Post on 03-Dec-2015
description
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT TARAKAN
Nama : Yohana Christanti Herianto Tanda Tangan
No NIM : 11.2012.048 ...............................
Topik : Asma
Dokter Pembimbing : Dr. Aulia, Sp.A ...............................
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. C
No. RM : 01146773
Tanggal Lahir : 27 Agustus 2010
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kepa Duri RT 003/012, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta
Barat, DKI Jakarta.
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2013 jam 05.34 WIB
II. IDENTITAS ORANG TUA
Ayah Ibu
Nama : Tn. B Nama : Ny. S
Umur : 24 tahun Umur : 20 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : ± Rp 2.000.000/bulan Penghasilan : -
1
III. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan Ibu dan Bapak pasien pada tanggal 27 Agustus 2013, jam 16:30 WIB.
Keluhan Utama : Sesak napas sejak kurang lebih 3 hari SMRS.
Keluhan Tambahan : Batuk, pilek, demam.
Riwayat Penyakit Sekarang :
3 hari SMRS, ibu OS mengatakan anaknya sesak napas. Sesak napas terjadi terutama
pada saat OS sedang batuk-batuk. Pada malam hari, OS sering terbangun pada saat sedang
tidur karena OS sering batuk dan mengalami sesak napas. Sesak napas tidak disertai warna
biru pada bibir, akan tetapi pada saat OS sesak napas terdengar bunyi ”ngik-ngik”. Pada saat
sesak, pasien lebih nyaman pada posisi duduk. 2 hari sebelum sesak ini timbul, OS
mengalami batuk yang terus menerus setelah OS makan ice cream. Batuk disertai dengan
dahak namun dahak tidak bisa keluar. Pada saat sedang batuk, OS sering muntah. Pada
muntahan terdapat lendir namun tidak ada darah. Muntah hanya terjadi pada saat OS batuk
terus menerus saja. OS mengalami demam namun demam tidak tinggi, OS juga pilek tetapi
tidak terus menerus.
Ibu OS juga mengatakan bahwa OS sering mengalami sesak napas jika OS kelelahan.
Selain karena kelelahan, OS akan mengalami sesak napas terutama pada saat OS minum
minuman dingin seperti ice cream maupun minuman dingin lainnya. OS juga akan
mengalami sesak napas saat berada diruangan yang menggunakan AC maupun pada daerah
yang beriklim dingin. Pada saat terpapar asap rokok, OS juga seringkali sesak napas.
2 hari SMRS, sesak napas OS semakin memberat. Sesak napas disertai bunyi ”ngik-
ngik”. Selain itu, OS juga masih batuk terus menerus. OS juga demam namun tidak demam
tinggi. Kemudian ibu OS membawa OS berobat ke Puskesmas dekat daerah rumahnya. Di
Puskesmas tersebut, OS diberi obat puyer. Namun setelah minum obat tersebut, keadaan OS
tidak membaik dan tidak mengalami perubahan.
1 hari SMRS, sesak napas OS semakin bertambah berat bahkan OS sudah tidak mau
minum dan makan, dan badan OS juga terlihat sangat lemas. Batuk OS juga semakin
memberat. Kemudian OS dibawa ke UGD RS Tarakan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat penyakit asma sejak 1 tahun yang lalu.
2
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama yaitu nenek dari pasien.
- Riwayat DM : tidak ada
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat sakit jantung : tidak ada
- Riwayat sakit paru : tidak ada.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
Kehamilan
Perawatan antenatal : Teratur kontrol ke bidan, setiap 3 bulan, dan 2-3 kali saat memasuki
usia 8-9 bulan.
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : Di Puskesmas Kebon Jeruk
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Masa gestasi : Cukup bulan (9 bulan 9 hari=37 minggu)
Keadaan bayi :
Berat Badan Lahir : 3000 gram
Panjang Badan Lahir : 49 cm
Lingkar Kepala : Ibu pasien lupa
Langsung menangis, warna kulit kemerahan,
APGAR tidak diketahui oleh Ibu pasien.
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesan : neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan (NCB SMK)
3
Riwayat Perkembangan :
Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan (normal : 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : 4 bulan (normal 3-4 bulan)
Duduk : 7 bulan (normal 6 bulan)
Merangkak : 8 bulan (normal 7- 10 bulan)
Berdiri : 12 bulan (normal 9-12 bulan)
Menyebut ”mama” : 11 bulan (normal 10-12 bulan)
Berbicara : 1,5 tahun
Berjalan sendiri : 14 bulan (normal 12-18 bulan)
Kesan : pertumbuhan tidak ada gangguan, perkembangan tidak ada gangguan.
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : (-)
Payudara : (-)
Menars : (-)
Riwayat Imunisasi :
Ibu melakukan imunisasi di Puskesmas
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)BCG 2 bulanDPT/DT 2 bulan 4 bulan 18 bulan 5 tahun 12 tahunPOLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan 5 tahunCAMPAK 9 bulanHEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulanHiB -MMR -Tifoid -Hepatitis A -Varisela -
Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap
Kesan : Imunisasi dasar sesuai dengan usia.
Booster belum dilakukan. Imunisasi tambahan belum dilakukan.
4
Riwayat Penyakit yang pernah diderita:
PENYAKIT UMUR PENYAKIT UMURDiare 1,5 tahun Morbili -Otitis - Parotitis -Radang Paru - Demam Berdarah -Tuberkulosis - Demam Tifoid -Kejang - Cacingan -Ginjal - Alergi -Jantung - Kecelakaan -Darah - Operasi -Difteri - Lain-lain -
Data Perumahan
Kepemilikan rumah : Rumah Kontrak
Keadaan rumah : Memiliki 2 jendela dan ventilasi di hampir tiap ruangan
sehingga sirkulasi udara baik.
Keadaan lingkungan : keadaan lingkungan rumah tinggal pasien dan sekitarnya tidak
terlalu bersih karena warga setempat sering membung sampah
sembarangan dan selokan yang terdapat di dekat rumah pasien
sering tersumbat dan berbau.
Kesan : keadaan rumah cukup baik, keadaan lingkungan kurang baik.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 27 Agustus 2013 pukul 16.30 WIB
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : - Tekanan darah : -
- Frekuensi nadi : 118 x / menit
- Frekuensi napas : 36 x / menit
- Suhu aksila : 36,8 0C
Data Antropometri
Berat badan : 17 kg (+2SD : z-score WHO)
Panjang badan : 93 cm (-2 s/d +2 SD : z-score WHO)
5
BMI = 17
(0,93)2
=19,6
Kesimpulan : keadaan gizi berlebih
Berdasarkan table WHO, perbandingan tinggi badan dengan berat badan
KESAN : status gizi berlebih
Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Normosefali, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, ubun-
ubun besar cekung (-).
Mata : Cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat dan
isokor (+/+), palpebra superior et inferior dalam batas normal, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung +/+.
Telinga : Sekret (-/-), serumen (+/+).
6
Hidung : sekret sedikit, berwarna putih jernih, napas cuping hidung (-),
epistaksis (-).
Mulut : Bibir lembab, sianosis perioral (-), bentuk normal, tonsil T1-T1 tidak
hiperemis, faring tidak hiperemis.
Leher : Bentuk normal, kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Toraks :
Paru-paru
- Inspeksi : Tampak simetris dalam keadaan diam dan pergerakan napas.
- Palpasi : Gerak nafas simetris
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki basah halus di basal paru +/+, wheezing
+/+.
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis
- Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga IV linea midklavikularis sinistra
- Perkusi : Batas kanan : sela iga II linea parasternalis desktra
Batas atas : sela iga II linea parasternalis sinistra
Batas kiri : sela iga IV linea midklavikularis sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, tidak tampak benjolan dan tidak ada gambaran vena.
- Palpasi : Supel, hepar/lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), turgor kulit
baik.
- Perkusi : Timpani pada keempat kudran abdomen, shifting dullness (-).
- Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
Kulit : turgor kulit normal,warna kulit sawo matang, edema (-).
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Anus dan rektum : Tidak dilakukan.
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Refleks : Reflek fisiologis dan patologis tidak tampak kelainan.
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
7
Laboratorium RS Tarakan :
Pemeriksaan Hematologi Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,9 11,0 – 16,5 g/dL
Hematokrit 43,1 35- 45 %
Leukosit 15.200 4000 – 10000/mm3Anak usia 3 tahun 5000-15.500/mm3
Eritrosit 5.27 3.95- 5.26 juta/uL
Trombosit 351.000 150.000 - 450.000/mm3
VI. RESUME
Seorang anak perempuan berusia 3 tahun, datang dengan keluhan sesak napas sejak 3
hari SMRS. Pada saat sesak napas, napas pasien berbunyi. Selain sesak napas, OS juga batuk,
pilek dan demam. Pada pemeriksaan aulkultasi ditemukan bunyi rhonki dan wheezing pada
kedua paru. Lab : eritrosit 5,27 juta/uL. Berat badan/tinggi badan >+2 SD.
VII. DIAGNOSIS KERJA
Asma episode jarang serangan sedang
VIII. DIAGNOSA BANDING
- Rinosinobronkitis
- Bronchitis
- Bronkiolitis
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
X. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Nebulisasi (tiap 6 jam) combivent ½ ampul : NS 2 cc
2. Tirah baring
8
Medikamentosa
1. Cinam 3x400 mg iv
2. Gentamicin 2x40 mg iv
3. Dexametasone 3x1/3 ampul
4. Ambroxol syrup 3x1/2 cth
5. Pulveres batuk 3x1 bungkus
6. Ventolin syrup 3x1/2 cth
7. Paracetamol 3x1 cth
8. KAEN 1 B 10 tpm
Anjuran :
Orang tua pasien diharapkan dapat menghindarkan anaknya dari paparan alergen yang
dapat menyebabkan anaknya sesak napas dengan cara menjaga kebersihan rumah dan
lingkungan tempat tinggal supaya terhindar dari debu yang dapat menyebabkan sesak
napas. Selain itu, bapak pasien diharapkan tidak merokok di dalam rumah atau merokok
pada saat berada di dekat pasien. Orang tua pasien juga diharapkan dapat mencegah si
anak untuk tidak mengkonsumsi minuman dingin seperti ice cream dan tidak
menempatkan anaknya pada ruangan yang dingin seperti ruangan yang ber AC.
Diharapkan untuk kedua orang tua pasien untuk berusaha menghindarkan atau
melindungi anaknya dari berbagai macam paparan alergen yang dapat menyebabkan
anaknya sesak napas.
9
FOLLOW UP
Follow-up/ Tanggal
S O A P
26/8/2013
27/8/2013
Pasien tiba di kamar rawat inap Melati dari IGD dengan diagnosis asma akut sedang, pneumonia.Pasien sesak napas berat dengan napas yang berbunyi disertai batuk yang berdahak, demam, dan pilek.
Batuk berdahak (+), sesak napas sudah sedikit berkurang, pilek kadang-kadang, demam (-), BAB dan BAK baik
KU : TSS, kesadaran : compos mentis.HR :113x/menit, RR : 46x/menitS : 37,5oCMata: pupil isokorHidung: terpasang O2
Jantung:BJ I-II normal,murmur-,gallop-Paru: Vesikuler, rho+/+,whe+/+Abdomen: datar,lemasExt:Akral hangat, CRT 3”Laboratorium :Hb : 13,9 g/dLHt : 43,1 %Eritrosit : 5.27 juta/uLLeukosit : 15.200/mm3Trombosit : 351.000/mm3
KU : tampak sakit sedang, kesadaran : compos mentis.HR : 110x/menit, RR : 36x/menit, S : 37,2 o C.Paru : SN vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (+/+)
Asma akut sedangPneumonia
Asma episode jarang serangan sedang (sedang dalam perbaikan)
-Nebulasi combivent ½ ampul : NS 2 cc-KAEN 1B 10 tpm-Gentamicin 2x40 mg iv-Dexametasone 3x1/3 ampul-Ambroxol syrup 3x1/2 cth-Cynam 3x400 mg iv-PCT 3x1 cth
-KAEN 1B 10 tpm-Gentamicin 2x40 mg iv-Dexametasone 3x1/3 ampul-Ambroxol syrup 3x1/2 cth-Cynam 3x400 mg iv-PCT 3x1 cth
28/8/2013 Batuk berdahak sudah berkurang, sesak sudah membaik, demam (-), pilek (-), BAB dan BAK baik.
KU : tampak sakit ringan, kesadaran : compos mentis.HR : 100x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,8 o C.Paru : SN vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Asma episode jarang serangan sedang sudah membaik
-KAEN 1B 10 tpm-Gentamicin 2x40 mg iv-Dexametasone 3x1/3 ampul-Ambroxol syrup 3x1/2 cth-Cynam 3x400 mg ivPCT 3x1 cth
Tanggal 28/8/2013 pasien diperbolehkan pulang.
10
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini, seorang anak perempuan berusia 3 tahun dengan diangnosis
asma. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan. Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa
menit hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik yang
total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan
derajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode yang
berat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-
hari atau berminggu-minggu. Keadaan semacam ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada
beberapa keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut dapat berakhir dengan
kematian.
Ada berbagai macam penyebab asma yaitu : faktor ekstrinsik (asma
imunologik / asma alergi) seperti reaksi antigen-antibodi, inhalasi alergen (debu, serbuk-
serbuk, bulu-bulu binatang) dan faktor intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
seperti infeksi (parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal), fisik (cuaca dingin,
perubahan temperature), iritan (kimia), polusi udara (CO, asap rokok, parfum), emosional
(takut, cemas dan tegang) dan aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
Pada pasien ini asma disebabkan oleh faktor ekstrinsik seperti debu dan intrinsik seperti
faktor fisik yaitu cuaca dingin, perubahan temperature, polusi udara yaitu asap rokok dan
aktivitas yang berlebihan.
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan
faktor lingkungan. Interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui
kemungkinan :
Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik
asma
11
Baik faktor lingkungan maupun faktor pejamu atau genetik masing-masing
meningkatkan risiko asma
Disini faktor pejamu termasuk predisposisi yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma,
yaitu genetik asma, alergik (atopik), hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Fenotip
yang berkaitan dengan asma dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif
(hiperreaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau predisposisi asma
untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu allergen,
sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status
ekonomi dan besarnya keluarga. Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja
dipertimbangkan sebagai penyebab utama asma dengan pengertian faktor lingkungan tersebut
pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif
dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.
Pada pasien ini terdapat interaksi antara factor pejamu yaitu genetic asma karena nenek dari
pasien juga memiliki penyakit yang sama dengan pasien, selain itu juga karena alergik.
Sedangkan factor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya asma pada pasien yaitu
allergen, asap rokok, polusi udara.
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan. Asma
bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh
kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40
tahun.
12
ALLERGY MARCH ATAU PERJALANAN ALAMIAH PENYAKIT ALERGI PADA
MANUSIA
Ternyata berbagai penelitian mengungkapkan bahwa terdapat Allergy March
atau perjalanan alamiah penyakit alergi yang timbul sesuai dengan perkembangan usia.
Perjalanan alamiah alergi tersebut menunjukkan bahwa pada usia tertentu manifestasi klinis
atau organ tubuh yang terganggu tampak berbeda. Meskipun banyak variasi Allergy March
yang terjadi tetapi secara umum digambarkan setiap usia manifestasi organ yang terganggu
berbeda. Pada usia sejak lahir hingga usia 5-7 tahun organ tubuh yang sangat sensitif adalah
kulit dan saluran cerna. Setelah itu saluran napas termasuk asma dan hidung mulai sering
terganggu. Pada usia remaja setalah memasuki usia dewasa asma berkurang tetapi gangguan
hidung masih berkepanjangan.
Tampaknya fenomena perjalanan alamiah alergi inilah yang menunjukkan
pada usia tertentu asma akan menghilang. Hal inilah yang sering dikaitkan dengan intervensi
upaya pengobatan pada penyakit asma dan tingkat keberhasilannya. Contohnya, gangguan
kulit, saluran cerna dan asma dianggap hilang saat usia tertentu karena olah raga renang,
bermain dipantai, minum darah ular, atau binatang ”tokek”. Tetapi orangtua jangan berharap
senang, karena ternyata setelah gangguan kulit, gangguan saluran cerna dan asmanya
menghilang orag tubuh yang terganggu adalah hidung. Jadi, sebenarnya alegi tidak membaik,
13
hanya organ tubuh yang terganggu berpindah tempat dari kulit, ke asma dan berikutnya ke
hidung.
MENGAPA TERJADI ALERGI MARCH
Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik,
imaturitas usus, pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus. Alergi bersifat
genetik dan dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita . Faktor
penyebab terjadi alergi yang lain adalah factor imaturitas saluran cerna atau ketidakmatangan
saluran cerna. Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung
masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan
menyebabkan denaturasi allergen. Secara imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan
limfosit pada lamina propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus
imatur sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga
memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh. Faktor pajanan alergi yang merangsang
produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan.
Faktor imaturitas saluran cerna inilah tampaknya yang berperan dalam perjalanan alamiah
alergi seseorang. Saat usia sejak lahir ketidak matangan saluran cerna sangat berat pada bayi
tertentu seperti sering muntah, kolik, dan gangguan kulit. Seiring dengan pertambahan usia,
setelah 3 bulan kolik berangsur berkurang, usia 6 hingga 2 tahu keluhan muntah berkurang.
PERIODE JANIN
Alergi adalah penyakit dengan pola Th2. Pada orang normal yang non atopi,
pola sitokin Th1 dan Th2 dalam keadaan seimbang. Sedangkan pada penderita atopi,
keseimbangan lebih berat pada pola sitokin Th2 . Pada masa kehamilan dominasi juga pada
pola sitokin Th2. Sawar darah placenta masih transparan terhadap alergen dalam lingkungan
ibu. Faktor lingkungan dapat bekerja sebelum dan sesudah lahir. Faktor lingkungan sebelum
lahir dapat mempengaruhi diferensiasi sel T yang allergen spesifik menjadi fenotipe Th2,
sehingga alergi atopi sudah bekerja sebelum lahir. Kehamilan yang berhasil ditandai dengan
pergeseran Th1 ke Th2 di fase antar fetomaternal untuk mengurangi reaktifitas sistem imun
maternal terhadap allograft janin. Setelah kelahiran sistem imán menjadi matang,
kesimbangan bergeser ke arah Th1, sehingga profil sitokin Th1 dan Th2 menjadi seimbang.
Pada bayi yang punya bakat atopi keseimbangan ini tidak pernah tercapai sehingga dominasi
Th2 terus terjadi, mengakibatkan sensitisasi dan timbulnya gangguan alergi. Dalam
14
perkembangan terakhir ditemukan T regulator, sehingga ada peluang terjadi supresi imun
toleran. Fenomena ini dapat digunakan upaya pencegahan primer.
PERIODE BAYI 0-7 TAHUN
Pada periode ini gangguan organ tubuh yang paling sering terjadi adalah
gangguan kulit dan saluran cerna. Karena imaturitas saluran pencernaan inilah maka
gangguan pencernaan yang disebabkan karena alergi paling sering ditemukan pada anak usia
di bawah 2 tahun, yang paling sensitif di bawah 3 bulan. Pada bayi baru lahir hingga usia 3
tahun biasanya ditandai sering rewel, colic/menangis terus menerus tanpa sebab pada malam
hari, hiccups (cegukan), sering “ngeden”, sering mulet, meteorismus, muntah, sering flatus,
berak berwarna hitam atau hijau, berak timbul warna darah. Pada lidah sering ditemukan
berwarna putih. Gangguan buang air besar dapat berupa sulit buang air besar (tidak setiap
hari) atau malahan sering buang air besar. Pada yang lebih besar dapat berupa nyeri perut
berulang, sering buang air besar (>3 kali/perhari), gangguan buang air besar (kotoran keras,
berak, tidak setiap hari, berak di celana, berak berwarna hitam atau hijau, berak ngeden)
kembung, muntah, sulit berak, sering flatus, sariawan, mulut berbau dan lidah sering kotor
(geographic tongue). Gangguan pada saluran cerna biasanya sering disertai oleh gangguan
kulit dan rhinitis. Biasanya keluhan gangguan saluran cerna bersamaan dengan gangguan
kulit.
Mulut adalah termasuk salah satu bagian dari sistem saluran cerna. Bila
saluran cerna terganggu karena alergi makanan biasanya tampak juga gangguan pada organ
tubuh di daerah mulut di antaranya lidah, gigi dan bagian di rongga mulut lainnya. Pada bayi
lidah sering tampak kotor berwarna putih, gejala ini mirip gangguan moniliasis (like
moniliasis symptoms) sejenis jamur pada mulut. Bedanya pada alergi warna putih hanya tipis
dan tidak terlalu tebal, namun pada moniliasis tampak lebih tebal. Bila gangguan tersebut
karena jamur biasanya dengan obat tetes mulut jamur akan cepat membaik, namun bila
karena alergi biasanya diberi obat jamur tetap tidak akan membaik dan tetap sering timbul.
Bila karena alergi sebaiknya tidak perlu diberi obat jamur, namun cukup dibersihkan dengan
kasa basah. Pada anak yang lebih besar gangguan alergi bisa menimbulkan sariawan atau
luka (aphtous ulcer) pada lidah dan mulut yang sering berulang. Biasanya juga disertai lidah
kotor mirip gambaran pulau-pulau (geographic tounge). Gangguan lain adalah timbulnya
nyeri gigi atau gusi yang bukan di sebabkan karena infeksi atau gigi berlubang. Gangguan ini
biasanya sering dianggap sebagai impacted tooth (gigi yang tumbuhnya miring).
15
Tanda dan gejala alergi pada kulit biasanya sudah dapat di deteksi sejak lahir.
Bayi yang baru lahir apabila sejak dalam kandungan sudah terpapar oleh pencetus alergi
tampak terdapat bintil dan bercak kemerahan dan kusam pada kulit dahi dan wajah, kadang
disertai timbulnya beberapa papul warna putih di hidung. Apabila pencetus alergi tersebut
berlangsung terus maka sering. Pada bayi sering timbul dermatitis atopi di pipi, daerah popok
(dermatitis diapers) dan telinga, kadang dijumpai dermatitis seboroikum atau timbul kerak di
kulit kepala. Sering juga timbul bintik kemerahan di sekitar mulut. Kadang timbul furunkel di
kepala dan badan. Sering urticaria, miliaria, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman seperti
bekas terbentur, bercak ke hitam seperti bekas digigit nyamuk. Perbedaan lokasi alergi kulit
sesuai dengan usia tertentu. Pada bayi sering lokasi alergi sekitar wajah dan daerah popok,
pada usia anak lokasi tersebut biasanya berpindah pada darerah lengan dan tungkai.
Sedangkan pada anak yang lebih besar atau usia dewasa lokasi alergi kulit biasanya pada
pelipatan dalam antara lengan atas dan bawah atau pelipatan dalam antara tungkai atas dan
bawah. Ternyata saat gangguan hipersensitif pada saluran cerna inilah sering timbul berbagai
masalah pada penderita alergi. Saat saluran cerna terganggu atau sensitif akan mengakibatkan
daya tahan tubuh seorang anak memburuk. Hal ini terjadi karena merkanisme pertahanan
tubuh seseorang hampir sebagian besar atau sekitar 70% dibentuk di saluran cerna. Selama
masa usia 0-5 tahun gangguan saluran cerna seperti sering muntah, neyri perut dan sulit BAB
adalah fase dimana anak sangat vrentan atau mudah terserang infeksi seperti demam, batuk
dan pilek. Hal inilah juga menunjukkan bahwa banyak gangguan perilaku pada anak terjadi
sebelum usia 5-7 tahun lebih berat atau berkurang setelah usia 5-7 tahun. Gangguan perilaku
tersebut meliputi gangguan bicara, gangguan emosi, gangguan konsentrasi, gangguan tidur,
gangguan motorik dan sebagainya.
PERIODE 7-12 TAHUN
Setelah usia 5-7 tahun gangguan kulit dan saluran cerna cenderung membaik.
Pada periode ini organ tubuh yang terganggu berpeindah pada saluran napas yang paling
sering ditemukan. Manifestasi klinisnya berupa keluhan batuk, pilek, tanpa,atau dengan
disertai sesak atau asma. Keluhan tersebut biasanya terjadi pada malam atau pagi hari.
Biasanya keluhan tersebut lama sembuhnya meskipun sudah diobati.
PERIODE 12 TAHUN DEWASA
Setelah usia 12 tahun biasanya asma jauh berkurang meskipun pada sebagian
kecil menetap hingga usia dewasa. Pada usia ini organ tubuuh yang sensitive berpindah pada
16
hgidung. Manifestasi klinis alergi pada Telinga Hidung Tenggorok berupa rinitis, hidung
gatal, bersin dan sinusitis. Kadang dijumpai tenggorokan atau palatum terasa gatal dan post
nasal drip. Bila keluhan sering terjadi dan berlanjut akan menyebabkan komplikasi sinusitis,
epistaksis, deviasi septum nasi, tonsillitis kronis atau faringitis kronis. Ciri khas pada anak
biasanya dijumpai tanda hidung kelinci (rabbit nose) yaitu anak sering menggerak-gerakkan
hidung, sering menggosok-gosok hidung (salam alergi), mata sering gatal, belekan dan sering
berair, di bawah kelopak mata tampak tanda kehitaman (allergic shiner). Bila tidur sering
ngorok, atau napas dengan mulut, kadang juga timbul suara serak atau parau. Sering timbul
benjolan kelenjar di leher dan belakang kepala.
PENTING UNTUK PENCEGAHAN
Fenomena perjalanan alamiah alergi ini ternyata sangat penting untuk
pertimbangan pencegahan penyakit alergi dikemudian hari. Misalnya, penderita bayi dengan
gangguan kulit, saluran cerna yang mempunyai riwayat orangtua alergi akan beresiko
mengalami asma dikemudian hari. Kejadian asma dikemudian hari inilah yang dapat dicegah
bila manifestasi alergi saat usia bayi dan anak dapat diminimalkan. Demikian juga gangguan
rinitis dan sinbusitis di amsa dewasa dapat dicegah bila manifesasi alergi sejak dini
diminmalkan. Sehingga gejala dan manifestasi alergi saat usia bayi dan anak harus
diwaspadai dan diminmalkan karena dapat meminimalkan perjalanan alamiah penyakit alergi
di kemudian hari. Bila terdapat riwayat keluarga baik saudara kandung, orangtua, kakek,
nenek atau saudara dekat lainnya yang alergi atau asma. Dan bila anak sudah terdapat ciri-ciri
alergi sejak lahir atau bahkan bila mungkin deteksi sejak kehamilan maka harus dilakukan
pencegahan sejak dini. Resiko alergi pada anak dikemudian hari dapat dihindarkan bila kita
dapat mendeteksi dan mencegah sejak dini.
Pencegahan alergi makanan terbagi menjadi 3 tahap, yaitu pencegahan primer,
sekunder dan tersier. Pencegahan Primer , bertujuan menghambat sesitisasi imunologi oleh
makanan terutama mencegah terbentuknya Imunoglobulin E (IgE).. Pencegahan ini dilakukan
sebelum terjadi sensitisasi atau terpapar dengan penyebab alergi. Hal ini dapat dilakukan
sejak saat kehamilan. Pencegahan sekunder, bertujuan untuk mensupresi (menekan)
timbulnya penyakit setelah sensitisasi. Pencegahan ini dilakukan setelah terjadi sensitisasi
tetapi manifestasi penyakit alergi belum muncul. Keadaan sensitisasi diketahui dengan cara
pemeriksaan IgE spesifik dalam serum darah, darah tali pusat atau uji kulit. Saat tindakan
yang optimal adalah usia 0 hingga 3 tahun. Pencegahan tersier, bertujuan untuk mencegah
17
dampak lanjutan setelah timbulnya alergi. Dilakukan pada anak yang sudah mengalami
sensitisasi dan menunjukkan manifestasi penyakit yang masih dini tetapi belum menunjukkan
gejala penyakit alergi yang lebih berat. Saat tindakan yang optimal adalah usia 6 bulan
hingga 4 tahun.
Kontak dengan antigen harus dihindari selama periode rentan pada bulan-
bulan awal kehidupan, saat limfosit T belum matang dan mukosa usus kecil dapat ditembus
oleh protein makanan. Ada beberapa upaya pencegahan yang perlu diperhatikan supaya anak
terhindar dari keluhan alergi yang lebih berat dan berkepanjangan dikemudian hari. Hindari
atau minimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, dalam hal ini oleh ibu. Bila ibu
hamil didapatkan gerakan atau tendangan janin yang keras dan berlebihan pada kandungan
disertai gerakan denyutan keras (hiccups/cegukan) terutama malam atau pagi hari, maka
sebaiknya ibu harus mulai menghindari penyebab alergi sedini mungkin. Committes on
Nutrition AAP menganjurkan elinasi diet jenis kacang-kacangan untuk pencegahan alergi
sejak dalam kehamilan. Pemberian makanan padat dini dapat meningkatkan resiko timbulnya
alergi. Bayi yang mendapat makanan pada usia 6 bulan mempunyai angka kejadian dermatitis
alergi yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang mulai mendapat makanan tambahan
pada usia 3 bulan. Hindari paparan debu di lingkungan seperti pemakaian karpet, korden
tebal, kasur kapuk, tumpukan baju atau buku. Hindari pencetus binatang (bulu binatang
piaraan kucing dsb, kecoak, tungau pada kasur kapuk). Tunda pemberian makanan penyebab
alergi, seperti ayam di atas 1 tahun, telor, kacang tanah di atas usia 2 tahun dan ikan laut di
atas usia 3 tahun. Bila membeli makanan dibiasakan untuk mengetahui komposisi makanan
atau membaca label komposisi di produk makanan tersebut. Pemberian ASI eksklusif selama
6 bulan dapat mencegah resiko alergi pada bayi. Bila bayi minum ASI, ibu juga hindari
makanan penyebab alergi. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu dapat masuk ke bayi melalui
ASI. Terutama kacang-kacangan, dan dipertimbangkan menunda telur, susu sapi dan ikan.
Meskipun masih terdapat beberapa penelitian yang bertolak belakang tentang hal ini.
Committes on Nutrition AAP menganjurkan pemberian suplemen kalsium dan vitamin
selama menyusui.
- Bila ASI tidak memungkinkan atau kalau perlu kurang gunakan susu hipoalergenik
formula untuk pencegahan terutama usia di bawah 6 bulan.Bila dicurigai alergi
terhadap susu sapi bisa menggunakan susu protein hidrolisat. Penggunaan susu soya
harus tetap diwaspadai karena 30 – 50% bayi masih mengalami alergi terhadap soya.
Bila timbul gejala alergi, identifikasi pencetusnya dan hindari.
18
- Pemberian ASI atau Susu protein hidrolisa selama bulan pertama. yang terbukti
sangat kuat secara ilmiah.
- Sedangkan yang terbukti kuat lainnya adalah eliminasi tungau debu rumah pada awal
kehidupan, eliminasi penyebab alergi pada usia > 4 – 6 bulan dan pemakaian
Prebiotik.
- Pencegahan dengan menunda makanan padat masih belum banyak penelitian yang
mengungkapkan.
- Sedangkan pencegahan dengan Penambahan PUFA omega 3, penambahan nutrisi lain
(Zn, Ca, Fe, nukleotida) dan imunoterapi masih diragukan dan perlu penelitian lebih
jauh. Pemberian obat-obatan antihistamin dan ketotifen dengan efek antiinflamasi
sebagai pencegahan tidak terbukti secara klinis dan sudah mulai ditinggalkan sebagai
upaya pencegahan.
19
Pembagian derajat penyakit asma pada anak
Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru
Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan SeringLama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada remisiIntensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya beratDi antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malamTidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat tergangguPemeriksaan fisis diluar serangan
Normal (tidak ditemukan kelainan)
Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
Obat pengendali (anti inflamasi)
Tidak perlu Perlu Perlu
Uji faal paru(di luar serangan)
PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru (bila ada serangan)
Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%
Penilaian derajat serangan asma
Parameter klinis,Fungsi paru,laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas
Sesak timbul-pada saat (breathless)
BerjalanBayi:menangis keras
BerbicaraBayi :- Tangis pendek dan lemah- Kesulitan makan/minum
IstirahatBayi :Tidak mau makan/minum
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kataPosisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk
bertopang lengan
Kesadaran Mungkin iritable Biasanya iritable Biasanya iritable Bingung dan mengantukSianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/JelasMengi (wheezing) Sedang, sering
hanya pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi,± inspirasi
Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sulit/tidak terdengar
Sesak nafas Minimal Sedang BeratObat Bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok
torako-abdominalRetraksi Dangkal, retraksi
intercostalSedang, ditambah retraksi suprasternal
Dalam, ditambah nafas cuping hidung
Dangkal / hilang
Laju nafas Meningkat Meningkat Meningkat MenurunPedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :Usia laju nafas normal< 2 bulan < 60 / menit2 – 12 bulan < 50 / menit1 – 5 tahun < 40 / menit6 – 8 tahun < 30 / menitLaju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
20
Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :Usia laju nadi normal2 – 12 bulan < 160 / menit1 – 2 tahun < 120 / menit3 – 8 tahun < 110 / menitPulsus paradoksus (pemeriksaannya tidak praktis)
Tidak ada< 10 mmHg
Ada10-20 mmHg
Ada> 20 mmHg
Tidak ada, tanda kelelahan otot nafas
PEFR atau FEV1 (% nilai dugaan/% nilai terbaik)- pra bronkodilator- pasca bronkodilator
> 60%
40-60%
> 80%
60-80%
< 40%
< 60%Respon < 2 jam
SaO2 % > 95% 91-95% £ 90%PaO2 Normal biasanya
tidak perlu diperiksa
> 60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
21
ALUR TATA LAKSANA SERANGAN ASMA PADA ANAK
22
Nilai derajat serangan
Tatalaksana awal- Nebulasi beta agonis 1-2x, selang 20 menit- Nebulasi kedua+antikolinergik- Jika serangan sedang/berat, nebulasi langsung dengan beta2agonis+antikolinergik
Serangan ringan(nebulasi 1x, respons baik)
- Observasi 1-2 jam- Jika efek bertahan,
boleh pulang- Jika gejala timbul
lagi, perlakukan sebagai serangan sedang
Serangan sedang(nebulasi 2x, respons parsial)
- Berikan oksigen- Nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruang rawat sehari
- Berikan steroid oral
Serangan berat(bila telah nebulasi 3x, respons
buruk)- Sejak awal berikan O2
saat/diluar nebulasi- Pasang jalur parenteral- Nilai ulang keadaan
klinis, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di ruang rawat inap
- Foto rontgen toraksBoleh Pulang
- Bekali dengan obat beta agonis (hirupan/oral)
- Jika sudah ada obat pengendali, teruskan
- Jika pencetusnya adalah infeksi virus, dapat diberikan steroid oral
- Dalam 24-48 jam control ke Klinik Rawat Jalan, untuk reevaluasi
Ruang Rawat Sehari/Observasi- Teruskan pemberian O2- Lanjutkan steroid oral- Nebulasi tiap 2 jam- Bila dalam 12 jam
perbaikan klinis stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum membaik atau memburuk, alih Ruang Rawat Inap
Ruang Rawat Inap- Teruskan O2- Atasi dehidrasi dan
asidosis jika ada- Steroid IV tiap 6-8 jam- Nebulasi tiap 1-2 jam- Aminofilin IV awal,
lanjutkan rumatan- Jika membaik dalam 4-
6x nebulasi, interval jadi 4-6 jam
- Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
- Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih ke ruang rawat intensif
Catatan :- Jika menurut penilaian seangan nya sedang/berat, nebulisasi
pertama kali langsung dengan beta agonis+antikolinergik- Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke ruang
rawat intensif- Jika alat nebulisasi tidak tersedia, nebulisasi dapat diganti
dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kali
- Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4L/menit diberikan sejak awal, termasuk pada saat nebulasi
Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling khas, asma
merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul bersama-
sama. Pembagian asma menurut Phelan dkk (1983) adalah sebagai berikut :
a. Asma episodik jarang
Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada anak
umur 3–6 tahun. Ditandai oleh adanya episode < 1x tiap 4-6 minggu, mengi setelah aktivitas
berat, tidak terdapat gejala di antara episode serangan dan fungsi paru normal di antara
serangan. Terapi profilaksis tidak dibutuhkan pada kelompok ini.
b. Asma episodik sering
Golongan ini merupakan 20% dari populasi asma anak. Ditandai oleh frekuensi serangan
yang lebih sering dan timbulnya mengi Umumnya gejala paling buruk terjadi papada aktivitas
sedang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian agonis beta2. Gejala terjadi kurang dari
1x/minggu dan fungsi paru diantara serangan normal atau hampir normal. Terapi profilaksis
biasanya dibutuhkan.
c. Asma kronik atau persisten
Terjadi pada sekitar 5% anak asma. Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada
aktivitas ringan, dan diantara interval gejala dibutuhkan agonis beta2 lebih dari 3x/minggu
karena anak terbangun di malam hari atau dada terasa berat di pagi hari. Terapi profilaksis
sangat dibutuhkan.
Pasien ini termasuk Asma episode jarang karena frekuensi serangan pasien ini < 1x tiap 4-6
minggu, pasien sering mengi setelah aktivitas berat, tidak terdapat gejala di antara episode
serangan dan fungsi paru normal di antara serangan, dan serangan sedang karena pada pasien
ini mengalami sesak pada waktu berbicara, lebih nyaman pada posisi duduk pada waktu
sesak, dan tidak ditemukan sianosis.
Diagnosis asma pada pasien ini didasarkan pada anamnesis dari keluhan
pasien seperti gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada. Gejala
timbul/memburuk terutama malam hari. Diawali oleh factor pencetus seperti minuman
dingin, kelelahan, debu, asap rokok, dan cuaca atau udara dingin. Selain itu didasarkan pada
riwayat keluarga yang memiliki penyakit dan keluhan yang sama yaitu nenek dari pasien.
Pemeriksaan fisik didapatkan suara napas wheezing dan ronkhi di kedua lapang paru. Selain
pemeriksaan fisik juga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lain seperti foto rontgen
toraks, pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberculin dan uji kulit alergi dan imunologi.
23
Alur Diagnosis ASMA Pada Anak
Batuk dan/mengi
24
Riwayat penyakitPemeriksaan fisik
Uji tuberkulin
Patut diduga asma :- Episodik- Nokturnal/morning dip- Musiman- Pasca aktivitas fisik berat- Riwayat atopi pasien/keluarga
Tidak jelas asma :- Timbul pada masa neonatus- Gagal tumbuh- Infeksi kronik- Muntah/tersedak- Kelainan fokal paru- Kelainan sistem kardiovaskular
Jika ada fasilitas, periksa dengan peak flow meter atau spirometer untuk menilai :
- Reversibilitas (> 15%)- Variabilitas (> 15%)- Hiperreaktivitas (> 20%)
Pertimbangkan pemeriksaan :- Foto RO toraks dan sinus- Uji fungsi paru- Uji respons terhadap bronkodilator- Uji provokasi bronkus- Uji keringat- Uji imunologik- Pemeriksaan motilitas silia- Pemeriksaan Refluks Gastroesofagus (RGE)
Berikan bronkodilatorTidak berhasil
Berhasil
Diagnosis Kerja : ASMA
Tidak mendukung diagnosis lain
Mendukung diagnosis lain
Tentukan derajat & pencetusnyaBila asma episodiksering/persisten : foto rontgen
Diagnosis dan pengobatan sesuai diagnosis kerja
Berikan obat anti asma :Bila tidak berhasil : nilai ulang diagnosis dan ketaatan berobat
Pertimbangkan asma sebagai penyakit penyerta
Bukan asma
Pengobatan terhadap penyakit asma meliputi :
1) Bronkodilator
a. Beta Adrenergik Kerja Pendek (Short Acting)
Merupakan terapi fundamental dan obat pilihan pada serangan asma. Stimulasi
terhadap reseptor-reseptor beta adrenergic menyebabkan perubahan ATP menjadi
cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan
terjadinya bronkodilatasi.
o Epinefrin/Adrenalin
Merupakan beta adrenergic kerja pendek. Pada umumnya, epinefrin tidak
direkomendasikan lagi untuk mengobati serangan asma, kecuali jika tidak ada obat
beta2 agonis selektif. Epinefrin terutama diberikan jika ada reaksi anafilaksis atau
angioedema.
o Beta2 agonis selektif
Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, terbutalin, dan fenoterol.
b. Methyl Xanthine (Teofilin Kerja Cepat)
Efek bronkodilatasi methyl xanthine setara dengan beta2 agonis inhalasi, tetapi karena
efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya (safety margin) sempit, obat
ini sebaiknya diberikan hanya serangan asma berat yang dengan pemberian kombinasi
beta2 agonis dan antikolinergik serta steroid tidak/kurang memberikan respons.
Secara teori, selain sebagai bronkodilator, keunggulan teofilin pada serangan asma
adalah dapat merangsang pusat respiratorik dan meningkatkan kontraktilitas otot-otot
respiratorik.
2) Antikolinergik
a. Ipratropium bromida
Pemberian kombinasi nebulasi beta2 agonis dan antikolinergik (ipratropium
bromide) menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik daripada jika masing-
masing obat diberikan secara sendiri-sendiri.
3) Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik mempercepat perbaikan serangan asma dan
pemberiannya merupakan bagian tatalaksana serangan asma, kecuali pada serangan
ringan.
4) Obat-obat lain :
a. Magnesium sulfat
25
Pemberian magnesium sulfat dianjurkan sebagai terapi sistemik pada serangan
asma berat. Pemberian obat ini dapat dipertimbangkan pada anak dengan serangan
asma berat yang dirawat di ICU, terutama yang tidak/kurang berespon terhadap
pemberian kortikosteroid sistemik dan nebulisasi berulang dengan beta2 agonis
dan aminofilin.
b. Mukolitik
Pemberian mukolitik pada serangan asma ringan dan sedang dapat dilakukan
tetapi harus hati-hati pada anak dengan reflex batuk yang tidak optimal.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotic pada asma tidak dianjurkan karena sebagian besar
pencetusnya bukan infeksi bakteri. Pada keadaan tertentu antibiotika dapat
diberikan yaitu pada infeksi respiratorik yang dicurigai disebabkan oleh bakteri
seprti adanya tanda-tanda pneumonia, sputum yang purulent, serta jika diduga ada
rinosinusitis yang menyertai asma.
d. Obat sedasi tidak dianjurkan karena dapat menekan/mendepresi pernapasan.
e. Antihistamin jangan diberikan pada serangan asma karena tidak mempunyai efek
yang menguntungkan karena dapat memperkental sputum.
5) Terapi suportif
a. Oksigen. Dapat diberikan pada serangan sedang dan berat.
b. Terapi cairan
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam karena umur pasien masih kanak-
kanak ketika serangan timbul, selain itu pasien segera mendapatkan pengobatan atau terapi.
Prognosis pasien ke depannya akan lebih baik jika orang tua pasien dapat mencegah atau
menghindarkan pasien dari berbagai macam alergen atau pencetus asma pada anak mereka.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan
di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.
3. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor
Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta,
2000.
4. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar
Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 1995.
5. http://www.klinikku.com/pustaka/medis/resp/asma.html . Diakses tanggal 25 Mei
2009
27