Post on 24-Dec-2015
description
BABIII R ANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH
BESERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III 2014
3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah tahun 2014 dan Perkiraan Tahun 2015
Kondisi eksternal Kota Banjar yang mempengaruhi kebijakan secara umum dalam
perencanaan pembangunan Kota Banjar 2016 diantaranya adalah sebagai berikut :
3.1.1.1 Ekonomi Nasional
Perkembangan berbagai indikator ekonomi di berbagai daerah hingga kuartal ketiga
tahun 2014 secara agregat cenderung mengindikasikan arah pertumbuhan ekonomi nasional
yang melambat. Kondisi ini tidak terlepas dari dinamika perekonomian global yang masih
dibayangi ketidakpastian yang tinggi sehingga menyebabkan lambatnya tempo perbaikan
pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia, serta turut memicu tekanan terhadap
nilai tukar rupiah sepanjang triwulan laporan. Indikasi perbaikan ekspor yang mulai terlihat di
sebagian besar daerah tertahan oleh masih relatif rendahnya harga komoditas di pasar global
sehingga diperkirakan belum dapat mengimbangi konsumsi rumah tangga dan investasi yang
diperkirakan tumbuh melambat.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi diprakirakan terutama terjadi di sebagian besar
daerah di Sumatera dan Jakarta. Hal ini terindikasi pada berbagai indikator terkait konsumsi
rumah tangga yang cenderung melemah seperti nilai tukar petani, impor barang konsumsi dan
kredit konsumsi. Masih terbatasnya perbaikan harga komoditas hasil-hasil perkebunan dan
tingginya kenaikan inflasi pangan diperkirakan berdampak pada melambatnya konsumsi
domestik. Di samping itu, produksi hasil perkebunan juga terindikasi tumbuh lebih rendah karena
pengaruh iklim dan minimalnya insentif harga jual. Sementara itu, perekonomian Jakarta
menghadapi tekanan dari melemahnya kinerja investasi terkait mulai meningkatnya suku bunga
pinjaman dan depresiasi nilai tukar rupiah.
Prospek pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah pada triwulan IV 2014 secara agregat
diprakirakan akan kembali melambat dibandingkan dengan triwulan III 2014. Pemulihan ekonomi
global yang berjalan lambat disertai tingginya ketidakpastian ekonomi global masih akan
membayangi prospek pertumbuhan ekonomi daerah. Perlambatan ekonomi diprakirakan terjadi
di Kawasan Jawa dan KTI. Di Kawasan Jawa, perlambatan disebabkan oleh pertumbuhan
konsumsi masyarakat dan investasi yang menurun. Sementara itu, melambatnya pertumbuhan
ekonomi di KTI pada triwulan mendatang dipengaruhi oleh kinerja investasi yang terhambat oleh
belum adanya perbaikan harga komoditas yang berarti dan terbatasnya pemulihan ekspor.
III - 1
2014 BAB III
Hingga akhir 2014, perkembangan neraca perdagangan luar negeri di daerah, terutama Jawa dan
Jakarta, secara keseluruhan diperkirakan mencatat defisit neraca perdagangan luar negeri yang
lebih besar dibandingkan dengan periode tahun 2013. Hal ini terjadi seiring dengan terbatasnya
pemulihan kinerja ekspor dan masih cukup besarnya kebutuhan impor. Ke depan, tekanan neraca
perdagangan di daerah perlu diatasi melalui kebijakan struktural yang diarahkan untuk
memperkuat kapabilitas sektor industri sehingga mampu mengimbangi kebutuhan domestik yang
semakin kompleks. Kebijakan penguatan tersebut merupakan prasyarat bagi kesinambungan
migrasi Indonesia menuju ke negara maju. Dampak kebijakan pada basis penciptaan pendapatan
per kapita dapat lebih optimal jika diiringi pula dengan kebijakan yang mendorong Nusantara
sebagai salah satu lokasi utama dalam pembuatan barang jadi dan komponennya yang bersifat
kompleks di sepanjang rantai nilai global.
Dari sisi inflasi, tekanan inflasi yang mereda pasca penyesuaian terhadap kenaikan harga
BBM bersubsidi masih juga dibayangi beberapa risiko yang dapat memengaruhi perkembangan
hargaharga umum di daerah pada triwulan mendatang. Pengaruh dari depresiasi nilai tukar
rupiah terhadap harga-harga umum menjadi salah satu faktor risiko yang cukup besar dan dapat
membawa tekanan inflasi kembali meningkat. Risiko tekanan inflasi juga berasal dari komoditas
pangan yang harganya mudah bergejolak (volatile food), antara lain terkait dengan masa paceklik
di berbagai daerah sentra produksi padi dan baru akan kembali memasuki masa panen pada awal
tahun 2014, serta tekanan permintaan pada komoditas daging seiring dengan perayaan hari raya
Idul Adha dan akhir tahun. Di samping itu, kenaikan harga LPG 12 Kg, serta kenaikan tarif
angkutan udara seiring dengan siklus akhir tahun (peak season) merupakan risiko yang perlu
diwaspadai dampaknya pada kenaikan inflasi umum.
Menghadapi masih besarnya risiko kenaikan inflasi, Bank Indonesia dan Pemerintah di
tingkat Pusat dan Daerah terus memperkuat koordinasi dalam upaya pengendalian inflasi
khususnya melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di berbagai daerah. Dalam jangka
pendek, TPID perlu diarahkan untuk secara intensif mengatasi beberapa hal utama, yakni
menurunkan inflasi pangan (volatile food) yang saat ini berada di kisaran 14% (yoy), meredam
dampak depresiasi nilai tukar rupiah terhadap kenaikan harga-harga umum, serta menjamin
ketersediaan dan kelancaran distribusi pasokan pangan.
3.1.1.2 Ekonomi Regional
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2014 sebesar 5,61%, melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,67%. Perlambatan pertumbuhan
PDRB tersebut terutama didorong oleh melemahnya konsumsi rumah tangga meskipun investasi
dan konsumsi pemerintah meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi makroekonomi pada
triwulan III 2014 masih cukup stabil dan tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara itu, membaiknya perekonomian negara maju mampu mendorong ekspor luar negeri
tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, kinerja ekonomi
III - 2
BAB III 2014
didorong peningkatan produksi di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh
meningkat. Sebaliknya, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang melambat menarik
sedikit rendah pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dengan memperhatikan kondisi perkembangan perekonomian global diatas, maka laju
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 5,06 % pada tahun 2014 dan diprediksikan akan
tumbuh pada kisaran sebesar 6,2 – 6,8 % pada tahun 2015 dan dengan inflasi berada pada
kisaran 6,3 – 7,3%. Hal ini diasumsikan apabila kondisi eksternal dan ekonomi global
menunjukkan tanda-tanda positif dan akselerasi pemulihan dapat dipercepat.
Untuk mewujudkan laju pertumbuhan ekonomi tersebut, maka:
Kinerja sektor-sektor unggulan yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat harus dapat dipertahankan didorong untuk lebih produktif.
Pertumbuhan investasi dan perdagangan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren
pertumbuhan naik, disamping tren penurunan laju inflasi dan suku bunga yang dapat
memicu laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat harus bisa dipertahankan.
Jawa Barat harus mampu memanfaatkan momentum beralihnya fokus investor ke negara-
negara Asia dan dapat menyerap aliran modal menyusul krisis yang melanda kawasan Eropa
dan Amerika. Beberapa kawasan dengan daya dukung infrastruktur yang memadai masih
akan menjadi tujuan utama arus modal. Serapan investasi ke Provinsi Jawa Barat berpeluang
lebih besar jika daya dukung infrastruktur diperkuat.
Intensitas implementasi tematik sektoral dan kewilayahan harus ditingkatkan
Pengawalan pengelolaan perkembangan tiga metropolitan dan dua pusat pertumbuhan
Meningkatkan kualitas komunikasi dengan kabupaten/kota untuk efektivitas pelaksanaan
kegiatan pembangunan ekonomi.
Prediksi pertumbuhan ekonomi makro Provinsi Jawa Barat yang mencapai lebih dari 6%
bukan merupakan suatu hal yang mustahil apabila potensi-potensi yang dimiliki Jawa Barat dapat
dioptimalkan dan disertai dengan tata kelola ekonomi yang baik, untuk mempercepat
pembangunan dan pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Pencapaian ke arah prediksi
ekonomi makro yang optimis, tentunya menjadi tantangan ke depan yang harus disikapi oleh
pemerintah daerah dengan cara melakukan terobosan-terobosan/inovasi-inovasi dalam
perencanaan pembangunan daerah, misalnya dengan cara pendekatan pembangunan industri
wilayah untuk mencapai daya saing daerah melalui pencapaian skala ekonomis.
Bila dilihat dari kontribusinya, perekonomian Jawa Barat masih ditopang oleh sektor
Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR). Pada periode tahun
2014 sampai tahun 2016, Sektor Industri Pengolahan diprediksikan akan memiliki kontribusi
sekitar 33,57% pada tahun 2015, dan 33,57% tahun 2016. Sedangkan sektor Perdagangan, Hotel
dan Restoran diprediksikan akan menyumbang sekitar 24,33% untuk tahun 2015, dan 24,33%
pada tahun 2016 dalam pembentukan PDRB secara keseluruhan. Sektor pertanian diperkirakan
III - 3
2014 BAB III
akan masih tetap dapat memberikan kontribusi di atas 10% sebagai dampak dari beroperasinya
Waduk Jatigede pada pertengahan tahun 2015.
Dari sisi tingkat kemiskinan, diprediksikan angka kemiskinan secara gradual akan
menurun. Pada tahun 2015, tingkat kemiskinan di Jawa Barat diperkirakan akan berada pada
kisaran 5,39% – 9,18%, dan tahun 2016 sekitar 5% – 9%. Sejalan dengan tingkat kemiskinan,
Tingkat Penganguran Terbuka (TPT) juga akan memiliki kecenderungan trend yang menurun.
Pada tahun 2015 tingkat Pengangguran Terbuka akan berada kisaran 8% - 9%, dan tahun 2016
sekitar 9%- 10%.
Untuk menjamin agar proyeksi tersebut dapat terealisasi, tantangan yang harus dihadapi
oleh pemerintah daerah Jawa Barat adalah menjamin terciptanya kesempatan kerja yang
signifikan, terutama untuk sektor-sektor yang bersifat padat karya, mendorong program-program
pemberdayaan ekonomi masyarakat (terutama di perdesaan) yang efektif, memperbaiki
program-program pengentasan kemiskinan diantaranya memperbaiki program perlindungan
sosial, meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar (seperti akses terhadap pendidikan,
kesehatan, air bersih, sanitasi dan sebaginya) serta upaya penciptaan program pembangunan
yang inklusif, yang diartikan sebagai pembangunan yang mengikutsertakan dan sekaligus
memberi manfaat kepada seluruh masyarakat.
Tantangan lain dari perekonomian Jawa Barat ke depan selain kondisi pemulihan
ekonomi global yang penuh ketidakpastian adalah permasalahan yang terkait dengan isu
perubahan iklim (climate change). Isu ini akan sangat terkait erat dengan permasalahan
ketahanan pangan. Kecenderungan meningkatnya harga komoditas pangan dunia sejak tahun
2000-an, mengindikasikan bahwa dampak perubahan iklim sudah mulai terasa, dan secara tidak
langsung dapat mempengaruhi skenario pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Namun target
beroperasinya Waduk Jatigede pada pertengahan tahun 2015 memberikan harapan adanya
peningkatan produksi sektor pertanian secara signifikan sehingga diproyeksikan sektor tersebut
dapat tetap tumbuh sesuai kapasitasnya.
Dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini serta tantangan dan prospek
perekonomian Jawa Barat kedepan, maka pada tahun 2016 diperlukan kerangka perekonomian
Jawa Barat sebagai berikut :
1. Perlu mendorong laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang relatif rendah dengan
memacu sektor unggulan masing-masing kabupaten/kota tersebut;
2. Pengendalian jumlah penduduk, penyediaan lapangan kerja dan penurunan angka
kemiskinan, serta peningkatan daya beli masih tetap menjadi prioritas pada pembangunan
Jawa Barat tahun 2016.
3. Regulasi perizinan yang probisnis (perizinan kondusif) dan membenahi permasalahan yang
menghambat laju investasi dan daya saing produk.
4. Peningkatan penerapan inovasi untuk meningkatkan dasa saing daerah dan ekonomi kreatif
III - 4
BAB III 2014
5. Peningkatan produksi pangan melalui perbaikan sistem perbenihan, intensifikasi, proteksi,
pengolahan hasil, fasilitasi sarana produksi, perbaikan infrastruktur pertanian (irigasi dan
jalan).
6. Peningkatan Eksplorasi dan pengembangan sumber energi alternatif.
7. Peningkatan peran swasta, yang salah satunya peningkatan peran CSR (peningkatan
pendanaan kontribusi dana CSR dan peningkatan sinergitas pembangunan).
Melalui Program Jabar Mengembara, tahun 2016 harus diarahkan kepada peningkatan daya
saing tenaga kerja Jawa Barat untuk menyambut diberlakukannya Asean Community tahun 2015
(untuk memanfaat potensi jumlah tenaga kerja Jawa Barat dan peluang pasar tenaga kerja dan
usaha).
3.1.1.3 Ekonomi Kota Banjar
3.1.1.3.1 Laju Inflasi
Desember 2014 IHK Gabungan Jawa Barat yang meliputi 7 kota yaitu Kota Bandung, Kota
Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Sukabumi dan Kota Depok mengalami
kenaikan indeks. IHK dari 115,34 di November 2014 menjadi 117,81 di Desember 2014; dengan
demikian terjadi inflasi sebesar 2,14 persen. Laju inflasi tahun kalender 2014 “year to date”
sebesar 7,41 persen dan laju inflasi dari tahun ke tahun “year on year” selama dua belas bulan
terakhir (Desember 2014 terhadap Desember 2013) tercatat sebesar 7,41 persen. Dari tujuh
kelompok pengeluaran, semuanya mengalami inflasi antara lain Kelompok Bahan Makanan
sebesar 2,83 persen, Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau sebesar 0,52
persen, Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar sebesar 0,99 persen, Kelompok
Sandang sebesar 0,34 persen, Kelompok Kesehatan sebesar 1,20 persen, Kelompok Pendidikan,
Rekreasi & Olahraga sebesar 0,24 persen, dan Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
sebesar 6,22 persen. Dari tujuh kota pantauan IHK di Jawa Barat November 2014, seluruhnya
mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tasikmalaya sebesar 2,44 persen, diikuti Kota
Sukabumi sebesar 2,43 persen, Kota Bandung sebesar 2,34 persen, Kota Depok sebesar 2,13
persen, Kota Bekasi sebesar 1,99 persen, Kota Bogor sebesar 1,86 persen, dan Kota Cirebon
sebesar 1,78 persen. Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan menjadi penyumbang
inflasi tertinggi, dengan inflasi sebesar 6,22 persen. Sub kelompok yang mengalami inflasi
tertinggi pada kelompok ini adalah sub kelompok transport. Adapun komoditi yang menjadi
penyumbang inflasi tertinggi adalah angkutan dalam kota, bensin, solar dan angkutan antar
kota.
III - 5
2014 BAB III
3.1.1.3.2 PDRB
Kinerja perekonomian Kota Banjar Tahun 2013 secara makro ditunjukkan oleh
pencapaian nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau total Nilai Tambah Bruto pada
tahun 2013. Nilai PDRB dan kontribusi masing – masing sektor dapat dilihat dalam Tabel
Tabel 3.1Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Kota Banjar Tahun 2011 – 2013Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah)
NO
LAPANGAN USAHATAHUN
2011 2012 20131. PERTANIAN 331,47 343,24 378,132. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 5,50 5.83 6.483. INDUSTRI PENGOLAHAN 232,03 261,26 286,524. LISTRIK DAN AIR BERSIH 19,05 20,63 22,995. BANGUNAN 135,48 151,43 173,766. PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN672,52 745,73 850,97
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 127,64 414,72 157,328. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA
PERUSAHAAN108,92 118,83 131,36
9. JASA-JASA 315,98 347,89 392,39PDRB 1948,59 2136,56 2399,91
Sumber : BPS Kota Banjar
Tabel 3.2Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Kota Banjar Tahun 2011 – 2013Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah)
NO LAPANGAN USAHA
TAHUN2011 2012 2013
1. PERTANIAN 153,99 148,66 147,802. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 2,00 2,01 2,083. INDUSTRI PENGOLAHAN 94,27 101,18 106,274. LISTRIK DAN AIR BERSIH 8,05 8,42 8,785. BANGUNAN 43,85 47,01 51,476. PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN269,08 293,35 313,63
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 54,63 58,94 62,928. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA
PERUSAHAAN50,58 53,68 56,90
9. JASA-JASA 113,50 118,24 126,03PDRB 789,95 831,49 875,88
Sumber : BPS Kota Banjar
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sampai dengan Tahun 2013 kelompok sektor sekunder,
terutama sektor Perdagangan, hotel dan restoran masih mendominasi dalam penciptaan nilai
tambah di Kota Banjar. Dari perkembangan nilai PDRB di atas dapat diketahui Pertumbuhan
PDRB Kota Banjar selama periode Tahun 2011 – 2013 seperti dalam Tabel berikut ini :
III - 6
BAB III 2014
Tabel 3.3Pertumbuhan PDRB Kota Banjar Tahun 2011 – 2013
ADHBerlaku (Hb) dan ADHkonstan (Hk)
NO LAPANGAN USAHA2011 2012 2013 Rata rata
PertumbuhanHB HK HB HK HB HK HB HK
1. PERTANIAN 8.37 2.92 3.43 (3.59) 9.23 (0.58) 7.01 (0.42)2. PERTAMBANGAN DAN
PENGGALIAN2.36 (7.50) 5.66 0.50 10.03 3.37 6.02 (1.21)
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 11.21 8.07 11.19 6.83 8.82 4.79 10.41 6.564. LISTRIK DAN AIR BERSIH 5.35 4.72 7.66 4.39 10.27 4.10 7.76 4.415. BANGUNAN 10.18 7.18 10.53 6.72 12.85 8.67 11.19 7.526. PERDAGANGAN, HOTEL
DAN RESTORAN9.30 5.67 9.82 8.27 12.37 6.47 10.49 6.80
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
6.64 4.14 9.94 7.31 9.92 6.33 8.83 5.92
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
7.83 6.11 8.34 5.77 9.72 5.66 8.63 5.85
9. JASA-JASA 9.75 3.54 9.17 4.01 11.34 6.18 10.09 4.58PDRB 4.55 5.08 4.56 5.00 6.00 5.07 5.03 5.05
Sumber : BPS Kota Banjar
3.2 Tantangan dan prospek Perekonomian Daerah Tahun 2016 dan tahun 2017
Berangkat dari berbagai permasalahan pembangunan yang dihadapi, tantangan dan potensi
pembangunan yang dapat dikembangkan, telaahan terhadap RPJMN, RPJMD Provinsi Jawa Barat
dan kabupten yang berbatasan dengan Kota Banjar dan janji dari kepala daerah terpilih maka
dirumuskan isu strategis pembangunan daerah Kota Banjar melalui berbagai pertimbangan
diantaranya yang merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Kota Banjar dan memiliki
pengaruh yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan provinsi dan nasional, serta
luasnya dampak yang ditimbulkan terhadap daerah dan masyarakat, memiliki daya ungkit
terhadap pembangunan daerah, kemudahan untuk dikelola dan merupakan prioritas terhadap
janji politik yang perlu diwujudkan. Adapun isu strategis tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
2. Mengendalikan laju pertumbuhan penduduk;
3. Meningkatkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan daya beli masyarakat;
4. Meningkatkan kemandirian pangan;
5. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat miskin;
6. Meningkatkan pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan;
7. Meningkatkan kesadaran dan ketaatan aparatur pemerintah terhadap hukum;
8. Meningkatkan kinerja birokrasi yang semakin profesional dan akuntabel.
3.3 Arah Kebijakan Keuangan Daerah
Meningkatnya tuntutan kebutuhan dana sebagai konsekuensi penyerahan
wewenang pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, melalui
otonomi daerah, menuntut berbagai upaya penyesuaian manajemen keuangan daerah
termasuk arah pengelolaan pendapatan dan belanja daerah. Dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, pengelolaan pendapatan daerah telah dilakukan dengan berpedoman pada
III - 7
2014 BAB III
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Ketentuan perundang-
undangan yang berlaku juga telah dijadikan acuan untuk menggali potensi sumber
penerimaan guna menunjang beban belanja pembangunan daerah.
Terkait dengan manajemen keuangan daerah, dalam perencanaan pembangunan
keuangan daerah ke depan setidaknya ada dua hal krusial yang mendesak untuk dikelola dan
dikembangkan secara profesional. Pertama, sistem informasi manajemen keuangan. Sistem
ini diharapkan mampu memberikan informasi secara cepat mengenai kinerja keuangan
daerah seperti kegiatan apa saja yang sudah terlaksana, hasil dan manfaatnya bagi
masyarakat dalam jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu, sistem ini juga
diperkirakan dapat mempercepat proses perhitungan dan laporan pertanggungjawaban
anggaran oleh Pemerintah Daerah. Kedua, pengelolaan aset-aset daerah, terbatasnya
sumber-sumber penerimaan fiskal telah menempatkan pengelolaan aset daerah secara
profesional dan akuntabel pada posisi yang amat penting untuk menunjang penerimaan
pemerintah daerah.
Agar arah pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat
digunakan secara efektif dan efisien, maka diperlukan kebijakan dalam pengelolaan
keuangan daerah.
3.3.1 Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
Pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 13 merupakan hak
Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
terkait. Adapun proyeksi keuangan daerah tahun 2016 menggambarkan rencana kemampuan
keuangan daerah tahun anggaran 2016. Rekapitulasi realisasi dan proyeksi (pagu indikatif)
kerangka pendanaan pembangunan daerah Kota Banjar mulai dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.4Rekapitulasi Realisasi dan Proyeksi Kerangka Pendanaan Pembangunan Daerah
Kota Banjar Tahun 2012 – 2016
NO URAIANREALISASI TARGET PROYEKSI
2012 2013 2014 2015 20161 PENDAPATAN 545.085.309.774 620.917.335.500 672.708.501.933 632.403.535.018 692,173,390,645.92
1.1 Pendapatan Asli Daerah
54.684.690.641 70.293.135.392 118.592.611.301 103.167.969.249 69,740,284,093.12
1.1.1 Pajak Daerah 4.461.590.305 8.293.779.164 8.593.830.049 7.433.104.883 7,188,465,700.42
1.1.2 Retribusi Daerah 4.295.608.846 5.197.610.102 5.850.239.282 4.942.177.100 5,783,652,392.70
1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
2.503.957.330 2.807.012.110 3.202.100.000 3.202.100.000 2,730,000,000.00
1.1.4 Lain-lain PAD Yang Sah 43.423.534.160 54.326.734.016 100.946.441.970 87.590.587.266 54,038,166,000.00
1.2 Dana Perimbangan 362.717.473.035 395.528.129.891 424.478.507.351 451.377.553.000 492,673,254,045.80
1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
64.406.149.035 59.213.959.891 63.175.104.351 63.353.475.000 60,644,083,837.00
1.2.2 Dana Alokasi Umum 281.851.254.000 317.122.023.000 342.267.848.000 352.697.608.000 406,648,430,208.80
III - 8
BAB III 2014
NO URAIANREALISASI TARGET PROYEKSI
2012 2013 2014 2015 2016(DAU)
1.2.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)
16.460.070.000 19.192.147.000 19.035.555.000 35.326.470.000 25,380,740,000.00
1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
127.683.146.098 154.764.070.217 129.637.383.281 77.858.012.769 129,759,852,507.00
1.3.1 Hibah
1.3.2 Dana Darurat
1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi
12.353.065.000 9.662.502.588 18.370.327.941 12.305.135.208 8,829,388,507.00
1.3.4 Dana Penyesuaian Otonomi Khusus
35.205.659.000 43.736.992.000 58.137.475.000 65.552.877.561 77,812,464,000.00
1.3.5 Bantuan Keuangan dari Propinsi/pemda lainnya
78.321.494.016 101.068.455.710 53.129.580.340 43,118,000,000.00
1.3.7 Penerimaan cukai rokok 1.802.928.013 296.119.919
Sumber : DPPKA dan Bappeda
3.3.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah
Dalam UU No.33/2004, Pasal 1, angka 18 telah dinyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah (Perda) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Khusus terkait dengan Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, daerah harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, beserta peraturan pendukung lainnya dalam
menentukan Perda yang terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 33 tahun 2004,
Pasal 6, ayat (1) dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005, Pasal 22, ayat (1)
berasal dari:
i. Pajak Daerah;
ii. Retribusi Daerah;
iii. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
iv. (Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Realisasi pendapatan daerah dibandingkan dengan target dalam APBD Kota Banjar Tahun
2010 sampai dengan Tahun 2014, secara rinci perkembangan realisasi dan pendapatan daerah
Kota Banjar serta kontribusi sumber-sumber pendapatan terhadap total pendapatan dari
tahun 2010 - 2014 dapat dilihat pada Grafik 3.1 dan Tabel 3.5 serta Tabel 3.6
III - 9
2014 BAB III
Grafik 3.1
Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Kota BanjarTahun 2010 - 2014
Tabel 3.5Persentase Realisasi Pendapatan Terhadap Target dalam APBD
Kota Banjar Tahun 2010– 2014
Tahun AnggaranPendapatan Daerah
Target Realisasi Persentase2010 375.794.842.473,84 384.139.244.220,00 102,222011 484.134.329.013,16 489.435.484.182,00 101,092012 541.818.392.663,00 545.085.309.774,00 100,602013 618.826.545.057,00 620.917.335.500,00 100,342014 500.986.789.367,00 672.708.501.933,00 138.28
Sumber : DPPKA Kota Banjar
Kontribusi masing-masing sumber pendapatan dapat dilihat dari proporsinya terhadap total
pendapatan daerah. Di Kota Banjar proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah dalam
kurun waktu empat tahun (2010 – 2014) sangat minim, yaitu sekitar 9,45% dari total
Pendapatan. Dana Perimbangan dari pemerintah memberikan kontribusi yang sangat tinggi
terhadap pendapatan daerah sekitar 69,27%, dan sisanya sekitar 21,28% berupa lain-lain
pendapatan daerah yang sah. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan daerah Kota
Banjar dapat dilihat pada Tabel 3.6.
III - 10
2010 2011 2012 2013 2014 300,000,000.00
400,000,000.00
500,000,000.00
600,000,000.00
700,000,000.00
TargetRealisasi
BAB III 2014
Tabel 3.6Proporsi Sumber Pendapatan Daerah Kota Banjar
Tahun 2010 – 2014
No UraianProporsi (%)
2010 2011 2012 2013 2014PENDAPATAN
1. Pendapatan Asli Daerah 9,73 8,49 10.03 11,37 15.33a. Pajak daerah 0,54 0,51 0.82 1,34 1.03b. Retribusi daerah 6,98 6,77 0.79 0,84 1.09c. Hasil pengelolaan keuangan daerah
yang dipisahkan0,68 0,51 0.46 0,45 0.89
d. Lain-lain PAD yang sah 1,52 0,70 7.97 8,75 12.32
2. Dana Perimbangan 72,21 62,04 66.54 63,70 61.12a. Dana bagi hasil pajak/bagi hasil
bukan pajak11,54 9,06 11.82 9,54 8.28
b. Dana alokasi umum 56,59 48,72 51.71 51,07 49.19c. Dana alokasi khusus 4,08 4,27 3.02 3,09 3.65
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
18,07 29,47 23,42 24,93 23.56
a. Hibahb. Dana daruratc. Bagi hasil pajak dari provinsi dan
dari pemda lainnya2,64 2,89 2,27 1,56 2.68
d. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
5,68 13,17 6,46 7,04 11.23
e. Bantuan Keuangan dari provinsi pemerintah daerah lainnya
9,51 13,14 14,37 16,28 9.64
f. Penerimaan cukai rokok 0,24 0,27 0,33 0,05 0Sumber : DPPKA Kota Banjar
III - 11
2014 BAB III
3.3.3 Arah Kebijakan Belanja Daerah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, dijelaskan bahwa Belanja Daerah adalah kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Untuk memperoleh gambaran realisasi kebijakan
pembelanjaan pada periode Tahun 2010 – 2014 dilakukan melalui analisis belanja daerah.
Adapun kebijakan Belanja Daerah Tahun 2010 – 2014 adalah sebagai berikut :
1) Belanja Tidak Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, meliputi :
a) Belanja Pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan,
serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan;
b) Belanja Bunga digunakan untuk pembayaran bunga atas pinjaman pemerintah
daerah kepada pihak lainnya;
c) Subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada
perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat
terjangkau oleh masyarakat banyak;
d) Belanja Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk
uang, barang/jasa kepada pemerintah daerah atau pemerintah daerah lainnya, dan
kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya;
e) Bantuan Sosial, yaitu bantuan sosial organisasi kemasyarakatan antara lain bantuan
keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan, pengadaan pangan dan bantuan partai
politik;
f) Belanja Bagi Hasil, meliputi belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah
kepada Kabupaten/Kota;
g) Bantuan Keuangan yang bersifat umum maupun khusus kepada desa;
h) Belanja Tak Terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa
atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana
sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan
penerimaan daerah tahun sebelumnya yang telah ditutup.
2) Belanja Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan program
dan kegiatan, meliputi :
a) Belanja Pegawai, untuk pengeluaran honorarium PNS, honorarium non PNS dan
uang lembur, Belanja Pegawai BLUD, Belanja Jasa Non PNS;
b) Belanja Barang dan Jasa, untuk pengeluaran bahan pakai habis, bahan material, jasa
kantor, sewa alat berat, sewa perlengkapan, sewa perlengkapan dan alat kantor,
makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian
III - 12
BAB III 2014
khusus, perjalanan dinas, beasiswa pendidikan PNS, kursus, pelatihan, sosialisasi,
dan bimbingan teknis, perjalanan pindah tugas dan lain sebagainya;
c) Belanja Modal, untuk pengeluaran pengadaan tanah, gedung, alat-alat berat, alat-
alat angkutan di darat bermotor, alat-alat angkutan darat tidak bermotor, alat-alat
angkutan di air bermotor, alat-alat angkutan diair tidak bermotor, alat-alat bengkel,
pengolahan pertanian dan peternakan, peralatan kantor, perlengkapan kantor,
komputer dan lain-lain.
Gambaran tentang realisasi Belanja Daerah yang disajikan secara series menginformasikan
mengenai perkembangan realisasi Belanja Daerah Kota Banjar Tahun 2012 – 2014, Target
Tahun 2015 dan Proyeksi Tahun 2016. sebagaimana dalam Tabel 3.7. Sedangkan
persentase proporsi belanja daerah dapat dilihat pada Tabel 3.8
Tabel 3.7
Rekapitulasi Realisasi, Target dan Proyeksi Belanja Daerah Kota Banjar Tahun 2012 – 2016
NO
URAIANREALISASI TARGET PROYEKSI
2012 2013 2014 2015 2016BELANJA 513,257,046,492.00 646,330,710,092.00 637,644,704,671.00 688,144,849,656.08
A Belanja Tidak Langsung 246,301,723,237.00 282,599,803,135.00 299,949,520,652.00 367,385,574,498.081 Belanja Pegawai 218,688,695,713.00 237,551,425,712.00 258,231,793,768.00 297,310,678,138.782 Belanja Bunga3 Belanja Subsidi4 Belanja Hibah 5,637,700,000.00 20,451,743,505.00 14,600,000,000.00 6,546,400,000.005 Belanja Bantuan Sosial 4,767,172,404.00 6,521,352,911.00 6,985,887,012.00 15,090,578,800.006 Belanja Bagi Hasil7 Belanja Bantuan
Keuangan16,223,656,286.00 18,075,281,307.00 20,131,839,872.00 45,460,863,413.00
8 Belanja Tidak Terduga 984,498,834.00 1,801,667,448.00
B Belanja Langsung 266,955,323,255.00 363,730,906,957.00 337,695,184,019.00 320,759,275,158.00
1 Belanja Pegawai 32,535,560,566.00 45,157,001,753.00 68,537,491,964.00 67,628,281,717.402 Belanja Barang & Jasa 85,795,839,618.00 97,222,860,802.00 119,097,968,293.00 128,734,208,709.603 Belanja Modal 148,623,923,071.00 221,351,044,402.00 150,059,723,762.00 124,396,784,731.00
Sumber : DPPKA Kota Banjar
Melihat perkembangan realisasi belanja di atas, maka kebijakan belanja daerah tahun anggaran
2016 ditindaklanjuti sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku melalui:
1. Belanja derah diperuntukan untuk pemenuhan 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan;
2. Belanja untuk penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
3. Alokasi Anggaran pembangunan Infrastruktur yang mendukung pencapaian sebagai kota
agropolitan;
4. Belanja daerah digunakan untuk mendukung pencapaian MDGs, SPM serta Program
Pembangunan Berkelanjutan (Pro-Growth, Pro-Job, Pro-Poor and Pro-Enviroment)
III - 13
2014 BAB III
5. Alokasi anggaran untuk fungsi pendidikan sesuai dengan perundang-undangan, dalam
rangka peningkatan Indeks Pendidikan.
6. Alokasi anggaran untuk fungsi kesehatan, dalam rangka peningkatan Indeks Kesehatan.
7. Alokasi anggaran dalam rangka peningkatan Indeks Daya Beli.
8. Alokasi anggaran untuk Hibah dan Bansos yang diarahkan untuk masyarakat,
kelompok/kelembagaan yang mendukung prioritas kota dalam rangka mendorong kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Alokasi anggaran yang diarahkan (earmark), antara lain : Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi
Hasil Cukai tembakau, dan dana BOS Pusat.
10. Pencapaian rencana pembangunan yang tercantum RPJMD 2014-2018 (fokus pada Tahun
2016).
Tabel 3.8Proporsi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung
di Kota Banjar Tahun 2010– 2014
No UraianProporsi (%)
2010 2011 2012 2013 20141. Belanja Tidak Langsung 60.46 48.14 47.99 43.72 47.02
a. Belanja Pegawai 47.92 39.56 42.61 36.75 40.61b. Belanja Bunga - - - -c. Belanja Hibah 0.84 1.25 1.10 3.16 1.92d. Belanja Bantuan Sosial 6.62 4.34 0.93 1.01 1.38e. Belanja Bagi Hasil 0.00 0.00 2.70 0.00 0.00f. Belanja Bantuan Keuangan 4.74 2.95 3.16 2.80 2.60g. Belanja Tidak Terduga 0.33 0.04 0.19 - 0.51
2. Belanja Langsung 39.54 51.86 52.01 56.28 52.98a. Belanja Pegawai 6.15 6.01 6.34 6.99 8.85b. Belanja Barang dan Jasa 16.19 14.59 16.72 15.04 16.50c. Belanja Modal 17.20 31.25 28.96 34.25 27.64
Sumber : DPPKA Kota Banjar
Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa selama periode 2010-2014 terjadi kenaikan
Belanja Langsung dari 39,54% pada tahun 2010 naik menjadi 52,98% pada tahun 2014.
Komposisi terbesar dari Belanja Langsung digunakan untuk Belanja Modal dan Belanja Barang
dan Jasa. Sedangkan Belanja Tidak Langsung mengalami penurunan dari 60,46% pada tahun
2010 turun menjadi 47,02% pada tahun 2014. Penurunan ini disebabkan karena sejak tahun
2010 Pemerintah Kota Banjar belum membuka penerimaan CPNS baru lagi sehingga kenaikan
belanja pegawai dari 47,92% menjadi 40.61% adalah kenaikan dari jumlah pegawai yang ada.
Penurunan jumlah belanja hibah dan bantuan sosial juga turut mempengaruhi komposisi
jumlah belanja tidak langsung dalam kurun waktu 2010-2014.
Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah disusun dengan
pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang
direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah
III - 14
BAB III 2014
dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya, tujuannya adalah untuk meningkatkan
akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan
anggaran ke dalam program/kegiatan.
3.3.4 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah merupakan setiap penerimaaan yang perlu dibayar kembali atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Kebijakan pembiayaan bahwa kebutuhan
pembangunan daerah yang semakin meningkat akan berimplikasi pada kemungkinan
terjadinya defisit anggaran. Untuk itu perlu dilakukan antisipasi, upaya yang dapat ditempuh
adalah melalui:
a) Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan (SiLPA) tahun sebelumnya sebagai sumber
penerimaan pada APBD tahun berikutnya, didasarkan pada perhitungan yang
cermat dan rasional;
b) Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban dalam prinsip kehati-hatian;
c) SiLPA diupayakan menurun seiring dengan semakin efektifnya penggunaan
perencanaan anggaran;
Seandainya terjadi surplus anggaran maka kebijakan pengeluaran pembiayaan adalah
ditujukan untuk pembentukan Dana Cadangan Daerah (DCD), penyertaan modal kepada
Perusahaan Milik Daerah serta investasi daerah lainnya dalam rangka menciptakan
kemandirian usaha seperti rehabilitasi Pasar Kota yang potensial dalam peningkatan distribusi
ekonomi kota, mendapat perhatian pula untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban utang
daerah, sehingga pada akhirnya tetap diupayakan anggaran yang berimbang setelah
pembiayaan.
Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi selisih antara
pendapatan dan belanja daerah. Adapun pembiayaan tersebut bersumber dari sisa lebih
perhitungan anggaran sebelumnya (SILPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali
pemberian pinjaman dan penerimaan piutang daerah.
Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik yang berasal dari
penerimaan daerah maupun pengeluaran daerah, yang perlu dibayar atau yang akan diterima
kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran.
Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pencairan sisa lebih perhitungan
tahun yang lalu, dari pinjaman, dan dari hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan
antara lain dapat digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian
pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.
III - 15
2014 BAB III
Pembiayaan merupakan transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk
memanfaatkan surplus. Defisit atau surplus terjadi apabila ada selisih antara Anggaran
Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. Pembiayaan disediakan untuk menganggarkan
setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Penerimaan pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi
defisit anggaran yang disebabkan oleh lebih besarnya belanja daerah dibanding dengan
pendapatan yang diperoleh. Kebijakan penerimaan pembiayaan melalui, penggunaan Sisa
Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA).
Pengeluaran pembiayaan disediakan untuk menganggarkan setiap penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Kebijakan keuangan daerah, baik angka kebijakan pendapatan, belanja maupun pembiayaan
yang didukung dengan kebijakan keuangan negara, sebagaimana tertuang dalam APBD Kota
Banjar maupun APBN adalah untuk mendukung tercapainya target sasaran perencanaan
pembangunan Kota Banjar. Realisasi pembiayaan daerah Kota Banjar selama tahun 2012 –
2014 secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9Rekapitulasi Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Daerah
Kota Banjar Tahun 2012 – 2016
NO URAIANREALISASI PROYEKSI
2012 2013 2014 2015 2016
3 PEMBIAYAAN DAERAH 76.466.077.402 108.294.340.684 82.880.966.092 55.741.314.638
3.1 Penerimaan Pembiayaan 77.266.077.402 108.294.340.684 82.880.966.092 55.741.314.638
3.1.1
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA)
77.266.077.402 108.294.340.684 82.880.966.092 55.741.314.638
3.2 Pengeluaran Pembiayaan 800.000.000 - - -
Sumber : DPPKA dan Bappeda
III - 16