Post on 15-Oct-2015
description
Bioavaibilitas dan Bioekivalensi
Filed under: Farmasi 2 Comments December 16, 2008
Baioavaibiltas: suatu istilah yang menyatakan jumlah/proporsi (exetent) obat yang
diabsorpsi dan kecepatan (rate) yang diabsorpsi itu terjadi. Extent biasanya
dinyatakan dalam F. Hal ini biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat
aktif) atau metabolit aktifnya dalam darah dan eksresinya dalam urin terhadap
waktu.
Bioavaibilitas terbagi menjadi 2, yaitu:
Bioavaibilitas absolut: bioavaibilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavaibiltas zat aktif
tersebut dengan pemberian intra vena.
Bioavaibilitas relatif: bioavaibilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik dari suatu sediaan obat dibandingakan dengan bentuk sediaan lain
selain intra vena.
Faktor yang mempengaruhi bioavaibiltas:
Obat: sifat fisiko-kimia zat aktif, formulasi, dan teknik pembuatan.
Subjek: karakteristik subjek (umur, bobot badan), kondisi patologis, posisis
dan aktivitas tubuh (pada subjek yang sama).
Rute pemberian
Antaraksi obat/makanan, misalnya grisovulvin sukar larut dalam air.
Apabila diberikan bersama makanan berlemak jadi mudah larut. Di dalam
tubuh, digunakan surfaktan alami sehingga baik diabsorpsi. Pemberian
vitamin B12 dengan coca cola menghasilkan absorpsi yang lebih baik.
Tujuan bioavaibilitas:
Pengembangan ilmu
Pengembangan produk/formulasi
Pengembangan senyawa baru
Jaminan mutu produk (quality control)
Kesetaraan obat:
1. Farmakokinetik: 2 obat memiliki molekul kimia yang berbeda, tetapi mempunyai aktivitas yang sama dan melekat pada substrat molekul aktif
yang sama. Misalnya bentuk ester dan garam dari sutu zat aktif.
2. Farmasetik: 2 produk obat dinyatakan memiliki fase farmasetik yang sama apabila mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama serta
bentuk sediaan yang sama dan memenuhi standar kompendial yang sama
(misalnya waktu hancur, keseragaman kandungan, dan kecepatan disolusi)
wlaupun bentuk, mekanisme pelepasan, eksipien, kemasan, dll berbeda.
3. Biologik: 2 produk obat disebut ekivalen apabila mempunya ekivalensi farmasetik yang sama dan pada pemberian molar yang sama akan
menghasilkan bioavaibilitas yang sebanding sehingga kemanjuran dan
keamanannya akan sama baiknya.
4. Klinik/terapetik: 2 obat yang diberikan pada subjek yang sama dengan posologi yang sama akan menghasilkan efek terapetik/toksisitas yang sama.
Perbedaan dapat terjadi pada bioavaibilitas dan respon klinik apabila:
Obat dengan bentuk sediaan yang sama tetapi diproduksi oleh industri yang
berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor bahan baku, formulasi, dan
cara pembuatan yang berbeda.
Apabila terdapat perbedaan yang bermakna pada bioavaibilitas dari produk obat
yang diuji dengan produk obat pembanding, maka kedua produk itu dapat
dikatakan inekivalen secara terapetik. Dalam hal ini harus dilakukan reformulasi
dan uji bioavaibilitas harus dilakukan lagi.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam uji BA/BE:
1. Adanya pemahaman terhadap farmakokinetik obat (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi).
2. Pemilihan metode analisis yang tepat: hal ini diperlukan untuk mengetahui efek samping, efek toksik, dan penanganan terhadap efek-efek tersebut.
3. Stabilitas obat dalam sampel 4. Penyusunan percobaan protokol yang tepat: sebelum dilakukan uji,
sebaiknya mendapat persetujuan dari BPOM dan dilakukan kajian etik
terlebih dahulu. Protokol harus lulus kajian ilmiah.
Sebelum melakukan uji bioavaibilitas, dilakukan uji disolusi terbanding, yaitu
dengan memakai beberapa titik waktu pengambilan sampel. Pada uji ini,
yang dibandingkan adalah profil disolusi dari sediaan uji dengan sediaan
pembanding (produk inovator) pada 3 pH, yaitu 1,2; 4,5; 6,8 pada waktu
pengambilan sampel, yaitu 10,20,30,40,50, dan 60 menit. Dari hasil uji kemudian
dihitung faktor similaritasnya (f2).
f2=50 log [100/1+( (Rt - Tt)2)/n]
Apabila nilai f2 50 atau lebih besar (50-100), hal ini menunjukkan bahwa
terdapat kesamaan atau ekivalensi ke-2 kurva yang berarti mempunyai kemiripan
profil disolusi kedua produk.
Jika produk copy atau produk pembanding memiliki uji disolusi yang
cepat (85%) larut dalam waktu 15 menit dalam ke-3 media dengan metode uji yang dianjurkan, maka uji disolusi terbanding tidak perlu dilakukan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rancangan percobaan BA/BE:
1. Sediaan pembanding 2. Subjek percobaan dan kriteria 3. Jumlah subjek 4. Desain percobaan 5. Interval waktu pemberian 6. Modalitas pengambilan sampel: tunggal, berulang, jumlah dosis, dll. 7. Senyawa yang akan dianalisis dan metodenya. 8. Frekuensi dan waktu pengambilan sampel. 9. Jenis sampel yang akan dikumpulkan: darah/urin.
Kriteria obat pembanding:
1. Produk obat inovator 2. Primary market di negara lain atau 3. Market leader di Indonesia 4. Produk pembanding yang digunakan harus mendapatkan persetujuan dari
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
Metode uji bioekivalensi:
Uji bioavaibilitas komparatif
Uji farmakodinamik komparatif
Uji disolusi in vitro komparatif
Rancangan dan Pelaksanaan Uji Bioekivalensi:
1. Harus mengikuti Pedoman Cara Uji Klinis yang Baik (CUKB). 2. Protokol harus lolos kajian ilmiah dan kajian etik sebelum penelitian
dimulai.
3. Protokol harus mendapat persetujuan dari BPOM sebelum penelitian dimulai.
Rancangan penelitian:
1. Desain penelitian menyilang 2 arah. 2. Pemberian produk diberikan secara acak. 3. Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode wash out. 4. Untuk obat yang memiliki waktu paruh panjang dapat dipertimbangkan
desain 2 kelompok paralel.
5. Pemberian dosis tunggal.
Rancangan percobaan:
Uji paralel: dengan 2 kelompok berbeda dilakukan bila waktu paruh
eliminasi panjang (> 24 jam).
Uji pada keadaan tunak diperlukan bila: farmakokinetik non linier; kinetik
obat bergantung waktu pemberian obat, misalnya kortikosteroid; bentuk
sediaan lepas lambat; obat kombinasi tetap rasio kadar obat dalam plasma
penting, misalnya kortimoksazol.
Obat yang harus diuji BE:
Obat oral dengan pelepasan segera, yaitu:
Non-linier farmakokinetik
Obat oral yang diberikan untuk kondisi segera
Obat oral dengan indeks terapi sempit
Obat oral dengan sifat fisikokimia tidak menguntungkan (BCS III&IV)
BCS (Biopharmaceutic Classification System) dinedakan menjadi 4 kelas
(berdasarkan kelarutan/permeabilitas):
1. BCS 1: kelarutan baik&permeabilitas baik sehingga tidak perlu uji BE, disolusi terbanding saja.
2. BCS 2: kelarutan jelek, permeabilitas baik. Tidak perlu uji BE, disolusi terbanding saja.
3. BCS 3: kelarutan baik, permeabilitas jelek. Perlu uji BE dan disolusi terbanding.
4. BCS 4: kelarutan jelek&permeabilitas jelek. Perlu uji BE dan disolusi terbanding.
Subjek dan jumlah subjek:
Sukarelawan sehat
Jumlah subjek dihitung berdasarkan koefisien variasi intrasubjek dari
parameter bioavaibilitas yang utama, yaitu AUC.
Koefisien variasi diperkirakan dari percobaan pendahuluan atau dari data
publikasi.
Pada umumnya dibutuhkan 18-24 subjek, minimal 12 orang.
Jika ternyata koefisien variasi yang diperoleh lebih besar, maka jumlah
dapat ditambah.
Kriteria subjek:
Inklusi
Sukarelawan sehat: pemeriksaan fisik dan laboratorium
Umur antara 18-55th.
Berat badan dalam kisaran normal ( 15% BB)
Sebaiknya tidak merokok. Bila merokok sebaiknya disebutkan (perokok
sedang) dan dievaluasi.
Eksklusi
Perokok berat, peminum alkohol, dan pengguna narkotika.
Penderita HIV/AIDS
Kriteria lain tergantung obat yang diuji misalnya riwayat alergi, wanita
hamil dan menyusui, wanita haid, dll.
Kondisi penelitian
Harus dibakukan agar tidak terjadi variabilitas. Yang harus dibakukan adalah:
Lamanya berpuasa
Makanan dan minuman yang diberikan
Kondisi kesehatan pasien (tidak sedang mengonsumsi obat, jamu,
dan supplement).
Posisi tubuh dan aktivitas fisik.
Produk uji
Harus sesuai dengan CPOB.
Sudah dilakukan uji disolusi terbanding secara in vitro.
Produk dengan tujuan registrasi harus identik dengan produk yang akan
dipasarkan.
Harus diambil dari batch skala industri atau skala pilot yang besarnya 1/10
skala industri atau batch kecil minmal 100.000 unit.
Sampel harus disimpan selama 2 tahun atau 1 tahun lebih lama dari waktu
kadarluarsa atau sampai izin edar keluar.