Tasawuf Akhlaqi

29
TASAWUF AKHLAQI Senin, 11 Juni 2012 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Budha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar. Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia. Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari khalayak ramai. Mereka adalah orang yang berhati baik, pemurah dan suka menolong. Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, Ruh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Ruh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada filsafat serta ilmu pengetahuan dan melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Ruh yang masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam Ruhani yang suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci, Ruh yang telah kotor itu dibersihkan dahulu melalui ibadah yang banyak serta melewati beberapa ujian-ujian dari mulai membersihkan diri dari segala dosa hingga mencapai rida Ilahi. Dari agama Budha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya

Transcript of Tasawuf Akhlaqi

TASAWUF AKHLAQI

Senin, 11 Juni 2012

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGTasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama

Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Budha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar. Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun  pasir Arabia. Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari khalayak ramai. Mereka adalah orang yang berhati baik, pemurah dan suka menolong. 

Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, Ruh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Ruh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada filsafat serta ilmu pengetahuan dan melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Ruh yang masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam Ruhani yang suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci, Ruh yang telah kotor itu dibersihkan dahulu melalui ibadah yang banyak serta melewati beberapa ujian-ujian dari mulai membersihkan diri dari segala dosa hingga mencapai rida Ilahi.

Dari agama Budha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad.

Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Budha, filsafat Yunani dan agama Kristen datang lama sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu adalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis.

Hakekat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebutkan Alquran dan Hadits. "Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil."

Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan. Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain

sebagaimana dijelaskan hadis berikut, “Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku pun dikenal.”

B. RUMUSAN MASALAH

1.        Bagaimanakah Perkembangan Tasawuf ?2.        Apakah Yang dimaksud dengan Tasawuf Akhlaki ?3.        Siapakah Tokoh-tokoh Tasawuf Akhlaki dan Ajarannya ?4.        Apa sajakah Ciri-ciri Tasawuf Akhlaqi ?

PEMBAHASAN

A.  PERKEMBANGAN  TASAWUFSecara keilmuan, tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru dalam syari’at Islam, demikian

menurut Ibnu Khaldun. Adapaun asal-usul tasawuf menurutnya adalah konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan keindahan dunia dan menjauhkan diri dari Makhluk. Ketika kehidupan materialistik mulai mencuat dalam peri kehidupan masyarakat muslim pada abad kedua dan ketiga hijriyyah sebagai akibat dari kemajuan ekonomi di dunia Islam, orang-orang yang konsentrasi beribadah dan menjauhkan diri dari hiruk pikuknya kehidupan dunia disebutlah kaum sufi.

Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Muhammad Iqbal dalam bukunya “Tajdid al-Fikr ad-Dini al-Islam” berpendapat bahwa tasawuf telah ada semenjak Nabi. Riyadoh Diniyyah telah lama menyertai kehidupan manusia sejak awal-awal Islam bahkan kehidupan ini semakin mengental di dalam sejarah kemanusiaan.

Menurut sebagian fakar, Imam Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang memunculkan istilah taswuf. Menurut yang lain Salman al-Farisi.

Akar-akar tasawuf dalam Islam merupakan penjabaran dari ihsan. Ihsan sendiri merupakan bagian dari trilogi ajaran Islam. Islam adalah satu kesatuan dari iman, islam dan ihsan. Islam adalah penyerahan diri kepada Allah secara zahir, iman adalah I’tikad batin terhadap hal-hal gaib yang ada dalam rukun iman, sedangkan ihsan adalah komitmen terhadap hakikat zahir dan batin.

B. TASAWUF AKHLAQITaswuf akhlaki adalah taswuf yang berkonsentrasi pada perbaikan akhlak. Dengan

metode-metode tertentu yang telah dirumuskan,tasawuf bentuk ini berkonsentrasi pada upaya-upaya menghindarkan diri dari akhlak yang tercela (Mazmumah) sekaligus mewujudkan akhlak yang terpuji (Mahmudah) didalam diri para sufi.

Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahap-

tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu, sampai ke titik terendah dan -bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali oleh karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut:1. Takhalli

Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi. Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.2. Tahalli

Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan

 3. TajalliUntuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka

rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.                                               C. TOKOH-TOKOH TASAWUF DAN PEMIKIRANNYA

Tasawuf Akhlaki merupakan tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak’ mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan menuasia yang dapat ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.

Dalam diri manusia ada potensi untuk menjadi baik dan potensi untuk menjadi buruk. Potensi untuk menjadi baik adalah al-‘Aql dan al-Qalb. Sementara potensi untuk menjadi buruk adalah an-Nafs. (nafsu) yang dibantu oleh syaithan.Sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat as-Syams : 7-8 sebagai berikut :Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.

Para sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain : Hasan al-Basri (21 H – 110 H), al-Muhasibi (165 H – 243 H), al-Qusyairi (376 H – 465 H), Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia

Abdul Qadir al-Jilani (470 – 561 H), Hujjatul Islam Abu Hamid al-Gajali (450 H – 505 H), Ibnu Atoilah as-Sakandari dan lain-lain.

1.    Tokoh-tokoh Tasawuf Ahlaki  dan AjarannyaTasawuf Sunni (akhlaki) yaitu tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-qur’an dan

Sunnah, terikat, bersumber, tidak keluar dari batasan-batasan keduanya, mengontrol prilaku, lintasan hati serta pengetahuan dengan neraca keduanya. Sebagaimana ungkapan Abu Qosim Junaidi al-Bagdadi: “Mazhab kami ini terikat dengan dasar-dasar Al-qur’an dan Sunnah”, perkataannya lagi: “Barang siapa yang tidak hafal (memahami) Al-qur’an dan tidak menulis (memahami) Hadits maka orang itu tidak bisa dijadikan qudwah dalam perkara (tarbiyah tasawuf) ini, karena ilmu kita ini terikat dengan Al-Qur’an dan Sunnah.”. Tasawuf ini diperankan oleh kaum sufi yang mu’tadil (moderat) dalam pendapat-pendapatnya, mereka mengikat antara tasawuf mereka dan Al-qur’an serta Sunnah dengan bentuk yang jelas. Boleh dinilai bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa menimbang tasawuf mereka dengan neraca Syari’ah.

Tasawuf ini berawal dari zuhud, kemudian tasawuf dan berakhir pada akhlak. Mereka adalah sebagian sufi abad kedua, atau pertengahan abad kedua, dan setelahnya sampai abad keempat hijriyah. Dan personal seperti Hasan Al-Bashri, Imam Abu Hanifa, al-Junaidi al-Bagdadi, al-Qusyairi, as-Sarri as-Saqeti, al-Harowi, adalah merupakan tokoh-tokoh sufi utama abad ini yang berjalan sesuai dengan tasawuf sunni. Kemudian pada pertengahan abad kelima hijriyah imam Ghozali membentuknya ke dalam format atau konsep yang sempurna, kemudian diikuti oleh pembesar syekh Toriqoh. Akhirnya menjadi salah satu metode tarbiyah ruhiyah Ahli Sunnah wal jamaah. Dan tasawuf tersebut menjadi sebuah ilmu yang menimpali kaidah-kaidah praktis.

·           Junaid Al-BaghdadiNama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Junaid bin Muhammad al-Kazzaz al-nihawandi.

Dia aadalah seorang putera pedagang barang pecah belah dan keponakan Surri al-Saqti serta teman akrab dari Haris al-Muhasibi. Dia meninggal di Baghdad pada tahun 297/910 M. dia termasuk tokoh sufi yang luar biasa, yang teguh dalam menjalankan syari`at agama, sangat mendalam jiwa kesufiannya. Dia adalah seorang yang sangat faqih, sering memberi fatwa sesuia apa yang dianutnya, madzhab abu sauri: serta teman akrab imam Syafi`i.

Dikatakan bahwa para sufi pada masanya, al-junaid adalah seorang sufi yang mempunyai wawasan luas terhadap ajaran tasawuf, mampu membahas secara mendalam, khusus tentang paham tauhid dan fana`. Karena itulah dia digelari Imam Kuam Sufi (Syaikh al-Ta`ifah); sementara al-Qusayiri di dalam kitabnya al-Risaalah al-Qusyairiyyah menyebutnya Tokoh dan Imam kaum Sufi. Asal-usul al-Junaid berasal dari Nihawan. Tetapi dia lahir dan tumbuh dewasa di Irak. Tentang riwayat dan pendidikannya, al-junaid pernah berguru pada pamannya Surri al-Saqti serta pada Haris bin `Asad al-muhasibi.

Kemampuan al-Junaid untuk menyapaikan ajaran agama kepada umat diakui oleh pamannya, sekaligus gurunya, Surri al-Saqti. Hal ini terbukti pada kepercayaan gurunya dalam memberikan amanat kepadanya untuk dapat tampil dimuka umum.

Al-Junaid dikenal dalam sejarah atsawuf sebagai seorang sufi yang banyak membahas tentang tauhid. Pendapat-pendapatnya dalam masalah ini banyak diriwayatkan dalam kitab-kitab biografi para sufi, antara lain sebagaimana diriwayatkan oleh al-qusyairi: “oang-orang yang mengesakan Allah adalah mereka yang merealisasikan keesaan-Nya dalam arti sempurna, meyakini bahwa Dia adalah Yang Maha Esa, dia tidak beranak dan diperanakkan. Di sini memberikan pengertian tauhid yang hakiki. Menurutnya adalah buah dari fana` terhadap semua yang selain Allah. Dalam hal ini dia menegaskan

Al-Junaid juga menandaskan bahwa tasawuf berarti “allah akan menyebabkan mati dari dirimu sendiri dan hidup di dalam-Nya.” Peniadaan diri ini oleh Junaid disebut fana`, sebuah istilah yang mengingatkan kepada ungkapan Qur`ani “segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya (QA. 55:26-27); dan hidup dan hidup dalam sebutannya baqa`. Al-Junaid menganggap bahwa tasawuf merupakan penyucian dan perjuangan kejiwaan yang tidak ada habis-habisnya.Disamping al-Junaid menguraikan paham tauhid dengan karakteristik para sufi, dia juga mengemukakan ajaran-ajaran tasawuf lainnya.

·           Al-Qusyairi An-NaisaburyDialah Imam Al-Qusyary an-Naisabury, tokoh sufi yang hidup pada abad kelima hijriah.

Tepatnya pada masa pemerintahan Bani Saljuk. Nama lengkapnya adalah Abdul Karim al-Qusyairy, nasabnya Abdul Karim ibn Hawazin ibn Abdul Malik ibn Thalhah ibn Muhammad. Ia lahir di Astawa pada Bulan Rabiul Awal tahun 376 H atau 986 M.

Sedikit sekali informasi penulis dapat yang menerangkan tentang masa kecilnya. Namun yang jelas, dia lahir sebagai yatim. Bapaknya meninggal dunia saat usianya masih kecil. Sepeninggal bapaknya, tanggungjawab pendidikan diserahkan pada Abu al-Qosim al-Yamany. Ketika beranjak dewasa, Al-Qusyairy melangkahkan kaki meninggalkan tanah kelahiran menuju Naisabur, yang saat itu menjadi Ibukota Khurasan. Pada awalnya, kepergiannya ke Naisabur untuk mempelajari matematika. Hal ini dilakukan karena Al-Qusyairy merasa terpanggil menyaksikan penderitaan masyarakatnya, yang dibebani biaya pajak tinggi oleh penguasa saat itu. Dengan mempelajari matematika, ia berharap, dapat menjadi petugas penarik pajak dan meringankan kesulitan masyarakat saat itu.

Naisabur merupakan kota yang menyimpan peluang besar untuk perkembangan berbagai macam disiplin ilmu, karena banyak kaum intelektual yang hidup disana. Di kota inilah, untuk pertama kalinya Al-Qusyairy bertemu bertemu Sheikh Abu ‘Ali Hasan ibn ‘Ali an-Naisabury, yang lebih dikenal dengan panggilan Ad-Daqqaq. Pertemuan itu menyisakan kekaguman Al-Qusyairy pada peryataan-pernyataan Ad-Daqqaq. Perlahan, keinginannya mempelajari matermatika pun hilang. Ia pun memilih jalan tarekat dengan belajar dari Ad-Daqqaq. Berawal dari sinilah, Al-Qusyairy mengenal Tasawuf. Al-Daqqaq merupakan guru pertama Al-Qusyairy dalam bidang Tasawuf. Dari ia pula Al-Qusyairy mempelajari banyak hal, tidak hanya terbatas

Tasawuf, tetapi juga ilmu-ilmu keislaman yang lain. Al-Qusyairy mampu memahami dengan baik semua pengetahuan yang diajarkan gurunya. Dari sinilah Ad-Daqqaq menyadari kemampuan intelektual Al-Qusyairy. Mungkin, hal ini menjadi salah satu faktor yang mendorong inisiatif Ad-Daqqaq untuk menikahkan putrinya, Fatimah dengan Al-Qusyairy.

Pernikahan ini berlangsung pada antara tahun 405 – 412 H/1014 – 1021 M. Fatimah merupakan wanita ahli sastra dan tekun beribadah. Dari pernikahan ini, lahirlah enam putera dan satu puteri, yaitu; Abu Said Abdullah, Abu Said Abdul Wahid, Abu Mansyur Abdurrahman, Abu Nashr Abdurrahim, Abu Fath Ubaidillah, Abu Muzaffar Abdul Mun’im dan putri Amatul Karim.

Disamping berguru pada mertuanya, Imam Al-Qusyairy juga berguru pada para ulama lain. Diantaranya, Abu Abdurrahman Muhammad ibn al-Husain (325-412 H/936-1021 M), seorang sufi, penulis dan sejarawan. Al-Qusyairy juga belajar fiqh pada Abu Bakr Muhammad ibn Abu Bakr at-Thusy (385-460 H/995-1067 M, belajar Ilmu Kalam dari AAbu Bakr Muhammad ibn al-Husain, seorang ulama ahli Ushul Fiqh. Ia juga belajar Ushuluddin pada Abu Ishaq Ibrahim ibn Muhammad, ulama ahli Fiqh dan Ushul Fiqh. Al-Qusyairy pun belajar Fiqh pada Abu Abbas ibn Syuraih, serta mempelajari Fiqh Mazhab Syafi’i pada Abu Mansyur Abdul Qohir ibn Muhammad al-Ashfarayain.

Al-Qusyairy banyak menelaah karya-karya al-Baqillani, dari sini ia menguasai doktrin Ahlusunnah wal Jama’ah yang dikembangkan Abu Hasan al-Asy’ary (w.935 M) dan para pengikutnya. Karena itu tidak mengherankan, kalau Kitab Risalatul Qusyairiyah yang merupakan karya monumentalnya dalam bidang Tasawuf -dan sering disebut sebagai salah satu referensi utama Tasawuf yang bercorak Sunni-, Al-Qusyairy cenderung mengembalikan Tasawuf ke dalam landasan Ahlusunnah Wal Jama’ah. Dia juga penentang keras doktrin-doktri aliran Mu’tazilah, Karamiyah, Mujassamah dan Syi’ah. Karena tindakannya itu, Al-Qusyairy pernah mendekam dalam penjara selama sebulan lebih, atas perintah Taghrul Bek, karena hasutan seorang menteri yang beraliran Mu’tazilah yaitu Abu Nasr Muhammad ibn Mansyur al-Kunduri

Perburuan terhadap para pemuka aliran Asy’ariyah itu berhenti dengan wafatnya Taghrul Bek pada tahun 1063 M. Penggantinya, Alp Arsalen (1063-1092 M), kemudian mengangkat Nizam al-Mulk sebagai pengganti al-Khunduri. Kritik Terhadap Para Sufi Dr. Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Guru Besar Filsafat Islam dan Tasawuf pada Universitas Kairo, yang juga tokoh dan Ketua Perhimpunan Sufi Mesir (Robithah al-Shufihiyah al-Mishriyah) menulis, Imam Al-Qusyairy mengkritik para sufi aliran Syathahi yang mengungkapkan ungkapan-ungkapan penuh kesan tentang terjadinya Hulul (penyatuan) antara sifat-sifat kemanusiaan, khususnya sifat-sifat barunya, dengan Tuhan. Al-Qusyairy juga mengkritik kebiasaan para sufi pada masanya yang selalu mengenakan pakaian layaknya orang miskin. Ia menekankan kesehatan batin dengan perpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Hal ini lebih disukainya daripada penampilan lahiriah yang memberi kesan zuhud, tapi hatinya tidak demikian. (lihat, Dr. Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ilaa al-Tasawwuf al-Islam, cetakan ke-IV. Terbitan Dar al-Tsaqofah li an-Nasyr wa al-Tauzi, Kairo, 1983)

Dari sini dapat dipahami, Al-Qusyairy tidak mengharamkan kesenangan dunia, selama hal itu tidak memalingkan manusia dari mengingat Allah. Beliau tidak sependapat dengan para

sufi yang mengharamkan sesuatu yang sebenarnya tidak diharamkan agama. Karena itu Al-Qusyairy menyatakan, penulisan karya monumentalnya Risalatul Qusyairiyah, termotinasi karena dirinya merasa sedih melihat persoalan yang menimpah dunia Tasawwuf. Namun dia tidak bermaksud menjelek-jelekkan seorang pun para sufi ketika itu. Penulisan Risalah hanya sekadar pengobat keluhan atas persoalan yang menimpa dunia Tasawuf kala itu.

Imam Al-Qusyairy merupakan ulama yang ahli dalam banyak disiplin ilmu yang berkembang pada masanya, hal ini terlihat dari karya-karya beliau, seperti yang tercantum pada pembukaan Kitabnya Risalatul Qusyairiyah.

Karya-karya itu adalah; Ahkaamu as-Syariah, kitab yang membahas masalah-masalah Fiqh, Adaabu as-Shufiyyah, tentang Tasawuf, al-Arbauuna fil Hadis, kitab ini berisi 40 buah hadis yang sanadnya tersambung dari gurunya Abi Ali Ad-Daqqaq ke Rasulullah. Karya lainnya adalah; Kitab Istifaadatul Muraadaats, Kitab Bulghatul Maqaashid fii al-Tasawwuf, Kitab at-Tahbir fii Tadzkir, Kitab Tartiibu as-Suluuki fii Tariqillahi Ta’ala yang merupakan kumpulan makalah beliau tentang Tasawwuf, Kitab At-Tauhidu an-Nabawi, Kitab At-Taisir fi ‘Ulumi at-Tafsir atau lebih dikenal dengan al-Tafsir al-Kabir. Ini merupakan buku pertama yang ia tulis, yang penyusunannya selesai pada tahun 410 H/1019 M. Menurut Tajuddin as-Syubkhi dan Jalaluddin as-Suyuthi, tafsir tersebut merupakan kitab tafsir terbaik dan terjelas

Menurut Syuja’al-Hazaly, Imam Al-Qusyairy menutup usia di Naisabur pada pagi Hari Ahad, tanggal 16 Rabiul Awal 465 H/ 1073 M, dalam usia 87 tahun. Dikisahkan bahwa beliau mempunyai seekor kuda yang telah mengabdi padanya selama selama 20 tahun. Pada saat Al-Qusyairy wafat, kuda itu sangat sedih dan tidak mau makan selama dua minggu, hingga akhirnya ikut mati. Setelah Al-Qusyairy wafat, tak ada seorang pun yang berani memasuki perpustakaan pribadinya selama beberapa tahun. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan bagi al-Imam Radiyallah Ta’ala ‘Anhu. Wallahu a’lam bi al-Showab.

·           Al-HarawiNama lengkapnya adalah Abu isma`il `Abdullah bin Muhammad al-Ansari. Beliau lahir

tahun 396 H. di Heart, kawasan khurasan. Seperti dikatakan Louis Massignon, dia adalah seorang faqih dari madzhab hambali; dan karya-karyanya di bidang tasawuf dipandang amat bermut. Sebagai tokoh sufi pada abad kelima Hijriyah, dia mendasarkan tasawufnya di atas doktrin Ahl al-Sunnah. Bahkan ada yang memandangnya sebagai pengasas gerakan pembaharuan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan ungkapan-ungkapan yang anah, seperti al-Bustami dan al-Hallaj.

Di antara karya-karya beliau tentang tasawuf adalah Manazil al-Sa`irin ila Rabb al-`Alamin. Dalam dalam karyanya yang ringkas ini, dia menguraikan tingkatan-tingkatan rohaniyah para sufi, di mana tingakatan para sufi tersebut, menurutnya, mempunyai awal dan akhir, seperti katanya; ”kebanyakan ulama kelompok ini sependapat bahwa tingkatan akhir tidak dipaandang benar kecuali dengan benarnya tingkatan awal, seperti halnya bangunan tidak bias tegak kecuali didasarkan pada fondasi. Benarnya tingkatan awal adalah dengan menegakkannya di atas keihklasan serta keikutannya terhadap al-Sunnah”.

Dalam kedudukannya sebagai seorangpenganut paham sunni, al-harawi melancarkan kritik terhadap para sufi yang terkenal dengan keanehan ucapan-ucapannya, sebagaimana katanya.

Dalam kaitannya dengan masalah ungkapan-ungkapan sufi yang aneh tersebut, al-Harwi berbicara tentang maqam ketenangan (sakinah). Maqam ketenangan timbul dari perasaan ridha yang aneh. Dia mengatakan: “peringkat ketiga (dari peringkat-peringkat ketenangan) adalah ketenagan yang timbul dari perasaan ridhaatas bagian yang diterimanya. Ketenangan tersebut bias mencegah ucapan aneh yang menyesatkan ; dan membuat orang yang mencapainya tegak pada batas tingkatannya. “yang dimaksud dengan ucapan dengan ucapan yang menyesatkan itu adalah seperti ungkapan-ungkapan yang diriwayatkan dari Abu yazid dan lain-lain. Berbeda dengan al-Jinaid, Sahl al-Tusturi dan lainnya; karena mereka ini memiliki ketenangan yang membuat mereka tidak mengucapkan ungkapan-ungkapan yang anah. Karena itu dapat dikatakan bahwa ungkapan-ungkapan yang aneh tersebut timbul dari ketidak tenangan, sebab, seandainya ketenangan itu telah bersemi di kalbu, maka hal itu akan membuatnya terhindar dari mengucapkan ungkapan-ungkapan yang menyesatkan tersebut.

Kemudian yang dimaksud dengan batas tingkatan adalah tegaknya seorang sufi pada batas tingkatan kedudukannya sebagai seorang hamba. Tegasnya, di sekali-kali tidak melewati tingkatan kedudukannya sebagai seorang hamba. Ketenangan tersebut, menurut al-harawi, tidak di turunkan kecuali pada kalbu seorang nabi atau wali.

D. Ciri-ciri Tasawuf Akhlaqi•    Melandaskan diri ada Al-Qur’an dan As-sunah. mereka tidak mau menerjunkan pemahamannya pada konteks iluar pembahasan Al-Qur’an dan Hadits•     Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat pada ungkapan syahadat-syahadat.•     Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara tuhan dan manusia. Dualisme yang dimaksud disiini adalah ajaran yang mengakui bahwa meskipun manusia dapat berhubungan dengan tuhan, sehubungannya tetap dalam kerangka yang berbeda diantara keduanya,dalam hal esensinya.•     Kesenambungan,antar hakikat dan syariat.•     Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan,pendidikan akhlak,dan pengobatan jiwa dengan cara riyadhah (latihan mental)dan langkah takhalli, tahalli, tajalli.  PENUTUP

    KESIMPULANTaswuf akhlaki adalah taswuf yang berkonsentrasi pada perbaikan akhlak. Dengan metode-

metode tertentu yang telah dirumuskan,tasawuf bentuk ini berkonsentrasi pada upaya-upaya menghindarkan diri dari akhlak yang tercela (Mazmumah) sekaligus mewujudkan akhlak yang terpuji (Mahmudah) didalam diri para sufi.

Selain itu, tasawuf juga mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut:1.Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil2.Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit-penyakit kalbu.3.Menghiasi diri (tahalli) dengan akhlak Islam yang mulia.4.Mencapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).            Dengan demikian kaum sufi harus selalu melaksanakan pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka pada setiap kali beribadah.Wallahu A’lam bish-ShawabDiposkan oleh Heru Saputra di 10.48 Tidak ada komentar: 

http://tasawufakhlaqi.blogspot.com/

NOV

24

sejarah munculnya tasawuf

SEJARAH LAHIRNYA TASAWUF

A. Asal Mula Tasawuf

Tasawuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal di zaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum bahkan tidak dikenal di zaman tiga generasi yang utama (generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in). Istilah ini baru muncul sesudah zaman tiga generasi ini. Abdul Hasan Al Fusyandi mengatakan, "Pada zaman Rasulullah saw, tasawuf ada realitasnya, tetapi tidak ada namanya. Dan sekarang, ia hanyalah sekedar nama, tetapi tidak ada realitasnya."Ilmu tasawwuf menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta generasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir dan aktifitas rohani lainnya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka orang-orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah dan mutasawwifin. Insan pilihan inilah kemudian yang mengembangkan dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai sekarang ini.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, “Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa orang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan

yang lainnya, dan juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh ini, dan ada juga yang meriwayatkan dari Hasan Al Bashri.” Pernyataan ulama dari kalangan tabi'in ini bisa menjadi acuan bagi kita. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw. Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasulullah saw, seperti sikap Zuhud, Wara’ , Qona'ah, Taubat, Ridho, Sabar, dll. Kumpulan dari sikap-sikap mulia seperti ini dirangkum dalam sebuah nama yaitu Tasawuf.Kelahiran tasawuf memiliki banyak fersi. Secara historis, yang pertama kali menggunakan istilah tasawuf adalah seorang zahid (acsetic) yang bernama Abu Hasyim Al-Kufi dari Irak (w.150 H). Ada anggapan bahwa lahirnya ilmu tasawwuf bukan bersamaan dengan lahirnya Islam, tetapi lahirnya tasawuf itu merupakan perpaduan dari bebagai ajaran agama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa mula-mula munculnya sufisme adalah dari Basrah di Irak. Di Basrah terjadi sikap berlebih-lebihan dalam kezuhudan dan ibadah yang tidak pernah ada di kalangan semua warga kota lainnya. Ibnul Jauzi mengemukakan istilah sufi muncul sebelum tahun 200H. Ketika pertama kali muncul banyak orang yang membicarakannya dengan berbagai ungkapan. Alhasil, tasawuf dalam pandangan mereka merupakan latihan jiwa dan usaha mencegah tabiat dari akhlak-akhlak yang hina lalu membawanya ke akhlak yang baik, hingga mendatangkan pujian di dunia dan pahala di akherat. 

B. Sumber Tradisi dalam Kehidupan Tasawuf

Dilihat dari metode dan tata cara pengamalan tasawuf, maka dapat dikatakan bahwa ia adalah salah satu ajaran Islam yang bersifat universal. Imam Al-Ghazali pun mengungkapkan bahwa pola hidup Nabi Musa dan Nabi Isa sebagai tauladan sufi. Beliau pun mengatakan bahwa kedua Nabi tersebut di atas sebagai guru spiritual yang mengajarkan hikmah yang sangat mendalam dalam mencintai Tuhan.Sesungguhnya ajaran tasawuf bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, lalu dilaksanakan oleh sahabat Ahlu al-Suffah, dibawah bimbingan Rasulullah saw, yang berjumlah tidak kurang dari 300 orang dan tidak lebih dari 400 sahabat; antara lain Abu Dharr Al-Ghifari, Abu Musa Al-Asy’ari, Salman Al-Farisi dan sebagainya. Ketika ajaran tersebut berkembang pada awal abad ke III H, tradisi dari berbagai agama di luar islam dan pemikiran filsafat, semakin banyak yang mewarnai tata cara pelaksanaan ajaran Tasawuf, karena ketika itu, kitab-kitab agama lain dan filsafat sudah banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, sehingga dapat menjadi referensi dalam mengembangkan ajaran Tasawuf pada masa-masa berikutnya.Ada beberapa tradisi pengamalan ajaran Tasawuf yang bersumber dari beberapa ajaran, antara lain:1. Dari Tradisi Agama KristenKebiasaan Nabi Isa as (yang dianggap Yesus) berpuasa di siang hari, lalu beribadah sepanjang malam memotivasi Sufi yang ekstrem menjalankan puasa selama-lamanya, lalu sepanjang malam diisi dengan pelaksanaan shalat dan berdzikir.Maryam sendiri sebelum melahirkan Isa as, termasuk anggota biarawati (semacam peserta tasawuf dalam Islam), di bawah bimbingan nabi Zakariya sangat menekuni ajaran spiritual, berpuasa pada siang hari, berdzikir dan bertafakkur di malam hari. Kemudian perkembangan agama Kristen pada masa berikutnya, para pendeta (rahib) semakin banyak yang menekuni kehidupan spiritual dengan cara zuhud dan bertapa, untuk menunjukkan kecintaannya kepada Tuhan-nya.

2. Dari Tradisi Agama Hindu-BudhaAjaran Hindu-Budha sangat menonjol dalam tata cara pelaksanaan Tasawuf yang dianut oleh aliran Tasawuf Irfani; misalnya Abu Yazid Al-Bustami dengan ajaran ittihadnya, Al-Hallaj dengan ajaran hululnya dan Ibnu ‘Arabi dengan ajaran wahdatul wujudnya.Ajaran Hindu mendorong manusia agar menyatukan jiwanya dengan dewa, yang disebut penyatuan Atman dengan Brahman, yang sama dengan ittihad, hulul, dan wahdatul wujud dalam Tasawuf islam. Sedangkan ajaran Budha mendorong untuk mencapai nirwana, dengan cara meninggalkan kehidupan dunia atau berkontemplasi (bersemedi), untuk meniadakan dirinya, yang dalam Tasawuf Islam dikenal dengan sebutan fana’ dan baqa’. 

3. Dari Pengaruh Pemikiran Filsafat Mistik PytagorasPytagoras (hidup 580-500 SM) berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal, yang selalu ingin menempati surga. Tetapi tidak dapat menempati surga bila telah dikotori oleh jasmani yang sangat menyenangi kehidupan duniawi. Ajaran zuhud dan Wara’ berasal dari teori tersebut, lalu diperkuat oleh beberapa hadits antara lain mengatakan: “Dunia merupakan penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir.” HR.Ahmad dan Muslim, yang bersumber dari Abu Hurairah. 

4. Dari Pengaruh Pemikiran Filsafat Neo-PlatonismePemikiran Plotinus (meninggal 270 M) di Iskandariyah, yang juga terkenal dengan teori emanasinya yang mempengaruhi juga perkembangan Tasawuf Islam. Teori tersebut mengatakan bahwa segala yang ada merupakan pancaran dari Dzat Yang Maha Esa, dan sesuatu tersebut akan kembali lagi kepada-Nya. Karena itu, disyariatkan mensucikan diri dari kotoran duniawi dengan cara meninggalkannya, sehingga ia dapat menyatu dengan-Nya. Ajaran zuhud dan wara’ dalam Tasawuf dipengaruhi juga oleh teori tersebut, walaupun sebenarnya sudah tercantum dalam Al-Qur’an pada surah Al-An’am ayat 32, surah Al-Ankabut ayat 64, surah Muhammad ayat 36 dan surah Al-Hadid ayat 20. Serta diperkuat hadits yang berbunyi: “Tempatnya cambuk di surga masih lebih bagus daripada dunia dan isinya.” (HR.Ibnu Jarir) Sebenarnya pengaruh dari luar Islam tidak terlalu banyak dalam zuhud dan wara’ pada Tasawuf, karena telah dinashkan di dalam Al-Qur’an dan hadits. Yang paling dipengaruhi oleh ajaran atau tradisi dari luar Islam adalah ajaran penyatuan wujud, yang disebut ittihad , hulul , dan wahdatul wujud. Bahkan Abu Yazid mengatakan: “Maha suci aku, maha suci aku, alangkah agungnua aku”.Al-Hallaj pun mengatakan: “Aku adalah Tuhan, tiada Tuhan kecuali aku”. Ibnu Al-‘Arabi mengatakan: “Sesungguhnya Allah dapat menempatkan dirinya pada setiap manusia dalam bentuk ketuhanan-Nya.Hal tersebut menjadi sorotan penganut aliran Tasawuf Sunni, antara lain Al-Ghazali dengan mengatakan bahwa tidak pernah terjadi ada hamba yang dapat menyatu dengan Tuhannya, lalu ia menjadi Tuhan. Karena hamba berposisi sebagai tercipta sementara Allah pencipta dari hamba. Kedua wujud ini tidak dapat melebur menjadi satu wujud, kecuali hamba hanya bisa mendekati Tuhannya. hamba hanya bisa mendekati Tuhannya yang disebut al-Qarib oleh al-Jilli.

C. Pertumbuhan dan Pembentukan Tasawuf di Awal Islam

Tasawuf tumbuh sejak zaman Nabi dan sahabat besar, meskipun ketika itu belum disebut ajaran Tasawuf. Dan berkembang sejak zaman tabi’in dan tabi’i al-tabi’in. Rasulullah SAW

tidak hanya membawa misi kerasulan, tetapi ia juga mambawa misi kewalian, dimana Beliau sudah mencapai tingkatan wali besar (al-walayatu al-kubra). Sama halnya dengan Nabi Ibrahim, tetapi Nabi Musa tidak termasuk wali besar menurut Al-Jilli, karena itu ia masih harus belajar tentang ilmu hikmah kepada Haydir sebagai wali besar.Orang awam hanya mencontoh kehidupan agama yang dilakukan oleh Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, tetapi seorang sufi mencontoh kehidupan Muhammad sebagai wali besar, dengan cara menjalankan seluruh kewajiban berat yang disandang oleh Rasulullah saw.Sebelum menjadi Rasul, Muhammad telah mempraktekkan kehidupan Tasawuf dengan cara menyepi di Gua Hira selama satu bulan, untuk memperoleh inspirasi dari Allah swt, hingga turun ayat pertama; yaitu surah Al-Alaq ayat 1 sampai 5. Ketika Beliau hijrah ke Madinah, kehidupan spiritualnya semakin ditingkatkan dengan mengurangi tidur dan mengurangi makan. Mengurangi tidur dengan cara memperbanyak shalat malam, sedangkan mengurangi makan dengan cara memperbanyak puasa sunah, serta mengamalkan ajaran zuhud dan wara’, dengan cara meninggalkan kesenangan dunia. Seluruh istrinya pernah menceritakan kesederhanaan hidup beliau, mulai dari tempat tidurnya, pakaian dan makanannya, yang menggambarkan dirinya sebagai sosok yang sangat sederhana hidupnya, maka inilah yang dicontoh oleh para sahabat, tabi’in dan tabi’i al-tabi’in serta kaum sufi dalam menekuni kehidupan.Beliau menganjurkan kehidupan sederhana dan melarang kehidupan mewah, antara lain dalam hadits:“Tinggalkan kehidupan dunia, pasti engkau akan dicintai Allah. Tinggalkan juga ketertarikan pada sesuatu yang sudah dimiliki oleh orang lain, pasti mereka mencintaimu” (HR.Ibnu Majah)Hal ini pun tercermin dari kehidupan para sahabat Rasulullah SAW; diantaranya Abu Bakar Al-Siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Meskipun sebelumnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah sahabat Nabi yang pernah menyembah berhala sebelum masuk Islam. Ketika mereka mandapatkan hidayah, mereka pun menjadi pengikut Rasulullah SAW yang setia hingga akhir hayat. Diantara para sahabat, tabi’in dan tabi’i al-tabi’in yang menumbuhkan sikap tasawuf antara lain: Abu Bakar Al-Siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib, Abu Hurrairah, Salman Al-Farisi, Abu Dharr Al-Ghifari, Miqdad Bin Aswad, Hudhayfah Bin Al-Yaman, Uways al-Qorony, dsb.

Diposkan 24th November 2012 oleh mulya juliansahttp://oprekweb.blogspot.com/2012/11/sejarah-munculnya-tasawuf.html

TASAWUF FALSAFI DAN TOKOHNYASelasa, 03 Januari 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG MASALAH

Tasauf falsafi adlalah tasauf yang ajarannya-ajarannya memadukan antara visi dan mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasauwufakhlaqi, tasauf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafitersebut berasal dari bermcam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.[1]

Tasawuf ada beberapa aliran, seperti tasawuf Akhlaqi, tasawuf Sunni dan tasawuf Falsafi. Adapula yang membagi tasawuf kedalam tasawuf 'Amali, tasawuf Falsafidan tasawuf 'Ilmi. Akan tetapi dalam makalah kecil ini hanya akan dibahas secara lebih fokus tentang tasawuf Falsafi saja.

Secara garis besar tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya, yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.

B.     Rumusan Masalah

Bagaimanakah perbandingan antara pebandingan tasawuf falsafi dengan tasawuf yang lain.

C.     Tujuan Penulian Ini Agar Kita Dapat Memahami-

1.        Apa itu tasauf falsafi menurut tokoh-tokoh

2.        Bagaimana sejarah tasauf falsafi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tasawuf Falsafi

Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan

(ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi,

bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu

wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang

kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.

Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf

sunni atau tasawuf salafi. kalau tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis

,( يلمعا) sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis ( رطنا) sehingga dalam

konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-

pendekatan filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya

bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.

Dari adanya aliran tasawuf falsafi ini menurut saya sehingga muncullah

ambiguitas-ambiguitas dalam pemahaman tentang asal mula tasawuf itu sendiri. kemudian

muncul bebrapa teori yang mengungkapkan asal mula adanya ajaran tasawuf. Pertama;

tasawuf itu murni dari Islam bukan dari pengaruh dari non- Islam. Kedua; tasawuf itu

adalah kombinasi dari ajaran Islam dengan non-Islam seperti Nasrani, Hidu-Budha, filsafat

Barat (gnotisisme). Ketiga; bahwa tasawuf itu bukan dari ajaran Islam atau pun yang

lainnya melainkan independent.

Teori pertama yang mengatakan

bahwa tasawuf itu murni dari Islam dengan berlandaskan QS. Qaf ayat 16 yang artinya

“Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahuapa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan

Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada dilehernya”. Ayat ini

bukan hanya sebagai bukti atau dasar bahwa tasawuf itu murni dari Islam meliankan salah

satu ajaran yang utama dalam tasawuf yaitu wihdatul wujud. Kemudian kami juga

mengutip pendapat salah satu tokoh tasawuf yang terkenal yaitu Abu Qasim Junnaid Al-

Baqdady, menurutnya “yang mungki menjadi ahli tasawuf ialah orang yang mengetahui

seluruh kandungan al-qur’an dan sunnah”. Jadi menurut ahli sufi, setiap gerak-gerik

tasawuf baik ‘ilmy dan ‘amaly haruslah bersumber dari al- qur’an dan sunnah. Maka jelas

bahwa tasawuf adalah murni dari Islam yang tidak di syari’atkan oleh nabi akan tetapi

beliau juga mempraktikkannya. Buktinya sejak zaman beliau (nabi Muhammada-red) juga

ada kelompok yang mengasingkan diri dari dunia, sehingga untuk menjaga kekhusuan

mereka beliau memberi mereka tempat kepada mereka di belakang muruh nabi. Meskipun

istilah tasawuf itu belum ada tapi dapat di sinyalir bahwa munculnya ajaran-ajaran seperti

itu (zuhud/ warok, mendekatkan diri pada Allah-red) sudah ada sejak zaman Islam mulai

ada, dan nabi sendiri sejatinya adalah seorang sufi yang sejati.

Kemudian pendapat kedua yang mengatakan bahwa tasawuf adala kombinasi dari

ajaran Islam dengan yang lainnya (non-Islam). Mereka memberi contoh beberapa ajaran

yang ada di tasawuf sama dengan aliran (ajaran) lain, misal;

sumber dari Nasrani:1.      Konsep Tawakal2.      Peranan Syekh3.      Adanya ajaran tentang menehan diri tidak menikah.

Abu Qasim Junnaid Al-Baqdady, menurutnya “yang mungki menjadi ahli tasawuf ialah orang yang mengetahui seluruh kandungan al-qur’an dan sunnah”. Jadi menurut ahli sufi, setiap gerak-gerik tasawuf baik ‘ilmy dan ‘amaly haruslah bersumber dari al- qur’an dan sunnah. Maka jelas bahwa tasawuf adalah murni dari Islam yang tidak di syari’atkan oleh nabi akan tetapi beliau juga mempraktikkannya. Buktinya sejak zaman beliau (nabi Muhammada-red) juga ada kelompok yang mengasingkan diri dari dunia, sehingga untuk menjaga kekhusuan mereka beliau memberi mereka tempat kepada mereka di belakang muruh nabi. Meskipun istilah tasawuf itu belum ada tapi dapat di sinyalir bahwa munculnya ajaran-ajaran seperti itu (zuhud/ warok, mendekatkan diri pada Allah-red) sudah ada sejak zaman Islam mulai ada, dan nabi sendiri sejatinya adalah seorang sufi yang sejati. Kemudian pendapat kedua yang mengatakan bahwa tasawuf adala kombinasi dari ajaran Islam dengan yang lainnya (non-Islam). Mereka memberi contoh beberapa ajaran yang ada di tasawuf sama dengan aliran (ajaran) lain, misal;

sumber dari Nasrani:

1.Konsep Tawakal

2.Peranan Syekh

3.Adanya ajaran tentang menehan diri tidak menikah.

sumber Hindu:

1. Al-fanah = Nirwana2. Zuhud = menjahui dunia

sumber Yunani (fil. Barat):

1. Filsafat Ilmu jiwa

2. Filsafat Phytagoras

3. Filsafat Plotinus

4. Termasuk juga gnotisisme.

Dari sinilah nampak ada kemiripan dalam ajaran setiapa masing yang diakibatkan dari akulturasi sehingga terjadi penjumboan (bersatu) antara ajaran Islam dalam tasawuf dengan yang lain.

Pendapat yang ketiga ini yang mengatakan tasawuf itu bukan dari mana-mana yaitu independen, dengan berdasarkan dengan kisah bahwa pada waktu itu ada seorang raja yang hidup bergelimpangan dengan harta namun dia masih mengalami ketegangan dalam hidupdalam artian jiwanya belum tenang, akhirnya atas nasihat dari seseorang yang dia temui di hutan saat berburu mencoba

mengasingkan diri ke bhutan dan meninggalkan semua hartanya. sehingga dari sini dapat di tarik bahwa tasawuf muncul untuk mengatasi kebosan seseorang dari kehidupan dunia tanpa adanya spiritualitas dalam jiwa sehingga mengalami kekeringan jiwa, yang kemudian diisi kembali dengan nilai spiritualitas dengan menjahui kehidupan dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dari pemaparan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tasawuf itu benar-benar asali (murni) dari ajaran Islam yang tidak di syari’atkan atau di sunnahkan oleh nabi meskipun beliau juga melakukanya. Kemudian pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari akulturasi ajaran lain termasuk gnotis itu juga tidak bisa disalahkan, sebab adanya pengklasifikasian tasawuf sehingga muncul beberapa tasawuf, seperti tasawuf sunni, salafi dan tasawuf falsafi membuat determinasi diantaranya. maka jikalau dikatakan tasawuf adalah akulturasi antara Islam dengan yang lain itu termasuk tasawuf falsafi yang mana telah mengedepankan asas rasio sehingga berbaur dengan fisafat-filsafat yang ada di ajaran lain, dimana dalam menganalisis tasawuf dengan paham emanasi Neo- platonisme dalam semua fariasi baik dari Ibn Sina samapai Mulla Shadra.

B.     Tasawuf Falsafi

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlawi, tasawuf falsafi menggunakan terminologi gilosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran yang telah mempengaruhi para tokohnya.

Menurut at-taftazani, tasawuf falsafi mulai muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Sejak tiu, tasawuf jenis ini tersu hidup dan berkembang, terutamadi kalangan para sufi yang juga filosof, sampai menjelang akhir-akhir ini.[2] Adanya pemaduan antar tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf ini dengan senidirnya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf jenis ini bercampur dengan sejumlah ajaran filsafat di luar islam, seperti yunani, persia, india, dan agama nashari. Akan tetapi, orisianiltasnya sebagai tasawuf tetap tidak hlang. Sebab, meskipun mempunya latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda dan beragam, seiring dengan ekspansi islam, yang telah meluas pada waktu itu, para tokohnya tetap berusaham menjaga kemandirian ajaran aliran mereka, teruutama bla dikaitkan dengan kedudukannya sebagai umat islam. Sikap ini dengna sendirinya dapat menjelaskan kepada kita mengapa para tokoh tasawuf jenis ini begitu igih mempromikan ajaran-ajaran filsafat yang berasal dari luar islam tersebut ke dalam tasawif mereka, serta menggunakan terminologi-terminologi filsafat, tetapi maknanya telah disesuaikan dengan ajran tasawuf yang mereka anut.

Masih menurut at-taftazani, ciri umum tasawuf falsafi adalah ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh siapa saja yang memahami ajaran tasawuf jenis ini.[3] Tasawuf falsafi tidak dapat di pandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan padarasa (dzauq) tetapi tidak dapat pula di kategorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajrannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.[4]

Para sufi yang juga filosof pendiri aliran tasawuf ini mengenal dengan baik filsafat yunani seta berbagai aliran seperti socrates, plato, aristoteles, alira stoa, dan aliran neo-platonisme, dengan filsafatnya tentang emanasi. Bahkan, mereka pun cukup akbar dengan filsafat yang sering kali disebut hermenetisme yang karya-karyanya banyak di terjemahkan ke dalam bahasa arab dan filsafat-filsafat timur kuno, baik dari persia maupun india, serta filsafat-filsafat islam, seperti yang diajarkan oleh al-farabidan ibn sina. Mereka pun dipengaruhi aliran batiniah sekte isma'iliyyah aliran syi’ah dan risalah-risalah ikhwan ash-shafa’.[5]

Tasauf falsafi memiliki objek tersendiri yang berbeda dengan tasauf sunni. Dalam hal ini, ibnu khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh at-taftazani,[6] dalam karyanya al-muqaddimah menyimpulkan bahwa ada emapat objek utama yang menjadi perhatian para sufi filosof, antara lain sebagi berikut.

Pertama, latihan rohaniah dengan rasa, instusi serta intropeksi diri yang timbul darinya. Mengenai latihan rohaniah dengan tahapan (maqam) maupun keadaan (hal) rohaniah serta rasa (dzauq) para sufi filosof cenderung sependapat dengan para sufi sunni, sebab, masalah tersebut, menurut ibnu khaldun, merupakan sesuatu yang tidak dapat di tolak oleh siapapun.

Kedua, iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat-sifat rabbani, ‘arsy, kursi, malaikat, wahyu, kenabian, roh, hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang tampak, dan susunan kosmos, terutama tentang penciptanya. Serta pencipatannya. Mengenai ilminasi ini, para sufi yang juga filosof tersebut melakukan latihan rohaniah dengan mematikan kekuatan syahwat serta menggairahkan roh dengna

jalan menggiatkan dzikir. Dengan dzikir, menurut mereka, jiwa dapat memahami hakikat realitas-realitas.

Ketiga, peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.

Keempat, penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syathayyat) yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui, ataupun menginterprestasikannya dengan interprestasi yang berbeda-beda...

Selain karakteristik umu di atas, tasawuf filosofis mempunyai beberapa karakteristik secara khusu di antaranya:

Pertama: tasawuf filosofi banyak mengonsepsikan pemahaman ajaran-ajarannya dengan menggabungkan antara pemikiran rasional-filosfis dan perasaan (dzauq). Meskipun demikian, tasauf jenis ini juga sering mendasarkan pemikirannya dengan mengambil sumber-sumber naqliyah, tetapi dengan interprestasi dan ungkapan yang samar-samar sulit di pahami orang lain. Kalaupun dapat diinterprestsikan orang lain, interprestasi itu cenderung kurang tepat dan lebih bersifat subjektif.

Kedua seperti halnya tasauf jenis lain, tasauf filosofis didasakan pada latihan-latihan rohaniah (riyadhah) yang di maksudkan sebagai peningkatan moral, yakni untuk mencapai kebahagiaan.

Ketiga tasawuf filosofi memandang iluminasi sebagi metode untk mengetahui berbagai hakikat tealitas, yang menurut penganutnya bisa dicapai dengan fana.

Keempat, para penganut tasawuf filosofi ini selalu menyamarkan ungkapan-ungkapan tentang hakikat realitas-realitas dengan berbagai simbol atau terminologi.

Perlu di catat, dalam beberapa segi, para sufi-filosof ini melebihi para sufi sunni. Hal ini disebabkan oleh bberapa hal. Pertama, mereka adalah para teoritisi yang baik tentang wujud, sebagaimana terlihat dalam karya-karya atau pusis-pusisi mereka. Untuk yang satu ini, mereka tidak menggunakan ungkapan-ungkapan syathadiyat. Keduakelihaian mereka menggunakan simbo-simbol sehingga ajarannya tidak begitu saja dapat di pahami orang lain di luar mereka. Ketiga, kesiapan mereka yang sungguh-sungguh terhadap diri sendiri ataupun ilmunuya.[7]

Di antar tokoh-tokoh tasawuf falsafi adalah ibnu arabi, al-jili, ibn sb’in, dan ibn masarrah.

C. Tokoh  tasawuf falsafi

1.      Ibn ‘Arabi (560-638)

a.      Biografi Singkat Ibn’arabi

Nama lengkap ibn ‘arabi adalah muhammad bin ‘ali bin ahmad bin ‘abdullah ath-tha’i al-haitami. Ia lahir di mercia, andalusia tenggara, spanyol, tahun 560 H, dari keluarga berpangkat, hartawan dan ilmuan. Tahun 620 H, ia tinggal di Hijaz dan meninggal di sana pada tahun 638 H. Namaya biasa di sebut tanpa Al untuk membedakan dengan abu bakar tanpa “al” untuk membedakan dengan abu bakar ibn al-‘arabi seorang qadhi dari sevilla

yang wafat tahun 543 H. Di sevilla (spanyol), ia mempelajari al-Qur’an, hadis serta fiqih pada sejumlah murid andalusia terkenal, yakni ibn hazm az-zhahiri.[8]

b.      Ajarn-ajarn tasawuf ibn’arabi

Wahdat al-wujud

Ajaran sentral ibn ‘ibn arabi adalah tentang wahdat al-wujud (keastuan wujud). Meskipun demkian, istilah wahdat al-wujud yang di pakai untuk menyebut ajaran sentralnya itu, tidaklah berasal dari dia, tetapi berasal dari ibnu taimiyah, tokoh yang hwahdat al-wujud untuk menyebut ajaran sentral ibn ‘arabi, mereka berbeda pendapat dalam memformulasikan pengertian wahdar al-wujud.

Menurut ibnu taimiyah wadah al-wujud adalah penyamaan tuhan dengan alam menurut penjelasannya, orang yang mempunya paham wahdat al-wujud mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al-wujud yang di miliki oleh khliq juga mukmin al-wujud yabg di miliki oleh makhluk, selain itu, orang-orang yang mempunyai paham wahdat al-wujud itu juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan, tidak ada perbedaan.[9]

Dari pengertian tersebut, ibn taimiyah telah menilai ajarn sentral ibn ‘arabi dari aspek tasybih-nya (penyerupaan khaliq dengan makhluk) saja, tetapi belum menilainya dari asek tanzihnya (penyusia khaliq). Sebag, kedua aspek tiu terdapat dalam ajaran ibn ‘arabi akan tetapi , perlu pula di dasari bahwa kata-kata ibn ‘arabi. Banyak membawa pada pengertian seperti yang pahami oleh ibn taimiyah meskipun di tempat lain terdapat kata-kata inb ‘arabi yang membedakan antara khaliw dengan makhluk dan antara tuhan dengan alam.  

Demi syu’ur (perasaa) ku, siapakah yang mukallaf? Jika engkau katakan hamba, padahal dia (pada hakikatnya) tuhan juga. Atau engkau katakan tuhan, lalu siapa yang di bebani talif?” Kalau di antara khaliq dan makhluk beratu dalam wujidnya, megapa terlihat dua? Ibn ‘arabi menjawab, sebab adalah manusia tidak memandangnya darisisi yang satu, tetapi memandang keduanya dengan pandangan bahwa keduanya adalah khaliq dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi lain. Jika mereka merasa memandang keduanya dari sisi yang satu, mereka pasti akan dapat mengetahui hakikat keduannya, yakni dzatnya satu yang tidak terbiang dan berpisah.[10]

c.       Haqiqah muhamaddiyah

Dari konsep wahdat ibn ‘arabi muncul lagi dua konsep sekaligus merupakan lanjutan atau cabang dari konsep wahdat al-wujud, yaitu konsep al-hakikat al muhamaddiyah dan konsep wahdat al-dyan (kesamaan agama) Menurut ibn ‘arabi, tuhan adalah pencipat alam semsesta adapun proses penciptaannya adalah sebagai berikut:

1)      Tajalli dzat tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah

2)      Tanzul kepada dzat tuhan ma’ani ke alam (ta’ayyunat) realitas-realitas rohaniah, yaitu alam arwah yang mujarrad

3)      Tanazul kepada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berpikir.

4)      Tanazul tuhan dalam bentk ide materi yang bukan materi yaitu alam mistal atau khayal.

5)      Alam materi, yaitu alam indrawi.

d.      Wahdatul adyann

Adapun yang berkenaan dengan konsepnya wahdat al-ady (kesamaan agama), bin ‘arabi memandang bahwa sumber agama adalah satu, yaitu hakikat muhamaddiyah.k onsekuensinya, semua agama adalah tunggal dan semua itu kepunyaan Allah. Seseorang yang benar-benar arif adalah menyembah Allah dalam setiap bidang kehidupanya, dengan kata lain dapat di katakan bahwa ibadah yang benar hendaknya abid memandang semua apa saja sebagai segbagian dari ruang lingkup realitas dzat tuhan yang tunggal sebagaimana ‘irnya, dikemukakannya dalam sya’irnya “kini Qalbuku bisa menampung semua Ilalang perburan kijang atau biara penderan Kuil pemuja berhala atau ka’bah Lau taurah dan mushalaf al-qur’an Aku hanya memeluk agama cinta ke mana pun Kendaraan-kendaraan menghadap. Karena cinta adalah  Agamaku dan imanku.

Menurut para penulis, pernyataa ibn ‘arabi ini terlalu berlebihan dan tidak punya landasan yang kuat sebab agama berbeda-beda satu sama lain.

2.      Al-Jili (1365-1417m)

a.       Biografi singkat al-jili

Nama lengkapnya adalah ‘abdul karim bin ibrahim al-jilil. Ia lahir pada tahun 1365 H. Di jilan (gilan), sebuah propinsi di sebelah selatan kaspia dn wafat pada tahun 1417 M. Nama al-jili di ambil dari tempat kelahirannya di glan. Ia adalah seorang sufi yang terkenal dari baghad. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui oleh para ahli sejarah, tetapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia pernah melakukan perjalanan ke india tahun 1387 M. Kemudian belajar tasawuf di bawah bimbingan Abdul Qadir al-jailani, seorang pendiri dan pemimpin tarekat Qadariyah yang sangat terkenal. Di samping itu, berguru pula pada syekh syafaruddin sima’il bin ibrahim AL-jabarti di zabid (yaman) pada tahun 1393-14-3 M.

b.      Ajaran tasawuf al-jili

Ajaran tasawuf al-jili yang terpenting adalah paham insan kamil (manusia sempurna) menurut al-jili insan kamil adalah nuskhah atau copy tuhan, seperti di sebutkan dalam hadis Artinya: Allah menciptakan adam dalam bentuk yang maharman “ Hadis lain: Artinya “Allah menciptakan adam dalam bentuk dirinya”

c.       Maqamat (al-martabah)

Sebagai seorang sufi, al-jili dengan membawa filsafat inasn kamil merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui seorang sufi, yang menganut istilahnya ia disebut al-martabah (jenjang atau tingkat) tingkat itu adalah

1)      Islam

2)      Iman

3)      Shalah

4)      Ihsan

5)      Syahdah

6)      Shiddiqiyah

7)      Qurbah

3.      Ibnu Sabi’in

a.      Biografi singkat ibn sab’in

Nama lengkapnya adalah ibn sabi’in adalah ‘abdul haqq ibn ibrahim muhammad ibn nashr, seorang sufi yang jufa filosof dari andalusia. Dia terkenal di eropa karena jawaban-jawabannya ata pernyataan federik II, penguasa sicilia. Di dipanggil ibn sabi’in dan digelari Quthbuddin. Terkadang, ida dikenal pula dengan abu muhammad dan mempunyai asal-usul arab, dan dilahirkan tahun 614 H (1217/1218M) di kawasan murcia. Dia mempelajari bahasa arab dan sastra pada kelompok gurunya. Ia juga mempelajari ilmu-ilmu agama dari mazhab maliki, ilmu-ilmu logika dan filsafat. Dia mengemukakan bahwa di antara guru-gurunya adalah ibn dihaq, yang di kenal dengan ilmu al-mir’ah (meniggal tahun 611 H) yang keduanya ahli tentang huruf dan nama. Menurut salah seorang murid ibn sabi’in, yang mansyarah kitab risalah al-‘abd hubungan antara ibn sabi’in dan gurunya tersebut lebih banyak terjalin lewat kitab dari pada langsung

b.      Ajaran tasawuf ibn sabi’in

Kesatuan mutlak

Ibn sabiin adalah seorang pengasas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosofis, yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Gagasan esensial pahamnya sederhanas saja, yaitu wujud adalah suatu alias wujud Allah semata. Wujud-wujud lainnya hanyalah wujud yang satu itu sendiri. Jelasnya, wujud-wujud yang lain itu hakikatnya sama sekali tidak lebih dari wujud yang satu semata. Dengan demikian, wujud dalam kenyataan hanya satu persoalan yang tetap.

BAB III

PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Tasauf falsafi adlalah tasauf yang ajarannya-ajarannya memadukan antara visi dan mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasauwufakhlaqi, tasauf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafitersebut berasal dari bermcam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.

Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.

B.     SARAN

Diharapkan kepada para pembaca dapat memahami makalah ini dan dapat

mengembangkan lebih sempurna lagi, kritik dan saran sangat kami harapkan, untuk

memotivasi penulis, agar dalam penyelesaian makalah ini bisa memperbaiki diri dari

kesalahan, atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Al-wafa’ Al-ghanimi At-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Terj. Ahmad far’i ustmani, Pustaka, Bandung, 1985, hlm, 187

Abu Al-wafa’ Al-ghanimi At-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Terj. Ahmad far’i ustmani,Pustaka, Bandung, 1985, hlm, 187

 Muhammad musthafa himli, al-hayat ar-ruhiyyah fi al-islm, al-ha’i al-misriy al’-ammah al-kitab, mesir, 1984, hlm. 182

Muhammad Mahdi Al-Istanbuli, Ibn Taimiyah: Batha Al-Ishlah ad-Diniy, Dar Al-Ma’rifah, Damaskus, 1397 H/1977, hlm.

http://tasawuffalsafidantokohnya.blogspot.com/