BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN...

32
BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL MANUSIA MODERN A. KORELASI TASAWUF, MORALITAS DAN MODERNISASI Islam sebagai sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan utuh, telah memberikan tempat kepada jenis penghayatan keagamaan, baik yang eksoterik maupun yang esoterik. Ini sebagai upaya pengembangan kualitas keberagamaan untuk menghayati Tuhan dalam agama Islam. Di samping itu Islam harus bisa memberikan jawaban dan solusi atas fenomena-fenomena kejadian yang terjadi di masyarakat, sehingga akan jelas fungsi dan perannya sebagai rohmatan lil’alamiin (kesejahteraan hidup). Untuk itulah ajaran dan tradisinya dituntut lebih fungsional, aplikatif serta membuka pemahaman, penafsiran dan penghayatannya yang fungsional pula, demi tercapainya cita- cita ideal agama yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup. Tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil dari kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya. Di samping itu tasawuf juga sebagai bagian dari ajaran Islam, karena ia hasil perwujudan dari Ihsan yang merupakan salah satu dari tiga ajaran Islam. Tasawuf yang merupakan implementasi dari ajaran Islam pada saat sekarang dituntut untuk lebih menyentuh kebutuhan hidup riil manusia dan mampu memecahkan segala persoalan yang terjadi pada masyarakat sekarang. Tasawuf tidak hanya mengandalkan cinta sang sufi kepada Tuhannya, tetapi menjadi khalifah Allah sekaligus abdullah di muka bumi ini. Tasawuf sebagai dimensi esoterik Islam dalam rentangan sejarah telah mengalami pasang surut pemikiran, seperti pemikiran syi’i, sunni dan falsafi bahkan neo-sufisme telah terjadi dialektika yang dinamis serta memberikan sumbangan pemikiran yang dinamis, diharapakan akan datang pemikiran- pemikiran dinamis pula dalam memahami tasawuf rasionalis-aplikatif. Oleh karena itu dalam tulisan ini sebelum membahas analisis tentang relevansi paradigma tasawuf akhlaki sebagai alternatif pendidikan moral manusia

Transcript of BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN...

Page 1: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

BAB. IV.

PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL MANUSIA MODERN

A. KORELASI TASAWUF, MORALITAS DAN MODERNISASI

Islam sebagai sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan utuh, telah

memberikan tempat kepada jenis penghayatan keagamaan, baik yang eksoterik

maupun yang esoterik. Ini sebagai upaya pengembangan kualitas

keberagamaan untuk menghayati Tuhan dalam agama Islam. Di samping itu

Islam harus bisa memberikan jawaban dan solusi atas fenomena-fenomena

kejadian yang terjadi di masyarakat, sehingga akan jelas fungsi dan perannya

sebagai rohmatan lil’alamiin (kesejahteraan hidup). Untuk itulah ajaran dan

tradisinya dituntut lebih fungsional, aplikatif serta membuka pemahaman,

penafsiran dan penghayatannya yang fungsional pula, demi tercapainya cita-

cita ideal agama yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.

Tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil dari kebudayaan Islam

sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya. Di samping itu tasawuf juga

sebagai bagian dari ajaran Islam, karena ia hasil perwujudan dari Ihsan yang

merupakan salah satu dari tiga ajaran Islam. Tasawuf yang merupakan

implementasi dari ajaran Islam pada saat sekarang dituntut untuk lebih

menyentuh kebutuhan hidup riil manusia dan mampu memecahkan segala

persoalan yang terjadi pada masyarakat sekarang. Tasawuf tidak hanya

mengandalkan cinta sang sufi kepada Tuhannya, tetapi menjadi khalifah Allah

sekaligus abdullah di muka bumi ini.

Tasawuf sebagai dimensi esoterik Islam dalam rentangan sejarah telah

mengalami pasang surut pemikiran, seperti pemikiran syi’i, sunni dan falsafi

bahkan neo-sufisme telah terjadi dialektika yang dinamis serta memberikan

sumbangan pemikiran yang dinamis, diharapakan akan datang pemikiran-

pemikiran dinamis pula dalam memahami tasawuf rasionalis-aplikatif. Oleh

karena itu dalam tulisan ini sebelum membahas analisis tentang relevansi

paradigma tasawuf akhlaki sebagai alternatif pendidikan moral manusia

Page 2: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

modern, maka penting kiranya bagi penulis untuk mengemukakan “titik”

korelasi antara tasawuf, moralitas dan modernisasi.

1. Tasawuf dan Modernisasi

Tasawuf dan zaman mode rn adalah dua term yang tidak bisa dipisahkan

dan harus dimiliki oleh manusia karena keduanya memiliki peran masing-

masing dalam diri manusia yakni dalam mengemban amanat-Nya sebagai

wakil Allah SWT di muka bumi. Oleh karena itu, usaha mengembangkan

keduanya menjadi sesuatu yang harus kita optimalkan. Bagaimana bertasawuf

tanpa meninggalkan aktifitas di zaman modern tanpa meninggalkan konsep-

konsep tasawuf.

Penulis yakin bahwa asumsi tentang peradaban zaman modern adalah

bukan sesuatu yang “kotor”, apalagi tanpa “nilai” karena peradaban zaman

modern (ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern

yang merupakan ciri dari peradaban modern), dapat membimbing manusia

kepada Allah beserta keagungan-Nya. Alam semesta yang sangat luas adalah

ciptaan Allah dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dapat dijadikan

instrumen manusia untuk menyelidikinya, mengungkapkan keajaiban-Nya dan

berusaha memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah ruah untuk

kesejahteraan hidupnya.

Dengan melihat peranan teknologi modern dan tasawuf yang sangat

penting dalam kehidupan manusia, maka tidak selayaknya jika kita

menempatkan keduanya pada posisi yang “antagonistik” (bertentangan satu

dengan yang lain), tetapi hendaknya kita menempatkan keduanya pada posisi

yang sejajar yakni sebagai mitra untuk membahagiakan manusia baik lahir

maupun batin.

Teknologi modern memenuhi kepuasan lahir manusia dengan

menampilkan seperangkat teknologi yang dapat memenuhi segala kebutuhan

jasmani manusia, sedangkan tasawuf memenuhi kepuasan batin manusia

dengan menampilkan seperangkat metodologi dalam mendekatkan diri pada

Page 3: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

kesempurnaan Allah SWT sehingga dapat memenuhi kebutuhan batin

manusia.

Oleh karena itu agar kehidupan menjadi semakin bermakna dan tidak

mengurangi eksistensi kemanusiaan manusia modern, maka perlu adanya

penanaman benih kesufian melalui jalan diterimanya tasawuf di tengah-tengah

masyarakat muslim yang sedang menikmati dan mendayagunakan teknologi

modern, sehingga apa yang diharapkan manusia itu sendiri yakni terwujudnya

hidup yang aman, damai, sejahtera baik lahir maupun batin dapat benar-benar

terealisasikan.

a. Aktualisasi Tasawuf

Adalah Syed Ameer Ali sang pembaharu dari India yang mengecam

tasawuf dalam karya magnum opus-nya, "Spirit of Islam", biang keladi

kemunduran intelektualisme Islam adalah tasawuf. Tak kalah garangnya,

para modernis Islam seperti Muhammad Abduh dan Zakki Mubarak juga

menjadikan tasawuf sebagai "kambing hitam" kemunduran dan

kehancuran umat Islam, akibatnya citra tasawuf identik dengan

kejumudan, tidak bertanggung jawab, irrasional, lari dari kenyataan,

akhirat oriented dan stereotipe negatif lainnya.

Namun menurut, Sayyed Hossein Nasr di dalam surveinya belum

lama ini, menyimpulkan bahwa dalam beberapa dekade terakhir ini terjadi

peningkatan signifikan dalam minat terhadap tasawuf, terutama di

kalangan terdidik. Tasawuf mengalami kebangkitan di dunia muslim

Syria, Iran, Turki, Pakistan sampai Asia Tenggara.1 Seperti di Indonesia

sendiri dalam beberapa tahun terakhir, gejala munculnya tasawuf ke

panggung kehidupan keagamaan juga terlihat lebih jelas.

Tasawuf, diibaratkan Amin Abdullah sebagaimana dikutip M. Amin

Syukur, bagaikan “magnet”. Dia tidak menampakkan diri ke permukaan,

tapi mempunyai daya kekuatan yang luar biasa. Potensi ini dapat

� Azyumardi Azra, “Neo Sufisme dan Masa Depannya”, dalam Muh.Wahyuni Nafis, (ed.),

Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam , (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. 286.

Page 4: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

dimanfaatkan untuk apa saja.2 Dalam kehidupan modern yang serba

materi, tasawuf bisa dikembangkan ke arah yang konstruktif, baik yang

menyangkut kehidupan pribadi maupun sosial. Ketika suatu mayarakat

sudah terkena apa yang disebut alienasi (keterasingan) karena proses

pembangunan dan modernisasi, maka pada saat itulah mereka butuh

pedoman hidup yang bersifat spiritual yang mendalam untuk menjaga

integritas kepribadiannya.

Buktinya, tasawuf yang dulu dimusuhi dan dianggap bid’ah, sekarang

justru menjadi kebutuhan tersendiri bagi masyarakat kota. Meskipun

penelitian ilmiah tentang hal ini belum pernah (masih terbatas) dilakukan,

namun akhir-akhir ini media massa sering melaporkan bahwa literatur

tasawuf termasuk di antara buku-buku terlaris (best seller) di pasaran. Bila

kita berkunjung ke toko-toko buku dan mencoba mengamati jenis buku

yang paling laris, maka akan kita buktikan bahwa buku tentang psikologi,

spiritualitas, persoalan inner-self dan masalah hati (qalb) tergolong jenis

buku yang menduduki ranking awal dalam penjualannya.

Di samping fenomena itu, kursus, seminar dan pelatihan yang masuk

kategori paling diminati oleh komunitas urban (kaum kota terdidik secara

modern) adalah kursus-kursus kepribadian, tasawuf, meditasi dan

sejenisnya. Kajian spiritual yang diselenggarakan oleh Tazkiya Sejati

(pusat kajian tasawuf yang dipandegani oleh Dr. Jalaluddin Rakhmat),

IIMaN (pusat pengembangan tasawuf positif yang dikomandani oleh

Haidar Bagir dan Klub Kajian Agama (KKA) Paramadina (yayasan yang

menekuni pengkajian persoalan Islam, termasuk tasawuf, yang dipimpin

oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid) hampir tak pernah sepi peserta.3

Termasuk kursus-kursus tasawuf yang diselenggarakan lembaga semacam

LSAF (Lembaga Studi Agama dan Filsafat) dengan tokohnya Prof. Dr.

2 M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 139. 3 Ahmad Najib Burhani, Sufisme Kota: Berpikir Jernih Menemukan Spiritualistik Positif,

(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001), hlm. 1.

Page 5: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

Harun Nasution atau dalam konteks lokal Jawa Tengah (Semarang), ada

LEMBKOTA (Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf) Semarang

yang diasuh oleh Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, M.A., Guru besar Tasawuf

IAIN Walisongo dan Forum Kajian tasawuf (FKT) yang dipimpin Ahmad

Anas, Dosen IAIN Walisongo serta masih ada lagi di kota-kota lain di

Indonesia..

Belum lagi kegiatan-kegiatan tasawuf amali (thariqah) juga masih

dan tambah marak hingga kini berupa pengajian-pengajian, mujahadahan,

khalwatan, istighotsah dan ritual-ritual lainnya di pondok-pondok

pesantren, terutama pondok-pondok pesantren thariqah, sebut saja PP. Ad-

Dainuriyah 2 di Semarang dan PP. Nurul Huda di Kajen, Margoyoso,

Pati, belum lagi ratusan pondok pesantren thariqah lainnya yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu, di mana kegiatannya tersebut diikuti oleh

ribuan bahkan jutaan pengikut/pengamal thariqah yang tersebar di seluruh

tanah air.

Bukan hanya lembaga keagamaan dan pondok pesantren, media

massa nasional pun tak luput dari maraknya gejala tersebut. Ini bisa kita

lihat, misalnya Harian Umum Republika atau Majalah Panji Masyarakat

memiliki rubrik khusus tenang spiritualitas. Namun kita akan terhenyak

bila melihat pers politik semisal Tabloid Adil memiliki kolom tentang

tasawuf. Adapun media cetak lainnya semisal Kompas, Suara Pembaruan,

The Jakarta Post, Indonesian Observer, Media Indonesia, Gamma, Gatra,

SWA, Tempo pun acapkali mengulas masalah-masalah mistik. Sedangkan

Suara Merdeka yang mengklaim sebagai ‘korannya Jawa Tengah’ juga ada

rubrik tasawuf setiap hari sabtu.

Begitu pun halnya, media elektronik, juga tak mau kalah dalam

menurunkan program yang bertemakan spiritualitas, di samping acara

agama yang masuk kategori “wajib”, semisal : “Di Ambang Fajar,

Penyejuk Imani, Penyegaran Rohani”, kini beberapa stasiun televisi

swasta menayangkan acara yang khusus membahas mistisisme, ANTeve

lebih dulu menayangkan “Tasawuf”, disusul TPI yang memiliki “Cahaya

Page 6: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

Hati” dan akhir-akhir ini SCTV dan TransTV juga sering bergantian

menayangkan siaran langsung pengajian Manajemen Qalbu-nya AA Gym

(sapaan KH. Abdullah Gymnastyar) dan Dzikir bersama KHM. Arifin

Ilham dengan majlis adz-Dzikra-nya. Di samping itu media radio juga

melakukan hal yang sama sebut saja Radio Rasika FM Ungaran, Citra FM

Kendal dan Pas FM Pati sama-sama menyiarkan pengajian tarekat yang

dipimpin KH. Asrori al-Ishaqi dari PP. Al-Fitrah, Kedinding Surabaya.

belum lagi program-program acara semisal yang disiarkan TV ataupun

radio lain di seluruh tanah air yang biasanya hasil reproduksi dari rekaman

kaset atau CD dari acara-acara tersebut.

Demikian pula halnya dalam bidang kehidupan lain, nuansa sufistik

ini misalnya juga merambah ke dunia kepenyairan, terdapat seniman atau

penyair yang akhir-akhir ini secara tidak malu-malu turut

memproklamirkan diri sebagai “penyair sufistik”, sebut saja Cak Nun

(sebutan populer Emha Ainun Nadjib) dan Gus Mus (sebutan akrab K.H.

Musthofa Bisri). Selain yang disebutkan di atas, penulis sangat yakin

masih banyak tokoh lain di bidang lain yang telah bersinggungan dengan

dunia tasawuf, namun karena keterbatasan kemampuan penulislah semua

itu tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di sini.

b. Urgensi Tasawuf

Tasawuf jika ditelaah secara mendalam, sebenarnya memiliki aspek-

aspek strategis yang potensial dalam segala sendi kehidupan manusia,

tetapi esensi tersebut akan sia-sia apabila umat Islam sendiri tidak mampu

memanfaatkan “essence of values” dari tasawuf dengan sebaik-baiknya.

Pada garis besarnya, tasawuf mempunyai peranan dan fungsi yang vital

dalam pengembangan hidup manusia dengan segala amalan-amalan yang

ada. Hal ini disebabkan karena umat manusia bukan hanya membutuhkan

pemenuhan kebutuhan materi saja, tetapi juga memerlukan kebutuhan

batin.

Nasib agama Islam di zaman modern ini juga sangat ditentukan

oleh sejauh mana kemampuan umat Islam merespons secara tepat tuntutan

Page 7: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

dan perubahan sejarah yang terjadi di era modern. Sebagaimana pendapat

Dadang Kahmad, bahwa fenomena munculnya tasawuf pada zaman

modern ini merupakan salah satu usaha reinterpretasi dan reaktualisasi

tertentu kepada ajaran agama Islam, dengan tujuan agar tidak saja menjadi

relevan bagi kehidupan modern, tetapi juga untuk mengefektifkan

fungsinya sebagai “sumber makna hidup” bagi pemeluknya.4

Pada masa sekarang makin lama makin disadari orang bahwa betapa

besar pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi modern dalam memberi

wujud dan arti kehidupan manusia. Pengaruh tersebut tidak “an-sich”

berupa kebaikan saja, tetapi juga berupa keburukan yakni dapat membawa

manusia ke arah malapetaka. Betapapun lengkap fasilitas modern yang

disediakan tanpa pemuasan terhadap batin, maka terasa ada “something

less” dalam diri manusia. Di sinilah maka peranan tasawuf sangat

dibutuhkan, melalui tasawuf kiranya akan mampu melahirkan

keseimbangan antara kebutuhan lahiriah dan batiniah. Dan melalui

kehidupan yang seimbang inilah maka akan menjanjikan kehidupan yang

lebih harmonis.

Di tengah-tengah situasi masyarakat yang cenderung mengarah

kepada dekadensi moral seperti yang gejala-gejalanya mulai nampak saat

ini dan akibat negatifnya mulai terasa dalam kehidupan, masalah tasawuf

mulai mendapatkan perhatian dan dituntut peranannya untuk terlibat

secara aktif mengatasi masalah-masalah tersebut.

Terjadinya kebakaran hutan dengan segala akibatnya yang merugikan,

praktek pengguguran kandungan (aborsi), pemerkosaan, pembunuhan,

penipuan, penyalahgunaan obat-obat terlarang, pergaulan bebas yang

mengarah pada perilaku penyimpangan seksual, penimbunan harta

kekayaan dengan dampaknya yang menjurus pada kesenjangan sosial,

disia-siakannya masalah keadilan dan lain sebagainya adalah bermula dari

4 Dadang Kahmad, Tarekat dalam Islam: Spiritualitas Masyarakat Modern, (Bandung:

Pustaka Setia, 2002), hlm. 70.

Page 8: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

kekotoran jiwa manusia, yaitu jiwa yang jauh dari bimbingan Tuhan, yang

disebabkan ia tidak pernah mencoba mendekati-Nya.

Untuk mengatasi masalah ini tasawuflah yang paling memiliki potensi

dan otoritas, karena di dalam tasawuf dibina secara intensif tentang cara-

cara agar seseorang selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.

Dengan cara demikian. Ia akan malu berbuat menyimpang, karena merasa

diperhatikan oleh Tuhan.5

Dengan mengimplementasikan ajaran-ajaran tasawuf, maka manusia

akan sadar bahwa semua yang ada di dunia ini (termasuk eksistensi ilmu

pengetahuan dan teknologi modern) tidak lain adalah milik Allah. Dengan

demikian, maka eksistensi modernisasi harus dimanfaatkan dalam batas-

batas kepentingan Ilahiyah yakni digunakan sebesar-besarnya untuk

kepentingan manusia, bukan justru sebaliknya, membuat kerusakan di

dunia.

Dalam kaitannya dengan problematika masyarakat modern, maka

secara praktis tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu

menawarkan pembebasan spiritual, ia mengajak manusia mengenal dirinya

sendiri dan akhirnya mengenal Tuhannya. Tasawuf dapat memberi

jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka akibat pendewaan

mereka terhadap selain Tuhan, seperti materi dan sebagainya.6

Oleh karena itu, peranan tasawuf dalam zaman modern sekarang ini,

sangatlah dibutuhkan bagi setiap muslim, karena tasawuf dalam kehidupan

modern adalah untuk memaknai arti ilmu pengetahuan dan teknologi modern

sehingga tidak bersifat destruktif terhadap tatanan yang ada. Sementara itu

IPTEK berperan dalam memberikan kemudahan-kemudahan hidup bagi

manusia.

Kemudahan yang dimaksud di sini adalah kemudahan dalam beribadah

serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Modernisasi dapat mengantarkan

5 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 279. 6 M. Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 179.

Page 9: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

manusia ke tingkat religiusitas yang agung, yakni pencarian terus menerus

bentuk-bentuk baru, baik lewat usaha kreatif maupun kemampuan penalaran.

Kreatifitas tersebut menganjurkan manusia untuk memikirkan masalah

modernisasi dan terus meningkatkannya.

2. Moralitas dan Modernisasi

Esensi agama Islam adalah moral, yaitu moral antara seorang hamba

dengan Tuhannya, antara seorang dengan dirinya sendiri, antara dia dengan

orang lain, termasuk anggota masyarakat dengan lingkungannya. Moral yang

terjalin dalam hubungan antar hamba dengan Tuhan menegasikan berbagai

moral yang buruk, seperti tamak, rakus, gila harta, menindas, mengabdikan

diri kepada selain khaliq, membiarkan orang yang lemah dan berkianat.

Namun sebaliknya, mengedepankan moral kebajikan (terpuji) bisa menambah

kesempurnaan iman seseorang, karena seorang mukmin yang sempurna adalah

mereka yang paling sempurna moralnya.

Tapi perlu diingat, bahwa dalam agama Islam hal tersebut bisa dicapai,

setelah seseorang beriman-percaya pada rukun Iman dan juga menjalankan

syariat Islam sebagaimana dalam rukun Islam. Jadi tiga komponen utama dari

ajaran Islam, yakni Iman, Islam dan Ihsan harus seiring dan sejalan dalam

kehidupan seorang muslim.

Moral seseorang dengan sendirinya melahirkan tindakan positif bagi

dirinya, seperti menjaga kesehatan jiwa dan raga, menjaga fitrah dan

memenuhi kebutuhan-kebutuhan ruh dan jasmani. Dengan demikian, krisis

spiritual tidak akan terjadi padanya. Selanjutnya moral yang terjalin pada

hubungan antara seorang dengan orang lain, menyebabkan keharmonisan,

kedamaian dan keselarasan dalam hidup yang dapat mencegah, mengobati

berbagai krisis (spiritual, moral dan budaya).

Tercerabutnya akar spiritualitas dari panggung kehidupan, salah satunya

disebabkan oleh pola hidup global yang serba dilayani perangkat teknologi

yang serba otomat. Kondisi seperti ini kemudian menimbulkan berbagai kritik

dan usaha pencarian paradigma baru yang diharapkan membawa kesadaran

Page 10: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

untuk hidup bermakna. “Organized Religion” – yang dilihat sebelah mata

hanya pada aspek formalnya – tidak selamanya dianggap dapat men-terapi

kehampaan dan kegersangan hidup. Dari kondisi ini, kemudian timbullah

gejala pencarian makna hidup dan pemenuhan diri yang sarat dengan

spiritualitas. Upaya ini diharapkan dapat mengatasi derita alienasi manusia

modern.

Masalah alienasi adalah masalah kejiwaan. Manusia berperan sebagai

penyebab munculnya alienasi dan sekaligus sebagai korban yang menanggung

akibatnya. Dalam konteks ajaran Islam, untuk mengatasi keterasingan jiwa

manusia dan sekaligus membebaskannya dari derita alienasi, justru dengan

menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhirnya (ultimate goal), karena Tuhan

adalah Dzat Yang Maha Hadir (omnipresent) dan Maha Absolut. Segala

eksistensi yang relatif dan nisbi akan lebur ke dalam eksistensi Yang Absolut.

Keyakinan dan perasaan akan kemahadiran Tuhan inilah yang akan

memberikan kekuatan, kemdali dan kedamaian jiwa seseorang sehingga yang

bersangkutan merasa senantiasa berada dalam “orbit” Tuhan, yang selalu

menjadi pegangan hakiki. Nilai kemanusiaan hanya bisa dipahami ketika

semua perilaku lahir dan batin diorientasikan pada Tuhan, dan pada waktu

yang bersamaan membawa dampak kongrit terhadap peningkatan nilai-nilai

kemanusiaan.

Umat manusia telah terbentuk, sebagaimana produk industri itu sendiri.

Tak ada lagi keunikan; yang ada hanyalah kekakuan yang seragam sehingga

secara sadar atau tidak sadar, manusia berangsur-angsur kehilangan asas

kemerdekaannya. Padahal itulah yang dijadikan tumpuan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Itikad dikembangkannya ilmu pengetahuan dan teknologi

sebagai pembebasan keterbatasan manusia, justru menghadirkan kerumitan

hidup dan kegelapan ruang spiritual. Waktu yang berjalan telah dianggap

terlampau cepat berlalu tanpa makna, tanpa membawa penyelesaian masalah

hidup yang direncanakan.

Manusia terpacu oleh situasi mekanistis yang telah diciptakannya sendiri

sehingga kehilangan waktu untuk merenungkan ayat-ayat Allah dan makna

Page 11: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

hidupnya. Manusia telah kehilangan kontak secara manusiawi dalam tata

hubungan antar manusia karena manusia telah menjadi egoistis. Manusia

kehilangan kontak dengan alam, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan

menjadi masalah utama dama hidup modern. Manusia telah kehilangan

orientasi, tidak tahu ke mana arah hidup tertuju. Di sinilah manusia telah

kehilangan segala-galanya.7

Dalam perjalanan umat manusia menuju masyarakat industrial seperti

yang diuraikan terdahulu, proses yang menyertainya akan menimbulkan

pergeseran nilai dan benturan budaya yang tidak dapat dielakkan karena

memang budaya santai dari masyarakat agraris yang bertenaga hewani

berlainan dengan budaya tepat waktu pada masyarakat industrial yang

tenaganya serba mesin, dan nilai-nilai bergeser pada saat wanita, yang semula

sangat terikat dengan rumah dan keluarga, merasa bebas menggunakan

kendaraan bermesin sebagai sarana transportasi dan pesawat telpon sebagai

alat komunikasi. Dengan keimanan dan ketakwaan dapatlah dipilih nilai-nilai

baru dan budaya baru yang sesuai dengan ajaran agama.8

Inti budaya modern menurut M. Amin Syukur seperti dikutip Muallim

adalah liberalisasi, rasionalisasi dan efisiensi. Secara konsisten terus

melakukan pendangkalan kehidupan spiritual. Liberalisasi dalam berbagai lini

kehidupan tak lain adalah usaha desakralisasi dan despiritualisasi tata nilai

agama yang akhirnya berimbas pada semua aspek kehidupan manusia.

Di mana masyarakat ini, pada umumnya melahirkan gejala, pertama,

hilangnya visi keilahian dalam kehidupan sehari-hari. Mereka lebih

mengedepankan hal-hal yang bersifat rasional dan empiris, serta menampik

metafisis, yang tak bisa dijamah dengan panca indera. Kenyataan ini membuat

agama yang sarat dengan nilai-nilai sakral dan spiritual perlahan tapi pasti

tergusur dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kedua, kehampaan

7 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 198. 8 Achmad Baiquni, Al-Qur’an; Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta: Dana Bhakti

Prima Yasa, 1995), hlm. 154.

Page 12: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

spiritual. Hilangnya visi ilahiah telah mengakibatkan lunturnya nilai-nilai

rohani pada diri manusia. Akibatnya, sebagaimana terlihat gejala umum

masyarakat urban kehidupan rohani semakin kering dan dangkal. Muncul

kegelisahan eksistensial, depresi, stress dan penyakit psikologis lainnya.

Ketiga, munculnya krisis multidimensional yang mengelilingi setiap aspek

kehidupan; kesehatan, liingkungan, hubungan sosial, politik, teknologi,

ekonomi dan budaya. Lebih-lebih krisis moralitas.9

Keterkaitan manusia modern kepada dunia spiritual, pada intinya ingin

mencari keseimbangan baru dalam hidup. Kaum eksistensialisme, misalnya

memandang manusia pada dasarnya ingin kembali pada kemerdekaannya yang

telah tereduksi dalam kehidupan modern. Kehidupan modern dalam perspektif

tersebut dapat dicapai apabila manusia senantiasa melakukan transformasi di

segala bidang kehidupan.

3. Tasawuf dan Moralitas

Para ulama berbeda-beda pendapat dalam mendefinisikan tasawuf,

meskipun demikian mereka sepakat bahwa tasawuf adalah moralitas yang

berdasarkan Islam (adab). Karena itu sufi adalah mereka yang bermoral, sebab

semakin ia bermoral semakin bersih dan bening (shafa) jiwanya. Dengan

pengertian bahwa tasawuf adalah moral berarti tasawuf adalah semangat

(spirit) Islam. Sebab ketentuan hukum Islam berdasarkan landasan moral

islami. Sebabnya, hukum Islam tanpa tasawuf (moral) adalah ibarat badan

tanpa nyawa atau wadah tanpa isi.

Sebelumnya tidak ada istilah tasawuf dan memang kata tasawuf tidak

terdapat baik dalam al-Qur’an maupun Sunnah. Tetapi esensi tasawuf tetap

ada apabila kita sepakati sebagai akhlak atau etika. Maka bagi orang yang

tidakmau menerima tasawuf sebagai bagian dari Islam kata tasawuf itu tidak

9 Mu’allim, “Dari Kesadaran Spiritual ke Tasawuf Sosial”, dalam Surat Kabar Mahasiswa

‘AMANAT’ IAIN Walisongo, Semarang, Edisi 91/ Juni, 2002, hlm. 6.

Page 13: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

perlu. Cukup menyebutnya sebagai akhlak atau etika Islam yang disepakati

semuanya.10

Agaknya penulis berbeda pendapat dengan Fazlur Rahman, Ibn Taimiyah

dan Ibnul Qayyim al-Jauziyah yang menyatakan bahwa tasawuf tak lebih dari

etika Islam. Karenanya, tasawuf cukup saja disebut dengan moralitas Islam.

Penulis lebih setuju pendapat Sayyed Hossein Nashr yang menyatakan

tasawuf merupakan spirit of Islamic Religion. Tasawuf tidak lagi berbicara

soal baik buruk, tapi berbicara tentang sesuatu yang indah. Ia selalu

mengaitkan dengan jiwa, roh dan state of feeling, intuisi dan sensasi. Ia

berusaha membangun dunia yang tidak hanya bermoral, tapi juga sebuah

dunia yang indah dan penuh makna. Tasawuf tidak hanya berusaha

menciptakan manusia yang hidup dengan benar, rajin beribadah, berakhlak

karimah, tapi juga bisa merasakan indah dan manisnya hidup dan ibadah serta

menjawab persoalan mengapa manusia berakhlak mulia.

Penulis lebih setuju dengan pendapat Al-Ghazali seperti dikutip M. Amin

Abdullah, bahwa tujuan manusia sebagai individu adalah mencapai

kebahagiaan dan kebahagiaan yang paling utama harus ditemukan di

kehidupan yang akan datang. Sarana utama kepada tujuan itu ada dua macam:

amal baik lahiriah berupa ketaatan kepada aturan-aturan tingkah laku yang

diwahyukan dalam kitab suci dan upaya batiniah untuk meraih keutamaan

jiwa.

Amal baik lahiriah bermanfaat karena ketaatan di samping dibalas secara

langsung demi ketaatan itu sendiri, juga memberi dukungan terhadap

perolehan keutamaan. Namun, kondisi hati secara batiniah lebih penting

dalam pandangan tuhan daripada amal baik-lahiriah dan lebih mendatangkan

pahala.11 Sehingga dalam hal ini ada satu asas tasawuf yang tidak

10 Alwi Sihab,”Akhlak Sebagai Sasaran Tasawuf”, dalam Haidar Bagir, (ed.), Manusia

Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif (Jakarta: Kerjasama IIMaN dengan Hikmah, 2002), hlm, 288.

11 M. Amin Abdullah, Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan,

2002), hlm. 71.

Page 14: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

diperselisihkan, yaitu bahwa tasawuf adalah moralitas-moralitas yang

berdasarkan Islam. Dengan begitu, jelas pada dasarnya tasawuf berarti

moral.12 Dengan pengertian begini, maka tasawuf juga berarti semangat Islam,

sebab semua hukum Islam berdasarkan landasan moral.

Dalam hal tersebut Hamka menyebutnya sebagai “tasawuf modern”, yaitu

“keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti yang

terpuji”.13 Maksudnya adalah membersihkan jiwa, mendidik dan

mempertinggi derajat budi, menekankan segala kelobaan dan kerakusan,

memerangi syahwat yang berlebihan dari keperluan untuk kesentosaan diri.

Kemudian tasawuf “moral” ini dari awalnya, dalam beberapa aspek

utama, bahkan mengatur untuk mengikat doktrin al-Qur’an. Kenyataannya,

untuk menyebutnya “moral” merupakan penyalahgunaan istilah. Moralitas

menguasai hubungan intra-manusia dan moralitas al-Qur’an melakukan ini

dengan sense of presence of God (rasa kehadiran Tuhan) yang kuat. Tetapi

doktrin sufi terhadap perasaan berdosa dan pengangkatan diri yang bersifat

asketis membalikkan moralitas positif al-Qur’an ini ke dalam perjuangan

melawan diri. Manusia dituntut bergulat dengan dirinya. Dimensi hubungan

intra-manusia, yang merupakan inti dari moralitas al-Qur’an, secara praktis

dihapus. Jika ini tidak terjadi, tasawuf akan menjadi aset spiritual Islam yang

sangat positif.14

Sebenarnya dalam wacana intelektual pun ada satu konsep paham tasawuf

yang tetap mempertahankan esensi awal dari tasawuf, yaitu “moralitas” atau

akhlak. Itu sebabnya dapat disebut ‘ tasawuf akhlaki’. Perlu ditegaskan di sini,

mengapa “akhlak” disebut esensi awal dari tasawuf, karena arahnya adalah

melaksanakan hidup “sederhana” dan sikap hidup ini pada akhirnya

membuahkan tindakan akhlak.

12 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar

tentang Tasawuf, (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 10. 13 Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1996), hlm. 7. 14 Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam: Studi Fundamentalis Islam, terj. Aan

Fahmia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 154.

Page 15: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

Dalam paham tasawuf akhlaki ini orang yang menjalankan hidup

kesufiannya berhenti sebatas tujuan :akhlak”, yaitu meluruskan jiwa,

mengendalikan kehendak dan usaha-usaha yang dapat membuat manusia

konsisten melakukan keluhuran moral atau akhlak. Jadi tasawuf jenis ini lebih

bersifat mendidik sehingga coraknya cenderung praktis.

B. RELEVANSI PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI SEBAGAI ALTERNATIF PENDIDIKAN MORAL MANUSIA MODERN

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan yakni pada

pembatasan masalah, di mana penulis lebih mengfokuskan pembahasan pada

tasawuf akhlaki, namun untuk lebih mempermudah penjelasan maka tasawuf

akhlaki selanjutnya disingkat sebagai “tasawuf” saja.

Tasawuf sebagai sebuah tradisi ‘kecil’ tak lebih hanyalah menawarkan

jalan hidup menuju Tuhan. Sedangkan tasawuf sebagai sebuah tradisi ‘besar’

memunculkan sebuah sikap hidup yang dinamis, kritis dan menumbuhkan

sebuah kecenderungan intelektual. Tasawuf di sini tidak hanya menawarkan

jalan hidup menuju Tuhan yang penuh dengan cinta dan kehangatan, tetapi

juga membuat prasangka terhadap dunia kekinian. Dalam hal ini tasawuf juga

memasukkan konteks kemanusiaan sebagai bagian dari proses menuju Tuhan.

Dengan mengacu kepada pokok pikiran tersebut maka tasawuf juga bisa

dikatakan sebagai “paradigma” dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan

oleh modernisasi.

Adapun relevansi tasawuf dengan kecenderungan kehidupan modern,

antara lain bahwa perkembangan masyarakat modern sudah tidak memadai

lagi untuk dipenuhi sekadar ibadah-ibadah pokok. Masyarakat modern

memerlukan pengalaman keagamaan yang lebih intens dalam pencarian

makna. Kecenderungan ini hanya dapat dipenuhi oleh esoterisme-tasawuf

yang kini direpresentasikan oleh tasawuf. Kenyataan itu, dengan sendirinya,

akan berimplikasi pada konsep dan metodologi pewartaan Islam (dakwah).

Jika konseptor ataupun praktisi-dakwah mengharapkan pelaksanaan dakwah

Page 16: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

yang efektif hendaklah mampu memproyeksikan diri dan menyesuaikan

pesannya dengan konteks sosial masyarakat yang dihadapinya.

Kondisi sebagaimana tersebut di atas adalah sangat niscaya, karena

semua jawaban terhadap zaman modern ini tidak hanya ditentukan oleh

peranan rasio saja tetapi juga mencari jawaban dengan menengok kembali

pada aspek-aspek batiniah, mendasarkan penghayatan dan pengalaman

esoteris. Di sini menunjukkan bahwa begitu pentingnya tasawuf dalam

kehidupan manusia, di mana tugas tasawuf adalah untuk pendisiplinan watak

serta penanaman adab spiritual. Dan ini menunjukkan betapa signifikannya

sufisme dalam kehidupan manusia apalagi zaman sekarang yang sudah

memasuki abad modern.

1. Pendidikan Moral – Spiritual

Keterkaitan manusia modern kepada dunia spiritual, pada intinya

ingin mencari keseimbangan baru dalam hidup. Paham eksistensialisme,

misalnya memandang manusia pada dasarnya ingin kembali pada

kemerdekaannya yang telah tereduksi dalam kehidupan modern.

Kehidupan dalam perspektif tersebut dapat dicapai apabila manusia

senantiasa melakukan transendensi terus menerus. Dalam proses

transendensi, kehidupan ini tidak hanya berhenti pada realitas profan

dalam konteks keterbatasan ruang dan waktu, tapi ditransendentasikan

kepada realitas yang mutlak (ultimate reality). Keseimbangan hidup yang

sempurna dan kemerdekaan yang hakiki, terletak dalam proses

transendensi yang bisa ditempuh dengan spiritualisasi diri.

Kebangkitan spiritualitas terjadi di mana-mana, baik di Barat maupun

dunia Islam. Di dunia Barat, kecenderungan untuk kembali pada

spiritualitas ditandai dengan semakin merebaknya gerakan

fundamentalisme agama dan kerohanian, terlepas dari gerakan ini

menimbulkan persoalan psikologis maupun sosiologis. Sementara di

kalangan umat Islam ditandai dengan berbagai artikulasi keagamaan

seperti fundamentalisme Islam, yang ekstrem dan menakutkan sampai

Page 17: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

pada bentuk artikulasi esoterik seperti akhir-akhir ini menggejala, yaitu

gerakan sufisme (tasawuf).

Kebangkitan agama juga bisa ditandai dengan kebangkitan spiritual.

Akibat proses modernisasi yang membawa dampak krisis batin manusia,

maka orang cenderung mencari ketenangan dengan masuk ke dalam dunia

sufi. Gejala bangkitnya sufisme itu bisa dilihat dalam hampir semua

lapisan masyarakat muslim. Di negara-negara Barat, kelompok-kelompok

tasawuf dan tarekat menjadi daya tarik orang memeluk Islam. Ketertarikan

terhadap spiritualisme Islam itu bukan saja ditunjukkan oleh massa tetapi

juga kalangan elit intelektual, seperti Sayyed Naquib Alatas, Sayyed

Hossein Nasr, Martin Lings, Hamid Algar dan Mohammad Asad (Lepold

Weiss).15

Masyarakat Barat kini bisa dijadikan contoh, mereka kini sedang

meringkuk dalam penyakit jiwa. Penyakit akhlak yang penuh dengan dosa

dan kerusuhan masyarakatnya yang materialistis di permukaan bumi

penuh oleh kemarahan yang merupakan masyarakat celaka dan sengsara.16

Akan tetapi, pada kenyataannya, rasionalisme, materialisme, sekularisme,

tidak menambah kebahagiaan hidup, justru menimbulkan dehumanisasi

yang berakibat pada kegelisahan hidup.

Lebih jauh, para ilmuwan menyebut era tercerabutnya nilai-nilai

humanis sebagai the age anxiety (abad kecemasan). Gejalanya antara lain,

munculnya krisis dalam setiap aspek kehidupan manusia. Mulai dari

lingkungan akibat pencemaran industri, perubahan tata nilai, peperangan,

lunturnya nilai-nilai tradisi dan penghayatan agama sebagai efek sampaing

teknologi dan industri-modernisasi, serta munculnya berbagai penyakit

yang mengerikan dan sulit disembuhkan. Semua gejala tersebut menjadi

momok bagi masyarakat modern.

15 Syafiq A. Mughni, Nilai-nilai Islam : Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 258. 16 Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 136.

Page 18: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

Masyarakat modern dihantui akan kecemasan, kegelisahan, frustasi,

depresi, kehilangan semangat hidup dan penyakit psikosomatis lainnya,

khususnya di kota-kota besar. Di mana beban psikologis ini sudah begitu

mewabah. Sehingga banyak orang modern menderita existensial vacuun

(kehampaan hidup) yang diakibatkan oleh rasa hidup tak bermakna.17

Untuk menanggulangi penyakit tersebut banyak upaya yang mereka

lakukan, antara lain, konsultasi dengan berbagai ahli; dokter, psikolog,

psikiater dan sebagainya. Ada juga yang lari dari kenyataan dengan

minum-minuman keras, mengkonsumsi obat-obat terlarang dan perilaku

yang menyimpang dari norma-norma agama. Tetapi tak jarang pula,

mereka kembali ke pangkuan agama, yang mereka wujudkan dengan

mengikuti pengajian-pengajian dan menjalankan ajaran tasawuf. Di sini,

kemudian tasawuf menjadi tempat berteduh bagi orang-orang modern.

Tasawuf menawarkan kekayaan spiritual yang bernilai tinggi. Lantas

tasawuf banyak diburu orang. Orang-orang baru sadar akan urgensi

pemenuhan spiritualitas.

Dari keterangan tersebut, jelaslah bahwa tasawuf mempunyai arti

penting bagi manusia modern, di mana tasawuf mengingatkan manusia

bahwa dirinya bukanlah sebuah robot, melainkan makhluk jasmaniah dan

ruhaniah. Keduanya tidak bisa dipisahkan, sebagai makhluk dualitas ini,

manusia mempunyai potensi untuk berhubungan dengan dunia materi dan

dunia spiritual. Meminjam istilah Jalaluddin Rahmat sebagaimana dikutip

Sulaiman al-Kumayi, manusia adalah “radio dua band” yang mampu

menangkap gelombang panjang dan gelombang pendek. Ia mampu

menangkap hukum-hukum alam di balik gejala-gejala fisik yang

diamatinya, tetapi ia juga mampu menyadap isyarat-isyarat gaib dari alam

yang lebih luas.18

17 Muallim, op. cit., hlm. 6. 18 Sulaiman Al-Kumayi, “Urban Sufism: Cara Orang Kota Menemukan Dirinya yang Hilang”,

dalam Surat Kabar Mahasiswa ‘AMANAT’ IAIN Walisongo, op. cit, hlm. 8.

Page 19: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

Tasawuf bukanlah spiritualitas yang sekedar menjadi tempat

pengasingan diri. Ia berusaha menampilkan visi religius otentik yang

mengarahkan diri untuk melampaui diri. Sebuah visi yang tepat dalam

menafsirkan dunia yang melingkupi seluruh realitas di dalamnya. Sebuah

komitmen yang lebih besar dari sekedar tujuan perkembangan pribadi dan

spiritualitas – an sich. Sebuah obsesi yang lebih tinggi dari sekedar

pemahaman hidup di dunia dan materi. Dan karena tasawuf merupakan

bentuk dari ajaran Islam itu sendiri, maka ia banyak menjanjikan untuk

memenuhi hasrat hidup manusia seutuhnya daripada janji-janji

spiritualisme sekejap. Ia bukan hanya untuk memahami realitas alam,

tetapi ia juga untuk memahami eksistensi dari tingkat yang paling rendah

hingga yang paling tinggi, yaitu kehadiran Ilahiah.19

Lebih lanjut, tasawuf mampu berfungsi sebagai terapi krisis spiritual,

sebab, pertama, tasawuf secara psikologis, merupakan hasil dari berbagai

pengalaman spiritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung

mengenai realitas-realitas ketuhanan yang cenderung menjadi inovator

dalam agama. Pengalaman keagamaan ini memberikan sugesti dan

pemuasan (pemenuhan kebutuhan) yang luar biasa bagi pemeluk agama.

Kedua, kehadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman mistis dapat

menimbulkan keyakinan yang sangat kuat. Perasaan mistik mampu

menjadi moral force bagi amal-amal shalih. Dan selanjutnya, amal shalih

akan membuahkan pengalaman-penglaman mistis yang lain dengan lebih

tinggi kualitasnya.

Ketiga, dalam tasawuf, hubungan seorang dengan Allah dijalin atas

rasa kecintaan. Allah bagi Sufi, bukanlah Dzat yang menakutkan, tetapi

Dia adalah Dzat yang Sempurna, Indah, Penyayang dan Pengasih, Kekal,

al-Haq, serta selalu hadir kapan pun dan dimana pun. Oleh karena itu, Dia

adalah Dzat yang paling patut dicintai dan diabdi. Hubungan yang mesra

19 Ahmad Najib Burhani, op.cit., hlm. 166.

Page 20: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

ini akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik, lebih

baik bahkan yang terbaik.20

Di samping itu hubungan tersebut juga dapat menjadi moral kontrol

atas penyimpangan-penyimpangan dan berbagai perbuatan yang tercela.

Sebab, melakukan hal yang tidak terpuji berarti menodai dan mengkhianati

makna cinta mistis yang telah terjalin, karena Sang Kekasih hanya

menyukai yang baik saja. Dan manakala seseorang telah berbuat sesuatu

yang positif saja, maka ia telah memelihara, membersihkan, menghiasi

spirit yang ada dalam dirinya.

Dengan kata lain, moralitas yang menjadi inti dari ajaran tasawuf

dapat mendorong manusia untuk memelihara dirinya dari menelantarkan

kebutuhan-kebutuhan spiritualitasnya. Sebab, menelantarkan kebutuhan

spiritualitas sangat bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki Allah.

Di samping itu, hubungan perasaan mistis dan berbagai pengalaman

spiritual yang dirasakan oleh sufi juga dapat menjadi pengobat, penyegar

dan pembersih jiwa yang ada dalam diri manusia.

Tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan

pembebasan spiritual, mengajak manusia mengenal dirinya sendiri dan

akhirnya mengenal Tuhannya. Dan ini merupakan pegangan hidup

manusia yang paling ampuh, sehingga tidak terombang-ambingkan oleh

badai kehidupan ini. Ia menjadi penuntun hidup bermoral, sehingga dapat

menunjukkan eksistensi manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi

ini (ahsani taqwiim)..

2. Pendidikan Moral – Kepribadian

Moral adalah adat kebiasaan dalam perbuatan manusia yang

cenderung ke arah kebaikan, sehingga kondisi manusia tetap menjadi

manusia yang utuh dan berwibawa. Sedangkan pendidikan moral saat ini

20 Abdul Muhayya, “Peranan Tasawuf dalam Menanggulangi Krisis Spiritual”, dalam M.

Amin Syukur dan Abdul Muhayya’, (eds.), Tasawuf dan Krisis, (Yogyakarta: Kerjasama IAIN Walisongo dengan Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 26.

Page 21: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

diperlukan untuk mengembalikan hakikat pendidikan yang sebenarnya

yakni mencerdaskan kehidupan dan menanggulangi kemerosotan-

kemerosotan moral yang terjadi pada lingkungan keluarga dan masyarakat.

Karena moral merupakan sebuah tingkatan pencapaian pengalaman

keagamaan (maqamat ad-din), yang terdiri dari 3 bagian pokok, yaitu:

pengetahuan (ma’rifat), keadaan (ahwal) dan pada akhirnya akan

teraktualisasikan melalui tindakan (amal).

Ada yang menganggap bahwa tujuan tasawuf adalah untuk moral

elaboration perfection, kesempurnaan etika. Karena tanpa kesempurnaan

etika manusia tidak bisa beranjak maju lebih jauh lagi. Jadi salah satu

landasan tasawuf adalah kesempurnaan etika sehingga kalau ditelusuri

sejarah tasawuf maka akan terlihat bahwa tujuan-tujuan tasawuf ini pada

dasarnya merupakan etika Islam.

Berdasar bahwa suatu moral yang luhur merupakan dasar tasawuf dan

akhlak dalam bentuknya yang paling tinggi adalah buah tasawuf. Tentu

saja suatu moral yang utama merupakan semboyan sufi, di antara dasar

dan buahnya. Maka moral akan selalu menyertainya (orang sufi). Namun

bukan berarti bahwa moral tadi adalah tasawuf.21 Sebab tasawuf bukanlah

satu-satunya sumber moral dalam kehidupan manusia, melainkan hanya

salah satu sumber moral yang berasal dari ajaran Islam, khususnya bagi

ahli tasawuf (sufi).

Moralitas yang diajarkan oleh tasawuf untuk mengangkat manusia ke

tingkatan shafa al-tauhid. Pada tahap inilah manusia akan memiliki

moralitas Allah. Dan manakala seseorang dapat berperilaku dengan

perilaku Allah, maka terjadilah keselarasan dan keharmonisan antara

kehendak manusia dengan Iradah-Nya. Sebagai konsekuensinya, seorang

tidak akan mengadakan aktivitas kecuali aktivitas yang positif dan

membawa kemanfaatan, serta selaras dengan tuntutan Allah.

21 Abdul Halim Mahmud, Hal Ihwal Tasawuf: Analisa tentang Al-Munqidz Minadh Dhalal

(Penyelamat dari Kesesatan) oleh Imam al-Ghzali, terj. Abu Bakar Basymeleh, (Jakarta: Daarul Ihya’, 1986), hlm. 210.

Page 22: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

Menurut al-Ghazali, sebagaiman dikutip M. Amin Syukur, manusia

dengan akalnya ibarat pengendara kuda, pergi berburu. Syahwat ibarat

kuda, sedang marahnya seperti anjing. Manakala pengendali cerdik,

kudanya terlatih dan anjingnya terdidik, dengan pasti akan memperoleh

kemenangan. Dan sebaliknya apabila ia tidak pandai, kudanya tidak patuh,

maka pasti akan mendapatkan kebinasaan, tak mungkin memperoleh

sesuatu yang dicarinya. Demikian juga, apabila jiwa seseorang bodoh,

syahwatnya keras, tidak bisa diarahkan dan nafsu amarahnya tak dapat

dikuasai, maka niscaya akan mendapatkan kesengsaraan dalam hidup ini.22

Al-Ghazali memang begitu besar perhatiannya, sekaligus usahanya

yang tidak pernah berhenti untuk mengarahkan kehidupan manusia

menjadi berakhlak dan bermoral. Hampir seluruh hidupnya ia curahkan

untuk berkampanye tentang “gerakan akhlak-moral”. Al-Ghazali-lah

sebagai jagoan ilmu akhlak dan gerakan moral yang bersendikan ajaran

relevasi (wahyu).23 Pandangan dan pemikirannya mengenai pendidikan

akhlak-moral sangat luas dan mendalam sekali, sehingga hampir setiap

kitab-kitab yang ditulisnya dalam berbagai bidang, selalu ada

hubungannya dengan pelajaran akhlak-moral dan pembentukan budi

pekerti manusia.

Sebagai akibat modernisasi dan industrialisasi, kadang manusia

mengalami degradasi moral yang dapat menjatuhkan harkat dan

martabatnya. Kehidupan modern seperti sekarang ini sering menampilkan

sifat-sifat yang kurang dan tidak terpuji, terutama dalam menghadapi

materi yang gemerlap ini. Sifat-sifat yang tidak terpuji tersebut adalah

hirsh, yaitu keinginan yang berlebih-lebihan terhadapa materi. Dari sifat

ini tumbuh perilaku menyimpang, seperti korupsi dan manipulasi. Sifat

kedua ialah al-hasud, yaitu menginginkan agar nikmat orang lain sirna dan

22 M. Amin Syukur, Metodologi Studi Islam, (Semarang: Bima Sakti, 2000), hlm. 122. 23 Zainuddin dkk., Seluk-beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),

hlm. 102.

Page 23: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

beralih kepada dirinya. Sifat riya’, yaitu sifat suka memamerkan harta atau

kebaikan diri dan sebagainya dari berbagai sifat hati.24

Cara menghilangkan sifat-sifat tersebut ialah dengan mengadakan

penghayatan atas keimanan dan ibadahnya, mengadakan latihan secara

bersungguh-sungguh, berusaha merubah sifat-sifatnya itu dengan mencari

waktu yang tepat. Karena kadang-kadang sifat tercela itu muncul dalam

keadaan yang tidak tersadari, maka seyogyanya setiap muslim selalu

mengadakan introspeksi (muhasabah) terhadap dirinya.

Memang diakui bahwa manusia dalam kehidupannya selalu

berkompetisi dengan hawa nafsunya yang selalu ingin menguasainya.

Agar posisi seseorang berbalik, yakni hawa nafsunya dikuasai oleh akal

yang telah mendapat bimbingan wahyu, dalam dunia tasawuf diajarkan

berbagai cara, seperti riyadhah (latihan) dan mujahadah (bersungguh-

sungguh) dalam melawan hawa nafsu tadi. Dengan jalan ini diharapkan

seseorang mendapatkan jalan yang diridlai Allah SWT.25

Dalam tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu

menumbuhkan masa depan masyarakat, antara lain hendaknya selalu

mengadakan introspeksi (muhasabah), berwawasan hidup moderat, tidak

terjerat oleh nafsu rendah, sehingga lupa pada diri dan Tuhannya. Dalam

menempuh jenjang kesempurnaan rohani, dikenal tahapan: takhalli, tahalli

dan tajalli.

Takhalli (membersihkan sifat-sifat tercela) seperti hasud (dengki),

takabbur (sombong), tama’ (keinginan terhadap sesuatu), hirs (keinginan

yang belebih-lebihan terhadap sesuatu), riya’ (pamer kebaikan), sum’ah

(ingin didengar orang), ‘ujub (bangga diri) dan sebagainya. Takhalli

sebagai langkah awal menuju manusia yang berkepribadian utuh itu

dilengkapi dengan sikap terbuka. Artinya, orang yang bersangkutan

menyadari betapa buruknya sifat-sifat yang ada pada dirinya, kemudian

24 M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf……………, op. cit, hlm. 114 –115. 25 M. Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, op. cit., hlm. 181.

Page 24: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

timbul kesadaran untuk memberantas dan menghilangkan. Apabila hal ini

bisa dilakukan dengan sukses, maka akan tampil pribadi yang bersih dari

sifat madzmumah.

Jenjang kedua ialah tahalli, yakni menghiasi diri dengan sifat-sifat

terpuji dan akhlak karimah. Untuk membangun benteng dalam diri

masing-masing individu, terutama dalam menghadapi gemerlapnya materi

ini perlu di bangun dan diperkokoh sifat qana’ah, tawakkal, zuhud, wara’,

sabar, syukur dan sebagainya. Tahalli merupakan pengungkapan secara

progresif nilai moral yang terdapat dalam Islam.

Dalam struktur maqamat, mengandung beberapa karakteristik dasar

yang seharusnya dimiliki oleh seorang sufi. Seorang yang ada pada

maqam taubat memiliki kemampuan untuk mengontrol stabilitas nafsunya,

menjauhkan nafsu dari kecenderungan jahat dan hanya melakukan yang

baik dan bernilai. Seorang yang ada pada maqam wara’, secara tegas

berupaya meninggalkan hal-hal yang belum jelas guna dan manfaatnya

dan hanya memilih sesuatu yang jelas kemanfaatannya.

Seorang sufi yang zuhud hanya akan memilih sesuatu berdasarkan

pada nilai kemanfaatannya, baik bagi dirinya maupun orang lain. Ia tidak

akan terpengaruh pada keindahan kulit luarnya atau kenikmatan yang

bersifat sementara, karena seorang zuhud lebih melihat sesuatu dari

substansinya. Kebahagiaan dan kepentingan material hanyalah bersifat

sementara, karena kebahagiaan yang abadi baginya adalah kebahagiaan

yang bersifat spiritual.26

Dengan demikian zuhud dapat dijadikan benteng untuk membangun

diri dari dalam sendiri, terutama dalam menghadapi gemerlapnya materi.

Dengan zuhud akan tampil sifat positif lainnya, seperti sifat qana’ah

(menerima apa yang telah ada/dimiliki), tawakkal (pasrah diri kepada

Allah SWT) dan syukur, yakni menerima nikmat dengan lapang dan

mempergunakan sesuai dengan fungsi dan proporsinya.

26 Hasyim Muhammad, Dialog antara Tasawuf dan Psikologi, Dialog antara Tasawuf dan

Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 120.

Page 25: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

Demikian juga halnya seorang sufi yang ada pada maqam faqr, segala

tindakan dan gagasannya tidak dimotivasi oleh kepentingan pribadi tetapi

dimotivasi oleh kepentingan umum dan bersifat jangka panjang. Karakter-

karakter tersebut secara substansial memiliki beberapa kesamaan dengan

karakter yang ada pada seorang yang mengaktualisasikan diri secara lebih

efisien. Dalam pengertian, bahwa ia hanya akan melakukan sesuatu yang

memang seharusnya dilakukan, bukan atas dasar kepentingan-kepentingan

tertentu yang bersifat sesaat. Melihat realitas secara obyektif dan apa

adanya.serta memilah secara tegas antara kebenaran dan kesalahan.

Maqam sabr, tawakal dan ridla adalah juga karakter signifikan yang

memiliki kerupaan dengan karakter aktualisasi diri. Seorang yang sabr,

tawakal dan ridla akan senantiasa konsisten terhadap kecenderungan

dasarnya yaitu kebenaran. Segala sesuatu yang terjadi dan menimpa pada

dirinya akan diterima secara apa adanya, wajar, senang hati dan tidak

ngoyo. Sehingga ia akan senantiasa merasa tenang, tenteram dan bahagia,

meskipun hidup dalam kesusahan. Kebaikan dan keburukan yang

menimpanya diterima sebagai wujud kecintaan Tuhan pada dirinya.

Semua dihadapi dengan rasa syukur dan bahagia yang tak terhingga.

Sikap sabr, tawakal dan ridla juga mengandung arti perasaan nyaman

dan penuh kebahagiaan yang senantiasa segar dan berkelanjutan, jauh dari

rasa bosan dan jenuh terhadap situasi yang dialami atau sesuatu yang

dimiliki. Memiliki daya tahan yang luar biasa terhadap pengaruh

lingkungan dan budaya yang ada di sekelilingnya. Ia merupakan pribadi

yang otonom dan mandiri, memiliki gagasan-gagasan yang bebas tanpa

dipengaruhi kepentingan-kepentingan atau tendensi-tendensi dari luar

dirinya.27

Yang perlu diketahui bahwa sifat-sifat itu merupakan bekal

menghadapi kenyataan hidup ini bukan menjadikan seseorang pasif,

seperti tidak mau berusaha mencari nafkah, eksklusif dan menarik diri dari

27 Ibid, hlm.122.

Page 26: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

keramaian dunia, tetapi sebaliknya, sebab seorang muslim hidup di dunia

ini membawa amanah, yakni membawa fungsi kekhalifahan, yang berarti

sebagai pengganti Tuhan, pengelola, pemakmur dan yang meramaikan

dunia ini. Sifat-sifat tersebut merupakan sikap batin dalam menyikapi

keadaan masing-masing individu. Setiap manusia diwajibkan berikhtiar

untuk menjadikan dirinya berbudi-pekerti luhur, lebih baik dari

keadaannya sekarang.

Tahap terakhir, setelah seseorang telah mampu menguasai dirinya,

dapat menanamkan sifat-sifat terpuji dalam jiwanya, maka sudah barang

tentu hatinya menjadi jernih, ketenangan dan ketentraman memancar dari

hatinya. Inilah hasil yang dicapai seseorang, yang dalam tasawuf disebut

tajalli, yaitu sampainya Nur Ilahi dalam hatinya. Dalam keadaan yang

demikian ini, seseorang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang

tidak baik, mana yang batil dan mana yang haq dan bisa mengenal

(ma’rifat) Allah SWT.

Di sinilah letak kesempurnaan manusia (insan kamil), tajalli sebagai

kristalisasi nilai-nilai religio-moral dalam diri manusia yang berarti

melembagakan nilai-nilai Ilahiyah yang selanjutnya akan direfleksikan

dalam setiap gerak dan aktivitasnya. Pada tingkatan ini seseorang yang

telah mencapai tingkat kesempurnaan (insan kamil) dapat merealisasikan

potensi keilahiannya dalam wujud akhlak-budi pekerti yang luhur.

3. Pendidikan Moral – Sosial

Tasawuf yang dipraktekkan masa kini harus juga memperhatikan

bahwa masalah kemanusiaan dalam kehidupan sosial merupakan bagian

dari keberagamaan para sufi. Tujuan yang dapat dicapai tetap sama yaitu

ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan intuitif tetapi kemudian

dikembangkan bukan hanya untuk individu melainkan juga untuk dan

dalam bentuk kesalehan sosial.

Profil pengamal tasawuf sosial ini tidak semata-mata berakhir pada

kesalehan individual melainkan berupaya untuk membangun kesalehan

Page 27: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

sosial bagi masyarakat di sekitarnya. Mereka tidak hanya bermaksud

memburu surga bagi dirinya sendiri dalam keterasingan, melainkan justru

membangun surga untuk orang banyak dalam kehidupan sosial.28

Sebagaimana pendapat M. Amin Syukur dalam pengamalan tasawuf

terdapat dua model, yaitu: Pertama, tasawuf yang berorientasi pada

perubahan individu atau perubahan internal (internal shift). Di sini

individu berusaha untuk membenahi jiwa dan batin. Tasawuf merupakan

gerakan dan proses merubah dan menata hati, sehingga dalam diri dan

perilaku individu berubah dari berakhlak buruk (akhlak sayyiah) menjadi

berakhlak baik (akhlak karimah). Kedua, pada tahap berikutnya perubahan

individu ditransformasikan pada aspek sosial. Mulai dari lingkungan

terdekat, keluarga dan masyarakat sekitarnya. 29

Dengan begitu, gerakan tasawuf tidak hanya berkutat pada ritual yang

bersifat vertikal, namun maju pada garda depan sebagai ritual sosial.

Tasawuf membawa visi dan misi transformasi sosial, di mana tasawuf

harus mampu menjadi solusi alternatif pemecahan problem-problem sosial

untuk menuju era sosial baru. Sebab krisis yang menerpa negeri ini, bukan

saja sebatas pada krisis moneter, ekonomi, politik, hukum, sosial dan

seterusnya, tetapi berpangkal dan berujung pada krisis moral dan spiritual.

Jika dirunut krisis tersebut adalah buah dari krisis spiritual keagamaan.

Pentingnya esoterisme dalam Islam yakni tasawuf tak bisa dipungkiri.

Hal ini sesuai dengan konsepsi al-Qur’an bahwa dunia ini riil, bukan

maya. Beberapa ayat menegaskan agar manusia beriman kepada Allah,

hari akhir dan amal shaleh. Ketiga term itu merupakan isyarat sekaligus

formulasi yang menyatukan dimensi spiritual yang mengarah pada realitas

transedental dan aktifitas kongrit dalam sejarah.

Konsepsi amal saleh dalam al-Qur’an, selalu mengasumsikan tiga hal

secara serasi dan serentak, yaitu: Pertama, amal saleh mengharuskan

28 Abdul Muhayya’, op. cit., hlm.126. 29 Muallim, op. cit., hlm. 7.

Page 28: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

adanya kesadaran spiritual suatu perjuangan dan pendakian spiritual yang

berujung pada penyucian diri. Kedua, amal shaleh merupakan sarana

menuju peningkatan dan perbaikan kualitas diri. Tidak ada amal shaleh

dalam Islam yang jika ditaati akan merusak pelakunya, tetapi yang ada

justru mnyehatkan pelakunya. Ketiga, amal shaleh selalu mengasumsikan

munculnya dampak riil positif bagi perbaikan sosial.30

Tasawuf pada masa sekarang mempunyai tanggung jawab sosial lebih

berat daripada masa lalu, karena kondisi dan situasinya lebih kompleks,

sehingga refleksinya bisa berbeda. Misalnya tentang ancaman-ancaman

terhadap lingkungan global dan ancaman-ancaman terhadap eksistensi

kemanusiaan, maka persoalan yang sangat mendasar sesungguhnya adalah

karakteristik yang mendominasi zaman sekarang bukanlah kearifan dan

kebijaksanaan melainkan kesombongan atau takabbur dan keangkuhan

manusia. Manusia merasa sombong bahwa dengan IPTEK maka segala

sesuatunya akan dapat diselesaikan dan dengannya memuaskan segala

keinginannya. Manusia dengan demikian lupa diri, sehingga prinsip-

prinsip kemanusiaan tidak diindahkan lagi.

Hal lain yang ikut mewarnai dampak negatif dari yang ditimbulkan

modernisasi adalah munculnya konsumerisme yang tidak pernah merasa

puas, hedonisme dan materialisme yang cenderung menantang nilai-nilai

spiritual. Semua itu harus dihadapi dan diimbangi dengan kebeningan hati.

Melalui sudut pandang kesufian maka kiranya kehidupan yang bercorak

materialistik dapat diatasi.

Dengan demikian manusia tidak hanya telah kehilangan wawasan

spiritualnya dalam memahami kekuatan-kekuatan alam, melainkan juga

tidak mengembangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern

dengan mengindahkan nilai-nilai moral dan spiritual yang bersumber

kepada keutuhan dan keseimbangan yang mencerminkan keagungan,

30 M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf………………, op. cit., hlm.139.

Page 29: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

keindahan dan kesempurnaan Tuhan yang tidak menghendaki apapun

kecuali kebaikan dan kebajikan bagi makhluknya.

Jika manusia dalam hatinya selalu dipenuhi dengan nafsu duniawi,

selalu menjadikan teknologi modern sebagai sesuatu yang paling berharga.

Maka hatinya telah kotor, oleh karena itu hatinya tidak dapat menerima

cahaya Tuhan (Nur Muhammad). Oleh karena itu agar dapat menerima

cahaya Tuhan maka manusia harus menghilangkan moral yang negatif

terhadap penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dan

mengarahkan yang dikuasainya kepada hal-hal yang konstruktif terhadap

kehidupan manusia.

Tentu saja, yang diperlukan adalah sikap istiqamah pada setiap masa

dan mungkin lebih-lebih lagi diperlukan di zaman modern ini, karena

kemodernan bercirikan perubahan. Istiqamah di sini bukan berarti statis,

melainkan lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Dapat dikiaskan

dengan kendaraan bermotor; semakin tinggi teknologi suatu mobil,

semakin mampu dia melaju dengan cepat tanpa guncangan. Maka disebut

mobil itu memiliki stabilitas atau istiqamah. Dan mobil disebut stabil

bukanlah pada waktu dia berhenti, tapi justru ketika dia melaju dengan

cepat.31

Maka begitu pula dengan hidup di zaman modern ini. Manusia harus

bergerak, melaju, namun tetap stabil, tanpa goyah. Ini bisa terwujud kalau

manusia menyadari dan meyakini apa tujuan hidupnya dan dengan setia

mengarahkan diri kepada-Nya, sama dengan mobil yang stabil terus

melaju ke depan, tanpa terseot ke kanan-kiri. Lebih-lebih lagi, yang

sebenarnya mengalami “perubahan yang terlembagakan“ dalam zaman

modern ini hanyalah bidang yang bersangkutan dengan “cara” hidup saja,

bukan esensi hidup itu sendiri dan tujuannya. Ibarat perjalanan Jakarta-

Semarang, yang mengalami perubahan hanyalah alat transportasinya,

31 Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 175.

Page 30: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

�� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

mulai dari jalan kaki, sampai naik pesawat terbang. Tujuannya sendiri

tidak terpengaruh oleh “cara” menempuh perjalanan itu sendiri.

Manusia haruslah sadar bahwa semua yang diciptakan oleh IPTEK

tidak lain adalah karena kekuasaan Allah. Oleh karena itu lewat maqam

syukur barangkali akan dapat mengantarkan manusia untuk senantiasa

berbuat kebajikan. Sebab makna syukur yang sesungguhnya adalah

mensyukuri nikmat Allah di dalam berbuat taat kepada Allah SWT.

Jadi dari analisis di atas, maka dengan melihat gejala manusia modern

yang penuh problematika tersebut, penulis menawarkan alternatif terapi agar

manusia modern mendalami dan menjalankan praktik tasawuf akhlaki. Sebab

tasawuf inilah yang cocok dan dapat memberikan jawaban-jawaban terhadap

terhadap kebutuhan spiritual mereka. Dalam pandangan tasawuf, penyelesaian

dan perbaikan keadaaan itu tidak dapat tercapai secara optimal jika hanya

dicari dalam kehidupan lahir, karena kehidupan lahir hanya merupakan

gambaran atau akibat dari kehidupan manusia yang digerakkan oleh tiga

kekuatan pokik yang ada pada dirinya, yaitu akal, syahwat dan nafsu amarah.

Jika ketiganya dapat diseimbangkan, maka hidup manusia akan menjadi

normal, dengan kata lain perdamaian itu terletak pada perseimbangan.

Tanggung jawab tasawuf akhlaki bukanlah dengan melarikan diri dari

kehidupan dunia nyata, sebagai mana ditujukan oleh sementara orang yang

kurang setuju terhadap tasawuf, akan tetapi ia adalah suatu usaha

mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniah yang baru, yang akan

membentengi diri saat menghadapi problema hidup dan kehidupan yang serba

meterialistik, dan berusaha merealisasikan keseimbangan jiwa sehingga timbul

kemampuan menghadapi beragam problem tersebut dengan sikap optimis.

Kesimpulan sementara dari nilai-nilai pendidikan moral dalam tasawuf

akhlaki tersebut, antara lain: Pertama, tasawuf akhlaki merupakan basis yang

bersifat fitri pada setiap manusia. Tasawuf merupakan potensi ilahiyah yang

ada dalam diri manusia yang berfungsi di antaranya untuk mendesain corak

peradaban dunia, sehingga tasawuf dapat mewarnai segala aktivitasnya baik

yang berdimensi sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Kedua, tasawuf

Page 31: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

akhlaki bisa berfungsi sebagai alat pengendali dan pengontrol, agar dimensi

kemanusiaan tidak ternodai oleh modernisasi yang mengarah pada dekadensi

moral, kemanusiaan dan keislaman.

Dengan demikian tasawuf akan menghantarkan manusia pada tercapainya

“supreme morality” (keunggulan moral). Sehingga bisa mencapai insan

kamil, mencontoh tokoh sufi ideal dan terbesar dalam sejarah Islam, yakni

Nabi Muhammad Saw, karena beliaulah suri-tauladan terbaik bagi seluruh

umat manusia, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:

���������������� ��������������������������������������� !��� ����"����#�$�%��& '����������(�)��*+�,����� ��������-������./0�1 2�3�4��5�

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. al-Ahzab: 21).32

Hal ini juga sangat sesuai dengan misi kerasulan Nabi Muhammad Saw,

seperti sabda beliau :

6�����7�8�9�"��#�"�:�;�"�:�;���6�9�$<#�����=�>��9����&��������6�?��@����8��&���A�BC���D ,�E�F�����G�H�IJ�.�CK0�LMN����F�(O�P�#�5�

33

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak. (H.R. Ahmad Ibn Hambal)

Apalagi Allah SWT juga telah menegaskan misi tersebut dalam firman-

Nya yang lain, yaitu :

32 Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Madinah: Mamlakah al-Arabiyah al-Suudiyah, 1415 H), hlm.

670. 33 Imam Ibn Hambal, Musnad Ahmad Ibn Hambal, Jilid II, (Beirut: Daar al-Fikr, t. th.), hlm.

381.

Page 32: BAB. IV. PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1... · PARADIGMA TASAWUF AKHLAKI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN MORAL

��� �

�������������� ����������������������������������������������������������������

����Q����E����R������#�3�H��S �����#�!���T0�U�NG3�4����5�

Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Q.S. al-Anbiya’: 108)34

Jadi beliau diutus Allah SWT sebagai Rasul, hanyalah untuk

menyempurnakan akhlak-moral manusia, sekaligus sebagai rahmat bagi alam

semesta. Begitupun dengan tasawuf akhlaki, pada dasarnya juga bertujuan

sama, di mana pada akhirnya bisa menjadi dan menciptakan rahmat bagi

seluruh alam semesta (rahmatan lil-‘alamiin).

Sebab dalam tasawuf akhlaki terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu

mengembangkan masa depan manusia, seperti melakukan instrospeksi

(muhasabah) baik dalam kaitannya dengan masalah-masalah vertikal maupun

horisontal, kemudian meluruskan hal-hal yang kurang baik, selalu berdzikir

(dalam arti yang seluas-luasnya) kepada Allah SWT sebagai sumber gerak,

sumber kenormatifan, sumber motivasi dan sumber nilai yang dapat dijadikan

acuan hidup. Dengan demikian seseorang, bisa selalu berada diatas

sunnatullah dan shirat al-mustaqim.

34 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op. cit., hlm. 508.