Post on 11-Mar-2019
131
BAB IV ANALISIS MANAJEMEN KONFLIK RELEVANSINYA
DENGAN PENGEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN
A. Pengembangan Lembaga Pendidikan Pesantren
Istilah pengembangan mengandung pengertian yang luas terutama bila
diterapkan dalam proses pembangunan bangsa yang besar seperti Indonesia, akan
tetapi bila dikaitkan dengan pengertian pendidikan maka hal tersebut jelas
menunjukkan suatu proses perubahan secara bertahap ke arah tingkat yang
berkecenderungan lebih tinggi dan meluas serta mendalam yang secara
menyeluruh dapat tercipta suatu kesempurnaan atau kematangan1.
Pengembangan organisasi (lembaga) berhubungan dengan suatu strategi,
sistem, proses-proses guna menimbulkan perubahan organisatoris sesuai dengan
rencana, sebagai suatu alat guna menghadapi situasi-situasi yang berubah yang
dihadapi oleh organisasi modern, dan yang berupaya untuk menyesuaikan diri
(adaptasi) dengan lingkungan mereka2. Oleh karenannya definisi pengembangan
lembaga pendidikan pesantren hampir sama dengan konsep tersebut, yaitu proses
yang berencana, dimanajemeni dan secara sistematis untuk mengubah kultur,
sistem, dan perilaku organisasi, guna meningkatkan efektivitas dan kesehatan
lembaga pesantren tersebut dalam memecahkan masalah dan pencapaian sasaran
(tujuan) secara menyeluruh agar tercipta suatu kesempurnaan ataupun
kematangan.
Namun demikian aplikasi pengembangan lembaga di pesantren Darul
Amanah tidak jauh berbeda dengan konsep tersebut di atas, hanya saja kesan yang
sering muncul bahwa pengembangan lembaga identik dengan pengembangan yang
bersifat fisik saja (mengarah pada sasaran fisik dan kongkrit). Padahal sasaran
1 H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 2000),
Cetakan ke-empat hlm. 208-209. 2 Winardi,. Manajemen Konflik; Konflik Perubahan dan Pengembangan, (Bandung: Mandar
Maju, 1994), hlm. 210
132
pengembangan lembaga seharusnya tidak hanya mengarah kepada bentuk fisiknya
saja akan tetapi lebih dari itu; meliputi pengembangan fisik maupun nonfisik.
Sasaran dan tujuan demikian tergantung pada diagnosis kebutuhan-
kebutuhan sesuatu organisasi, karena upaya pengembangan lembaga berkaitan
dengan metode-metode merangsang perubahan yang terpusat pada klien. Begitu
halnya dengan pengembangan suatu lembaga pesantren akan berbeda dengan
pengembangan lembaga-lembaga (organisasi) lain, seperti halnya perusahaan.
Menurut James L. Gibson, ada tiga sub sasaran pengembangan organisasi:
1. Perubahan Sikap 2. Modifikasi Perilaku 3. Menginduksi Perubahan Dalam Struktur dan Kebijakan3.
Darul Amanah sebagai lembaga yang baru berdiri (13 tahun) tentu sangat
membutuhkan perubahan dan perbaikan di segala bidang, yang mencakup tiga hal
di atas (perubahan sikap, modifikasi perilaku, menginduksi perubahan dalam
struktur dan kebijakan) atau bahkan lebih dari itu.
Menurut hemat penulis, pengembangan lembaga pendidikan pesantren
pada hakekatnya sama dengan konsep pengembangan lembaga-lembaga yang lain,
namun yang membedakan adalah kesiapan dari pesantren itu sendiri. Ketika
pesantren tersebut sudah siap dengan sistem manajemen modern maka ia harus
mengikuti perkebangan modern, begitu pula sebaliknya. Jika pesantren masih
menerapkan sistem manajemen tradisional (kuno) tentu akan susah untuk
mengikuti perkembangan modern, sehingga sasaran dan strategi
pengembangannya pun akan lain dan sangat mempengaruhi kualitas lembaga
pesantren tersebut.
1. Indikasi Keberhasilan Pengembangan Lembaga Pendidikan Pesantren
Ukuran keberhasilan pengembangan suatu lembaga sangatlah relatif dan
tergantung dari sejauh mana tujuan dan sasaran pengembangan yang
3 James L. Gibson, (et, al), Organisasi; Perilaku Struktur dan Proses, alih bahasa: Hunuk
Adiarni, (jakarta: Bina Rupa Aksara, 1997).
133
direncanakan itu telah mereka capai. Untuk mendapatkan suatu keberhasilan
dalam pengembangan lembaga pesantren, maka harus difahami mengenai dasar
pengembangan manajemen berdasarkan Islam yang meliputi tujuh sasaran akhir
yang hendak dicapai, yaitu sebagai berikut:
1. Sikap mandiri yang berdasarkan keyakinan akan kemampuan diri (self-
confedence) yang mendalam dan istiqomah yang tumbuh karena penalaran
dan penghayatan intelektual dari pengenalan akan Allah (bertauhid).
Keyakinan akan menimbulkan rasa tanggung jawab, amanah, dan keikhlasan
dalam mengembangkan tugas yang dipikulkan kepadanya.
2. Kebebasan berkomunikasi secara merata dan terbuka tanpa dibatasi oleh
pangkat dan kedudukan.
3. Pengendalian pada kebijaksanaan musyawarah dalam menyelesaikan setiap
permasalahan yang timbul antara karyawan dan majikan atau pimpinan.
4. Pembinaan pengaruh hendaklah didasarkan pada keandalan (kompetensi)
ilmu pengetahuan teknis, bukan sekali-kali pada kekuasaan dan kedudukan
(egoisme) seseorang.
5. Terciptanya suasana yang memberikan peluang, bahkan menggalakkan
ekspresi pribadi; juga untuk berkembangnya tingkah laku yang berorientasi
pada tugas. Dengan kata lain, perlu ditumbuhkan suasana pribadi yang
egaliter.
6. Kesediaan dan kemampuan untuk menyelesaikan setiap konflik yang
senantiasa ada antara organisasi dan pribadi, secara rasional dan dewasa.
7. Kemampuan untuk menyalurkan setiap konflik menjadi suatu persaingan
yang sehat dan positif , berdasarkan asas musabaqah lil khairat.4
Dari tujuh dasar pengembangan manajemen tersebut di atas, maka sangat
relevan sekali jika dasar ini dijadikan sebagai pijakan dalam pengembangan
134
pesantren. Oleh karenanya, jika kita mampu menerapkan tujuh dasar tersebut
maka sudah barang tentu keberhasilan pengembangan lembaga pendidikan
pesantren akan didapatkan.
Darul Amanah sebagai salah satu lembaga yang mengembangkan sistem
modern sudah terlihat adanya indikasi dalam menerapkan tujuh dasar
pengembangan manajemen tersebut di atas, hal ini dilakukan secara periodik dan
bertahap, sebab segala sesuatu tidak mungkin berubah secara mendadak
(spontanitas). Namun demikian masih banyak kekurangan-kekurangan yang di
alami oleh pesantren Darul Amanah, kebebasan berkomunikasi misalnya,
seharusnya dilakukan secara terbuka dan merata tanpa dibatasi pangkat dan
kedudukan, akan tetapi yang sering terjadi di pesantren adalah sebaliknya. Di
Darul Amanah sedikit demi sedikit sudah menerapkan hal tersebut, namun ada
kalanya terdapat hambatan-hambatan seperti rasa takut dengan kyai, sanksi,
terasa kurang etis, dan lain-lain.
Adapun permasalahan kemandirian, musyawarah, kompetensi, pemberian
peluang pada personal, kemampuan menyelesaikan konflik secara dewasa, dan
bahkan kemampuan menyalurkan setiap konflik menjadi suatu kompetitif atas
dasar berlomba-lomba dalam kebaikan/prestasi (fastabiqul khoirot), selama ini
sudah dilakukan secara baik dan dianggap dalam proses perkembangan.
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengembangan lembaga
pesantren, maka kita harus tahu juga bagaimana tahap perkembangannya dan apa
saja indikatornya. Berikut penjelasan mengenai tahap-tahap perkembangan
PPDA dan indikator keberhasilannya dalam pengembangan lembaga;
a. Tahap-tahap Perkembangan Lembaga Pondok Pesantren Darul Amanah
Ada enam (6) tahap perkembangan lembaga pendidikan,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Lappit dan Schmidt (1967) bahwa siklus
4 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafei, Pengembangan Masyarakat Islam; Dari
135
kehidupan organisasi digambarkan melalui enam tahap perkembangan,
yaitu:5
a. Terciptanya organisasi baru (creating a new organization);
b. Hidup sebagai suatu sistem yang dapat berkembang (surviving as a viable
system);
c. Memperoleh stabilitas (gainning stability);
d. Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gaining
reputation and developing puide);
e. Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving uniqueness and
adaptability);
f. Membantu masyarakat (contributing to society).
Berdasarkan keenam tahap perkembangan tersebut di atas, maka
Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Amanah termasuk pesantren
yang telah memiliki indikasi perkembangan dalam rangka mencapai
keberhasilan sesuai dengan pendapat kedua tokoh tersebut. Tahap
perkembangan PPDA sejak berdirinya tahun1990 sebagaimana sudah
dijelaskan pada bab III adalah sebagai berikut:
1. Tahap pendirian dengan membentuk sistem pesantren modern.
Dalam tahap pendirian ini, pesantren berusaha merancang
AD/ART, membentuk Yayasan atau menyusun struktur kepengurusan
secara modern6, membuat kurikulum juga secara modern. Oleh karena itu
Tradisi, Strategi, Sampai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, September 2001), hlm. 143.
5 Keenam jenjang perkembangan organisasi tersebut tentu saja merupakan tahap-tahap organisasi dalam rangka mencapai keberhasilan. Bagaimanapun tingkat besar dan kecilnya suatu organisasi tidak dapat melepaskan diri dari tahap-tahap perkembangan tersebut. Lihat: Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), cetakan: kedua, Hlm. 71.
6 Struktur organisasi hendaknya mempunyai pola dasar sama sebagai berikut: (1). Pimpinan tertinggi: Kyai beserta pembantu-pembantunya, (2). Pengurus Pondok, yang terdiri dari: a. Lurah, b. Sekretaris, c. Pembina-pembina dalam bidang ilmiah, administrasi, keuangan dan dana, kesejahteraan dan kesehatan, serta hubungan luar (public relation), d. Dewan Musyawarah yang anggota-anggotanya terdiri dari kyai sebagai ketua, pembantu kyai dan pengurus keseluruhannya ditambah
136
PPDA berusaha agar memperbaharui sistem pesantren yang selama ini ada
(pesantren-pesantren salaf) dengan membuat pesantren ala Gontor, yang
merupakan sistem pendidikan baru bagi masyarakat di sekitar Sukorejo
Kendal.
Di dalam pondok-pondok pesantren yang sudah modern – seperti
Pesantren Darul Amanah, - dengan jumlah santrinya yang banyak, sudah
nampak dengan penerapan administrasi / manajemen yang baik seperti
adanya planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting,
dan budgeting (POSDCORB), berkat kemajuan berfikir Kyai dan pengurus
pondok yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan teori klasik manajemen,
seperti diantaranya yang dipelopori oleh Frederik Tailor (1856-1915)
dengan manajemen ilmiahnya berpandangan bahwa yang menjadi sasaran
manajemen adalah mendapatkan kemakmuran maksimum bagi pengusaha
dan karyawannya. Pelopor klasik lainnya yaitu Henri Fayol (1916)
menerbitkan Administration Industrielle et Generale yang berisi lima
pedoman manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian,
pengkomandoan, pengkoordinasian, dan pengawasan. Selanjutnya Gulick
dan Urwick (1930) populer dengan akronim POSDCORB (Planning,
Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting)7
sebagai kegiatan manajerial dan merupakan proses manajemen.
Dengan terciptanya organisasi baru ini, tentunya pesantren dengan
berbagai kekurangannya dalam mencapai tujuan harus memegang prinsip-
prinsip tertentu. Menurut teori sistem dalam “teori modern manajemen”8,
santri yang dipandang pantas menjadi anggota. Katakanlah misalnya, pengurus berfungsi sebagai “majelis Eksekutif” dan Dewan Musyawarah sebagai “Majelis Legislatif”. Lihat: H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cetakan ke-empat, hlm. 252.
7 Sedangkan prinsip-prinsip pokok menurut Fayol adalah: 1) kesatuan komando, 2) wewenang harus dapat didelegasikan, 3) inisiatif harus dimiliki oleh setiap manajer, 4) adanya solidaritas kelompok. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 200), cetakan ke–tiga, Hlm. 22
8 Menurut Shrode elemen-elemen dasar organisasi mencakup: 1) tujuan, 2) teknik, 3) struktur, 4) orang, 5) informasi. Kelima elemen tersebut memproses sejumlah input yang bersumber dari
137
bahwa di dalam mencapai tujuan organisasi, harus didasarkan pada lima
asumsi dan lima prinsip bekerja. Kelima asumsi dan prinsip bekerja
tersebut adalah, sebagai berikut:
NO ASUMSI NO PRINSIP
1
2
3
4
5
Organisasi merupakan sistem
organisasi terbuka
Organisasi mencari prestasi
maksimum
Tujuan organisasi sangat
berjenis-jenis (bervariasi)
Tujuan organisasi saling
kebergantungan
Tujuan organisasi berubah-
ubah
1
2
3
4
5
Service untuk lingkungan
Prinsip optimasi
Multidimensional
Prinsip keharmonisan
Prinsip pengurangan resiko
Dengan demikian, tak pelak lagi jika pesantren Darul Amanah
memiliki banyak sekali bentuk organisasi yang ada di dalamnya, baik dari
Pengurus Yayasan, Pengurus Pondok, Dewan Guru, Dewan Santri,
Pengurus OSIS, Pengurus OPDA (putra dan putri), Pengurus Pramuka,
Pengurus Persida, Pengurus Koperasi, Pengurus Muhadhoroh, Pengurus
Asrama, Pengurus Majid, Pengurus Kelas, dan lain-lain, yang kesemuanya
itu selalu didasarkan pada pengembangan penerapan manajemen secara
modern dan profesional.
lingkungan dan output-nya digunakan oleh lingkungan. Adapun prinsip-prinsip yang digunakan dalam manajemen berdasarkan sistem, mencakup: 1) manajemen berdasarkan sasaran (MBS), 2) manajemen
138
2. Menerima dan memasukkan hal-hal baru
Evektifitas dan efisiensi pendidikan Islam (pesantren) menuntut kita
untuk menerapkan pelbagai rekayasa dan rekadaya yang didasari oleh ilmu
pengetahuan teoritik dan praktis sesuai dengan sasaran yang digarap. Oleh
karena itu diperlukan sitem dan metode yang menarik. Orientasi
pendidikan Islam dalam zaman teknologi masa kini dan masa depan perlu
diubah pula9.
Sudah seharusnya pesantren Darul Amanah hidup sebagai suatu
sistem yang dapat berkembang (surviving as a viable system), dimana
berbagai konsep baru, pruduk baru, dan segala hal yang dianggap baru
selalu diterima dengan tanpa menghilangkan karakteristiknya sebagai
pondok pesantren, misalnya dengan memasukkan kurikulum SMU/SLTP
pada sekolah MA/MTs, membuka (kerja sama) perguruan tinggi, dan
akhir-akhir ini juga berusaha memasukkan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), kemudian memasukkan kursus Bahasa Asing,
memasukkan kursus komputer, elektronik, menjahit, dan berbagai macam
kesenian dan ketrampilan lainnya. Hal ini sesuai dengan konsep yang
sering ditawarkan: ”Mempertahankan hal-hal lama yang baik dan
menerima hal-hal baru yang lebih baik”
Oleh karena pesantren Darul Amanah selalu terbuka untuk
menerima masukan-masukan yang bersifat inovatif, maka sudah barang
tentu mereka berusaha mencari hal-hal baru dan memahami apa yang
dibutuhkan masyarakat pada masa yang akan datang. Dengan demikian
berdasarkan teknik (MBT), 3) manajemen berdasarkan struktur, 4) manajemen berdasarkan orang (MBO), 5) manajemen berdasarkan informasi (MBI). Nanang Fattah, Ibid., hlm. 30.
9 Yang semula berorientasi kepada kehidupan ukhrawi menjadi duniaw-ukhrawi bersamaan. Orientasi ini menghendaki suatu rumusan tujuan pendidikan yang jelas karena itu program pembelajarannya harus lebih diproyeksikan ke masa depan daripada masa kini atau masa lampau. Meskipun masa lampau dan masa kinitetap dijadikan khasanah kekayaan empiris yang amat berharga bagi batu loncatan ke masa depan, sehingga nostalgia ke masa keemasan dunia Islam masa lampau (abad 7 s/d abad 14) tidak perlu lagi meng-obsesi pemikiran kita. Lihat: H.M. Arifin, op.cit., hlm. 5-6.
139
corak lembaga pesantren Darul Amanah bersifat inovatif, bukan
melestarikan apa yang ada/jelek (maintenance), konservatif, pasif serta
dogmatis. Maka tak salah lagi jika pondok pesantren mengambil nasihat
salah seorang sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib ra. yang menegaskan:
“Didiklah anak-anak kalian tidak seperti yang didikkan kepada kalian sendiri, oleh karena mereka itu diciptakan untuk generasi zaman yang berbeda dengan generasi zaman kalian”10.
Dengan mengambil nasihat shahabat di atas tentunya pesantren
Darul Amanah terlihat selalu berkembang, baik secara fisik (gedung yang
selalu bertambah, fasilitas yang lengkap, pendanaan yang cukup dengan
berbagai unit usahanya, siswa /santri yang selalu bertambah, dan lain
sebagainya) maupun perkembangan yang berbentuk nonfisik (seperti
kualitas santri, guru, dan karyawan meningkat, motifasi kerja tinggi,
solidaritas dan kerja sama terjalin dengan baik, adanya peningkatan
kualitas manajemen dan lain sebagainya).
3. Memperoleh stabilitas (gainning stability)
Indikasi stabilitas Pondok Pesantren adalah kemapanannya dalam
hal pengelolaan santri, karyawan, dan SDM lain, penyusunan kurikulum,
serta kemapanannya dalam mengelola dana dengan membuat unit usaha
secara mandiri. Oleh karena itu pengelolaan pesantren secara menyeluruh
harus dilakukan secara profesional. Untuk mendapatkan profesionalisme
dalam lembaga pendidikan pesantren tentunya tidak terlepas dari
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hounton sebagai berikut:
10 Ibid.. hlm. 33.
140
1). Profesi harus dapat memenuhi kebutuhan sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterima oleh masyarakat dan prinsip-prinsip itu telah benar-benar well-established, 2). Harus diperoleh melalui latihan kultural dan profesional yang cukup memadai, 3). Menguasai perangkat ilmu pengetahuan yang sistematis dan kekhususan (spesialisasi), 4). Harus dapat membuktikan skill yang diperlukan masyarakat dimana kebanyakan orang tidak memiliki skill tersebut yaitu skill sebagian merupakan pembawaan dan sebagian merupakan hasil belajar, 5). Memenuhi syarat penilaian terhadap penampilan dalam pelaksanaan tugas dilihat dari segi waktu dan cara kerja. 6). Harus dapat mengembangkan teknik-teknik ilmiah dari hasil pengalaman yang teruji, 7). Merupakan tipe pekerjaan yang memberikan keuntungan yang hasil-hasilnya tidak dibakukan berdasarkan penampilan dan elemen waktu, 8). Merupakan kesadaran kelompok yang dipolakan untuk memperluas pengetahuan yang ilmiah menurut bahasa teknisnya, 9). Harus mempunyai kemampuan sendiri untuk tetap berada dalam profesinya selama hidupnya, dan tidak menjadikan profesinya sebagai batu loncatan ke profesi lainnya. 10). Harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa anggota-anggota profesionalnya menjunjung tinggi dan menerima kode etik profesionalnya11. Contoh yang dapat dilihat yaitu dalam pengelolaan santri misalnya,
stabilitas input santri PPDA sejak tahun 2000/2001 hingga tahun
2003/2004 ini secara kuantitas dan kualitas teratur dan tidak
menghawatirkan, contoh lain juga dapat dilihat dari kemapanan
manajemen yang selama ini diterapkan, dimana mereka sudah mengenal
planning, organizing, actuating, dan controling / evaluating.12
4. Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gainning
reputation and developing puide)
11 Ibid., hlm. 105-106. 12 Kemudian di lain pihak, pengelolaan dana pun mampu meningkat secara pesat, dengan
berkembangnya kantin, waserda, dapur umum, wartel, unit simpan-pinjam, dan perkebunan, bahkan hasil bersih dari koperasi Al-Amanah yang diperoleh tiap tahun mencapai lebih dari Rp. 75.000.000, belum lagi dengan penghasilan usaha-usaha lain yang selama ini sedang dikembangkan secara intensif. Lihat dalam: Laporan Tahunan Yayasan PPDA, 17 Agustus 2003
141
Dengan umur yang relatif muda (hampir 14 tahun) ini PPDA sudah
mendapatkan legitimasi dari masyarakat bahwa ia adalah pesantren yang
maju dan berkualitas (Favorit / elit) yang mampu meraih prestasi dan
mampu menyaingi berbagai pesantren maupun madrasah yang ada di
daerah Kabupaten Kendal. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya prestasi
yang pernah diraih, baik prestasi nilai ujian Ebtanas, prestasi dari berbagai
macam perlombaan, pelatihan, dan lain-lain. Adapun data yang pernah
diperoleh antara lain sebagai berikut:
1. Tingkat MTs. Yaitu sejak tahun pelajaran 1993/1994 (lulusan pertama) sampai tahun pelajaran 2002/2003 ini selalu mendapatkan peringkat pertama se- KKM MTs. Negeri Kendal dan pringkat 10 besar diraih oleh MTs. Darul Amanah antara 5 – 6 anak.
2. Tingkat MA. Selama 5 tahun (1996 s/d 2001) MA Darul Amanah selalu menduduki tingkat pertama hasil EBTA/Ebtanas atau UAM/UANAS se KKM MAN Kendal, sedangkan untuk tahun berikutnya oleh Panitia Ujian KKMA tidak dibuat peringkat13.
Dari tahun-ketahun alumni Darul Amanah selalu lulus dengan prestasi
yang memuaskan, sehingga pimpinan pesantren merespon prestasi yang
telah diperoleh tersebut dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat
mendukung dan memotivasi santri, contohnya seperti:
1. Memberikan Piagam Penghargaan bagi Rangking I, II dan III serta
mengumumkannya pada setiap akhir periode (pembagian Raport).
2. Memberikan beasiswa bagi santri kelas III MTs. (rangking I / II / III)
yang meneruskan kelas IV TMI (I MA) di Darul Amanah hingga ia
lulus kelas VI (III MA).
3. Mengangkat santri berprestasi dan solid terhadap almamater untuk ikut
mengajar (pengabdian) di pesantren Darul Amanah, kemudian ia juga
bisa meneruskan kuliah sekaligus di PPDA.
13 KH. Mas’ud Abdul Qodir, Daftar Prestasi Santri MTs – MA dan Kitab-Kitab yang diajarkan, dalam (Sukorejo: Laporan Tahunan Yayasan PPDA, 17 Agustus 2003).
142
5. Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving uniqueness
and adaptability)
Keunikan pesantren Darul Amanah dapat dilihat dari berbagai segi,
baik model pesantrennya, perkembangan fisiknya, prestasi santrinya,
prestasi guru dan kyainya, serta perkembangannya secara komprehenship
mampu membuat banyak orang kagum, terpesona dan tertarik untuk
mengetahui apa rahasia yang ada di balik itu semua.
Kemampuan PPDA untuk beradaptasi dengan masyarakat sekitar
merupakan salah satu faktor keberhasilan yang selama ini ia peroleh.
Kurikulum misalnya14, PPDA selama ini mampu menampung berbagai
aspirasi masyarakat, dimana kebutuhan masyarakat Sukorejo-Kendal akan
ilmu pesantren (agama) dan sekolahan (umum) keduanya sangat diminati
oleh mereka, belum lagi bahasa resmi yang digunakan santri setiap hari
dengan bahasa Arab dan Inggris, yang menjadikan kesan menonjol (segi
bahasaannya) dibanding pondok atau sekolah lain. Di sisi lain PPDA juga
menampung dan mengembangkan bakat minat santrinya, baik bidang seni,
ketrampilan maupun keorganisasian15.
Dengan demikian, keunikan Pesantren Darul Amanah dengan
model semi modern (kurikulum Depag, Pesantren salaf dan Pesantren
Gontor) yang selama ini diterapkan PPDA sangat prospektif untuk
dikembangkan di wilayah Sukorejo Kabupaten Kendal.
6. Membantu masyarakat (contributing to society)
14 Kurikulum yang digunakan yaitu perpaduan antara Pondok Modern Gontor, Kurikulum
Departemen Agama, ditambah pelajaran kitab kuning. Sedangkan bahasa pengantar di dalam kelas adalah bahasa Arab untuk pelajaran agama dan bahasa Inggris untuk pelajaran umum, lainnya dipakai bahasa Indonesia. PPDA, Profil, op.cit.
15 Pondok Pesantren Darul Amanah menyadari bahwa kelak santrinya akan menjadi bagian dari masyarakat yang menduduki lapisan pemimpin juga da’I yang trampil, maka diselenggarakan pendidikan ktrampilan diantaranya: (a). Pendidikan dakwah, latihan pidato dalam bahasa Indonesia, Arab dan Inggris, (b). Pendidikan berorganisasi, (c). Seni bela diri, (d). Seni baca Al-Qur’an, (e). Pendidikan ketrampilan lainnya seperti kursus sablon, komputer, dan lain-lain. PPDA, Profil, op.cit.
143
Pesantren Darul Amanah hingga saat ini sudah mampu memberikan
kontribusi yang sangat besar dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat,
yang merupakan agence of cange (agen prubahan) kultur maupun
peradaban masyarakat Muslim dengan landasan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekeliling khususnya dan masyarakat Muslim
Indonesia umumnya, baik kesejahteraan lahiriah maupun bathiniah.
Out came PPDA sudah dianggap baik, hal ini terbukti dengan
banyak alumni yang mengajar di berbagai madrasah maupun sekolah-
sekolah, bahkan banyak juga yang menjadi tokoh masyarakat, dan lain-lain.
Adapun bantuan pesantren terhadap masyarakat sekitar yang selama
ini diberikan sangatlah banyak, baik materiil maupun spirituil. Hal ini bisa
dilihat dengan adanya jadwal ceramah agama (pengajian), pengajian
akhirussanah, kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, kesempatan
menjual barang/jajan di kopontren, bantuan madrasah, dan lain-lain.
b. Indikasi Keberhasilan Lembaga PPDA
Ada beberapa indikasi pokok yang dapat dipakai sebagai kriteria
keberhasilan pesantren Darul Amanah, yaitu:
1. Tercapainya tujuan Pesantren.
Tujuan pesantren Darul Amanah secara garis besar sebagaimana
tercantum dalam Visinya yaitu “.terbentuknya lembaga pendidikan yang
Islami dan bermutu yang mampu melahirkan generasi yang menguasai
ilmu agama, menguasai iptek, berfikir bebas, mandiri dan berakhlak
mulia serta memiliki kerangka karangan yang konstruktif, prospektif dan
inofatif.16 Namun untuk mengetahui apakah suatu tujuan lembaga
16 indikator penguasaan ilmu agama adalah: mampu membaca, memahami kitab-kitab
berbahasa Arab, dan mampu memecahkan masalah-masalh keagamaan yang muncul di masyarakat. indikator penguasaan Iptek yaitu: Mampu mengoperasikan komputer, mampu menggunakan laboratorium dan teknologi, dan mampu membuat atau merangkai peralatan elektronik sederhana.. Indikator berfikir bebas yaitu: tidak terpancang pada salah satu madzhab, dan bebas mengeluarkan
144
pesantren sudah tercapai secara maksimal atau belum, maka jawabannya
adalah relatif, namun secara umum besar-kecilnya keberhasilan itu dapat
dilihat dari indikator-indikator yang ada.
Keberhasilan pesantren Darul Amanah dalam mencapai tujuan
dapat diketahui diantaranya dengan mengetahui keadaan santri baik yang
masih berada di PPDA maupun mereka yang sudah alumni (yang sudah
terjun ke masyarakat) dan yang meneruskan ke jenjang pendidikan
berikutnya.
2. Pesantren mampu memenuhi dan memanfaatkan segala sumber yang ada
secara maksimal.(SDM, SDA, Unit Usaha, dll.)
Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Darul Amanah
meliputi Karyawan, Guru dan Santri, telah dapat dipenuhi dengan baik
dan dikelola secara profesional, hal ini terlihat dengan peningkatan gaji
guru, pelatihan, pendidikan, pengembangan kurikulum, pendanaan,
sarana pendidikan dan lain-lain.
Sedangkan Sumber Daya Alam (SDA) yang selama ini pesantren
miliki cukup memuaskan dan dapat dikelola dengan baik, seperti
pengadaan sumber air bersih, perkebunan cengkih, penanaman melinjo,
penanaman pohon jati emas, dan lain lain.
Unit Usaha dari berbagai macam bentuk telah dikembangkan oleh
pesantren baik warung serba ada, kantin, dapur umum, warung telkom,
unit simpan-pinjam, klinik kesehatan, tailor, pangkas rambut, dan lain-
lain. Adapun hasil dari unit usaha itu semua dapat digunakan untuk
pembangunan gedung dan pemenuhan segala sarana-prasarana pesantren
yang ada.
ide-ide pemikiran. Indikator mandiri yaitu: tidak selalu bergantung dari jakarta dan menyelesaikan masalah individu. Indikator berakhlak mulia ialah: menjadikan semua golongan umat Islam sebagai teman, menganggap perbedaan sebagai keragaman dalam ber-“Islam”, tidak menciptakan suasana konflik dalam masyarakat, dan segala perkataannya mencerminkan akhlak Islami. Profil PPDA, Bab I Pendahuluan; tentang Visi dan Misi PPDA, (Sukorejo: Yayasan PPDA, 2004), hlm. 5.
145
3. Bawahan dan mitra kerja (masyarakat) merasa puas.
Dengan berbagai kebijakan pimpinan pesantren dan hasil kinerja
seluruh komponen lembaga pesantren Darul Amanah hingga mencapai
keberhasilan yang memuaskan ini, tentunya seluruh masyarakat dan unsur
yang ada di dalam maupun di luar pesantren Darul Amanah dapat
menikmati hasilnya dengan antusias dan bangga. Menyusul adanya
usaha-usaha lembaga untuk merubah dan mengembangkan segala
kekurangan yang ada di dalam pesantren, baik manajemen dan
administrasinya maupun usaha menciptakan rasa harmonis dan
bekerjasama di lingkungan pesantren dengan berbagai pendekatan yang
dilakukan, seperti manajemen konflik, manajemen SDM, dan lain
sebagainya.17
4. Terdapat kesepakatan antara anggota dalam lembaga pesantren dari
berbagai tingkatan terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan.
Dengan berbagai teknik dan pendekatan dalam memberikan
informasi, penjelasan dan petunjuk pelaksanaan, pimpinan pesantren
beserta stafnya mampu membuat seluruh anggota (unsur SDM) pesantren
mau mendukung dan sepakat atas segala kebijakan yang sedang maupun
yang akan dilaksanakan. Hal ini dapat dilakukan dengan lancar karena
kapandaian pemimpin dalam menjalankan tugasnya, seperti halnya jika
ada seorang atau beberapa orang yang kurang sepakat atas suatu
kebijakan, maka ia dipanggil untuk mengungkapkan isi hatinya di
hadapan pimpinan secara pribadi sehingga ia bisa memahami maksud
17 Bahkan masyarakat luas baik Kabupaten Kendal, Batang, Temanggung, Kodya Semarang,
Jakarta, Tegal, Pekalongan, Pemalang, bahkan Lampung sekalipun merasa bangga, terutama wali murid dan masyarakat yang telah menerima hasil pendidikan dari Darul Amanah ini. Karena memang asal santri Darul Amanah berasal dari berbagai kota di Jawa Tengah, Jawa Barat bahkan luar Jawa sekalipun. Lihat Tabel Data Daerah Asal Santri Pesantren Darul Amanah.
146
dan tujuan yang telah disepakati bersama dan harus segera
dilaksanakan18.
5. Pesantren memberikan pelayanan yang paling baik terhadap kepentingan
masyarakat.
Dengan berbagai masukan dan saran dari seluruh masyarakat
pesantren Darul Amanah mampu memberikan pelayanan yang sangat
memuaskan, hal ini diakui oleh beberapa wali santri yang telah
dikonfirmasi saat pengambilan Raport hasil Semesteran pada tanggal 2
Pebruari 2004 sebagai berikut:
“ Memang, selama ini kami merasakan bahwa pesantren Darul Amanah ini selalu memberikan yang terbaik buat santri dan kami sebagai wali murid, sebab jika dilihat dari pembayaran SPP, biaya Makan, Kost, Listrik, PPPK, Air bersih dan lain-lain sangatlah murah dan pelayanan yang diberikan ternyata lebih dari yang kami duga sebelumnya. Kami heran dengan uang sekitar RP. 200.000 setiap bulan mampu untuk memenuhi semua pembayaran di atas, bahkan makan sehari 3x bisa tercukupi. Hal ini jika dihitung-hitung sangat tidak mungkin. Ya, mungkin itulah yang dinamakan barokah.” 19
Selain biaya yang murah, ternyata fasilitasnya pun lumayan
lengkap dibanding dengan sekolah-sekolah lain yang ada di Sukorejo
Kendal. Baik berupa gedung sekolah, ruang pertemuan, masjid, fasilitas
telepon, air bersih yang melimpah, lapangan sepak bola, dan lain-lain. dan
itu semua mampu memberikan manfaat bagi semua masyarakat sekitar
dan bahkan masyarakat luar daerah.
18 Kemudian yang lebih mendukung lagi adalah dengan adanya tata tertib yang begitu ketat
dan mendidik, baik untuk santri, guru maupun untuk karyawan. Dan tata tertib itu diikuti dengan sanksi yang benar-benar pasti. Lihat tata tertib PPDA, Tata-Tertib Santri PPDA, Tata-Tertib Guru dan Karyawan PPDA.
19 Wawancara dengan wali santri, tentang Perkembangan dan Pelayanan Pesantren Darul Amanah, (Sukorejo: PPDA, Senin, 2 Pebruari 2004), pukul 11.30 WIB.
147
B. Manajemen Konflik di Pondok Pesantren
Konflik dapat berarti perjuangan mental yang disebabkan tindakan-
tindakan atau cita-cita yang berlawanan.20 Atau dengan kata lain konflik adalah
bentuk perasaan yang tidak beres yang melanda hubungan antara satu bagian
dengan bagian lain, satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan
kelompok lain21. Sebagaimana kita ketahui konflik dapat secara positif
fungsional sejauh ia memperkuat kelompok dan secara negatif fungsional sejauh
ia bergerak melawan struktur22. Dengan demikian, Manajemen konflik adalah
seni mengatur dan mengelola konflik yang ada pada organisasi agar menjadi
fungsional dan bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi
Istilah manajemen konflik sebenarnya berasal dari konsep manajemen
modern secara umum, bukan berasal dari lembaga-lembaga religius seperti
pondok pesantren. Dengan demikian, konsep manajemen konflik akan difahami
dengan interpretasi yang berbeda-beda tergantung dari siapa yang memakainya,
pemahaman masyarakat di lingkungan pesantren akan berbeda dengan
pemahaman masyarakat di lingkungan industri ataupun kepolisian. Sebagaimana
diketahui bahwa ada beberapa pandangan mengenai arti konflik sebagai berikut:
1. Pandangan tradisional, menganggap bahwa semua konflik adalah berbahaya dan oleh karenanya harus dihindari.
2. Pandangan aliran hubungan manusiawi, menganggap bahwa konflik adalah sesuatu yang lumrah dan terjadi secara alami dalam setiap kelompok dan organisasi. Karena keberadaan konflik dalam organisasi tidak dapat dihindari, maka aliran ini mendukung penerimaan konflik tersebut dan menyadari adakalanya konflik tersebut bermanfaat bagi prestasi suatu kelompok.
3. Pandangan ineraksionis, John Aker dari IBM menjelaskan konflik perspektif interaksionis, bahwa pendekatan interaksionis mendorong konflik pada kedaan yang “harmonis”, tidak adanya perbedaan pendapat
20 Komaruddin, Ensiklopedia Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 151. 21 Alo Liliweri, Sosiologi Organisasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 128. 22 Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm.
115
148
yang cenderung menyebabkan organisasi menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi23.
1. Arti konflik dan manajemen konflik bagi pondok pesantren
Adapun pemahaman mengenai konflik yang terjadi di pesantren juga
berbeda-beda satu sama lain tergantung dari kemampuan dan keluasan
personal dalam memahami konflik. Ada kemungkinan konflik diartikan secara
tradisional yang sering mengakibatkan timbulnya sikap kurang kritis, kurang
inovatif, dan suasana menjadi statis. Ada kemungkinan diartikan sesuai
dengan pandangan aliran hubungan manusiawi yang mendukung penerimaan
konflik dan menyadari adakalanya konflik tersebut bermanfaat bagi prestasi
suatu kelompok, dan bahkan ada juga yang sesuai dengan pandangan
interaksionis yang menganggap bahwa suatu lembaga tanpa adanya konflik
akan statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan
inovasi.
Manajemen konflik di pesantren Darul Amanah diinterpretasikan
bermacam-macam sebagaimana yang telah dideskripsikan pada bab III, yang
merupakan hasil wawancara: ada yang mengatakan bahwa konflik adalah
pertentangan, dualisme kepentingan, perbedaan pendapat, atau diartikan juga
dengan adanya dua tujuan yang berlawanan. Sehingga manajemen konflik
dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyelesaikan konflik atau
indentifikasi permasalahan dan selanjutnya dicarikan jalan keluarnya
(problem solving). 24
Para guru dan seluruh masyarakat pesantren Darul Amanah lebih
memahami konflik secara modern, karena memang sistem pendidikan
23 Sumbangan utama dari pendekatan interaksionis adalah mendorong pimpinan organisasi
untuk selalu mempertahankan tingkat konflik yang optimal agar mampu menimbulkan semangat dan kreatifitas kelompok. Lihat: Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, Opcit, hlm. 98-99.
24 Wawancara dengan beberapa Ustadz dan ustadzah, Tentang Definisi, Bentuk Konflik dan Manajemen Konflik, (Sukorejo: Kantor Ustadz PPDA, Hari Sabtu, Tanggal: 17 Januari 2004) Pukul 12.00-13.30 WIB.
149
pesantren Darul Amanah menganut pesantren modern Gontor, Ponorogo.
Pandangan Modern tentang konflik adalah: (1). Konflik tidak dapat dihindari,
(2). Konflik muncul karena aneka macam sebab, (3). Konflik membantu,
kadang-kadang menghambat pekerjaan dengan derajat berbeda-beda, (4).
Tugas Manajemen adalah memanaj tingkat konflik dan memecahkannya, (5).
Hasil pekerjaan optimal memerlukan konflik moderat.25
Berbeda dengan ustadz Junaedi Abdul jalal, S.Pd.I, ia menganggap
bahwa konflik yang terdapat di pesantren Darul Amanah ada yang bersifat
modern dan ada juga yang bersifat tradisional, konflik tradisional adalah
konflik yang berupa tuntutan unsur pesantren (Guru, Murid, Karyawan dll)
yang irrasional dan berlebihan. Sedangkan konflik modern adalah berupa
pendapat, ide-ide dan masukan yang bersifat membangun (konstruktif) atau
ide-ide supaya pesantren dapat maju.
2. Sumber konflik di pondok pesantren
a. Kebijakan sebagai sumber konflik.
Kebijakan inilah yang selanjutnya sering menimbulkan persoalan
sampai menjadi sebuah konflik. Timbulnya konflik dari sebuah kebijakan
dapat terjadi dari karena adanya pihak-pihak dalam penentuan kebijakan
tersebut dimana tidak semua pihak dapat terakomodasi dengan kebijakan
tersebut.26 Hal ini dapat terjadi karena:
1. Substansi kebijakan yang mana dapat saja tidak diterima oleh pihak-
pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut.
2. Adanya individu dan atau pihak yang mempunyai akses lebih terhadap
kebijakan tersebut sehingga ada pihak yang tidak terakomodasi dengan
kebijakan tersebut.
25 Winardi, Opcit., hlm. 65. 26 Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan dasar yang berupa perbedaan tujuan dari
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Ibid.
150
Proses penentuan kebijakan itu sendiri melalui tahapan-tahapan
sbb :
a. Identifikasi persoalan kebijakan termasuk permintaan publik untuk
ditindak lanjuti oleh pemerintah
b. Penentuan agenda atau menentukan focus perhatian media massa pada
permasalahan kebijakan publik yang akan dilakukan
c. Formulasi kebijakan dari lembaga yang berwenang untuk diajukan
pada lembaga yang menentukan kebijakan itu dapat dilaksanakan atau
tidak
d. Legitimasi kebijakan sebagai suatu tindakan politis untuk memperoleh
kekuatan
e. Implementasi kebijakan oleh lembaga eksekutif
f. Evaluasi kebijakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan
tersebut27.
b. Sumber-sumber konflik lain
Ross (1993) mengemukakan dua sumber konflik yang terjadi
dalam sebuah organisasi atau kelompok. Kedua sumber konflik itu adalah :
1. Teori struktur sosial. Menekankan pada persaingan antara pihak-pihak
yang berkepentingan sebagai motif utama sebuah konflik. Tindakan
terhadap pihak lain dalam pemikiran teori struktur social akan
menciptakan tantangan nyata untuk meningkatkan solidaritas dan
respon kolektif dalam menghadapi lawan. Selanjutnya pihak-pihak
tersebut melakukan konsolidasi secara sadar sehingga membentuk
suatu kekuatan dalam menghadapi konflik tersebut. Disisi lain struktur
27 Tahapan-tahapan diatas menunjukan adanya celah yang dapat menimbulkan konflik dimana
pihak-pihak yang mempunyai kepentingan akan terbentuk seiring dengan berjalannya tahapan-tahapan diatas. Oleh karena itu kebijakan menjadi suatu hal yang sensitive yang dapat menjadi sebuah konflik. Winardi, op.cit.
151
social ini berhubungan erat dengan teori kelompok elit yang mana
konflik sangat sering terjadi dalam hal ini
2. Teori Psychocultural. Menekankan pada konflik sebagai kekuatan
psikologi dan cultural. Teori ini menunjukan bahwa suatu pihak perlu
memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal dan tingkah laku pihak
lain. Oleh karena itu kondisi social dan hubungan dengan pihak lain
menjadi suatu hal penting untuk diperhatikan dalam menghadapi
konflik ini karena kondisi psikologis dan culutaral ini merupakan
sebuah kekuatan nyata.28
3. Strategi manajemen konflik di pondok pesantren.
Menurut Ross (1993) strategi dalam memecahkan konflik adalah:
a. Menyelamatkan diri (Self-help)
Strategi self-help sering dilihat sebagai suatu tindakan sepihak yang
bersifat destruktif. Tindakan ini kadang dilakukan oleh pihak yang kuat
untuk menekan pihak yang lemah. Strategi self-help ini dapat digunakan
untuk tindakan yang konstruktif dalam bentuk menarik diri, menghindar,
tidak mengikuti, atau melakukan tindakan independen.29 Self-help ini juga
sering dilakukan oleh beberapa orang di pondok pesantren Darul Amanah
dalam upaya mengatasi konflik internal. Biasanya hal ini dipakai oleh
seorang kyai sendiri terutama apabila permasalahan yang timbul itu tidak
memungkinkan diselesaikan secara bersama (musyawarah). (Langkah-
28 Kedua sumber konflik diatas memerlukan penanganan yang berbeda. Teori structural
menerangkan bahwa strategi manajemen konflik memerlukan perubahan kondisi organisasi pihak tersebut secara mendasar. Kepentingan yang divergen sangat sulit untuk dijembatani. Teori psychocultural conflict dalam melakukan manajemen konflik memfokuskan pada proses yang dapat mengubah persepsi atau mempengaruhi hubungan antara pihak-pihak kunci. Dalam pandangan teori ini kepentingan lebih bersifat subjektif dan dapat berubah dibanding dalam pandangan teori struktural. Ibid.
29 Pihak yang lemah sangat tepat jika menerapkan strategi ini. Karena self-help merupakan tindakan sepihak yang potensial dapat meningkatkan respon, meyebabkan strategi ini sulit untuk mencapai solusi yang konstruktif. Ibid.
152
langkah yang dapat diambil dalam menerapkan strategi self-help, antara
lain: keluar dari tekanan, menghindari, mencari dukungan atas tindakan
yang akan dilaksanakan sebagai akibat dari kewengan yang dimiliki sangat
kecil), dan saling berbenturan kepentingan.
b. Solusi penyelesaian masalah (Joint problem solving). Joint problem
solving memungkinkan adanya kontrol terhadap hasil yang dicapai oleh
kelompok-kelompok yang terlibat. Masing-masing kelompok mempunyai
hak yang sama untuk berpendapat dalam menentukan hasil akhir. Strategi
ini membutuhkan penelusuran terhadap persoalan yang dihadapi.
Keputusan yang diambil secara bersama dapat dikatakan berasal dari
pendapat kelompok menurut standar masing-masing.30 Langkah-langkah
yang dapat dilakukan dalam strategi ini, yaitu: 1) Identifikasi kepentingan-
kepentingan yang terlibat dalam konflik sangat kompleks), 2) memberikan
penilainnya terhadap kepentingannya, 3) Pihak ketiga diperlukan untuk
memfasilitasi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik), 4) harus
berkomunikasi aktif, 5) keputusan yang diambil harus dijalankan oleh
masing-masing pihak.
c. Perlunya pihak ketiga (Third-party decision making)
Konflik yang dihadapi individu, kelompok, dan masyarakat kadang
tidak dapat diselesaikan tanpa adanya pihak ketiga. Dalam strategi ini,
pihak ketiga membuat keputusan yang mengikat berdasarkan aturan-aturan
untuk mencapai hasil yang pasti. Strategi ini sedikit menawarkan
kompromi atau penyelesaian masalah secara kreatif, karena pihak ketiga
mempunyai otoritas penuh
4. Metode-metode Manajemen Konflik di Pondok Pesantren
1. Stimulasi (merangsang) Konflik.
30 Keputusan yang bersifat integrasi ini dapat melibatkan berbagai isu. Kesepakatan yang
diambil memberikan keuntungan tiap kelompok dengan kadar yang berbeda, seperti dalam "the prisoner’s dilemma game". Ibid.
153
Seperti telah disebutkan dimuka, konflik dapat menimbulkan
dinamika dan pencapaian cara-cara yang lebih baik dalam
pelaksanaan kegiatan kerja suatu kelompok. Situasi di mana konflik
terlalu rendah akan menyebabkan karyawan takut berinisiatif dan
menjadi pasif. Kejadian-kejadian, perilaku dan informasi yang dapat
mengarahkan orang-orang bekerja lebih baik diabaikan; para anggota
kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan
pelaksanaan kerja.
Metode stimulasi konflik meliputi: (1). Pemasukan atau
penempatan orang luar ke dalam kelompok, (2). Penyusunan kembali
organisasi, (3). Penawaran bonus, pembayaran insentif dan
penghargaan untuk mendorong persaingan, (4). Pemilihan manajer-
manajer yang tepat, da (5). Perlakuan yang berbeda dengan
kebiasaan.31 Metode-metode di atas digunakan oleh pesantren Darul
Amanah ketika terjadi kelesuan dan tidak adanya kesemangatan para
guru maupun karyawan. Biasanya kyai mengeluarkan kebijakan yang
masih memungkinkan banyak penafsiran dan banyak alternatif untuk
melakukan kebijakan tersebut, seperti kebijakan kontrofersial, dan
lain-lain.
2. Pengurangan dan Penekanan Konflik
Manajer (Kyai) biasanya lebih terlibat dengan pengurangan
konflik daripada stimulasi konflik. Metode pengurangan konflik
menekankan terjadinya antagonisme yang ditimbulkan oleh konflik.
Jadi, metode ini mengelola tingkat konflik melalui “pendinginan
suasana” tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula
menimbulkan konflik. Dua metode dapat digunakan untuk
mengurangi konflik. Pendekatan efektif pertama adalah mengganti
31 Lihat juga: James AF. Stoner dan R. Edward Freeman, Opcit, hlm. 562.
154
tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa
diterima kedua kelompok. Metode efektif kedua adalah
mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk
menghadapi “ancaman” atau “musuh” yang sama.32
Sedangkan menurut James AF. Stoner sekurang-kurangnya
ada 3 metode untuk mengurangi konflik, yaitu: (1). Memberikan
informasi menyenangkan antara kelompok satu dengan kelompok
lain, (2). Meningkatkan kontak sosial yang menyenangkan dengan
berbagai cara, (3). Konfrontasi, atau berunding dan memberikan
penjelasan tentang berbagai informasi33. Hal-hal di atas juga sering
dilakukan oleh KH. Mas’ud Abdul Qodir sebagai pimpinan pesantren
Darul Amanah.
3. Penyelesaian Konflik
Metode penyelesaian konflik yang akan dibahas berikut
berkenaan dengan kegiatan-kegiatan para manajer yang dapat secara
langsung mempengaruhi pihak-pihak yang bertentangan. Metode-
metode penyelesaian konflik lainnya yang dapat digunakan,
mencakup perubahan dalam struktur organisasi, mekanisme
koordinasi, dan sebagainya. Ada tiga metode penyelesaian konflik
yang sering digunakan, yaitu:
a. Dominasi dan penekanan. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu: (1). Kekerasan (forcing), yang bersifat
menekan otokratik; (2). Penenangan (snoothing), merupakan
cara yang lebih diplomatis; (3). Penghindaran (avoidance),
dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas;
(4). Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk
32 T. Hani Handoko, Opcit, hlm. 351. 33 Lebih jelas lihat: James A.F. Stoner, Opcit., hlm. 563.
155
menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan
pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.
b. Kompromi. Melalui kompromi, manajer mencoba menyelesaikan
konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk-bentuk kompromi
meliputi: (1) pemisahan (separation), (2). Perwasitan
(Arbitrasi), (3). Penyuapan (bribing).
c. Pemecahan masalah integratif. Dengan metode ini, konflik antar
kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama
yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan
masalah. Ada 3 metode pemecahan konflik integratif: (1).
Konsensus, (2). Konfrontasi, dan (3). Penggunaan tujuan yang
lebih tinggi.34
Dari deskripsi analisis mengenai manajemen konflik di atas,
sebenarnya teori manajemen konflik sudah diterapkan di pesantren Darul
Amanah, hanya saja banyak yang kurang menyadari akan hal itu.
Walaupun ada yang belum pernah mendengar istilah tersebut, namun
mayoritas dari unsur pesantren Darul Amanah sudah memahaminya.
Mereka semua mengakui betapa pentingnya manajemen konflik bagi suatu
lembaga pendidikan khususnya pesantren. Dan mereka sangat
mengkhawatirkan betapa parahnya jika tidak adanya manajemen konfl€ik
di pesantren. Harapan mereka terutama Dewan Guru agar supaya
manajemen konflik ini benar-benar diaplikasikan di pesantren secara
komprehenship.
34 T. Hani handoko, Opcit., hlm. 352-353.
156
C. Manajemen Konflik Relevansinya Dengan Pengembangan Lembaga
Pendidikan Pesantren.
Manajemen konflik sebagaimana yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya ternyata sangat relevan dengan pengembangan Lembaga Pendidikan
Islam khususnya pondok pesantren, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang
sudah dideskripsikan pada bab IV, dimana konflik (baik diciptakan, maupun
alamiah) jika bisa dikelola dengan profesional maka mampu memberikan
kontribusi positif bagi inovasi baru, dan efektifitas lembaga dalam
menyelenggarakan pendidikannya itu.
Sistem pendidikan Islam (pesantren, madrasah, sekolah Islam) di
Indonesia pada umumnya sangat lemah dan kualitasnya selalu tertinggal dengan
pendidikan umum lainnya. Kelembagaan sistem pendidikan Islam Indonesia juga
teralienasi, dan tidak jelas bedanya dengan pranata-pranata sosial Islam lain.
seluruh kelembagaannya bersifat non-formal dan milik pribadi, tidak profesional
dan bukan milik institusi.35. Pesantren Darul Amanah merupakan salah satu
lembaga pendidikan Islam yang menerapkan sistem modern, dimana hampir
seluruh kelembagaannya bersifat formal (kecuali hal-hal tertentu saja) dan
merupakan milik institusi (Yayasan). Dalam pengelolaan manajemen dan
administrasi tentunya berlaku secara modern pula, hal ini bisa dilihat pula dalam
mensikapi adanya konflik yang selama ini terjadi, dan mereka sudah seharusnya
menerima dan menganggap konflik sebagai aset yang dapat memberikan inovasi
dan mampu mengelola konflik lembaga menjadi konstruktif.
Berikut ini analisis hasil penelitian manajemen konflik relevansinya
dengan pengembangan lembaga pendidikan pesantren, baik konflik intrapersonal,
35 Dengan perkembangan zaman, kebutuhan untuk mempertegas batas-batas lembaga
pendidikan dan pranata sosial keagamaan adalah kebutuhan mendesak. Maka, sikap profesional semakin tumbuh pula. Meskipun demikian, masih adanya ganjalan serius, yaitu pertumbuhan kuantitatif jauh menggebu, sedangkan pertumbuhan kualitatif nyaris terabaikan. Secara jujur Barat justru berangkat dari titik strategi kualitatif, sedangkan kita berangkat dari titik dari kuantitatif dan masih mementingkan pemerataan. Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cetakan II, hlm. 36
157
interpersonal, intragroup, intergroup, maupun interorganisasi, yang telah dialami
oleh Pesantren Darul Amanah Sukorejo Kendal Jawa Tengah.
1. Manajemen Konflik Intrapersonal Relevansinya dengan Pengembangan
Lembaga Pondok Pesantren
Konflik intrapersonal ialah konflik dimana seseorang dapat mengalami
konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling
bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau dilakukan.
Konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi karena tuntutan tugas yang
melebihi kemampuannya.36
Konflik intrapersonal melibatkan ketidaksesuaian emosi bagi individu
ketika keahlian, tujuan atau nilai-nilai digelar untuk memenuhi tugas-tugas
atau pengharapan yang jauh dari menyenangkan. Konflik intrapersonal
merintangi kehidupan sehari-hari dan dapat menghentikan kegiatan beberapa
orang. “Manajemen stres” adalah obat penawar yang jitu untuk mengatasi
konflik jenis ini.37
Konflik tipe ini bisa terjadi pada setiap individu yang berada dalam
lingkungan masyarakat pesantren, baik Santri, Karyawan, Guru (Ustadz), dan
bahkan Pengurus Yayasan serta Kyai sekalipun. Dan jika konflik yang terjadi
mampu dikelola dengan baik tentu yang didapat adalah akibat-akibat positif
dan konstruktif.
Manajemen konflik intrapersonal di PPDA dapat dilakukan oleh
individu yang mengalami konflik itu sendiri, sehingga hasil dan tidaknya
manajemen konflik itu sangat tergantung dari bagaimana personal (individu)
itu dalam menganalisa, mensikapi, mencari solusi atas konflik yang terjadi
36 Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, Perilaku Keorganisasian, Edisi pertama,
(Yogyakarta: BPFE, 2000), hlm. 103. 37 Bila kita sampai pada tingkat setres yang “mematikan”, kita berada dalam konflik
intrapersonal Tahap Dua, dan pada Tahap Tiga, konflik intrapersonal memiliki sifat destruktif
158
pada dirinya. Namun apabila secara pribadi ia tidak mampu menyelesaikan,
maka dalam hal ini biasanya membutuhkan intervensi (bantuan) dari pihak
lain. Adapun akibat-akibat positif atau menguntungkan dari adanya konflik
intrapersonal (di dalam individu) ini maka seseorang akan:
1. Memahami kekurangan diri sendiri
2. Mampu menyelesaikan permasalahan secara mandiri (self problem
solving)
3. Memotivasi diri untuk mampu berkembang
4. Meningkatkan kualitas diri dan kinerja secara efektif
5. Mendekatkan diri pada Allah SWT.
6. Jika ada kesulitan dalam penyelesaian secara pribadi maka diperlukan
dengan adanya intervensi dari orang lain (trutama atasan), yang
menghasilkan:
a. Adanya Guru Bimbingan Konseling (BK) b. Adanya Kedekatan Pimpinan dengan Guru dan santri (nasihat-
nasihat secara pribadi) c. Adanya kedekatan Guru dengan Santri d. Adanya keterbukaan antara individu dengan individu lainnya38.
Bagan Proses Manajemen Konflik Intrapersonal dan Hasilnya:
misalnya akan menjurus ke arah tindakan bunuh diri. Lihat: William Hendricks, Bagaimana Mengelola Konflik, penterjemah: Arif Santoso, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. pertama, hlm. 44.
38 Hasil wawancara . op.cit.
Konflik Intrapersonal
Proses Manajemen
Konflik
Penyelesaian secara pribadi
Penyelesaian intervensi
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
159
2. Manajemen Konflik Interpersonal (antar individu) Relevansinya dengan
Pengembangan Lembaga Pondok Pesantren .
Konflik antar individu terjadi sering kali disebabkan oleh adanya
perbedaan tentang isu, tindakan, dan tujuan tertentu, di mana hasil bersama
sangat menentukan. Konflik interpersonal lebih jamak diasosiasikan dengan
manajemen konflik karena konflik ini melibatkan sekelompok orang.
Bagaimana seorang individu mengatasi konflik (interpersonal) akan
menentukan apakah konflik interpersonal itu dapat diselesaikan secara
efektif. Konflik tidak dapat diatasi secara eksternal tanpa seseorang itu
memiliki kendali secara internal. Namun biasanya seorang guru/ustadz,
pimpinan (Kyai) atau atasan sangat berperan dalam menyelesaiakan konflik
tersebut. Adapun hasil yang diperoleh dari konflik tersebut adalah:
1. Manajemen konflik antara seorang santri dengan seorang santri yang lain - Meningkatnya persaingan dalam berprestasi - Ukhuwah Islamiyah terjalin dengan baik - Terbentuknya Sarana Latihan Pengembangan bakat-minat (seperti
bela diri, dan lain-lain) - Perubahan sistem pemilihan (demokrasi terpimpin), pelatihan
kepemimpinan, dan seleksi bagi calon pengurus. - Meningkatnya Profesionalisme Kepengurusan Organisasi Santri
(seperti OSIS, OPDA, Pramuka, Persida, dan-lain-lain) - Pelatihan-pelatihan bagi santri berprastasi dan berbakat
2. Hasil manajemen konflik antara seorang guru dengan seorang guru lain - saling pengertian - Memacu prestasi antara guru-guru - Persamaan persepsi / tujuan - program pertemuan rutin Dewan Guru - Mempersatukan persepsi, menimbulkan keakraban, dan rasa
persaudaraan 3. Konflik antara seorang santri dengan seorang guru
- penyelenggaraan ramah-tamah antara santri dan guru - Penyadaran / nasehat terhadap santri dan guru juga sering dilakukan
oleh pimpinan pesantren baik dalam forum formal (ceramah, upacara) maupun nonformal (pribadi).
- Dibuatnya kotak saran bagi para guru dan pengurus39.
39 Wawancara dengan Ustadz Junaedi, op.cit.
160
Bagan Proses Manajemen Konflik Interpersonal dan Hasilnya:
3. Manajemen Konflik Intragroup Relevansinya dengan Pengembangan
Lembaga Pondok Pesantren.
Konflik yang terjadi ini lebih banyak disebabkan karena salah paham,
rasa curiga, iri hati dan rasa ketergantungan satu sama lain. Oleh karena itu
penyelasaiannya adalah dengan beberapa cara dan pendekatan.
Banyak sekali sumber yang menyebabkan timbulnya konflik di
dalam kelompok, akan tetapi secara garis besar berdasarkan penelitian ada
empat sumber, yaitu:40
40 Dari hasil penelitian para ahli, bahwa penyebab timbulnya konflik dalam kelompok
bermacam-macam, diantaranya adalah:1. Adanya kesalahfahaman (kegagalan dalam komunikasi), 2. Keadaan pribadi individu-individu yang saling konflik, 3. Perbedaan nilai, pandangan dan tujuan, 4. Perbedaan standar penampilan (performance), 5. Perbedaan-perbedaan yang berkenaan dengan cara, 6. Hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban, 7. Kurangnya kemampuan dalam unsur-unsur berkomunikasi, 8. Hal-hal yang berkenaan dengan kekuasaan, 9. Adanya frustasi dan kejengkelan. 10. Adanya kompetisi karena memperebutkan sumber yang terbatas, 11. Tidak menyetujui butir-butir dalam peraturan dan kebijakan. Lihat: Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi; Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993). Hlm. 235-236
Konflik Interpersonal
Proses Manajemen
Konflik
Kadar dan situasi konflik
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
Model Kepemimpinan
Sikap individu yg. terlibat
konflik
Model Kepemimpinan
161
a. Ketergantungan dan kebersamaan dalam menggunakan sumber
b. Perbedaan dalam kelompok tentang tujuan, nilai dan persepsi
c. Ketidakseimbangan kekuasaan
d. Kekaburan (ambiguitas)
Adapun hasil yang diperoleh dengan adanya manajemen konflik
intragroup di Pesantren Darul Amanah adalah:
1. Manajemen konflik guru dengan guru lainnya
Seorang pimpinan harus memahami apa yang terjadi pada
bawahannya, sehingga pendekatan penyelesaian konflik bisa dilakukan
secara tepat. Manajemen konflik pada guru dengan guru lebih sering
dilakukan oleh mereka sendiri dan intervensi Kyai (pimpinan).
a. PPDA sering memberlakukan hukuman (sanksi) bagi yang melanggar peraturan dengan tanpa pandang bulu, baik santri, karyawan dan bahkan ustadz sekalipun.
b. Konfrontasi bagi yang terlibat konflik c. Peringatan dan Pengarahan Kyai terhadap mereka yang terkena kasus d. Adanya pertemuan-pertemuan yang bisa dijadikan fasilitas “sering
ide” dan sarana menjalin keakraban serta sebagai sarana untuk saling mengenal satu sama lain.
e. Membiarkan supaya dapat diselesaikan secara pribadi bagi yang terlibat konflik, terutama jika permasalahannya kecil dan sepele.41
2. Manajemen konflik seorang santri dengan santri lain
Manajemen konflik antara santri dengan santri biasanya dilakukan
melalui intervensi pengurus santri, guru / ustadz dan terkadang oleh kyai.
a. Membentuk Bagian Keamanan OPDA untuk menangani kasus b. Memberikan pengarahan-pengarahan c. Konfrontasi bagi yang terlibat d. Melatih bela diri bagi para pengurus khususnya kelas III MA (VI TMI). e. Penerapan sanksi yang mendidik dan membuat kapok f. Menyatukan tujuan, nilai dan persepsi g. Memberlakukan segala sesuatu secara adil h. Membagi tugas sesuai dengan kemampunnya42
41 Sebagaimana yang disebutkan dalam bab III tadi di atas, hasil wawancara dan dokumentasi. 42 Ibid.
162
Bagan Proses Manajemen Konflik Intragroup dan Hasilnya:
4. Manajemen Konflik Intergroup Relevansinya dengan Pengembangan
Lembaga Pondok Pesantren
Manajemen konflik intergroup di PPDA ini sangat relevan dengan
pengembangan lembaga pendidikan yang dikelolanya. Adapun hasil yang
diperoleh dengan manajemen konflik tersebut adalah:
1. Penyelesaian konflik antara dewan guru dengan santri
Dari adanya manajemen konflik ini ternyata sangata relefan untuk
mengembangkan inovasi baru bagi segala permasalahan tekni yang
melibatkan guru dan santri. hasil pengembangannya diantaranya:
Terbentuknya tata tertib guru dan tata tertib santri secara komprehensip
dan mendalam, adanya pengarahan rutin bagi guru-guru oleh pimpinan
pesantren, adanya pelatihan bagi guru-guru tertentu (untuk menambah
profesionalisme bagi guru bersangkutan), adanya program mengaji kitab
kuning bagi para guru baik yang ada di asrama maupun yang lajo (pulang
pergi), pengarahan secara pribadi oleh pimpinan pesantren bagi guru
yang bermasalah dengan santri, dan lain-lain, adanya pengarahan bagi
santri kaitannya dengan tata tertib dan bagaimana cara menghormati
Konflik Intragroup
Proses Manajemen
Konflik
Kadar dan situasi konflik
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
Intervensi
Kyai / pimpinan
Interaksi dan informasi
kelompok
Sikap masing-masing
individu
163
guru. Hal ini dilakukan setiap awal semester atau setiap upacara dan
senam pagi.
2. Penyelesaian konflik antara Guru dengan Kyai atau Pengurus Yayasan. a. Keluhan guru terhadap gaji. Hal ini menyebabkan adanya
kesefahaman antara kedua belah pihak, adanya keterbukaan
keuangan dan kepercayaan seperti adanya Laporan Keuangan setiap
tahun, adanya pemikiran untuk mencari donatur (temporer) dari para
pengusaha dermawan, kemudian berusaha menaikkan insentif bagi
para guru / ustadz dan ustadzah agar supaya merasa senang karena
kesejahteraan mereka terpenuhi dan pada giliranya mereka menjadi
semangat (Ghirah) dan profesional dalam bekerja atau
pengabdiannya di pesantren Darul Amanah
b. Perbedaan pandangan guru terhadap kebijakan dan sistem
pesantren. Adanya kebebasan berpendapat, mengeluarkan ide-ide
konstrutif, adanya kesempatan berekspresi dan mengungkapkan isi
hati,a danya “forum dengar pendapat” (tertutup maupun terbuka)
secara sopan dan etis, itulah diantara hasil yang diperoleh dari
manajemen konflik.
3. Hasil manajemen konflik antara pengurus koperasi dengan santri.
diantaranya adalah pelayanan yang memuaskan, karyawan-karyawannya
ramah, berkualitas dan profesional, karena mereka telah diikutkan dal€am
berbagai pelatihan koperasi baik tingkat Kabupaten ataupun Kodya dan
Propinsi, kemudian banyak dibukanya usaha-usaha baru, pengadaan
Fasilitas yang lengkap dan masih banyak lagi
4. Kebijakan pesantren tentang persamaan perlakuan terhadap guru. Dengan
manajemen konflik ternyata mampu memberikan kjontribusi positif yaitu
kesefahaman antar mereka yang terlibat konflik, adanya pendidikan
tambahan bagi guru yang masih memerlukan hal itu, menyeleksi para
calon guru, membuka Kelas Jauh Perguruan Tinggi guna melengkapi dan
164
memenuhi standar Sarjana (S-1) sebagaimana yang diusulkan oleh
banyak guru yang berijazahkan Sarjana.
Bagan Proses Manajemen Konflik Intergroup dan Hasilnya:
5. Manajemen Konflik Interorganisasi (antar Lembaga) Relevansinya
dengan Pengembangan Lembaga Pondok Pesantren
Manajemen konflik interorganisasi di PPDA ini sangat relevan
dengan pengembangan lembaga pendidikan yang dikelolanya. Adapun hasil
yang diperoleh dengan adanya manajemen konflik tersebut adalah:
a. Manajemen Konflik Unsur Pesantren dengan Masyarakat Sekitar, hasil
yang diperoleh dari konflik ini sebagai berikut: Adanya Introspeksi ke
dalam lembaga pesantren sendiri, kyai sering memberikan penjelasan-
penjelasan mengenai kesibukan yang ia hadapi dan meminta dukungan
moril maupun materiil terhadap perkembangan pesantren, terutama pada
forum-forum formal di masyarakat, kyai berpartisipasi dalam mengisi
Khutbah Jum’ah di Kampung, kyai ikut kegiatan Tahlil dan Yasin setiap
malam Jum’at, kyai mengikuti Rapat-rapat yang diselenggarakan
masyarakat sekitar , pembuatan Lapangan Sepak Bola bersama antara
Konflik Intergroup
Proses Manajemen
Konflik
Kadar dan situasi konflik
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
Intervensi
Kyai / pimpinan
Interaksi dan informasi
kelompok
Model dan kebijakan
Kepemimpinan
165
pesantren dengan masyarakat, santri yang terlibat konflik disidang
Pengurus OPDA dan bahkan Langsung oleh Guru/Ustadz, serta dijatuhi
hukuman yang sesuai dengan aturan, peraturan diperketat yang berkaitan
dengan masyarakat kampung, larangan berkeliaran di masyarakat
kampung, menyadarkan seluruh santri akan tanggung jawabnya menjaga
nama baik almamater, meningkatkan disiplin dalam berbagai aspek,
memberi kesempatan kerja kepada masyarakat kampung, membuka
peluang bisnis (setor jajan / barang di koperasi pesantren), pesantren
membantu kampung pada proyek-proyek tertentu, seperti pembangunan
Masjid, Lapangan, alat-alat olah raga, dan lain-lain), membagikan Zakat
Fitrah dan Daging Qurban pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Qurban,
membantu pendirian Madrasah Diniah, pengajian akhirussanah
melibatkan masyarakat kampung, mengisi pengajian di masjid / mushalla-
mushalla masyarakat kampung
b. Unsur Pesantren Dengan Orsospol atau Ormas.
Dengan seringnya terjadi benturan-benturan, maka Prinsip
Pesantren tetap dipegang teguh: “PPDA berdiri di atas dan untuk semua
golongan”. Adapun hasil yang diperoleh dengan manajemen konflik ini
adalah sebagai berikut: Adanya larangan untuk tidak menampakkan
atribut organisasi (ormas / orsospol) apapun selama berada di pesantren,
adanya kebebasan bagi ustadz dan santri untuk aktif dalam berbagai
organisasi sesuai dengan keyakinannya masing-masing, adanya larangan
membenarkan golongan sendiri saja dan menyalahkan golongan lain
(fanatisme golongan), rasa aman dan suasana demokratis benar-benar bisa
tercipta dengan baik.
166
Bagan Proses Manajemen Konflik Interorganisasi dan Hasilnya:
D. Rekapitulasi Deskripsi Hasil Temuan Penelitian
Matriks berikut mendeskripsikan mengenai manajemen konflik
relevansinya dengan pengembangan lembaga pendidikan Islam (pesantren):
Manajemen Konflik Relevansinya Dengan Pengembangan Pesantren:
Bentuk Konflik, Penyelesaian Konflik dan Hasilnya N
O Jenis-jenis
Konflik
Bentuk Konflik Manajemen
Konflik
Hasil yang diperoleh
1
Intrapersonal
(konflik
di dalam diri
individu)
Individu
Santriwan /
santriwati
Individu Ustadz
/ Ustadzah
Individu
Stimulasi
konflik (jika
tidak ada atau
butuh konflik)
Manajemen
stres; (diajarkan
dzikir, puasa,
Ide-ide konstruktif, inovasi
baru, dan pengayaan
kreatifitas
Ketenangan, ketentraman, dan
kedekatan dengan Allah SWT.
Profesional, kedewasaan,
kepuasan, perhatian, dan
Konflik Interorganisasi
Proses Manajemen
Konflik
Kadar dan Situasi Konflik
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
Keterlibatan Pengurus Yayasan
Interaksi Sosial
Masyarakat
Kebijakan Kelembagaan
Pesantren
Pendekatan Manajemen
Konflik
167
Karyawan
Individu Kyai
(Pimpinan
pesantren)
tahajud, dll)
Pengawasan
dan Pembinaan
Pengarahan dan
penyadaran
Bimbingan dan
Konseling
kemandirian
Kesadaran, introspeksi diri
Kesemangatan, Motivasi,
percaya diri, dan problem
solving (solusi: penyelesaian
masalah)
2 Interpersonal
(konflik
antar
individu)
Seorang santri
dengan santri
lainnya
Seorang ustadz
dengan ustadz
lainnya
Seorang ustadz
dengan seorang
santri
Konfrontasi
(dipertemukan)
Penyadaran dan
pengarahan
Problem solving
/ solution
(Solusi
pemecahan
masalah)
Perdamaian, kesefahaman,
kesepakatan dan kooperasi
(kerja sama)
Introspeksi diri dan saling
menghargai
Penambahan fasilitas (sarana
pondok, media belajar, dll.)
Pemenuhan kualitas, seperti
pelatihan, kursus, maupun
pendidikan khusus.
3 Intragroup
(konflik di
dalam
kelompok)
Seorang ustadz
dengan
kelompok
ustadz yang lain
Seorang santri
dengan
kelompok santri
yang lain
Seorang ustadz
dengan para
santri
Kompromi
Konfrontasi
(forum resmi
maupun
nonresmi)
Penenangan
(smoothing)
Pemecahan
masalah
integratif.
Kompetisi atau
komando
otoritatif
Kooperasi (kebersamaan /
kerja sama / ketergantungan)
Persamaan tujuan, nilai dan
persepsi (menyatukan visi dan
misi pesantren)
Saling mengenal dan
memahami satu sama lainnya
Kesadaran dan introspeksi diri
Pengembangan kualitas
ilmiah; seperti mendirikan
peguruan tinggi, pelatihan-
pelatihan dan lain-lain.
Persaingan ketat (fastabiqul
168
khairat)
Keseimbangan / kesesuaian
kekuasaan.
Job discribtion yang jelas
4 Intergroup
(konflik
antar
kelompok)
Dewan guru /
ustadz dengan
para santri
Dewan guru /
ustadz dengan
kyai (pimpinan
pesantren)
Pengurus
koperasi dengan
para santri
Bagian
administrasi /
TU dengan para
santri
Karyawan
dengan para
santri
Karyawan
dengan kyai /
pimpinan
pesantren
Kompromi
Pengarahan dan
penawaran-
penawaran
Akomodasi
(meratakan)
Pemecahan
masalah
integratif
Problem solving
solution
Kepuasan kepentingan parsial
semua pihak
Adanya tawar-menawar untuk
mencapai pemecahan-
pemecahan “akseptabel”
seperti efektifitas pelayanan,
peningkatan kualitas SDM,
dll.
Mempertahankan
keharmonisan
Penambahan fasilitas (sarana
pondok, gedung, media
belajar, dll.)
Peningkatan mutu lembaga,
profesionalisme, kenaikan
karier, insentif memadai, dll.
Adanya Anggaran Pendapatan
dan Belanja Pendidikan
(APBP) dan Laporan Tahunan
(Laporan Pertanggung
Jawaban / LPJ
Program pengembangan panca
jangka
5 Interorganisa
si (konflik
antar
Unsur pesantren
dengan
masyarakat
Penghindaran
(avoidance)
Dominasi atau
Ketentraman, keharmonisan
dan kepuasan
Pencapaian tujuan dan target
169
lembaga /
konflik
dengan
lembaga
luar)
sekitar
Unsur pesantren
dengan
orsospol
maupun ormas
penekanan
Kompromi
Konfrontasi
Penenangan
(smoothing)
yang telah direncanakan
Keharmonisan dan kooperatif-
inovatif
Kebebasan dan demokratis
Keakraban dan kooperatif
Introspeksi dan perbaikan diri
Ada tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu
dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.
Metode-metode ini berbeda dalam hal efektifitas dan kreatifitas penyelesaian
konflik serta pencegahan situasi konflik di masa mendatang.
Adapun gaya atau pendekatan seseorang dalam hal menghadapi sesuatu
situasi konflik dapat diterangkan sehubungan dengan tekanan relatif atas apa
yang dinamakan cooperativeness (keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan
minat pihak lain) dan assertiveness (keinginan untuk memenuhi keinginan dan
minat diri sendiri). Adapun gaya dan intensi yang diwakili masing-masing gaya
sebagai berikut: (1). Tindakan menghindari, (2). Kompetisi atau komando
otoritatif, (3). Akomodasi atau meratakan, (4). Kompromis, (5). Kolaborasi
(kerja sama) atau pemecahan masalah.
.