Caries Risk Assessment

Post on 02-Nov-2015

695 views 88 download

description

caries

Transcript of Caries Risk Assessment

15Caries risk assessment

Ferne Kraglund and Hardy Limeback

Pendahuluan.Konsep resistensi karies telah dikemukakan dalam bab pertama. Ada orang yang tidak terkena karies gigi meskipun oral hygiene nya jelek dan/atau kebiasaan makan yang jelek pula. Sementara itu orang lain yang justru oral hygiene sudah dijaga dengan cermat dan berupaya keras untuk menghindari makanan2 yang kariogenik, entah bagaimana selalu saja ditemui lubang (decay) baru. Proses karies dalam kelompok yang disebut belakangan ini belum dikuasai sepenuhnya, dan mereka itu adalah para pasien dimana semua sarana yang ada untuk mencegah terjadinya kerusakan gigi menjadi hal yang penting baginya. Namun bagaimana kita bisa menentukan apakah seseorang itu dikatakan lebih berresiko dibanding dengan orang lain? Dalam bab inilah konsep penilaian resiko (risk assessment) akan digali.

Karies gigi siapa-sapa yang berresiko?Seperti yang pernah dibahas dalam bab Pendahuluan, karies gigi adalah suatu penyakit kronis menular dengan etiologi multifaktor (ragam faktor). Cara tertentu bagaimana faktor etiologi mempengaruhi proses penyakit adalah rumit, dan belum sepenuhnya dipahami. Sangatlah sulit untuk memprediksi dengan seksama pasien mana yang akan timbul kerusakan gigi (dental decay) ( Brown, 1995.)Karies gigi adalah suatu penyakit yang berlangsung maju dengan pelan secara bertahap (progressive); bukan merupakan akibat dari sebuah peristiwa, tetapi lebih merupakan lanjutan dari proses sepanjang waktu. (Angmar-Mansson and Al-Khateeb 1998). Tidak semua orang mempunyai oral flora yang sama. Bacterial biofilm adalah merupakan ekosistem samar yang bisa merespon lingkungan oral yang berbeda-beda. Bacterial biofilm ini dapat bergeser dari bentuk microflora yang normal sehat menjadi microorganisme yang acidogenic (pembentuk asam) dan aciduric ( bisa hidup toleran dalam lingkungan asam) yang mengakibatkan dental caries. Bakteria yang ada dalam biofilm, seperti dental plaque, mampu bertahan hidup dengan lebih baik dan memperlihatkan daya tahan yang lebih kuat terhadap terpaan berbagai faktor lingkungan, karena bakteri2 itu 1000 kali lebih resisten/tahan terhadap antibody, antibiotik dan produk2 antimikroba. Sifat sifat ini bisa menyebabkan terjadinya infeksi bakterial yang membandel pada orang orang tertentu, yang nantinya niscaya akan menjadi tantangan baru dalam perawatan dental caries (Kutsch and Kutsch 2006).

Distribusi karies.Prevalensi dental caries dikalangan anak-anak dan remaja yang tinggal di negara negara industri turun di tahun 1970-an dan 1980-an (Marthaler et al, 1996; Fontana and Zero 2006).. Telah ditunjukkan oleh sebagian besar ahli bahwa paparan fluoride (fluoride exposure) secara teratur ikut andil paling berarti (signifikan) terjadinya penurunan karies ini (Petersson and Bratthall, 1996; Burt 1998). Penurunan ini telah berlangsung stabil di banyak negara; namun demikian, didaerah tertentu ada laporan menyebutkan bahwa prevalensi karies lagi-lagi naik ( (Dye et al, 2007). Dalam Oral Health in America : sebuah laporan dari Surgeon General menyebutkan bahwa karies gigi adalah salah satu penyakit kronis paling sering menaimpa anak-anak, dengan angka prevalensi lima kali lebih besar dibanding dengan angka prevalensi asma (US NIDCR 2000). Disebabkan oleh penyakit ini yang sifatnya universal, dimana penatalaksanaan karies gigi biasanya dilakukan dalam bentuk prosedur operatif, dan ini, masih tetap merupakan tindakan paling rutin dilakukan di poli gigi/dental office (Traneaus et al, 2005: Evans et al, 2008). Berkurangnya perambatan dan tingkat keparahan dental caries yang terjadi disebagian besar negara berkembang, bersamaan dengan meningkatnya jumlah gigi geligi bergerigi tajam (dentate) pd orang tua yang bertahan lebih lama, telah menyebabkan distribusi yang serasa condong dalam populasi (Pitts 1998; Hausen et al, 2000). Dari uji penilaian resiko di North Caroline, ditunjukkan bahwa pola dental caries sudah berubah sedemikian rupa, dimana minoritas karies yang tinggi mengalami pola yang sangat berbeda dalam hal aktifitas, resiko dan prevalensi karies dibanding dengan minoritas karies rendah yang tidak ada atau sedikit lesi berkavitas (cavitated lesion) (Atamm et al, 1988; Stamm et al, 1991; Leverett et al, 1993). Diperkirakan bahwa kira kira 60-75% caries hanya terjadi pada 20-25% penduduk. Disamping itu, temuan-temuan dari the National Preventive Dentistry Demonstation Program menunjukkan bahwa sebagian besar penyakit parah hanya diderita pada 5% anak-anak Disney et al, 1992). Dengan prevalensi dental caries yang tinggi sebelumnya, yang pernah diamati di peradaban barat antara tahun 1950-1980, maka sebagian besar masyarakat diketegorikan sebagai menderita penyakit (Moss and Zero, 1995). Hal ini mendorong para profesi kesehatan untuk mempergunakan pendekatan berbasis penduduk dimana tujuannya adalah untuk mengubah distribusi penyakit dengan jalan mengendalikan faktor faktor penentu utama dental caries di seluruh populasi (Beck, 1998; Rose 2001; Hansel Petersson, 2003). Fluoridasi pada system air masyarakat adalah salah satu contoh dari strategi berbasis penduduk yang dimaksudkan sebagai bentuk treatment pencegahan untuk semua anggota masyarakat. Adapun fluoridasi air di awal awalnya terbukti menjadi strategi masyarakat luas yang hemat beaya dan berhasil guna, sehingga kelayakan membuat langkah langkah pencegahan yang mahal (misalnya sealants) kepada masyarakat luas justru menjadi diragukan. (Burt 1998).Oleh karena itu, rendahnya prevalensi penyakit dan distribusi penyakit yang miring/tidak semestinya, mendorong beberapa orang peneliti untuk mengusulkan sebuah pendekatan dengan target resiko-tinggi untuk mendiagnosa dan merawat dental caries (FDI Working Group, 1988; Disney et al, 1992). Dengan mempergunakan pendekatan resiko tinggi (High risk), tujuannya lalu menjadi mengidentifikasi orang orang yang sangat rentan dan mempergunakan langkah langkah preventive berbasis perorangan yang mustajab untuk mengurangi resiko mereka (Moss and Zero 1995). Metode ini bekerja mengurangi resiko sejumlah kecil orang orang yang sangat rentan, memasukkan mereka kedalam mayoritas penduduk yang tanpa atau sedikit karies (Stamm et al, 1991; Pitts, 1997). Untuk mempergunakan pendekatan resiko-tinggi kita harus mempunyai langkah-langkah akurat dan layak untuk mengidentifikasi mereka yang sangat rentan terhadap dental caries (Hausen 1997). Penilaian terhadap resiko karies (caries risk assessment) bisa membantu dalam indentifikasi faktor etiologi sehingga treatment preventif yang cocok bisa diberikan kepada orang tertentu (Hansel Petersson 2003). Dalam komunitas ilmiah masih terjadi banyak berdebatan mengenai cara yang layak untuk mendekati diagnosis dan treatment dental caries. Bachelor dan Sheiham (2002) berpendapat lebih mendukung pendekatan penduduk ketimbang pendekatan resiko-tinggi karena pendekatan resiko-tinggi ternyata tidak berhasil menangani mayoritas lesi karies baru yang ada dikalangan penduduk. Sebaliknya, Axelsson et al (1991;1993) telah meraih banyak keberhasilan dalam mempergunakan pendekatan yang ditargetkan untuk pencegahan penyakit penyakit gigi. Mempergunakan strategi resiko-tinggi bukan berarti bahwa populasi umum tidak memerlukan perawatan gigi preventif, tetapi bahwa intensitas treatment itu haruslah bervariasi tergantung pada kebutuhan. Sebuah perpaduan langkah untuk pencegahan karies dengan mempergunakan kedua strategi tersbut bisa memaksimalkan manfaat dari kedua metode tersebut yakni dengan mengedepankan mana yang paling menjadi kebutuhan, meski perubahan distribusi penyakit dikalangan penduduk yang didapat lebih kecil namun masih signifikan (Pitts 1998)

Perawatan dental caries.Menurut riwayatnya, diduga bahwa dental caries adalah penyakit yang progresip/bertahap melajunya, yang tak pelak akhirnya menyebabkan gigi tanggal, kecuali jika dokter gigi telah menanganinya. Metode biasa yang dilakukan untuk menghadapi terjadinya gigi berlubang (dental decay) mencakup deteksi lesi karies, yang diikuti kemudian denga pengeboran dan penambalan. (Fontana and Zero, 2006; Domejean-Orliaguet et al,2006; Evans et al, 2008). Meskipun merawat dental caries dengan cara restorative akan meniadakan rasa sakit dan mengembalikan fungsi gigi, cara ini agaknya tidak menghalangi kelanjutan jalannya proses penyakit dan tidak diragukan berpeluang terjadinya decay kambuhan yang selanjutnya memerlukan tindakan operasi (Kutsch et al, 2007). Restorasi lesi karies memang akan menghilangkan tempat tempat bermukimnya mikroorganisme kariogenik, namun tidak mengubah tingkat resiko pada diri pasien. Hasil riset menunjukkan bahwa pemasangan restorasi gigi ternyata sangat kecil kontribusinya dalam penatalaksanaan proses penyakit karies, karena tidak ada efek terukur terhadap beban bakteri kariogenik didalam mulut ketika prosedur restorasi telah selesai (Wright et al, 1992; Featherstone 2003; Jensen et al, 2007).Banyak pekerjaan kedokteran gigi difokuskan pada merawat simtom-simtom infeksi bakterial ini, dan bukannya fokus pada faktor-faktor penyebab (causative factor). Restorasi itu sendiri tidak mampu mengubah faktor-faktor etiologi dental caries untuk membasmi bakteri pembentuk karies (Young et al, 2007). Ketika profesi kesehatan berhadapan dengan penyakit sistemik lain, maka tindakan yang dilakukan adalah menghilangkan penyebab penyakit, seperti misalnya immunisasi dan antibiotik. Profesi kedokteran gigi perlu mengkaji dental caries ini dengan cara yang sama dan merawat penyakitnya, bukannya hanya melihat manifestasi klinis penyakitnya saja. Diyakini bahwa pemahaman terakhr kami tentang proses penyakit karies sudah cukup kuat untuk melakukan kajian ini (Featherstone et al, 2003).Banyak pelaku riset kedokteran gigi menganjurkan agar mengikuti model untuk dental caries. Pendekatan ini mengharuskan memandang dental caries sebagai sebuah proses penyakit, memanage faktor faktor etiologinya, dan menerapkan strategi pencegahan, bukannya semata mata memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh penyakit (Newburn 1992; Anderson et al, 1993; Edlstaein 1994; Limeback, 1996). Penatalaksanaan medis (medical management) dental caries tidak hanya mungkin, tetapi juga telah terbukti bisa memberikan hasil yang unggul dibanding bila hanya dengan operasi (surgical intervention) semata. Ditunjukkan pula bahwa pasien yang dirawat melalui caries risk assessment dan pendekatan dengan medical model memberikan/menghasilkan lesi caries baru yang nyata2 lebih sedikit dibanding dengan pasien yag dirawat semata mata dengan tindakan operasi seperti lazimnya (yaitu, bur dan tambal)(Kutsch and Kutsch 2006).

Modern caries management.Penatalaksanaan karies yang modern berdasarkan pada evidence-based dentistry, dengan fokus yang lebih dititikberatkan pada pencegahan. Pengendalian karies secara komprehensif berfokus pada pasien keseluruhan untuk kemudian memanage faktor faktor resiko individual dari pasien guna memacu dan menjaga kesehatan oral tetap optimum. (Young et al, 2007a). Preventive dentistry dengan demikian ditandai dengan penatalaksanaan faktor resiko (risk factor management) dimana kita berharap bisa memaksimalkan faktor-faktor protektif sembari meminimalkan faktor faktor patologisnya (Young et al 2007b). Penatalaksanaan dental caries modern mecakup urutan treatment sebagai berikut:1. Deteksi lesi karies sejak fase awal (incipient lesions, non-cavitated lesions).2. Diagnosa proses penyakit karies3. Identifikasi faktor resiko karies dalam diri pasien.4. Treatment planning, meliputi restorasi gigi, modifikasi/eliminasi faktor resiko, arresting active lesion, dan mencegah lesih llebih lanjut.5. Mengubah status resiko karies pasien.Langkah pengendalian caries mencakup tindakan mengidentifikasi proses penyakit dan faktor-faktor resiko; hal ini dicapai dengan pertama melakukan caries risk assessment pada pasien guna mengidentifikasi faktor-faktor resiko timbulnya karies yang ada dalam diri pasien. Apabila faktor2 resiko telah terdeteksi, maka profesi kedokteran gigi memberikan tindakan pencegahan yang bertujuan untuk me-remineralisasi lesi baru, menekan kadar mikroba, dan mencegah kemunculan lesi baru. Para klinisi mempergunakan tehnik perilaku, bahan kimia dan tehnik operasi/bedah yang minim invasive guna mengembalikan keseimbangan positif antara faktor-faktor patologis dan protektif yang mendukung terciptanya lingkungan oral yang sehat (Hildebrandt 1995, Young et al 2007b). Langkah pengendalian karies mencakup treatment pemulian (dengan atau tanpa bahan yang bisa melepaskan fluoride), selant, petunjuk oral hygiene, edukasi pasien, analisa diet & modifikasinya, treatment dengan fluoride (misal gel, varnish), xylitol, permen karet dan terapi terapi anti mikroba (misal chlorhexidine gluconate). Dengan memahami proses karies secara lebih baik, terjadilah perubahan filosofi operative dentistry. Meskipun dijumpai banyak variabilitas diantara dokter gigi, ternyata lebih banyak diantara mereka yang menekankan preventive dentistry dibanding sebelumnya (Domejan- Orliaguet 2006). Pergeseran penitikberatan ini terjadi di sekolah-sekolah kedokteran gigi, dimana kurikulum dan ketrampilan praktek mereka lebih difokuskan pada caries risk assessment, pada penatalaksanaan modern penyakit karies (termasuk disini minimally invasive dentistry), dan penundaan restorasi gigi sampai permukaan betul-betul telah berlubang (cavitated)(atau kemungkinan akan berlubang). Restorasi baru dipasang setelah semua upaya praktis pencegahan dan remineralisasi diterapkan/dicobakan (Hilderbrandt 1995; Anusavice 2005).

Caries risk assessment.Penilaian resiko terjadinya karies/Caries Risk Assessment (CRA) adalah proses mengumpulkan data tentang berbagai faktor (misal kadar bakteri) dan indikator (misal caries experience sebelumnya) untuk memprediksi aktifitas karies yang bakal terjadi di waktu-waktu yang akan datang (Hansel Petersson et al 2003)CRA yang resmi menyebut sebagai proses 4-langkah:1. Identifikasi faktor-faktor resiko terukur2. Pengembangan perangkat multifaktor3. Penilaian resiko (risk assessment) untuk menentukan profil resiko si pasien.4. Penerapan tindakan preventive yang disesuaikan dengan profil resiko (Moss and Zero 1995).Selama 30 tahun terakhir, periset berfokus pada membuat sebuah instrumen yang mudah dikenakan, sederhana, cepat dan akurat. Alat assessment resiko in dapat mengestimasi resiko karies, mengidentifikasi faktor etiologi primer, menyajikan daftar tindakan preventive terakhir yg dijalani pasien, dan bekerja sebagai panduan memilih perawatan preventive spesialis yang disesuaikan dengan kebutuhan individu (Tinanoff 1995a; Tinanoff 1995b; Reich et al 1999). Ada kemungkinan bahwa banyak dokter gigi yang menggabungkan beberapa CRA yang tidak resmi kedalam prakteknya berdasarkan kesan mereka terhadap pasien dan caries experience sebelumnya (Fontana and Zero 2006)Riset menunjukkan bahwa klinisi yang telah berpengalaman seringkali mampu menilai resiko karies dengan sangat cepat dan akurat (Carvalho et al 1992; Isokangas et al 1993). Meskipun penentuan tingkat resiko keseluruhan mungkin relatif mudah, penunjukkan dengan tepat faktor-faktor spesifik yang mengakibatkan proses karies seringkali terbukti lebih sulit. Karena itulah, perlu kiranya praktisi kedokteran gigi melakukan/menjalankan CRA resmi guna menentukan faktor apa persisnya yang terlbatdalam erkembangan penyakit pasien (Kidd 1999).Menjalankan CRA akan membantu praktisi memberikan bentuk perawatan preventive yang layak kepada pasiennya dan meniadakan pemakaian sumber daya yang sia sia (Abernaty et al 1987; Powell 1998). Dengan mencocokkan tingkat resiko seseorang terhadap therapi preventive yang diusulkan, maka profesi mendapat peluang lebih besar mendapatkan dampak positif dari kesehatan oral pasien. Jika profesi kedokteran gigi mampu mengidentifikasi orang resiko resiko terbesar timbul dental caries, maka biaya untuk prosedur pencegahan karies bisa dikurangi dan akan sangat efisien (Samm et al 1991)Penatalaksanaan dental caries dengan risk assessment resmi merupakan perubahan mindset yang cukup berarti dalam diri profesi dan harus disertakan dalam praktek sehari hari seperti yang diperintahkan dalam praktek evidence-based standards of care. CRA haruslah secara rutim disertakan dalam pemeriksaan pendahuluan maupun pemeriksaan panggilan ulang (recall), karena temuan-temuan yang didapat dari situ bisa membantu membimbing jalannya perawatan pasien seperti yang sudah dirancang. Hal ini penting khususnya sebelum melakukan treatent prosthodonsi, retorasi dan orthodonsi guna memastikan prognosa yang baik (Angmar-Mansson et al, 1998; Jenson et al, 2007).CRA bermanfaat dalam penatalaksanaan klinis karies, yakni membantu klinisi gigi sbb:1. Mengkategorikan tingkat resiko timbulnya karies dalam diri pasien, mengendalikan intensitas treatment yang diberikan.2. Menunjuk dengan tepat faktor etiologi utama yang mendukung munculnya decay dan dengan demikian bisa menentukan bentuk terapi yang layak (Zero et al 2001; Fontana and Zero, 2006).3. Membantu dalam mengambil keputusan melakukan restorative treatment (misal pemilihan bahan restorasi) (Zero et al, 2001; Fontana and Zero, 2006).4. Memperbaiki prognosis therapeutic care yang sudah direncanakan (Zero et al 2001; Douglas 1998)5. Memberikan informasi tentang screening dan diagnostic test tambahan apa yang diperlukan (Douglass 1998; Zero et al 2001; Fontana and Zero 2006).6. Mengedukasi dan memotivasi pasien untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan oral bisa optimum (Kidd 199, Fontana and Zero 2006; Jenson et al 2007).7. Menuntun dalam menentukan waktu kapan recall appointment berikutnya (Kidd a999: Kidd 2001).Perangkat CRA menjaring masyarakat berdasarkan faktor resiko dan ramalan (predictors) dan mengklasifikasi orang kedalam tiga kategori resiko: low, moderate atau high (Burgess 1995; Ngo and Gaffney 2005). Biasanya, jika karies baru telah timbul sejak pemeriksaan terakhir, maka pasien dikategorikan sebagai resiko moderate atau high, tergantung pada interval sejak pemeriksaan terakhir, dan jumlah & tingkat keparahan (severity) lesi karies. Namun demikian, jika pasien sejak pemeriksaan terakhir diketahui bebas-karies, maka tingkat-resiko dinyatakan sebagai low atau moderate risk tergantung pada status oral hygiene-nya, paparan fluoride dan hitung mikrobiologinya (Reich et al 1999).Tantangan diagnostik terbesar terletak ketika sampai pada konsensus menentukan group dengan resiko moderate. Masih agak sederhana mengidentifikasi low risk-low caries dan high risk-haigh caries. Namun demikian, jauh lebih rumit lagi untuk mengenali orng dengan moderate risk yang menunjukkan sedikit atau tidak ada penyakit untuk jangka lama, diikuti dengan timbulnya dental caries yang datang tiba2. Untuk pasien2 seperti itu, dan juga orang-orang dengan resiko tanpa tanda-tanda atau simtom yang nampak, itulah kegunaan/manfaat besar dari identifikasi dari CRA (Kutsch et al, 2007: Jenson et al, 2007).Meskipun dental caries sudah lama diketahui sebagai suatu penyakit dengan etiologi multifaktor, banyak model-model prediksi karies tradisionil yang fokus pada faktor individual yang mengakibatkan aktifitas karies tinggi (Disney et al, 1992). Baru baru ini etiologi multifaktor karies mengarah pada pembentukan model penilaian resko (risk assessment model) yang boleh dikata lebih menjanjikan, yang mencakup berbagai faktor yang mendorong timbulnya karies, karena belum ada satu test pun yang bisa secara serentak mengukur ketiga komponen utama dental caries, Yaitu : host resistance, kariogenisitas diet dan microbial pathogens (Hansel Peterssen, 2001).Risk assessment modelAda dua variabel yang dapat dipakai untuk membangun model resiko karies (caries risk model) yang multivariabel, yakni: Risk factors (Faktor resiko) atau disebut faktor etiologi; dan Risk indicators (Indikator resiko) atau disebut faktor non-etiologi(Powell et al 1998)Risk factor meliputi lingkungan, perilaku, biologi, atau gaya hidup, atau karakteristik lain yang bisa memperbesar kemungkinan suatu penyakit bisa terjadi (Beck, 1998). Semua itu merupakan bagian dari mata rantai penyebab timbulnya penyakit, karena memenuhi persyaratan hubungan sebab-akibat, berupa kekuatan hubungan, hubungan sementara, konsistensi/kemantapan hubungan, hubungan dosis-respon, dan penalaran biologis (Lihat chapter 5: evidence-based dentistry). Kumpulan informasi tentang risk factors yang betul seperti misalnya Streptococcus mutans, selama risk assessment berlangsung bisa membantu klinisi merencanakan preventive therapy (Powell, 1998).Sebaliknya, risk predictor biasanya adalah sebuah penanda biologis (biologic marker) yang menunjukkan proses penyakit, tetapi diduga bukan etiologi penyakit tersebut. Risk predictor seringkali dipakai bersamaan dengan risk marker (Beck et al, 1992). Risk indicators untuk karies, seperti caries experience sebelumnya, dapat menjadi predictor yang kuat untuk timbulnya lesi yang akan datang tanpa menjadi penyebab langsung penyakit, tetapi memberikan sedikit arah dalam menentukan langkah preventive. Risk factor dan risk indicator kebanyakan sifatnya pathologis (yaitu mengakibatkan kejadian penyakit). Namun demikian mereka bisa juga protective bila mereka memperkecil kemungkinan seseorang timbul penmyakit (misal paparan fluoride)(Douglas, 1998).Ada dua kerangka yang dapat dipakai untuk menyusun instrumen CRA, yaitu: risk model dan prediction model. Risk model atau yang kadang dinamakan juga sebagai etiologis model, dipergunakan jika anda ingin mengidentifikasi risk factors untuk penyakit guna melakukan intervensi treatment nantinya dan pencegahan yang paling efektif. Risk model ini hanya berisi risk factors sejati dan khas sederhana untuk dipakai, namun tidak dimaksudkan untuk meramalkan caries risk yang akan datang. Oleh karena stabilitas dan sederhananya melintasi subgroup yang berbeda beda dalam populasi, maka ia seringkali dipakai untuk screening yang domainnya kesehatan masyarakat (Beck et al 1992; Beck et al 1998). Sebaliknya, prediction model mempergunakan risk factor dan risk predictor untuk memaksimalkan kemampuannya guna emngidentifikasi orang dengan low- dan high-ris (yaitu memaksimalkan sensitifitas dan spesifitas). Meskipun risk predictor (seperti mis baseline caries) tidak akan mempengaruhi insidens penyakit, namun bisa menjadi predictor kuat yang mudah dan murah didapat. Risk factors (seperti Streptococcus mutans count) seringkali lebih mahal; namun demikian cenderung lebih handal dalam prediksi karies (Beck et al, 1992; Beck et al, 1998). Seringkali penyelidik ingin mempergunakan kombinasi risk dan prediction model yang mencakup dua2nya, risk factor dan risk indicator. Variabel yang langsung terlibat dalam proses karies baik sebagai protective atauupun risk factor, mencakup mikroorganisme spesifik, dental plaque, type dan frekwensi karbohidrat dan gula dalam diet, dan paparan fluoride. Sebaliknya, risk indicator seperti misalnya dental experience yang lalu/sebelumnya, seringkali dimasukkan dalam perangkat CRA karena risk indicator ini secara tidak langsung berhubungan dengan terjadinya dental caries tanpa ikut serta dalam kemunculan lesi karies (Beck et al, 1992; Beck et al 1998). Ada beberapa instrumen CRA yang mendukung type model dua2nya. Cariogram dan format CRA dibuat di the University of Toronto (Burgess 1995), bekerja sebagai prediction model yang dapat mengidentifikasi mereka mereka yang high risk, dan keduanya juga merupakan risk model karena dapat mengidentifikasi risk factor yang terlibat guna membantu membuat rencana intervensi yang memadai. Brathal and Hansel Petersson (2004) melakukan suatu penelusuran berbasis internet untuk risk model. Meskipun mereka menemukan banyak laporan tentang model berbasis caries predictor dengan mempergunakan satu atau beberapa risk factor, ternyata masih sedikit upaya yang dilakukan di cariology untuk membuat instrumen risk assessment yang komprehensif dan praktis. Dalam the 2001 National Institutes of Health Conference disimpulkan bahwa Karies etiologis adalah suatu proses penyakit yang kompleks. Dimungkinkan banyaknya mikroba, kontributor2 genetik, imunologi, perilaku dan lingkungan pembawa resiko, semua itu bermain dalam menentukan kejadian dan tngkat keparahan penyakit klinis (clinical disease). Perangkat assessment yang berdasarkan satu risk indicator saja dengan demikian sepertinya tidak mungkin bisa akurat membedakan antara mereka dengan high risk dengan low risk. Beberapa indicator yang dipadukan menurut skala yang tepat dan bisa melihat interaksi yang mugkin ada, jelas akan diperlukan (NIJ consensus Development Conference 2001).Analisa caries risk yang dilakukan dengan mempergunakan kombinasi beberapa variabel tertentu memberikan hasil yang lebih unggul dibandingkan dengan hanya satu faktor saja (Disney et al 1992) beck et al 1992; Tinanoff 1995 a; Tinanoff 1995b.Seleksi risk assessment instrument.Prinsip yang mendasari risk assessment adalah bahwa orang dengan tingkat risk factor yang meningkat akan menerima intervensi preventive yang lebih giat. Oleh karena itu para pemeriksa harus hati hati ketika bagaimana mereka mengkategorisasi pasien dengan berbagai tingkat resiko. Harus bisa memastikan di fase mana risk factor itu berubah dari low- moderate ke kategori high-risk (Douglass, 1998). Hal ini terbukti menjadi tugas yang sulit karena banyak faktor etiologi tidak mempunyai batas yang jelas antara ada dan tidak ada, tetapi biasanya berada dalam rentang (range) baik sekali (excellent) hingga jelek (poor) (misal oral hygiene), atau dari low hingga high (seoerti lactobacilli count). Patut disesalkan tidak ada risk faktor yang sempurna utk CRA ini; sehingga klinisi harus mau menerima proporsi error tertentu dalam prediksi aktifitas karies mendatang. Demikian adanya juga untuk kelainan kelainan medis lainnya. Misalnya, Haussen (1977) mempergunakan data dari the Kuopio Ischaemic Heart Dsease Ris Factor Study untuk menyusun ligstic risk function Ia dari the Receiver Operating Characeristik (ROC) menemukan sebuah ringkasan (summary) kekuatan prediksi (predictive power) dari berbagai level risk factor, dimana individual risk assessment dan acute myoradial infarction dan dental caries sama sama tidak akurat.Dalam membuat perangkat CRA, haruslah dibuat trade-off (tukar) antara sensitivity (persentase orang yang benar-benar berpenyakit dimana test-nya positif) dengan specifity (persentase orang yang tanpa penyakit yang testnya negatif) (Fletcher and Fletcher, 2005). Dalam prakteknya, keseimbangan terbentur masalah antara banyaknya positive semu/false positive (yaitu pasien yang dianggap high risk ternyata tidak ada/timbul karies) dan false negative (yaitu pasien yang denggap low-risk, tetapi justru timbul karies) (Hausen, 1997). Sudah menjadi keharusan/patokan bahwa nilai nilai sensitivity dan specificiity senantiasa tinggi guna memastikan bahwa pasien yang berlabel high-risk ya harus benar benar mempunyai penyakit, dan dalam mengidentifikasi orang dengan low risk kok berpanyakit (diseased) maka nilainya harus minimal (Angmar-Mansson and Al Khateeb, 1998).Oleh karena dirasa siasia untuk meyakini bahwa diagnostik test harus bisa mempunyai nilai sensitivity (Se) dan specifity (Sp) sebesar 100%, maka oleh pelaku riset yang menyelidiki caries risk dibuatlah kriteria dan cut-off points yang berbeda. Demikianlah, Wilson dan Ashley (1989) menetapkan Se dan Sp masing masing dipatok sebesar 80%, maka test unutk caries risk dapat dikatakan acceptable (bisa diterima). Selain itu, Fleiss and Kingman (1990) merekomendasikan paduan/jumlah ( Se dan Sp daripada Risk model sekurang kurangnya 160% untuk menjadi gold standard dikalangan pelaku riset (Hausen 1997; Zero et al 2001). Sayangnya, nilai benchmark ini hanya bisa dicapai dengan beberapa instrumen caries prediction saja (Streiner et al, 1992; Scheinin et al, 1992; Leverett et al, 1993)Caries risk prediction (peramalan resiko karies) tetap merupakan ilmu nonexact. Para pemeriksa harus menyadari bahwa akan terjadi error dengan proporsi tertentu, dan misklasifikasi bisa berakibat penyajian management menjadi tidak memadai, termasuk didalamnya adanya unsur unsur overtreatment dan undertreatment (Pitts, 1998). Ketika mngikuti cutt-off points dari Se dan Sp, dan melihat trade-off diantara keduanya, maka selanjutnya kita harus memperimbangkan konsekwensi dari mempunyai terlalu banyak false-positive atau false-negative (Hensen, 1997).Apabila instrumen CRA hendak dipakai/diterapkan di level kesehatan masyarakat untuk penjaringan (screening) massa, maka akan menguntungkan bila mempunyai specifity yang lebih tinggi. Petugas kesehatan masyarakat tentunya ingin menghindari diperolehnya false positive yang bisa berakibat terjadinya overtreatment bagi orang yang belum tentu membutuhkan layanan preventive. Hal ini penting khususnya dilingkungan dimana sumberdaya jarang ditemui. Menghindari false positive juga diperlukan sekali dalam situasi dimana menejemen penyakit yang direkomendasikan adalah invasive atau membebani biaya pasien (Zero et al, 2001). Sebaliknya, dari segi etika dan ekonomi akan lebih menguntungkan bila menaikan sensitivity test guna menghindari terjadinya false negative. Kegagalan dalam mengidentifikasi mereka yang berresiko timbul karies bsa mengakibatkan treatment yang tidak perlu dimasa yang akan datang, yang bisa jadi lebih mahal dan dirasa sakit oleh pasien karena adanya perkembangan penyakit yang tidak terdiagnosa. Dengan menaikkan sensitifitas risk model, maka jumlah palse positive akan meningkat. Meskipun bisa mengakibatkan overtreatment pada pasien tertentu, apabila klinisi mau mempergunakan strategi preventive yang memadai, maka akan sedikit atau tidak sama sekali merugikan pasien, karena dental caries tidak diberi peluang untuk mulai dan berkembang. Namun demikian , pasien akan mengalami sedikit terusik sisi ekonominya, yaitu mengeluarkan biaya untuk terapi preventive.

Risk Factors (Faktor-faktor resiko)Banyaknya faktor-faktor resiko karies dan indikator karies telah berhasil diidentifikasi selama dekade riset berlangsung. Misalnya, dalam sebuah telaah sistematik terhadap risk factor untuk dental karies dikalangan anak muda, Harris et al, (2004) menemukan bahwa ada sebanyak 106 faktor resiko (risk factor) kedapatan mempunyai hubungan yang signifikan dengan prevalensi dental cariesDengan adanya begitu banyak faktor, nampaknya bisa bikin cemas ketika memikirkan variabel mana yang harus dipilih untuk dimasukkan dalam CRA instruments. Untuk keperluan riset diperintahkan untuk memilih risk factors dengan tujuan untuk penelitian karena masih sangat sedikit instrumen CRA standard yang tersedia (Powell, 19980.). Beberapa model CRA yang dipakai sekarang ini adalah penambahan disiplin dan cenderung fokus pada faktor-faktor utama yang mengakibatkan tmbulnya karies, yaitu: diet, microbial pathogens dan faktor-faktor kepekaan host. CRA model dari the University of Toronto sama persis dengan instrumen-instrumen tersebut (misal Cariogram, CAMBRA (Caries Management by Risk Assessment), Featherstone et al 2007) dimana instrumen tetap menjaga fokusnya pada unsur-unsur resiko karies dasar (base caries risk) yang dapat dengan mudah diidentifikasi di klinik gigi dan dimodifikasi melalui tindakan perawatan preventive. Caries risk factors dan caries risk indicators yang paling sering dipakai dalam model CRA multifaktor meliputi: Tingkat bakteri kariogen (yaitu Streptococcus mutans dan lactobacilli) Faktor-faktor saliva (seperti kecepatan alir dan kapasitas buffer). Paparan fluoride (Fluoride exposure) Caries experience sebelumnya (previous caries experience) dan Karakteristik-karakteristik sosioekonomi(Ericksen and Bjertness 1991; Tinanoff 1995a; Tinanoff 1995b; Brathal et al 2005)Masing masing dari caries risk predictor tersebut akan dibahas dalam bab-bab berikut.

Streptococcus mutans dan lactobacilli.Seperti yang pernah dibahas dalam bab Pendahuluan, dental caries adalah suatu penyakit infeksius berasal dari mikroba; dimana etiologic agentnya adalah penghuni tetap dalam rongga mulut (oral cavity) yang menyebabkan demineralisasi jaringan keras gigi manakala pathogenisitas dan proporsinya berubah sebagai reaksi terhadap kondisi lingkungan. Mikroorganisme-mikroorganisme seperti Streptococcus mutans (SM) dan Lactobacillus sp (LB) mendapatkan keuntungan yang cukup signifikan dibanding dengan bakteri asidogenik oral lainnya disebabkan oleh sifat aciduric yang dimilikinya. SM tidak hanya mampu bertahan hidup dalam lingkungan asam saja, tetapi mereka juga adaptasi kemampuannya untuk meningkatkan kecepatan memproduksi asam, sehingga dengan demikian menjadikan pH dalam rongga mulut lebih rendah dan membentuk cariogenic plaque (Moss and Zero, 1995).Kalau SM merupakan inisiator utama pembentukan lesi karies (Loesche, 1986), maka LB secara substansial berkontribusi dalam perkembangbiakan lesi, disebabkan oleh kemampuan mereka bertahan hidup pada pH yang lebih rendah dibanding dengan SM. Selain itu, menyusun kemampuan untuk menyimpan energi untuk menghadapi saat saat dimana fermentable carbohydrate langka dalam rongga mulut. Aadaptasi yang mentakjubkan ini memungkinkan kadar oral SM tetap relatif konstan sekalipun terjadi modifikasi diet. LB bisa mengembalikan/memulihkan kemampuan ini, dan dengan demikian LB counts (hitungan LB) lalu seringkali dipakai untuk menentukan kebutuhan pasien akan perubahan diet (Hildebrandt, 1995).Menurut tradisi, SM dan LB counts dijadikan indikator biologi utama yang dipakai untuk memprediksi caries experience yang akan datang (Pienihakkinen, 1987; Krasse, 1988, Demers et al 1990, Disney et al 1992).Penelitian telah menunjukkan bahwa tidak hanya mikroorganisme-mikroorganisme itu saja yang berhubungan dengan insidens karies, tetapi diperlihatkan juga bahwa anak-anak dengan kadar tinggi pathogens tersebut,pada mereka timbul sejumlah cukup besar lesi karies dibanding dengan anak yang level/kadar pathogennya rendah (Zickert et al 1982). Meski demikian, kadar SM dan LB di saliva lebh berhasil dalam mengidentifikasi anak dengan low-risk dibanding dengan mereka yang meningkat risk-nya untuk timbul karies (Van Houte, 1993).Test saliva tersebut membantu para profesional kedokteran gigi dalam mengidentifikasi kedua populasi yang sangat beda susceptoble disease-nya (peka penyakit), namun kurang efektif untuk meramalkan karies dalam group resiko menengah (moderate risk group).Akurasi test untuk SM dalam meramalkan karies yang akan datang pada seluruh populasi adalah kurang dari 50%. Sayangnya, meski banyak dipakai di CRA, kemampuan memprediksi dari test mikrobiologi ini masih belum pasti di tingkat individu (Ericksen et al, 1991, 1991, Van Houte 1993). Kecuali temuan temuan pada anak, maka kadar SM saliva yang tidak pasti itu dimasukkan ke risk assessment (Tinanoff, 1995a; Tinanoff, 1995b). test saliva untuk LB masih kurang sensitif dibanding dengan test untuk prediksi karies. Kurang pula sensitif dibanding test saliva untuk SM. Hal ini diduga LB bukan merupakan penyebab utama inisiasi dental caries, namun LB dijumpai dalam jumlah besar dimana banyak karbohidrat dikonsumsi (Fontana and Zero 2006).LB count biasanya dianalisa untuk mencerminkan perubahan diet yang terjadi dan hasil testnya berguna untuk memotivasi pasien dan memonitor perubahan oral hygiene, diet dan microbial therapies (Hansel Petersson et al 2003).Ada beberapa orang petugas kesehatan gigi yang mempergunakan SM dan LB count ini tidak hanya untuk mengestimasi caries risk saja, tetapi juga untuk memonitor pencapaian perbaikan oral hygiene dan diet, untuk kemudian mengedukasi pasien terkait dengan kesehatan oral mereka. Ada perangkat untuk membuat kultur saliva yang bisa dikerjakan dengan mudah dan bisa menentukan bacterial count. Di Eropa, Orion Diagnostica menjual kit untuk mengestimasi Streptococcus mutans count (Dentocult SM strip mutans) yang ada didalam sampel saliva dan plaque, dan Dentocult LB untuk mengestimasi lactobacilli count didalam saliva. Di Amerika Utara, Ivoclar-Vivadent menjual CRA test kit yang juga mengestimasi kadar SM dan LB dalam saliva. Untuk kedua kit yang dijual diatas, maka agar plates atau strip yang dicelupkan dalam kaldu bahan gizi (nutrient broth) harus diinkubasi selama dua hari untuk memacu pertumbuhan bakteri. Pasien diminta kembali dalam dua hari untuk melihat hasilnya.Sebuah system baru telah berhasil dikembangkan, dimana SM count bisa diestimasi dengan mengukur bioluminescence yang dihasilkan oleh bakteri yang memetabolisir adenosine triphosphate (ATP). Penelitian pendahuluan (Fazilat et al, 2010) menunjukkan bahwa Cariscreen Caries Susceptibility Test (CariFree), yakni sebuah chairside bacterial test 1-menit sederhana untuk mengestimasi risiko karies pasien melalui pengukuran langsung aktifitas biologi daripada plaque, dan ini sebagai alat yang berguna untuk mengukur kadar SM dalam plaque (Gambar 15-1)

Gambar 15-1. Gambar foto dari CariScreen (Oral Biotech Inc.) caries susceptibility tester. Sampel plaque diperoleh dengan mempergunakan swab yang terdapat bersama kit (terlihat), dicampur dengan bioluminescent reagentm dan disisipkan masuk kedalam tester yang mengukur produksi Adenosine Triphosphate (ATP) melalui reaksi bioluminescence. Skor dibawah 1.500 adalah relatif sehat, skor diatas 1.500 menunjukkan resiko terjadi lubang (decay). Dcetak ulang dengan seijin dari Oral Biotech, Inc.Pasien lalu diberi umpan balik tentang potensi kariogenik dari plaque yang ada dalam dirinya.

Faktor-faktor saliva lainnya.Saliva melakukan banyak fungsi protektif terhadap inisiasi (awalan) dan perkembangan dental caries. Saliva membantu membersihkan partikel-partikel makanan dan bakteri dari rongga mulut, dan saliva juga menahan/menyangga (buffer) asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang ada dalam plaque. Banyaknya orang yang menderita berkurangnya kecepatan alir saliva semakin meningkat terutama dikalangan orang orang tua. Xerostomia (mulut kering) bisa terjadi akibat dari berbagai kondisi diantaranya therapi radiasi di kepala dan daerah leher serta penyakit seperti Sjogren syndrome, penyakit Parkinson dan diabetes mellitus yang tidak terkontrol (Hunter 1988)Namun demikian, xerostomia paling sering disebabkan oleh efek samping dari banyak obat yang diresepkan kepadanya, termasuk disini antihistamine, anti kholinergik dan antidepressant tricyclic.Meskipun xerostomia sudah lama diketahui sebagai risk factor pada semua orang dengan berbagai umur, ternyata dikalangan yang tua tua, khususnya yang peka terhadap perubahan saliva, disebabkan oleh banyaknya obat-obatan yang sering mereka perlukan untuk diminum. Hal ini menjadi problematik karena mereka yang dulunya bisa mempertahankan gigi geliginyam dan kini karena menderita kelainan saliva yang tidak menguntungkan, sehingga jadilah mereka mempunyai resiko lebih tinggi tergadap timbulnya karies ((Fure, 1998; Petersen, 2005).Orang yang berlkurang kronis fungsi salivanya, diketahui mempunyai kenaikan aktifitas karies yang cukup berarti. Banyak dokter gigi yang mengandalkan keluhan xerostomia pasien untuk mendiagnosa hyposalivasi; namun demikian, keluhan subyektif ini serinkali tidak berhubungan dengan temuan temuan obyekltif berkurangnya aliran saliva. Testing kecepatan alir saliva yang tidak distimulasi (unstimulated) pada seseorang dapat dengan mudah dilakukan di praktekan klinik, dan testing ini mempunyai validitas prediksi yang kuat untuk menilai caries risk. GC America menyajikan salivary test kit yang lengkap disertai dengan petunjuk tentang bagaimana mengukur aliran saliva. (Gambar 15-2).

Gambar 15-2. Kit tes kecepatan alir saliva yang distimulasi. Kedua item tersebut, yang dipersembahkan oleh GC America dalam saliva test kits mereka, dipergunakan untuk mengukur aliran saliva distimulasi (stimulated) Pasien mengunyah sekeping paraffin wax yang disajikan dalam bungkus tertutup, dan dikumpulkan samua saliva dalam mangkuk takar. Idealnya, pengumpulan harus diawasi sehingga tidak ada yang tertelan kembali. Setelah 5 menit, volume saliva diukur dari penanda yang ada di mangkuk. Kecepatan alir saliva yang distimulasi dinyatakan sebagai mL/menit. Kecepatan kurang dari 0,3 mL/menit dikatakan sebagai rendah dan mengakibatkan caries.Kecepatan alir saliva yang distimulasi, yakni dengan mempergunakan paraffin wax biasanya juga diukur untuk menyimpulkan apakah strategi preventif yang didasarkan pada stimulasi saliva (misal mengunyah permen tak bergula) akan menguntungkan pasien. Kecepatan alir saliva tak-distimulasi yang rendah akan meningkatkan resiko terjadinya karies pada orang dewasa (Flink, 2007) dan aliran saliva stimulasi dengan kecepatan rendah kurang dari 0,3 mL/menit, dikatakan rendah dan menyebabkan kar4ies. Tetapi ada seorang penelaah yang menunjukkan bahwa ada faktor lain yang lebih penting daripada saliva stimulasi yang angkanya rendah ini (Billings, 1993).Kapasitas buffer saliva merupakan faktor resiko lain untuk karies (Pienihakkinen 1998, Wilson and Ashley 1989). Kapasitas buffer ini bisa diukur dengan mudah memakai Ivoclar-Vivadent CRT test kit (Dentobuff) atau GC America buffering capacity test (Gambar 15-3)

Gambar 15-3. The Salivary Buffer Capacity test (GC America). (a) Sebuah bungkus tertutup berisi pH indicator paper strip dan pipet plastik Pipet dipergunakan untuk memindah setetes saliva yang dikumpulkan selama test alir saliva berlangsung (Gambar 15-2) diatas pH indicator paper strip. Setelah 30 detik, warna yang timbul dibandingkan dengan warna yang ada dalam pH indicator Chart. (b) untuk perbandingan warna. Warna merah menunjukkan resiko lebih tinggi terhadap karies. pH dari sisa dan saliva stimulasi dapat juga diukur langsung dengan mempergunakan pH test paper lain yang disajikan dalam kit (tidak terlihat) namun ini tidak sepenting mengukur kapasitas buffer.

Fluoride exposure.Paparan/terpaan (exposure) topical fluoride, oral hygiene dan diiet seringkali bukan merupakan faktor prediksi yang kuat untuk timbulnya karies, namun semua itu masih sering dimasukkan dalam instrumen CRA karena mereka merupakan petunjuk untuk tindakan preventive yang akan diambil sesuai anjuran. Menentukan masalah dalam satu atau lebih bidang ini akan membantu dokter gigi dan pasien untuk menyesuaikan rencana perawatandengan menggunakan unsur unsur tersebut guna mengubah variabel caries risk yang lain, seperti misalnya faktor-faktor bakteri dan saliva (Tinanoff 1995a; Tinanoff, 1995b). Untuk mencegah terjadinya dental caries, dianjurkan agar kadar fluoride yang konstan rendah harus dipertahankan dalam lingkungan oral (Lihat chapter 16 tentang Fluoride.Karies telah menurun diseluruh dunia, dan para ahli yang disurvey menyatakan bahwa alasan utamanya adalah karena telah meluasnya pemakaian pasta gigi berfluoride. (Brathall et al 1996). Ketika melengkapi CRA, maka berbagai sumber fluoride harus diperhitungkan, seperti misal air minum berfluoride, maupun topical fluoride yang dioleskan secara profesional. Oleh karena bisa jadi ada lebih dari satu sumber fluoride, dan semuanya boleh dikata memberikan paparan yang optmimum, maka pasien bisa dan mungkin pula tidak bisa berresiko. Pasien yang seumur umur tinggal didaerah non-fluoridasi, dan tidak mempergunakan pasta gigi berfluor, ada kemungkinan akan mempunyai resiko yang lebih tinggi terjadi karies (lihat Chapter 16 - Fluoride).PlaqueOleh karena dental caries adalah suatu penyakit mikrobiologi, maka persyaratan untuk timbulnya karies adalah terdapatnya dental plaque pada gigi, dan karies tidak akan ada/terjadi kecuali jika ada biofilm disitu, terlepas dari adanya faktor-faktor resikolain. Para pelaku riset ternyata tidak berhasil memperlihatkan hubungan konsisten antara skor dental plaque dengan karies (Hunter 1988). Tidak semua pasien dengan plaque control jelek mesti timbul karies; namun demikian, mereka yang jarang membersihkan gigi-giginya atau kurang efektif dalam membersihkan gigi,, mereka mempunyai resiko lebih tinggi timbul lesi karies (Kidd, 1999). Selanjutnya, kondisi yang menghalangi upaya pemeliharaan jangka panjang oral hygiene, seperti misal kelumpuhan mental dan fisik, positif mengakibatkan caries risk yang lebih tinggi (NIH Consensus Development Conference 2001). Hubungan yang tidak tetap antara oral hygiene dengan prevalensi karies bisa disebabkan oleh cara mengumpulkan data. Banyak model risk assessment mempergunakan indeks-indeks plaque yang dibuat untuk keperluan penelitian penyakit periodontal guna mencatat status oral hygiene pasien. Hal ini dapat menjadi upaya recording yang tidak akurat karena sering didasarkan pada skor smooth surface, padahal mayoritas karies terjadi di pits dan fissure atau permukaan interproksimal gigi (Tinanoff, 1995a; Tinanoff 1995).Namun demikian, bila pasien memperlihatkan giginya yang tertutup oleh plaque, sementara oral hygiene boleh diblang tidak ada, maka bisa dipastikan kalu gigi geligi pasien tersebut berresiko (Fig. 15-4a; Fig 15-4b)

Fig. 15-4 (a). Ada banyak plaque tampak mata, bahkan sampai di gingiva maxilla. Caries dapat dengan jelas terlihat di cervical margn gigi-gigi lateral dan lesi karies terlihat jelas di incisivus central kanan. Pasien ini mempunyai resiko tinggi terjadi karies. (b) Sebuah foto dari seorang pasien dewasa yang jelas berresiko akan kehilangan beberapa gigi akibat dental decay. Sebagian besar gingival margin telah decay> (Courtesy of Dr. Kim Kutsch of Oral Biotech, Albany OR, USA).Kepada pasien dapat diperlihatkan dimana plaque berada dengan mempergunakan larutan disclosing (lihat Chapter 1). Pada kasus tertentu, resiko karies bisa meningkat karena dental treatment. Orthodonsi bisa mengakibatkan timbulnya lesi white spot yang meluas karena plaque tidak hilang dari gingival margin dan remaja sementara itu meningkat terus konsumsi gulanya. Hal ini diperlihatkan dalam Fig. 15-5.

Fig. 15-5 Ini adalah foto dari seorang pasien setelah selesai menjalani perawatan orthodonsi, memperlihatkan adanya karies baru yang timbul diantara brackets dan gingival margin (Courtesy of Dr. David Boag, DDS, Peach Tree, Georgia, USA).

Fermentable carbohydratesKonsumsi gula dan karbohidrat dianggap sebagai faktor etiologi penting timbulnya dental caries (Zero 2004). Peran dari diet, sifat uamanya adalah lokal, bukannya sistemik seperti bakteri yang memetabolisir karbohidrat dan gula menghasilkan produk-sampingan berupa asam yang menyebabkan terjadinya demineralisasi permukaan email. Apakah aktifitas penyakit ini akan berlangsung/berlanjut hingga terjadi lesi karries, hal ini tergantung pada ragam unsur-unsur diet, oral hygiene pasien, terpaan fluoride, dan kemampuan saliva untuk menetralkan asam2 dari plaque (Burt and Pai, 2001).Beberapa unsur diet perlu dikemukakan didepan pasien ketika hendak menilai resiko karies pasien. Apakah suatu makanan itu kariogenik atau tidak, tergantung pada sejumlah faktr spesifik yang ada dalam diri orang yang memakannya, yakni oral bakteri yang mendominasi pada plaque, kecepatan alir saliva, dan kapasitas buffer, serta ketersediaan fluoride.dalam oaral cavity-nya. Klinisi harus juga memperhatikan retentiveness (nyelip) makanan, unsur-unsur protective dalam makanan (seperti kalsium, posfat), frekwensi makan dan snek, non-makanan yang mengandung gula (seperti lozenges, permen karet, obat2an), dan pola konsumsi (misal minum sesap bergula untuk waktu yang lama). Pasien disuruh mengisi daftar dietnya dalam 24 jam dan diminta untuk melengkapi catatan diet tambahan hingga waktu satu minggu untuk meyakinkan praktisi apakah pasien berresiko tinggi untuk dental caries.Menilai diet saja biasanya belum cukup untuk bisa memprediksi karies. Penelitian pada manusia belum menemukan hubungan yang konsisten antara konsumsi makanan kariogenik dengan dental caries experience. Dalam penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Burt et al (1988) konsumsi gula di antar-waktu makan diketahui hanya sebagian saja berhubungan dengan tambahan caries di interproksimal, namun tidak semuanya berkaitan dengan karies di pits dan fissure. Denal caries adalah sebuah penyakit multifaktor, dan dengan demikian resiko karies tidak selalu mempunyai korelasi langsung dengan konsumsi karbohidrat yang fermentable. Misalnya, telah diketahui bahwa dalam diri anak akan sangat sedikit karies yang timbul jika mereka mempunyai oral hygiene yang baik, terlepas dari apapun intake diet mereka; tetapi apabila oral hygiene jelek, maka intake gula yang tinggi akan memperlihatkan adanya kenaikan prevalensi karies (van Houte, 1994). Oleh karenanya diingatkan untuk lebih berhati hati dalam menelusuri faktor-faktor diet hubungannya dengan caries factor lainnya seperti tindak/praktek oral hygiene dan fluoride exposure.

Previous caries experience (pengalaman caries sebelumnya/dahulu)Tidak diragukan lagi kalau previous caries experience masih tetap merupakan sebuah predictor yang paling kuat untuk terjadinya/timbulnya karies di waktu yang akan datang (Hausen, 1997; Pitts, 1998; Powell, 1998). Previous caries experience merupakan risk indicator yang paling sering dipergunakan oleh dokter gigi baik di klinik praktekannya maupun di riset CRA karena memberikan kemampuan predictive paling kuat (Abernathy et al, 1987; Pienihakkinen 1987); Beck et al, 1992). Penyelidikan pada anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa seseorang yang sudah timbul karies di awal awl tahun hidupnya cenderung untuk timbul lebih banyak lagi karies di tahun-tahun yang akan datang (Helfenstein et al, 1991); Li and Wang 2002). Kecenderungan ini juga telah ditunjukkan dengan adanya kenaikan caries risk dikalangan anak yang ibunya mempunyai karies, dan orang dewasa lebih dimungkinkan timbul karies akar (root caries) jika mereka sudah ada/mempunyai coronal caries (Locker et al, 1998).Previous caries experience sering dipakai dalam model peramalan (prediction model) karena cepat, sederhana dan murah untuk me-record. Namun demikian, ia tidak bisa memperinci risk factor tertentu yang menyebabkan terjadinya dental cares, dan karenanya tidak dapat dipakai sebagai alat tunggal untuk menentukan strategi preventive yang tepat yang diarahkan untuk menghilangkan atau mengubah resiko pasien untuk timbulnya karies (Brathall et al 2005). Dokumentasi caries experience 1 tahun terakhir hingga 2 tahun, dan ditambah aktifitas penyakit terkini, cenderung menjadi lebih indicative menilai tingkat caries risk pasien. Telah ditunjukkan bahwa prediksi jangka-pendek (yaitu kurang dari 2 tahun) lebih handal dibanding dengan prediksi resiko jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Dental caries akan timbul dalam kondisi oral yang tepat, dan keadaan tersebut dimungkinkan berubah selama penelitian berlangsung lebih lama lagi, karena adanya perubahan perilaku dan gaya hidup (Powell, 1998).

Sociodemographic indicators (petunjuk menurut sosiodemografi).Beberapa orang pelaku riset memasukkan umur pasien pada waktu mereka menilai resiko karies, karena gigi-gigi kena terpa berbagai tingkatan lingkungan oral yang berbeda-beda dan dalam berbagai fase sepanjang hidupnya.Dental caries dahulu dipandang sebagai penyakit masa kanak-kanak. Anggapan ini muncul manakala diketahui bahwa prevalensi karies di masa tersebut kedapatan sangat jauh lebih tinggi, dan diketahui beberapa anak menjadi caries-free ketika mereka mencapai dewasa. Kini tidak lagi demikian halnya, dan proses penyakit karies menyebar luas semasa hidup seseorang (Burt and Eklund 1999). Dewasa semua umur masih timbul coronal caries dan dengan demikian maka sekarang karies harus dipandang sebagai penyakit seumur hidup. Kini, umur sebagai salah sau risk indicator dianggap kurang penting dalam prediksi karies. Interaksi faktor-faktor resiko utama (yakni diet, bacteria dan host) lebih diutamakan ketimbang umur orang untuk mengkategorikan dengan tepat caries risk level (Powell 1988).Beberapa penyelidik mempergunakan demographic rsk indicator lain dalam caries risk model mereka, seperti gender. Perempuan, baik dimasa kanak-kanak maupun dewasa, cenderung memperlihatkan skor DMF (Decayed, Missing, Filled) lebh tinggi dibanding dengan pada laki-laki. Perempuan ummnya cenderung mempunyai oral hygiene yang lebih unggul dan missing teeth lebih sedikit dibanding dengan pada laki-laki.Karena itu, tak mungkin perempuan mempunyai caries susceptibility (kerentanan karies) lebih tinggi daripada laki laki. (Burt and Eklund 1999). Medical status seseorang adalah suatu indikator yang menggabungkan beberapa diantara unsur yang sama sebagai suatu risk factor yang lain, seperti beban bakteri (bacterial load) dan sifat sifat saliva Xerostomia dan tidak adanya kemampuan fisik atau kognitif akan mengubah saliva dan bacterial count dalam rongga mulut seseorang, khususnya pasien-pasien orang tua dan yang berkebutuhan khusus, dan dengan demikian akan menghasilkan/mengakibatkan resiko lebih tinggi untuk aktifitas karies. Medical status seringkali tidak dinilai, oleh karena ia secara tidak langsung dipertimbangkan karena efeknya yang lebnih kuat dalam memprediksi faktor resiko etiologi seperti misalnya kecepatan alir saliva ( Fure 1998). Sosioeconomic status (SES)adalah sebuah ukuran kasar peringkat relatif sosial dan ekonomi seseorang atau keluarga ditinjau dari faktor-faktor seperti income, pendidikan dan pekerjaan. Sejumlah besar laporan beberapa dekade yang lalu menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial dan perilaku terkait dengan dental caries, dan beberapa penelitian secara rinci menunjukkan bahwa dental cares sekarang ini dapat dipandang sebagai penyakit akibat kemiskinan (Graves, et al, 1986; Palmer and Pitter 1988; Petersen 2005).. Kemunduran paling tajam prevalensi karies terjadi pada kelompok SES tingkat atas, sedangkan berkurangnya disease rate terjadi pada kelompok SES tingkat lebih rendah (Tinanoff 1995a; Tinanoff 1995b).Banyak diskusi membahas apakah variabel-variabel sosioekonomi perlu dimasukkan dalam instrumen CRA ataukah tidak. Yang pasti indikator-indikator tersebut seringkali akan menseleksi orang orang dengan high-risk karena mereka akan lebih cenderung menimbulkan level lebih tinggi tooth decay daripada orang yang hidup dibawah kondisi yang kurang ekstrim (Hobdelt et al, 2003). Namun, seperti medical status, mereka tidak menunjukkan risk factor yang mana yang bertanggung jawab atas munculnya penyakit,, dan mereka seringkali secara tidak langsung dipertimbangkan bersama faktor faktor etiologi yang lebih kuat (Brathall et al 2005). Ada sedikit keraguan kalau dikatakan kebiasaan kesehatan dan diet dipengaruhi oleh pendidikan, penghasilan dan lingkungan; namun demikian, bacterial level dan diet kariogenik biasanya sudah dianggap sebagai penyebablangsung terjadinya caries dan secara teratur ketiganya dinilai (assessed). Karenanya lalu dirasa berlebihan untuk menilai baik variabel sosioekonomi maupun faktor-faktor biologi kedalam model CRA yang sama.Overall (keseluruhan)Disimpulkan dalam konperensi risk assessment di University of North Caroline bahwa variabel-variabel klinis merupakan predictor lebih kuat untuk caries dentis dibanding dengan variabel non-klinis. Pengalaman yang lalu tentang aktifitas karies adalah merupakan indikator paling signifikan untuk timbulnya karies diwaktu yang akan datang, bersama dengan paparan fluoride, microbial agent, morfologi gigi dan status sosioekonomi(Powell 1998).Bahwa dental caries adalah suatu penyakit multifaktor, menjadi masuk akal untuk mempergunakan ragam predictor untuk memprediksi dengan akurat resiko untuk terjadinya penyakit. Telah diungkapkan bahwa analisa yang memakai kombinasi faktor biologi dan sosial terbukti memberikan hasil yang lebih baik daripada penelitian yang anya memiliki satu risk factor saja. Pekerjaan harus dilanjutkan di lingkup ini untuk menentukan caries risk factor dan indicator mana yang paling efektif untuk populasi yang sudah ditetapkan.Dalam kenyataan, ide caries risk assessment ini sudah dimengerti/dipahami. Lulusan FKG yang masih baru lebih dimungkinkan untuk menilai resiko karies. Oral hygiene, aliran saliva dan terdapatnya karies aktif dianggap merupakan risk factor yang paling penting (Riley et al 2010; Yorty et al 2011).Multifactorial caries risk assessment models.Sepasang pelaku riset menyaksikan bahwa sebagian besar penelitian CRA telah dilakukan pada populasi anak-anak dan remaja (Eriksen dan Bjertness 1991; Powell et 1998).Dan masih relatif sedikit penelitian yang melibatkan subyek dewasa, dan mereka yang melakukan itupun berfokus terutama pada dewasa lebih tua (umur kira2 50 tahun) dan timbulnya root caries. (Beck et al1988; Powell et al, 1991; Ravald and Birkhed 192; Rivald et al 193; Joshi et al 1993; Locker 1996). Kami baru saja mulai melihat penelitan yang menyelidiki aktifitas karies secara umum yang mencakup dewasa lebih muda (Bader et al. 2005; Ruiz Miravet et al 2007; Sonbul et al. 2008). Hal ini cukup menjanjikan karena populasi dewasa muda bisa mengungkapkan faktor-faktor penyakit yang berbeda yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang mereka alami dari awal hingga masa dewasa, seperti misalnya hidup jauh dari rumah untuk pertama kali, perubahan pemanfaatan perawatan gigi, dan jangkauan/akses ke perawatan gigi di pedesaan (Skillman et al. 2010).Berikut ini adalah dua contoh instrumen multifactorial caries risk assessment. Pertama, yang disebut sebagai Cariogram, sebuah alat yang banyak tersedia dan telah divalidasi serta banyak mendapat perhatian dalam disiplin ilmu cariology.Cariogram ini banyak dipakai untuk mengidentifikasi faktor resiko karies untuk berbagai populasi didunia (Twetman et al. 2005; Ruiz Miravet et al 2007; Al Mulla et al 2009; Kolgerson et al 2009).. Program ini masih tersedia bebas dari the University of Malmo di Swedia dalam beberapa bahasa, dan software nya compatible dengan Windows 7. Sayangnya, pencipta alat CRA yang sangat berguna dan validated ini, yaitu Professor Bratthall, meninggal di tahun 2006 , dan Cariogram belum pernah di-update. Meski demikian alat ini masih dapat dipakai di klinik gigi (dental offices) yang mempergunakan Windows. Kedua, sebuah format cares risk assessment (Caries Risk and Preventive Needs Assessment) dari Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Toronto (Figure 15-1), adalah sebuah model yang dikembangkan oleh universitas dan dipergunakan oleh mahasiswa di klinik KG.CariogramCariogram, dibuat pada tahun 1996, mula mula disusun sebagai model edukasi yang bertujuan memperlihatkan etiologi multifaktor daripada dental caries dengan cara yang sederhana. Berupa gambar grafik yang melukiskan interaksi faktor-faktor yang berkaitan karies dengan keseluruhan profil resiko dari pasien. Pada mulanya, presentasi berupa pie chart mencakup tiga komponen yakni: diet, bakteria dan kerentanan (susceptibility) .Berdasarkan model ini, dibuar program komputer nteraktif pada tahun 1997. Perubahan perubahan yang dilakukan pada program mencakup penambahan dua atau lebih section pada pie chart, yakni circumstances/keadaan dan chance/peluang) menghindari karies. Di sektor circumstances mencakup faktor-faktor yang tidak ikut secara langsung dalam timbulnya karies, tetapi risk predictor of dental caries, seperti caries experience yang lalu dan penyakit2 sistemik (Brathall et al 2005). Sebuah contoh hasil pie-chart setelah memasukkan berbagai skor caries risk ditunjukkan dalam Figure 15-6.

Figure 15-6: Sebuah contoh sampel hasil dari analisa Cariogram Cares Risk. Program software Cariogram ini dibuat oleh Professor Douglass Brathall dari the Dental School di Malmo, Swedia dan sekarang sudah bisa didowload dari sekolah kedokteran gigi tersebut melalui Window version hingga Window 7, meskipun Dr. Brathhal kini telah tiada. Dengan memasukkan angka caries risk factors di kolom right-hand, maka muncul pie chart yang memperlihatkan estimasi peluang menghindari karies baru (hijau).Program inimendorong klinisi untuk memasukkan bobot (0-3, dimana 0 merupakan low risk, dan 3 merupakan high risk) untuk 9 (sembilan) risk factors (caries experience, penyakit umum terkait, kandungan diet, frekwensi diet, banyaknya plaque, Streptococcus mutans, fluoride, sekresi saliva, dan kapasitas buffer saliva) dan skor pertimbangan klinis (clinical judgement). Terbentuklah sebuah algoritma sehingga semua faktor yang dimasukkan kedalam model dapat dibobot dan peluang pasien menghindari caries dapat dikalkulasi. Ini merupakan pie piece (keping) akhir dalam diagram.. Dengan program interaktif ini dimungkinkan untuk menunjukkan kepada pasien bagaimana caries risk mereka dapat berubah akibat dari berbagai tindakan. Sebagai tambahan, Profil resiko pasien ini dapat disimpan atau di-printm dan program ini memberikan rekomendasi tindakan preventive yang harus diambil untuk menghindari aktifitas karies baru.Cares risk and preventive needs assessment instrument(Instrumen Penilai Resiko Karies dan Kebutuhan Pencegahannya) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Toronto membuat sendiri instrumen caris risk assessment (Caries Risk and Preventive Need Assessment) dan diterapkan di klinik gigi berbasis-sekolah mereka pada tahun 1996 (Figure 15-7).

Figure 15-7: Caries risk and preventive needs assessment. (Lembar penilaian resiko karies dan kebutuhan akan upaya pencegahannya).Instrumen ini diperkenalkan kepada mahasiswa sebagai bentuk penugasan di bidang preventive dentistry, membantu mahasiswa memfokuskan perhatiannya pada kebutuhan pencegahan karies bagi pasien. Format CRA dimaksudkan untuk memberi panduan bagi mahasiswa untuk mencermati berbagai faktor yang bisa mempengaruhi resiko karies (caries risk), maupun tindakan preventive yang ada guna mengurangi resiko terjadinya penyakit (Burgess 1995).Ada 5 (lima) bagian dalam format:1. Data dasar pasien: meliputi informasi tentang kelainan medis, kelumpuhan (disabilities) dan alat-alat oral (oral appliance) yang bisa mempengaruhi resiko karies pasien keseluruhan.2. Faktor-faktor resiko karies dasar (basic care risk factor): ada 11 faktor (misal, karies masa lampau dan oral hygiene) dinilai dan diberi skor (0 untuk rendah, 1 untuk menengah atau 2 untuk risko tinggi).. Total skor resiko dihitung dengan menjumlahkan skor-skor dari ke 11 risk factors.3. Faktor pencegah karies (Care preventive factors).: menyajikan inventaris tindakan-tindakan preventive yang rutin dilakukan pasien.4. Test kerentanan karies tambahan (Supplementari caries susceptibility test: menyajikan anjuran untuk test diagnostik tambahan dan prosedur yang dapat dipergunakan untuk menyelidiki tingkat caries risk pasien.5. Ringkasan penilaian (Assessment summary) : menyajikan ruang untuk merigkas faktor-faktor resikopasien dan mengusulkan preventive treatmentFaktor faktor resiko yang dipilih untuk assesment dalam instrumen ini diperoleh dari literature. Meskipun alat CRA ini sudah pernah dipakai selama lebih dari satu dekade, kini sudah dievaluasi (Kraglund 2009). Alat ini mampu dengan akurat mengkategorisasi resiko seseorang untuk timbulnya karies dimasa yang akan datang, seperti yang ditunjukkan oleh adanya dua trend yang muncul dari data. Pertama, karena resiko karies naik, maka jumlah gigi yang terkena karies juga meningkat. Banyaknya gigi yang karies naik sebanding dengan kelompok resiko (0,20 low risk group, 1,13 moderate risk group, dan 2,09 high risk group). Kedua, manakala caries risk naik, banyaknya orang yang memperlihatkan caries pada pemeriksaan lanjutan (follow-up exam) juga meningkat. Kira kira 9% dari subyek low-risk menunjukkan karies pada pemeriksaan panggilan ulang (recall exam), sementara itu hampir 70% dari kelompok high risk memperlihatkan lesi karies baru. Meramalkan caries pada risk group yang moderate terbukti lebih menantang; separo lebih dari kelompok dengan moderate risk memperlihatkan dental decay pada follow-up appointment (kunjungan tindak lanjut). Menentukan kriteria yang memadai untuk memilih orang-orang dengan moderate risk merupakan tantangan diagnostik yang luar biasa karena sukarnya mengetahui dimana meletakkan/mematok cut-off point diantara kategorisasi risk satu dengan lainnya. Seringkali dapat dengan terus terang langsung begitu saja mengidentifikasi orang2 low-risk dan high-risk; namun demikian akan menjadi lebih rumit untuk mengenali orang2 moderate risk yang telah menunjukkan sedikit atau tidak sama sekali dental disease selama jangka waktu panjang yang dikikuti dengan aktifitas karies yang tiba2 meledak.Dengan alat CRA dari Universitas Toronto ini, semua risk factors, kecuali paparan fluoride biasa, diketahui nyata-nyata mengakibatkan caries increment dalam analisa bivariate. Hal ini tidaklah mengherankan karena dental caries adalah suatu penyakit dengan etiologi yang multifaktor dan dengan demikian terdapat banyak unsur yang mengakibatkan munculnya karies dalam populasi ini. Namun demikian, perlu dicatat bahwa mayoritas perbedaan yang ditemukan semata mata hanya antara group high- dengan low-risk saja. Lagi, hal ini menunjukkan mudahnya mengidentifikasi pasien pasien dengan low risk, low caries dan high risk, high caries, adapun mendeteksi nderate risk untuk timbulnya karies terbukti menjadi tugas yang lebih kompleks.Dalam penelitiian ini, terpaan fluoride (fluoride exposure) adalah satu-satunya variabel yang signifikan tidak mengakibatkan dental caries. Yang khas disini, terpaan/paparan terhadap berbagai sumber fluoride diketahui menjadi faktor protektif dan membantu mencegah pembentukan atau perkembangan dari timbulnya karies (Marinho et al 2003). Namun demikian, menjadi semakin sulit untuk menentukan perbedaan paparan fluoride jika ternyata ada beberapa sumber. Kita bisa saja menentukan bahwa fuoride exposure yang sangat rendah adalah merupakan risk factor yang signifikan, namun bagaimana dengan pasien dari daerah dengan atau tanpa professional fluoride, produk-produk berfluor, dan makanan yang diproses dengan air fluoridasi.Keseluruhan skor resiko dari instrumen CRA, yang ini merupakan penjumlahan dari bermacam risk factors, adalah jelas jelas merupakan predictor terkuat untuk aktifitas karies dimasa mendatang. Hal ini mendukung literatur yang ada sekarang, yang menunjukkan bahwa disebabkan oleh dental caries yang mempunyai etiologi multifaktor, maka identifikasi beberapa risk factor akan meningkatkan kemungkinan (probability) formulasi sebuah profil resiko (risk) yang akurat untuk pasien kita. Alat CRA yang multifaktor menjadi semakin populer dan pemakaiannya menjadi lebih luas karena bisa menyajikan gambaran keseluruhan interaksi dari banyak faktor resiko karies.Ringkasan.Tabel 15-1 meringkaskan berbagai risk factors yang mengakibatkan karies. Signifikansi statistik dari risk factors dalam memprediksi decay yang akan datang disajikan hanya sebagai estimasi saja, sebab banyak penelitian yang telah menetapkan angka predictive yang berbeda beda untuk faktor faktor tersebut.Metode mengandalkan pada satu faktor untuk menetapkan timbulnya sebuah penyakit multifaktor seringkali menyebabkan prediksi yang tidak akurat. Misalnya, meskipun konsumsi gula fermentable jelas memegang peran kunci dalam timbulnya karies, mengandalkan pada satu faktor sebagai predictor untuk kemunculan karies diwaktu yang akan datang seringkali menyesatkan.. Banyak orang yang tetap caries-free meski intake gulanya tinggi (high-risk behaviour), kemungkinan disebabkan oleh interaksi dari beberapa perilaku low-risk. Bila semua variabel (kecuali skor resiko keseluruhan) disimak dalam logistic regression analyses, maka risk factor seseorang seperti misal caries experience (dahulu dan sekarang), frekwensi karbohidrat, skor plaque dan gingivitis,, dan aliran saliva stmulasi, semua itu biasanya signifikan mengakibatkan aktifitas karies. Dari literatur, jelas ditunjukkan bahwa caries experience dimasa lalu tetap merupakan predictor tunggal yang paling kuat untuk kemunculan karies dimasa mendatang. Past caries experience ini merupakan risk indicator paling sering/umum dipergunakan dalam praktek klinik dan dalam riset disebabkan oleh nilai predictive-nya yang kuat. Meskipun caries experience adalah suatu indikator kuat untuk aktifitas karies, ia tidak dapat memperinci risk factor khusus yang menyebabkan dental caries, dan karenanya tidak dapat berdiri sendiri dipakai untuk memperinci strategi preventive yang memadai yang diarahkan untuk mengeliminir atau mengubah resiko pasien untuk timbulnya karies. Dental caries terjadi sebagai akibat dari interaksi substrat diet, microbial pathogens, dan faktor host.Dental decay tidak akan terjadi tanpa kehadiran bakteria atau tidak adanya fermentable carbohydrate. Namun demikian,bacterial count saja tidak dapat memprediksi caries exoerience yang akan datang dengan akurat dan dengan demikian kita harus mengandalkan pada keseluruhan skor (yaitu interaksi darri berbagai faktor) untuk menilai risk level (tingkat resiko).. Sebagai tambahan, beberapa pelaku riset telah menunjukkan bahwa microbial test tidak efektif-biaya dan hanya berkontribusi dipinggiran saja pada prediksi kemunculan dental caries dimasa mendatang jika ada/tersedia data klinis dan sosiodemografi (Alanen et al. 1994). Mayoritas karies terjadi pada minoritas penduduk, maka akan ada manfaatnya mengidentifikasi pasien-pasien dengan high risk untuk karies, sehingga dapat diinisiasi tindakan preventive yang lebih agresif. Alat CRA yang multifaktor yang dibentangkan dalam bab ini akan berguna untuk tujuan tersebut.ReferencesAbernathy, J.R., Graves, R.C., Bohannan, H.M., et al. (1987). Development and application of a prediction model for dental caries.Community Dentistry and Oral epidemiology, 15, 2428.Al Mulla, A.H., Kharsa, S.A., Kjellberg, H., et al. (2009) Caries risk profiles in orthodontic patients at follow-up using cariogram. Angle Orthodontics, 79, 323330.Alanen, P., Hurskainen, K. Isokangas, P., et al. (1994) Clinicians abilityto identify caries risk subjects. Community Dentistry and Oral Epidemiology, 22, 8689.Anderson, M.H., Bales, D.J., Omnell, K.A. (1993) Modern management of dental caries: the cutting edge is not the dental bur. Journal of the American Dental Association, 124, 3744.Angmar-Mnsson, B.E. and Al-Khateeb, S. (1998) Caries diagnosis.Journal of Dental Education, 62, 771780.Anusavice, K.J. (2005) Present and future approaches for the control of caries. Journal of Dental Education, 69, 538554.Axelsson, P., Lindhe, J., Nystrom, B. (1991) On the prevention of caries and periodontal disease. Results of a 15-year longitudinal study in adults. Journal of Clinical Periodontology, 18, 182189.Axelsson, P., Paulander, J., Svardstrom, G., et al. (1993) Integrated caries prevention: effect of a needs-related preventive program on dental caries in children. County of Vrmland, Sweden: results after 12 years. Caries Research, 27 (Suppl 1), 8394.Bader, J.D., Perrin, N.A., Maupom, G., et al. (2005) Validation of a simple approach to caries risk assessment. Journal of Public Health Dentistry, 65, 7681.Batchelor, B. and Sheiham, A. (2002) The limitations of a high-risk approach for the prevention of dental caries. Community Dentistry and Oral Epidemiology, 30, 302312.Beck, J.D. (1998) Risk revisited. Community Dentistry and Oral Epidemiology, 26, 220225.Beck, J.D., Kohout, F., Hunt, R.J. (1988) Identification of high caries in adults: attitudes, social factors and diseases. International Dental Journal, 38, 231238.Beck, J.D., Weintraub, J.A., Disney, J.A., et al. (1992) University of North Carolina Caries Risk Assessment Study: comparisons of high risk prediction, any risk prediction, and any risk etiologic models. Community Dentistry and Oral Epidemiology, 20, 313321.Billings, R.J. (1993) An epidemiologic perspective of saliva flow rates as indicators of susceptibility to oral disease. Critical Reviews in Oral Biology and Medicine, 4, 351356.Bratthall, D. and Hnsel Petersson, G. (2005) cariograma multifactorial risk assessment model for a multifactorial disease. Community Dentistry and Oral epidemiology, 33, 256264.Bratthall, D., Hnsel Petersson, G., Stjernswrd, J.R. (2004) Cariogram manual, Internet version 2.01. April 2, 2004.Bratthall, D., Hnsel Petersson, G., Sundberg, H. (1996) Reasons for the caries decline: what do the experts believe? European Journal of Oral Science, 104, 416422; discussion 423425, 430432.Brown, J.P. (1995) Developing clinical teaching methods for caries risk assessment: introduction to the topic and its history. Journal of Dental Education, 59, 928931.Burgess, R.C. (1995) Assessment of caries risk factors and preventive practices. Journal of Dental Education, 59, 962971.Burt, B.A. (1998) Prevention policies in the light of the changed distribution of dental caries. Acta Odontologica Scandinavica, 56, 179186.Burt, B.A., Eklund, S.A., Morgan, K.L., et al. (1988) The effects of sugar intake and frequency of ingestion on dental caries increment in a three-year longitudinal study. Journal of Dental Research, 67, 14221429.Burt, B.A. and Pai, S. (2001) Sugar Consumption and caries risk: a systematic review. Journal of Dental education, 65, 10171023.Campus, G., Cagetti, M.G., Senna, A., et al. (2009) Caries risk profiles in Sardinian schoolchildren using Cariogram. Acta OdontologicScandinavica, 67, 146152.Carvalho, J.C, Thylstrup, A., Ekstrand, K. (1992) Results after 3 years non-operative occlusal caries treatment of erupting permanent molars. Community Dentistry and Oral Epidemiology, 20, 187192.Demers, M., Brodeur, J-M., Mouton, C., et al. (1990) Caries predictors suitable for mass-screenings in children: a literature review.Community Dental Health, 7, 1121.Disney, J.A., Graves, R.C., Stamm, J.W., et al. (1992) The University of North Carolina Caries Risk assessment study: further developments in caries risk prediction. Community Dentistry and Oral Epidemiology, 20, 6475.

25