. Salah transfusi darah

    Pada Januari 2013, pasien berinisial S M berobat ke RSU Pringadi Medan dan

    didiagnosa dengan penyakit anemia dan bronkitis. Pasien kemudian mendapatkan

    transfusi darah golongan AB dan ternyata pasien memiliki golongan darah B.

    Setelah transfusi tersebut, pasien mengalami demam, lemas dan sampai lumpuh,bahkan kondisinya makin memburuk dan akhirnya beberapa hari kemudian pasien

    meninggal. Keluarga pasien kemudian melaporkan kasus tersebut secara perdata

    ke PN Medan menutut kerugian material Rp. 200 jt dan inmaterial Rp. 3,5 M

    kepada pihak tergugat yakni direktur RSU dr. Pringadi

    Analisa kasus :

    1. Kesalahan dalam pemberian transfusi darah dapat berakibat terjadinya lisis

    pada sel darah merah yang akan memperberat kerja ginjal dan akhirnya

    terjadi gagal ginjal

    2. Hal ini merupakan suatu bentuk kelalaian medik karena akibat tindakan

    tenaga kesehatan yang tidak hati hati mengakibatkan terjadinya kematian

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    44/47

    40

    BAB IV

    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    Malpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan

    standar profesi atau standar prosedur operasional. Kelalaian dalam praktek medik

    jika memenuhi beberapa unsur (1) duty atau kewajiban tenaga medis untuk

    melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan suatu tindakan tertentu

    terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang sama, (2) dereliction of the

    duty atau penyimpangan kewajiban tersebut, (3) damage atau kerugian yaitu

    segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari pelayanan

    kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan, (4) direct causal

    relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Sedangkan unsur

    pelanggaran displin yaitu pelanggaran meliputi negligence, malfeasance,

    misfeasance, lack of skill.

    Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya menghindari malpraktek

    seperti semua tindakan sesuai indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti,

    bekerja sesuai standar profesi, membuat informed consent, mencatat semua

    tindakan yang dilakukan (rekam medik), apabila ragu-ragu konsultasikan dengan

    senior, memperlakukan pasien secara manusiawi, menjalin komunikasi yang baik

    dengan pasien, keluarga, dan masyarakat sekitar. Selain itu juga diperlukan

    upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yaitu meningkatkan

    kualitas sumber daya, tenaga, peralatan, pelengkapan dan mateial yang diperlukan

    dengan menggunakan teknologi tinggi atau dengan kata lain meningkatkan input

    dan struktur, memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan

    dalam kegiatan pelayanan, hal ini berarti memperbaiki pelayanan kesehatan.

    4.2 Saran

    Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami

    tentang penjelasan mengenai malpraktek, unsur-unsur malpraktek, aspek hukum

    malpraktek, serta contoh kasus yang membedakan antara malpraktek atau bukan,

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    45/47

    41

    dan pemahaman standar profesi secara keseluruhan sehingga angka kejadian

    malpraktek yang dilakukan dokter dapat ditekan.

  • 8/10/2019 Referat Forensik Plus Dapus

    46/47

    42

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Taufani A. Tinjauan Yuridis Malpraktek Medis dalam Sistem Hukum di

    Indonesia: Universitas Sebelas Maret; 2011.

    2. Budianto A. Kasus Malpraktek Antara Penegakan Hukum dengan Rasa

    Keadilan Masyarakat. Medicinus. 2009;3(1).

    3. http://www.suarakendari.com/diduga-malpraktek-pasien-usus-buntu-

    meninggal-usai-dioperasi.html

    4. http://matatelinga.com/view/Berita-Sumut/6789/Sidang-Malpraktek-Rsu-dr-

    Pirngadi-Medan.html#.U1b3d85MiMI

    5. Chazawi A. Malpraktek Kedokteran. Malang: Bayu Media. 2007

    6. Irianto A. Analisis Yuridis Kebijakan Pertanggungjawaban Dokter dalam

    Malpraktek. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2006

    7. Hanafiah J. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran EGC.1999

    8.

    AHRQs patient safety initiative: Building Foundation, Reducing Risk

    (2004), chapter 2

    9. Balsamo RR and Brown MD. Risk Management. In: Sanbar SS, Gibofsky A,

    Firestone MH, LeBlang TR. (eds) Legal Medicine. Fourth ed, St Louis

    (Mosby), 1998.

    10. Sofwan Dahlan dan Eko Soponyono. Hukum Kedokteran. Universitas

    Diponegoro : 1994.

    11. Sofwan Dahlan. Ilmu Kedokteran Forensik : Pedoman Bagi Dokter dan

    Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang : 2007.

    12.

    Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta :Rineka

    Cipta.

    13. Suharto G. 2008. Aspek Medikolegal Prakt