pendahuluan - dapus

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.Namun, salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendidikan. Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat 1

description

pendahuluan dan dapus

Transcript of pendahuluan - dapus

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPersoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.Namun, salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendidikan.Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun. Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter.

1.2 Rumusan MasalahTerdapat empat masalah yang dibahas dalam karya tulis ini. Masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut.1. Apa pengertian dan tujuan pendidikan karakter?2. Apasaja nilai nilai yang terdapat pada pendidikan karakter?3. Apasaja metode yang dapat digunakan untuk mencapai pendidikan karakter?4. Apa saja bentuk implementasi pendidikan karakter dalam budaya di Indonesia?

1.3 TujuanSesuai dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut.1. Menjelaskan pengertian dan tujuan pendidikan karakter.2. Menjelaskan nilai nilai yang terdapat pada pendidikan karakter.3. Menjelaskan metode yang dapat digunakan untuk mencapai pendidikan karakter.4. Menjelaskan bentuk implementasi pendidikan karakter dalam budaya di Indonesia.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Tujuan Pendidikan Karakter2.1.1 Pengertian Budaya, Pendidikan dan KarakterBudaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya (Sudrajat, 2013).Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal.Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan suatu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang (Ryan dan Karen, 1999).Wynne mengatakan bahwa ada dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk.Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia.Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral(Suyadi, 2012).2.1.2 Hubungan Moral dan KarakterDi dalam bukunya, Democracy and Education, John Dewey mengemukakan hubungan antara moral dan karakter, bahwa Masalah moral berhubungan dengan keutuhan karakter dan karakter yang utuh identik dengan seorang manusia dalam manifestasinya yang konkret. Moral dan kualitas sosial dalam perilaku manusia adalah identik satu sama lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai moral tercermin dalam karakter manusia.(Rukiyati, et al, 2014).Sebagaimana diungkapkan Plato, bahwa peradaban suatu bangsa sangatlah ditentukan oleh karakter masyarakatnya.Demikian pula Cicero, seorang filsuf Yunani menyatakan bahwa kesejahteraan suatu bangsa ditentukan oleh karakter warga negaranya.Dengan demikian kemajuan suatu bangsa sangatlah ditentukan oleh moral/karakter.Dan jika terjadi demoralisasi berarti bangsa tersebut sedang berada pada jurang kehancuran (Suyadi, 2012).Degradasi moral dan meningkatnya kekerasan mengindikasikan bahwa pendidikan belum sepenuhnya berhasil dalam membangun karakter peserta didik menjadi orang baik. Patut diduga salah satu sebabnya karena pendidikan nilai belum bersifat komprehensif, melainkan lebih bersifat kognitif (pengajaran nilai).Pendidikan sesungguhnya bertujuan untuk memanusiakan manusia. Ketika seorang anak manusia lahir ke dunia, ia dibekali dengan berbagai potensi yang harus diaktualisasikan. Proses aktualisasi potensi secara sengaja inilah yang merupakan proses pendidikan. Proses ini berlangsung sampai seorang anak mencapai kedewasaan. Kedewasaan diri dapat ditunjukkan juga dengan kepribadian yang matang yaitu kepribadian yang menunjukkan karakter diri sebagai manusia yang baik, manusia yang mengaktualisasikan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan dalam hidupnya (Rukiyati, et al, 2014).

2.1.3 Pengertian Pendidikan KarakterPendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda (Zuchdi, 2011).Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang.Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik(Sudrajat, 2013).Pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah.Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya.Membangun karakter memerlukan sebuah proses yang simultan dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh aspek knowing the good, loving the good, and acting the good. Bagaimana mereka diberi pengetahuan dan pemahaman akan nilai-nilai kebaikan yang universal (knowing the good) sehingga membentuk beliefs, tetapi tidak berhenti di situ saja, sistem yang ada juga berperan aktif mendukung dan mengkondisikan nilai-nilai kebaikan tersebut sehingga semua orang bersepakat menerima dan mencintai nilai-nilai tersebut sebagai sebuah kebaikan untuk dianut (loving the good). Setelah membentuk pemahaman dan sikap, ia akan melahirkan nilai tindakan-tindakan. Dengan penuh kesadaran mereka akan bertindak dengan nilai-nilai kebaikan (acting the good) yang dianut sebagai ekspresi martabat dan harga diri. Dan apabila nilai-nilai tersebut dilanggar berarti mereka telah kehilangan martabat dan harga diri, dan itu akan membuatnya tidak diterima oleh lingkungan (Suyadi, 2012).

2.1.4 Fungsi dan Tujuan Pendidikan KarakterFungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah: Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat Penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah: Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

2.2 Nilai Nilai Pendidikan KarakterPendidikan bisa dikatakan berkarakter apabila melibatkan berbagai macam komposisi nilai. Maka dari itu, dibutuhkan proses internalisasi nilai-nilai. Untuk itu diperlukan pembiasaan diri untuk masuk ke dalam hati agar tumbuh dari dalam. Nilai dianggap sebagai bagian dari kepribadian kelompok atau kepribadian bangsa yang bersifat mendalam dan stabil karena ia merupakan bagian dari kepribadian, bersifat evaluatif dan berakar pada yang dianut. Nilai mempresentasikan standar tingkah laku, keadilan, dan kebenaran yang sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Nilai berkaitan dengan agama, baik-buruk (estetika), sah-batal (hukum) dan menjadi keyakinan diri baik dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat. Secara detail pendidikan berkarakter memiliki nilai-nilai sebagai berikut :Nilai Keindahan. Nilai keindahan ditafsirkan terutama pada keindahan fisik, berupa hasil karya seni, patung, bangunan, sastra. Nilai keindahan dalam tataran yang lebih tinggi menyentuh dimensi interioritas atau bagian dalam manusia itu sendiri yakni hati dan jiwa yang menjadi penentu kualitas dirinya sebagai manusia (Lickona, 1992).Bangsa Indonesia sejak dahulu memiliki rasa seni yang tinggi. Ini dapat dilihat dari karya nenek moyang yaitu berupa bangunan relief seperti candi Borobudur. Candi Borobudur menjadi saksi nyata bahwa bahwa nilai keindahan dan religiusitas itu menyatu dalam kebudayaan di Indonesia. Pengembangan nilai-nilai keindahan bukan hanya merupakan sebuah proses berproduksi yaitu dalam arti menghasilkan sebuah obyek seni saja, namun juga mengembangkan dimensi interioritas manusia sebagai insan yang memiliki kesadaran religius yang kuat (Koesoma, 2007). Nilai Kerja. Jika ingin berbuat adil, manusia harus bekerja. Ini adalah prinsip utama keadilan. Penghargaan atas nilai kerja inilah yang menetukan kualitas seorang individu. Menjadi manusia utama adalah menjadi manusia yang bekerja. Untuk itu butuh kesabaran, ketekunan dan jerih payah. Jika lembaga pendidikan tidak menanamkan nilai kerja ini, individu yang terlibat didalamnya tidak akan dapat mengembangkan karakter dengan baik. Budaya tidak jujur seperti kegiatan mencontek, mencari bocoran soal, bertentangan atas nilai kerja ini. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bekerja keras. Dinamika masyarakat kita yang sebagian besar adalah petani membuktikan adanya etos kerja (Sudibyo et al., 2013).Nilai Cinta Tanah Air. Pemahaman dan penghayatan nilai ini banyak bersumber dari gagasan keutamaan yang diungkapkan oleh Tirteo bahwa ideal kepahlawanan adalah cinta tanah air dan menyerambahi semangat ini dalam diri seluruh warga, apa yang ingin ia ciptakan adalah sebuah rakyat, negara dan warganya adalah pahlawan karena hanya dengan pemikiran inilah tujuan yang bermakna bagi semua warga negara itu tercapai yaitu mengorbankan dirinya untuk kebaikan yang lebih tinggi (Sudrajat, 2010).Cinta tanah air merupakan cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Meskipun masyarakat Indonesia semakin global, rasa cinta tanah air tetap diperlukan, sebab tanah air adalah tempat berpijak bagi individu secara kultural dan historis. Pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai patriotisme secara mendalam tetaplah relevan (Koesoma, 2007).Nilai Demokrasi. Nilai demokrasi ini memberikan kesediaan berdialog, berunding, bersepakat, dan mengatasi permasalahan dan konflik dengan cara-cara damai, bukan dengan kekerasan, melainkan melalui sebuah dialog bagi pembentukan tata masyarakat yang lebih baik. Kemampuan berunding dalam menengahi konflik, mengutamakan dialog daripada kekerasan senjata. Oleh karena itu, nilai-nilai demokrasi senantiasa menjadi agenda besar pendidikan nilai dalam kerangka pendidikan karakter. Sebab, nilai-nilai inilah yang mempertemukan secara dialogis berbagai macam perbedaan yang ada dalam masyarakat sampai mereka mampu membuat kesepakatan dan konsensus atas hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bersama (Mulyo, 2009).Kebebasan berpikir dan menyampaikan pendapat. Nilai-nilai ini merupakan harga mati bagi sebuah masyarakat yang demokratis. Kehidupan sosial menjadi lebih baik dan beradab ketika terdapat kebebasan untuk berpikir dan menyampaikan pendapat. Dua hal inilah yang menimbulkan sikap kritis. Sikap kritis menjaga dinamika masyarakat agar tetap stabil dan terarah dalam menggapai cita-citanya (Koesoma, 2007). Nilai Kesatuan. Dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia, nilai kesatuan ini menjadi dasar pendirian bangsa ini. Apa yang tertulis dalam sila ke 3 Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia, tidak akan dapat dipertahankan jika setiap individu yang menjadi warga Indonesia tidak dapat menghormati perbedaan dan pluralitas yang ada dalam masyarakat kita. Usulan Moh Hatta agar tujuh kata dalam Piagam Jakarta berkaitan dengan kewajiban menjalankanSyariat Islam bagi pemeluknya dihapus merupakan sebuah ekspresi penting dari nilai kesatuan ini. Hatta menyadari bahwa pluralitas di negeri ini tidak memungkinkan diterapkannya pendekatan dari agama tertentu untuk dicantumkan menjadi dasar negara (Sudibyo et al., 2013).Nilai Moral. Menghidupi nilai moral,nilai inilah yang oleh Socrates diartikan sebagai sebuah panggilan untuk merawat jiwa. Jiwa inilah yang menentukan apakah seorang itu sebagai individu merupakan pribadi yang baik atau tidak. Maka, nilai-nilai moral ini sangatlah vital bagi sebuah pendidikan karakter. Tanpa menghormati nilai-nilai moral ini, pendidikan karakter akan bersifat superfisial. Nilai-nilai moral yang berguna dalam masyarakat kita tentunya akan semakin efektif jika nilai ideologi bangsa, yaitu nilai moral dalam pancasila menjadi jiwa bagi setiap pandidikan karakter. Sebab, pancasila merupakan dasar kita. Tanpa penghayatan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, bangsa kita berada di ambang kehancuran, dan masyarakat kita yang bhinneka tidak akan merasa sebagai satu kesatuan (Sudrajat, 2010).2.3 Metode Tercapainya Pendidikan KarakterMetode yang dapat digunakan untuk tercapainya pendidikan karakter adalah sebagai berikut: A. Metode PercakapanMetode percakapan (hiwar) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui Tanya jawab mengenai susatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki. Dalam proses pendidikan metode percakapan mempunyai dampak yang sangat mendalam terhadap jiwa pendengar atau pembaca yang mengikuti topik percakapan dengan seksama dan penuh perhatian.

B. Metode Qishah atau CeritaKisah sebagia metode pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi.

C. Metode PerumpamaanMetodeperumpamaaan baik digunakan dalam menanamkan karakter kepada peserta didik. Cara penggunaan metode ini adalah dengan berceramah ( berkisah atau menbacakan kisah), atau membacakan teks.

D. Metode KeteladananDalam penanaman karakter keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien, karena peserta didik pada umumnya cenderung meneladani (meniru) guru atau pendidiknya. Hal ini karena secara psokologis peserta didik senaang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun ditiru oleh anak-anaknya, karena itu orang tua memberikan keteladanan yang baik kepada anak-anaknya.

E. Metode PembiasaanPembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatudapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini berintikan pengalaman, karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Inti kebiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan karena akanmenjadi kebiasaan yang melekat dan sponran, agar kegiatan ini dapat dilakukan dalam setiap pekerjaaan. Menurutt para pakar metode ini sangat efektif dalamrangka pembinaan karakter dan kepribadian anak. Orang tua membiasakananak-anaknya untuk bangun pagi, maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan .

2.4 Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Budaya di Indonesia2.4.1 Strategi Implementasi Pendidikan KarakterPendidikan karakter dapat diimplemetasikan melalui beberapa strategi dan pendekatan yang meliputi:a. Pengintegrasian nilai dan etika pada mata pelajaranb. Internalisasi nilai positif yang di tanamkan oleh semua warga sekolah (warga sekolah, guru, dan orang tua)c. Pembiasaan dan latihand. Pemberian contoh dan teladane. Penciptaan suasana berkarakter di sekolah/di lembaga pendidikan formal maupun non formalf. Pembudayaan.Menurut Agus Zaenul Fitri 2011, strategi pembelajaran pendidikan karakter dapat dilihat dalam empat bentuk intregrasi, yaitu: 1) Integrasi dalam mata pelajaranPelaksanaan pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam penyusunan silabus dan indikator yang merujuk pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam KTSP. Berikut merupakan salah satu contoh integrasi ke dalam mata pelajaran Pendidikan Agama:a) Bersalaman dengan mencium tangan guru untuk memunculkan rasa hormat dan tawadhu kepada guru.b) Penanaman sikap disiplin dan syukur melalui shalat berjamaah pada waktunya.c) Penanaman nilai ikhlas dan pengorbanan melalui penyantunan terhadap anak yatim dan fakir miskin. 2) Integrasi melalui pembelajaran tematisPembelajaran tematis adalah pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan atau memadukan beberapa kompetensi dasar dan indikator dari beberapa mata pelajaran untuk dikemas dalam satu kesatuan.Pembelajaran tematis dapat dikembangkan melalui:a) Pemetaan kompetensi untuk memperoleh gambaran kompreherensif dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang di padukan dalam tema yang dipilih.b) Identifikasi dan analisis untuk setiap standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang cocok untuk setiap tema.c) Menetapkan jaringan tema, menghubungkan KD dan indikator dengan tema sehingga akan tampak kaitan antar tema, kompetensi dasar, dan indikator.d) Penyusunan silabus. Silabus tematik sudah di masukkan pendidikan karakter yang akan di ajarkan pada siswa.e) Penyusunan RPP pendidikan karakter 3) Integrasi melalui pembiasaanMenurut Agus Zainul Fitri 2011, pengkondisian dan pembiasaan untuk mengembangkan karakter dapat dilakukan dengan cara:a) Mengucapkan salam saat mengawali belajar mengajarb) Berdoa sebelum memulai pekerjaan untuk menanamkan nilai syukur.c) Pembiasaan pemberian kesempatan kepada orang lain untuk berbicara sampai selesai sebelum memberikan komentar.d) Pembiasaan angkat tangan bila hendak bertanya, menjawab. Bependapat dan hanya berbicara setelah di persilahkan.e) Pembiasaan bersalaman saat bertemu guru.f) Melaksanakan sholat berjamaah di sekolah. 4) Intergrasi melalui kegiatan ekstra kurikulera) PramukaSiswa dilatih dan di bina untuk mengembangkan diri dan meningkatkan hampir semua karakter misalnya: melatih disiplin, jujur, menghargai waktu, tenggang rasa dll.b) Palang merah remajaMenumbuhkan rasa kepedulian kepada sesama juga melatih percakapan sosial dan jiwa sosial.c) Olahraga Mengajarkan nilai sportifitas dalam bermain menang ataupun kalah bukan menjadi tujuan utama melainkan nilai kerja keras dan semangat juang yang tinggi.d) Kaya wisataPembelajaran di luar kelas yang langsung melihat realitas sebagai bahan pengayaanpeserta didik dalam belajar melalui kunjungan ke tempat tertentu.e) OutbondAktivitas di luar kelas dengan menekankan aktivitas fisik yang penuh tantangan dan petualangan.

2.4.2 Langkah Langkah Pendidikan KarakterAda lima langkah yang bisa ditempuh untuk pendidikan karakter, yaitu:1. Merancang dan merumuskan karakter yang ingin dibelajarkan pada siswa.2. Menyiapkan sumber daya dan lingkungan yang dapat mendukung program pendidikan karakter melalui integrasi mata pelajaran dengan indikator karakter yang akan dibelajarkan, pengelolaan suasana kelas berkarakter, dan menyiapkan lingkungan sekolah yang sesuai dengan karakter yang ingin dibelajarkan di sekolah.3. Meminta komitmen bersama (kepala sekolah, guru, karyawan, dan wali murid) untuk bersama-sama ikut melaksanakan program pendidikan karakter serta mengawasinya. 4. Melaksanakan pendidikan karakter secara kontinu dan konsisten.. 5. Melakukan evaluasi terhadap program yang sudah dan sedang berjalan. Apabila dalam proses tersebut diketahui ada penyimpangan dan pelanggaran norma dan etika, pihak sekolah maupun wali murid dapat meminta pertanggungjawaban berdasarkan komitmen awal yang telah disepakati bersama.

2.4.3 Tahap Tahap Pembentukan KarakterMembentuk karakter pada diri anak memerlukan suatu tahapan yang dirancang secara sistematis dan berkelanjutan.Sebagai individu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat suka meniru tanpa mempertimbangkan baik atau buruk. Hal ini didorong oleh rasa ingin tahu dan ingin mencoba sesuatu yang diminati, yang kadangkala muncul secara spontan.Sikap jujur yang menunjukkan kepolosan seorang anak tanpa beban menyebabkan anak selalu ingin tampil riang dan dapat bergerak dan beraktivitas secara bebas. Dalam aktivitas ini anak cenderung menunjukkan sifat ke-aku-annya.Akhirnya, sifat unik menunjukkan bahwa anak merupakan sosok individu yang kompleks yang memiliki perbedaan dengan individu lainnya.Anak akan melihat dan meniru apa yang ada disekitarnya, bahkan apabila hal itu sangat melekat pada diri anak akan tersimpan dalam memori jangka panjang (Long Term Memory). Apabila yang tersimpan adalah hal yang positif (baik), maka akan menghasilkan perilaku yang konstruktif. Namun, apabila yang tersimpan adalah sesuatu yang negatif (buruk), akan dihasilkan di kemudian hari hal-hal yang destruktif.Anak (peserta didik) apabila akan melakukan sesuatu (baik atau buruk) selalu diawali dengan proses melihat, mengamati, meniru, mengingat, menyimpan kemudian mengeluarkan kembali menjadi perilaku sesuai dengan ingatan yang tersimpan di otaknya. Oleh karena itu, untuk membentuk karakter pada anak, harus dirancang dan diupayakan penciptaan lingkungan kelas dan sekolah yang betul-betul mendukung program pendidikan karakter tersebut.Pemahaman guru tentang karakteristik anak akan bermanfaat dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan anak. Anak pada usia sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa. Sebagian besar dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya. Oleh karena itu, sebaliknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka juga perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi, dan kasih sayang. Berta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak. Orangtua sering menunjukkan minat minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak. Beri kesempatan kepada anak untuk mengamati, mengenal, dan mendapatkan pengalaman dalam banyak hal. Berikan kesempatan dan doronglah anak untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri. Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku. Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya. Kagumilah apa yang dilakukan oleh anak. Sebaliknya, apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.Umumnya guru mempunyai kecenderungan memperlukan anak didiknya sebagai anak yang memiliki kemampuan rata-rata. Perbedaan yang ada diantara anak-anak disebabkan oleh faktor budaya, bahasa, kelas sosial-ekonomi, dan perbedaan atau kelainan yang ditemukan. 1. Perbedaan BudayaBudaya adalah sejumlah sikap dan tingkah laku yang telah dipelajari oleh sekolompok manusia.Setiap kelompok manusia di dalam suatu masyarakat mempunyai nilai budaya yang khas sifatnya. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan masing-masing suku bangsa dengan yang lain tetap memiliki perbedaan. Guru harus peka terhadap kondisi murid-murid yang mungkin berasal dari budaya yang berbeda. Anak yang berada dalam budaya yang sama akan mengembangkan ketrampilan bersosialisasi dengan lebih baik. Sebaliknya, bila berada dalam lingkungan yang berbeda, anak akan lebih baik dalam ketrampilan intelektualnya. 2. Perbedaan BahasaApabila anak berbeda budayanya seringkali antarmereka juga memiliki penguasaan bahasa yang dipergunakan secara berbeda pula. Mungkin seorang anakan akan menjadi malu atau terhambat sosialisasinya yang disebabkan kemampuan berbahasa yang berbeda. Guru sebaiknya peka terhadap kondisi tersebut. 3. Perbedaan Kelas Sosial-EkonomiPerbedaan kelas social - ekonomi seringkali mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam prestasi akademik.Dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada perbedaan yang berarti dalam tugas intelektual dan akademik antara anak yang berasal dari keluarga yang kurang beruntung dibandingkan dengan yang lebih beruntung.Hunt (1961) yakin bahwa perbedaan tersebut diatas bukan diakibatkan faktor bawaan dan pengaruh lingkungan dapat memperbaiki kondisi anak.

2.4.4 Pembentukan Karakter Melalui PembudayaanPerubahan budaya dan komunikasi yang sangat cepat dan berimplikasi pada berubahan karakter itu sendiri.Karena yang banyak dipengaruhi nilai dan etika bagi seseorang tidaklah statis, tetapi selalu berubah. Setiap orang akan menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangan saat itu. Oleh karena itu, system nilai yang dimiliki seseorang bisa dibina dan diarahkan. Apabila seseorang menganggap nilai agama adalah atas segalanya, nilai-nilai yang lain akan bergantung kepada nilai-nilai itu. Dengan demikian, sikap sesorang akan bergantung pada system nilai yang dianggapnya paling benar dan kemudian sikap itu yang mengendalikan perilaku orang tersebut.Untuk membangun budaya dalam rangka membentuk karakter pada siswa, langkah yang perlu dilakukan adalah menciptakan suasana yang berkarakter (penuh dengan nilai-nilai) terlebih dahulu.Penciptaan suasana berkarakter sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tempat model itu ditetapkan beserta penerapan nilai yang mendasarinya.Pertama, penciptaan budaya berkarakter yang bersifat vertical (ilahiah). Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk hubungan dengan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, melalui peningkatan secara kuantitas maupun kualitas kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah yang bersifat ubudiyah, seperti sholat berjamaah, puasa Senin dan Kamis, membaca Al-Quran, doa bersama, dan lain sebagainya.Kedua, penciptaan budaya berkarakter yang bersifat horizontal (insaniah). Yaitu, lebih mendudukkan sekolah sebagai intuisi social, yang apabila dilihat dari struktur hubungan antar manusianya, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hubungan, yaitu : (1) hubungan atasan-bawahan, (2) hubungan professional, (3) hubungan sederajat atau sukarela yang didasarkan pada nilai-nilai positif, seperti persaudaraan, kedermawanan, kejujuran, saling menghormati, dan sebagainya.Pengembangan pendidikan dalam mewujudkan budaya berkarakter di sekolah yang bersifat di sekolah yang bersifat horizontal tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan pembiasaan, keteladanan, dan pendekatan persuatif atau mengajak kepada warga sekolah dengan cara halus, dengan memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakinkan mereka. Sikap kegiatannya berupa proaksi, yakni membuat aksi atau inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukan sendiri, dan membaca munculnya aksi-aksi agar dapat ikut memberi warna dan arah pada perkembangan nilai-nilai religiusitas di sekolah.Dapat pula berupa antisipasi, yakni tindakan aktif menciptakan situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan idealnya.Lebih detail, strategi pembentukan karakter positif dapat dilakukan melalui empat pendekatan berikut : 1. Pendekatan instruktif-struktural, yaitu strategi pembentukan karakter di sekolah sudah menjadi komitmen dan kebijakan pemimpin sekolah sehingga lahir berbagai peraturan atau kebijakan yang mendukung terhadap berbagai kegiatan berkarakter di sekolah beserta berbagai sarana dan prasarana pendukungnya termasuk dari sisi pembiasaan. 2. Pendekatan formal-kurikuler, yaitu strategi pembentukan karakter di sekolah dilakukan dalam pengintegrasian dan pengoptimalan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di semua mata pelajaran dan karakter yang dikembangkan. 3. Pendekatan mekanik-fragmented,yaitu strategi pembentukan karakter di sekolah di dasari oleh pemahaman bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya. 4. Pendekatan organik-sistematis,yaitu pendidikan karakter merupakan kesatuan atau sebagai sistem sekolah yang berusaha mengembangkan pandangan atau semangat hidup berbasis nilai dan etika,yang dimanifestasikan dalam sikap hidup,perilaku,dan keterampilan hidup yang berkarakter bagi seluruh warga sekolah.Menurut Karman ada tiga lingkungan yang dapat membentuk karakter anak sebagai berikut:1. Lingkungan keluarga (biah al-aihah),Keluarga berperan penting dalam pembentukan karakter anak, keluarga yang beragama islam akan mendidik anak mereka secara islami.2. Lingkungan sekolah (biah al-madrasah),Sekolah juga berperan dalam pembentukan karakter anak,sebagai lembaga pendidikan ,sekolah menanamkan karakter yang positif kepada anak.3. Lingkungan masyarakat (biah al-mujtama), masyarakat berperan besar dalam proses pendidikan karakter anak karena sebagian besar waktu bermain,berinteraksi,dan pergaulan hidup anak berada di dalam masyarakat.Lingkungan kerja pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu: 1. Lingkungan fisik, lingkungan sekolah yang aman, tertib, nyaman, optimis dan harapan tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik merupakan iklim yang dapat membangkitkan gairah, nafsu, dan semagat belajar siswa. 2. Lingkungan non fisik, suatu lembaga pendidikan , banyak program yang kurang terlaksana dengan baik karena belum adanya budaya yang kondusif.Melalui budaya organisasi, berbagai perbedaan individu dapat diramu dalam satu identitas yang sama. Untuk menumbuhkannya, setidaknya ada dua hal yang dapat dilakukan, sebagai berikut:a. Jealous-limiting mentality adalah sikap mental yang harus dieliminasi dalam mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif.b. Generous-growing mentality adalah budaya terbuka, kebersamaan, dan selalu membutuhkan orang lain. Mereka sadar bahwa organisasi adalah kumpulan orang-orang yang antara satu dengan yang lain harus saling membantu dan saling percaya.Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan untuk membina disiplin di sekolah, sebagai berikut:1. Konsep diri: strategi ini menekan bahwa konsep-konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku.2. Ketrampilan berkomunikasi: guru harus memiliki ketrampilan komunikasi yang efektif untuk mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik. 3. Klarifikasi nilai: strategi ini dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai yang dia terima dan membentuk sistem nilainya sendiri. 4. Analis transaksional: disarankan agar guru belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.5. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami: perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya.6. Terapi realitas: sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan ketertiban.7. Disiplin integrasi: metode ini menekankan pada pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan.Berkaitan dengan hal di atas, iklim belajar yang kondusif antara lain dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut:1. Menyediakan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun cepat dalam melakukan tugas pembelajaran.2. Memberikan pembelajaran remidial bagi para peserta didik yang kurang berprestasi atau berprestasi rendah.3. Mengembangkan organisasi kelas yang efektif,menarik, dan aman bagi perkembangan potensi peserta didik secara optimal.4. Menciptakan kerja sama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antar peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain.5. Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.6. Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik dengan guru sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan sebagai sumber belajar. 7. Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri sendiri.Menurut Mulyasa, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh para guru dalm iklim belajar yang kondusif antara lain sebagai berikut: 1. Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui catatan komulatif.2. Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir di kilas3. Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta didik.4. Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami.sederhana,dan tidak bertele-tele. 5. Menyiaapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan dan tidak terjadi banyak penyimpangan.6. Bergairah dan bersemangat dalam melakukan pembelajaran agar dijadikan teladan oleh peserta didik.7. Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan monoton sehingga merangsang disiplin dan gairah belajar peserta didik.8. Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik untuk bisa sesuai dengan pemahaman guru atau mengukur peserta didik dari kemampuan gurunya.Untuk bisa mencapai pribadi yang bermoral, salah satu cara yang dapat di lakukan adalah memberikan pembelajaran secara efektif, efisien, dan menarik atau dalam bahasa sekarang disebut dengan PAIKEM (Praktis, Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan) untuk dapat mencapai pembelajaran karakter yang berkualitas, perlu dirancang strategi yang inovatif. Pembelajaran unggul adalah proses belajar mengajar yang di kembangkan dalam rangka membelajarkan semuas siswa berdasarkan tingkat keunggulannya untuk menjadikannnya beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara mandiri. Namun dalam kebersamaan, mampu menghasilkan karya terbaik untuk menghadapi persaingan pasar bebas.Dewasa ini, pembelajaran yang terpusat pada siswa (student center) lebih dikenal dengan istilah PAIKEM (Praktis, Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyanangkan) yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pembelajaran aktif merupakan sebuah pendekatan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuaan untuk dibahas dan dikaji dalam pembelajaran di kelas sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya. 2. Pembelajaran kreatif mengharuskan guru dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan metode atau strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan memecahkan masalah. 3. Pembelajaran inovatif apabila pembelajaran mampu memberikan model pendidikan yang menarik dan memotivasi siswa untuk belajar sehingga dapat menghasilkan karya-karya baru dalam pendidikan. 4. Pembelajaran evektif apabila pembelajaran mampu memberikan pengalaman baru, membentuk kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin diciptakan secara optimal. 5. Pembelajaran menyenangkan merupakan suat u proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat sebuah kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanPendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.Dalam mengimplementasikan pendidikan karakter haruslah melalui berbagai proses diataranya melalui strategi implementasi, langkah-langkah, tahap-tahap sertapembentukan karakter melalui pembudayaan.

Daftar Pustaka

Anthony-Darden-Bedford. 1992. Sistem Pengendalian Manajemen. Jilid 1. Jakarta: Bina Rupa Aksara.Dalmeri. 2013. Gagasan tentang Pendidikan Karakter untuk Membangun Budaya dan Peradaban Bangsa (Telah Atas Filsafat Pendidikan Ibn Khaldun), dalam Proseding Seminar Nasional dan Workshop Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Bangsa yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Manajemen Pendidikan (IKA-MP) Program Doktor Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ), tanggal 26-27 Juni 2013.Zuchdi, Darmiyati. 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.Dobbledum. 1995. The Role of Cultural Identity in Development. Dalam Ledo Dobbeldum (Ed.). The Hague: CESO.Fitri, Agus Zaenul. 2012. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.Kemdiknas.2010. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta.Kemdiknas.2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta.Koesoema, Doni A. 2007. Pendidikan Karakter, Jakarta: Grasindo.Lickona,Thomas. 1992. Educating For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York : Bantam Books.Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.Mulyo, Karso. 2009. Pendidikan Berbasis Karakter Melalui Pembelajaran Kontekstual. Universitas Tanjung Pura. Pontianak. Musfah. 2011. Pemikiran Pendidikan: Upaya Membangun Manusia Berkarakter. Melalui Pendidikan Holistik. Jakarta: Prenada Media.Thomas Lickona, 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.Rukiyati, Y. Ch. Nany Sutarini, dan P. Priyoyuwono. 2014. Penanaman Nilai Karakter Tanggung Jawab Dan Kerja Sama Terintegrasi Dalam Perkuliahan Ilmu Pendidikan. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun IV, Nomor 2, Juni 2014Ryan, Kevin dan Karen E. Bohlin. 1999. Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: JOSSEY-BASS A Wiley Imprint.Sudibyo, Lies., Agus Sudargono, Titik Sudiatmi, Bambang Triyanto. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar. ANDI : Yogyakarta.Sudrajat, Akhmad. 2010.Konsep Pendidikan Karakter. Bandung : PT.Rosdakarya.Sudrajat, Ajat. 2013. Pendidikan Karakter: Dimensi Filosofis. Yogyakarta: UNY Press.Suyadi. 2012. Model Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (Studi Implementasi Pengembangan Karakter Sejak Usia Dini pada PAUD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

23