Bab III Rancangan Awal RKPD

23
BAB III R ANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III 2014 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah tahun 2014 dan Perkiraan Tahun 2015 Kondisi eksternal Kota Banjar yang mempengaruhi kebijakan secara umum dalam perencanaan pembangunan Kota Banjar 2016 diantaranya adalah sebagai berikut : 3.1.1.1 Ekonomi Nasional Perkembangan berbagai indikator ekonomi di berbagai daerah hingga kuartal ketiga tahun 2014 secara agregat cenderung mengindikasikan arah pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat. Kondisi ini tidak terlepas dari dinamika perekonomian global yang masih dibayangi ketidakpastian yang tinggi sehingga menyebabkan lambatnya tempo perbaikan pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia, serta turut memicu tekanan terhadap nilai tukar rupiah sepanjang triwulan laporan. Indikasi perbaikan ekspor yang mulai terlihat di sebagian besar daerah tertahan oleh masih relatif rendahnya harga komoditas di pasar global sehingga diperkirakan belum dapat mengimbangi konsumsi rumah tangga dan investasi yang diperkirakan tumbuh melambat. Melambatnya pertumbuhan ekonomi diprakirakan terutama terjadi di sebagian besar daerah di Sumatera dan Jakarta. Hal ini terindikasi pada berbagai indikator terkait konsumsi rumah tangga yang cenderung melemah seperti nilai tukar petani, impor barang konsumsi dan kredit konsumsi. Masih terbatasnya perbaikan harga komoditas hasil-hasil perkebunan dan tingginya kenaikan inflasi pangan diperkirakan berdampak pada melambatnya konsumsi domestik. Di samping itu, produksi hasil perkebunan juga terindikasi tumbuh lebih rendah karena pengaruh iklim dan minimalnya insentif harga jual. Sementara itu, perekonomian Jakarta menghadapi tekanan dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Banjar Tahun 2016 III - 1

description

-

Transcript of Bab III Rancangan Awal RKPD

Page 1: Bab III Rancangan Awal RKPD

BABIII R ANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH

BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III 2014

3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah tahun 2014 dan Perkiraan Tahun 2015

Kondisi eksternal Kota Banjar yang mempengaruhi kebijakan secara umum dalam

perencanaan pembangunan Kota Banjar 2016 diantaranya adalah sebagai berikut :

3.1.1.1 Ekonomi Nasional

Perkembangan berbagai indikator ekonomi di berbagai daerah hingga kuartal ketiga

tahun 2014 secara agregat cenderung mengindikasikan arah pertumbuhan ekonomi nasional

yang melambat. Kondisi ini tidak terlepas dari dinamika perekonomian global yang masih

dibayangi ketidakpastian yang tinggi sehingga menyebabkan lambatnya tempo perbaikan

pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia, serta turut memicu tekanan terhadap

nilai tukar rupiah sepanjang triwulan laporan. Indikasi perbaikan ekspor yang mulai terlihat di

sebagian besar daerah tertahan oleh masih relatif rendahnya harga komoditas di pasar global

sehingga diperkirakan belum dapat mengimbangi konsumsi rumah tangga dan investasi yang

diperkirakan tumbuh melambat.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi diprakirakan terutama terjadi di sebagian besar

daerah di Sumatera dan Jakarta. Hal ini terindikasi pada berbagai indikator terkait konsumsi

rumah tangga yang cenderung melemah seperti nilai tukar petani, impor barang konsumsi dan

kredit konsumsi. Masih terbatasnya perbaikan harga komoditas hasil-hasil perkebunan dan

tingginya kenaikan inflasi pangan diperkirakan berdampak pada melambatnya konsumsi

domestik. Di samping itu, produksi hasil perkebunan juga terindikasi tumbuh lebih rendah karena

pengaruh iklim dan minimalnya insentif harga jual. Sementara itu, perekonomian Jakarta

menghadapi tekanan dari melemahnya kinerja investasi terkait mulai meningkatnya suku bunga

pinjaman dan depresiasi nilai tukar rupiah.

Prospek pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah pada triwulan IV 2014 secara agregat

diprakirakan akan kembali melambat dibandingkan dengan triwulan III 2014. Pemulihan ekonomi

global yang berjalan lambat disertai tingginya ketidakpastian ekonomi global masih akan

membayangi prospek pertumbuhan ekonomi daerah. Perlambatan ekonomi diprakirakan terjadi

di Kawasan Jawa dan KTI. Di Kawasan Jawa, perlambatan disebabkan oleh pertumbuhan

konsumsi masyarakat dan investasi yang menurun. Sementara itu, melambatnya pertumbuhan

ekonomi di KTI pada triwulan mendatang dipengaruhi oleh kinerja investasi yang terhambat oleh

belum adanya perbaikan harga komoditas yang berarti dan terbatasnya pemulihan ekspor.

III - 1

Page 2: Bab III Rancangan Awal RKPD

2014 BAB III

Hingga akhir 2014, perkembangan neraca perdagangan luar negeri di daerah, terutama Jawa dan

Jakarta, secara keseluruhan diperkirakan mencatat defisit neraca perdagangan luar negeri yang

lebih besar dibandingkan dengan periode tahun 2013. Hal ini terjadi seiring dengan terbatasnya

pemulihan kinerja ekspor dan masih cukup besarnya kebutuhan impor. Ke depan, tekanan neraca

perdagangan di daerah perlu diatasi melalui kebijakan struktural yang diarahkan untuk

memperkuat kapabilitas sektor industri sehingga mampu mengimbangi kebutuhan domestik yang

semakin kompleks. Kebijakan penguatan tersebut merupakan prasyarat bagi kesinambungan

migrasi Indonesia menuju ke negara maju. Dampak kebijakan pada basis penciptaan pendapatan

per kapita dapat lebih optimal jika diiringi pula dengan kebijakan yang mendorong Nusantara

sebagai salah satu lokasi utama dalam pembuatan barang jadi dan komponennya yang bersifat

kompleks di sepanjang rantai nilai global.

Dari sisi inflasi, tekanan inflasi yang mereda pasca penyesuaian terhadap kenaikan harga

BBM bersubsidi masih juga dibayangi beberapa risiko yang dapat memengaruhi perkembangan

hargaharga umum di daerah pada triwulan mendatang. Pengaruh dari depresiasi nilai tukar

rupiah terhadap harga-harga umum menjadi salah satu faktor risiko yang cukup besar dan dapat

membawa tekanan inflasi kembali meningkat. Risiko tekanan inflasi juga berasal dari komoditas

pangan yang harganya mudah bergejolak (volatile food), antara lain terkait dengan masa paceklik

di berbagai daerah sentra produksi padi dan baru akan kembali memasuki masa panen pada awal

tahun 2014, serta tekanan permintaan pada komoditas daging seiring dengan perayaan hari raya

Idul Adha dan akhir tahun. Di samping itu, kenaikan harga LPG 12 Kg, serta kenaikan tarif

angkutan udara seiring dengan siklus akhir tahun (peak season) merupakan risiko yang perlu

diwaspadai dampaknya pada kenaikan inflasi umum.

Menghadapi masih besarnya risiko kenaikan inflasi, Bank Indonesia dan Pemerintah di

tingkat Pusat dan Daerah terus memperkuat koordinasi dalam upaya pengendalian inflasi

khususnya melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di berbagai daerah. Dalam jangka

pendek, TPID perlu diarahkan untuk secara intensif mengatasi beberapa hal utama, yakni

menurunkan inflasi pangan (volatile food) yang saat ini berada di kisaran 14% (yoy), meredam

dampak depresiasi nilai tukar rupiah terhadap kenaikan harga-harga umum, serta menjamin

ketersediaan dan kelancaran distribusi pasokan pangan.

3.1.1.2 Ekonomi Regional

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2014 sebesar 5,61%, melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,67%. Perlambatan pertumbuhan

PDRB tersebut terutama didorong oleh melemahnya konsumsi rumah tangga meskipun investasi

dan konsumsi pemerintah meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi makroekonomi pada

triwulan III 2014 masih cukup stabil dan tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara itu, membaiknya perekonomian negara maju mampu mendorong ekspor luar negeri

tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, kinerja ekonomi

III - 2

Page 3: Bab III Rancangan Awal RKPD

BAB III 2014

didorong peningkatan produksi di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh

meningkat. Sebaliknya, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang melambat menarik

sedikit rendah pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Dengan memperhatikan kondisi perkembangan perekonomian global diatas, maka laju

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 5,06 % pada tahun 2014 dan diprediksikan akan

tumbuh pada kisaran sebesar 6,2 – 6,8 % pada tahun 2015 dan dengan inflasi berada pada

kisaran 6,3 – 7,3%. Hal ini diasumsikan apabila kondisi eksternal dan ekonomi global

menunjukkan tanda-tanda positif dan akselerasi pemulihan dapat dipercepat.

Untuk mewujudkan laju pertumbuhan ekonomi tersebut, maka:

Kinerja sektor-sektor unggulan yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Jawa

Barat harus dapat dipertahankan didorong untuk lebih produktif.

Pertumbuhan investasi dan perdagangan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren

pertumbuhan naik, disamping tren penurunan laju inflasi dan suku bunga yang dapat

memicu laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat harus bisa dipertahankan.

Jawa Barat harus mampu memanfaatkan momentum beralihnya fokus investor ke negara-

negara Asia dan dapat menyerap aliran modal menyusul krisis yang melanda kawasan Eropa

dan Amerika. Beberapa kawasan dengan daya dukung infrastruktur yang memadai masih

akan menjadi tujuan utama arus modal. Serapan investasi ke Provinsi Jawa Barat berpeluang

lebih besar jika daya dukung infrastruktur diperkuat.

Intensitas implementasi tematik sektoral dan kewilayahan harus ditingkatkan

Pengawalan pengelolaan perkembangan tiga metropolitan dan dua pusat pertumbuhan

Meningkatkan kualitas komunikasi dengan kabupaten/kota untuk efektivitas pelaksanaan

kegiatan pembangunan ekonomi.

Prediksi pertumbuhan ekonomi makro Provinsi Jawa Barat yang mencapai lebih dari 6%

bukan merupakan suatu hal yang mustahil apabila potensi-potensi yang dimiliki Jawa Barat dapat

dioptimalkan dan disertai dengan tata kelola ekonomi yang baik, untuk mempercepat

pembangunan dan pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Pencapaian ke arah prediksi

ekonomi makro yang optimis, tentunya menjadi tantangan ke depan yang harus disikapi oleh

pemerintah daerah dengan cara melakukan terobosan-terobosan/inovasi-inovasi dalam

perencanaan pembangunan daerah, misalnya dengan cara pendekatan pembangunan industri

wilayah untuk mencapai daya saing daerah melalui pencapaian skala ekonomis.

Bila dilihat dari kontribusinya, perekonomian Jawa Barat masih ditopang oleh sektor

Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR). Pada periode tahun

2014 sampai tahun 2016, Sektor Industri Pengolahan diprediksikan akan memiliki kontribusi

sekitar 33,57% pada tahun 2015, dan 33,57% tahun 2016. Sedangkan sektor Perdagangan, Hotel

dan Restoran diprediksikan akan menyumbang sekitar 24,33% untuk tahun 2015, dan 24,33%

pada tahun 2016 dalam pembentukan PDRB secara keseluruhan. Sektor pertanian diperkirakan

III - 3

Page 4: Bab III Rancangan Awal RKPD

2014 BAB III

akan masih tetap dapat memberikan kontribusi di atas 10% sebagai dampak dari beroperasinya

Waduk Jatigede pada pertengahan tahun 2015.

Dari sisi tingkat kemiskinan, diprediksikan angka kemiskinan secara gradual akan

menurun. Pada tahun 2015, tingkat kemiskinan di Jawa Barat diperkirakan akan berada pada

kisaran 5,39% – 9,18%, dan tahun 2016 sekitar 5% – 9%. Sejalan dengan tingkat kemiskinan,

Tingkat Penganguran Terbuka (TPT) juga akan memiliki kecenderungan trend yang menurun.

Pada tahun 2015 tingkat Pengangguran Terbuka akan berada kisaran 8% - 9%, dan tahun 2016

sekitar 9%- 10%.

Untuk menjamin agar proyeksi tersebut dapat terealisasi, tantangan yang harus dihadapi

oleh pemerintah daerah Jawa Barat adalah menjamin terciptanya kesempatan kerja yang

signifikan, terutama untuk sektor-sektor yang bersifat padat karya, mendorong program-program

pemberdayaan ekonomi masyarakat (terutama di perdesaan) yang efektif, memperbaiki

program-program pengentasan kemiskinan diantaranya memperbaiki program perlindungan

sosial, meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar (seperti akses terhadap pendidikan,

kesehatan, air bersih, sanitasi dan sebaginya) serta upaya penciptaan program pembangunan

yang inklusif, yang diartikan sebagai pembangunan yang mengikutsertakan dan sekaligus

memberi manfaat kepada seluruh masyarakat.

Tantangan lain dari perekonomian Jawa Barat ke depan selain kondisi pemulihan

ekonomi global yang penuh ketidakpastian adalah permasalahan yang terkait dengan isu

perubahan iklim (climate change). Isu ini akan sangat terkait erat dengan permasalahan

ketahanan pangan. Kecenderungan meningkatnya harga komoditas pangan dunia sejak tahun

2000-an, mengindikasikan bahwa dampak perubahan iklim sudah mulai terasa, dan secara tidak

langsung dapat mempengaruhi skenario pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Namun target

beroperasinya Waduk Jatigede pada pertengahan tahun 2015 memberikan harapan adanya

peningkatan produksi sektor pertanian secara signifikan sehingga diproyeksikan sektor tersebut

dapat tetap tumbuh sesuai kapasitasnya.

Dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini serta tantangan dan prospek

perekonomian Jawa Barat kedepan, maka pada tahun 2016 diperlukan kerangka perekonomian

Jawa Barat sebagai berikut :

1. Perlu mendorong laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang relatif rendah dengan

memacu sektor unggulan masing-masing kabupaten/kota tersebut;

2. Pengendalian jumlah penduduk, penyediaan lapangan kerja dan penurunan angka

kemiskinan, serta peningkatan daya beli masih tetap menjadi prioritas pada pembangunan

Jawa Barat tahun 2016.

3. Regulasi perizinan yang probisnis (perizinan kondusif) dan membenahi permasalahan yang

menghambat laju investasi dan daya saing produk.

4. Peningkatan penerapan inovasi untuk meningkatkan dasa saing daerah dan ekonomi kreatif

III - 4

Page 5: Bab III Rancangan Awal RKPD

BAB III 2014

5. Peningkatan produksi pangan melalui perbaikan sistem perbenihan, intensifikasi, proteksi,

pengolahan hasil, fasilitasi sarana produksi, perbaikan infrastruktur pertanian (irigasi dan

jalan).

6. Peningkatan Eksplorasi dan pengembangan sumber energi alternatif.

7. Peningkatan peran swasta, yang salah satunya peningkatan peran CSR (peningkatan

pendanaan kontribusi dana CSR dan peningkatan sinergitas pembangunan).

Melalui Program Jabar Mengembara, tahun 2016 harus diarahkan kepada peningkatan daya

saing tenaga kerja Jawa Barat untuk menyambut diberlakukannya Asean Community tahun 2015

(untuk memanfaat potensi jumlah tenaga kerja Jawa Barat dan peluang pasar tenaga kerja dan

usaha).

3.1.1.3 Ekonomi Kota Banjar

3.1.1.3.1 Laju Inflasi

Desember 2014 IHK Gabungan Jawa Barat yang meliputi 7 kota yaitu Kota Bandung, Kota

Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Sukabumi dan Kota Depok mengalami

kenaikan indeks. IHK dari 115,34 di November 2014 menjadi 117,81 di Desember 2014; dengan

demikian terjadi inflasi sebesar 2,14 persen. Laju inflasi tahun kalender 2014 “year to date”

sebesar 7,41 persen dan laju inflasi dari tahun ke tahun “year on year” selama dua belas bulan

terakhir (Desember 2014 terhadap Desember 2013) tercatat sebesar 7,41 persen. Dari tujuh

kelompok pengeluaran, semuanya mengalami inflasi antara lain Kelompok Bahan Makanan

sebesar 2,83 persen, Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau sebesar 0,52

persen, Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar sebesar 0,99 persen, Kelompok

Sandang sebesar 0,34 persen, Kelompok Kesehatan sebesar 1,20 persen, Kelompok Pendidikan,

Rekreasi & Olahraga sebesar 0,24 persen, dan Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan

sebesar 6,22 persen. Dari tujuh kota pantauan IHK di Jawa Barat November 2014, seluruhnya

mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tasikmalaya sebesar 2,44 persen, diikuti Kota

Sukabumi sebesar 2,43 persen, Kota Bandung sebesar 2,34 persen, Kota Depok sebesar 2,13

persen, Kota Bekasi sebesar 1,99 persen, Kota Bogor sebesar 1,86 persen, dan Kota Cirebon

sebesar 1,78 persen. Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan menjadi penyumbang

inflasi tertinggi, dengan inflasi sebesar 6,22 persen. Sub kelompok yang mengalami inflasi

tertinggi pada kelompok ini adalah sub kelompok transport. Adapun komoditi yang menjadi

penyumbang inflasi tertinggi adalah angkutan dalam kota, bensin, solar dan angkutan antar

kota.

III - 5

Page 6: Bab III Rancangan Awal RKPD

2014 BAB III

3.1.1.3.2 PDRB

Kinerja perekonomian Kota Banjar Tahun 2013 secara makro ditunjukkan oleh

pencapaian nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau total Nilai Tambah Bruto pada

tahun 2013. Nilai PDRB dan kontribusi masing – masing sektor dapat dilihat dalam Tabel

Tabel 3.1Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Kota Banjar Tahun 2011 – 2013Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah)

NO

LAPANGAN USAHATAHUN

2011 2012 20131. PERTANIAN 331,47 343,24 378,132. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 5,50 5.83 6.483. INDUSTRI PENGOLAHAN 232,03 261,26 286,524. LISTRIK DAN AIR BERSIH 19,05 20,63 22,995. BANGUNAN 135,48 151,43 173,766. PERDAGANGAN, HOTEL DAN

RESTORAN672,52 745,73 850,97

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 127,64 414,72 157,328. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA

PERUSAHAAN108,92 118,83 131,36

9. JASA-JASA 315,98 347,89 392,39PDRB 1948,59 2136,56 2399,91

Sumber : BPS Kota Banjar

Tabel 3.2Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000

Kota Banjar Tahun 2011 – 2013Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah)

NO LAPANGAN USAHA

TAHUN2011 2012 2013

1. PERTANIAN 153,99 148,66 147,802. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 2,00 2,01 2,083. INDUSTRI PENGOLAHAN 94,27 101,18 106,274. LISTRIK DAN AIR BERSIH 8,05 8,42 8,785. BANGUNAN 43,85 47,01 51,476. PERDAGANGAN, HOTEL DAN

RESTORAN269,08 293,35 313,63

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 54,63 58,94 62,928. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA

PERUSAHAAN50,58 53,68 56,90

9. JASA-JASA 113,50 118,24 126,03PDRB 789,95 831,49 875,88

Sumber : BPS Kota Banjar

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sampai dengan Tahun 2013 kelompok sektor sekunder,

terutama sektor Perdagangan, hotel dan restoran masih mendominasi dalam penciptaan nilai

tambah di Kota Banjar. Dari perkembangan nilai PDRB di atas dapat diketahui Pertumbuhan

PDRB Kota Banjar selama periode Tahun 2011 – 2013 seperti dalam Tabel berikut ini :

III - 6

Page 7: Bab III Rancangan Awal RKPD

BAB III 2014

Tabel 3.3Pertumbuhan PDRB Kota Banjar Tahun 2011 – 2013

ADHBerlaku (Hb) dan ADHkonstan (Hk)

NO LAPANGAN USAHA2011 2012 2013 Rata rata

PertumbuhanHB HK HB HK HB HK HB HK

1. PERTANIAN 8.37 2.92 3.43 (3.59) 9.23 (0.58) 7.01 (0.42)2. PERTAMBANGAN DAN

PENGGALIAN2.36 (7.50) 5.66 0.50 10.03 3.37 6.02 (1.21)

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 11.21 8.07 11.19 6.83 8.82 4.79 10.41 6.564. LISTRIK DAN AIR BERSIH 5.35 4.72 7.66 4.39 10.27 4.10 7.76 4.415. BANGUNAN 10.18 7.18 10.53 6.72 12.85 8.67 11.19 7.526. PERDAGANGAN, HOTEL

DAN RESTORAN9.30 5.67 9.82 8.27 12.37 6.47 10.49 6.80

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI

6.64 4.14 9.94 7.31 9.92 6.33 8.83 5.92

8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN

7.83 6.11 8.34 5.77 9.72 5.66 8.63 5.85

9. JASA-JASA 9.75 3.54 9.17 4.01 11.34 6.18 10.09 4.58PDRB 4.55 5.08 4.56 5.00 6.00 5.07 5.03 5.05

Sumber : BPS Kota Banjar

3.2 Tantangan dan prospek Perekonomian Daerah Tahun 2016 dan tahun 2017

Berangkat dari berbagai permasalahan pembangunan yang dihadapi, tantangan dan potensi

pembangunan yang dapat dikembangkan, telaahan terhadap RPJMN, RPJMD Provinsi Jawa Barat

dan kabupten yang berbatasan dengan Kota Banjar dan janji dari kepala daerah terpilih maka

dirumuskan isu strategis pembangunan daerah Kota Banjar melalui berbagai pertimbangan

diantaranya yang merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Kota Banjar dan memiliki

pengaruh yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan provinsi dan nasional, serta

luasnya dampak yang ditimbulkan terhadap daerah dan masyarakat, memiliki daya ungkit

terhadap pembangunan daerah, kemudahan untuk dikelola dan merupakan prioritas terhadap

janji politik yang perlu diwujudkan. Adapun isu strategis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia;

2. Mengendalikan laju pertumbuhan penduduk;

3. Meningkatkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan daya beli masyarakat;

4. Meningkatkan kemandirian pangan;

5. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat miskin;

6. Meningkatkan pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan;

7. Meningkatkan kesadaran dan ketaatan aparatur pemerintah terhadap hukum;

8. Meningkatkan kinerja birokrasi yang semakin profesional dan akuntabel.

3.3 Arah Kebijakan Keuangan Daerah

Meningkatnya tuntutan kebutuhan dana sebagai konsekuensi penyerahan

wewenang pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, melalui

otonomi daerah, menuntut berbagai upaya penyesuaian manajemen keuangan daerah

termasuk arah pengelolaan pendapatan dan belanja daerah. Dalam kurun waktu lima tahun

terakhir, pengelolaan pendapatan daerah telah dilakukan dengan berpedoman pada

III - 7

Page 8: Bab III Rancangan Awal RKPD

2014 BAB III

kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Ketentuan perundang-

undangan yang berlaku juga telah dijadikan acuan untuk menggali potensi sumber

penerimaan guna menunjang beban belanja pembangunan daerah.

Terkait dengan manajemen keuangan daerah, dalam perencanaan pembangunan

keuangan daerah ke depan setidaknya ada dua hal krusial yang mendesak untuk dikelola dan

dikembangkan secara profesional. Pertama, sistem informasi manajemen keuangan. Sistem

ini diharapkan mampu memberikan informasi secara cepat mengenai kinerja keuangan

daerah seperti kegiatan apa saja yang sudah terlaksana, hasil dan manfaatnya bagi

masyarakat dalam jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu, sistem ini juga

diperkirakan dapat mempercepat proses perhitungan dan laporan pertanggungjawaban

anggaran oleh Pemerintah Daerah. Kedua, pengelolaan aset-aset daerah, terbatasnya

sumber-sumber penerimaan fiskal telah menempatkan pengelolaan aset daerah secara

profesional dan akuntabel pada posisi yang amat penting untuk menunjang penerimaan

pemerintah daerah.

Agar arah pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat

digunakan secara efektif dan efisien, maka diperlukan kebijakan dalam pengelolaan

keuangan daerah.

3.3.1 Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 13 merupakan hak

Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun

terkait. Adapun proyeksi keuangan daerah tahun 2016 menggambarkan rencana kemampuan

keuangan daerah tahun anggaran 2016. Rekapitulasi realisasi dan proyeksi (pagu indikatif)

kerangka pendanaan pembangunan daerah Kota Banjar mulai dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 3.4Rekapitulasi Realisasi dan Proyeksi Kerangka Pendanaan Pembangunan Daerah

Kota Banjar Tahun 2012 – 2016

NO URAIANREALISASI TARGET PROYEKSI

2012 2013 2014 2015 20161 PENDAPATAN 545.085.309.774 620.917.335.500 672.708.501.933 632.403.535.018 692,173,390,645.92

1.1 Pendapatan Asli Daerah

54.684.690.641 70.293.135.392 118.592.611.301 103.167.969.249 69,740,284,093.12

1.1.1 Pajak Daerah 4.461.590.305 8.293.779.164 8.593.830.049 7.433.104.883 7,188,465,700.42

1.1.2 Retribusi Daerah 4.295.608.846 5.197.610.102 5.850.239.282 4.942.177.100 5,783,652,392.70

1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

2.503.957.330 2.807.012.110 3.202.100.000 3.202.100.000 2,730,000,000.00

1.1.4 Lain-lain PAD Yang Sah 43.423.534.160 54.326.734.016 100.946.441.970 87.590.587.266 54,038,166,000.00

1.2 Dana Perimbangan 362.717.473.035 395.528.129.891 424.478.507.351 451.377.553.000 492,673,254,045.80

1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

64.406.149.035 59.213.959.891 63.175.104.351 63.353.475.000 60,644,083,837.00

1.2.2 Dana Alokasi Umum 281.851.254.000 317.122.023.000 342.267.848.000 352.697.608.000 406,648,430,208.80

III - 8

Page 9: Bab III Rancangan Awal RKPD

BAB III 2014

NO URAIANREALISASI TARGET PROYEKSI

2012 2013 2014 2015 2016(DAU)

1.2.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)

16.460.070.000 19.192.147.000 19.035.555.000 35.326.470.000 25,380,740,000.00

1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

127.683.146.098 154.764.070.217 129.637.383.281 77.858.012.769 129,759,852,507.00

1.3.1 Hibah

1.3.2 Dana Darurat

1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi

12.353.065.000 9.662.502.588 18.370.327.941 12.305.135.208 8,829,388,507.00

1.3.4 Dana Penyesuaian Otonomi Khusus

35.205.659.000 43.736.992.000 58.137.475.000 65.552.877.561 77,812,464,000.00

1.3.5 Bantuan Keuangan dari Propinsi/pemda lainnya

78.321.494.016 101.068.455.710 53.129.580.340 43,118,000,000.00

1.3.7 Penerimaan cukai rokok 1.802.928.013 296.119.919

Sumber : DPPKA dan Bappeda

3.3.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah

Dalam UU No.33/2004, Pasal 1, angka 18 telah dinyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah

(PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan

Daerah (Perda) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Khusus terkait dengan Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, daerah harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 28 tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, beserta peraturan pendukung lainnya dalam

menentukan Perda yang terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 33 tahun 2004,

Pasal 6, ayat (1) dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005, Pasal 22, ayat (1)

berasal dari:

i. Pajak Daerah;

ii. Retribusi Daerah;

iii. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

iv. (Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Realisasi pendapatan daerah dibandingkan dengan target dalam APBD Kota Banjar Tahun

2010 sampai dengan Tahun 2014, secara rinci perkembangan realisasi dan pendapatan daerah

Kota Banjar serta kontribusi sumber-sumber pendapatan terhadap total pendapatan dari

tahun 2010 - 2014 dapat dilihat pada Grafik 3.1 dan Tabel 3.5 serta Tabel 3.6

III - 9

Page 10: Bab III Rancangan Awal RKPD

2014 BAB III

Grafik 3.1

Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Kota BanjarTahun 2010 - 2014

Tabel 3.5Persentase Realisasi Pendapatan Terhadap Target dalam APBD

Kota Banjar Tahun 2010– 2014

Tahun AnggaranPendapatan Daerah

Target Realisasi Persentase2010 375.794.842.473,84 384.139.244.220,00 102,222011 484.134.329.013,16 489.435.484.182,00 101,092012 541.818.392.663,00 545.085.309.774,00 100,602013 618.826.545.057,00 620.917.335.500,00 100,342014 500.986.789.367,00 672.708.501.933,00 138.28

Sumber : DPPKA Kota Banjar

Kontribusi masing-masing sumber pendapatan dapat dilihat dari proporsinya terhadap total

pendapatan daerah. Di Kota Banjar proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah dalam

kurun waktu empat tahun (2010 – 2014) sangat minim, yaitu sekitar 9,45% dari total

Pendapatan. Dana Perimbangan dari pemerintah memberikan kontribusi yang sangat tinggi

terhadap pendapatan daerah sekitar 69,27%, dan sisanya sekitar 21,28% berupa lain-lain

pendapatan daerah yang sah. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan daerah Kota

Banjar dapat dilihat pada Tabel 3.6.

III - 10

2010 2011 2012 2013 2014 300,000,000.00

400,000,000.00

500,000,000.00

600,000,000.00

700,000,000.00

TargetRealisasi

Page 11: Bab III Rancangan Awal RKPD

BAB III 2014

Tabel 3.6Proporsi Sumber Pendapatan Daerah Kota Banjar

Tahun 2010 – 2014

No UraianProporsi (%)

2010 2011 2012 2013 2014PENDAPATAN

1. Pendapatan Asli Daerah 9,73 8,49 10.03 11,37 15.33a. Pajak daerah 0,54 0,51 0.82 1,34 1.03b. Retribusi daerah 6,98 6,77 0.79 0,84 1.09c. Hasil pengelolaan keuangan daerah

yang dipisahkan0,68 0,51 0.46 0,45 0.89

d. Lain-lain PAD yang sah 1,52 0,70 7.97 8,75 12.32

2. Dana Perimbangan 72,21 62,04 66.54 63,70 61.12a. Dana bagi hasil pajak/bagi hasil

bukan pajak11,54 9,06 11.82 9,54 8.28

b. Dana alokasi umum 56,59 48,72 51.71 51,07 49.19c. Dana alokasi khusus 4,08 4,27 3.02 3,09 3.65

3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

18,07 29,47 23,42 24,93 23.56

a. Hibahb. Dana daruratc. Bagi hasil pajak dari provinsi dan

dari pemda lainnya2,64 2,89 2,27 1,56 2.68

d. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

5,68 13,17 6,46 7,04 11.23

e. Bantuan Keuangan dari provinsi pemerintah daerah lainnya

9,51 13,14 14,37 16,28 9.64

f. Penerimaan cukai rokok 0,24 0,27 0,33 0,05 0Sumber : DPPKA Kota Banjar

III - 11

Page 12: Bab III Rancangan Awal RKPD

2014 BAB III

3.3.3 Arah Kebijakan Belanja Daerah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah, dijelaskan bahwa Belanja Daerah adalah kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui

sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Untuk memperoleh gambaran realisasi kebijakan

pembelanjaan pada periode Tahun 2010 – 2014 dilakukan melalui analisis belanja daerah.

Adapun kebijakan Belanja Daerah Tahun 2010 – 2014 adalah sebagai berikut :

1) Belanja Tidak Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara

langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, meliputi :

a) Belanja Pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan,

serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang

ditetapkan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan;

b) Belanja Bunga digunakan untuk pembayaran bunga atas pinjaman pemerintah

daerah kepada pihak lainnya;

c) Subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada

perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat

terjangkau oleh masyarakat banyak;

d) Belanja Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk

uang, barang/jasa kepada pemerintah daerah atau pemerintah daerah lainnya, dan

kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan

peruntukannya;

e) Bantuan Sosial, yaitu bantuan sosial organisasi kemasyarakatan antara lain bantuan

keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan, pengadaan pangan dan bantuan partai

politik;

f) Belanja Bagi Hasil, meliputi belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah

kepada Kabupaten/Kota;

g) Bantuan Keuangan yang bersifat umum maupun khusus kepada desa;

h) Belanja Tak Terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa

atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana

sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan

penerimaan daerah tahun sebelumnya yang telah ditutup.

2) Belanja Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan program

dan kegiatan, meliputi :

a) Belanja Pegawai, untuk pengeluaran honorarium PNS, honorarium non PNS dan

uang lembur, Belanja Pegawai BLUD, Belanja Jasa Non PNS;

b) Belanja Barang dan Jasa, untuk pengeluaran bahan pakai habis, bahan material, jasa

kantor, sewa alat berat, sewa perlengkapan, sewa perlengkapan dan alat kantor,

makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian

III - 12

Page 13: Bab III Rancangan Awal RKPD

BAB III 2014

khusus, perjalanan dinas, beasiswa pendidikan PNS, kursus, pelatihan, sosialisasi,

dan bimbingan teknis, perjalanan pindah tugas dan lain sebagainya;

c) Belanja Modal, untuk pengeluaran pengadaan tanah, gedung, alat-alat berat, alat-

alat angkutan di darat bermotor, alat-alat angkutan darat tidak bermotor, alat-alat

angkutan di air bermotor, alat-alat angkutan diair tidak bermotor, alat-alat bengkel,

pengolahan pertanian dan peternakan, peralatan kantor, perlengkapan kantor,

komputer dan lain-lain.

Gambaran tentang realisasi Belanja Daerah yang disajikan secara series menginformasikan

mengenai perkembangan realisasi Belanja Daerah Kota Banjar Tahun 2012 – 2014, Target

Tahun 2015 dan Proyeksi Tahun 2016. sebagaimana dalam Tabel 3.7. Sedangkan

persentase proporsi belanja daerah dapat dilihat pada Tabel 3.8

Tabel 3.7

Rekapitulasi Realisasi, Target dan Proyeksi Belanja Daerah Kota Banjar Tahun 2012 – 2016

NO

URAIANREALISASI TARGET PROYEKSI

2012 2013 2014 2015 2016BELANJA 513,257,046,492.00 646,330,710,092.00 637,644,704,671.00 688,144,849,656.08

A Belanja Tidak Langsung 246,301,723,237.00 282,599,803,135.00 299,949,520,652.00 367,385,574,498.081 Belanja Pegawai 218,688,695,713.00 237,551,425,712.00 258,231,793,768.00 297,310,678,138.782 Belanja Bunga3 Belanja Subsidi4 Belanja Hibah 5,637,700,000.00 20,451,743,505.00 14,600,000,000.00 6,546,400,000.005 Belanja Bantuan Sosial 4,767,172,404.00 6,521,352,911.00 6,985,887,012.00 15,090,578,800.006 Belanja Bagi Hasil7 Belanja Bantuan

Keuangan16,223,656,286.00 18,075,281,307.00 20,131,839,872.00 45,460,863,413.00

8 Belanja Tidak Terduga 984,498,834.00 1,801,667,448.00

B Belanja Langsung 266,955,323,255.00 363,730,906,957.00 337,695,184,019.00 320,759,275,158.00

1 Belanja Pegawai 32,535,560,566.00 45,157,001,753.00 68,537,491,964.00 67,628,281,717.402 Belanja Barang & Jasa 85,795,839,618.00 97,222,860,802.00 119,097,968,293.00 128,734,208,709.603 Belanja Modal 148,623,923,071.00 221,351,044,402.00 150,059,723,762.00 124,396,784,731.00

Sumber : DPPKA Kota Banjar

Melihat perkembangan realisasi belanja di atas, maka kebijakan belanja daerah tahun anggaran

2016 ditindaklanjuti sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku melalui:

1. Belanja derah diperuntukan untuk pemenuhan 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan yang

ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan;

2. Belanja untuk penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

3. Alokasi Anggaran pembangunan Infrastruktur yang mendukung pencapaian sebagai kota

agropolitan;

4. Belanja daerah digunakan untuk mendukung pencapaian MDGs, SPM serta Program

Pembangunan Berkelanjutan (Pro-Growth, Pro-Job, Pro-Poor and Pro-Enviroment)

III - 13

Page 14: Bab III Rancangan Awal RKPD

2014 BAB III

5. Alokasi anggaran untuk fungsi pendidikan sesuai dengan perundang-undangan, dalam

rangka peningkatan Indeks Pendidikan.

6. Alokasi anggaran untuk fungsi kesehatan, dalam rangka peningkatan Indeks Kesehatan.

7. Alokasi anggaran dalam rangka peningkatan Indeks Daya Beli.

8. Alokasi anggaran untuk Hibah dan Bansos yang diarahkan untuk masyarakat,

kelompok/kelembagaan yang mendukung prioritas kota dalam rangka mendorong kegiatan

pembangunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

9. Alokasi anggaran yang diarahkan (earmark), antara lain : Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi

Hasil Cukai tembakau, dan dana BOS Pusat.

10. Pencapaian rencana pembangunan yang tercantum RPJMD 2014-2018 (fokus pada Tahun

2016).

Tabel 3.8Proporsi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung

di Kota Banjar Tahun 2010– 2014

No UraianProporsi (%)

2010 2011 2012 2013 20141. Belanja Tidak Langsung 60.46 48.14 47.99 43.72 47.02

a. Belanja Pegawai 47.92 39.56 42.61 36.75 40.61b. Belanja Bunga - - - -c. Belanja Hibah 0.84 1.25 1.10 3.16 1.92d. Belanja Bantuan Sosial 6.62 4.34 0.93 1.01 1.38e. Belanja Bagi Hasil 0.00 0.00 2.70 0.00 0.00f. Belanja Bantuan Keuangan 4.74 2.95 3.16 2.80 2.60g. Belanja Tidak Terduga 0.33 0.04 0.19 - 0.51

2. Belanja Langsung 39.54 51.86 52.01 56.28 52.98a. Belanja Pegawai 6.15 6.01 6.34 6.99 8.85b. Belanja Barang dan Jasa 16.19 14.59 16.72 15.04 16.50c. Belanja Modal 17.20 31.25 28.96 34.25 27.64

Sumber : DPPKA Kota Banjar

Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa selama periode 2010-2014 terjadi kenaikan

Belanja Langsung dari 39,54% pada tahun 2010 naik menjadi 52,98% pada tahun 2014.

Komposisi terbesar dari Belanja Langsung digunakan untuk Belanja Modal dan Belanja Barang

dan Jasa. Sedangkan Belanja Tidak Langsung mengalami penurunan dari 60,46% pada tahun

2010 turun menjadi 47,02% pada tahun 2014. Penurunan ini disebabkan karena sejak tahun

2010 Pemerintah Kota Banjar belum membuka penerimaan CPNS baru lagi sehingga kenaikan

belanja pegawai dari 47,92% menjadi 40.61% adalah kenaikan dari jumlah pegawai yang ada.

Penurunan jumlah belanja hibah dan bantuan sosial juga turut mempengaruhi komposisi

jumlah belanja tidak langsung dalam kurun waktu 2010-2014.

Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah disusun dengan

pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang

direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah

III - 14

Page 15: Bab III Rancangan Awal RKPD

BAB III 2014

dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya, tujuannya adalah untuk meningkatkan

akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan

anggaran ke dalam program/kegiatan.

3.3.4 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah merupakan setiap penerimaaan yang perlu dibayar kembali atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan

maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Kebijakan pembiayaan bahwa kebutuhan

pembangunan daerah yang semakin meningkat akan berimplikasi pada kemungkinan

terjadinya defisit anggaran. Untuk itu perlu dilakukan antisipasi, upaya yang dapat ditempuh

adalah melalui:

a) Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan (SiLPA) tahun sebelumnya sebagai sumber

penerimaan pada APBD tahun berikutnya, didasarkan pada perhitungan yang

cermat dan rasional;

b) Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban dalam prinsip kehati-hatian;

c) SiLPA diupayakan menurun seiring dengan semakin efektifnya penggunaan

perencanaan anggaran;

Seandainya terjadi surplus anggaran maka kebijakan pengeluaran pembiayaan adalah

ditujukan untuk pembentukan Dana Cadangan Daerah (DCD), penyertaan modal kepada

Perusahaan Milik Daerah serta investasi daerah lainnya dalam rangka menciptakan

kemandirian usaha seperti rehabilitasi Pasar Kota yang potensial dalam peningkatan distribusi

ekonomi kota, mendapat perhatian pula untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban utang

daerah, sehingga pada akhirnya tetap diupayakan anggaran yang berimbang setelah

pembiayaan.

Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi selisih antara

pendapatan dan belanja daerah. Adapun pembiayaan tersebut bersumber dari sisa lebih

perhitungan anggaran sebelumnya (SILPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan

kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali

pemberian pinjaman dan penerimaan piutang daerah.

Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik yang berasal dari

penerimaan daerah maupun pengeluaran daerah, yang perlu dibayar atau yang akan diterima

kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup

defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran.

Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pencairan sisa lebih perhitungan

tahun yang lalu, dari pinjaman, dan dari hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan

antara lain dapat digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian

pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

III - 15

Page 16: Bab III Rancangan Awal RKPD

2014 BAB III

Pembiayaan merupakan transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk

memanfaatkan surplus. Defisit atau surplus terjadi apabila ada selisih antara Anggaran

Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. Pembiayaan disediakan untuk menganggarkan

setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima

kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran

berikutnya.

Penerimaan pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi

defisit anggaran yang disebabkan oleh lebih besarnya belanja daerah dibanding dengan

pendapatan yang diperoleh. Kebijakan penerimaan pembiayaan melalui, penggunaan Sisa

Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA).

Pengeluaran pembiayaan disediakan untuk menganggarkan setiap penerimaan yang perlu

dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun

anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Kebijakan keuangan daerah, baik angka kebijakan pendapatan, belanja maupun pembiayaan

yang didukung dengan kebijakan keuangan negara, sebagaimana tertuang dalam APBD Kota

Banjar maupun APBN adalah untuk mendukung tercapainya target sasaran perencanaan

pembangunan Kota Banjar. Realisasi pembiayaan daerah Kota Banjar selama tahun 2012 –

2014 secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9Rekapitulasi Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Daerah

Kota Banjar Tahun 2012 – 2016

NO URAIANREALISASI PROYEKSI

2012 2013 2014 2015 2016

3 PEMBIAYAAN DAERAH 76.466.077.402 108.294.340.684 82.880.966.092 55.741.314.638

3.1 Penerimaan Pembiayaan 77.266.077.402 108.294.340.684 82.880.966.092 55.741.314.638

3.1.1

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA)

77.266.077.402 108.294.340.684 82.880.966.092 55.741.314.638

3.2 Pengeluaran Pembiayaan 800.000.000 - - -

Sumber : DPPKA dan Bappeda

III - 16